Anda di halaman 1dari 69

Makalah Pengembangan Sediaan Floating Captopril 50mg

Program Pendidikan Profesi Apoteker Periode 102 FFUA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hipertensi masih merupakan tantangan besar di Indonesia. Betapatidak,
hipertensi merupakan kondisi yang sering ditemukan pada pelayanan kesehatan
primer kesehatan. Hal itu merupakan masalah kesehatan dengan prevalensi yang
tinggi, yaitu sebesar 25,8%, sesuai dengan data Riskesdas 2013. Di samping itu,
pengontrolan hipertensi belum adekuat meskipun obat-obatan yang efektif banyak
tersedia. Definisi Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan
darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg
pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup
istirahat/tenang. Peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam jangka waktu
lama (persisten) dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal (gagal ginjal), jantung
(penyakit jantung koroner) dan otak (menyebabkan stroke) bila tidak dideteksi secara
dini dan mendapat pengobatan yang memadai. Banyak pasien hipertensi dengan
tekanan darah tidak terkontrol dan jumlahnya terus meningkat. Oleh karena itu,
partisipasi semua pihak, baik dokter dari berbagai bidang peminatan hipertensi,
pemerintah, swasta maupun masyarakat diperlukan agar hipertensi dapat
dikendalikan (Kemenkes, 2014).
Menurut American Heart Association {AHA}, penduduk Amerika yang
berusia diatas 20 tahun menderita hipertensi telah mencapai angka hingga 74,5 juta
jiwa, namun hamper sekitar 90-95% kasus tidak diketahui penyebabnya. Hipertensi
merupakan silent killer dimana gejala dapat bervariasi pada masing-masing individu
dan hampir sama denga gejala penyakit lainnya. Gejala-gejalanya itu adalah sakit
kepala/rasa berat di tengkuk mumet (vertigo), jantung berdebar-debar, mudah Ieiah,
penglihatan kabur, telinga berdenging (tinnitus), dan mimisan (Kemenkes, 2014).
Penatalaksanaan terapi untuk pasien Hipertensi dapat berupa terapi farmakologis dan
nonfarmakologis. Terapi nonfarmakologis dapat dilakukan dengan modifikasi diet
seperti natrium dan pembatasan cairan, pengurangan faktor risiko seperti berhenti
merokok dan pengawasan aktivitas fisik secara teratur. Sedangkan untuk terapi
farmakologi yang diberikan bergantung pada tingkat keparahan Hipertensi dan
kondisi pasien secara keseluruhan. Secara umum, obat yang dapat diberikan untuk
pasien Hipertensi antara lain angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitors,
angiotensin receptor blockers (ARBs), diuretik, antagonis aldosteron, vasodilator, β-
blockers, inotropik (Parker, 2011).

Salah satu contoh obat dari golongan (ACE) inhibitors adalah


Captopril. Captopril, ACE-Inhibitor pertama yang dipasarkan, adalah ACE- Inhibitor
poten. Captopril adalah satu-satunya ACE-inhibitor yang disetujui untuk digunakan
di Amerika Serikat yang berisi gugus sulfhidril. Dosis captopril yang digunakan
adalah 12,5 mg dan 25 mg. Apabila diberikan secara oral, captopril diserap dengan
cepat dan memiliki bioavailabilitas sekitar 75%. Konsentrasi puncak dalam plasma
terjadi dalam waktu satu jam, dan obat ini dieliminasi dengan cepat dengan paruh
sekitar 2 jam. Sebagian besar obat tersebut tereliminasi dalam urin, 40% sampai 50%
sebagai captopril (utuh) dan sisanya sebagai captopril disulfida dan captopril-sistein
disulfida. Oleh karena adanya makanan mengurangi bioavailabilitas oral captopril
sebesar 25% sampai 30% dan terdegradasi di kolon (Katzung, 2008)
Kaptopril mempunyai kelarutan yang baik (mudah larut dalam 250 ml
air pada PH (1-8) dan permeabilitas yang rendah (absorpsinya kurang dari 90 %
sehingga termasuk BCS (Biopharmaceutics Classification System) kelas III (Shargel,
dkk, 2005). Kaptopril merupakan salah satu obat yang mudah larut dalam air dan
memiliki waktu paruh (t½ eliminasi) yang singkat sehingga cocok untuk dibuat
sedian tablet lepas lambat. Pengembangan tablet kaptopril lepas lambat akan
memberikan beberapa keuntungan kepada pasien yang perlu mengkonsumsi obat ini
berkesinambungan dan digunakan dalamjangka lama. Beberapa keuntungan tersebut
antara lain pengurangan frekuensi pemberian obat dan mengurangi fluktuasi
konsentrasi obat dalam darah sehingga mengurangi efek samping. Kaptopril stabil
dalam kondisi suhu dan kelembaban normal (Katzung, 2008) .
Salah satu bentuk sediaan tablet lepas lambat adalah dalam bentuk
floating. Sistem mengapung pada lambung berisi obat yang pelepasannya perlahan-
lahan dari sediaan yang memiliki densitas yang rendah/Floating Drug Delivery
System (FDDS). FDDS memiliki densitas bulk yang lebih rendah daripada cairan
lambung. FDDS tetap mengapung di dalam lambung tanpa mempengaruhi
motilitasdan keadaan dari lambung. Sehingga obat dapat dilepaskan pada kecepatan
yang diinginkan dari suatu system. Bentuk sediaan floating terbagi menjadi dua yaitu
dengan effervescent atau non-effervescent. Sediaan floating effervescent diformulasi
dengan menggunakan matriks dengan bantuan polimer yang dapat mengembang
seperti metil selulosa, kitosan, dan senyawa effervescent seperti natrium bikarbonat,
asam tartrat, dan asam sitrat. Sedangkan untuk sediaan floating non-effervescent
diformulasi dengan senyawa hidrokoloid yang mampu mengambang, polisakarida
dan polimer-polimer pembentuk matriks seperti polikarbonat, poliakrilat,
polimetakrilat, dan polistirena (Arora et all., 2005).

Salah satu matriks hidrofilik yang direkomendasikan untuk formulasi


sediaan floating adalah HPMC. Penggunaan HPMC K4M, K15M, dan K100M dapat
menghasilkan tablet mengapung kaptopril yang baik, peningkatan bioavailabilitas
dan pelepasan obat yang diperpanjang. Avicel PH 101 digunakan untuk bahan
pengisi tablet yang dibuat secara granulasi maupun cetak langsung Avicel PH 101
mengalami deformasi plastik pada waktu kompresi sehingga memiliki sifat
kompaktibilitas yang baik (Cahyo, 2012).

Proses granulasi menggunakan metode granulasi basah lebih sering


digunakan (Pratiwi and Hadisoewignyo, 2010). Metode ini memiliki beberapa
keuntungan antara lain dapat meningkatkan kohesivitas dan kompresibilitas serbuk
dengan penambahan pengikat yang menyalut partikel serbuk sehingga partikel
melekat satu sama lain dan membentuk granul, dapat digunakan untuk zat aktif yang
sulit mengalir atau sulit dikompres, distribusi yang baik dan keseragaman kandungan
bagi zat aktif dosis kecil serta mencegah pemisahan komponen campuran selama
proses produksi berlangsung (Singh, 2011)

Keuntungan dari sediaan bentuk floating seperti meningkatkan


absorpsi obat, obat dihantarkan terkontrol, meminimalkan iritasi mukosa oleh obat
dan pemberian mudah bagi pasien (Kurniawan, 2011). Pada penelitian Djunaedy
2010, penderita penyakit jantung paling banyak hipertensi dengan rentang usia 45
tahun ke atas. Dengan adanya pengembangan formulasi Captopril dapat
meningkatkan efektifitas absorpsi sehingga mempermudah penggunaan bagi pasien,
dapat meningkatkan efektifitas obat dalam tubuh, dan meningkatkan keberhasilan
terapi pada pasien,

1.2 Tujuan
Mengembangkan produk sediaan farmasi yang mengandung bahan aktif captopril
50 mg dalam bentuk tablet floating dengan metod granulasi basah sehingga diperoleh
obat yang efektif, aman, stabil dan aseptabel

1.3 Manfaat
Mampu mengembangkan produk sediaan farmasi yang mengandung bahan aktif
captopril 50 mg dalam bentuk tablet floating dengan metode granulasi basah
sehingga diperoleh obat yang efektif, aman, stabil dan aseptabel
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Tentang Captopril


2.1.1 Tinjauan Farmakologi

Gambar 2.1 Struktur Captopril (Anaytullah, 2011)


Captopril, ACE-Inhibitor pertama yang dipasarkan, adalah ACE- Inhibitor
poten. Captopril adalah satu-satunya ACE-inhibitor yang disetujui untuk digunakan
di Amerika Serikat yang berisi gugus sulfhidril. Apabila diberikan secara oral,
captopril diserap dengan cepat dan memiliki bioavailabilitas sekitar 75%.
Konsentrasi puncak dalam plasma terjadi dalam waktu satu jam, dan obat ini
dieliminasi dengan cepat dengan paruh sekitar 2 jam. Sebagian besar obat tersebut
tereliminasi dalam urin, 40% sampai 50% sebagai captopril (utuh) dan sisanya
sebagai captopril disulfida dan captopril-sistein disulfida. Oleh karena adanya
makanan mengurangi bioavailabilitas oral captopril sebesar 25% sampai 30%, maka
obat harus diberikan 1 jam sebelum makan (Katzung, 2008)
2.1.1.1 Farmakokinetik
Semua ACE-Inhibitor memiliki kemampuan yang adekuat. Tetapi tidak
lengkap diserap dengan pemberian oral. Hal ini disebabkan karena adanya makanan
yang dapat menurunkan penyerapan, ACE-Inhibitor digunakan ketika perut dalam
keadaan kosong. Selain Captopril dan Lisinopril, ACE-Inhibitor adalah pro-drug
yang memerlukan aktivasi melalui hidrolisis dengan enzim hati. Bagian aktif bagi
kebanyakan ACE-Inhibitor dieliminasi dari tubuh melalui ginjal, kecuali fosinopril.
Waktu paruh plasma dari senyawa aktif bervariasi dari 2 sampai 12 jam. Senyawa
baru seperti ramipril dan fosinopril, hanya membutuhkan sekali dosis sehari (Clark,
2011)
2.1.1.2 Farmakodinamik
ACE-Inhibitor mengurangi tekanan darah dengan mengganggu sistem renin–
angiotensin-aldosteron. Biasanya, tekanan darah dipertahankan dengan hormon renin
yang dihasilkan oleh ginjal. Renin bertugas untuk mengubah protein plasma
Angiotensinogen menjadi Angiotensin I. Angiotensin I tersebut akan diubah menjadi
Angiotensin II, yaitu vasokonstriktor poten. Peningkatan Angiotensin II dapat
meningkatkan tahanan perifer dan memicu sekresi aldosteron yang lebih banyak.
Peningkatan aldosteron tersebut dapat menyebabkan retensi Natrium dan air dalam
tubuh sehingga volume darah yang di pompa oleh jantung semakin banyak. (Burton,
2006)
2.1.1.3 Efek Samping
Efek samping yang penting adalah batuk, hipotensi, gangguan fungsi ginjal,
hiperkalemia, dan angiodema. Pada pasien yang memiliki tekanan darah normal
biasanya tidak terjadi hipotensi atau gangguan fungsi ginjal yang berarti. (Gunawan,
2009)

2.1.1.4 Kontraindikasi
ACE-Inhibitor dikontraindikasikan pada wanita hamil dan menyusui, pasien
dengan stenosis arteri ginjal bilateral atau angiodema pada terapi dengan ACE-
Inhibitor sebelumnya. (Gunawan, 2009)
2.1.1.5 Interaksi Obat
Diuretik dapat meningkatkan efek hipovolemi, hipotensi dan hiperkalemia.
Obat-Obat NSAID dapat menyebabkan turunnya efek antihipertensi. Litium dapat
meningkatkan konsentrasi serum litium. Suplemen Kalium dan diuretik hemat
kalium dapat meningkatkan efek hiperkalemia. Insulin dapat meningkatkan risiko
hipoglikemia. Merkaptopurin dapat meningkatkan risiko netropenia. Makanan dapat
menurunkan konsentrasi serum Captopril yang diserap (AHFS, 2011)
Selain itu penggunaan ACE-inhibitors (Captopril) dengan allopurinol juga
dikaitkan dengan kasus hipersensitivitas. Mekanisme dari interaksi ini belum
dipahami. Tidak jelas apakah ini adalah interaksi karena allopurinol sendiri dapat
menyebabkan reaksi hipersensitivitas yang parah, terutama pada keadaan gagal ginjal
dan bersamaan dengan penggunaan diuretik, karena captopril juga dapat
menimbulkan reaksi hipersensitivitas (Baxter, 2010)
2.1.2 Sifat Fisika Kimia
Kaptopril mengandung tidak kurang dari 97,5% dan tidak lebih dari 102%
C9H15NO3S, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Pemerian serbuk hablur
putih atau hampir putih, bau khas seperti sulfide. Melebur pada suhu 104º sampai
110º. Kelarutan mudah larut dalam air, metanol, etanol, dan dalam kloroform

2.2. Tinjauan Tentang Tablet


Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa
bahan pengisi. (Kemenkes RI, 2014). Pmberian obat melalui mulut (per oral)
merupakan cara pemberian yang paling utama untuk memeperoleh efek sistemik.
Dibandingkan dengan kapsul tablet memiliki beberapa keuntungan yaitu tablet
merupakan sediaan yang tahan terhadap pemalsuan dan untuk membuat kapsul
dibutuhkan biaa yang lebih tinggi dibanding pembuatan tablet. Tujuan desain dan
pabrikasi tablet adalah untuk memberikan obat melalui mulut dalam bentuk yang
memadai, dalam jumlah yang tepat, ditempat yang diinginkan. Tablet harus sanggup
melawan guncangan mekanik selain itu harus mempunai stabilitas kimia dan fisika
untuk mempertahankan kelengkapan fisiknya sepanjang waktu yang dipersyaratkan.
Keuntungan bentuk sediaan tablet diantaranya adalah tablet merupakan bentuk
sediaan oral yang paling ringan paling kompak, paling mudah dan murah untuk
dikemas dan dikirim. Tablet juga dapat dijadikan produk dengan profil pelepasan
khusus seperti pelepasan di usus atau produk lepas lambat serta tablet merupakan
bentuk sediaan oral yang paling mudah untuk diproduksi. Bahan-bahan tambahan
yang terdapat dalam proses pembuatan tablet antara lain bahan pengisi, bahan
pengikat, didintegran, bahan pelican (glidan) dan lubrikan. Bahan pengisi diperlukan
apabila dosis obat tidak cukup untuk membuat bulk selain itu bahan pengisi dapat
diguanakan untuk memeperbaiki sifat aliran dan memperbaiki karakteristik bahan
aktif sehigga dapat dikempa. Contoh dari bahan pengisi adalah amilum dan avicel.
Bahan pengikat dibutuhkan saat akan membuat granul terutama pada saat
menggunakan metode granulasi basah. Bahan pengikat menentukan kekerasan tablet,
waktu hancur dan disolusinya.. Contoh bahan pengikat adalah PVP 2% dalam air
atau alcohol, gelatin 2-10%, starch paste 2-10% Disintegran diperlukan untuk
menarik air ke dalam tablet, mengembang dan menyebabkan tablet pecah menjadi
fragmen-fragmen. Contoh dari disintegran adalah avicel, corn starch, amilum beras,
dan amilum gandum. Glidan berfungsi untuk meningkatkan aliran serbuk atau granul
dengan jalan mengurangi gesekan antarpartikel. Contoh dari glidan adalah Cab O Sil
dengan konsentrasi 0,25-3%, talk konsentrasi 5% dan corn starch 5-10%. Lubrikan
merupakan bahan yang berfungsi untuk memudahkan tablet didorong dari die,
mencegah tablet melekat pada punch, mencegah gesekan antara die dan punch serta
memperbaiki aliran granul. Contoh dari lubrikan adalah Mg Stearat maksismum 1%
dan Talk 5% (Priyambodo, 2007).

