Ekotoksikologi adalah ilmu yang mengkaji perubahan-perubahan ekosistem yang mengalami gangguan jangka panjang atau pendek (Boudou and Ribeyre 1989). Menurut Rand and Petrocelli (1985) toksikologi perairan adalah ilmu yang mengkaji kualitatif dan kuantitatif bahan-bahan kimia dan antropogenik lain atau xenobiotik yang merugikan organisme perairan. Xenobiotik adalah zat-zat kimia yang asing bagi tubuh organisme. Berbagai senyawa kimia organik, anorganik atau mineral yang dibuang ke dalam air dapat mengotori dan bersifat toksik sehingga dapat mematikan ikan dan organisme air lainnya. Bahan toksik di perairan yang berupa zat-zat kimia beracun dapat berasal dari kegiatan industri, air limbah tambang, erosi permukaan pada tambang terbuka, pencucian herbisida dan insektisida serta akibat kecelakaan seperti tumpahnya minyak atau pecahnya tanker kimia di laut (Southwick 1976). Khusus tentang limbah yang berasal dari kegiatan industri, Dix (1981) menyatakan bahwa pencemar yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh jenis industri. Kehidupan mahluk hidup tergantung dari apa yang terjadi dilingkunganya. Lingkungan yang bebas mudah dimasuki bahan-bahan yang tidak diketahui misalnya Limbah. Toksikologi adalah ilmu yang mempelajari prosesperacunan atau sifat-sifat bahan racun dan pengaruhnya terhadap mahluk hidup.Ilmu yang mempelajari mengenai proses peracunan yang terjadi di lingkungandisebut ekotoksikologi. Ekotoksigologi merupakan cabang ilmu dari Toksikologi.Wilayah perairan adalah zona bebas dimana banyak effluent yang masuk baik secara langsung melalui pipa-pipa pembuangan atau run off dari aliran bawahtanah. Banyak zat-zat kimia yang di buang ke laut diantaranya adalah dari limbah- limbah industri yang banyak memakai bahan kimia, atau limbah dari kegiatan akuakultur yang biasanya menghasilkan limbah bahan-bahan organik.Zat-zat tersebut diatas dapat menimbulkan efek terhadap perairan tempatpembuangan limbah tersebut. Efek yang ada dapat mengakibatkan kualitas suatuperairan menurun atau efek terhadap organisme air yang terpapar langsungdengan zat racun yang terlarut di perairan. Efek keracunan yang terjadi dapatbersifat akut, sub-akut, khronis, delayed. Hal ini ditentukan oleh waktu, lokasiorgan (lokal/sistemik). Kemampuan racun untuk menimbulkan kerusakan apa bilamasuk kedalam tubuh dan lokasi organ yang rentan disebut toksisitas.
1.2 Tujuan Praktikum
Tujuan dari melaksanakannya praktikum ini adalah : Pemberian kosentrasi polutan pada botol berisi udang vannamei Menganalisis perubahan tingkah laku udang pada yang tercemar II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uji Toksisitas Akut
Toksisitas adalah kemampuan suatu bahan atau senyawa kimia untuk menimbulkan kerusakan pada saat mengenai bagian dalam atau permukaan tubuh yang peka. Uji toksisitas digunakan untuk mempelajari pengaruh suatu bahan kimia toksik atau bahan pencemar terhadap organisme tertentu. Menurut Cahyadi (2009), Dalam toksikologi dan uji tokisitas sering digunakan istilah-istilah berikut: 1. Akut : tanggapan berat dan cepat terhadap rangsang, biasanya dalam waktu 4 hari untuk ikan dan biota akuatik lainnya. 2. Subakut : tanggapan terhadap rangsang yang tidak se- berat tanggapan akut, timbul dalam waktu lebih lama dan dapat menjadi akut. 3. Kronik : tanggapan terhadap rangsang yang berlang- sung dalam waktu lama, paling tidak mencapai > 0,1 masa hidup. 4. Letal : rangsang pada konsentrasi yang dapat me- nyebabkan kematian secara langsung. 5. Subletal : rangsang pada konsentrasi di bawah kon- sentrasi yang dapat menyebabkan kematian secara langsung. Penentuan toksisitas akut umumnya digunakan untuk menentukan tingkat konsentrasi bahan toksik yang menimbulkan efek merugikan terhadap persentase spesifik organisme uji dalam periode waktu yang pendek. Penentuan toksisitas akut yang paling umum yaitu penentuan mortalitas atau letalitas akut (Cahyadi,2009). Pada umumnya toksisitas diekspresikan sebagai [C50 atau LD50 yaitu konsentrasi atau dosis yang dalam kondisi spesifik menyebabkan mortalitas separoh populasi organisme dalam jangka waktu tertentu. Secara eksperimental efek 50% populasi merupakan ukuran toksisitas yang paling reproduksibel suatu bahan toksik terhadap suatu kelompok organisme uji. Waktu 96 jam merupakan lama (durasi) persentuhan yang mullah dan umum digunakan, oleh karena itu pengukuran toksisitas akut yang paling banyak dilakukan yaitu penentuan LC50-96 jam (Cahyadi,2009). 