Anda di halaman 1dari 149

ANALISIS KOHESI DAN KOHERENSI PADA WACANA NASKAH

DRAMA DALAM BUKU TEKS BAHASA INDONESIA SMA KELAS XI

SKRIPSI

oleh

JUHARIN VERANITA

NIM A1B117024

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS JAMBI

2021
ANALISIS KOHESI DAN KOHERENSI PADA WACANA NASKAH

DRAMA DALAM BUKU TEKS BAHASA INDONESIA SMA KELAS XI

SKRIPSI

Diajukan kepada Universitas Jambi

untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan

Program Sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Oleh

Juharin Veranita

NIM A1B117024

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS JAMBI

2021

37
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

Janganlah kamu bersikap lemah dan janganlah pula kamu bersedih hati, padahal

kamulah orang-orang yang paling tinggi derajadnya jika kamu beriman.

(QS Al Imran Ayat 139)

Jangan berhenti berupaya ketika menemui kegagalan, karena kegagalan adalah

cara Tuhan mengajarkan kita tentang arti kesungguhan untuk menuju

keberhasilan, dan kebahagiaan tidak akan berwarna jika kita tidak menyertakan

orang disekitar kita.

Bingkisan kecil ini kupersembahkan untuk ayahanda tercinta Ombak Trisulo, ibunda
tercinta Narni, Nenekku Suparti serta adikku satu-satunya Jeni Oktaveni. Terima kasih
sudah berjuang keras mengantarku untuk meraih ilmu dan selalu memberikan dukungan
untuku dimasa sulitku. Cinta kasih darimu menjadikanku kuat untuk terus melanjutkan
lagkahku menyelesaikan pendidikanku. Semoga bingkisan kecil ini dapat menggantikan
sepercikan kecil dari pengorbanan dan ketulusan kalian dalam menuntunku meraih masa
depan untuk menuju sebuah kebahagiaan kita bersama
ABSTRAK

Veranita, Juharin, 2020. Analisis Kohesi dan Koherensi pada Wacana Naskah
Drama dalam Buku Teks Bahasa Indonesia SMA Kelas XI : Skripsi,
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, FKIP Universitas Jambi,
Pembimbing (I) Drs. Imam Suwardi Wibowo, M.Pd., (II) Drs. Agus
Setyonegoro, M.Pd.
Kata kunci: kohesi, koherensi, naskah drama.
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan jenis-jenis sarana kohesi dan koherensi
naskah drama “Panembahan Reso” karya W.S. Rendra dan “Mahkamah” karya
Asrul Sani yang terdapat dalam buku teks bahasa Indonesia SMA kelas XI.
Penelitian ini bermanfaat untuk keperluan pengetahuan bahasa terutama mengenai
sarana kohesi dan koherensi.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Hal yang dideskripsikan
adalah sarana kohesi dan koherensi naskah drama “Panembahan Reso” karya
W.S. Rendra dan “Mahkamah” karya Asrul Sani dalam buku teks bahasa
Indonesia SMA kelas XI. Data penelitian ini berupa kata-kata dan kalimat bentuk
dialog. Sumber data dalam penelitian ini adalah naskah drama naskah drama
“Panembahan Reso” karya W.S. Rendra dan “Mahkamah” karya Asrul Sani.
Teknik yang digunakan yaitu teknik simak dan catat. Data yang dianalisis diuji
keabsahan datanya.
Hasil penelitian ditemukan 3 jenis sarana kohesi pada naskah drama “Panembahan
Reso” karya W.S Rendra yaitu: pada kohesi gramatikal ditemukan (1) pronomina
dan (2) konjungsi. Sedangkan pada kohesi leksikal ditemukan (1) repetisi, dan (2)
sinonimi. Kemudian ditemukan delapan sarana koherensi yaitu (1) hubungan
sebab-akibat, (2) hubungan sarana-hasil, (3) hubungan alasan-sebab, (4) hubungan
sarana-tujuan, (5) hubungan latar-kesimpulan, (6) hubungan kelonggaran-hasil,
(7) hubungan syarat-hasil, dan (8) hubungan waktu.
Kemudian hasil penelitian yang dilakukan peneliti, pada naskah drama
“Mahkamah” karya Asrul Sani ditemukan 4 jenis sarana kohesi, yaitu pada kohesi
gramatikal (1) pronomina, (2) subtitusi, dan (3) konjungsi. Sedangkan pada kohesi
leksikal yaitu (1) repetisi, (2) sinonimi, dan (3) antonimi. Sarana koherensi
ditemukan tujuh jenis sarana koherensi yaitu (1) hubungan sebab-akibat (2)
hubungan alasan-sebab (3) hubungan sarana-tujuan (4) hubungan kelonggaran-
hasil (5) hubungan syarat-hasil (6) hubungan perbandingan (7) hubungan waktu.
Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa pada naskah drama
“Panembahan Reso” karya W.S Rendra dan “Mahkamah” karya Asrul Sani dalam
buku teks bahasa Indonesia SMA kelas XI terdapat sarana kohesi dan koherensi.
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala rahmat dan karunia-Nya

yang telah diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi dengan

judul “Analisis Kohesi dan Koherensi pada Wacana Naskah Drama dalam Buku

Teks Bahasa Indonesia SMA Kelas XI”. Skripsi ini sebagai salah satu persyaratan

untuk menyelesaikan studi S1 pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra

Indonesia, FKIP, Universitas Jambi.

Penulisan skripsi ini tidak mungkin berhasil tanpa bantuan dari berbagai

pihak. Untuk itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak Drs. Imam

Suwardi Wibowo, M.Pd. sebagai pembimbing I sekaligus dosen pembimbing

akademik atas nasihat dan bimbingan selama penulis menjalani kuliah di Program

Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Ucapan terima kasih juga penulis

sampaikan kepada Bapak Drs. Agus Setyonegoro, M.Pd. sebagai pembimbing II

atas ilmu, arahan, solusi dan waktu yang diberikan dengan ikhlas sehingga penulis

dapat menyelesaikanskripsi ini.

Selain itu, penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Bapak Dr.

Aripudin, M.Hum., Bapak Dr. Rustam, M.Hum., dan Bapak Priyanto, S.Pd.,

M.Pd. selaku dewan penguji yang telah memberikan kritik dan saran demi

kesempurnaan skripsi ini. Penulis ucapkan terima kasih kepada semua dosen di

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah banyak

memberikan bekal ilmu yang sangat berarti yang akan selalu diingat penulis ke

masa yang akan datang.

Penulis bersyukur mendapatkan kedua orangtua, Ayahanda Ombak Trisulo

dan Ibunda Narni, yang sangat meyayangi dan mencintai keluarganya, yang selalu
melimpahkan kasih sayangnya, dan bantuan moril maupun materil yang tiada

ternilai harganya. Kepada adikku satu-satunya yang sangat penulis sayangi, Jeni

Oktaveni dan nenekku Suparti.

Terima kasih penulis sampaikan kepada sahabatku Leli Ningsih, Fitria

Anisa Zahra, Elvina Agustina, Hafizah Wiranti, Delvia Azizah, Devi Ulfa

Ningsih, Ariana Ulfa, Dinda Yulia Safira, Nawang Wulan Sari, Rizky Mutia Rei,

serta teman-teman seangkatan Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

angkatan 2017 yang selalu memberi semangat kepada penulis untuk

menyelesaikan skripsi ini.

Akhirnya, kesempurnaan hanya milik Allah SWT dan manusia

diamanahkan untuk selalu melalukan ikhtiar untuk memantapkan langkah menuju

karya yang baik. Terima kasih.

Jambi,

Desember 2021

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ....................................................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN ............................................................................... v
ABSTRAK ......................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ....................................................................................... vii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ x
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah .................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................... 3

1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................ 4

1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................................... 4

BAB II KAJIAN TEORETIK

2.1 Naskah Drama .................................................................................................. 6

2.2 Analisis Wacana ............................................................................................... 7

2.2.1 Analisis Wacana dengan Pendekatan Formal .............................................. 8

2.2.2 Wacana ......................................................................................................... 9

2.2.3 Jenis Wacana ............................................................................................... 11

2.2.4 Syarat Wacana ............................................................................................. 13

2.2.5 Teks dan Konteks ........................................................................................ 14

2.3 Kohesi ........................................................................................................... 15

2.3.1.Kohesi Gramatikal ...................................................................................... 17

2.3.2 Kohesi Leksikal ........................................................................................... 25


2.4 Koherensi ....................................................................................................... 28

2.5 Penelitian yang Relevan ................................................................................. 33

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian ............................................................................................... 37

3.2.Sumber Data dan Data ................................................................................... 38

3.3 Teknik Pengumpulan Data ............................................................................. 39

3.4 Uji Validitas Data ........................................................................................... 39

3.5 Teknik Analisis Data ...................................................................................... 40

3.6 Prosedur Penelitian......................................................................................... 42

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Hasil Penelitian Secara Umum ..................................................... 43

4.1.1 Sarana Kohesi Gramatikal Naskah Drama “Panembahan Reso” ................ 43

4.1.2 Sarana Kohesi Leksikal Naskah Drama “Panembahan Reso” ................... 54

4.1.3 Sarana Koherensi Naskah Drama “Panembahan Reso” ............................. 55

4.1.4 Sarana Kohesi Gramatikal Naskah Drama “Mahkamah” ........................... 62

4.1.5 Sarana Kohesi Leksikal Naskah Drama“Mahkamah” ................................ 74

4.1.6 Sarana Koherensi Naskah Drama “Mahkamah” ......................................... 78

4.2 Pembahasan .................................................................................................... 85

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

5.1 Simpulan ........................................................................................................ 91

5.2 Implikasi ......................................................................................................... 91

5.3 Saran ............................................................................................................... 92

DAFTAR RUJUKAN ....................................................................................... 93


LAMPIRAN ........................................................................................................ 95
RIWAYAT HIDUP .......................................................................................... 152
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Naskah drama “Panembahan Reso” karya W.S. Rendra.................................... 95

2. Naskah drama “Mahkamah” karya Asrul Sani” ................................................. 98

3. Korpus data naskah drama “Panembahan Reso” karya W.S Rendra ................ 105
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan kita. Salah satunya

bahasa digunakan sebagai sarana komunikasi yang penting dalam kehidupan

sehari-hari. Secara garis besar sarana komunikasi ada dua, yaitu verbal dan

nonverbal. Verbal juga dibedakan menjadi dua macam, yaitu sarana komunikasi

yang berupa bahasa lisan dan sarana komunikasi yang berupa bahasa tulis

(Sumarlam, 2009:1).