2.3 Tinjauan Tentang Sediaan Floating Tablet (Floating Drug Delivery System)
Pemberian obat secara oral merupakan rute yang paling disukai untuk
mendapatkan efek sistemik. Pelepasan obat terkontrol dengan rute pemakaian oral
menjadi banyak diminati untuk mencapai keberhasilan terapi. Waktu tambat sediaan
oral di lambung dapat meningkatkan bioavailabilitas, meningkatkan pelespasan obat
dan meningkatkan kelarutan bahan obat yang tidak larut pada pH yang tinggi (Nayak
et al, 2012). Floating tablet adalah bagian dari sistem FDDS (Floating Drug Delivery
System) yang merupakan bentuk sediaan gastroretentive (Gastroretentive Dosage
Form). Sistem penghantaran obat ini memperlama waktu tambat obat di dalam
lambung sehingga meningkatkan bioavailabilitas obat-obat yang site absorpsinya di
lambung. Sistem ini memiliki kemampuan untuk mengapung diatas isi lambung dan
tidak terpengaruh oleh adanya pengosongan lambung dalam jangka waktu yang
lama. Ketika sistem FDDS ini mengapung, maka obat dilepas perlahan-lahan dari
sistem ini. Hal ini juga menyebabkan terkontrolnya fluktuasi kadar obat dalam darah
(Singh et al., 2011; Nayak et al., 2010). Sistem ini memiliki berat jenis kurang dari 1
sehingga dapat mengapung diatas cairan lambung dan dapat berada lama di dalam
lambung karena memiliki ukuran yang besar sehingga tidak dapat masuk ke pylorus.
Adanya pembentukan matriks yang terhidrasi yaitu berupa gel menyebabkan difusi
secara perlahan sehingga terbentuk pelepasan secara extended-release (Arora et al.,
2005). Selain itu, Adanya gas di dalam struktur polimer yang terhidrasi
menyebabkan peningkatan tekanan didalam struktur polimer menjadi salah satu
penyebab dihasilkannya pelepasan yang terkontrol (Talwar, 2001). Berikut ini
adalah kandidat obat yang dapat dibuat sediaan GRD :
a. Obat yang memiliki kelarutan yang rendah pada pH basa
b. Obat yang secara lokal aktif di lambung
c. Obat yang tidak stabil di cairan intestinal dan kolon
d.Obat yang bertujuan mengganggu mikroba di lambung (antibiotic untuk
H.pylori) Sedangkan sifat obat yang tidak dapat dibuat sediaan GRD adalah :
a. Obat yang kelarutan dalam asam terbatas
b. Obat yang tidak stabil di cairan lambung
c. Obat-obat yang target pelepasannya di lambung
Berikut ini adalah keuntungan sediaan GRD adalah :
a. meningkatkan bioavailabilitas obat-obat yang site absorpsinya di lambung
b. obat yang memiliki waktu paruh pendek dapat diepaskan secara perlahan sehingga
mengurangi frekuensi penggunaannya.
c. menghasilkan pelepasan obat perlahan secara lokal pada lambung dan intestinal
sehingga berguna untuk penyakit yang berhubungan dengan lambung dan intestinal.
d. sediaan tertahan lama di lambung karena mengambang di atas cairan lambung
sehingga tidak terpengaruh oleh waktu pengosongan lambung.
e. mengurangi adanya fluktuasi kadar obat di dalam darah.
(Nayak et al, 2010).

2.4 Tinjauan Tentang Eksipien Untuk Sediaan Floating Tablet


Eksipien untuk sediaan Floating tablet antara lain adalah pembentuk gas,
swelling agent, viscolyzing agent, gel forming polymer, polimer larut air. Berikut ini
adalah tinjauan bahan yang digunakan :
2.4.1 Tinjauan Tentang Xanthan Gom
Xanthan gom biasanya digunakan dalam formulasi sediaan oral dan topikal,
kosmetik dan makanan sebagai suspending agent dan stabilizing agent. Bahan ini
non tosik, kompatibel dengan bahan yang lain dan mempunyai stabilitas yang bagus.
Meskipun pada dasarnya digunakan sebagai suspending agent, xanthan gom juga
dapat digunakan untuk matrix tablet sediaan extended release.
Kelarutan xanthan gom praktis tidak larut dalam eter, larut dalam air dingin
atau air hangat. pH kestabilan adalah antara 3-12. Xantan gom merupakan bahan
anionik dan tidak biasa kompatibel dengan kationik surfaktan, polimer dan pengawet
yang dapat menyebabkan pengendapan. Inkompatibel dengan bahan pengoksidasi,
beberapa tablet film coating, CMC-Na dan beberapa bahan aktif seperti mitriptilin,
tamoksifen dan verapamil (Rowe et al., 2006).
Dalam sisten FDDS xanthan gum berguna sebagai viscolyzing agent dimana
nantinya akan menjebak gas yang keluar. Selain itu xanthan gum berfungsi untuk
menjaga integritas tablet. Konsentrasi yang dapat digunakan adalah 0,1-7% (Talwar
et al., 2001).
2.4.2 Tinjauan Tentang Natrium Bikarbonat
Natrium bikarbonat berfungsi sebagai penghasil gas ketika bertemu dengan
asam lambung sehingga membentuk gas karbondioksida. Gas ini membuat sediaan
mengapung. Konsentrasi yang dikendaki adalah 10-30% (Talwar et al., 2001).
2.4.3 Tinjauan Tentang Polivinil pirolidon K-30
Polivinilpirolidon (PVP) disebut juga Povidon atau Kolidon. PVP adalah
polimer sintetik yang mengandung 1-vinil-2-pirolidon linier dalam berbagai bentuk
dengan rumus molekul (C6H9NO)n dan bobot molekul yang bervariasi. PVP
merupakan serbuk halus, putih atau putih kekuningan, tidak berbau/hampir tidak
berbau dan higroskopis. Kelarutannya mudah larut dalam air, etanol 95%, asam,
kloroform, metanol dan keton. Praktis tidak larut dalam eter, aseton dan minyak
mineral. Digunakan sebagai bahan pengikat, sebagai bahan untuk tablet coating
sebagai bahan pensuspensi dan pendispersi. Struktur molekul PVP dapat dilihat pada
gambar dibawah ini :

N O

HC CH2

Gambar 2.2 Struktur molekul PVP


Kelarutan PVP tergantung dari bobot molekulnya. Kelarutan akan menurun dan
viskositas akan meningkat dengan meningkatnya bobot molekul. Sebagai bahan
pengikat untuk sediaan padat digunakan PVP K25, PVP K30, PVP K90. PVP K30
bersifat kurang viskous, larut dalam air, dan etanol serta mempu membentuk ikatan
antar granul yang kuat sehingga tablet yang dihasilkan akan memiliki kekerasan,
kerapuhan, dam waktu disintegrasi yang baik. Konsentrasi PVP yang biasa
digunakan sebagai bahan pengikat dalam tablet adalah 0,5-5 %. PVP dapat
ditambahkan dalam bentuk kering maupun basah dengan pelarut air atau alkohol.
PVP K-30 sangat baik digunakan sebagai bahan pengikat tablet untuk meningkatkan
kekerasan tetapi tetap mudah melepaskan bahan obat dalam media disolusi (Rowe et
al., 2006).

2.4.4 Tinjauan Tentang Talk


Talk merupakan serbuk putih sampai putih keabu-abuan, tidak berasa, serbuk
kristal. Biasanya digunakan dalam formulasi sediaan solid sebagai lubrikan dan
diluent. Bagaimanapun, biasanya juga digunakan sebagai memperlambat laju
disolusi dalam pembuatan produk controlled release. Talk juga digunakan sebagai
lubrikan dalam formulasi tablet, serbuk pil untuk extended release dan sebagai
adsorbent.. Kelarutan praktis tidak larut dalam larutan asam dan pelarut organik dan
air. Inkompatibel dengan senyawa amonium kuaterner (Rowe et al., 2006).

2.4.5 Tinjauan Tentang Magnesium Stearat


Magnesium stearat merupakan serbuk, putih, licin, mudah melekat pada kulit,
bau yang khas dari asam stearat dan rasa yang khas. Berat molekul magnesium
stearat adalah 591.34, rumus empiris C36H70MgO4 (Rowe et al., 2006). Struktur
Magnesium Stearat sebagai berikut :

Gambar 2.3 Struktur molekul Mg stearat (Rowe et al., 2006)


Magnesium stearat tidak larut dalam air, alkohol, eter, dan aseton, serta sedikit larut
dalam alkohol dan benzen panas. Mempunyai titik lebur 88,5˚C, kemampuan untuk
mengalir rendah dan merupakan serbuk kohesif. Magnesium stearat digunakan
sebagai lubrikan, glidan dan anti adheren pada tablet dan kapsul dengan kadar 0.25 –
2.0 %. Nama lain dari magnesium stearat adalah metalik stearat dan garam stearat
(Rowe et al., 2006).
2.4.6 Tinjauan tentang HPMC
Hydroxypropyl methylcellulose (HPMC) merupakan matriks hidrofil yang dapat
mengendalikan pelepasan obat dari tablet dengan metode difusi dan erosi kedalam suatu
medium pelarut. HPMC juga merupakan polimer semi sintetik derivat selulosa yang
dapat digunakan sebagai matriks sediaan lepas lambat. HPMC mampu membentuk
lapisan hidrogel yang kental (viskositas yang tinggi) pada sekeliling sediaan setelah
kontak dengan cairan pencernaan. Gel inilah yang berperan sebagai barier pelepasan zat
aktif. Akibatnya, zat aktif menjadi terhambat dan durasi obat menjadi diperpanjang (Sari,
2009)
Pemerian hidroksipropil metilselulosa adalah tidak berbau, tidak berasa, putih
atau krim putih, berserat atau serbuk granul. Penggunaan hidroksipropil metilselulosa
sebagai matriks lepas lambat adalah 10%-80% sedangka kelarutannya adalah larut
dalam air dingin, larutan koloid, praktis tidak larut dalam air panas, kloroform, etanol
(95%), dan eter tetapi larut dalam campuran etanol dan diklorometan, metanol dan
diklorometan, dan campuran air dan alkohol (Rowe et al., 2009)
2.4.7 Tinjauan Tentang Kalsium sulfat
Kalsium sulfat digunakan untuk formulassi tablet dan kapsul. Memiliki sifat
kompak yang baik dan disintegran yang cukup. Kalsium sulfat baik sebagai pengisi
obat oral karena bersifat non toxic. Inkompatibilitas dengan asam amino, amina,
peptide dapat membentuk kompleks. Kalsium sulfat menyerap kelembapan sehingga
perlu diperhatikan saat proses pembuatan obat. (Handbook of Pharmaceutical
Exipient, 2009)

2.5 Tinjauan Tentang Metode Pembuatan Tablet dengan Granulasi Basah


Metode ranulasi basah merupakan metode yang paling digunkan dalam
pembuatan tablet karena hampir semua bahan obat dapat dicetak dengan metode ini
dan memenuhi semua persyaratan tablet dengan baik. Tujuan granulasi adalah untuk
meningkatkan waktu aliran campuran dan ata kemampuan kempa. Granul dibentuk
dengan mengikat serbuk dengan suati pengikat. Teknik ini membutuhkan larutan
suspense yang mengandung pengikat yang biasanya ditambahkan ke campuran
serbuk selain itu pengikat dapat ditambahkan dalam keadaan kering ke dalam
campuran serbuk dan ditambahkan terpisah. Massa yang terbentuk setelah ditambah
larutan pengikat adalah masa yang lebab sehingga penambahannya tidak boleh
berlebihan. Jembatan cairan terbentuk diantara partikel-partikel dan kekuatan daya
rentang ini akan meningkat bila cairan yang ditambahkan meningkat. Lamannya
waktu granulasi tergantung sifat pembasahan dari campuran serbuk dan cairan
pengikat. Selanjutnya gumpalan granul dilewatkan penggiling atau osscilating
granulator yang dilengkapi dengan pengayak berlubang-lubang besar. Tujuan dari
pengayakan ini adalah untuk meningkatkan luas permukaan dan memudahkan proses
perngeringan. Pengeringan dilakukan untuk menghilangkan pelarut yang digunakan
dan mengurangi kelembapan hingga batas tertentu lalu kemudian ditabletasi.
Keuntungan dari roses pembuatan degan granulasi basah adalah terbentuk granul
sehingga memperbaiki sifat alir dan kompresibilitas serta mencegah segregasi
komponen campuran yang sudah homogen ( Priyambodo, 2007).
BAB III
FORMULASI

3.1 Rancangan Spesifikasi Produk


Spesifikasi produk Floating Tablet Captopril yang akan dibuat diharapkan
mempunyai spesifikasi sediaan seperti data dibawah ini :
1. Bentuk sediaan : Floating Talet
2. Pemerian : Tablet berwarna putih berbentuk oval
3. Bahan aktif : 50 mg Captopril
4. Karakteristik fisika sediaan
a. Bobot individu tablet : 300 mg
b. Tebal tablet : 0,6 cm
c. Diameter : 0,8 cm
d. Kekerasan : 4-6 kg/ cm2
e. Disolusi : Terdisolusi 80% tak kurrang dari 2 jam (USP,
2014)
f. Kerapuhan : ≤ 1% (USP, 2012)
5. Kemasan : kemasan primer dalam bentuk strip terlindung
dari cahaya
6. Penyimpanan : disimpan pada suhu dibawah 30ºC
3.2 Formula
Ukuran bets : 100.000 tablet
Kemasan : @ blister isi 10 tablet, satu box isi 5 blister

Nama Bahan Fungsi Rentang Pemakaian Jumlah Jumlah


(%) (%) tiap tablet tiap bets
(mg) (kg)
Captopril Bahan aktif - 16,7 50 5
HPMC K4M Gel forming 20-70 15 45 4.5
polymer
Kalsium sulfat Pengisi 20-70 28,3 85 8.5

Viscolyzing 0,1-7 15 45 4,5


Gom xanthan agent
Natrium Pembentuk 10-30 10 30 3
Bikarbonat gas
Mg Stearat Glidan 0,25-2,5 1 3 0,3

Talk Lubrikan 0,1-5 4 12 1,2

PVP K-30 Pengikat 0,5-5 10 30 3

Alkohol 96% Pelarut - -


Total 100 300 30

Tabel 3.1 Rancangan Formula


Keterangan :
Formula diatas diambil dari penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi et al., yang
melakukan pembuatan floating tablet Captopril.
BAB IV
PROSEDUR PEMBUATAN
4.1 Alur Proses Pembuatan
Penimbangan bahan dengan electronic balance yang sudah diayak dengan mesh 60 menggunakan
Pemeriksaanmesin
jenis shieving
dan jumlah bahan

Campur bahan captopril, gom xanthan, natrium bikarbonat, dan kalsium sulfat dalam mixer
Pembuatan larutan IPC : waktu
pengikat PVPK30 + pengadukan, suhu
alcohol 96%d dengan menggunakan mixer. IPC : suhu, kecepatan, waktu pengadukan dn kadar

Granulasi bassah dengan fluid bed granulation. IPC : suhu, waktu dan lama proses

Granul diayak dengan mesh 18 + fase Inspeksi mutu granul, sifat alir,
luar : Mg stearat dan talk dalam mixer kandungan air, distribusi particle,
IPC: waktu, kecepatan aduk, kadar kompresibilitas, desnsitas granul

Pencetakan tablet dengan alat single punch. IPC: pemeriksaan visual


keseragaman bobot, keseragaman
ukuran waktu hancur, kerapuhan,
Karantina QC distribusi, floating behaviour

Pengemasan Primer IPC:kebocoran wadah, jumlah,


pengamatan visual

Kemas skunder IPC:berat unit box, batch no, exp


date

Karantina QA

Gudang IPC:berat unit box, batch no, exp


date

4.1 Skema Prosedure Produksi


4.2 In Process Control
4.2.1 Moisture Content
a) Alat : Moisture Analyzer Mettler Toledo
b) Prosedur :
- Ambil sejumlah granul sekitar setara 3-4 gram.
- Letakan sampel ke dalam piringan alumunium, atur ketebalan sampel
(sekitar 2 mm), waktu pengeringan sekitar 5 menit.
- Nilai moisture content yang diperoleh akan ditunjukan pada alat
setelah angka stabil (dalam persen).
c) Kriteria penerimaan : moisture content < 3% (USP 34, 2011).

