4 Kompetensi Guru Profesional
4 Kompetensi Guru Profesional
Kompetensi Guru Profesional - Guru adalah salah satu unsur penting yang harus ada sesudah siswa.
Apabila seorang guru tidak punya sikap profesional maka murid yang di didik akan sulit untuk
tumbuh dan berkembang dengan baik. Hal ini karena guru adalah salah satu tumpuan bagi negara
dalam hal pendidikan. Dengan adanya guru yang profesional dan berkualitas maka akan mampu
mencetak anak bangsa yang berkualitas pula. Kunci yang harus dimiliki oleh setiap pengajar adalah
kompetensi. Kompetensi adalah seperangkat ilmu serta ketrampilan mengajar guru di dalam
menjalankan tugas profesionalnya sebagai seorang guru sehingga tujuan dari pendidikan bisa dicapai
dengan baik.
Sementara itu, standard kompetensi yang tertuang ada dalam peraturan Menteri Pendidikan
Nasional mengenai standar kualifikasi akademik serta kompetensi guru dimana peraturan tersebut
menyebutkan bahwa guru profesional harus memiliki 4 kompetensi guru profesional yaitu
kompetensi pedagogik dan kompetensi kepribadian, profesional serta kompetensi sosial.
Dari 4 kompetensi guru profesional tersebut harus dimiliki oleh seorang guru melalui pendidikan
profesi selama satu tahun.
1. Kompetensi Pedagogik
Kompetensi ini menyangkut kemampuan seorang guru dalam memahami karakteristik atau
kemampuan yang dimiliki oleh murid melalui berbagai cara. Cara yang utama yaitu dengan
memahami murid melalui perkembangan kognitif murid, merancang pembelajaran dan pelaksanaan
pembelajaran serta evaluasi hasil belajar sekaligus pengembangan murid.
2. Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian ini adalah salah satu kemampuan personal yang harus dimiliki oleh guru
profesional dengan cara mencerminkan kepribadian yang baik pada diri sendiri, bersikap bijaksana
serta arif, bersikap dewasa dan berwibawa serta mempunyai akhlak mulia untuk menjadi sauri
teladan yang baik.
3. Kompetensi Profesional
Kompetensi profesional adalah salah satu unsur yang harus dimiliki oleh guru yaitu dengan cara
menguasai materi pembelajaran secara luas dan mendalam.
4. Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial adalah salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang pendidik melalui
cara yang baik dalam berkomunikasi dengan murid dan seluruh tenaga kependidikan atau juga
dengan orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar.
19 MAR
Kata al-hamz berarti celaan dalam bentuk perbuatan, sedangkan kata al-lamz
berarti celaan dalam bentuk ucapan. Sebagaimana yang difirmankan Allah:
Hammaazim masysyaa-im binamiim (“Yang banyak mencela, yang kian
kemari menghambur fitnah.”)(al-Qalam: 11). Artinya mencela orang-orang
dan menghinakan mereka dengan sewenang-wenang dan berjalan kesana
kemari untuk namimah [mengadu domba], dan adu domba itu berarti celaan
dalam bentuk ucapan. Oleh karena itu, disini Allah berfirman: wa laa
talmizuu angfusakum (“Dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri.”)
sebagaimana firman Allah: wa laa taqtuluu angfusakum (“Dan janganlah
kamu membunuh dirimu sendiri.”)(an-Nisaa’: 29) maksudnya janganlah
sebagian kalian membunuh sebagian yang lainnya.
Abu ‘Abdillah bin Majah meriwayatkan, Abul Qasim bin Abi Dhamrah Nadhr
bin Muhammad bin Sulaiman al-Hamshi memberi tahu kami, ayahku
memberitahu kami, ‘Abdullah bin Abi Qais an-Nadhari memberitahu kami,
dari ‘Abdullah bin ‘Umar, ia bercerita: “Aku pernah melihat Rasulullah saw.
melakukan thawaf mengelilingi Ka’bah seraya berucap: ‘Sungguh indah
dirimu, sangat harum aromamu, dan sungguh agung dirimu dan agung pula
kehormatanmu. Demi Rabb yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya,
sesungguhnya kemuliaan seorang Mukmin sangat agung di sisi Allah Ta’ala
harta dan darahnya dari dirimu [wahai Ka’bah]. Dan ia tidak berprasangka
melaikan prasangka baik.” Hadits ini diriwayatkan sendiri oleh Ibnu Majah
dari sisi ini.
Tentang iklan-iklan ini
Beri peringkat:
Dalam sebuah hadits Rasulullah Saw bersabda “Berkatalah yang baik atau
kalau tidak bisa, sebaiknya diam.”
“Jika kita merasa sebagai seorang muslim, maka sudah kewajiban kita untuk
mengamalkan apa yang Rasulullah contohkan. Kita harus mampu
menunjukkan bahwa Islam itu agama rahmatan lil ‘alamin. Jangan sampai
kebaikan-kebaikan yang kita lakukan terhapus oleh dosa-dosa dari kata-kata
kita yg tidak baik, maka mari perbaiki kata-kata kita”,
Para ulama telah menegaskan kewajibannya tentang memberikan nama, bahkan mereka
telah sepakat (ijma’) tentang hal tersebut. Al-Imam Ibnu Hazm rahimahullah berkata :
“Para ulama sepakat bahwasannya memberi nama kepada laki-laki dan perempuan
adalah wajib” [Maraatibul-Ijma’, hal. 153].
سمًِيًّا
َ ل ْ ل لَ ُه م
ُ ِن ق َْب ْ ج َع ْ َحيَى ل
ْ َم ن ْ َم ُه ي
ُ اس
ْ ك بِ ُغال ٍم
َ يَا َزك َِريَّا إِنَّا نُبَِش ُِّر
“Wahai Zakaria, sesungguhnya Kami memberi kabar gembira kepadamu akan (beroleh)
seorang anak yang namanya Yahya, yang sebelumnya Kami belum pernah menciptakan
orang yang serupa dengan dia” [QS. Maryam : 7].
Hingga kelak di hari kiamat, manusia akan dipanggil dengan nama yang mereka
dipanggil dengannya semasa di dunia.
"إنكم تُدعون يوم القيامة بأسمائكم وأسماء آبائكم: قال رسول الل ّه صلى الل ّه عليه وسلم:عن أبي الدرداء قال
"فأحسنوا أسماءكم.
عن بن عمر قال قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم أسلم سالمها هللا وغفار غفر هللا لها وعصية عصت هللا
ورسوله
Demikian pula nama yang ada pada diri Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, yaitu
Ahmad dan Muhammad; dimana dua-duanya mengandung makna ‘terpuji’. Dan
beliaushallallaahu ‘alaihi wa sallam memang mempunyai sifat-sifat terpuji dalam
‘aqidah, akhlaq, dan segala hal yang ternisbat kepada beliau.