Dalam realita pemakaian, bahasa selalu terwujud sebagai wacana. Hal itu

sesuai dengan pengertian wacana yang dikemukakan oleh Tarigan. Menurut

Tarigan (2009:26) wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi

atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi tinggi, yang

berkesinambungan, memiliki awal dan akhir, dan yang secara nyata disampaikan

secara lisan maupun tulisan.

Selanjutnya, (Rani dkk, 2015:3) merumuskan bahwa wacana merupakan

satuan bahasa di atas tataran kalimat yang digunakan untuk berkomunikasi dalam

konteks sosial. Wacana dapat berupa rangkaian kalimat atau ujaran, bentuk lisan

atau tulisan, serta dapat bersifat transaksional ataupun interaksional. Dalam

peristiwa komunikasi secara lisan, dapat dilihat bahwa wacana sebagai proses

komunikasi secara lisan, dapat dilihat bahwa wacana sebagai proses komunikasi

antara penyapa dan pesapa, sedangkan dalam komunikasi secara tulisan, wacana

merupakan hasil pengungkapan ide atau gagasan penyapa.


Wacana yang utuh adalah wacana yang lengkap, yaitu mengandung aspek-

aspek yang terpadu dan menyatu. Aspek-aspek yang di maksud antara lain kohesi,

koherensi, aspek leksikal, dan aspek gramatikal. Sebuah wacana terdiri dari dua

bagian yaitu bentuk dan makna. Kepaduan makna dan kerapian bentuk merupakan

faktor penting untuk menentukan tingkat keterbacaan dan keterpahaman wacana.

Sebuah wacana dapat dikatakan baik apabila hubungan antarkalimatnya kohesif

dan koheren. Maka dari itu dibutuhkan penanda koherensi untuk mencapai

kekohesifan yang mantap sehingga wacana tersebut dapat dikatakan wacana yang

utuh karena terdapat kohesi dan koherensi yang lengkap.

Selanjutnya, naskah merupakan hasil proses penurunan dari teks aslinya

(yang mungkin hanya berupa gagasan, ide, atau kerangka). Proses penurunan teks

ini mungkin berjalan turun-temurun yang disebut tradisi. Naskah drama

merupakan gabungan dari wacana dialog yang terbentuk tulis dan wacana naratif.

Wacana dialog yaitu jenis wacana yang dituturkan oleh dua orang atau lebih,

sedangkan wacana naratif yaitu bentuk wacana yang dipergunakan untuk

menceritakan suatu kisah.

Peneliti tertarik untuk menganalisis naskah drama karena naskah drama

berbeda dari dibandingkan puisi/prosa. Justru perbedaan tersebut mendorong

peneliti mengkaji piranti kohesi dan koherensi yang terdapat dalamnaskah drama

Pnembahan Reso karya “W.S. Rendra dan “Mahkamah” karya Asrul Sani. Naskah

drama apabila dibandingkan dengan karya sastra lainya seperti cerpen, puisi,

novel atau yang lainya, ia memiliki spesifikasi tersendiri, yakni ada dialog yang

disampaikan oleh tokoh-tokohnya sebagai perwujudan komunikasi dalam

menyampaikan gagasan dan pesan yang terkandunng pada naskah drama tersebut.
Kohesi dan koherensi dalam naskah drama Panembahan Reso karya W.S.

Rendra dan Mahkamah karya Asrul Sani dalam buku teks bahasa Indonesia SMA

kelas XI layak diteliti agar dapat ditemukan variasi penggunaan aspek kohesi dan

koherensi, yang berfungsi sebagai alat penghubung antarkalimat yang satu dengan

yang lain yang membentuk keterkaitan. Dengan demikian informasi atau hal-hal

yang ingin diungkapkan oleh penulis dapat dimengerti dengan mudah oleh

pembaca yang membaca naskah drama tersebut. Kohesi dan koherensi merupakan

bagian yang mutlak yang harus ada dalam suatu tulisan, karena kohesi dan

koherensi ini akan mencerminkan isi dari tulisan yang akan dibaca oleh pembaca.

Kohesi dan koherensi dapat pula menjadikan tulisan yang dibaca bermakna atau

memiliki ide atau informasi yang ingin disampaikan penulis kepada pembaca.

Adanya dugaan bahwa terdapatnya aspek kohesi dan koherensi dalam

naskah drama Panembahan Reso karya W.S. Rendra dan Mahkamah karya Asrul

Sani dalam buku teks bahasa Indonesia SMA kelas XI, maka penelitian ini perlu

dilakukan untuk melihat penggunaan aspek kohesi dan koherensi apa saja yang

terdapat pada naskah drama Panembahan Reso karya W.S. Rendra dan

Mahkamah karya Asrul Sani dalam buku teks bahasa Indonesia SMA kelas XI.

Berdasarkan penjelasan tersebut maka penulis tertarik untuk mengadakan

analisis dalam judul: Analisis Kohesi dan Koherensi pada Wacana Naskah Drama

dalam Buku Teks Bahasa Indonesia SMA Kelas XI.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, rumusan masalah yang

diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.


1) Apa sajakah sarana kohesi pada naskah drama dalam buku teks bahasa

Indonesia SMA kelas XI?

2) Apa sajakah sarana koherensi pada naskah drama dalam buku teks

bahasa Indonesia SMA kelas XI?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, penulis mengemukakan tujuan

penelitian sebagai berikut.

1) Mendeskripsikan jenis-jenis sarana kohesi pada naskah drama dalam

buku teks bahasa Indonesia SMA kelas XI.

2) Mendeskripsikan kekoherensian pada naskah drama dalam buku teks

bahasa Indonesia SMA kelas XI.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoretis

Penelitian ini secara teoretis bermanfaat untuk kegiatan belajar mengajar,

khususnya jenis-jenis sarana kohesi dan koherensi yang terdapat dalam naskah

drama Panembahan Reso karya W.S. Rendra dan Mahkamah karya Asrul Sani

dalam buku teks bahasa Indonesia SMA kelas XI.

1.4.2 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada pembaca tentang

jenis-jenis sarana kohesi dan koherensi yang terdapat dalam buku teks bahasa

Indonesia SMA kelas XI. Selain itu hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai

bahan acuan bagi mahasiswa dalam melakukan penelitian selanjutnya, khususnya

tentang penelitian kohesi dan koherensi. Kemudian hasil penelitian dapat


memberikan masukan bagi mahasiswa khususnya Program Studi Pendidikan

Bahasa dan Sastra Indonesia untuk mengembangkan keterampilanya dalam mata

kuliah wacana.
BAB II

KAJIAN TEORETIK

2.1. Naskah Drama

Naskah merupakan hasil proses penurunan dari teks aslinya (yang

mungkin hanya berupa gagasan, ide, atau kerangka). Proses penurunan teks ini

mungkin berjalan turun-temurun yang disebut tradisi. Naskah drama adalah

barang barang cetak atau naskah tertulis yang berbentuk dialog, menggambarkan

watak seseorang dalam kehidupan, memiliki kesatuan dan berfungsi sebagai

naskah sastra (untuk dibaca) maupun sebagai naskah untuk dipentaskan.

Selanjutnya, naskah drama merupakan gabungan dari wacana dialog yang

terbentuk tulis dan wacana naratif. Wacana dialog yaitu jenis wacana yang

dituturkan oleh dua orang atau lebih, sedangkan wacana naratif yaitu bentuk

wacana yang dipergunakan untuk menceritakan suatu kisah.

Drama merupakan salah satu gender karya sastra yang secara etimologi

berasal dari bahasa Yunani ”dran” yang berarti berbuat. Orang Yunani menyebut

kata drama “draomai” berarti perbuatan meniru. Secara sederhana, makna dapat

berupa peran. Drama merupakan mimetik, yaitu peran dalam peniruan atau

representasi tentang perilaku kemanusiaan. Drama tidak hanya sekadar bentuk

sastra, tetapi dalam drama yang terpenting adalah penggarisbawahan peran.

Perwujudan drama adalah kehadiran unsur-unsur yang terletak di luar jangkauan

kata-kata dan harus dilihat sebagai peran. Dengan demikian, dapatlah ditegaskan

bahwa drama merupakan karya tulis sastra (lakon) yang dapat dipentaskan, berisi

dialog dan perbuatan dalam suatu situasi tertentu (Emzir dan Saiful, 2015:262).
2.2 Analisis Wacana

Disiplin ilmu yang mempelajari wacana disebut dengan analisis wacana.

Menurut Soenjono Dardjowidjojo (Mulyana, 2005:1) analisis wacana merupakan

kajian yang meneliti bahasa baik dalam bentuk lisan maupun tulis. Kajian wacana

berkaitan dengan pemahaman tentang tindakan manusia yang dilakukan dengan

bahasa (verbal) dan bukan bahasa (nonverbal). Hal ini menunjukan bahwa untuk

memahami wacana dengan baik dan tepat, diperlukan bekal pengetahuan

kebahasaan, dan bukan kebahasaan (umum).

Analisis wacana sebagai sebuah kajian bahasa yang berusaha

mengiterpretasi makna sebuah ujaran atau tulisan tidak dapat dilepaskan dari

konteks yang melatarinya, baik konteks linguistik maupun konteks etnografinya.