4.2.2 Uji Kecepatan dan Sudut Istirahat


Penentuan kecepatan alir granul dilakukan dengan menggunakan corong
gelas, stopwatch dan jangka sorong. Granul ditimbang sebanyak 50 g, kemudian
dituang kedalam corong dengan dasar lubang corong dibuka dan granul dibiarkan
mengalir melewati corong. Stopwatch dijalankan pada saat granul mulai mengalir
dan dihentikan saat granul telah keluar semua dari corong. Waktu yang diperlukan
oleh granul untuk mengalir keluar melalui corong ini dicatat (t detik) dan dilakukan
perhitungan kecepatan alirnya. Selanjutnya, timbunan granul yang terbentuk diukur
diameter rata-rata dan tinggi puncaknya untuk menentukan sudut istirahat.
Penentuan kecepatan alir dan sudut istirahat granul tersebut dilakukan dengan
menggunakan seperangkat alat corong dengan skema sebagai berikut:

Keterangan:
R : jari-jari alas kerucut yang terbentuk
H : tinggi kerucut yang terbentuk
H Tan α : sudut diam dari granul yang diuji
2R α

Sudut istirahat (α) : Arc tan α = tinggi puncak granul


jari-jari lingkaran
Gambar 4.2. Seperangkat alat pengukuran sifat alir
Tabel 4.1. Hubungan antara kecepatan alir dengan sifat alir (USP 32, 2009)
Kecepatan alir (g/s) Sifat alir
> 10 Sangat baik
4 – 10 Baik
1,6 – 4 Sukar
< 1,6 Sangat sukar

Tabel 4.2. Hubungan antara sudut istirahat dengan sifat alir (USP 32, 2009)
Sudut istirahat (α) Sifat alir
25 – 30 o Sangat baik
31 – 35 o Baik
o
36 – 40 Cukup baik, tidak membutuhkan bantuan
41 – 45 o Cukup baik, tetapi dapat terjadi kesulitan
o
46 – 55 Buruk, harus dilakukan agitasi atau vibrasi
56 – 65 o Sangat buruk
o
> 65 Amat sangat buruk

4.2.3 Uji Homogenitas Campuran


Menetapkan kadar zat aktif dengan cara sampling di beberapa titik (atas,
tengah, bawah) wadah pencampur. Campuran dinyatakan homogen jika kadar bahan
aktif pada beberapa titik sama. Metode sama dengan keseragaman kandungan.

4.2.4 Pemeriksaan Visual


Pemeriksaan bentuk tablet pada saat proses tabletasi disesuaikan dengan
bentuk obat yang telah direncanakan sebelumnya.

4.2.5 Distribusi Ukuran Partikel


a) Alat : Siever Machine
b) Prosedur :
- Ditimbang 50 g granul.
- Disiapkan seperangkat pengayak dengan ukuran mesh 20, 35, 40, 45,
50, 70 dan 140 [rentang ukuran partikel ayakan 212-850 µm / mesh
no. 20-70 (USP 34, 2011).
- Pengayak disusun dalam posisi vertikal. Letak pengayak diatur
sehingga pengayak dengan ukuran mesh terkecil terletak di atas.
- Alat dijalankan dengan laju 50 getaran per detik selama 10 menit.
- Dihitung persen granul yang tertinggal pada masing-masing pengayak
dengan cara mencari selisih antara berat pengayak dengan granul yang
tertinggal di dalamnya dikurangi berat pengayak awal.
- Dibuat kurva histogram (ukuran granul vs frekuensi kumulatif).
c) Kriteria Penerimaan : kurva histogram mengikuti distribusi normal, ukuran
granul antara 300-500 µ m sesuai spesifikasi.

4.2.6 Densitas granul


Ditimbang 5 gram granul lalu masukkan ke dalam gelas ukur 25 mL, kemudian
diketuk 100 kali. Kemudian dihitung densitasnya dengan cara :
Densitas = Berat granul/ Volume setelah diketuk (Devarajan, 2012).

4.3 End Process Control


4.3.1 Pemeriksaan Visual
Pemeriksaan bentuk tablet pada saat akhir proses disesuaikan dengan bentuk
obat yang telah direncanakan sebelumnya
4.3.2 Keseragaman Bobot
Alat : timbangan
Sampel : 20 tablet
Dilakukan dengan cara menimbang 20 tablet yang diambil secara acak dari
masing-masing outlet setiap 30 menit, kemudian dihitung bobot rata-rata tiap tablet.
Jika ditimbang satu per satu, maka tidak lebih dari dua tablet yang bobotnya
menyimpang 7.5 % lebih besar dari bobot rata-rata dan tidak satu tablet pun yang
bobotnya menyimpang 15 % dari bobot rata-ratanya (USP 32, 2009).

4.3.3 Keseragaman Ukuran


Alat : kaliper atau jangka sorong
Sampel : 5 tablet
Persyaratan : Kecuali dinyatakan lain, diameter tablet tidak lebih dari 3
kali dan tidak kurang dari 1 1/3 tinggi tablet.
Pemeriksaan keseragaman ukuran dilakukan terhadap tablet yang sebelumnya
digunakan untuk penentuan keseragaman bobot tablet, yaitu 5 tablet setiap 30 menit,
dengan mengukur diameter dan ketebalan tablet dengan menggunakan kaliper atau
jangka sorong. (Kemenkes, 1979).

4.3.4 Kerapuhan
Alat : Friability tester erweka Type TA3R
Sampel : 10 tablet
Persyaratan : kurang dari 1%
Prosedur :
Pemeriksaan kerapuhan tablet dilakukan menggunakan Erweka Friabilitor
dengan cara membersihkan 10 tablet dengan kuas secara hati- hati, kemudian
ditimbang (WA). Sebelum dipasang, alat dibersihkan dengan kuas lalu seluruh tablet
dimasukkan kedalam alat uji dan ditutup. Alat diputar dengan kecepatan 25 rpm
selama 4 menit. Kemudian tablet dikeluarkan, dibersihkan dengan kuas dan
ditimbang (WB). Adanya pengurangan berat menunjukkan nilai kerapuhan tablet
yang dinyatakan dalam prosen. Dilakukan tiga kali replikasi pemeriksaan kerapuhan
tablet, hasilnya kemudian dirata-rata (USP 32, 2009).
F = (WA – WB) x 100 %
WA
Keterangan:
WA = bobot mula - mula dari tablet
WB = bobot setelah pengujian
4.3.5 Kekerasan
Alat : mansanto hardness tester
Sampel : 6 tablet
Persyaratan : 4-8 kP
Prosedur :
Pemeriksaan kekerasan tablet dilakukan menggunakan alat Mansanto
hardness tester. Tingkat kekerasan tablet akan terbaca pada alat dengan satuan
kg/cm2. Kekerasan tablet pada masing-masing formula untuk setiap bets
ditentukan sebanyak 6 tablet. Kekerasan tablet yang baik berkisar antara 4-8
kg/cm2 (Devarajan, 2012).
4.3.7 Moisture Content
a) Alat : Moisture Analyzer Mettler Toledo
b) Prosedur :
- Ambil sejumlah granul sekitar setara 3-4 gram.
- Letakan sampel ke dalam piringan alumunium, atur ketebalan sampel
(sekitar 2 mm), waktu pengeringan sekitar 5 menit.
- Nilai moisture content yang diperoleh akan ditunjukan pada alat
setelah angka stabil (dalam persen).
c) Kriteria penerimaan : moisture content < 3% (USP 34, 2011).

4.3.8 Floating Test


Tablet dimasukkan di dalam beker glass yang berisi larutan HCl 100 ml pH
1,0. Diamati sifat pengembangan dan pengapungan tablet selama + 2 menit.

4.3.9 Disolusi (USP 37, 2014)


Uji pelepasan obat dari matriks dilakukan dengan menggunakan alat disolusi
model apparatus II USP yaitu model ”paddle”. Tablet dimasukkan ke dalam labu
yang berisi larutan HCl pH 1,0 sebagai medium. Jarak pengaduk dayung dari dasar
labu adalah 2,5 ± 0,2 cm dan pengaduk dayung diputar dengan kecepatan 50 putaran
per menit. Suhu medium dijaga konstan 37 + 0,5 0C dan volume medium disolusi
adalah 900 mL. Sampel obat yang terlepas ke dalam medium diambil pada menit ke
30, 60, 90, 120, 180, 240, 300, dan 360. Setiap pengambilan sampel (5 ml), diganti
dengan medium yang baru dengan volume yang sama dengan yang diambil
sehingga volume medium selalu konstan. Lokasi pengambilan sampel pada medium
adalah pada daerah di tengah antara permukaan medium dengan permukaan atas
dayung dan jarak tidak kurang dari 1 cm dari dinding labu. Tiap sampel yang
diambil dari medium disolusi diperiksa serapannya dengan spektrofotometer UV-
VIS pada panjang gelombang serapan maksimum.
4.3.10 Keseragaman Kadar Tablet (USP 37, 2014)
Keseragaman kandungan dinyatakan memenuhi syarat bila pada pengujian kadar
zat aktif pada rentang 90% -110% dari yang tertera pada etiket.
Diambil 20 tablet kaptopril secara acak, ditimbang satu persatu 10 tablet dari 20
tablet, dihitung bobot rata-ratanya dan digerus sampai halus. Ditimbang seksama
serbuk 300 mg yang setara dengan 50 mg kaptopril, kemudian dilarutkan dalam
larutan HCl 0,1 N. Larutan dimasukkan dalam labu takar 100 mL, ditambahkan
larutan HCl 0,1N sampai garis tanda dan dikocok. Larutan tersebut disaring dengan
kertas whatman nomor 40, filtrat pertama dibuang. Filtrat selanjutnya ditampung,
dipipet 0,18 mL kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 10 mL, ditambahkan
larutan HCl 0,1 N sampai garis tanda. Kemudian di pipet 2 mL ke dalam tabung
reaksi ditambahkan 2 mL larutan FeCl3 dan 1 mL larutan K3FeCN6. Dilakukan
pengamatan serapan pada pengamatan panjang gelombang serapan maksimum
dengan larutan 2 mL larutan HCl 0,1N, 2 mL larutan FeCl3, 1 mL larutan K3FeCN6
sebagai blangko
MAINTENANCE GUDANG

WFI WFI BAHAN BAKU BAHAN KEMAS, LABEL

STAGING

PENIMBANGAN

MIXING

FILTRASI INTEGRITAS

FILLING WASHING

STERILISASI
STERILISASI PENANDAAN

TES KEBOCORAN

INSPEKSI

LABELLING

PENGEMASAN
HANDLING FILTER

FILTE
R

UJI INTEGRITAS 1X, 2X

PEMBASAHAN PROSES
TIDAK
3
SESUAI
PREPARASI -install filter pada REJECT
housing
FILTRASI
-pastikan terhubung
-Larutan sesuai CoA mesin tester
- mesin integrity tester dengan baik
PEMBERSIHAN PREPARASI PROSES
- kantung sterilisasi -pastikan aliran
- filter dan housing sesuai dengan inlet
ke outlet Filter dan housing -Intall filter
-alirkan larutan WFI pada housing
PENYIMPANAN
ke dalam filter Dryer -alirkan sejumlah
-pastikan venting WFI (10L),
atas terbuka diulangi 2x
-lepaskan housing -keringkan dengan
Filter dipasang pad housing
dari mesin Sterilisasi dryer
disimpan di bawah LAF di grade C
-pembersihan

Sterilisasi

Siap digunakan
/penyimpanan
Makalah Pengembangan Sediaan Floating Captopril 50mg
Program Pendidikan Profesi Apoteker Periode 102 FFUA

BAB V
PENGEMBANGAN METODE ANALISIS
5.1 Metode analisa
Pemeriksaan kadar captopril 75 mg dalam tablet Captosif® 100 dilakukan
verifikasi metode analisis secara HPLC yang mengacu pada USP 37 tahun 2014.
Prosedur yang dilakukan selama analisis adalah sebagai berikut (Stulzer et al,
2009)
a. Metode : HPLC
b. Fase gerak : Siapkan 550 ml metanol dan 450 ml air yang
mengandung 0,50 ml asam pospor, campur hingga
homogen dan filter.
c. Kecepatan alir : 1,0 mL/ menit
d. Volume Injeksi : 20 µl
e. Detector : Ultraviolet detection pada λ=220 nm
f. Kolom : L1 (4,6 mm x 25 cm)
g. Preparasi sampel
1. Pembuatan larutan standar induk
Timbang 75 mg standar captopril, masukkan kedalam labu ukur 50,0 ml.
Encerkan dengan larutan fase gerak hingga tanda. Kocok sampai
homogen.
2. Larutan standar 100%
Ambil 20,0 ml larutan standar induk, masukkan dalam labu ukur 50,0 ml
tambahkan larutan fase gerak sampai tanda batas, homogenkan. Saring
dengan filter 0,45 µm (konsentrasi captopril: 0,6 mg/ml).
3. Pembuatan larutan sampel induk
Timbang 20 tablet captopril, hitung bobot rata-rata dan gerus sampai
homogen. Timbang 450mg mg sampel serbuk tablet, masukkan ke labu
50 ml. Tambahkan larutan fase gerak 20ml dan sonikasi selama 10 menit.
Tambahkan larutan fase gerak sampai tanda batas, kocok sampai
homogen.