2.2 Logam Tembaga Tembaga (Cu) adalah logam dengan nomor atom 29, massa atom 63,546, titik lebur 1083 C, titik didih 2310 C, jari-jari atom 1,173 A dan jari-jari ion Cu2+ 0,96 A. Tembaga adalah logam transisi (golongan I B) yang berwarna kemerahan, mudah regang dan mudah ditempa. Tembaga bersifat racun bagi makhluk hidup. Isoterm adsorpsi merupakan suatu keadaan kesetimbangan yaitu tidak ada lagi perubahan konsentrasi adsorbat baik di fase terserap maupun pada fase gas atau cair. Isoterm adsorpsi biasanya digambarkan dalam bentuk kurva berupa plot distribusi kesetimbangan adsorbat antara fase padat dengan fase gas atau cair pada suhu konstan. Isoterm adsorpsi merupakan hal yang mendasar dalam penentuan kapasitas dan afinitas adsorpsi suatu adsorbat pada permukaan adsorben (Kundari, dkk, 2008). Logam Cu dapat masuk ke dalam semua strata lingkungan, apakah itu pada strata perairan, tanah ataupun udara (lapisan atmosfer). Tembaga yang masuk ke dalam strata lingkungan dapat datang dari bermacammacam sumber. Tetapi sumbersumber masukan logam Cu ke dalam strata lingkungan yang umum dan diduga paling banyak adalah dari kegiatankegiatan perindustrian, kegiatan rumah tangga dan dari pembakaran serta mobilitas bahan-bahan bakar (Palar, 1994). Logam Cu yang masuk ke dalam tatanan lingkungan perairan dapat terjadi secara alamiah maupun sebagai efek samping dari kegiatan manusia. Secara alamiah Cu masuk ke dalam perairan dari peristiwa erosi, pengikisan batuan ataupun dari atmosfer yang dibawa turun oleh air hujan. Sedangkan dari aktifitas manusia seperti kegiatan industri, pertambangan Cu, maupun industri galangan kapal beserta kegiatan di pelabuhan merupakan salah satu jalur yang mempercepat terjadinya peningkatan kelarutan Cu dalam perairan (Palar, 1994). Logam Cu termasuk logam berat essensial, jadi meskipun beracun tetapi sangat dibutuhkan manusia dalam jumlah yang kecil. Toksisitas yang dimiliki Cu baru akan bekerja bila telah masuk ke dalam tubuh organisme dalam jumlah yang besar atau melebihi nilai toleransi organisme terkait (Palar, 1994). 2.3 Logam Timbal Timbal (Pb) merupakan salah satu jenis logam berat yang sering juga disebut dengan istilah timah hitam. Timbal memiliki titik lebur yang rendah, mudah dibentuk, memiliki sifat kimia yang aktif sehingga biasa digunakan untuk melapisi logam agar tidak timbul perkaratan. Timbal adalah logam yang lunak berwarna abu- abu kebiruan mengkilat dan memiliki bilangan oksidasi +2 (Sunarya, 2007).
Gambar 1. Logam Timbal (Pb) (Temple, 2007)
Timbal mempunyai nomor atom 82 dengan berat atom 207,20. Titik leleh timbal adalah 1740 0C dan memiliki massa jenis 11,34 g/cm3 (Widowati, 2008). Palar (1994) mengungkapkan bahwa logam Pb pada suhu 500-600 0C dapat menguap dan membentuk oksigen di udara dalam bentuk timbal oksida (PbO). Dibawah ini merupakan tabel yang menunjukkan beberapa sifat fisika yang dimiliki timbal. Timbal merupakan salah satu logam berat yang sangat berbahaya bagi makhluk hidup karena bersifat karsinogenik, dapat menyebabkan mutasi, terurai dalam jangka waktu lama dan toksisistasnya tidak berubah (Brass & Strauss, 1981). Pb dapat mencemari udara, air, tanah, tumbuhan, hewan, bahkan manusia. Masuknya Pb ke tubuh manusia dapat melalui makanan dari tumbuhan yang biasa dikonsumsi manusia seperti padi, teh dan sayur-sayuran. Logam Pb terdapat di perairan baik secara alamiah maupun sebagai dampak dari aktivitas manusia. Logam ini masuk ke perairan melalui pengkristalan Pb di udara dengan bantuan air hujan. Selain itu, proses korofikasi dari batuan mineral juga merupakan salah satu jalur masuknya sumber Pb ke perairan (Palar, 1994).