Konteks linguistik dimaksudkan sebagai rangkaian kata yang mendahului atau

yang mengikuti satuan bahasa tertentu, sedangkan konteks etnografi dimaksudkan

sebagai serangkaian ciri faktor etnografi yang melingkupinya, misalnya faktor

budaya, tradisi, dan kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat pemakai bahasa

yang bersangkutan (Nurlaksana, 2015:1).

Selanjutnya, analisis wacana merupakan suatu kajian yang meneliti dan

menganalisis bahasa yang digunakan secara alamiah, baik dalam bentuk lisan

maupun tulisan, penggunaaan bahasa secara alamiah tersebut dimaksudkan

sebagai penggunaan bahasa yang terjadi dalam peristiwa komunikasi sehari-hari

secara nyata. Analisis wacana menekankan kajian pada penggunaan bahasa dalam

konteks sosial, khususnya dalam interaksi antar penutur yang terjadi di

masyarakat pemakai bahasa (Nurlaksana, 2015:4).


Sejalan dengan pendapat tersebut, Wahab (Nurlaksana, 2015:5)

mengemukakan bahwa analisis wacana adalah analisis bahasa dalam penggunaan

yang sebenarnya. Oleh karena itu, analisis wacana tidak dapat dibatasi hanya pada

deskripsi bentuk-bentuk lingustik yang terpisah dari tujuan dan fungsi bahasa

dalam proses interaksi antar manusia. Jika para linguis formal memusatkan

perhatian pada ciri-ciri formal dari suatu bahasa, para analis wacana berusaha

mencari jawaban atas pertanyaan “untuk apa bahasa digunakan oleh manusia”.

2.2.1 Analisis Wacana dengan Pendekatan Formal

Analisis wacana dengan pendekatan formal menekankan analisisnya pada

struktur wacana. Struktur wacana berkenaan dengan dua hal, yaitu (1) bagian-

bagian atau unsur langsung pembentuk wacana dan (II) hubungan bagian-bagian

wacana. Setiap wacana terdiri atas bagian-bagian dan setiap bagian masih bisa

dirinco menjadi bagian yang lebih kecil. Nama bagian-bagian itu berbeda-beda

tergantung dari jenis wacananya.

Untuk menciptakan keutuhan, bagian-bagian wacana harus saling

berhubungan. Sejalan dengan pandangan bahwa bahasa itu terdiri atas bentuk dan

makna, hubungan antar bagian wacana dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu

hubungan bentuk yang disebut kohesi dan hubungan makna yang disebut

koherensi. Kohesi disebut pula perpautan dan koherensi dinamai pula perpaduan.

Berdasarkan perwujudanya, Halliday dan Hasan membedakan dua jenis

kohesi, yaitu (i) kohesi gramatikal dan (ii) kohesi leksikal. Kohesi gramatkal

adalah keterkaitan gramatikal bagian-bagian wacana. Kohesi leksikal adalah


keterkaitan leksikal bagian-bagian wacana.kohesi gramatikal kemudian dapat

dirinci lebih lanjut menjadi penunjukkan, pergantian, pelesapan, dan perangkaian.

2.2.2 Wacana

Asal mula istilah wacana berasal dari bahasa Sangsekerta, yaitu

wac/wak/vac yang berarti berkata atau berucap. Bila dilihat dari jenisnya, kata

wac dalam lingkup morfologi bahasa Sanskerta, termasuk kata kerja golongan III

parasmaepada(m) yang bersifat aktif, yaitu „melakukan tindakan ujar‟. Kata

tersebut kemudian mengalami perubahan menjadi wacana. Bentuk ana yang

muncul di belakang adalah sufiks (akhiran), yang bermakna „mmbedakan‟

(nominalisasi). Jadi, kata wacana dapat diartikan sebagai „perkataan‟ atau

„tuturan‟.

Wacana merupakan salah satu kajian dalam ilmu lingusitik yang

ditetapkan dalam satu kajian tersendiri, yaitu analisis wacana. Tarigan

(Nurlaksana, 2015:3) menyatakan bahwa wacana merupakan satuan bahasa yang

terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan dengan

koherensi dan kohesi. Wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi

atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi tinggi, yang

berkesinambungan, memiliki awal dan akhir, dan yang secara nyata disampaikan

secara lisan maupun tulisan.

Rani dkk (Nurlaksana, 2015:3) berpendapat bahwa wacana merupakan

satuan bahasa di atas tataran kalimat yang digunakan untuk berkomunikasi dalam

konteks sosial. Wacana dapat berupa rangkaian kalimat atau ujaran, bentuk lisan

atau tulisan, serta dapat bersifat transaksional ataupun interaksional. Dalam


peristiwa komunikasi secara lisan, dapat dilihat bahwa wacana sebagai proses

komunikasi secara lisan, dapat dilihat bahwa wacana sebagai proses komunikasi

antara penyapa dan pesapa, sedangkan dalam komunikasi secara tulisan, wacana

merupakan hasil pengungkapan ide atau gagasan penyapa.

Selanjutnya, Kridalaksana (Nurlaksana, 2015:2) mengemukakan wacana

(discouse) adalah satuan bahasa terlengkap; dalam hirarki gramatikal merupakan

satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Wacana direalisasikan dalam bentuk

karangan yang utuh (novel, buku, seri ensiklopedis, dan sebagainya), paragraf,

kalimat, atau kata yang membawa amanat lengkap. Dalam pandangan ini tampak

bahwa hal utama yang menjadi pertimbangan dalam batasan wacana adalah

kelengkapan muatan amanat yang dikandung oleh satuan bahasa tertentu, baik

berupa karangan lengkap, paragraf, kalimat, maupun kata.

Istilah wacana juga merupakan terjemahan dari bahasa Inggris , yaitu

discourse. Kata tersebut berasal dari bahasa latin, yaitu discursus yang berarti

„lari ke sana-ke mari‟ atau „lari bolak-balik‟. Dalam kamus webster, istilah

tersebut diperluas menjadi (1) komunikasi kata-kata, (2) ekspresi gagasan-

gagasan, dan (3) risalah tulis berupa ceramah, pidato, dan lain sebagainya. Dari

ketiga makna tersebut, dapat disimpulkan bahwa istilah wacana berhubungan

dengan kata-kata, komunikasi, dan ungkapan baik secara lisan dan tulis Webster

(Tarigan, 2009:22).

Dari pendapat-pendapat tersebut dapat dirumuskan bahwa wacana adalah

satuan bahasa terbesar di atas kalimat yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut.
a) Satuan gramatikal

b) Satuan terbesar, tertinggi, atau terlengkap

c) Memiliki hubungan proposisi

d) Memiliki hubungan kontinuitas, berkesinambungan

e) Memiliki hubungan kohesi dan koherensi

f) Medium dapat lisan maupun tulis

g) Sesuai dengan konteks

Dengan demikian, dapat ditemukan bahwa wacana adalah satuan bahasa

lisan maupun tulis yang memiliki keterkaitan atau kesinambungan antarbagian

(kohesi), keterpaduan (koherensi), dan bermakna yang digunakan untuk

berkomunikasi dalam konteks sosial. Berdasarkan pengertian tersebut, persyaratan

terbentuknya wacana adalah penggunaan bahasa dapat berupa rangkaian kalimat

atau rangkaian ujaran (meskipun wacana dapat berupa satu kalimat atau ujaran).

Wacana yang berupa rangkaian kalimat atau ujaran harus mempertimbanagkan

prisip-prinsip keutuhan dan kepaduan.

2.2.3 Jenis Wacana

Terdapat beberapa sudut pandang yang dapat digunakan orang untuk

mengklasifikasikan jenis-jenis wacana. Melalui sudut pandang tersebut, wacana

dapat diklasifikasikan sebagai berikut: (1) berdasarkan tertulis atau tidaknya

wacana (2) berdasarkan langsung atau tidaknya wacana (3) berdasarkan cara

penuturan wacana (Tarigan, 2009:48).

a) Wacana tulis adalah wacana yang disampaikan secara tertulis, melalui media

tulis. Untuk menerima, memahami, atau menikmatinya maka para penerima


harus membacanya. Berbicara mengenai wacana tulis, ada orang mengaitkanya

dengan written text yang mengimplikasikan non-interactive monolog atau

monolog yang tidak interaktif, yaitu monolog yang tidak saling mempengaruhi.

Hal ini dapat kita pahami karena apa yang disebut monolog (bicara sendiri) itu

memang selalu bersifat satu arah saja.

b) Wacana lisan atau adalah wacana yang disampaikan secara lisan, melalui

media lisan. Untuk menerima, memahami, atau menikmati wacana lisan ini

maka para penerima harus menyimak atau mendengarkanya. Dengan kata lain,

penerima adalah penyimak. Wacana lisan ini, sering pula dikaitkan dengan

interactive discourse atau wacana interaktif. Wacana lisan ini sangat produktif

dalam sastra lisan seluruh tanah air kita ini; juga dalam saran-saran televisi,

radio, khotbah, ceramah, pidato, kuliah, deklamasi, dan sebagainya.

c) Wacana langsung adalah kutipan wacana yang sebenarnya dibatasi oleh

intonasi atau pungtuasi.

d) Wacana tidak langsung adalah pengungkapan kembali wacana tanpa mengutip

harfiah kata-kata yang dipakai oleh pembicara dengan mempergunakan

konstruksi gramatikal atau kata tertentu, antara lain dengan klausa subordinatif,

kata bahwa, dan sebagainya.

e) Wacana pembeberan adalah wacana yang tidak mementingkan waktu dan

penutur, berorientasi pada pokok pembicaraan, dan bagian lainya diikat secara

logis.

f) Wacana puisi adalah wacana yang disampaikan dalam bentuk puisi, baik secara

tertulis ataupun lisan.


g) Wacana drama adalah wacana yang disampaikan dalam bentuk drama, dalam

bentuk dialog, baik secara tertulis maupun secara lisan.