4. Larutan sampel 100%


Ambil 20,0 ml larutan induk sampel dan masukkan kedalam labu 10,0
ml. Encerkan dengan larutan fase gerak hingga tanda. Kocok sampai
homogen dan saring dengan ukuran 0,45 µm (konsentrasi captopril: 0,6
mg/ml).
h. Prosedur HPLC
Disuntikkan secara terpisah larutan standard dan larutan sampel ke sistem
kromatografi, diukur respon puncak utama. Menghitung persentase losartan
potassium dalam tablet dengan rumus:

Keterangan :
ru : peak respone captopril dari larutan sampel
rs : peak respone captopril dari larutan standar
Cs : konsentrasi captopril USP RS dalam larutan
Standar (mg/ml)
Cu : konsentrasi captopril dalam larutan sampel
Kriteria Penerimaan : 95,0% - 105,0%

5.2 Validasi Metode Analisis:


Tabel V.1

Sesuai dengan data di atas penentuan kadar bahan aktif merupakan kategori I
maka persyaratan/parameter validasi pada penentuan kadar dalam tablet meliputi
antara lain:

1. System Suitability Test


2. Spesifisitas
3. Linieritas dan Rentang
4. Akurasi
5. Presisi

5.2.1 Uji Kesesuaian Sistem (SST)


Prosedur Kerja:
1. Buat larutan standar 100%.
2. Injeksikan pada kolom sebanyak 6 kali.
3. Catat kromatogram respon puncak pada sistem kromatografi. Hitung
simpang baku relative area dan waktu retensi, tailing factor, dan pelat
teoretis.
Persyaratan :
Tabel V.1 Persyaratan SST
Tailing Factor 0,75 – 1,15
Efisiensi Kolom Lebih dari 2000
RSD Tidak boleh lebih dari dari 2,0%

5.2.2 Spesifisitas
spesifisitas adalah kemampuan membedakan antara senyawa analit dengan
derivat/ degradan/ metabolit atau senyawa pengganggu lainnya.
Prosedur Kerja:
1. Buat pelarut, larutan standar 100 %, larutan sampel 100%, dan larutan plasebo
100%.
2. Injeksikan tiap larutan dan pelarut ke dalam sistem kromatografi.
3. Lakukan overlay kromatogram. Hitung resolusi bila ada puncak lain dalam
analit yang berdekatan dengan puncak utama.
5.2.3 Linearitas dan Rentang
Linieritas adalah ukuran kemampuan (dalam range yg diberikan) dari suatu
metode untuk memperoleh hasil analisis secara langsung dan proporsional dengan
konsentrasi (kadar) analit dalam sampel atau suatu metode yg harus diuji untuk
membuktikan adanya hubungan linier antara konsentrasi analit & respon detektor.
Linieritas dibuat dengan membuat larutan baku standar dengan konsentrasi
berbeda. Dibuat garis regresi peak terhadap konsentrasi. Kriteria penerimaan yang
diterima jika nilai r2 > 0,99.
Rentang dalam metode analisa dapat ditentukan pada interval kadar terendah
sampai tertinggi analit yang dapat mewakili untuk penentuan presisi, akurasi dan
linearitas.
Prosedur Kerja:
1. Buat seri larutan standar bertingkat dengan konsentrasi 80%, 90%, 100%, 110%,
dan 120%, Captopril dengan cara ambil larutan standar induk sesuai dengan tabel
berikut:

Tabel V.2 Pembuatan larutan linieritas


Konsentrasi Volume larutan induk Volume akhir
larutan yang diambil (ml) larutan (mL)
80% 16,0 50,0
90% 18,0 50,0
100% 20,0 50,0
110% 22,0 50,0
120% 24,0 50,0

2. Masukkan ke dalam labu 50,0 mL kemudian tambahkan pelarut sampai tanda.


Homogenkan lalu saring dengan mikrofilter 0,45 µm.
3. Injeksikan tiap larutan contoh sebanyak 1x ke dalam sistem kromatografi. Catat
kromatogramnya dan ukur respon puncak utama.

5.2.4 Akurasi
Akurasi merupakan kemampuan suatu metode analisa untuk memperoleh
nilai yang sebenarnya (ketepatan pengukuran). Akurasi dinyatakan sebahgi
prosentase (%) perolehan kembali (recovery). Akurasi dinilai dengan menggunakan
sedikitnya 9 penentuan dengan sedikitnya 3 tingkat konsentrasi dalam rentang
pengujian metode analisis tersebut. Penentuan akurasi dilakukan dengan
menggunakan pengukuran larutan dengan konsentrasi 80%, 100%, dan 120%
masing-masing sebanyak 3 kali. Akurasi dihitung melalui persen perolehan kembali
(% recovery), menggunakan rumus :
kadar yang diperoleh
x 100 %
kadar yang sebenarnya
Persyaratan % Recovery = 98 – 102 % dengan persyaratan % KV < 2%.
Prosedur Kerja:
1. Buat larutan standar captopril 80%, 100% dan 120%
2. Buat serangkaian 3 larutan contoh masing-masing mengandung 80%, 100%, dan
120% captopril dengan mengambil sejumlah tertentu baku kerja captopril dan
larutan plasebo sesuai tabel berikut:

Tabel V.3 Pembuatan larutan akurasi

Jumlah plasebo yang


Kadar Jumlah Captopril
ditambahkan
Larutan ditambahkan (mg)
(mg)
80% 60 240
100% 75 240
120% 90 240

3. Masukkan masing-masing ke dalam labu ukur 100,0 mL Tambahkan pelarut


sampai tanda batas. Ambil 5 ml larutan adisi, masukkan kedalam labu ukur 10,0
ml. Tambahkan pelarut sampai tanda batas. Saring dengan mikrofilter 0,45 µm.
4. Injeksikan tiap larutan contoh ke dalam sistem kromatografi. Catat
kromatogramnya dan ukur respon puncak utama. Replikasi 3x dari penimbangan.

5.2.5 Presisi
Uji bertujuan mengetahui kedekatan dari suatu seri pengukuran yang
diperoleh dari sampel yang homogen.
Persyaratan presisi %RSD ≤ 2%
Prosedur Kerja:
1. Buat larutan standar 100%
2. Buat larutan sampel 100 %. Replikasi sebanyak 6x.
3. Injeksikan tiap larutan contoh ke dalam kolom kromatografi berdasarkan sistem
kromatografi, catat kromatogramnya dan ukur respon puncak utama.
Makalah Pengembangan Sediaan Floating Captopril 25mg
Program Pendidikan Profesi Apoteker Periode 102 FFUA

BAB VI
UJI STABILITAS

6.1 Tujuan
Uji stabilitas merupakan serangkaian uji yang didesain untuk mendapatkan
jaminan stabilitas suatu produk, yaitu pemeliharaan spesifikasi suatu produk yang
dikemas dalam bahan pengemas yang telah ditentukan dan disimpan dalam kondisi
penyimpanan yang telah ditetapkan pada rentang waktu tertentu. Setelah dipasarkan,
stabilitas produk jadi hendaklah dipantau menurut program berkesinambungan yang
sesuai, yang memungkinkan pendeteksian semua masalah stabilitas (misal perubahan
pada tingkat impuritas, atau profil disolusi) yang berkaitan dengan formula dalam
kemasan yang dipasarkan (BPOM RI, 2013).
Stabilitas merupakan faktor penting dalam menjamin kualitas, efektifitas, dan
kemanan produk obat. Produk obat yang tidak memenuhi stabilitas dapat mengulami
perubahan fisika (kekerasan, laju disolusi, dll) dan kimia. Uji stabilitas dilakukan
untuk mengetahui pengaruh faktor lingkungan seperti suhu, cahaya, dan kelembapan
selama kondisi penyimpanan. Selain itu, uji stabilitas juga digunakan untuk
penentuan masa kadaluarsa (shelf-life) produk. Parameter uji stabilitas yang
dievalusai untuk sediaan tablet antara lain appearance, bau, warna, kadar, produk
degradasi, disolusi, kelembapan, dan kekerasan/kerapuhan.
6.2 Pelaksanaan Uji Stabilitas
Uji stabilitas yang dilakukan terdiri atas 2 macam, yaitu :
a. Long terrm (on-going)
Sediaan disimpan dalam kondisi penyimpanan normal (30o ± 2o C/75%
±5% RH) sesuai dengan zona IVb, frekuensi uji dilakukan setiap 3 bulan (0,
3, 6, 9, 12, 18, dan 24 bulan) pada tahun pertama, setiap 6 bulan pada tahun
kedua, dan 1 tahun sekali pada tahun berikutnya sampai batas shelf-life
produk. Uji dilakukan minimal terhadap 3 batch produksi.
b. Accelerated test (tes dipercepat)
Sediaan disimpan selama 6 bulan dalam kondisi penyimpanan tertentu
yaitu 40o ± 2o C/75% ± 5% RH. Frekuensi uji dilakukan yaitu 0, 1, 2, 3,dan 6
bulan. Uji dilakukan minimal terhadap 3 batch produksi
6.3 Jumlah sampel
Berikut ini adalah perhitungan jumlah sampel yang dibutuhkan untuk uji
stabilitas :
1. Uji stabilitas dipercepat
a Appearance : 0* tablet
b Keseragaman bobot : 20 tablet
c Keseragaman ukuran : 10 tablet
d Disolusi : 6 tablet
e Kadar : 20 tablet
f Kekerasan : 5 tablet
g Kerapuhan : 10 tablet
h Moisture content : 10 tablet
i Floating behavior : 6 tablet
Jumlah total : 87 tablet (bulatkan ~90 tablet)
Frekuensi test : 4 kali
Maka jumlah yang dibutuhkan : 4 x 90 tablet = 360 tablet
Jika 1 box berisi 10 blister (@blister 10 tablet) maka dibutihkan 4 box

Long term
a Appearance : 0* tablet
b Keseragaman bobot : 20 tablet
c Keseragaman ukuran : 10 tablet
d Disolusi : 6 tablet
e Kadar : 20 tablet
f Kekerasan : 5 tablet
g Kerapuhan : 10 tablet
h Moisture content : 10 tablet
i Floating behavior : 6 tablet
Jumlah total : 87 tablet (bulatkan ~90 tablet)
Frekuensi test : 8 kali
Maka jumlah yang dibutuhkan : 9 x 90 tablet = 720 tablet
Jika 1 box berisi 10 blister (@blister 10 tablet) maka dibutihkan 8 box

Sehingga total sampel yang digunakan dalam uji stabilitas ini ;


= 4 box + 8 box = 12 box
Makalah Pengembangan Sediaan Floating Captopril 50mg
Program Pendidikan Profesi Apoteker Periode 102 FFUA

BAB VII
UJI BIOAVAILABILITAS-BIOEKIVALENSI

7.1. Tujuan Uji Bioekivalensi


Berdasarkan peraturan kepala badan pengawas obat dan makanan republik
Indonesia nomor HK.00.05.3.1818 tahun 2004 tentang pedoman uji bioekivalensi,
uji bioekivalensi mempunyai tujuan umum dari uji bioekivalensi adalah Untuk
menjamin efikasi, keamanan dan mutu produk obat yang beredar. Sedangkan tujuan
khususnya adalah ntuk menjamin produk obat ”copy” yang akan mendapat izin edar
bioekivalen dengan produk obat inovatornya dan untuk menentukan bioavailabilitas
absolut dan relative suatu zat kimia baru, serta bioekivalensi zat tersebut dalam
formulasi untuk uji klinik dan dalam produk yang akan dipasarkan.
Untuk produk obat yang mengandung zat aktif berupa zat kimia baru (new
chemical entity = NCE) dibutuhkan penilaian mengenai efikasi, keamanan dan mutu
secara lengkap. NCE ini yang dipatenkan oleh pabrik penemunya disebut juga obat
inovator. Sedangkan untuk produk obat yang merupakan produk “copy” hanya
dibutuhkan standar mutu yang antara lain berupa bioekivalensi dengan produk obat
innovator sebagai produk pembanding (reference product) yang merupakan baku
mutu. Produk obat copy harus mempunyai ekivalensi farmaseutik atau merupakan
alternatif farmaseutik dengan produk obat inovator/pembandingnya,

7.2. Kriteria Uji Bioekivalensi


Uji Ekivalensi adalah uji in vivo dan/atau in vitro untuk menentukan ekivalensi
antara obat uji (obat copy) dengan obat komparator. Uji Ekivalensi in vivo yang
selanjutnya disebut Uji Bioekivalensi adalah uji bioavailabilitas atau farmakodinamik
komparatif yang dirancang untuk menunjukkan bioekivalensi antara obat uji (obat
copy) dengan obat inovator/komparator. Uji Ekivalensi in vitro yang selanjutnya
disebut Uji Disolusi Terbanding adalah uji disolusi komparatif yang dilakukan untuk
menunjukkan similaritas profil disolusi antara obat uji dengan obat
inovator/komparator. Terdapat 2 macam kriteria uji bioekivalensi. Kriteria pertama
adalah produk obat yang memerlukan uji ekivalensi in vivo. Obat-obat yang masuk
kriteria pertama adalah :
1 Produk obat oral lepas cepat yang bekerja sistemik, khususnya obat yang
digolongkan “critical use drugs” (antituberculosis, antihipertensi); obat dengan
rentang dosis terapi sempit (antiaritmia, antikoagulan); obat dengan sifat khusus
(farmakokinetika nonlinear, kelarutan rendah, tidak stabil)
2 Produk obat non-oral dan non-parenteral yang didesain untuk bekerja sistemik,
misal : sediaan transdermal, supositoria, gel testosteron dan kontraseptif bawah
kulit
3 Produk obat lepas lambat atau termodifikasi yang bekerja sistemik
4 Produk kombinasi tetap untuk bekerja sistemik, yang paling sedikit salah satu
zat aktifnya memerlukan studi in vivo.
5 Produk obat bukan larutan untuk penggunaan nonsistemik (oral, nasal, okular,
dermal, rektal, vaginal, dsb.) dan dimaksudkan untuk bekerja lokal (tidak untuk
diabsorpsi sistemik)
Kriteria kedua adalah produk obat yang cukup dilakukan uji ekivalensi in vitro
berupa uji disolusi terbanding. Produk obat yang termasuk kriteria kedua uji
bioekivalensi adalah:
1 Produk obat “copy” (tablet lepas cepat, tablet berisi granul lepas lambat, dan
tablet lepas lambat) yang berbeda kekuatan
2 Obat oral lepas cepat dengan karakteristik zat aktif farmasetik golongan BCS
(Biopharmaceutic Classification System) kelas I, II dan III
(BPOM RI, 2004).
Berdasarkan kriteria uji bioekivalensi pada Pedoman Uji Bioekivalensi tahun
2004, maka produk Ciproloxin® OD masuk ke dalam kriteria yang kedua yaitu
produk obat lepas lambat atau termodifikasi yang bekerja sistemik.

7.3. Desain dan Pelaksanaan Uji Bioekivalensi dan Laporan Hasil Studi
Pada sediaan yang akan dibuat, belum ada innovator sebelumnya dari seiaan
tersebut sehingga dilakukan desain uji bioavailibilitas yang mengikuti Pedoman Cara
Uji Klinik yang Baik (CUKB), termasuk harus lolos Kaji Etik
1. Desain Studi
Studi biasanya dilakukan pada subyek yang sama (dengan desain menyilang)
untuk menghilangkan variasi biologik antar subyek (karena setiap subyek menjadi
kontrolnya sendiri), hal ini sangat memperkecil jumlah subyek yang dibutuhkan. Jadi
untuk membandingkan 2 produk obat, dilakukan studi menyilang 2-way (2 periode
untuk pemberian 2 produk obat pada setiap subyek). Pemberian produk obat yang
pertama harus dilakukan secara acak agar efek urutan (order effect) maupun efek
waktu (period effect), bila ada, dibuat seimbang. Kedua perlakuan dipisahkan oleh
periode washout yang cukup untuk eliminasi produk obat yang pertama diberikan
(biasanya lebih dari 5 kali waktu paruh terminal dari obat, atau lebih lama jika
mempunyai metabolit aktif dengan waktu paruh yang lebih panjang. Jika obat
mempunyai kecepatan eliminasi yang sangat bervariasi antar subyek, periode
washout yang lebih lama diperlukan untuk memperhitungkan kecepatan eliminasi
yang lebih rendah pada beberapa subyek.
.

