DAFTAR ISI
BAB I TINJAUAN FARMAKOLOGI..................................................................1
1.1
1.2
Indikasi.....................................................................................................1
1.3
1.4
Farmakokinetik.........................................................................................2
1.5
Dosis..........................................................................................................3
1.6
Cara Pemberian.........................................................................................3
1.7
Kontra Indikasi.........................................................................................3
2.2
2.2.1
2.3.
Analisis Simplisia.............................................................................7
3.2
3.3
3.3.1
Formulasi.........................................................................................20
3.3.2
3.3.3
3.4
Pengujian Stabilitas................................................................................22
3.5.
Up-Scalling..............................................................................................24
4.2.
4.3.
4.4
4.5
Pengemasan.............................................................................................38
4.6.
Penyimpanan...........................................................................................39
5.1.1
5.1.2
5.1.3
5.1.4
5.2
5.3
BAB I
TINJAUAN FARMAKOLOGI
1.2 Indikasi
Obat wasir, peluruh haid, penambah nafsu makan (stomakik), antiradang,
antibakteri, dan antidiare (Marpaung, 2014). Indikasi dari Jawer kotok diduga
mengandung senyawa flavonoid yang memiliki sifat relaksan otot dan dapat
melebarkan pembuluh darah sehingga memiliki kemampuan untuk menurunkan
tekanan darah. Dengan pembuluh darah yang melebar maka kerja jantung untuk
memompa darah ke seluruh tubuh akan berkurang (Medical Health Guide 2011).
Selain itu flavonoid juga dapat digunakan untuk mengatur berbagai enzim
dan hormon yang ada di dalam tubuh manusia, sebagai contoh pada pengobatan
kelenjar tiroid yang rusak. Daun jawer kotok juga dapat digunakan dalam
mengobati pasien glaukoma. Glaukoma merupakan kondisi
dimana terjadi gangguan pada cairan di mata yang meningkatkan tekanan di mata.
Apabila tidak segera diobati dapat menyebabkan kerusakan permanen saraf dan
menyebabkan kebutaan. Penggunaan jawer kotok ini mampu menurunkan tekanan
intra okular secara signifikan dalam waktu lima jam (Medical Health Guide,
2011). Mekanisme jawer kotok yang meningkatkan AMP siklik mampu
memberikan efek relaksan otot polos yang menyebabkan bronkial menjadi
dilatasi. Peningkatan AMP siklik ini dapat mengurangi histamin yang ada di
dalam tubuh (Medical Health Guide, 2011).
1.4 Farmakokinetik
Distribusi sediaan ini serupa dengan sediaan infus (t1 / 2) sebesar 3,9 1,
1 menit, metabolisme paruh (t1 / 2) adalah 1,9 0,7 jam, dan paruh eliminasi
(t1 / 2) adalah 95,3 15,2 jam. Volume distribusi sebesar 2689,2 450,6 ml/kg.
Kadar metabolit aktif menurun dengan cepat menjadi kurang dari 1,0 ng/ml dalam
1.5 Dosis
Table 1.1 Dosis dan Cara Pemberian
Indikasi
Pasien
Dosis
Hemoroid
250 mg/Kg BB
(Henderson, 2005)
Berdasarkan data di atas, maka akan dibuat kapsul jawer kotok dengan
kekuatan sediaan ekstrak jawer kotok sebesar 250 mg per kapsul. Sediaan kapsul
ini dipilih karena penggunaannya ditujukan untuk pasien dewasa.
b. Interaksi Obat
Interaksi jawer kotok dapat terjadi dengan:
1. Obat warfarin dan heparin
Jawer kotok dapat memperburuk pendarahan sehingga tidak dapat
digunakan apabila pasien mengalami masalah kesehatan akibat dari
pendarahan. Penggunaan jawer kotok harus digunakan secara hatihati dan dengan pengawasan medis yang ketat.