2.2.4 Syarat Wacana

Untuk membentuk sebuah wacana yang utuh ada sejumlah syarat. Syarat

pertama adalah topik, kedua adanya tuturan pengungkap topik, dan ketiga adanya

kohesi dan koherensi.

a) Topik

Topik merupakan hal yang di bicarakan dalam sebuah wacana. Topik dapat

dinyatakan dengan redaksi, “tentang apa seseorang berbicara?”, “apa yang

dikatakan seseorang?”, “apa yang mereka percakapkan?”, dan sebagainya. Hal

ini berarti topik menjiwai seluruh bagian wacana. Topiklah yang menyebabkan

lahirnya wacana dan berfungsinya wacana dalam proses komunikasi.

b) Tuturan pengungkap topik

Syarat wacana yang kedua adalah tuturan pengungkap topik. Perlu dijabarkan

sehingga makna yang disusun dari beberapa kalimat menjadi utuh karena

wujud konkret tuturan itu adalah hubungan paragraf dengan paragraf yang lain

yang membentuk teks. Teks yang dimaksud di dalam wacana tidak selalu

berupa tuturan tulis, tetapi juga berupa tuturan lisan. Karena itu, di dalam

kajian wacana terdapat teks dan teks lisan.

c) Kohesi dan koherensi

Pada umumnya wacana yang baik adalah memiliki kohesi dan koherensi.

Kohesi dan koherensi adalah syarat wacana yang ketiga. Kohesi adalah

keserasian hubungan antara unsur yang satu dengan unsur yang lain dalam

wacana sehingga terciptalah pengertian yang baik dan koheren. Kohesi


merujuk pada pertautan bentuk, sedangkan koherensi merujuk pada pertautan

makna. Wacana yang baik pada umumnya memiliki keduanya. Kalimat atau

frasa yang satu dengan yang lainya bertautan; pengertian yang satu

menyambung dengan pengertian lain.

Kohesi merupakan aspek formal bahasa dalam wacana (hubungan yang tampak

pada bentuk). Kohesi merupakan organisasi sintaksis dan merupakan tempat

kalimat-kalimat yang disusun secara padu dan padat untuk menghasilkan

tuturan (Tarigan, 2009:93). Selanjutnya, koherensi (perpaduan yang baik dan

kompak) adalah hubungan timbal balik yang baik dan jelas antara unsur-unsur

(kata atau kelompok kata) yang membentuk kalimat itu bagaimana hubungan

antar subjek dan predikat, hubungan antara predikat dan objek serta

keterangan-keterangan lain unsur pokok tadi.

2.2.5 Teks dan Konteks

Banyak orang mempertukarkan istilah „teks‟ dan „wacana‟. Sebenarnya,

istilah teks lebih dekat pemaknaanya dengan bahasa tulis , dan wacana pada

bahasa lisan. Dalam tradisi tulis, teks bersifat „monolog noninteraksi‟, dan wacana

lisan bersifat „dialog interaktif‟. Dalam konteks ini, teks dapat disamakan dengan

naskah, yaitu semacam bahan tulisan yang berisi materi tertentu, seperti naskah

materi kuliah, pidato, atau lainya. Jadi, perbedaan kedua istilah itu semata-mata

terletak pada segi (jalur) pemakaianya saja. Namun demikian, atas dasar

perbedaan penekanan itu pula kemudian muncul dua tradisi pemahaman di bidang

linguistik, yaitu „analisis linguistik teks‟ dan „analisis wacana‟. Analisis linguistik

teks langsung mengandalkan objek kajianya berupa bentuk formal bahasa, yaitu
kosa kata dan kalimat. Sedangkan analisis wacana mengharuskan disertakanya

analisis tentang konteks terjadinya suatu tuturan (Mulyana, 2005:9).

Sebenarnya, teks adalah esensi wujud bahasa. Dengan kata lain, teks

direalisasi (diucapkan) dalam bentuk „wacana‟. Mengenai hal ini teks lebih

bersifat konseptual. Dari sinilah kemudian berkembang pemahaman mengenai

teks lisan dan teks tulis, istilah-istilah yang sama persis dengan wacana lisan dan

wacana tulis.

Berkaitan dengan teks, didapati pula istilah konteks, yaitu teks yang

bersifat sejajar, koordinatif, dan memiliki hubungan dengan teks lainya, teks yang

satu memiliki hubungan dengan teks lainya. Teks tersebut bisa berada di depan

(mendahului) atau di belakang (mengiringi). Keberadaan konteks dalam suatu

struktur wacana menunjukkan bahwa teks tersebut memiliki struktur yang saling

berkaitan satu dengan yang lain. Gejala inilah yang menyebabkan suatu wacana

menjadi utuh dan lengkap. Konteks, dengan demikian, berfungsi sebagai alat

bantu memahami dan menganalisis wacana (Mulyana, 2005:10).

2.3 Kohesi

Kohesi merupakan suatu unsur pembentuk keutuhan teks dalam sebuah

wacana. Djajasudarma (Nurlaksana, 2015:39) mengemukakan bahwa kohesi

adalah keserasian hubungan antara unsur yang satu dan unsur yang lain dalam

sebuah wacana sehingga tercipta sutau keutuhan makna. Kohesi wacana mengacu

pada keserasian hubungan dari segi bentuk yang tampak secara konkret dalam

wacana. Selanjutnya, kohesi adalah hubungan antarbagian dalam teks yang

ditandai oleh penggunaan unsur bahasa tertentu. Unsur pembentuk teks itulah
yang membedakan sebuah rangkaian kalimat sebagai teks atau bukan teks

(Nurlaksana, 2015: 39).

Konsep kohesi pada dasarnya mengacu kepada hubungan bentuk.

Artinya, unsur-unsur wacana (kata atau kalimat) yang digunakan untuk menyusun

suatu wacana memiliki keterkatan secara padu dan utuh. Dengan kata lain, kohesi

termasuk dalam aspek internal struktur wacana. Sehubungan dengan hal tersebut,

Tarigan (Mulyana, 2005:26) mengemukakan bahwa penelitian terhadap unsur

kohesi menjadi bagian dari kajian aspek formal bahasa. Oleh karenanya,

organisasi dan struktur kewacanaanya juga berkonsentrasi dan bersifat sintaktik-

gramatikal.

Untuk dapat memahami wacana dengan baik, diperlukan pengetahuan

dan penguasaan kohesi yang baik pula, yang tidak saja bergantung pada

pengetahuan tentang kaidah-kaidah bahasa, tetapi juga kepada pengetahuan

tentang realitas, dan pengetahuan tentang proses penalaran yang disebut

penyimpulan sintaktik. Dapat dikatakan bahwa suatu teks atau wacana benar-

benar bersifat kohesif apabila terdapat kesesuaian secara bentuk bahasa terhadap

ko-teks (situasi dalam bahasa) dan konteks (situasi di luar bahasa). Dengan kata

lain, ketidaksesuaian bentuk bahasa dengan ko-teks dan konteks akan

menghasilkan teks yang tidak kohesif (Nurlaksana, 2015:40).

Kohesi mengacu pada hubungan antar kalimat dalam wacana, baik dalam

tataran gramatikal maupun dalam tataran leksikal. Agar wacana itu kohesif,

pemakaian bahasa dituntut untuk memiliki pengetahuan tentang tentang kaidah

bahasa, realitas, penalaran (simmpulan sintaktis). Oleh karena itu, wacana


dikatakan kohesif apabila terdapat kesesuaian bentuk bahasa baik dengan ko-teks

(situasi-dalam-bahasa) maupun konteks (situasi-luar-bahasa) (Sudaryat, 2008:

151).

2.3.1. Kohesi Gramatikal

Kohesi gramatikal adalah hubungan antarbagian- bagian wacana karena

berlakunya prinsip-prinsipgramatikal. Misalnya hubungan antara subjek dengan

subjek, subjek dengan unsur subjek, atau subjek dengan fungsi gramatikal yang

lain (Setiyanto, 2007:20) .

2.3.1.1 Referensi

Alwi dkk, (2003:43) menyatakan bahwa “pengacuan atau refernsi ialah

hubungan antara satuan bahasa dan wujud yang meliputi benda atau hal yang

terdapat di dunia yang diacu oleh satuan bahasa itu”. Menurut Kushartanty dkk,

(2009:96) “referensi adalah hubungan di antara unsur luar bahasa yang ditunjuk

oleh unsur bahasa dengan lambag yang dipakai untuk mewakili atau

menggambarkanya”.

“secara tradisional referensi berarti hubungan antara kata dengan benda.

Misalnya : kata buku, mempunyai referensi kepada sekumpulan kertas yang dijilid

untuk menulis dan dibaca. Referensi menggunakan pronomina persona,

pronominal penunjuk, pronominal komparatif” (Rani dkk, 2004:100).

2.3.1.1.1 Pronomina Persona

Rani dkk, (2004:100) menyatakan bahwa “pronomina persona adalah

deiktis yang mengacu pada orang secara berganti – ganti bergantung pada
“topeng” yang sedang diperankan oleh partisipan wacana. Apakah partisipan itu

sebagai pembicara (persona pertama), pendengar (persona kedua), atau yang

dibicarakan (persona ketiga)”.

1. Persona pertama

Persona pertama tunggal bahasa Indonesia adalah saya, aku, dan

daku. Ketiga bentuk itu adalah bentuk baku, tetapi mempunyai tempat

pemakaian yang agak berbeda. Saya adalah bentuk formal dan umumnya

dipakai dalam tlisan atau ujaran yang resmi. Meskipun demikian, sebagian

orang memakai pula bentuk kami dengan arti saya untuk situasi tertentu.