2. Kriteria Seleksi Subyek


Kriteria inklusi dan eksklusi harus dinyatakan dengan jelas dalam protokol :
a Sukarelawan sehat (untuk mengurangi variasi antar subyek);
b Sedapat mungkin pria dan wanita (jika wanita pertimbangkan risiko pada wanita
usia subur;
c Umur antara 18 – 55 tahun ;
d Berat badan dalam kisaran normal :
e Kriteria sehat berdasarkan uji laboratorium klinis yang baku (hematologi rutin,
fungsi hati, fungsi ginjal, gula darah, dan urinalisis), riwayat penyakit, dan
pemeriksaan fisik;
f Pemeriksaan khusus mungkin harus dilakukan sebelum, selama dan setelah studi
selesai, bergantung pada kelas terapi dan profil keamanan obat yang diteliti.
g Sebaiknya bukan perokok. Jika perokok sedang (kurang dari 10 batang sehari)
diikutsertakan, harus disebutkan dan efeknya pada hasil studi harus
didiskusikan;
h Tidak mempunyai riwayat ketergantungan pada alkohol atau penyalahgunaan
obat;
i Tidak kontraindikasi atau hipersensitif terhadap obat yang diuji;
j Untuk obat yang terlalu toksik untuk diberikan kepada sukarelawan sehat (misal
: sitostatik, antiaritmia), maka digunakan penderita dengan indikasi yang sesuai;
k Uji serologis terhadap Hepatitis B (HBsAg), Hepatitis C (anti-HCV) dan HIV
(anti-HIV).
3. Jumlah Subyek
Jumlah subyek minimal adalah 12 orang, kecuali dalam kondisi khusus yang
perlu penjelasan. Pada umumnya dibutuhkan 18 – 24 subyek. Jumlah subyek
minimal adalah 12 orang, kecuali dalam kondisi khusus yang perlu penjelasan. Pada
umumnya dibutuhkan 18 – 24 subyek.

4. Strandardisasi Kondisi Uji


Kondisi studi harus dibakukan (untuk mengurangi variabilitas berbagai faktor
yang terlibat kecuali produk yang diuji) :
a Lama puasa pada malam sebelum pemberian produk, minimal 10 jam. Untuk
studi keadaan tunak, puasa hanya diperlukan pada malam terakhir sebelum
pengambilan darah keesokan harinya;
b Jika obat harus diberikan bersama makanan untuk mengurangi efek samping
saluran cerna, maka studi BE harus dilakukan bersama makanan standar;
c Volume air yang diminum bersama produk harus konstan (antara 150 – 200
ml) karena dapat mempengaruhi pengosongan lambung;
d Semua makanan dan minuman yang dikonsumsi setelah pemberian produk
harus dibakukan komposisi dan waktu pemberiannya selama periode
pengambilan sampel darah :
 Air boleh diminum kapan saja kecuali 1 jam sebelum dan 2 jam sesudah
pemberian produk;
 Makanan standar diberikan tidak kurang dari 4 jam setelah pemberian
produk;
e Subyek tidak boleh makan obat lain apapun (termasuk obat bebas dan obat
tradisional) selama beberapa waktu sebelum penelitian (minimal 1 minggu)
dan selama penelitian. Dalam keadaan darurat, penggunaan obat apapun harus
dilaporkan (dosis dan waktu penggunaan);
f Subyek tidak boleh mengkonsumsi makanan dan minuman yang dapat
berinteraksi dengan fungsi sirkulasi, saluran cerna, hati atau ginjal (misal :
merokok, minum alkohol, kopi, teh, kola, coklat atau jus buah) selama 24 jam
sebelum penelitian dan selama periode pengambilan sampel darah;
g Posisi tubuh dan aktivitas fisik juga harus distandardisir sepanjang hari
penelitian karena akan mempengaruhi motilitas dan aliran darah saluran cerna.

5. Produk Obat Uji


Produk obat uji yang digunakan dalam studi BE harus dibuat sesuai dengan
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), dan catatan batchnya harus dilaporkan.
Produk uji yang digunakan dalam studi BE untuk tujuan registrasi harus identik
dengan produk obat yang akan dipasarkan. Karena itu, tidak hanya komposisi dan
sifat-sifatnya (termasuk stabilitas), tetapi juga cara produksinya harus sama dengan
cara produksi rutin yang akan datang. Idealnya, produk uji harus diambil dari batch
skala industri. Jika ini tidak mungkin, batch produksi berskala kecil atau pilot batch
dapat digunakan asalkan tidak lebih kecil dari 10% batch skala industri atau 100.000
unit (pilih yang besar), kecuali jika ada alasan khusus. Sponsor harus menyimpan
sampel dari semua produk yang diteliti dalam studi (dalam jumlah yang cukup)
selama 2 tahun setelah selesainya studi atau 1 tahun lebih lama dari masa pakai
(shelflife) produk atau sampai keluarnya izin edar (mana yang lebih lama) agar
dapat dilakukan pemeriksaan ulang jika diminta oleh Badan POM.

6. Dosis Obat Uji


Dosis obat uji dapat berupa :
 Satu unit bentuk sediaan dengan kekuatan yang tertinggi;
 Jika perlu untuk alasan analitik, dapat digunakan beberapa unit dengan
kekuatan tertinggi, asalkan total dosis tunggal ini tidak melebihi dosis
maksimal dari regimen dosis.
Dianjurkan bahwa potensi dan karakteristik disolusi in vitro dari produk obat
uji dan pembanding dipastikan dulu sebelum dilakukan studi BE. Hasilnya harus
dilaporkan sebagai profil persen obat yang terlarut terhadap waktu. Nomor batch
kedua produk harus dicantumkan, demikian juga tanggal kadaluarsaproduk
pembanding. Kandungan zat aktif antara kedua produk tidak boleh berbeda lebih dari
5%. Jika potensi produk pembanding menyimpang > 5% dari kandungan 100% yang
tercantum dalam label, perbedaan ini dapat digunakan kemudian untuk koreksi dosis
pada perhitungan parameter bioavailabilitas pada studi BE.

7. Pengambilan Sampel Darah dan Urin


Untuk kebanyakan obat diperlukan 12-18 sampel darah, yakni :
a 1 sampel sebelum obat : pada waktu nol (t0) ;
b 2-3 sampel sebelum kadar maksimal (Cmax) ;
c 4-6 sampel sekitar Cmax ;
d 5-8 sampel setelah Cmax, sampai sedikitnya 3 atau lebih waktu paruh
eliminasi obat dalam plasma (> 3 x t1/2).
Dengan demikian akan diperoleh AUC (luas area dibawah kurva kadar obat
terhadap waktu) sedikitnya 80% dari AUC yang diekstrapolasi ke tidak terhingga
(∞). Sampel urin hanya digunakan jika kadar obat dalam darah terlalu kecil untuk
dapat dideteksi dan eliminasi obat dalam bentuk utuh melalui ginjal cukup besar (>
40%). Urin dikumpulkan di tempat studi secara periodik sampai sedikitnya 3 x waktu
paruh eliminasi obat (3 x t1/2). Untuk studi selama 24 jam, waktu sampling biasanya
0-2, 2-4, 4-8, 8-12 dan 12-24 jam. Volume urin setiap interval waktu tersebut harus
diukur dan dilaporkan kemudian dibuat kurva jumlah obat kumulatif yang diekskresi
dalam urin terhadap waktu

8. Kadar Yang Diukur


Kadar yang diukur dalam plasma atau serum biasanya senyawa induk. Jika hal
ini tidak mungkin (karena kadarnya terlalu rendah, atau tidak stabil dalam matriks
biologik, atau waktu paruhnya terlalu pendek), maka dalam hal ini diukur metabolit
utamanya. Jika dihasilkan metabolit aktif yang memberikan kontribusi yang
bermakna terhadap aktivitas obat secara keseluruhan dan farmakokinetiknya tidak
linear, maka kadar keduanya harus diukur, baik senyawa induk maupun metabolit
aktifnya,dan dievaluasi secara terpisah.

9. Metode Bioanalitik
Metode bioanalitik yang digunakan untuk menetapkan kadar obat dan
metabolitnya dalam plasma/serum, darah atau urin harus memenuhi persyaratan (1)
stabilitas dalam sampel biologik pada kondisi analisis dan selama waktu
penyimpanan, (2) spesifisitas untuk obat yang diteliti, sehingga hasilnya valid (sahih)
dan dapat dipercaya, (3) akurasi (ketepatan), (4) limit of quantification (LOQ), (5)
presisi (ketelitian), dan (6) reprodusibilitas. Metode yang digunakan harus dijelaskan,
divalidasi dan didokumentasi. Validasi metode bioanalitik harus dilakukan sesuai
dengan pedoman validasi metode bioanalitik dari US FDA untuk industri.

10. Parameter Bioavalabilitas


Pada studi bioavailabilitas (BA), bentuk dan luas area di bawah kurva kadar
plasma terhadap waktu, serta profil ekskresi ginjal kumulatif dan kecepatan ekskresi
digunakan untuk menilai jumlah dan kecepatan absorpsi.
a Parameter bioavailabilitas dari sampel darah
Untuk studi dosis tunggal :
AUCt = Area di bawah kurva kadar obat (atau metabolit) dalam plasma
(atau serum atau darah) terhadap waktu dari waktu 0 sampai
waktu terakhir kadar obat diukur – dihitung secara trapezoidal.
AUC∞ = AUC dari waktu 0 sampai waktu tidak terhingga
= AUCt + Ct / Ke menggambarkan jumlah obat yang
bioavailabel
Cmax = kadar puncak (maksimal) obat ( atau metabolit) dalam plasma
(atau serum atau darah) yang teramati.
Tmax = waktu sejak pemberian obat sampai dicapai Cmax
t1/2 = waktu paruh obat (atau metabolit) dalam plasma (atau serum atau
darah)
AUC∞ dan Cmax merupakan parameter yang paling relevan untuk penilaian
BE. AUCt paling dapat dipercaya untuk menggambarkan besarnya absorpsi
(jumlah obat yang bioavailabel).

Untuk studi kadar tunak :


AUCt = AUC selama satu interval dosis (τ) pada keadaan tunak
Cmin = Kadar minimal obat (atau metabolit) dalam plasma (atau serum
atau darah), yakni kadar pada akhir interval dosis
Cmax = kadar maksimal obat dalam plasma yang teramati
Cav = kadar rata-rata selama satu interval dosis
Fluktuasi = (Cmax - Cmin) / Cav
Swing = (Cmax – Cmin) / Cmin

b Parameter bioavailabilitas dari sampel urin


Untuk studi dosis tunggal :
Aet = jumlah kumulatif obat utuh (atau metabolit) yang dikeluarkan atau
ditemukan dalam urin dari waktu 0 sampai waktu terakhir kadar
diukur
Ae∞ = Ae dari waktu 0 sampai waktu tidak terhingga, diperoleh dengan
cara ekstrapolasi = jumlah obat maksimal yang diekskresi dalam
urin – sebanding dengan jumlah obat yang bioavailabel
dAe/dt = kecepatan ekskresi obat dalam urin
(dAe/dt)max = Kecepatan maksimal ekskresi obat dalam urin – terjadi
pada waktu tmax (plasma) dan besarnya sebanding dengan Cmax
(plasma), sehingga besarnya bergantung pada jumlah dan
kecepatan absorpsi
Ae∞ dan (dAe/dt)max merupakan parameter yang paling relevan untuk
penilaian BE. Aet paling dapat dipercaya untuk menggambarkan besarnya
absorpsi (jumlah obat yang bioavailabel).

Untuk studi kadar tunak :


Aeτ = Ae selama satu interval dosis (τ) pada keadaaan tunak.
11. Analisis Data
Tujuan utama penilaian bioekivalensi adalah untuk menghitung perbedaan
bioavailabilitas antara produk uji dan produk pembanding, dan untuk menunjukkan
bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna secara klinik. Jika pada t 0 ditemukan obat
dengan kadar < 5% Cmax maka data dari subyek ini dapat dimasukkan dalam
analisis tanpa penyesuaian.. Tetapi jika C0 ini > 5% Cmax, maka subyek ini harus
dikeluarkan dari analisis.
Untuk data darah parameter bioavailabilitas yang dibandingkan untuk
penilaian bioekivalensi adalah AUC,Cmax dan tmax, cara menghitung AUC0฀t
;AUC0฀∞ ; ke , t1/2. Data yang bergantung pada kadar, yakni AUC dan Cmax, harus
ditransformasi logaritmik (ln) terlebih dulu sebelum dilakukan analisis statistik
karena kinetik obat mengikuti kinetik first order sehingga dalam skala logaritmik
akan diperoleh distribusi yang normal dan varians yang homogen. Selanjutnya
nilainilai ln AUC ke-2 produk dibandingkan menggunakan analisis varians
(ANOVA) untuk desain menyilang 2-way yang memper hitungkan sumber-sumber
variasi berikut yaitu produk obat yang dibandingkan (Test dan Reference), periode
pemberian obat (I dan II), subyek, dan urutan (TR dan RT). Demikian juga nilai-nilai
ln Cmax ke-2 produk dibandingkan dengan cara yang sama. Untuk tmax biasanya
hanya dilakukan statistik deskriptif. Jika perlu dibandingkan, digunakan statistik non-
parametrik pada data yang asli (tidak ditransformasi), dengan alfa = 5%.Selain itu,
juga dihitung statistik ringkasan seperti nilai rata-rata (arithmetik & geometrik, untuk
AUC dan Cmax) atau median (untuk tmax), serta nilai-nilai minimum dan
maksimum. Sedangkan dari data urin, parameter yang dibandingkan adalah Ae dan
(dAe/dt)max.

12. Kritera Bioekivalen


Produk uji (test = T) dan produk pembanding (reference = R) dikatakan
bioekivalen jika :
a Rasio nilai rata-rata geometrik (AUC)T / (AUC)R = 1.00 dengan 90%
Cl = 80 – 125%. Untuk obat – obat dengan indeks terapi yang sempit, interval
ini mungkin perlu dipersempit (90-111%). Interval yang lebih lebar mungkin
dapat diterima jika didasari pertimbangan klinik yang jelas.
b Rasio nilai rata-rata geometrik (Cmax)T / (Cmax)R juga = 1.00
dengan 90% C I = 80-125%. Oleh karena Cmax lebih bervariasi dibanding
AUC, maka interval yang lebih lebar mungkin cocok. Interval ini harus
itetapkan sebelumnya, misal 75-133% atau 70- 143%, dan harus diberikan
alasan dengan mempertimbangkan efikasi dan keamanannya, terutama bagi
penderita yang berganti-ganti produk.
c Perbandingan tmax dilakukan hanya jika ada klaim yang relevan
secara klinik mengenai pelepasan atau kerja yang cepat atau adanya tanda-
tanda yang berhubungan dengan efek samping obat. 90% CI dari perbedaan
tmax harus terletak dalam interval yang relevan secara klinik.
Catatan :
Nilai confidence interval (CI) tidak boleh dibulatkan ; jadi untuk CI 80-125, nilainya
harus minimal 80.00 dan tidak lebih dari 125.00.