Namun sebaliknya, kita dapat melihat beberapa musuh Allah seperti Abu Lahab yang
nama aslinya adalah ‘Abdul-‘Izza. Kunyah Abu Lahab[1] ini sangat pas dengan dirinya,
yang akhirnya ia ditempatkan ke dasar neraka, terbakar oleh lidah api yang menyala-
nyala akibat kedurhakaannya. Begitu pula dengan Abu Jahal.
Al-Imam Ibnu-Qayyim rahimahullah berkata :
ومن تأمل السنة وجد معاني في األسماء مرتبطة بها حتى كأن معانيها مأخوذة منها وكأن األسماء مشتقة من
فتأمل حديث سعيد بن المسيب عن أبيه عن جده. وإذا أردت أن تعرف تأثير األسماء في مسمياتها........معانيها
قال أتيت إلى النبي صلى هللا عليه وسلم فقال ما اسمك قلت حزن فقال أنت سهل قال ال أغير اسما سمانيه
أبي قال ابن المسيب فما زالت تلك الحزونة فينا بعد رواه البخاري في صحيحه والحزونة الغلظة
Ada dua pendapat ternukil dalam permasalahan ini yang mempunyai landasan dalil :
كل غالم رهينة بعقيقته تذبح عنه يوم سابعه ويحلق ويسمى
”Setiap anak tergadai dengan ’aqiqahnya yang disembelih pada hari ketujuh dari
kelahirannya, dicukur (rambutnya), dan diberi nama” [HR. Abu Dawud no. 2837-
2838; At-Tirmidzi no. 1522; An-Nasa’i no. 4220; Ibnu Majah no. 3165; Ahmad
5/7,12,17,22; dan yang lainnya; shahih].
وبه قال مالك، روي ذلك عن الحسن،واستحب غير واحد من أهل العلم أن ال يسمى الصبي قبل السابعة
2. Dilakukan pada hari pertama atau sebelum hari ketujuh dari waktu kelahirannya.
ما ُه
َّ َس
َ صلى هللا عليه وسلم ف
َ ي
َّ ِه ال َّنب ُ الم فَأَتَ ْي
ِ ِت ب ٌ ِي ُغ
ْ ل ُولِ َد ل َ هللا تَ َعالَى َع ْن ُه قَا ُ ِى َ سى َرض َ ي ُم ْو ْ ِن أَبْ َع
َّ َة َو َد َف َع ُه إِل
ي ِ م َر ٍة َو َد َعا لَ ُه بِ ْالبَ َر َك َ م َف
ْ ح َّنك َُه بِ َت َ ه ْي
ِ إِ ْب َرا
Dari Abi Musa radliyallaahu ta’ala ’anhu ia berkata : ”Telah lahir seorang anakku.
Maka aku membawanya ke hadapan Nabi shallallaahu ’alaihi wa sallam dan beliau
menamainya Ibrahiim. Maka kemudian beliau men-tahnik-nya dengan kurma dan
mendoakan barakah untuknya. Kemudian beliau menyerahkannya padaku” [HR. Al-
Bukhari no. 5467, 6198; Muslim no. 2145; dan yang lainnya].
احمله حتى تأتي به النبي صلى هللا عليه: فقال لي أبو طلحة.فولدت غالما...... : قال.عن أنس بن مالك
فأخذه النبي صلى هللا عليه وسلم فقال. وبعثت معه بتمرات. فأتى به النبي صلى هللا عليه وسلم.وسلم
فجعلها. ثم أخذها من فيه. فأخذها النبي صلى هللا عليه وسلم فمضغها. تمرات. نعم:(أمعه شيء؟) قالوا
وسماه عبدهللا، ثم حنكه.في في الصبي.
Al-Imam Ath-Thahawiy rahimahullah berkata :
ِن
ْ ح َة مَ ن أَبِي طَ ْل ِ ه ْبِ َّم َوفِي َع ْب ِد الل َ ه إ ْب َراهِي ِ ِم فِي ا ْبن َ َّسل َ ه َو ِ صلَّى الل َُّه َعلَ ْي َ ه ِ َّسولِ الل ُ ِن َر ْ َوأَنَّ الَّذِي َكانَ م
َ خ أَنْ يَكُونَ يَ ْو
م ْ س
َ م ُي ْنْ َما َع ْن ُه بِأَن َّ َها ل َ ح ٍد ِم ْن ُه ِ ُِل َوا ِّ ة َعلَى ك ٍ ل َذ ْبحِ َعقِي َق َ ما َوق َْبَ ِه
ِ سابِع َ ل يَ ْو ِم
َ ما ق َْبَ اه
ُ َّه إي
ِ ِميَتِ س ْ َت
خالِ ُف ُهَ ما ُي َّ ما َكانَ ق َْبلَ ُه ِم َ
َّ كانَ أ ْولَى ِم َ سخًا لَ ُه َف ِ ك َونَا َ ِارئًا َعلَى َذل ِ َه َكانَ ط ِ سابِ ِعَ
“Bab : Pemberian nama bagi bayi segera setelah kelahirannya bagi anak yang tidak
diaqiqahi, dan men-tahnik-nya”.
“Ini adalah cara penggabungan makna yang sangat teliti, dan belum ada yang
berpendapat seperti ini selain Al-Bukhari” [Fathul-Baariy, 9/588].
Namun, perkataan Al-Bukhari di atas juga perlu untuk dicermati kembali karena
pemberian nama setelah kelahirannya tidaklah mesti dipersyaratkan bagi anak yang
tidak diaqiqahi. Hal itu dikarenakan hadits Anas bin Malik ataupun hadits Abu
Musaradliyallaahu ‘anhuma di atas tidaklah menunjukkan hal itu. Barangkali setelah
dinamai oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam Abu Musa dan Abu Thalhah
menyembelih kambing bagi anaknya di hari ketujuh.
Al-Imam Ibnul-Qayyim rahimahullah berkata :
إن التسمية لما كانت حقيقتها تعريف الشيء المسمى ألنه إذا وجد وهو مجهول االسم لم يكن له ما يقع تعريفه
به فجاز تعريفه يوم وجوده وجاز تأخير التعريف إلى ثالثة أيام وجاز إلى يوم العقيقة عنه ويجوز قبل ذلك وبعده
واألمر فيه واسع
وأما التسمية فإن كان االسم قد أعد من قبل الوالدة فلتكن التسمية عند الوالدة ألن النبي صلى هللا عليه وعلى
آله وسلم دخل على أهله ذات يوم وقال ولد لي الليلة ولد وسميته إبراهيم وإن كانت التسمية لم تعد فلتكن في
اليوم السابع عند ذبح العقيقة وينبغي لإلنسان أن يحسن اسم ابنه واسم ابنته وأحب األسماء إلى هللا أعني
أسماء الذكور عبد هللا وعبد الرحمن
“Adapun perkara pemberian nama (tasmiyyah), apabila nama anak telah dipersiapkan
sebelum kelahirannya, hendaklah pemberian nama dilakukan pada hari kelahirannya.