2. Obat untuk tekanan darah tinggi
Penggunaan jawer kotok harus diawasi ketika pasien sedang
mengonsusmsi obat untuk tekanan darah tinggi. Gejala hipotensi
seperti mual dan pusing dapat terjadi akibat tekanan darah yang
turun terlalu rendah (Medical Health Guide, 2011).
BAB II
ASPEK KIMIA
2.1
1. Alkaloid
Sampel dibasakan dengan amonia 10% kemudian
ditambahkan
kloroform,
dan
digerus
kuat-kuat.
Lapisan
asam
dipipet
kemudian
dibagi
endapan
putih
atau
kekeruhan
putih,
menunjukan
kemungkinan
endapan
berwarna
jingga
coklat,
besi
Kemudian
(III)
ditambahkan
klorida
kedalam
larutan
filtrat.
10
mengering.
Hasil
pengeringan
filtrat
mengering.
Liebermann-Burchard.
Lalu
ditambahkan
Terjadinya
warna
pereaksi
ungu
11
hijau
biru
menunjukan
adanya
senyawa
steroid.
6. Kuinon
Sejumlah kecil sampel dalam tabung reaksi
dipanaskan di atas penangas air, kemudian disaring.
Lalu
ke
dalam
filtrat
ditambah
larutan
kalium
daun
hidroksida
tambahkan
5%
b/v;
tetes
larutan
natrium
terjadi
warna
kuning.
12
366
nm.
Semprot
lempeng
dengan
No.
hRx
Dengan sinar
biasa
Tanpa
Dengan
perea
pereaksi
ksi
7-13
Hijau
Ungu
15-25
Hijau
Biru
muda
43-50
Hijau
Kuning
54-61
Lembayu
Dengan
pereaksi
Ungu
Biru muda
Kuning
Lembayun
13
65-69
85-92
7
8
158165
192197
ng
Biru
muda
Lembayu
ng
Biru
muda
lembayu
ng
g
-
Hijau
Lembayun
g
Merah
jambu
Merah
jambu
(Depkes, 1989)
e. Susut Pengeringan
Susut pengeringan adalah pengurangan berat bahan setelah
dikeringkan dengan cara yang telah ditetapkan.
Prosedur : timbang seksama 1 sampai 2 g simplisia dalam botol
timbang dangkal bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu
penetapan dan ditara. Ratakan bahan dalam botol timbang dengan
menggoyangkan botol, hingga merupakan lapisan setebal lebih kurang
5 sampai 10 mm, masukkan dalam ruang pengering, buka tutupnya,
keringkan pada suhu penetapan hingga bobot tetap. Sebelum setiap
pengeringan, biarkan botol dalam keadaan tertutup dalam eksikator
hingga suhu ruang.
Persyaratan : tidak lebih dari 10 % (Depkes RI, 1989)
f. Penetapan Kadar Abu
Penetapan Kadar Abu Total
Penetapan kadar abu dengan cara lebih kurang timbang 3 g
simplisia dengan seksama kedalam krus yang telah ditara, dipijarkan
perlahan-lahan. Kemudian suhu dinaikan secara bertahap hingga 600 +
250C sampai bebas karbon, selanjutnya didinginkan dalam desikator,
serta timbang berat abu.
14
Kadar AbuTotal ( ) =
Berat AbuTotal
100
Berat Simplisia
15
oleh
ultraviolet
sistem
untuk
terkonjugasi.
sebagian
Suatu
besar
spetrum
16
(Markham,
1988)
BAB III
PENGEMBANGAN FORMULA
Pabrik
Bentuk
sediaan
PT Medicom Prima
Kapsul
Gambar
Ambeven
Coleus
atropurpureus
folia .....10%
3.2
Plectranthus scutellarioides
Mengandung senyawa flavonoid dalam bentuk bebas dan dalam bentuk
glikosida (berikatan dengan gula). Proses hidrolisis asam atau basa akan
mengubah bentuk glikosida menjadi bentuk aglikon (semyawa fenolat bebas).