13. Laporan Hasil Studi


Laporan studi BE harus mencantumkan
a nama dan afiliasi serta tandatangan para peneliti, tempat studi, dan
waktu pelaksanaan studi;
b dokumentasi bahwa pelaksanaan studi sesuai dengan prinsip Cara Uji
Klinik yang Baik (CUKB), termasuk surat persetujuan Komisi Etik setempat,
dan informed consent yang ditandatangani oleh setiap subyek penelitian;
c nama, nomor batch dan komposisi produk obat uji; spesifikasi obat
jadi dalam bentuk sertifikat analisis dan hasil uji disolusi terbanding;
pernyataan sponsor bahwa produk obat uji identik dengan produk yang
didaftarkan untuk izin pemasaran;
d nama, nomor batch dan tanggal kadaluarsa produk pembanding;
e Validasi metode pengukuran kadar obat dalam plasma/urin, mencakup
seluruh kisaran kadar yang diukur dalam spesimen; contoh kromatogram atau
data kasar lainnya;
f data kadar obat dalam plasma/urin vs waktu dari masingmasing
subyek disertai statistik deskriptifnya (rata-rata, median, SD, minimum dan
maksimum);
g Kurva kadar obat dalam plasma/urin vs waktu dari masing-masing
subyek, dalam skala biasa (arithmetic) maupun skala logaritmik (ln);
h cara menghitung AUCo➠t ; AUCo➠∞; ke , t1/2;
i nilai parameter bioavailabilitas dari masing-masing subyek disertai
statistik deskriptifnya;
j data yang dibuang disertai alasannya;
k data dari subyek yang dropout dan mengundurkan diri;
l analisis statistik (yang cukup rinci agar dapat diulang jika perlu) dan
cara perhitungannya, termasuk 90% Cl;
m Kesimpulan studi

.
BAB VIII
KEMASA
N

8.1. Penandaan Pada Kemasan Produk


Informasi produk untuk pasien/ brosur adalah informasi untuk pasien yang
disetujui oleh Badan POM terkait khasiat, keamanan, dan cara penggunaan obat serta
informasi lain yang dianggap perlu dengan menggunakan bahasan Indonesia yang
mudah untuk dimengerti. Dokumen penandaan meliputi etiket/label, strip/blister,
ampul/vial, catch cover/amplop, dan bungkus luar. Informasi produk untuk pasien
harus menggunakan bahasa Indonesia, angka arab, dan huruf latin. Bahasa selain
bahasa Indonesia dapat digunakan sepanjang tidak ada padanannya dalam bahasa
Indonesia (BPOM RI, 2012). Berikut ini adalah tabel informs minimal yang harus
dicantumkan pada rancangan kemasan :

Tabel 8.1 Informasi minimum yang tercantum dalam kemasan


(BPOM RI, 2012)
Informasi yang harus Bungkus Blister /
Brosur
dicantumkan luar Strip

1 Nama Obat V V V

2 Bentuk Sediaan V V (-)

3 Besar Kemasan (unit) V V (-)

Nama & Kekuatan Zat


4 V V V
Aktif

5 Nama & Alamat Pendaftar V V V c)

6 Nama & alamat produsen V V V c)

Nama & Alamat Pemberi


7 V V V c)
Lisensi

8 Cara Pemberian V V (-)


Makalah Pengembangan Sediaan Floating Captopril 50mg
Program Pendidikan Profesi Apoteker Periode 102 FFUA

9 Nomor Izin Edar V V V

10 Nomor Bets V V V

11 Tanggal Produksi V (-) (-)

12 Batas Kadaluarsa V V V

13 Indikasi V a) V (-)

14 Posologi V a) V (-)

15 Kontraindikasi V b) V (-)

16 Efek Samping V b) V (-)

17 Interaksi Obat V b) V (-)

18 Peringatan – Perhatian V b) V (-)

Peringatan Khusus,
19
misalnya

a. “Harus dengan resep


V V V
dokter”

b. Tanda Peringatan
V V (-)
(P.No.1 – P.No.6)

c. Kotak Peringatan V V (-)

d. “Bersumber Babi /
V V (-)
Bersinggungan”

e. Kandungan Alkohol V V (-)

Cara penyimpanan Obat


(termasuk cara
20 V V (-)
penyimpanan setelah
rekonstitusi)
Makalah Pengembangan Sediaan Floating Captopril 50mg
Program Pendidikan Profesi Apoteker Periode 102 FFUA

Penandaan Khusus,
21
misalnya :
a. Harga Eceran Tertinggi
V V V
(HET)

b. Logo Golongan Obat


(obat keras / bebas terbatas V V (-)
/ bebas)

c. Logo Generik (khusus


V V V
untuk obat Generik)

Keterangan ;

b) : Informasi dapat merujuk pada informasi produk untuk pasien

c) : Dicantumkan nama pendaftar / nama produsen / nama pemberi lisensi


8.2. Lampiran Kemasan Primer
Kemasan Primer berupa blister yang impermeable terhadap cahaya dan
kelembapan. Tiap blister terdiri dari 10 tablet.

CAPMED® OD CAPMED® OD
Captopril 50 mg PT. Medys Pharma Captopril 50 mg PT. Medys Pharma
No Reg. DKL1719905014A1 No Reg. DKL1719905014A1
No Bets. No Bets.
Exp. Date Exp. Date
HARUS DENGAN RESEP DOKTER TIDAK BOLEH DIRACIK HARUS DENGAN RESEP DOKTER TIDAK BOLEH DIRACIK
HET : Rp/tablet HET : Rp/tablet

CAPMED® OD CAPMED® OD
Captopril 50 mg PT. Medys Pharma Captopril 50 mg PT. Medys Pharma
No Reg. DKL1719905014A1 No Reg. DKL1719905014A1
No Bets. No Bets.
Exp. Date Exp. Date
HARUS DENGAN RESEP DOKTER TIDAK BOLEH DIRACIK HARUS DENGAN RESEP DOKTER TIDAK BOLEH DIRACIK
HET : Rp/tablet HET : Rp/tablet

CAPMED® OD CAPMED® OD
Captopril 50 mg PT. Medys Pharma Captopril 50 mg PT. Medys Pharma
No Reg. DKL1719905014A1 No Reg. DKL1719905014A1
No Bets. No Bets.
Exp. Date Exp. Date
HARUS DENGAN RESEP DOKTER TIDAK BOLEH DIRACIK HARUS DENGAN RESEP DOKTER TIDAK BOLEH DIRACIK
HET : Rp/tablet HET : Rp/tablet

CAPMED® OD CAPMED® OD
Captopril 50 mg PT. Medys Pharma Captopril 50 mg PT. Medys Pharma
No Reg. DKL1719905014A1 No Reg. DKL1719905014A1
No Bets. No Bets.
Exp. Date Exp. Date
HARUS DENGAN RESEP DOKTER TIDAK BOLEH DIRACIK HARUS DENGAN RESEP DOKTER TIDAK BOLEH DIRACIK
HET : Rp/tablet HET : Rp/tablet

CAPMED® OD CAPMED® OD
Captopril 50 mg PT. Medys Pharma Captopril 50 mg PT. Medys Pharma
No Reg. DKL1719905014A1
No Reg. DKL1719905014A1 No Bets.
No Bets. Exp. Date
Exp. Date
HARUS DENGAN RESEP DOKTER TIDAK BOLEH DIRACIK
HARUS DENGAN RESEP DOKTER TIDAK BOLEH DIRACIK
HET : Rp/tablet
HET : Rp/tablet
8.3. Lampiran Kemasan Sekunder

®
CIPROLOXIN
CAPMED® OD
OD
Siprofloksasin 1000
Captopril mg
50 mg
Tablet Lepas Lambat
Tablet Lepas Lambat
@ box 10 blister
@ box 5 blisterTiap blister mengandung 10 tablet
Tiap blister mengandung 10 tablet

PT. MEdys Pharma


Surabaya-Indonesia
PT. Interdine Pharma
Surabaya-Indonesia

Keterangan: In90posologi, k peringatan dan perhat


dikasi,
80
70
HARUS DENGAN
60
50 East
40 West
30 North
20Tiap tablet mengandung
®
CAPMED
il50 m gOD
Komposisi:
Penyimpanan
ontraindikasi,
50 mg Captopril
10 : Simpan di tempat sejuk, kering, dan terhindar sinar matahari
0 efek samping, interaksi, ian dapat dilihat di brosur
Captopril 50 mg
Tablet
Tablet Lepas
Lepas
1st Lambat
Qtr 2nd Qtr 3rd Qtr 4th Qtr
RESEP
@ box DOKTER Lambat
10 blister
@ box 10 blister
Tiap
Tiapblister
blistermengandung
mengandung10 10
tablet
tablet

CAPMED® OD
Captopr PT. MEdys
Pharma
PT. MEdys Pharma
Surabaya-Indonesia
Surabaya-Indonesia

blister
No Reg. : DKL1719905014A1
No Reg. : DKL1719905014A1
PT.Interdine
PT. Medys Pharma
No Bets : Surabaya-Indonesia
Pharma
No Bets : Surabaya-Indonesia
Mfg Date
Mfg Date : Exp.:Date:
Exp. Date: HET:

8.4. Lampiran Brosur

CAPMED® OD
Captopril 50 mg
Tablet Lepas
Kemasan Lambat
1 box berisi 10 blister @10 tablet Tablet Lepas Lambat

Komposisi
Setiap satu tablet Capmed® OD (Once Daily) mengandung 50 mg Captopril

Mekanisme Kerja Obat


Kaptopril terutama bekerja pada sistem RAA (Renin-Angiotensin-Aldosteron),
sehingga efektif pada hipertensi dengan PRA (Plasma Renin Activity) yang tinggi
yaitu pada kebanyakan hipertensi maligna, hipertensi renovaskular dan pada kira-
kira 1/6-1/5 hipertensi essensial.

Indikasi
Untuk pengobatan hipertensi sedang dan berat yang tidak dapat diatasi dengan
pengobatan kombinasi lain.
Dosis, Posologi, dan Cara Penggunaan
Capmed® OD hanya digunakan dengan aturan pakai sehari diminum sekali
sebelum makan.
Capmed® OD tidak boleh digerus, dikunyah, dihancurkan pada saat akan
diminum.

Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap kaptopril dan obat-obat ACE inhibitor lainnya..

Efek samping
samping yang dapat timbul adalah ruam kulit, gangguan pengecapan,
neutropenia, proteinuria, sakit kepala, lelah/letih dan hipotensi Efek samping lain
yang pernah dilaporkan: umumnya asthenia, gynecomastia.

Interaksi Obat
- Pemberian obat diuretik hemat kalium (spironolakton-triamteren,
anulona) dan preparat kalium harus dilakukan dengan hati-hati karena
adanya bahaya hiperkalemia.
- Penghambat enzim siklooksigenase sepeti indometasin, dapat
menghambat efek kaptopril.
- Disfungsi neurologik pernah dilaporkan terjadi pada pasien yang diberi
kaptopril dan simetidin.
- Kombinasi kaptopril dengan allopurinol tidak dianjurkan, terutama gagal
ginjal kronik.

Peringatan dan Perhatian


Pemakaian obat penghambat ACE pada kehamilan dapat menyebabkan
gangguan/kelainan organ pada fetus atau neonatus. Apabila pada pemakaian obat
ini ternyata wanita itu hamil, maka pemberian obat harus dihentikan dengan
segera. Pada kehamilan trimester II dan III dapat menimbulkan gangguan antara
lain; hipotensi, hipoplasia-tengkorak neonatus, anuria, gagal ginjal reversibel atau
irreversibel dan kematian

HARUS DENGAN RESEP DOKTER


TIDAK BOLEH DIRACIK

Simpan di tempat sejuk, kering


dan terhindar dari sinar matahari

No. Reg : DKL1719905014A1


No. Batch :
Exp. Date :
HET : Diproduksi oleh :

PT. Medys Pharma


Surabaya - Indonesia
Makalah Pengembangan Sediaan Floating Captopril 25mg
Program Pendidikan Profesi Apoteker Periode 102 FFUA

BAB IX
REGISTRASI PRODUK

Berdasarkan peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)


nomor HK.03.1.23.10.11.08481 tahun 2011 tentang kriteria dan tata laksana
registrasi obat izin edar adalah bentuk persetujuan registrasi obat untuk dapat
diedarkan di wilayah Indonesia dan registrasi merupakan prosedur pendaftaran dan
evaluasi obat untuk mendapat izin edar. Registrasi baru adalah registrasi obat yang
belum mendapat izin edar di Indonesia sedangkan registrasi ulang adalah registrasi
perpanjangan masa berlaku izin edar.

9.1. Kriteria Obat


1. Obat Obat yang akan diedarkan di Indonesia wajib memiliki izin edar
2. Untuk memperoleh izin edar harus dilakukan registrasi
3. Registrasi obat diajukan kepada Kepala Badan oleh pendaftar
4. Obat yang dapat memiliki izin edar harus memenuhi kriteria berikut:
a. Khasiat yang meyakinkan dan kriteria yang memadai dibuktikan melalui uji
non-klinik dan uji klinik atau bukti-bukti lain sesuai dengan status
perkembangan ilmu pengetahuan yang bersangkutan
b. Mutu yang memenuhi syarat yang dinilai dari proses produksi sesuai Cara
Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), spesifikasi dan metode analisis
terhadap semua bahan yang digunakan serta produk jadi dengan bukti yang
sahih
c. Penandaan dan informasi produk berisi informasi lengkap, obyektif, dan
tidak menyesatkan yang dapat menjamin penggunaan obat secara tepat,
rasional, dan aman
d. Sesuai dengan kebutuhan nyata masyarakat
e. Khusus untuk psikotropika baru harus memiliki keunggulan dibandingkan
dengan obat yang telah disetujui beredar di Indonesia, dan untuk kontrasepsi
atau obat lain yang digunakan dalam program nasional dapat dipersyaratkan
uji klinik di Indonesia.
9.2. Kategori Registrasi Obat
Registrasi obat terdiri atas:
1. Registrasi baru yang terdiri atas
a. kategori 1 : registrasi obat baru dan produk biologi
b. kategori 2 : registrasi obat copy
c. kategori 3 : registrasi sediaan lain yang mengandung obat
2. Registrasi variasi yang terdiri atas :
a. kategori 4 : registrasi variasi major (VaMa)
b.kategori 5 : registrasi variasi minor yang memerlukan
persetujuan (VaMi-B)
c. kategori 6 ; registrasi variasi minor dengan notifikasi (VaMi-A)
3. Registrasi ulang yang terdiri atas :
a. kategori 7 ; registrasi ulang

9.3. Persyaratan Registrasi


1. Nama Obat
Nama obat yang diregistrasi dapat menggunakan:
a. Nama generik, atau
b. Nama dagang
2. Nama generik sesuai Farmakope Indonesia atau sesuai International Non-
proprietary Names (INN) yang ditetapkan Badan Kesehatan Dunia (WHO)
3. Nama dagang berupa nama yang diberikan oleh pendaftar untuk identitas
obatnya
4. Pemberian nama dagang berdasarkan kajian mandiri (self assessment) dan
menjadi tanggungjawab pendaftar
5. Kajian mandiri (self assessment) paling sedikit harus memperhatikan ketentuan
sebagai berikut
a. Nama dagang harus objektif dan tidak menyesatkan
b. Satu nama dagang hanya dapat digunakan oleh satu industri farmasi pemilik
izin edar untuk obat dengan zat aktif, indikasi, dan golongan yang sama.
c. Nama dagang tidak boleh menggunakan seluruhnya atau potongan nama
generik sesuai Farmakope Indonesia atau sesuai INN dari zat aktif yang
tidak dikandung
d. Nama dagang tidak boleh sama atau sangat mirip dalam hal bunyi atau
penulisan dengan nama dagang obat yang tercantum dalam data nama obat
jadi dengan zat aktif yang berbeda

9.4. Registrasi Obat Produksi Dalam Negeri


Registrasi Obat produksi dalam negeri dilakukan oleh pendaftar yang harus
memenuhi syarat sebagai berikut :
a. memiliki izin industri farmasi, dan
b. memiliki sertifikat CPOB yang masih berlaku sesuai dengan jenis dan
bentuk sediaan yang diregristrasi.