Persona pertama aku lebih banyak dipakai dalam pembicaraan

batin dan dalam situasi yang tidak formal dan lebih banyak menunjukkan

keakraban antara pembicara/penulis dan pendengar/pembaca. Oleh karena

itu, bentuk ini sering ditemukan ddalam cerita, puisi, dan percakapan

sehari – hari, persona pertama daku umumnya dipakai dalam karya sastra.

2. Persona kedua

Persona kedua tunggal mempunyai beberapa wujud, yakni engkau,

kamu, Anda, dikau-, kau, dan –mu. Berikut ini adalah kaidah pemakaianya.

a) Persona kedua engkau, kamu, dan –mu dipakai oleh:

1) Orang tua terhadap orang muda yang telah dikenal dengan

baik dan lama.

Contoh: pukul berapa kamu berangkat ke sekolah, Nak?

2) Orang yang status sosialnya lebih tinggi.

Contoh : mengapa kemarin engkau tidak masuk?


3) Orang yang mempunyai hubungan akrab, tanpa

memandang umur atau status sosial.

Contoh: baru jadi kepala seksi sebulan, kenapa rambutmu

sudah beruban?

b) Persona kedua Anda dimaksudkan untuk menetralkan

hubungan, pada saat ini pronomina Anda dipakai:

1) Dalam hubungan yang terpribadi sehingga Anda tidak

diarahkan pada satu orang khusus.

Contoh : sebentar lagi kita akan mengudara; Anda kami

mohon mengenakan sabuk pengaman.

2) Dalam hubungan bersemuka, tetapi pembicaraan tidak

ingin bersikap terlalu formal ataupun akrab.

Contoh : Anda sekarang tinggal di mana

c) Seperti halnya dengan daku, dikau juga dipakai dalam ragam

bahasa tertentu, khususnya ragam sastra.

Contoh: percayalah, dikaulah yang menjadi tambatan hatiku.

3. Persona ketiga

Ada dua macampersona ketiga tunggal: (1) ia, dia, atau –nya dan

(2) beliau.meskipun ia dan dia dalam banyak hal berfungsi sama, ada

kendala tertentu yang dimiliki oleh masing – masing. Dalam posisi sebagai

subjek, atau di depan verba, ia dan dia sama- sama dapat dipakai. Akan

tetapi, jika berfungsi sebagai objek, atau terletak di disebelah kanan dari

yang diterangkan, hanya bentuk dia dan –nya yang dapat muncul.
Orang juga mulai memakai ia bukan dia untuk merujuk pada

ssesuatu yang tunggal yang telah dinyatakan sebelumnya karena ada

hubungan untuk memakai pronomina yang tidak merujuk pada insan,

terutama dalam tulisan ilmiah.

Contoh : sebagai numeralia ini diletakan di muka nomina: sebagai

numeralia tingkat, ia diletakkan di belakang nomina.

2.3.1.1.2 Pronomina Penunjuk

Alwi, (2003:260) “pronomina penunjuk dalam bahasa Indonesia ada tiga

macam, yaitu (pronomina penunjuk umum, (2) pronomina penunjuk tempat, dan

(3) pronomina penunjuk ihwal”.

1) Pronomina Penunjuk Umum

Pronomina penunjuk umum ialah ini, itu, dan anu. Kata ini

mengacu pada acuan yang dekat dengan pembicara/ penulis, pada masa

yang akan datang, atau pada informasi yang akan disampaikan. Misalnya

ini, masalah ini. Untuk acuan yang agak jauh dari pembicara/penulis, pada

masa lampau, atau pada informasi yang sudah disampaikan, digunakan

kata itu. Misalnya, lamaran itu, jawaban itu. Kata anu dipakai bila

seseorang tidak dapat mengingat benar kata apa yang harus dia pakai,

padahal ujaran telah terlanjur dimulai.

2) Pronomina Penunjuk Tempat

Pronomina penunjuk tempat dalam bahasa Indonesia adalah sini,

situ, atau sana. Titk pangkal perbedaan antara ketiganya adap ada

pembicara: dekat (sini), agak jauh (situ), agak jauh (sana). Karena
penunjuk lokasi, pronominaini sering digunakan dengan preposisi pengacu

arah, di/ke/dari, sehingga terdapat di/ke/dari sini, di/ke/dari sana, dan

di/ke/dari situ.

3) Pronomina Penunjuk Ihwal

Pronomina penunjuk ihwal dalam bahasa Indonesia ialah begini,

dan begitu. Titik pangkal pembedanya sama denganpenunjuk

lokasi : dekat (begini), jauh (begitu).

2.3.1.1.3 Pronomina Komparatif

Rani dkk, (2004:104) menyatakan bahwa “pronomina komparatif adalah

deiktis yang menjadi bandingan bagi antesedennya”. Kata – kata yang masuk

kategori kompratif ialah sama, persis,identik, serupa, segit serupa, selain, dan

berbeda.

2.3.1.2 Subtitusi (penyulihan)

Subsitusi merupakan proses atau hasil pergantian unsur bahasa oleh unsur

lain dalam satuan yang lebih besar untuk memperoleh unsur-unsur pembeda atau

untuk menjelaskan suatu struktur tertentu. Subtitusi merupakan hubungan

gramatikal, lebih bersifat hubungan kata dan makna. Subtitusi dalam bahasa

Indonesia dapat bersifat nominal, verbal, klausal, atau campuran.

Contoh gramatikal yang digunakan untuk menciptakan subtitusi adalah

demonstrativa ini, begini, di bawah ini, dan berikut ini. Untuk menggantikan kata

yang disebut; demonstrativa itu, begitu, demikian, tersebut dan di atas

untukmenggantikan kata yang sudah disebut. (Kushartanty dkk, 2009:97).


2.3.1.3 Elipsis (Pelesapan)

Adalah penandaan kata atu satuan lain yang wujud asalnya dapat

diramalkan dari konteks bahasa atau konteks luar bahasa. Elipsis dapat pula

dikatakan penggantian nol (zero); sesuatu yang ada tetapi tidak diucapkan atau

tidak dituliskan. Hal ini dilakukan demi kepraktisan. Elipsis pun dapat pula

dibedakan atas elipsis nominal, elipsis verbal, elipsis klausal..

2.3.1.4 Konjungsi

Menurut Alwi dkk, (2003:296) “ konjungtor juga dinamakan kata

sambung. Adalah kata tugas yangmenghubungkan dua satuan bahasa yang

sederajat: kata dengan kata, frasa dengan frasa, klausa dengan klausa, kalimat

dengan kalimat, atau paragraf dengan paragraf”. Dilihat dari perilaku sintaksisnya

dalam kalimat, konjungtor dibagi menjadi empat kelompok,

diantaranya:konjungtor koordinatif, konjungtor korelatif, konjungtor subordinatif,

dan konjungtor antarkalimat, yang berfungsi pada tataran wacana.

2.3.1.4.1 Konjungsi Koordinatif

Konjungsi koordinatif adalah konjungsi yang menghubungkan dua

unsur atau lebih yang sama pentinngnya atau memiliki status yang sama. Kata

kata yang termasuk dalam konjungsi koordoinatif yaitu dan, serta, atau, tetapi,

melainkan, padahal, sedangkan.

2.3.1.4.2 Konjungsi Korelatif

Konjungsi korelatif adalah konjungsi yang menghubungkan dua kata,

frasa, atau klausa yang memiliki status sintaksis yang sama

Partikel yang digunakan dalam konjungsi korelatif antara lain:

- Baik..., maupun...
- Tidak hanya..., tetapi juga...

- Bukan hanya..., melainkan juga...

- Demikian..., sehingga...

- Sedemikian rupa..., sehingga...

- Apa(kah... atau...

- Entah... entah

- Jangankan..., ... pun

Contoh : baik Anda, istri Anda, maupun mertua Anda akan

menerima cidera mata.

2.3.1.4.3 Konjungsi Subordinatif

Konjungsi subordinatif adalah konjungsi yang menghubungkan dua

klausa atau lebih dan klausa itu tidak memiliki status sintaksis yang sama.

Konjungsi subordinatif dapat dibagi menjadi tiga belas kelompok, antara lain:

1) Konjugsi subordinatif waktu: sejak, semenjak, sedari, sewaktu, ketika,

tatkala, sementara, begitu, seraya, selagi, selama, serta, sambil, demi,

setelah, sesduah, sebelum, sehabis,selesai, seusai, hingga, sampai.

2) Konjungsi subordinatif syarat: jika, kalau, jikalau, asal, bila, manakala.

3) Konjungsi subordinatif pengandaian: andaikan,, seandainya, umpamanya,

sekiranya.

4) Konjungsi subordinatif tujuan: agar, supaya, biar.

5) Konjungsi subordinatif konsesif: biarpun, meski, walaupun, sekalipun,

sungguhpun, kendatipun.

6) Konjungsi subordinatif pembandingan: seakan – akan, seolah – olah,

sebagaimana, seperti, laksana, ibarat, daripada, alih – alih.


7) Konjungsi subordinatif sebab: sebab, karena, oleh karena, oleh sebab.

8) Konjungsi subordinatif hasil: sehingga, sampai, makanya.

9) Konjungsi subordinatif alat: dengan, tanpa.

10) Konjungsi subordinatif cara: dengan, tanpa.

11) Konjungsi subordinatif komplementasi: bahwa.

12) Konjungsi subordinatif atribut: yang.

13) Konjungsi subordinatif perbandingan: sama... dengan, lebih ... dari(pada).

2.3.1.4.4 Konjungsi Antarkalimat

Alwi dkk, (2003:300) menyatakan bahwa “konjungsi antarkalimat

menghubungkan satu kalimat dengan kalimat yang lain”.

Partikel yang digunakan dalam konjungsi ini diantaranya adaalah;

- biarpun demikian/begitu

- Sekalian demikian/begitu

- Walaupun demikian/begitu

- Sungguhpun demikian/begitu

- Kemudia, sesudah itu, setelah itu, selanjutnya

- Tambahan pula, lagi pula, selain itu

- Sebaliknya

- Sesungguhnya, bahwasanya

- Malah(an), bahkan

- (akan) tetapi, namun

- Kecuali itu

- Dengan demikian

- Oleh karena itu, oleh sebab itu


- Sebelum itu

Contoh : - Kami tidak sependapat dengan dia. Kami tidak akan

menghalanginya.