Proses hidrolisis ini diduga dapat mengurangi aktivitas inhibisi disebabkan
tidak ada lagi bagian yang dapat dihidrolisis oleh enzim alfa-glikosidase.
Pembuktian laboratoris terhadap teori ini telah dibuktikan dengan cara
membandingkan hasil analisis aktivitas inhbisi enzim alfa glukosidase dari
17
18
ekstrak daun jawer kotok dan ekstrak yang telah diperlakukan dengan reaksi
hidrolisis ikatan glikosidanya (Cahyono, 2014).
b
Maize Starch
Kegunaan
Pemerian
Kelarutan
konsentrasi (3-10%)
: Granul putih atau hampir putih, tidak berasa, tidak berasa
:Tidak larut dalam etanol (96%) dan dalam air. Maize
Starch larut 5-10% pada suhu 378 oC; larut sebagian dalam
Magnesium Stearat
Kegunaan
Pemerian
Kelarutan
khas.
:Praktis tidak larut dalam etanol, etanol 95%, eter dan air;
Aerosil
19
Fungsi
Pemerian
Kelarutan
terang, memiliki bau seperti asam stearat dan rasa yang khas.
:Praktis tidak larut dalam pelarut organik, air, dan asam,
kecuali asam fluorida; larut dalam larutan alkali panas
hidroksida.
:Koloid silikon dioksida bersifat higroskopis tapi dapat
Stabilitas
yang
diinginkan
yang
dimanfaatkan
untuk
3.3.1
Formulasi
Berdasarkan data analisis farmakologi dan preformulasi zat aktif,
maka akan dibuat sediaan kapsul Plectranthus
scutellarioides dengan
kekuatan sediaan sebanyak 250 mg/kapsul dengan bobot per kapsul adalah
279,34 mg sebanyak 30.000 kapsul. Sediaan tersebut akan dibuat
berdasarkan formula sebagai berikut:
20
Bahan Baku
1 kapsul
30.000 kapsul
Ekstrak
250 mg
7.500 g
Plectranthus scutellarioides
2
Aerosil (0.5%)
1,48 mg
44,4 g
3
Maize Starch (10%)
29,59 mg
887,7 g
4
Magnesium Stearat (5%)
14,79 mg
443,7 g
Total
295,86 mg
8.875,8 g
Perhitungan penimbangan sesuai jumlah sediaan yang akan dibuat (30.000 kapsul)
1
Ekstrak
Plectranthus scutellarioides
Aerosil sebagai glidan
Maize Starch sebagai pengisi
Magnesium Stearat sebagai
pelincir
21
Zat aktif dan eksipien dihitung sesuai kebutuhan untuk 30.000 kapsul
Plectranthus scutellarioides dengan timbangan yang telah dikalibrasi
3.3.3
dan ditara.
Campurkan aerosil, maize starch dan magnesium stearat dengan
22
menghindari bau dan rasa yang tidak enak dari ekstrak jawer kotok maka
sediaan dibuat dalam bentuk kapsul.
3.4 Pengujian Stabilitas
Untuk menguji stabilitas suatu produk, setiap Negara memiliki
kondisi iklim yang berbeda sehingga penyimpanannya berbeda. Klasifikasi
iklim tersebut adalah sebagai berikut : (ICH, 2013)
23
(GMPUA, 2012)
Menentukan stabilitas dari molekul zat aktif dan pengaruh faktor
lingkungan seperti temperatur, kelembapan, cahaya, komponen formulasi,
dan wadah. Menggunakan uji stabilitas dipercepat dan diperpanjang sama
seperti tablet konvensional. Uji dilakukan untuk menentukan penyimpanan
dan waktu paruh kapsul.
3.5.
Up-Scalling
Up-scalling merupakan peningkatan skala produksi di industri.