9.5. Tata Laksana Registrasi Obat


1. Registrasi obat dilakukan setelah tahap pra-registrasi
2. Permohonan pra-registrasi dan registrasi diajukan oleh pendaftar secara tertulis
kepada Kepala Badan dilampiri dengan dokumen pra-registrasi atau dokumen
registrasi
3. Dokumen registrasi disusun sesuai Format ASEAN Common Technical Dossier
(ACTD)
4. Permohonan pada nomor 2 diajukan dengan mengisi formulir sesuai contoh
5. Terhadap permohonan pra-registrasi dan registrasi dikenai biaya sebagai
penerimaan negara bukan pajak.
6. Permohonan pra-registrasi dan registrasi dapat diajukan secara elektronik

9.6. Tata Laksana Registrasi Obat Baru


1. Definisi :
a Obat Baru adalah obat dengan zat aktif baru, zat tambahan baru, bentuk
sediaan/rute pemberian baru, kekuatan baru, atau kombinasi baru yang
belum pernah disetujui di indonesia.
b Obat Copy adalah obat yang mengandung zat aktif dengan komposisi,
kekuatan, bentuk sediaan, rute pemberian, indikasi, dan posologi sama
dengan obat yang disetujui.
c Registrasi Baru adalah registrasi obat yang belum mendapat izin edar di
Indonesia.
2. Pra-Registrasi
1. Dilakukan untuk penentuan kategori registrasi, penentuan jalur evaluasi,
penentuan biaya evaluasi, dan penentuan dokumen registrasi obat.
2. Diajukan dengan menyerahkan
: a Formulir pra registrasi
b Bukti pembayaran registrasi
c Dokumen kelengkapan dokumen registrasi
Paling lama dalam jangka waktu 40 hari sejak diterimanya permohonan,
Kepala Badan memberikan surat Hasil Pra-Registrasi (HPR) kepada
pendaftar. HPR berlaku selama 1 tahun sejak tanggal dikeluarkan. Apabila
sebelum jangka waktu 40 hari diperlukan penambahan data atas dokumen
administratif dan/atau teknis, maka pendaftar akan diberikan surat
permintaan tambahan data dan perhitungan jangka waktu pengeluaran HPR
dihentikan sampai pendaftar menyerahkan tambahan data yang diminta.
Paling lama 20 hari setelah tanggal surat permintaan tambahan data,
pendaftar harus menyerahkan tambahan data. Apabila pendaftar tidak dapat
menyerahkan tambahan data dalam jangka waktu 20 hari, maka
permohonan pra-registrasi ditolak dan biaya yang sudah dibayarkan tidak
dapat ditarik kembali.
3. Jalur Evaluasi
a Jalur 40 hari meliputi registrasi variasi minor yang memerlukan
persetujuan dan registrasi obat khusus ekspor.
b Jalur 100 hari meliputi registrasi obat baru dan produk biologi yang
diindikasikan untuk terapi penyakit serius yang mengancam nyawa
manusia dan atau mudah menular kepada orang lain dan atau belum ada
atau kurangnya pilihan terapi lain yangaman dan efektif ; registrasi baru
obat baru dan produk biologi yang berdasarkan justifikasi diindikasikan
untuk penyakit serius dan langka, registrasi baru obat baru dan produk
biologi ditujukan untuk program kesehatan masyarakat ; dan registrasi
baru obat baru dan produk biologi yang telah melaui proses obat
pengembangan baru yang dikembangkan oleh industri farmasi.
c Jalur 150 hari meliputi registrasi baru obat baru, produk biologi, dan
registrasi variasi major indikasi baru/posologi baru yang telah disetujui
di negara yang telah menerapkan sistem evaluasi yang telah dikenal
baik ; registrasi baru obat baru, produk biologi, dan registrasi variasi
major indikasi baru/posologi baru yang telah disetujui paling sedikit di
tiga negara dengan sistem evaluasi yang telah dikenal baik ; registrasi
baru obat copy tanpa stinel.
d Jalur 300 hari meliputi registrasi obat baru, produk biologi, produk
biologi sejenis, atau registrasi variasi major indikasi baru/ posologi baru
yang tidak termasuk dalam jalur evaluasi sebagaimana dimaksud pada
butir 1 dan 2.
4. Panitia Penilai dan Keputusan
Untuk melakukan evaluasi dibentuk :
a. Komite Nasional (KOMNAS) Penilai Obat yang bertugas membahas,
merumuskan, memberikan pertimbangan dan keputusan hasil evaluasi
obat melalui forum rapat berkala.
b. Panitia Penilai Khasiat Keamanan yang bertugas melakukan evaluasi
terhadap aspek khasiat dan keamanan untuk dibahas dalam rapat
berkala KOMNAS.
c. Panitia Penilai Mutu yang bertugas melakukan evaluasi terhadap aspek
mutu.
d. Panitia Penilai Informasi Produk dan Penandaan yang bertugas
melakukan evaluasi terhadap aspek informasi Produk dan Penandaan.
Keputusan kepala badan terhadap registrasi obat diberikan dengan
mempertimbangkan :
a. Hasil evaluasi dokumen registrasi dan rekomendasi KOMNAS Penilai
Obat, Panitia Penilai Khasiat Keamanan, Panitia Penilai Mutu, dan atau
Panitia Penilai Informasi Produk dan Penandaan, dan atau
b. Hasil pemeriksaan setempat di fasilitas pembuatan obat (in situ).

5. Penolakan dan Penerimaan


1. Penolakan :
a Penolakan registrasi disampaikan secara tertulis oleh Kepala Badan
Berupa Surat Penolakan.
b Dalam hal permohonan registrasi ditolak, biaya registrasi yang telah
dibayarkan tidak dapat ditarik kembali.
c Registrasi yang yang ditolak sebagaimana dimaksud pada poin a dapat
diajukan kembali dengan mengikuti tata cara tentang Tata Laksana
Registrasi Obat.
2. Penerimaan :
a Pendaftar wajib memproduksi atau mengimpor, dan mengedarkan obat
yang telah mendapatkan izin selambat-lambatnya satu tahun setelah
tanggal persetujuan dikeluarkan.
b Pelaksanaan kewajiban memproduksi atau mengimpor dan mengedarkan
obat harus dilaporkan dengan menyerahkan kemasan siap edar kepada
Kepala Badan.
c Kemasan siap edar yang diserahkan berupa kemasan primer, sekunder
dan informasi produk.
d Pemilik izin edar obat wajib melakukan pemantauan khasiat, keamanan,
dan mutu obat selama obat diedarkan dan melaporkan hasilnya kepada
Kepala Badan.
e Pemantaun khasiat keamanan dan mutu obat selama obat diedarkan
f Masa berlaku izin edar adalah lima tahun dan dapat dilakukan registrasi
ulang mulai 120 hari sebelum masa izin edar habis.
9.7. Dokumen Registrasi
1. Dokumen registrasi terdiri atas:
a Bagian I: Dokumen Administratif, Informasi Produk, dan Penandaan
 Surat pengantar
 Sertifikat dan Dokumen Administratif lain sesuai lampiran 5
 Dokumen pertimbangan penetapan jalur evaluasi
 Dokumen obat terkait paten (jika perlu)
 Surat pernyataan terkait paten
 Hasil penelusuran paten dari ditjen HKI
 Hasil kajian mandiri (self assessment) paten
b Bagian II: Dokumen Mutu
 Ringkasan Dokumen Mutu (Quality everall summary)
 Informasi tentang bahan bersumber hewan yang digunakan dalam proses
pembuatan zat aktif dan obat
 Nama, alamat lengkap dan negara dari produsen yang terlibat dalam proses
pembuatan zat aktif, obat setengah jadi (bulk), obat, pengemas primer
dan/atau sekunder, penanggungjawab untuk pelulusan bets, dan/atau pelarut
 Alur (flowchart) dan uraian proses pembuatan dari bahan baku sampai obat
 Hasil analisis bets bahan baku zat aktif dan obat
 Drug Master File dari produsen zat aktif untuk zat aktif yang belum pernah
digunakan untuk produksi obat yang disetujui di Indonesia
 Site Master File (SMF) industri farmasi di luar negeri, yang belum
mempunyai produk dengan persyaratan sama yang disetujui beredar di
Indonesia (termasuk SMF produsen zat aktif untuk Produk Biologi)
2. Dokumen pra-registrasi dan registrasi harus menggunakan bahasa Indonesia
atau bahasa Inggris
3. Dokumen registrasi sesuai contoh
4. Dokumen administratif sesuai contoh
5. Dokumen informasi produk terdiri atas:
a. Ringkasan Karakteristik Produk
b. Informasi produk untuk Pasien
6. Dokumen penandaan meliputi etiket/label, strip/blister, ampul/vial, catch
cover/amplop, dan bungkus luar.
7. Informasi Produk untuk pasien dan dokumen penandaan harus menggunakan
bahasa Indonesia, angka Arab, dan huruf latin
8. Penggunaan bahasa selain bahasa Indonesia dalam informasi produk untuk
pasien dan dokumen penandaan dapat dilakukan sepanjang tidak ada
padanannya dalam bahasa Indonesia
9. Selain menggunakan bahasa Indonesia, Informasi Produk dapat ditambahkan
bahasa selain bahasa Indonesia yang sesuai dengan informasi yang disetujui
10. Informasi Produk untuk pasien, bila ditujukan untuk golongan obat bebas dan
obat bebas terbatas harus disertakan pada kemasan terkecil, dapat berupa
brosur, catch cover/ amplop atau blister
11. Informasi minimal yang harus dicantumkan pada dokumen Informasi Produk
sesuai contoh
12. Informasi minimal yang harus dicantumkan pada Penandaan sesuai contoh
13. Dokumen mutu sesuai contoh
14. Dokumen non-klinik sesuai contoh
15. Dokumen klinik sesuai contoh

9.8. Kelengkapan Dokumen Registrasi Baru Kategori 2


Produk Captopril floating tablet termasuk registrasi baru kategori 2 yaitu
registrasi obat yang mengandung zat aktif dengan komposisi, kekuatan, bentuk
sediaan, rute pemberian, indikasi, dan posologi sama dengan obat yang
disetujui, yakni untuk registrasi harus dilengkapi dokumen sebagai berikut :
Bagian I : Kelengkapan Dokumen Administratif dan Informasi Produk
a Dokumen administratif (1 rangkap) yang terdiri dari surat pengantar, formulir
registrasi (4 rangkap), pernyataan pendaftar, sertifikat sesuai status produksi
obat, hasil pra registrasi, kuitansi bukti pembayaran, dokumen terkait paten,
surat keterangan dari produsen mengenai bahan baku yang bersumber dari
hewan/tumbuhan (jika perlu).
b Informasi produk dan penandaan yang terdiri dari informasi produk (rangkap
4), penandaan (rangkap 3), contoh obat dan kemasan dalam bentuk foto atau
gambar sessuai aslinya.

Bagian II : Kelengkapan Dokumen Mutu


Ringkasan dokumen mutu (sub bagian A), dokumen mutu (sub bagian B),
pemerian dan formula obat, pengembangan produk (informasi studi
pengembangan, komponen obat, obat, pengembangan proses pembuatan,
sistem kemasan, atribut mikrobiologi, kompatibilitas), prosedur pembuatan
(formula bets, proses pembuatan dan kontrol proses, kontrol terhadap tahapan
kritis dan produk antara, validasi proses), spesifikasi dan metode pengujian zat
tambahan (spesifikasi, prosedur analisis, zat tambahan bersumber dari hewan,
zat tambahan baru), spesifikasi dan metode pengujian obat (apesifikasi,
prosedur analisis, laporan alidasi metode analisis, analisis bets, karakterisasi zat
pengotor), baku pembanding, spesifikasi dan metode pengujian kemasan,
stabilitas, dan bukti ekivalensi, serta daftar isi (sub bagian C) sebanyak 1
rangkap dan disertai 1 softcopy.

Bagian III :Kelengkapan Dokumen Nonklinik


Tidak memerlukan dokumen nonklinik.

Bagian IV : Kelengkapan Dokumen Klinik


Untuk registrasi kategori 1 yang memerlukan uji klinik dokumen yang
dibutuhkan adalah tinjauan uji klinik, rangkuman uji klinik, dan laporan uji
klinik.
Pendaftar

Dokumen registrasi

Penilian kelengkapan administratif

Obat baru

Jalur 3 Jalur 1 Jalur 2


300 HK 100 HK 150 HK

Panitia penilai khasiat keamanan - Obat dengan status


peredaran
terharmonisasi
+ 1 negara dengan
sistem evaluasi baik
- Obat yang telah
disetujui di 3 negara
dengan sistem evaluasi
baik

Dengar pendapat Pleno KOMNAS POJ Panitia penilai khasiat keamanan

Khasiat dan keamanan Khasiat dan


tidak disetujui keamanan disetujui
Pengajuan keberatan
Panitia penilai mutu, teknologi,
penandaan, & karasionalan obat jadi

Penolakan Persetujuan ijin edar

Gambar 9.1 Alur Registrasi Obat Baru


Makalah Pengembangan Sediaan Floating Captopril 50mg
Program Pendidikan Profesi Apoteker Periode 102 FFUA

BAB X
PEMBAHASAN
Pemberian obat secara oral merupakan rute yang paling disukai untuk
mendapatkan efek sistemik. Pelepasan obat terkontrol dengan rute pemakaian oral
menjadi banyak diminati untuk mencapai keberhasilan terapi. Waktu tambat sediaan
oral di lambung dapat meningkatkan bioavailabilitas, meningkatkan pelespasan obat
dan meningkatkan kelarutan bahan obat yang tidak larut pada pH yang tinggi.
Captopril, ACE-Inhibitor pertama yang dipasarkan, adalah ACE- Inhibitor poten.
Captopril adalah satu-satunya ACE-inhibitor yang disetujui untuk digunakan di
Amerika Serikat yang berisi gugus sulfhidril. Apabila diberikan secara oral, captopril
diserap dengan cepat dan memiliki bioavailabilitas sekitar 75%. Konsentrasi puncak
dalam plasma terjadi dalam waktu satu jam, dan obat ini dieliminasi dengan cepat
dengan paruh sekitar 2 jam. Sebagian besar obat tersebut tereliminasi dalam urin,
40% sampai 50% sebagai captopril (utuh) dan sisanya sebagai captopril disulfida dan
captopril-sistein disulfida. Oleh karena adanya makanan mengurangi bioavailabilitas
oral captopril sebesar 25% sampai 30%, maka obat harus diberikan 1 jam sebelum
makan (Katzung, 2008)

Pengembangan sediaan captopril pada tablet floating akan memberikan


keuntungan yang lebih seperti pengurangan frekuensi pemberian obat dan
mengurangi fluktuasi konsentrasi obat dalam darah sehingga mengurangi efek
samping. Kaptopril stabil dalam kondisi suhu dan kelembaban normal (Nokhodchi,
dkk, 2008). Floating tablet adalah bagian dari sistem FDDS (Floating Drug Delivery
System) yang merupakan bentuk sediaan gastroretentive (Gastroretentive Dosage
Form). Sistem penghantaran obat ini memperlama waktu tambat obat di dalam
lambung sehingga meningkatkan bioavailabilitas obat-obat yang site absorpsinya di
lambung. Sistem ini memiliki kemampuan untuk mengapung diatas isi lambung dan
tidak terpengaruh oleh adanya pengosongan lambung dalam jangka waktu yang
lama. Ketika sistem FDDS ini mengapung, maka obat dilepas perlahan-lahan dari
sistem ini. Hal ini juga menyebabkan terkontrolnya fluktuasi kadar obat dalam darah
(Singh et al., 2011; Nayak et al., 2010). Sistem ini memiliki berat jenis kurang dari 1
sehingga dapat mengapung diatas cairan lambung dan dapat berada lama di dalam
lambung karena memiliki ukuran yang besar sehingga tidak dapat masuk ke pylorus.
Adanya pembentukan matriks yang terhidrasi yaitu berupa gel menyebabkan difusi
secara perlahan sehingga terbentuk pelepasan secara extended-release (Arora et al.,
2005). Selain itu, Adanya gas di dalam struktur polimer yang terhidrasi
menyebabkan peningkatan tekanan didalam struktur polimer menjadi salah satu
penyebab dihasilkannya pelepasan yang terkontrol (Talwar, 2001)