- Kami tidak sependapat dengan dia. Biarpun begitu, kami tidak

akan menghalanginya.

2.3.2 Kohesi Leksikal

Kepaduan wacana selain didukung oleh aspek gramatikal atau kohesi

gramatikal juga didukung oleh aspek leksikal atau kohesi leksikal. Kohesi leksikal

adalah hubungan antar unsur dalam wacana secara semantis. Dalam hal ini, untuk

menghasilkan wacana yang padu pembicara atau penulis dapat menempuhnya

dengan cara memilih kata-kata yang sesuai dengan isi kewacanaan yang

dimaksud. Hubungan kohesif yang diciptakan atas dasar aspek leksikal, dengan

pilihan kata yang serasi, menyatakan hubungan makna atau relasi semantik antara

satuan lingual yang satu dengan satuan lingual yang lain dalam wacana Sumarlam

(Ratnaningdyah, 2012:39).

Kohesi leksikal diperoleh dengan cara memilih kosakata yang secara

serasi. Ada beberapa cara untuk mencapai aspek leksikal kohesi ini, antara lain:

2.3.2.1 Reiterasi

Rani dkk, (2004:130) menyatakan bahwa “reiterasi (pengulangan) adalah

cara untuk menciptakan hubungan yang kohesif”. Sedangkan menurut

Kushartanty dkk, (2009:99) “reiterasi adalah pengulangan kata - kata pada

kalimat berikutnya untuk memberikan penekanan bahwa kata – kata tersebut


merupakan fokus pembicaraan. Reiterasi dapat berupa repetisi, sinonimi,

hiponimi, metomini, dan antonimi”.

2.3.2.1.1 Repetisi (Pengulangan)

Kushartanty dkk, (2009:99) “repetisi adalah pengulanangan kata yang

sama”. Sedangkan Rani dkk, (2004:1300 macam-macam ulangan atau repetisi

berdasarkan data pemakaian bahasa Indonesia, diantaranya adalah berikut ini:

a) Ulangan Penuh

Ulangan penuh berarti mengulang satu fungsi dalam kalimat secara

penuh, tanpa pengurangan dan perubahan bentuk. Pengulangan

tersebut dapat berfungsi untuk memberi tekanan pada bagian yang

diulang.

b) Ulangan dengan Bentuk Lain

Ulangan dengan bentuk lain terjadi apabila sebuah kata diulang dengan

kontruksi atau bentuk kata lain yang masih mempunyai bentuk dasar

yang sama.

c) Ulangan dengan Penggantian

Ulangan dengan penggantian sama dengan penggunaan kata ganti

(subtitusi). Untuk menghubungkan kalimat dapat dilakukan dengan

mengulang bagian kalimat. Namun, pengulangan itu dapat dilakukan

dengan mengganti bentuk lain seperti dengan kata ganti.

2.3.2.1.2 Sinonimi

Kushartanty dkk, (2009:99) berpendapat bahwa “sinonimi adalah

hubungan antarkata yang memiliki sama makna”. Sinonimi juga merupakan suatu
kata yang memeiliki bentuk yang berbeda namun memiliki arti yang sama atau

mirip. Dapat disimpulkan sinonimi adalah padanankata atau persamaan kata.

2.3.2.1.3 Hiponimi

Kushartanty dkk, (2009:99) berpendapat bahwa “hubungan antara kata

yang bermakna spesifik dan kata yang bermakna generik”. Hiponimi juga disebut

kata yang memiliki semua komponen makna kata lainya, tetapi tidak sebaliknya,

makna sebuah kata yang berada di bawah makna kata lainya.

2.3.2.1.4 Metomini

“Metomini adalah hubungan antara nama untuk benda yang lain yang

berasosiasi atau yang menjadi atributnya” Kushartanty, (2009:99). Metomini juga

disebut majas yang menggunakan sepatah duapatah kata yang merupakan merek,

macam atau lainya yang merupakan satu kesatuan dari sebuah kata.

2.3.2.1.5 Antonimi

“Antonimi adalah hubungan antara kata yang berposisi makna”

Kushartanty, (2009:100). Antomi juga merupakan hubungan semantik antara dua

buah satuan ujaran yang maknanya menyatakan kebalikan, pertentangan, atau

kontras antara yang satu dengan yang lainya.

2.3.2.1.6 Kolokasi

“Suatu hal yang selalu berdekatan atau berdmpingan dengan yang lain

biasanya diasosiasikan sebagai satu kesatuan. Seperti ikan dan air sering

diasosiasikan membentuk suatu kesatuan. Kalau ada ikan, selalu ada air. Kalau
keadaanya begitu, secara psikologis, akan ditarik suatu simpulan kolokasi” (Rani

dkk, 2004:133).

2.4 Koherensi

Untuk membentuk wacana yang padu dan baik tidak cukup hanya

mengandalkan hubungan kohesi saja. Penggunaan alat hohesi memang amat

penting untuk membentuk wacana yang utuh, namum ada faktor lain yang

mempengaruhi dalam menentukan keutuhan wacana, yaitu koherensi.

Istilah koherensi mengandung makna pertalian. Dalam kewacanaan, berarti

pertalian makna atau isi kalimat. (Mulyana, 2005:30). Wacana yang koheren

memiliki ciri-ciri susunanya teratur dan amanatnya terjalin rapi, sehingga mudah

diinterpretasikan. Pada dasarnya, hubungan koherensi adalah suatu rangkaian

fakta dan gagasan yang teratur dan tersusun secara logis. Koherensi dapat terjadi

secara implisit (terselubung) karena berkaitan dengan bidang makna yang

memerlukan interpretasi. Di samping itu, pemahaman hubungan koherensi dapat

didapatkan dengan cara menyimpulkan hubungan antarpreposisi dalam tubuh

wacana itu (Mulyana, 2005:31).

Koherensi atau kepaduan makna (coherence in meaning) sebuah wacana

ditentukan oleh dua hal utama, yaitu (1) keutuhan kalimat-kalimat penjelas dalam

mendukung kalimat utama dan (2) kelogisan urutan peristiwa, waktu, tempat, dan

proses dalam wacana yang bersangkutan. (Sudaryat, 2008: 151) menyatakan

bahwa koherensi merupakan unsur isi dalam wacana, sebagai organisasi semantis,

wadah gagasan-gagasan disusun dalam urutan yang logis untuk mencapai maksud

dan tuturan dengan tepat. Koherensi adalah kekompakan hubungan antarkalimat

dalam wacana.
Sementara itu, Harimurti Kridalaksana (dalam Tarigan 2009:105)

mengemukakan bahwa hubungan koherensi wacana sebenarnya adalah hubungan

semantis. Hubungan semantis yang dimaksud aantara lain, (1) hubungan sebab –

akibat, (2) hubungan sarana-hasil, (3) hubungan alasan-sebab, (4) hubungan

sarana-tujuan, (5) hubungan latar-kesimpulan, (6) hubungan kelonggaran-hasil,

(7) hubungan syarat-hasil, (8) hubungan perbandingan, (9) hubungan parafrastis,

(10) hubungan amplikatif, (11) hubungan aditif waktu, (12) hubungan aditif non

waktu, (13) hubungan identifikasi, (14) hubungan generik-spesifik, (15) hubungan

ibarat.

1. Hubungan Sebab-Akibat

Hubungan sebab-akibat ditandai oleh bagian yang satu menyatakan sebab

dan bagian lain menjadi akibat salah satu kalimat itu menjawab

pertanyaan, “mengapa begini?” konjungsi yang digunakan, misalnya oleh

sebab itu, jadi, akibatnya, oleh karena itu, maka, oleh karena itu, dengan

demikian. Lihat contoh berikut.

Paman sangat sibuk dengan urusanya di kota. Jadi, beliau tidak

mungkin pulang ke kampung pada hari ini.

2. Hubungan Sarana-Hasil

Hubungan ini ditandai oleh salah satu bagianya menjawab pertanyaan

“mengapa itu dulu bisa dicapai?” (padahal tujuan sudah tercapai)

Akhirnya, pria berkulit hitam itu menjadi Presiden ke 44 Amerika

Serikat. Obama memang terpilih dan mendapat dukungan penuh

rakyatnya.
3. Hubungan Alasan-Sebab

Hubungan ini ditandai oleh salah satu bagianya menjawab pertanyaan “apa

alasanya?” Konjungsi yang digunakan untuk itu, misalnya karena.

Kami terpaksa pindak dari Bogor karena anak – anak bekerja di

Jakarta. Mereka tidak sanggup harus mondar – mandir Jakarta –

Bogor setiap hari.

4. Hubungan Sarana-Tujuan

Hubungan sarana-tujuan ditandai oleh salah satu bagian menjawab

pertanyaan “Bagaimana caranya untuk mencapai tujuan?” (karena tujuan

itu belum tentu tercapai).

Anakku belajarlah engkau dengan rajin, tekun, dan jujur serta

jangangampang menyerah. Cita – cita luhurmu untuk menjadi

orang yang berguna mudah – mudahan dapat tercapai.

5. Hubungan Latar-Kesimpulan

Hubungan ini ditandai oleh salah satu bagian menjawab pertanyaan, “Apa

yang menjadi dasar simpulan?” konjungsi yang digunakan untuk itu

seperti, singkatnya, pendeknya, akhirnya, pada umumnya, dengan kata

lain, sebagai simpulan.

Umurnya sudah muai lanjut, tetapi fisiknya masih tetap kuat. Dia

rajin berolahraga, hidupnya teratur, makananya bergizi, berfikir

jernih, tidak menyimpan dendam. Pendek kata, ia pandai merawat

tubuh dan jiwanya dengan baik.