300.000 kapsul ekstrak Plectranthus scutellarioides merupakan produksi
skala pilot. Perubahan ukuran batch dari skala pilot ke skala produksi
harus memenuhi syarat yaitu batch baru yang akan diproduksi
24
Evaluasi
syarat
Denah fisik: lay out produksi
Laporan pertanggungjawaban: evaluasi tahapan proses produksi dan
formulasi
dan
peralatan:
tetapkan
modifikasi,
kendala,
skala,
kemungkinan
terpaksa
dilakukan
penggantian
Jumlah bahan baku yang dibutuhkan untuk scale up ke skala produksi yaitu :
No
.
1
2
3
Bahan Baku
Ekstrak
Plectranthus scutellarioides
Aerosil (0.5%)
Maize Starch (5%)
300.000 kapsul
1 kapsul
30.000 kapsul
250 mg
7.500 g
75.000 g
1,48 mg
29,59 mg
44,4 g
887,7 g
444 g
8877 g
25
14,79 mg
295,86 mg
443,7 g
8.875,8 g
4437 g
88.758 g
BAB IV
MANUFAKTUR DAN QUALITY CONTROL
4.1.
A. Personalia
Industri
obat
tradisional
hendaklah
memiliki
personil
yang
26
27
Struktur
organisasi industri
obat tradisional
hendaklah
bagian
manajemen
mutu
harus
menjalankan
tugas
dan
28
perawatan
yang
efektif
untuk
menghindarkan
pencemaran
silang,
penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat menurunkan
mutu obat tradisional.
Karena berpotensi untuk terdegradasi dan terserang hama serta
sensitivitasnya terhadap kontaminasi mikroba maka produksi dan terutama
penyimpanan bahan yang berasal dari tanaman dan binatang memerlukan
perhatian khusus.
Area penimbangan,
area
produksi,
area
penyimpanan,
area
29
E. Produksi
Produksi hendaklah dilaksanakan mengikuti prosedur tervalidasi yang
telah ditetapkan, memenuhi ketentuan CPOTB yang menjamin produk
memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin registrasi.
Klasifikasi bangunan yang berlaku untuk area produksi bahan obat
kemungkinan tidak bisa digunakan untuk pengolahan bahan alam.
Pengendalian bahan dari spesies dan varietas yang berbeda untuk mencegah
kontaminasi. Produksi hendaklah dilakukan dan diawasi oleh personil yang
kompeten. Selama pengolahan, semua bahan, wadah produk ruahan,
30
peralatan atau mesin produksi dan bila perlu diberi label atau penandaan.
Akses ke bangunan dan fasilitas produksi hendaklah dibatasi hanya untuk
personil yang berwenang.
F. Pengawasan Mutu
Merupakan bagian yang esensial dari CPOTB untuk memberikan
kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai
dengan tujuan pemakaiannya. Sistem pengawasan mutu hendaklah
dirancang dengan tepat untuk memastikan bahwa tiap produk mengandung
komponen dengan mutu yang memenuhi syarat dan dibuat pada kondisi
sesuai. Personil pengawasan mutu hendaklah memiliki akses ke area
produksi untuk pengambilan sampel dan melakukan investigasi yang
diperlukan. Penilaian produk jadi hendaklah mencakup semua faktor yang
relevan, termasuk kondisi produksi, hasil pengujian selama proses,
pengkajian dokumen produksi, pemenuhan spesifikasi produk jadi dan
pemerikasaan kemasan akhir.
G. Inspeksi Diri
Mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan pengawasan mutu
industri obat tradisional memenuhi ketentuan CPOTB dan untuk
menentukan tindakan perbaikan yang diperlukan. Dibuat daftar periksa
inspeksi diri yang menyajikan standar persyaratan minimal dan seragam.