Pada proses pembuatan sediaan ini dengan menggunakan metode granulasi


basah. Metode ranulasi basah merupakan metode yang paling digunkan dalam
pembuatan tablet karena hampir semua bahan obat dapat dicetak dengan metode ini
dan memenuhi semua persyaratan tablet dengan baik. Tujuan granulasi adalah untuk
meningkatkan waktu aliran campuran dan ata kemampuan kempa. Granul dibentuk
dengan mengikat serbuk dengan suati pengikat. Teknik ini membutuhkan larutan
suspense yang mengandung pengikat yang biasanya ditambahkan ke campuran
serbuk selain itu pengikat dapat ditambahkan dalam keadaan kering ke dalam
campuran serbuk dan ditambahkan terpisah. Massa yang terbentuk setelah ditambah
larutan pengikat adalah masa yang lebab sehingga penambahannya tidak boleh
berlebihan. Jembatan cairan terbentuk diantara partikel-partikel dan kekuatan daya
rentang ini akan meningkat bila cairan yang ditambahkan meningkat. Lamannya
waktu granulasi tergantung sifat pembasahan dari campuran serbuk dan cairan
pengikat. Selanjutnya gumpalan granul dilewatkan penggiling atau osscilating
granulator yang dilengkapi dengan pengayak berlubang-lubang besar. Tujuan dari
pengayakan ini adalah untuk meningkatkan luas permukaan dan memudahkan proses
perngeringan. Pengeringan dilakukan untuk menghilangkan pelarut yang digunakan
dan mengurangi kelembapan hingga batas tertentu lalu kemudian ditabletasi.
Keuntungan dari roses pembuatan degan granulasi basah adalah terbentuk granul
sehingga memperbaiki sifat alir dan kompresibilitas serta mencegah segregasi
komponen campuran yang sudah homogen ( Priyambodo, 2007).
Pada formulasi sediaan captopril ini menggunakan bahan tambahan atau
exipient pembentuk gas, viscolyzing agent, gel forming polymer, polimer larut air,
lubrikan, dan glidan. Dalam metode granulasi basah, granul dibentuk dengan jalan
mengikat serbuk dengan suatu bahan perekat baik berupa larutan atau suspensi yang
mengandung bahan pengikat maupun dengan cara memasukkan bahan pengikat
dalam keadaan kering ke dalam campuran serbuk dan pengikat yang digunakan
adalah PVP K-30. Sedangkan sebagai glidan digunakan magnesium stearat.
Magnesium stearat akan melapisi granul dengan sifat hidrofobiknya sehingga efek
lubrikasinya cukup baik dan granul dapat mengalir dengan baik dari hopper menuju
ruang cetak tablet Talk dalam formulasi ini digunakan sebagai lubrikan dalam
formulasi untuk memudahkan tablet didorong dari die, mencegah tablet melekat pada
punch, mencegah gesekan antara die dan punch serta memperbaiki aliran granul
(Priyambodo, 2007).
Xanthan gum berguna sebagai viscolyzing agent dimana nantinya akan
menjebak gas yang keluar sehingga sediaan dapat mengambang. Selain itu, xanthan
gum berfungsi untuk menjaga integritas tablet. Natrium bikarbonat berfungsi sebagai
penghasil gas ketika bertemu dengan asam lambung sehingga membentuk gas
karbondioksida. Gas ini membuat sediaan mengapung Natrium bikarbonat berfungsi
sebagai penghasil gas ketika bertemu dengan asam lambung sehingga membentuk
gas karbondioksida. Gas ini membuat sediaan mengapung (Priyambodo, 2007).
Pada tahap awal produksi sediaan yaitu pengayakan pada bahan yang akan ditimbang
dengan mesh 60 bertujuan untuk meningkatkan homogenitas dan mencegah
segregasi dari masing-masing partikel. IPC yang dilakukan adalah jenih dan jumlah
bahan yang ditimbang. Tahap pencampuran awal yaitu captopril, gom xanthan,
natrium bikarbonat, dan kalsium sulfat dalam mixer dan IPC pada tahap ini adalah
keepatan pengadukan, waktu dan kadar. Pada saat proses pencampuran penyiapan
Pembuatan larutan pengikat PVPK30 + alcohol 96%d dengan menggunakan mixer.
IPC yang dilakukan pada pembuatan larutan pengikat suhu, kecepatan, waktu
pengadukan.

Proses pencampuran granul granul dengan larutan pembasah yaitu pada proses
granulasi basah dengan menggunakan mesin fluid bed dryer. Setelah proses
encampuran selesai granul akan di si ayak dengan mesh 18 dengan IPC dilakukan
Inspeksi mutu granul, sifat alir, kandungan air, distribusi particle, kompresibilitas,
desnsitas granul. Proses penambahan fase luar setelah pengayakan yaitu Mg stearat
dan talk dengan menggunakan mixer. Pada proses ini dilakukan IPC waktu,
kecepatan aduk, kadar.

Proses pencetakan tablet dengan menggunakan mesin single punch dan tablet
hasil cetakan akan dilakukan pengecekan seperti pemeriksaan visual keseragaman
bobot, keseragaman ukuran waktu hancur, kerapuhan, distribusi, floating behavior.
Pada tahap ini QC akan melakukan pemeriksaan sehingga status dari tablet adalah
karantina. Setelah proses karantina selesai dan QC menyatakan produk dapat
dilakukan proses lanjutan yaitu proses pengemasan. Pada proses pengemasan
pertama yaitu pengemasan primer dengan blister. Setiap blister akan mengandung 10
tablet.pada tahap pengemasan perlu dilakukan pemeriksaan visual terhadap kemasan,
kebocoran pada kemasan, dan kesesuaian jumlah tablet. Setelah dilakukan
pengemasan primer tahap selanjutnya adalah pengemasan skunder pada tahap
pengemasan skunder dengan unit box yang sudah didesain untuk mengisi sepuluh
blister. Pada tahapan ini perlu diperhatikan bobot dari UB harus sesuai dengan
spesifikasi yang telah ditetapkan penimbangan ini juga untuk mempermudah
melakukan pengecekan apakah dalam satu unit box sudah terdapat 10 blister.

Captopril tablet floating ini sebelum diedarkan harus dilakukanya registrasi.


Berdasarkan peratutan BPOM produk ini tergolong produk copy sehingga erlu
adanya registrasi yang sesuai. Dalam salah satu syarat yang ada uji
bioavailabilitas/bioekivalensi harus dilakukan. Produk innovator dari captopril
floating ini belum ada sehingga dilakukanya uji bioavailabilitas sebagai syarat
registrasi. Desain uji bioavailabilitas ini mengikuti Pedoman Cara Uji Klinik yang
Baik (CUKB).

Tahap akhir sebelum obat dipasarkan yaitu mendapatkan izin edar dari
BPOM melalui proses registrasi. Registrasi Ciproloxin ® OD dikategorikan dalam
kategori 2 untuk registrasi obat copy, sesuai yang dimaksud dalam Peraturan Kepala
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor
HK.03.1.23.10.11.08481 Tahun 2011. Obat copy adalah obat yang mengandung zat
aktif dengan komposisi, kekuatan, bentuk sediaan, rute pemberian, indikasi, dan
posologi sama dengan obat yang sudah disetujui. Registrasi dilakukan melalui dua
tahap yaitu pra-registrasi dan registrasi. Dalam tahapan pra-registrasi permohonan
diajukan dengan mengisi formulir pra-registrasi, melakukan pembayaran proses pra-
registrasi dan menyerahkan bukti pembayaran pra-registrasi disertai dengan
melengkapi dokumen registrasi meliputi dokumen administratif dan dokumen mutu.
Pada tahapan registrasi obat dilakukan dengan menyerahkan dokumen registrasi.
Dokumen regsitrasi disusun sesuai format ASEAN Common Technical Dossier
(ACTD). Dokumen registrasi terdiri atas 4 bagian, yaitu :
a Bagian I : Dokumen administratif, informasi produk, dan penandaan
b Bagian II : Dokumen Mutu
c Bagian III : Dokumen Non – Klinik
d Bagian IV : Dokumen Klinik
Bagian I kelengkapan dokumen administratif yaitu dokumen administratif (1
rangkap) yang terdiri dari surat pengantar, formulir registrasi (4 rangkap), pernyataan
pendaftar, sertifikat sesuai status produksi obat, hasil pra registrasi, kuitansi bukti
pembayaran, dokumen terkait paten, surat keterangan dari produsen mengenai bahan
baku yang bersumber dari hewan/tumbuhan (jika perlu). Informasi produk dan
penandaan yang terdiri dari informasi produk (rangkap 4), penandaan (rangkap 3),
contoh obat dan kemasan dalam bentuk foto atau gambar sessuai aslinya.
Bagian II kelengkapan dokumen mutu terdiri dari Ringkasan dokumen mutu
(sub bagian A), dokumen mutu (sub bagian B), pemerian dan formula obat,
pengembangan produk (informasi studi pengembangan, komponen obat, obat,
pengembangan proses pembuatan, sistem kemasan, atribut mikrobiologi,
kompatibilitas), prosedur pembuatan (formula bets, proses pembuatan dan kontrol
proses, kontrol terhadap tahapan kritis dan produk antara, validasi proses), spesifikasi
dan metode pengujian zat tambahan (spesifikasi, prosedur analisis, zat tambahan
bersumber dari hewan, zat tambahan baru), spesifikasi dan metode pengujian obat
(apesifikasi, prosedur analisis, laporan alidasi metode analisis, analisis bets,
karakterisasi zat pengotor), baku pembanding, spesifikasi dan metode pengujian
kemasan, stabilitas, dan bukti ekivalensi, serta daftar isi (sub bagian C) sebanyak 1
rangkap dan disertai 1 softcopy. Untuk registrasi kategori 2 obat copy tidak
memerlukan dokumen non klinik Bagian IV kelengkapan dokumen klinik untuk
registrasi kategori 2 obat copy yang memerlukan uji klinik dokumen yang
dibutuhkan adalah tinjauan uji klinik, rangkuman uji klinik, dan laporan uji klinik.
BAB XI
KESIMPULAN DAN SARAN

11. 1 Kesimpulan
1. Pengembangan produk tablet floating Cptopril dapat dilakukan dengan
metode pembuatan tablet granulasi basah.
2. Melalui Floating Drug Deliery System (FDDS) didapatkan efek pelepasan
obat terkontrol.
3. Tablet floating adalah bagian dari sistem FDDS (Floating Drug Delivery
System) yang merupakan bentuk sediaan gastroretentive (Gastroretentive
Dosage Form) dimana sistem penghantaran obat ini memperlama waktu
tambat obat di dalam lambung sehingga meningkatkan bioavailabilitas obat-
obat yang site absorpsinya di lambung.
4. Pemilihan sistem penghantaran obat Captopril dengan tablet floating secara
teoritis dapat mengatasi permasalahan absorbsi obat dalam tubuh sehingga
dapat meningkatkan bioavailabilitas obat.

11.2 Saran
1. Perlu dibuat rancangan validasi proses produksi sehingga didapatkan
informasi atau gambaran hasil proses pembuatan pengembangan sediaan
tablet floating captopril apakah sudah sesuai dengan kualitas yang ditetapkan
atau tidak.
DAFTAR PUSTAKA

ACCF/AHA. 2013. ACCF/AHA Guideline for the Management of Heart Failure: A


Report of the American College of Cardiology Foundation/American Heart
Association Task Force on Practice Guidelines. Circulation.128:e240-e327

American Society of Health-System Pharmacists. 2011. AHFS Drug Information


Essenstial. Maryland :American Society of Health-System Pharmacists, inc.

Anaytullah.2011.Skrining Panjang Gelombang Maksimum Pada Tabletcaptopril


Dengan Metode Uv Vis.Jakarta.

Arora, S. Ali, B. Ahuja, A. 2005.floating drug delivery system. APPS


PHARMSCITECH. Vol 6

Baxter, S., 2010. Stockley’s Drug Interaction : ACE – inhibitors. London :


Pharmaceutical Press. pp : 12-15

Brunton, L., Lazo J., Parker K., 2006. Goodman and Gilman's The
Pharmacological Basis of Therapeutics. United State of America : McGraw-Hill
Companies, Inc. pp 737-898.

Burton, M.E., Shaw, L.M., Schentag, J.J., Evans W.E., 2006. Applied
Pharmacokinetics & Pharmacodynamics : Principles of Theurapetic Drug
Monitoring. 4th Edition. Maryland :Lippincott Williams & Wilkins. pp 804

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Profil Kesehatan Indonesia 2008.


Jakarta.
Djunaedy, V.D., 2014. Studi Pola Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Endokarditis.
Gandjar, I.G. rohman, A. 2014. Kimia analisis. Yogyakarta: pustaka pelajar hal 323.

Gunawan, S.G., Setiabudi, R., Nafrialdi, Elysabeth, 2009. Farmakologi dan Terapi.
Edisi 5. Jakarta : Departemen Farmakologi dan Teurapetik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. pp 299-304
Gunawan, S.G., Setiabudi, R., Nafrialdi, Elysabeth, 2009. Farmakologi dan Terapi.
Edisi 5. Jakarta : Departemen Farmakologi dan Teurapetik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. pp 299-304

Harmita. 2004. Petunjk pelaksananvalidasi metode dan cara perhitunganya. Majalah


ilmu kefarmasian vol 1
Indrayanto & Yuwono. (2005). Encyclopedia of Chromatography. Suplemen

Katzung, B.G.,Parmley, W.W., 2010.Drug Used In Heart Failure. In : Bertram G.


Katzung (eds).Basic and Clinical Pharmacology. 12th Edition. US : McGraw-Hill
Companies. pp 211.

Kurniawan, G. 2011. Gastro retentive drug delivery system.Purwokerto.

Nayak, A.K. Maji, R. Das, B. 2010. Gastroretentive drug delivery system: a


review. Asian journal of pharmaceutical and clinical research. Vol 3. P 2-10

of Captopril.Pharmtech research.
Parker, R.B., Cavallari, L.H., 2011.Systolic Heart Failure.In :Dipiro, J.T., Talbert,
R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., Posey, L.M., Pharmacotherapy a
Pathophysiologic Approach. USA: The McGraw-Hill Companies, Inc.

Patil, B.S., Sonawane, S.J.2012.Formulation and in-vitro Evaluation of Captopril


Floating Matrix Tablets Using HPMC 50cps.Journal of pharmaceutical science.

Pratiwi, M. 2010. Optimization of formula sustained releaase captopril tablet using


factorial design method.Pharmaceutical journal.

Priyambodo, B.2007. Manajemen Farmassi Industri.Yogyakarta: Global Pustaka


Utama. Hal 118

Rat, R.T., Azar.Z.J.2013. Formulation and evaluation of captopril floating matrix


tablets based on gas formation. African Journal of Pharmacetical dan
Pharmacology.

Rogers, Kara. 2011. The Cardiovascular System (The Human Body). 1sted. New
York : Britannica Educational Publishing, Rosen Educational Services. pp: 21-32
Rowe, R.C. sheskey, P.J. 2009. Handbook of pharmaceutical exipient 6th edition.
London :the pharmaceutical press.

Singh, S., Prajapati, K.2011.Formulation and Evaluation of Floating Tablet

Anda mungkin juga menyukai