6. Hubungan Kelonggara-Hasil

Hubungan kelonggaran-hasil ditandai oleh salah satu bagian menyatakan

kegagalan, misalnya

Dia sudah berusaha keras agar berhasil dalam ujian. Sayangnya,

nilai yang diperolehnya belum juga menggembirakan hatinya.

7. Hubungan Syarat -Hasil

Hubungan ini ditandai oleh jawaban atas pertanyaan “Apa yang harus

dilakukan untuk memperoleh hasil?” penghubung yang digunakan seperti,

untuk itu, untuk meksud itu.

Jangan khawatir neng, usahamu akan maju. Masakanmu pasti

laris asalkan tetap jaga kebersihan dan kualitas masakan serta

perhatikan agar rasanya tetap mengundang selera. Oleh karena itu

selalu berilah bumbu yang cukup dan olahlah dengan benar

8. Hubungan Perbandingan

Salah satubagian kalimat menyatakan perbandingan dengan bagian

kalimat yang lain.

Pengantin itu sangat anggun, seperti dewa – dewi dari khayangan.

9. Hubungan Parafrastis

Salah satu bagian kalimat mengungkapkan isi dari bagian kalimat lain

dengan cara lain.

Saya tidak setuju dengan penambahan anggaran untuk proyek

ini, karena tahun lalu dana juga tidak habis. Sudah saatnya kia

menghemat uang rakyat.


10. Hubungan Amplikatif

Salah satu bagian kalimat memperkuat atau memperjelas bagian kalimat

lainya.

Dua burung itu jangan dipisah, masukkan dalam satu kandang

saja.

11. Hubungan Aditif Waktu

Seperti sementara itu, segera, sete;ah itu, beberapa saat kemudian.

12. Hubungan Aditif Non Waktu

Para petani itu malas? Atau kurang beruntung?

13. Hubungan Identifikasi

Salah satu bagian kalimat menjadi penjelas identifikasi dari sesuatu istilah

yang ada di bagian kalimat lainya.

Tidak bisa masuk ke universitas itu tidak berarti bodoh. Kamu tahu

nggak, Einstein? Fisikawan genius itu juga pernah gagal masuk

universitas.

14. Hubungan Generik-Spesifik

Hubungan ini ditandai oleh salah satu bagian kalimat memberikan

pernyataan generik, bagian yang lain menjelaskan detailnya.

Gadis model itu sangat cantik. Wajahnya bersih, matanya indah,

bibirnya sangat menawan. Apalagi jalanya, luar biasa.

15. Hubungan Ibarat

Hubungan ibarat ditandai oleh salah satu bagiankalimat memberikan ibarat

atau perumpamaan untuk memperjelas bagianlainya.


Setelah kematian ibunya, anak-anak itu menjadi sangat

kebingungan. Mereka menciap-ciap bagaikan anak ayam

kehilangan induknya.

2.5 Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

penelitian yang dilakukan oleh Wisnu Widiatmoko (2014) dengan judul “Analisis

Kohesi dan Koherensi Wacana Berita Rubrik Nasional di Majalah Online Detik”

penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Diperoleh kesimpulan

bahwa wacana berita rubrik memiliki potensi untuk dijadikan sebagai sumber

pembelajaran wacana. Penelitian ini menggunakan metode analisis kohesi dan

koherensi. Pada penelitian tersebut, yang dijadikan peneliti sebagai pertimbangan

dalam memilih sumber analisis dengan menggunakan teori analisis kohesi dan

koherensi.

Penelitian lain dilakukan oleh Rina Suryaningsih dengan judul Kajian

Kohesi dan Koherensi dalam Novel Lintang Karya Ardini Pangastuti. Penelitian

ini juga menggunakan metode kualitatif. Diperoleh kesimpulan bahwa ditemukan

teori yang sama dalam menganalisis naskah novel tersebut yaitu menggunakan

analisis kphesi dan koherensi, sehingga penelitian tersebut dijadikan peneliti

sebagai sumber referensi dalam memilih sumber analisis.

Penelitian yang dilakukan oleh Heri Kusuma dengan judul Analisis

Kohesi dan Koherensi Iklan dalam Surat Kabar Kompas. Penelitian ini

menggunakan penelitian kualitatif dan diperoleh kesimpulan bahwa pada naskah

iklan tersebut terdapat pirannti kohesi dan koherensi yang dapat dijadikan sumber

sebagai penelitian pada analisis kohesi dan koherensi pada naskah drama.
Penelitian yang relevan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:

No Nama Peneliti Judul Hasil Penelitian

1. Wisnu Widiamotko Analisis Kohesi dan Hasil penelitian menunjukkan bahwa


kohesi dan koherensi pada wacana
Koherensi Wacana
berita rubrik nasional dimajalah
Berita Rubrik Nasional
Oline Detik Edisi September-
di Majalah Online Detik Oktober 2014 dapat disimpulkan:
kohesi leksikal yang digunakan
dalam wacana berita rubrik nasional
di Majalah Online Detik yaitu (1)
pengulangan, (2) sinonimi, (3)
kolokasi, (4) hiponimi, dan (5)
ekuivalensi. Sedangkan kohesi
gramatikal yang digunakan yaitu: (1)
pengacuan, (2) substitusi, (3)
pelesapan, (4) konjungsi, (5) inversi,
dan (6) pemasifan kalimat.
Koherensi yang digunakan yaitu :
(1) hubungan perbandingan, (2)
hubungan kelonggaran-hasil, (3)
hubungan akibat-sebab, (4)
hubungan sebab-akibat, (5)
hubungan makna alasan, (6)
hubungan latar-kesimpulan
2. Rina Suryaningsih Kajian Kohesi dan Hasil penelitian menunjukkan, jenis

Koherensi dalam Novel aspek kohesi gramatikal yang

Lintang Karya Ardini terdapat pada Novel Lintang Karya

Pangastuti. Ardini Pangastuti, meliputi:

pengacuan,penyulihan,penghilangan,

dan kata penghubung. Sedangkan

jenis aspek koherensi yangterdapat

pada Novel Lintang Karya Ardini

Pangastuti meliputi: hubungan

sebab-akibat, alasan-sebab, sarana-

tujuan, kelonggaran-hasil, syarat-

hasil, dan aditif waktu.


3. Heni Kusuma, dkk Analisis Kohesi dan Hasil penelitian menunjukkan,

Koherensi Iklan dalam terdapat piranti kohesi dan

Surat Kabar Kompas koherensi. Piranti kohesi meliputi

referensi, subtitusi, pelesapan, atau

elipsis, konjungsi, dan kohesi

leksikal. Dalam aspek koherensi

terdapat lima macam hubungan

koherensi dalam wacana iklan

tersebut yaitu hubungan sarana-

hasil, amplikatif, generik-spesifik,

additif, dan syarat-hasil.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini mengkaji kepaduan wacana yang ditinjau dari segi kohesi

dan koherensi yang mendukung kepaduan wacana naskah drama panembahan

Reso karya W.S. Rendra dan “Mahkamah” karya Asrul Sani dalam buku teks

bahasa Indonesia SMA kelas XI. Pendekatan dalam penelitian ini adalah

pendekatan kualitatif. Dalam pendekatan kualitatif data yang dikumpulkan

terutama berupa kata-kata, kalimat atau kata-kata, kalimat atau gambar yang

memliliki arti lebih bermakna dan memacu timbulnya pemahaman yang lebih

nyata daripada sekedar sajian angka atau frekuensi. Penelitian kualitatif lebih

sering disebut penelitian kualitatif deskriptif karena untuk mendukung penyajian

data peneliti menekankan catatan dengan deskripsi kalimat yang rinci, lengkap,

dan mendalam, yang menggambarkan situasi sebenarnya Sutopo (Sugiyono,

2016:40).

Penelitian ini memfokuskan pada analisis kohesi dan koherensi terhadap

kalimat-kalimat pada paragraf naskah drama panembahan Reso karya W.S.

Rendra dan “Mahkamah” karya Asrul Sani dalam buku teks bahasa Indonesia

SMA kelas XI. Data yang telah dikumpulkan diklasifikasikan untuk keperluan

analisis. Proses ini diarahkan dalam penemuan jawaban terhadap permasalahan

yang telah dikemukanan yang berkaitan dengan kekohesian alat-alat bahasa secara

gramatikal dan leksikal, kekoherensian, serta kontekstual yang mendukung

kekohesian dan kekoherensian dalam naskah drama panembahan Reso karya W.S.
Rendra dan “Mahkamah” karya Asrul Sani dalam buku teks bahasa Indonesia

SMA kelas XI.

3.2 Sumber Data dan Data

Sutopo (Sugiyono, 2016:40) menyatakan bahwa sumber data merupakan

bagian yang sangat penting dalam penelitian karena ketepatan memilih dan

menentukan jenis sumber data akan menentukan ketepatan dan kekayaan data atau

kedalaman informasi yang diperoleh. Data tidak akan bisa diperoleh tanpa adanya

sumber data. Adapun jenis sumber data secara menyeluruh yang biasa digunakan

dalam penelitian kualitatif, adalah sebagai berikut: narasumber atau

informan,peristiwa, aktivitas, dan perilaku; tempat atau lokasi; benda, gambar dan

rekaman; dokumen dan arsip.

Sebagaimana telah dinyatakan dalam judul bahwa penelitian ini

mengenai analisis kohesi dan koherensi pada naskah drama dalam buku teks

bahasa Indonesia SMA kelas XI, dengan demikian dapat dinyatakan bahwa

Sumber data dalam penelitian ini berupa naskah drama dalam buku teks bahasa

Indonesia SMA kelas XI yang dikarang oleh Suherli dkk pada tahun 2017 dengan

penerbit pusat kurikulum dan perbukuan, balitbang, kemendikbud. Naskah drama

Panembahan Reso karya W.S Rendra terdapat pada halaman 239-243 dan naskah

drama Mahkamah karya Asrul Sani pada halaman 250-259.