Hal itu dikarenakan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa ‘alaa aalihi wa sallam pernah masuk ke
rumah istrinya pada suatu hari, dan bersabda : “Pada suatu malam aku dianugerahi
seorang anak laki-laki dan aku namai ia dengan Ibrahim”. Namun bila nama tersebut
belum dipersiapkan (sebelum kelahiran), hendaklah ia menamai anak itu pada hari
ketujuh saat penyembelihan hewan ‘aqiqah. Sudah sepatutnya bagi seseorang untuk
membaikkan dalam pemberian nama bagi anak-anaknya. Nama paling dicintai oleh Allah
– yaitu bagi anak laki-laki – adalah ‘Abdullah dan ‘Abdurrahman” [Fataawaa Nuur ‘alad-
Darb, juz 8].
1. Nama tersebut diambil dari nama-nama orang shalih dari kalangan para nabi, rasul,
dan orang shalih lainnya. Maksudnya untuk mendekatkan diri kepada
Allah ta’aladengan cara mencintai dan menghidupkan nama mereka, serta
melaksanakan apa yang dicintai Allah dengan memilih nama-nama para wali-Nya
yang telah membawa agama-Nya.
2. Nama yang singkat, hurufnya sedikit, serta mudah diucapkan dan dihapal.
3. Maknanya bagus, sesuai dengan kondisi orangnya, derajat, agama, dan
martabatnya.
Nama-Nama yang Paling Baik
Apabila diurutkan, nama-nama yang paling baik dan disunnahkan untuk diberikan
kepada anak Adam berdasarkan nash adalah :
Nama ini adalah nama yang paling dicintai oleh Allah ta’ala berdasarkan hadits :
إن أحب أسمائكم إلى هللا عبد هللا وعبد الرحمن: قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم: عن ابن عمر قال
2. Nama yang menunjukkan penghambaan diri terhadap salah satu nama-nama Allah,
seperti ‘Abdul-‘Aziz, ‘Abdul-Malik, ‘Abdurrahiim, dan yang lainnya.
واتفقوا على استحسان االسماء المضافة الى هللا عز وجل كعبد الرحمن وما أشبه ذلك
3. Nama para Nabi dan Rasul, sebab mereka adalah orang-orang yang menjadi pilihan
Allah agar menjadi panutan bagi manusia.
سماني النبي صلى هللا عليه وسلم يوسف: يوسف بن عبد هللا بن سالم رضي هللا عنهما قال عن
وأقعدني على حجره ومسح على رأسي
فسميته باسم أبي. قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم "ولد لي الليلة غالم:عن أنس بن مالك قال
إبراهيم
Tanbih !!
Sebagian orang ada yang memakruhkan untuk menamai anak-anak mereka dengan
nama para nabi dengan dasar atsar berikut :
" ال تسموا أحداً باسم نبي: " عن أمير المؤمنين عمر بن الخطاب رضي هللا عنه قال
لئال يسبب أحد المسمى بذلك فأراد تعظيم االسم يبتذل في ذلك،وإنما كره عمر ذلك
“Hanya saja ‘Umar membenci hal tersebut (penamaan dengan nama Nabi), agar
seseorang tidak mencaci pemilik nama tersebut. Ia bermaksud untuk
mengagungkan nama para Nabi supaya tidak dihinakan” [Fathul-Baariy, 10/579]
Al-Imam Ibnul-Qayyim rahimahullah berkata :
قال أبو بكر بن أبي شيبة في باب ما يكره من األسماء حدثنا الفضل بن دكين عن أبي جلدة عن أبي العالية
تفعلون شرا من ذلك تسمون أوالدكم أسماء األنبياء ثم تلعنونهم وأصرح من ذلك ما حكاه أبو القاسم
السهيلي في الروض فقال وكان من مذهب عمر بن الخطاب كراهة التسمي بأسماء األنبياء
“Telah berkata Abu Bakr bin Abi Syaibah dalam Baab Nama-Nama yang
Dibenci/Dimakruhkan : Telah menceritakan kepada kami Al-Fadhl bin Dakiin, dari
Jildah, dari Abul-‘Aaliyah : “Kalian melakukan hal yang lebih buruk dari itu. Kalian
telah menamai anak-anak kalian dengan nama para nabi, namun kemudian kalian
melaknatnya”. Dan yang lebih jelas dari hal itu adalah apa yang dihikayatkan oleh
Abul-Qaasim As-Suhailiy dalam kitab Ar-Raudl, ia berkata : Di antara madzhab
‘Umar bin Al-Khaththaab radliyallaahu ‘anhu adalah memakruhkan nama para nabi”
[Tuhfatul-Mauduud, hal. 89].
“Pemilik perkataan ini (yaitu ‘Umar) bertujuan untuk menjaga nama para nabi dari
penghinaan”.
Apa yang dilakukan ‘Umar ini bukanlah hujjah dalam melarang pemakaian nama
para nabi dan rasul. Karena telah shahih hadits-hadits sebagaimana di atas tentang
kebolehannya.
4. Nama orang-orang shalih dari kalangan kaum muslimin.
(إنهم كانوا يسمون بأنبيائهم والصالحين: قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم:عن المغيرة بن شعبة قال
)قبلهم.
Dalam hal ini, para shahabat adalah penghulu orang-orang shalih setelah para nabi
dan rasul bagi kaum muslimin. Berbeda dengan kaum Syi’ah Rafidlah yang
membenci mereka, dan bahkan melarang menamai anak-anak mereka dengan
nama Khulafaur-Rasyidin selain ‘Ali bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhum.
إن هللا نظر في قلوب العباد فوجد قلب محمد صلى هللا عليه وسلم خير قلوب العباد فاصطفاه لنفسه فابتعثه
برسالته ثم نظر في قلوب العباد بعد قلب محمد فوجد قلوب أصحابه خير قلوب العباد فجعلهم وزراء نبيه
يقاتلون على دينه
5. Nama yang mengandung kebaikan dan sesuai dengan sifat yang sesuai dengan
orangnya.
وأصدقها حارث وهمام... : قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم: عن أبي وهب الجشمي قال
Nama-Nama yang Dimakruhkan
Makruh seseorang memberikan nama dengan :
1. Nama yang mengandung arti keberkahan atau yang menimbulkan rasa optimistis.
Fungsinya agar tidak menimbulkan ganjalan hati ketika mereka dipanggil sementara
itu yang bersangkutan tidak berada di tempat, sehingga akan dijawab : “Tidak ada”.