Dibentuk tim inspeksi diri minimal 3 orang yang berpengalaman dalam
bidang produksi baik dari dalam atau luar industri. Frekuensi inspeksi diri
31
32
2002).
b. Evaluasi kapsul
Evaluasi kapsul dilakukan untuk mengetahui kualitas dan kapsul, yang
meliputi (FI IV, 1995) :
Uji Keseragaman Bobot
33
Pustaka
Prosedur
: Keseragaman bobot
Timbang 20 kapsul. Timbang masing masing kapsul secara
saksama dan diberi identitas. Keluarkan isi semua kapsul, timbang
seluruh bagian cangkang kapsul kosong dan timbang masing
masing cangkang kapsul kosong. Hitung bobot isi kapsul dan bobot
rata rata tiap isi kapsul. Perbedaan dalam persen bobot isi setiap
kapsul terhadap bobot rata rata tiap isi kapsul tidak boleh lebih dari
yang ditetapkan oleh kolom A dan setiap 2 kapsul tidak lebih dari
yang ditetapkan kolom B
Bobot rata rata isi
kapsul
120 mg atau lebih
dari 120 mg
(FI III, 1979)
Waktu hancur
Masukkan 1 kapsul pada masing-masing tabung dari keranjang.
Gunakan kasa berukuran 10 mesh yang ditempatkan pada
permukaan lempengan atas dari rangkaian keranjang. Jalankan alat
gunakan air bersuhu 37o2o sebagai media. Amati kapsul selama 15
menit. Semua kapsul harus hancur, kecuali bagian dari cangkang
kapsul. Bila 2 kapsul tidak hancur sempurna, ulangi pengujian
dengan 12 kapsul lainnya : tidak kurang 16 dari 18 kapsul yang
diuji harus hancur sempurna. (FI IV hal 1087)
20%
15%
34
ekstraktor
maserator
alat penguap vakum putar
freeze-dryer
penimbangan
mesin filler
pengemasan
Pemilihan mesin-mesin tersebut didasarkan pada kegunaan, prinsip
4.4
35
h.
i.
j.
k.
36
Pengemasan
Tablet ekstrak daun jewer kotok dikemas dalam botol plastik (kemasan
primer) yang tiap botolnya berisi 60 tablet, setiap 1 botol dikemas dalam 1 dus
(kemasan sekunder). Setiap botol dimasukkan silika gel yang telah dikemas dalam
kemasan kecil dengan tujuan untuk menjaga kelembaban di dalam botol.
Botol plastik dipilih karena praktis dan dapat menjaga sediaan
tablet tetap stabil serta terlindung dari cahaya. Botol plastik kemudian
dilapisi dengan plastik bening untuk mencegah masuknya udara luar ke
dalam botol. Dus besar dipilih sebagai kemasan sekunder dengan tujuan
untuk menjaga atau melindungi kemasan primer dan sediaan dari hal-hal
yang tak diinginkan selama distribusi obat dilakukan. Adapun kemasan
primer dan sekunder yang digunakan yaitu sebagai berikut:
37
Kemasan primer
Kemasan sekunder
38
4.6.
Penyimpanan
Sediaan disimpan dalam wadah tertutup baik, disimpan pada suhu
kamar (25o-30oC), di tempat yang kering dan terlindung dari sinar matahari
untuk menjaga stabilitas sediaan.
BAB V
REGULASI DAN PERUNDANGAN
Indonesia wajib memiliki izin edar yang di berikan oleh Kepala Badan POM.