2.4 Hewan Uji Udang Vannamei (Lithopeneus vannamei)
Klasifikasi dan Morfologi Udang Putih (L. vannamei) Menurut Haliman dan Dian (2006), klasifikasi udang putih (Litopenaeus vannamei) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Sub kingdom : Metazoa Filum : Arthropoda Subfilum :Crustacea Kelas : Malacostraca Subkelas : Eumalacostraca Superordo : Eucarida Ordo : Decapodas Subordo : Dendrobrachiata Familia : Penaeidae Sub genus : Litopenaeus Spesies : Litopenaeus vannamei Haliman dan Adijaya (2004) menjelaskan bahwa udang putih memiliki tubuh berbuku-buku dan aktivitas berganti kulit luar (eksoskeleton) secara periodik (moulting). Bagian tubuh udang putih sudah mengalami modifikasi sehingga dapat digunakan untuk keperluan makan, bergerak, dan membenamkan diri kedalam lumpur (burrowing ), dan memiliki organ sensor, seperti pada antenna dan antenula. Kordi (2007) juga menjelaskan bahwa kepala udang putih terdiri dari antena, antenula,dan 3 pasang maxilliped. Kepala udang putih juga dilengkapi dengan 3 pasang maxilliped dan 5 pasang kaki berjalan (periopoda). Maxilliped sudah mengalami modifikasi dan berfungsi sebagai organ untuk makan. Pada ujung peripoda beruas-ruas yang berbentuk capit (dactylus). Dactylus ada pada kaki ke-1, ke-2, dan ke-3. Abdomen terdiri dari 6 ruas. Pada bagian abdomen terdapat 5 pasang (pleopoda) kaki renang dan sepasang uropods (ekor) yang membentuk kipas bersama-sama telson (ekor) (Suyanto dan Mujiman, 2003).
Gambar 2. Morfologi Umum Udang Putih (L. vannamei) (Haliman dan Dian, 2006)
2.5 EPA Probit
Nilai LC-50 (Lethal Concentration 50%) didefinisikan sebagai nilai konsentrasi bahan uji pada batas yang mampu menyebabkan 50% hewan uji mengalami kematian (mortalitas) pada Uji Toksisitas Akut. Nilai LC-50 menjadi dasar penentuan ambang batas konsentrasi aman atau tidak amannya suatu bahan uji. Nilai inilah juga yang akan digunakan sebagai dasar penentuan konsentrasi uji pada Uji Toksisitas Sub-Lethal. EPA (European Protection Agency), sebuah badan perlindungan lingkungan, telah memperkenalkan salah satu program (komputasi) yang mampu membantu para peneliti untuk mengkalkulasi nilai LC-50 dengan input data berupa data pengamatan Uji Toksisitas Akut maupun Sub-Lethal. Program EPA Probit pada dasarnya merupakan program kalkulasi statistika yang secara efisien dirancang untuk memodulasi perhitungan rataan pola mortalitas dan konsentrasi untuk mendapatkan nilai LC-50. DAFTAR PUSTAKA Cahyadi, Robby. Uji toksisitas akut ekstrak etanol buah pare (momordica charantia l.) Terhadap larva artemia salina leach dengan metode brine shrimp lethality test (BST). Diss. Medical faculty, 2009. Kundari, Noor Anis, and Slamet Wiyuniati. "Tinjauan kesetimbangan adsorpsi tembaga dalam limbah pencuci PCB dengan zeolit." Seminar Nasional IV SDM Teknologi Nuklir. Yogyakarta. 2008. Suratno, E. W. (2013). Validasi Metode Analisis Pb Dengan Menggunakan Flame Spektrofotometer Serapan Atom (Ssa) Untuk Studi Biogeokimia Dan Toksisitas Logam Timbal (Pb) Pada Tanaman Tomat (Lycopersicum Esculentum)(Validation Analysis Method Of Pb Using Flame Atomic Absorption Spectroscopy For Biogeochemistry And Toxicity Studies Of Lead In Tomato (Lycopersicum Esculentum)). Suwoyo, H. S., Mangampa, M., & Payau, B. R. P. B. A. (2010). Aplikasi Probiotik dengan Konsentrasi Berbeda pada Pemeliharaan Udang Vaname (Litopenaeus vannamei). In Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur. Sulawesi Selatan. Tamadu, S. T. (2014). Tingkat Kelangsungan Hidup Benur Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei) Dengan Kepadatan Berbeda Yang Ditransportasikan Dengan Sistem Tertutup (Doctoral Dissertation, Universitas Negeri Gorontalo).