، سبحان هللا: قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم (أحب الكالم إلى هللا أربع: قال.عن سمرة بن جندب
وال، وال نجيحا، وال رباحا، وال تسمين غالمك يسارا. ال يضرك بأيهن بدأت. وهللا أكبر، وال إله إال هللا،والحمد هلل
) ال: فيقول. أثم هو؟ فال يكون: فإنك تقول،أفلح.
Maksud hadits ini adalah jika orang tersebut bernama Rabaah (=beruntung), lantas
ada seseorang yang mencarinya : “Apakah Rabaah ada di rumah ?”. Jika tidak ada,
maka akan dijawab : “Rabaah tidak ada di rumah” ( = keberuntungan tidak ada di
rumah). Oleh sebab itulah nama ini dimakruhkan.
وكان. فحول رسول هللا صلى هللا عليه وسلم اسمها جويرية. كانت جويرية اسمها برة: قال.عن ابن عباس
خرج من عند برة:يكره أن يقال
وفي معنى هذا مبارك ومفلح وخير وسرور ونعمة وما أشبه ذلك فإن المعنى الذي كره له النبي صلى هللا
عليه وسلم التسمية بتلك األربع موجود فيها فانه يقال أعندك خير أعندك سرور أعندك نعمة فيقول ال
فتشمئز القلوب من ذلك وتتطير به وتدخل في باب المنطق المكروه
“Yang termasuk dalam makna ini, seperti nama Mubaarak, Muflih, Khair, Suruur,
Ni’mah, dan yang sejenisnya. Makna yang tidak disukai Nabi shallallaahu ‘alaihi wa
sallam pada empat nama itu juga terkandung dalam nama-nama di atas. Apabila
ditanyakan : ‘Apakah Khair (=kebaikan) ada bersamamu ?. Apakah Suruur
(=kebahagiaan) ada bersamamu ?. Apakah Ni’mah (=nikmat) ada bersamamu ?’.
Jika dijawab : ‘Tidak ada’ – tentu saja jawaban tersebut mengandung kesan yang
sangat tidak baik. Terkesan seperti ucapan sial, dan bahkan termasuk dalam
katagori ucapan yang tidak disukai” [Tuhfatul-Mauduud, hal. 82].
Misalnya nama : Barrah (=wanita yang baik dan berbakti) dan Mubaarak (=orang
yang diberkahi) – padahal boleh jadi ia tidak seperti itu.
فسماها رسول هللا صلى هللا عليه وسلم، تزكي نفسها: فقيل، أن زينب كان اسمها برة: عن أبي هريرة
زينب.
Termasuk dalam hal ini adalah nama Iman – sebagaimana banyak dipakai oleh
orang Indonesia.[3]
Allah ta’ala telah berfirman :
ن اتَّقَى
ِ م ُ َه َو أَ ْعل
َ ِم ب ُ ُم َ فَال ُت َز ُّكوا أَ ْن ُف
ْ سك
“Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui
tentang orang yang bertakwa” [QS. An-Najm : 32].
4. Nama yang mengandung kesan jelek, baik dalam lafadh ataupun makna.
Misalnya nama : Harb (=perang), Murrah (=pahit), Kalb (=anjing), Hayyah (=ular),
Jahsy (=kasar), Baghal (=keledai), dan yang lainnya.
Al-Imam Ath-Thabari rahimahullah berkata :
ولو كانت. وال باسم معناه السب، وال باسم يقتضي التزكية له،ال تنبغي التسمية باسم قبيح المعنى
لكن وجه الكراهة أن يسمع سامع باالسم،األسماء إنما هي أعالم لألشخاص ال يقصد بها حقيقة الصفة
فلذلك كان صلى هللا عليه وسلم يحول االسم إلى ما إذا دعي به صاحبه كان،فيظن أنه صفة للمسمى
وقد غير رسول هللا صلى هللا عليه وسلم عدة أسماء،صدقا،
Misalnya nama : Dhaalim bin Sarraaq (=orang lalim anaknya pencuri). Ada sebuah
riwayat bahwasannya ‘Utsmaan bin Abil-‘Ash penah membatalkan pelantikan
seorang pejabatnya saat mengetahui bahwa ia mempunyai nama itu. Hal itu
sebagaimana terdapat dalam kitab Al-Ma’rifah wat-Taariikh 3/201 oleh Al-Fasawiy.
10. Nama-nama malaikat.
Misalnya nama : Yaasiin dan Thaahaa. Adapun yang disebutkan oleh sebagian orang
awam bahwa Yaasiin dan Thaahaa termasuk nama Nabi shallallaahu ‘alaihi wa
sallam, maka ini adalahkeyakinan yang keliru. Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh
Ibnul-Qayyim rahimahullah dalam Tuhfatul-Mauduud hal. 88.
12. Nama orang-orang ‘Ajam yang sulit diucapkan oleh lisan orang ‘Arab.
وسمع النبي صلى هللا عليه وسلم يسمون رجال منهم عبد الحجر.... : عن هانئ بن يزيد رضي هللا عنه
) ( ال أنت عبد هللا: عبد الحجر قال: ( ما اسمك ؟ ) قال: فقال النبي صلى هللا عليه وسلم
2. Nama-nama Allah.
Allah ta’ala berfirman :
سمًِيًّا
َ م لَ ُه
ُ َل تَ ْعل
ْ ه
َ
“Apakah engkau mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patutu
disembah)” [QS. Maryam : 65].
Yaitu tidak seorang pun yang berhak menyandang nama yang serupa dengan
namanya, yaitu Ar-Rahmaan [lihat Tafsir Al-Qurthubiy 11/130].
: فسمعهم النبي صلى هللا عليه وسلم وهم يكنونه بأبي الحكم فدعاه النبي صلى هللا عليه وسلم فقال
ال ولكن قومي إذا اختلفوا في شيء أتوني: ( إن هللا هو الحكم وإليه الحكم فلم تكنيت بأبي الحكم ؟ ) قال
لي شريح: ( مالك من الولد ؟ ) قلت: ( ما أحسن هذا ) ثم قال: فحكمت بينهم فرضي كال الفريقين قال
) ( فأنت أبو شريح: شريح قال: ( فمن أكبرهم ؟ ) قلت: قال، ومسلم بنو هانئ، وعبد هللا
) عن النبي صلى هللا عليه وسلم قال (إن أخنع اسم عند هللا رجل تسمى ملك األمالك،عن أبي هريرة
)زاد ابن أبي شيبة في روايته (ال مالك إال هللا عز وجل.