Obat tradisional yang dapat diberikan izin edar harus memenuhi kriteria
sebagai berikut:
a. Menggunakan bahan yang memenuhi persyaratan keamanan dan
mutu;
b. Dibuat dengan menerapkan CPOTB;
c. Memenuhi persyaratan Farmakope
persyaratan lain yang diakui;
d. Berkhasiat yang dibuktikan
secara
Herbal
empiris,
Indonesia
turun
atau
temurun,
39
40
41
Cara pemakaian
(terperinci)
meliputi
peringatan,
perhatian,
digunakan
Sumber perolehan bahan baku
Penilaian Mutu Bahan Baku; pemerian/organoleptik, makroskopik,
mikroskopik dan uji fisika-kimia disesuaikan dengan jenis bahan baku
42
Gambar 5.1 Alur Proses Registrasi Obat Tradisional (BPOM RI, 2010)
5.2
43
44
1. Nomor Registrasi
Nomor registrasi sediaan farmasi jawer kotok adalah TR 16 1 3 0001 1
Keterangan:
TR
16
1
3
0001
45
: kode huruf
TR
TI
TL
FF
: fitofarmaka
QD/QL
Kotak 4
46
2. Nomor Batch
Menurut surat Dirjen POM No 13650/D/SE/73, penomoran batch
diserahkan pada perusahaan masing-masing. Nomor batch sediaan farmasi
jawer kotok adalah 01160101.
Keterangan :
01
: Produk diproduksi pada bulan Januari
16
: Produk diproduksi pada tahun 2016
01
: Bentuk sediaan kapsul
01
: Nomor urut pembuatan
5.3
tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan pasal 15, penyaluran
(distribusi) sediaan farmasi diatur sebagai berikut :
1. Penyaluran sediaan farmasi* dan alat kesehatan hanya dapat dilakukan
oleh:
a. badan usaha yang telah memiliki izin sebagai penyalur dari Menteri
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku untuk menyalurkan sediaan farmasi yang berupa bahan obat,
obat dan alat kesehatan;
47
b. badan usaha yang telah memiliki izin sebagai penyalur sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk
menyalurkan sediaan farmasi yang berupa obat tradisional dan
kosmetika.
2. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam poin (1) dikecualikan bagi
perorangan untuk menyalurkan sediaan farmasi yang berupa obat
tradisional dan kosmetika dengan jumlah komoditi yang terbatas
dan/atau diperdagangkan secara langsung kepada masyarakat.
*Pada pasal (1) disebutkan bahwa Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat,
obat tradisional dan kosmetika.
BAB VI
INFORMASI OBAT
48
49
2. Brosur Obat
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, H. C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Penerbit UI. Jakarta
Augsburger, L.L. 2000. Modern Pharmaceutics : Hard and Soft Gelatin Capsules.
(Ed.2). New York : Mercel Dekker
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2010. Acuan Sediaan
Herbal, Volume V, Edisi I, 112-11. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Cahyono, Bambang dkk. 2014. Efek Hidrolisis Ekstrak Daun Iler (Coleus
scutellarioides) terhadap Aktivitas Inhibisi Enzim Alfa-Glukosidase.
Jurnal Sains dan Matematika Vol.22(1) : 15-19(2014)
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia, Edisi
IV. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
Departemen Kesehatam Republik Indonesia. 1989, Materia Medika Indonesia
Jilid III. Jakarta: Departemen Kesehatam Republik Indonesia
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi
III. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan
Duengo, Suleman, Yuszda K. Salimi, dan Lian Ahmad. 2014. Uji Toksisitas
Ekstrak Daun Miana (Coleus scutellarioides) Asal Gorontalo. Kumpulan
Jurnal Universitas Negeri Gorontalo. Vol.1 , No.1 : 93 100.
Duke, James A. 2002. Handbook of Medicinal Herbs 2nd Edition. New York :
CRC Press.
GMPUA. 2012.
Stability testing. Tersedia di http://www.gmpua.com/
World/GMPManual/daten/autorenteil/kapitel_14/14_g.htm
Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia. Edisi II. Penerbit ITB. Bandung.
Henderson, Shonteh; et,al. 2005. Effects of Coleus Forskohlii Supplementation on
Body Composition and Hematological Profiles in Mildly Overweight Women.
Tersedia secara online di
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2129145/
ICH. 2013. ICH Q1(R2) Stability testing Guidelines: Stability Testing of New
Drug Substances and Products.
50
51