مثل شاهان شاه: قال سفيان:قال األشعثي.
Pada riwayat Ibnu Abi Syaibah terdapat tambahan : “Tidak ada Raja selain Allah”.
Al-A’masy berkata : “Hal yang semisal dengan itu adalah nama Syaahaan-Syaah”
[HR. Al-Bukhari no. 6205-6206, Muslim no. 2143, dan yang lainnya].
Hal yang sama, diharamkan pula memberi nama dengan nama Sayyidu Waladi
Adam untuk selain Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
Misalnya nama : Latta, ‘Uzza, Manath, Isaaf, Naailah, Hubal, Buddha, Syiwa, dan
yang lainnya.
Misalnya nama : Petrus, Pieter, Georgeus, George, Paulus, dan yang semisal.
Menamakan seseorang dengan nama-nama ini merupakan perbuatan mem-bebek
dan tasyabbuh terhadap kuffar.
عن بن عمر قال قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم ومن تشبه بقوم فهو منهم
) وقال (أنت جميلة،عن ابن عمر؛ أن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم غير اسم عاصية.
فقال، أن رجال ً يقال له أصرم كان في النفر الذين أتوا رسول الل ّه صلى الل ّه عليه وسلم: ٍّعن أسامة بن أخدرٍي
"بل أنت زرعة: قال، أنا أصرم: "ما اسمك؟" قال:"رسول الل ّه صلى الل ّه عليه وسلم.
Dari Usamah bin Akhdariy : Bahwasannya seorang laki-laki bernama Ashram (=tandus)
dan ia termasuk salah seorang yang datang menghadap Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wa sallam. Lalu Rasululah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bertanya : “Siapakah
namamu ?”. Ia menjawab : “Ashram”. Maka beliau bersabda : “Gantilah namamu
dengan Zur’ah (=subur)” [HR. Abu Dawud 4954 dan Al-Haakim no. 7729, ; shahih].
لما ولد الحسن سميته حربا فجاء رسول هللا صلى هللا عليه: عن هانئ بن هانئ عن على رضي هللا عنه قال
وسلم فقال أروني ابني ما سميتموه قال قلت حربا قال بل هو حسن فلما ولد الحسين سميته حربا فجاء رسول
هللا صلى هللا عليه وسلم فقال أروني ابني ما سميتموه قال قلت حربا قال بل هو حسين فلما ولد الثالث سميته
حربا فجاء النبي صلى هللا عليه وسلم فقال أروني ابني ما سميتموه قلت حربا قال بل هو محسن قال سميتهم
بأسماء ولد هارون شبر وشبير ومشبر
Dari Haani’ bin Haani’, dari ‘Ali radliyallaahu ‘anhu, ia berkata : Ketika Al-Hasan lahir,
aku member nama Harb. Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam datang dan
bersabda : “Coba bawa kemari cucuku, dan siapakah namanya ?”. Aku berkata : “Harb”.
Beliau bersabda : “Gantilah namanya Hasan”. Ketika Al-Husain lahir, aku pun kembali
menamainya Harb. Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam datang dan
bersabda : “Coba bawa kemari cucuku, dan siapakah namanya ?”. Aku berkata : “Harb”.
Beliau bersabda : “Gantilah namanya Husain”. Ketika anakku yang ketiga lahir, kembali
aku namakan Harb. Kemudian Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam datang dan
bersabda :“Coba bawa kemari cucuku, dan siapakah namanya ?”. Aku berkata : “Harb”.
Beliau bersabda : “Gantilah namanya Muhsin”. Beliau meneruskan : “Sesungguhnya aku
memberi nama mereka dengan nama anak-anak Harun, yaitu Syabbar, Syabiir, dan
Musyabbir” [HR. Ahmad 1/98 no. 769, Haakim no. 4773, Al-Baihaqi 6/166, dan yang
lainnya; hasan].
وغيَّر النبي صلى الل ّه عليه وسلم اسم العاص وعزيز وعتلة وشيطان والحكم وغراب وحباب وشهاب فسماه
وشعب الضاللة، وأرضاً تسمى َع ِف َر َة سماها خضرة، وسمى المضطجع المنبعث،ً وسمى حرباً سلما،ًهشاما
وسمى بني مغوية بني رشدة،الِزنية سماهم بني الرشدة
ِّ وبنو،سماه شعب الهدى.
تركت أسانيدها لالختصار:قال أبو داود.
Allah ta’ala berfirman :
ن
َّ خ ْي ًرا ِم ْن ُه َّ سى أَنْ يَك
َ ُن َ ِسا ٍء َع َ ِن ن ْ اء مٌ ِسَ م َوال ن َ سى أَنْ يَكُو ُنوا
ْ خ ْي ًرا ِم ْن ُه َ ِن َق ْو ٍم َع
ْ َوم مٌ خ ْر ق َ س َ يَا أَيُّ َها الَّذ
ْ َِين آ َم ُنوا ال ي
َِمون
ُ م الظ َّالُ ه َ ب ف َُأولَ ِئ
ُ ك ْ م يَ ُتْ َن لْ مانِ َو َم
َ سوقُ بَ ْع َد اإلي ُ م ا ْل ُفُ االس
ْ ْس
َ ب بِئ ِ ُم َوال تَ َنابَ ُزوا بِاأل ْلقَا
ْ سك َ َوال تَ ْلم ُِزوا أَ ْن ُف
“Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain
(karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-
olok) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain (karena) boleh
jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok)
dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil
dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk
sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang
yang dhalim” [QS. Al-Hujuraat : 11].
رسول هللا
ُ َ َق ِد: قال ) ِ( َوال تَ َنابَ ُزوا بِاأل ْلقَاب - في بنى سلمة- زلت
م َعلي َنا ْ َ فينا ن: عن أبي جبيرة بن الضحاك قال
) ( يَا فُالن: قول
ُ َبي صلى هللا عليه وسلم ي ُ ج َعل ال َّن َ ل إال لَه اس
َ َف، ِمان ٌ ج
ُ وليس ِم َّنا َر
َ صلى هللا عليه وسلم
ِنه
ُ َب م
ُ فَيقولُونَ يا رسول هللا إِنَّ ُه يَغض
Al-Imam An-Nawawiy rahimahullah berkata :
، واألعرج، واألعمى،واألجلح ، سواء كان له صفة؛ كاألعمش،اإلنسان بما يكره ِ واتفق العلماء على تحريم تلقيب
، والزمن، واألقطع، واألثرم، واألشتر، واألفطس، واألزرق،م
ّ واألص، واألحدب، واألصفر، واألشج، واألبرص،واألحول
واتفقوا على جواز ذكره بذلك على جهة التعريف. أو كان صفة ألبيه أو ألمه أو غير ذلك مما يَكره،ل
ّ واألش،والمقعد
.لمن ال يعرفه إال بذلك
عن أنس بن مالك قال كان رسول هللا صلى هللا عليه وسلم أحسن الناس خلقا وكان لي أخ يقال له أبو عمير قال
أحسبه قال كان فطيما قال فكان إذا جاء رسول هللا صلى هللا عليه وسلم فرآه قال أبا عمير ما فعل النغير قال
فكان يلعب به
و انتميت, اكتنيت و ليس لك ولد : و ما هن ? قال: لوال خصال ثالث فيك ! قال, أي رجل أنت: قال عمر لصهيب
فإن رسول هللا, اكتنيت و لم يولد لك: أما قولك: قال. و فيك سرف في الطعام, إلى العرب و أنت من الروم
. و أنت رجل من الروم, انتميت إلى العرب و لست منهم: و أما قولك, وسلم كناني أبا يحيى صلى هللا عليه
فيك سرف: و أما قولك, عرفت نسبي فإني رجل من النمر بن قاسط فسبتني الروم من الموصل بعد إذ أنا غالم
خياركم من أطعم الطعام: عليه وسلم يقول فإني سمعت رسول هللا صلى هللا, في الطعام
‘Umar pernah berkata kepada Shuhaib : “Engkau adalah laki-laki yang sempurna, jika
saja tidak ada tiga hal pada dirimu”. Shuhaib berkata : “Apakah itu ?”. ‘Umar
menjawab : “(1) Engkau memakai kunyah padahal engkau tidak mempunyai anak, (2)
engkau menggolongkan diri ke dalam bangsa ‘Arab padahal engkau orang Romawi, dan
(3) padamu ada kelebihan makanan”. Shuhaib berkata : “Adapun ucapanmu - engkau
memakai kunyah padahal engkau tidak mempunyai anak - , sesungguhnya
Rasulullahshallallaahu ‘alaihi wa sallam memberiku kunyah Abu Yahyaa. Adapun
ucapanmu – engkau menggolongkan diri ke dalam bangsa ‘Arab padahal engkau orang
Romawi - , maka sebenarnya aku laki-laki dari An-Namr bin Qaasith. Lalu orang Rowawi
dari Al-Mushil menawanku, ketika itu aku adalah anak kecil yang telah tahu nasabku.
Adapun ucapanmu – padamu ada kelebihan makanan - , maka aku telah mendengar
Rasulullahshallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sebaik-baik kalian adalah orang
yang memberi makanan” [HR. Ibnu Majah no. 3738, Ahmad 6/16 no. 23971, Al-Haakim
no. 5701, dan yang lainnya – lihat Silsilah Ash-Shahiihah 1/109-111 no. 44].
أن النبي صلى هللا عليه وسلم كنى بل قد صح في البخاري و غيره, لمن لم يكن له ولد, مشروعية االكتناء
و قد هجر. " هذا سنا يا أم خالد, هذا سنا يا أم خالد : طفلة صغيرة حينما كساها ثوبا جميال فقال لها
فقلما تجد من يكتني منهم و لو كان له, منهم هذه السنة العربية اإلسالمية المسلمون السيما األعاجم
و, و البيك, األفندي: مثل , و أقاموا مقام هذه السنة ألقابا مبتدعة ? فكيف من ال ولد له, من األوالد طائفة
يدخل بعضه أو كله في باب التزكية المنهي عنها في أحاديث و نحو ذلك مما, أو األستاذ, ثم السيد, الباشا
فليتنبه لهذا. كثيرة.
“Disyari’atkannya berkunyah bagi orang yang belum memiliki anak. Bahkan telah shahih
dalam kitab Shahih Al-Bukhari dan selainnya bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa
sallam memberi kunyah pada gadis kecil ketika beliau memakaikan baju kepadanya.
Beliau berkata kepada anak itu : “Ini bagus wahai Ummu Khaalid, ini bagus wahai
Ummu Khaalid”. Kaum muslimin, terlebih lagi orang-orang ajam (non-‘Arab) dari
kalangan mereka telah meninggalkan sunnah ‘Arabiyyah Islamiyyah ini. Maka jarang
sekali engkau dapatkan dari mereka yang memakai kunyah walaupun ia memiliki banyak
anak. Lalu bagaimana lagi keadaannya orang yang tidak mempunyai anak ? (tentu lebih
jauh dari ber-kunyah). Mereka menggantikan tempat sunnah ini dengan gelar-gelar
yang mereka ada-adakan seperti Al-Affandi, Al-Beik, Al-Baasyaa, As-Sayyid, Al-Ustadz,
dan yang semisalnya dari gelar-gelar yang sebagian atau seluruhnya masuk dalam
bab tazkiyyah yangdilarang dalam banyak hadits. Maka perhatikanlah ini !!” [Silsilah
Ash-Shahiihah, 1/110-111].
Catatan : Khusus dua gelar – yaitu Al-Ustadz dan As-Sayyid – yang disebutkan Asy-
Syaikh Al-Albani di atas memerlukan perincian. Untuk gelar Al-Ustadz, apabila ini
diberikan kepada yang berhak sebagai satu penghormatan, maka tidak mengapa.
Banyak nukilan dari ulama salaf tentang ini. Misalnya saja Al-Imam Ibnu
Khuzaimahrahimahullah dalam Shahih-nya no. 312 mengatakan :
وفيه قول األستاذ أبي إسحاق االسفرايني الذي قدمناه في الفصول أنه ال يحتج به،
Adapun tentang gelar As-Sayyid, maka akan dibahas pada uraian selanjutnya insya
Allah.
Ber-kunyah dengan Abul-Qaasim
ومن تكنى بكنيتي فال يتسمى باسمي،من تسمى باسمي فال يتكنى بكنيتي
Hadits ini munkar. Hadits ini diriwayatkan oleh Jaabir dan Abu Hurairahradliyallaahu
‘anhuma. Dari jalan Jaabir, maka status riwayatnya adalah munkar.Cacatnya ada
pada Abuz-Zubair, ia seorang mudallis yang meriwayatkan secara‘an’anah. Selain
itu, ia telah menyalahi tiga perawi tsiqah lainnya. Adapun dari Abu Hurairah, maka
ia lemah karena kelemahan Syariik. Ia seorang yang jelek hafalannya (sayyi’ul-
hifdhiy).
ال تجمعوا بين اسمي وكنيتي فإني أنا أبو القاسم هللا: عن أبي هريرة عن النبي صلى هللا عليه وسلم قال
عز وجل يعطي وأنا أقسم
ما الذي أحل اسمي وحرم كنيتي أو ما الذي حرم كنيتي وأحل اسمي
Namun hadits ini adalah dla’if munkar. Cacatnya terletak pada perawi Muhammad
bin ‘Imraan Al-Hajabiy. Tidaklah ia diketahui melainkan dari hadits ini
saja.Nakarah (pengingkaran) akan riwayat ini juga ditegaskan oleh Adz-Dzahabiy
dalamAl-Miizaan 3/673. Di sini ia menyelisihi riwayat Muhammad bin ‘Abdirrahman
Al-Hajabiy. Lihat takhrij Asy-Syaikh Al-Arna’uth dalam Musnad Al-Imam
Ahmad41/490-491.
عن أنس بن مالك رضى هللا تعالى عنه قال كان النبي صلى هللا عليه وسلم في السوق فقال رجل يا أبا
القاسم فالتفت إليه النبي صلى هللا عليه وسلم فقال إنما دعوت هذا فقال النبي صلى هللا عليه وسلم
سموا باسمي وال تكنوا بكنيتي
Dari Anas ia berkata : Pernah Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam berada di pasar.
Tiba-tiba ada seorang laki-laki yang memanggil : ‘Hai, Abul-Qaasim !’.
Nabishallallaahu ‘alaihi wa sallam menoleh kepadanya. Ia pun berkata kepada beliau
: ‘Sesungguhnya aku hanya bermaksud memanggil orang ini’. Maka
Rasulullahshallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : ‘Pakailah namaku, namun jangan
berkunyah dengan kunyahku” [HR. Al-Bukhari no. 2120, 2121; Muslim no. 2131;
Ibnu Majah no. 3737, Al-Baihaqi dalam Al-Kubraa 9/308-309; dan yang lainnya].
Tarjih :
Yang terkuat di sini – wallaahu a’lam – adalah pendapat kedua yang mengatakan
haramnya berkunyah Abul-Qaasim bagi orang yang bernama Muhammad atau Ahmad.
Hal ini didukung oleh hadits :
عن جابر بن عبد هللا أن رجال من األنصار ولد له غالم فأراد أن يسميه محمدا فأتى النبي صلى هللا عليه وسلم
فسأله فقال أحسنت األنصار سموا باسمي وال تكتنوا بكنيتي
Jabir berkata : Lahir anak laki-laki dari seorang Anshar lalu ia beri nama Muhammad.
Maka berkata Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Alangkah bagusnya orang-orang
Anshar. Mereka menamakan dengan namaku dan tidak berkunyah dengan kunyahku.
Hanya saja aku adalah Qaasim (pembagi), aku membagi diantara kalian. Maka berilah
nama dengan namaku dan janganlah berkunyah dengan kunyahku” [HR. Muslim no.
2133].
يا رسول هللا أرأيت إن ولد لي بعدك أسميه محمدا وأكنيه بكنيتك قال نعم قال: عن علي بن أبي طالب أنه قال
فكانت رخصة لي
Dari ‘Ali bin Abi Thaalib ia berkata : “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu jika lahir
seorang anak laki-laki bagiku setelah engkau wafat yang aku namai ia dengan
Muhammad dan aku beri ia kunyah dengan kunyah-mu ?. Beliau menjawab : “Ya,
boleh”. ‘Ali berkata : “Hal itu merupakan rukhshah bagiku”. [HR. Abu Dawud no. 4967,
At-Tirmidzi no. 2843, Al-Baihaqi dalam Al-Kabiir 3/309, Abu Ya’la no. 303, dan yang
lainnya; shahih].
Perkataan ‘Ali : “Hal itu merupakan rukhshah bagiku” mengandung faedah bahwa asal
keharaman bagi apa yang ‘Ali minta ijin dengannya kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wa sallam; yaitu memberi nama Muhammad dan memberikan kunyah Abul-Qaasim
(kunyah beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam) kepada anaknya. Hal ini selaras dengan
hadits : “Janganlah kalian mengumpulkan antara namaku dan kunyahku”.
Ini merupakan pendapat pertengahan di antara pendapat-pendapat yang disebutkan di
atas.
، أنت سيدنا: انطلقت في وفد بني عامر إلى رسول الل ّه صلى الل ّه عليه وسلم فقلنا: قال أبي:مطِرف قال ِّ عن
وال، "قولوا بقولكم أو بعض قولكم: فقال،ً وأفضلنا فضال ً وأعظمنا طَ ْوال:"السيِيِّد الل ّه [تبارك وتعالى]" قلنا
َّ :فقال
"يستجرينكم الشيطان.
Dari Mutharrif, ia berkata : Telah berkata bapakku : Aku dan Bani ‘Aamir pergi
menghadap Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Kami berkata kepada beliau :
“Engkau adalah Sayyid kami”. Maka beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “As-
Sayyid itu hanyalah Allah tabaaraka wa ta’aalaa”. Kami berkata : “Kami hanyalah ingin
mengutamakan dan mengagungkan orang yang memang punya keutamaan”.
Beliaushallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Katakanlah dengan ucapanmu atau
sebagian ucapanmu itu. Namun janganlah sampai kalian jadikan syaithan sebagai
penolongnya”[HR. Al-Bukhari dalam Al-Adabul-Mufrad no. 211; Abu Dawud no. 4806;
Ahmad no. 4/24 16350, 4/25 no. 16359; An-Nasa’iy dalam Al-Kubraa no. 10076; Ibnu
‘Asaakir 4/71; dan Adl-Dliyaa’ no. 444 – shahih].
بعث رسول هللا، هو ابن معاذ، لما نزلت بنو قريظة على حكم سعد:عن أبي سعيد الخدري رضي هللا عنه قال
(قوموا: فلما دنا قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم، فجاء على حمار، وكان قريبا منه،صلى هللا عليه وسلم
)إلى سيدكم
…ففيه داللة على جواز تسمية اإلنسان سيدا كما يجوز أن يسمى عزيزا أو كريما
Kebolehan ini ditambahkan syarat, jika memang orang tersebut layak dan pantas
menerima nama/julukan tersebut. Dilarang memberikan gelar atau memanggil orang
fasiq, penggemar maksiat, atau ahli bid’ah.
( ال تقولوا للمنافق سيد: قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم: عن عبد هللا بن بريدة عن أبيه رضي هللا عنه قال
) ن فإنه إن يك سيدكم فقد أسخطتم ربكم عز وجل
التسمي بأسماء هللا عز وجل يكون على وجهين الوجه األول أن يحلى بال أو يقصد باالسم ما دل عليه من صفة
ففي هذه الحال ال يسمى به غير هللا كما لو سميت أحداً بالعزيز والسيد والحكيم وما أشبه ذلك فإن هذا ال
يسمى به غير هللا ألن أل هذه تدل على لمح األصل وهو المعنى الذي تضمنه هذا االسم وكذلك إذا قصد باالسم
وإن لم يكن محال بال إذا قصد باالسم معنى الصفة فإنه ال يسمى به ولهذا غير النبي صلى هللا وسلم كنية أبي
الحكم التي تكنى بها ألن أصحابه يتحاكمون إليه فقال النبي عليه الصالة والسالم إن هللا هو الحكم وإليه الحكم
ثم كناه بأكبر أبنائه شريح كناه بأبي شريح فدل ذلك على أنه إذا تسمى أحد باسم من أسماء هللا مالحظا بذلك
معنى الصفة التي تضمنها هذا االسم فإنه يمنع ألن هذه التسمية تكون مطابقة تماما ألسماء هللا سبحانه
وتعالى أما الوجه الثاني فهو أن يتسمى باسم غير محال بال وال مقصود وال مقصود به معنى الصفة فهذا ال بأس
به مثل الحكم وحكيم ومن أسماء بعض الصحابة حكيم بن حزام الذي قال له النبي عليه الصالة والسالم ال تبع ما
ليس عندك وهذا دليل على إنه إذا لم يقصد باالسم معنى الصفة فإنه ال بأس به لكن في مثل جبار ال ينبغي أن
يتسمى به وإن كان لم يالحظ الصفة وذلك ألنه قد يؤثر في نفس المسمى فيكون معه جبروت وعلو واستكبار
على الخلق فمثل هذه األشياء التي قد تؤثر على صاحبها ينبغي لإلنسان أن يتجنبها وهللا أعلم.
Begitu juga jika bertujuan untuk menunjukkan sifat, walaupun tidak menggunakan alif
laam. Nama seperti ini tidak boleh diberikan kepada selain Allah. Oleh karena itu
Nabishallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah mengganti kunyah Abul-Hakam karena teman-
temannya selalu meminta putusan hukum kepadanya. Nabi ‘alaihish-shalaatu was-
salaam : “Sesungguhnya Allah adalah Al-Hakam dan hanya Dia-lah yang berhak
enetapkan hukum”. Kemudian beliau shallallaahu ‘alaihi wa
sallam memberinya kunyahdengan nama anaknya yang paling besar yang bernama
Syuraih. Ini menunjukkan apabila seseorang memiliki nama dengan salah satu nama
Allah yang mengandung makna sifat (sengaja disesuaikan dengan sifat, pekerjaan, atau
keadaan), maka hal itu dilarang oleh syari’at. Sebab, dengan begitu ada kesan
mencocok-cocokkan (berusaha menyesuaikan) antara nama dengan penyandaran.
Apa yang dijelaskan oleh Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin tentang kebolehan menggunakan
nama Allah jika tanpa di awali alif dan laam dikuatkan oleh firman Allah ta’ala :
ِيم
ٌ ِين َر ُءوفٌ َرح ْ يص َعلَ ْيك
ُ ُم بِا ْل
َ م ْؤ ِمن ٌ ح ِر
َ ُّم ِ يز َعلَ ْي
ْ ه َما َعنِت ٌ ُم َع ِز ِ ِن أَ ْن ُف
ْ سك ْ ول م
ٌ سُ ُم َر َ لَق َْد
ْ جا َءك
“Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa
olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu,
amat belas kasihan (Rauf) lagi penyayang (Rahiim) terhadap orang-orang mukmin” [QS.
At-Taubah : 128].
Selesai ditulis oleh Abul-Jauzaa’ di Ciomas Permai, Rabi’uts-Tsaniy 1430 – dikumpulkan dari beberapa sumber
(Ibnul-Qayyim, Bakr Abu Zaid, Ahmad Al-‘Isawiy, Ibnu ‘Utsaimin, Salim Asy-Syibliy, Muhammad Khalifah
Ar-Rabbah, dll).
نعوذ باهلل من، ال على جهة الشك، االستثناء في اإليمان: من صفة أهل الحق ممن ذكرنا من أهل العلم
ال يدري أهو ممن يستحق حقيقة، ولكن خوف التزكية ألنفسهم من االستكمال لإليمان، الشك في اإليمان
آمنت باهلل ومالئكته وكتبه: أمؤمن أنت ؟ قال: وذلك أن أهل العلم من أهل الحق إذا سئلوا، اإليمان أم ال
وإنما االستثناء، والمصدق به في قلبه مؤمن، والناطق بهذا، وأشباه هذا، ورسله واليوم اآلخر والجنة والنار
في اإليمان اليدرى أهو ممن يستوجب مانعت هللا عز وجل به المؤمنين من حقيقة اإليمان أم ال؟ هذا طريق
، ال يكون في القول، عندهم أن االستثناء في األعمال، الصحابة رضي هللا عنهم والتابعين لهم بإحسان
والناس عندهم على الظاهر، والتصديق بالقلب ؟ وإنما االستثناء في األعمال الموجبة لحقيقة اإليمان
وبه تجري أحكام ملة اإلسالم، وبه يتناكحون، به يتوارثون، مؤمنون
“Di antara sifat Ahlul-Haq dari para ulama yang telah kami sebutkan adalah bahwa dibolehkan
pengecualian dalam iman tetapi bukan untuk keraguan, na’udzubillah. Akan tetapi ber-
istitsna’(pengecualian) dalam iman tidak lain adalah untuk menghindari, jangan sampai
mengaku dirinya sampai pada puncak kesempurnaan iman, padahal belum tentu apakah ia
sampai kepadanya atau belum. Para ahli ilmu dari ahlul-haq manakala ditanya : ‘Mukminkah
engkau ?’; mereka akan menjawab : ‘Aku beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya, para Rasul, hari akhir, surga, neraka dan sejenisnya’. Orang yang meyakini
ini dan meyakininya dengan hati, maka dia adalah mukmin. Pengecualian dalam iman hanya
boleh disampaikan manakala ia tidak mengetahui apakah ia termasuk ke dalam golongan
orang yang disifati Allah sebagai mukmin yang memiliki hakikat iman yang sebenar-benarnya
atau tidak. Ini adalah jalan yang ditempuh shahabat radliyallaahu ‘anhum dan oleh tabi’in
(yang mengikuti mereka) dengan penuh kebaikan. Mereka berpendapat bahwa istitsna’ bukan
dalam ucapan dan keyakinan dalam hati, tetapi pada amal yang mengantarkan si hamba
kepada hakikat iman. Dan menurut mereka, orang itu pada lahirnya beriman, dengannya
mereka saling mewaris, dan dengannya mereka saling menikah, serta dengannya berlaku-
hukum-hukum Islam” [Asy-Syari’ah oleh Al-Imam Al-Ajurry hal. 102].
[5] Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak sengaja dan tidak mengetahui jika panggilan itu
merupakan yang dibenci oleh orang tersebut.