Data dalam penelitian ini adalah data kebahasaan, yaitu satuan-satuan

lingual yang berupa tuturan-tuturan dari aspek gramatikal, aspek leksikal, dan

kekoherensian pada naskah drama panembahan Reso karya W.S. Rendra dan

“Mahkamah” karya Asrul Sani dalam buku teks bahasa Indonesia SMA kelas XI.

43
3.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis

dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data.

Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan

mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan (Sugiyono,

2016:224).

Penyediaan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik simak dan

tekhnik catat. Teknik simak atau penyimakan ini digunakan untuk menyimak

penggunaan bahasa tulis yang berkaitan dengan kepaduan wacana meliputi aspek

gramatikal, aspek leksikal, dan konteks. Sebagai instrumen kunci peneliti

melakukan penyimakan secara cermat dan teliti terhadap sumber data dalam

rangka memperoleh data yang diinginkan. Pencatatan terhadap data kebahasaan

yang relevan dilakukan dengan transkripsi tertentu lalu diklasifikasi menurut

aspek-aspek yang menjadi sarana pendukung keutuhan wacana. Teknik

pengumpulan data dilakukan dengan cara menjaring dan mencatat data dalam

naskah drama panembahan Reso karya W.S. Rendra dan “Mahkamah” karya

Asrul Sani dalam buku teks bahasa Indonesia SMA kelas XI.

3.4 Uji Validitas Data

Uji validitas data sangat penting dalam suatu penelitian. Tujuanya data

yang sudah di teliti itu benar-benar dapat dipertanggungjawabkan dari segala segi.

Uji validitas data yang sudah diklasifikasikan kemudian dianalisis dan di periksa

serta didiskusikan dengan pihak yang memahami bidang tersebut.

44
Penelitian ini menggunakan teknik validitas data triangulasi. (Sugiyono,

2016:273) menyatakan bahwa triagulasi dalam pengujian kredibilitas diartikan

sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai

waktu. Dengan demikian terdapat triangulasi sumber, dan trangulasi teknik

pengumpulan data.

Peneliti dalam penelitian ini menggunakan jenis triangulasi sebagai

berikut:

1) triangulasi Sumber, digunakan untuk menguji kredibilitas data

dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui

beberapa sumber. Data yang telah dianalisis oleh peneliti sehingga

menghasilkan suatu kesimpulan selanjutnya dimintakan kesepakatan

dengan tiga sumber data tersebut.

2) Triagulasi Teknik, digunakan untuk menguji kredibilitas data

dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama

dengan teknik yang berbeda. Misalnya data diperoleh dengan

wawancara, lalu di cek dengan observasi, dokumentasi, atau

kuesioner. Jika dengan tiga teknik pengujian kredibilitas data tersebut,

menghasilkan data yang berbeda-beda, maka peneliti melakukan

diskusi lebih lanjut kepada sumber data yang bersangkutan atau yang

lain, untuk memastikan data mana yang dianggap benar.

3.5 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis

wacana karena kalimat-kalimat tidak dianalisis dalam satu paragraf namun

45
dianalisis berdasarkan hubungan antarkalimat yang satu dengan kalimat yang lain

di dalam wacana. Teknik analisis wacana adalah disiplin ilmu yang berusaha

mengkai penggunaan bahasa yang nyata dalam tindak komunikasi. (Rani dkk,

2004:9).

Langkah-langkah menganalisis data pada penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1) Dimulai dengan pemberian kode pada setiap dialog. Setelah

melakukan pengkodean kemudian membaca teks secara keseluruhan

untuk menemukan jenis-jenis sarana kohesi dan koherensi yang

terdapat dalam teks drama tersebut.

2) Penyajian data, setelah data ditandai, kemudian data disajikan dalam

bentuk korpus data. Melalui korpus itulah data di analisis sesuai

dengan jenis-jenis sarana kohesi dan koherensi yang terdapat dalam

teks drama tersebut. Kemudian untuk mengetahui kebenaranya dosen

pembimbing memberikan tanda ceklis pada setiap data yang

mengandung jenis-jenis sarana kohesi dan koherensi yang terdapat

dalam naskah teks drama tersebut.

3) Penarikan kesimpulan, setelah data ditemukan dan disajikan serta di

analisis melalui sebuah tabel barulah hasil dapat diketahui dan dapat

ditarik kesimpulan mengenai jenis-jenis saranakohesi dankoherensi

yang terdapat dalam teks drama tersebut.

46
3.6 Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian adalah rangkaian tahap demi tahap kegiatan dari awal

sampai akhir. Prosedur penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Mengumpulkan data berupa naskah drama dari buku teks bahasa Indonesia

SMA Kelas XI.

2) Menganalisis data yang telah diperoleh menggunakan analisis kohesi dan

koherensi .

3) Menarik kesimpulan.

4) Membuat laporan penelitian.

47
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Hasil Penelitian Secara Umum

Dalam bab IV ini dikemukakan hasil penelitian dan pembahasan.

Penelitian ini membahas tentang sarana kohesi dan koherensi yang terdapat dalam

naskah drama “Panembahan Reso” karya W.S. Rendra “Mahkamah” Karya Asrul

Sani dalam buku teks bahasa Indonesia SMA kelas XI. Hasil penelitian dan

pembahasan dalam penelitian ini disajikan dalam satu kesatuan yang tidak

terpisahkan artinya dari data yang ada, dilakukan analisis data, selanjutnya data

diinterpretasi atau ditafsirkan kemudian disimpulkan. Hasil penelitian dan

pembahasan dalam penelitian ini disajikan secara berurutan, pertama, disajikan

hasil dan pembahasan mengenai sarana kohesi, dan kedua, disajikan hasil dan

pembahasan mengenai sarana koherensi.

4.1.1 Sarana Kohesi Gramatikal Naskah Drama “Panembahan Reso” Karya

W.S Rendra

Hasil penelitian sarana kohesi gramatikal yang terdapat dalam naskah

drama “Panembahan Reso” Karya W.S Rendra, diklasifikasikan menurut

jenisnya, yang terdiri dari: (1) Pronomina, (2) Subtitusi, dan (3) Konjungsi.

4.1.1.1 Pronomina

Pronomina adalah kata yang dipakai untuk mengacu kepada nomina lain.

Fungsi sarana kohesi gramatikal pronomina yang terdapat pada naskah drama

“Panembahan Reso” karya W.S Rendra dalam buku teks bahasa Indonesia SMA

48
Kelas XI yaitu (1) Pronomina persona, (2) pronomina penunjuk, dan (3)

pronomina komparatif.

4.1.1.1.1 Pronomina Persona

Pada naskah drama “Panembahan Reso” Karya W.S Rendra terdapat

pronomina persona yang terdiri dari: pronomina pertama tunggal, yaitu saya,-ku

dapat terlihat pada data berikut:

SEKTI : Panembahan Reso, jadi saya datang kemari untuk

mengantar teman-teman Aryo, yang dulu diutus oleh

almarhum Sri Baginda Raja Tua untuk keliling kadipaten-

kadipaten, menghadap Anda. (DT 1)

RESO : Bagus! Bagus! Dengan cepat saya bisa mengumpulkan

bahwa Anda berempat abdi Raja yang tahu diri dan tahu

akan kewajiban. Bagus. Bagus. Sri Baginda pasti akan

ikhlas menerima bakti Anda semua. (DT 11).

DARA : Anakku seorang diri tak akan bisa mempertahankan

takhtanya. (DT 33).

DARA : Panembahan suamikku, ternyata Anda begitu kuat dan

kuasa, kenapa Anda tidak ingin menjadi raja? (DT 37).

Peneliti di sini hanya menyampaikan sebagian data, data pronomina

persona pertama tunggal dapat dilihat di lampiran pada data (12), (24), (30), dan

(35)
Pada data tersebut kata saya berfungsi sebagai kata ganti diri. Selain itu,

fungsi kata saya dapat dipakai untuk menyatakan hubungan pemilikan dan

diletakkan di belakang nomina yang dimilikinya, pada data tersebut tampak pada

kalimat Maharaja boneka itu tampak memuakkan saya. Selain itu, fungsi persona

–ku sebagai kata ganti diri atau kata ganti orang pertama tunggal, dari data

tersebut tampak pada kata suamiku.

Pronomina persona pertama jamak pada naskah drama “Panembahan

Reso” karya W.S. Rendra, yaitu kami, kita.

Reso : Selamat datang, para Aryo. Kedatangan Anda di ibu kota

sangat kami nantikan, terutama oleh Sri Baginda Maharaja.

(DT 2).

RESO : Sanggupkah maharaja kita menyingkirkan dia atau

sanggupkah dia menyingkirkan maharaja kita? Itu saja

persoalanya. (DT21)

Peneliti di sini hanya menyampaikan sebagian data, data pronomina

persona pertama jamak dapat dilihat di lampiran pada data (5), (7), (8), (9), (10),

(12), (14), (15), (22), (23), (24), (28), (34).

Pada data tersebut kata kami berfungsi sebagai persona pertama jamak,

pronomina ini mencakup pembicara/penulis dan orang lain dipihaknya, tetapi

tidak mencakup orang lain dipihak pendengar/pembacanya. Selanjutnya pada data

kita berfungsi sebagai persona pertama jamak, pronomina ini mencakup tidak saja

pembaca/penulis tetapi juga pendengar/pembaca, dan mungkin pihak lain.


Pronomina persona kedua tunggal pada naskah drama “Panembahan Reso”

karya W.S. Rendra , yaitu Anda, -mu

LEMBU : Ah, ya! Ampun seribu ampun! Sebelum kami menghadap

Sri Baginda Maharaja, kami lebih dahulu menghadap Anda

dan juga Sri..... Ratu Dara? (DT 5).

RESO ; Tidak baik berkata begitu sementara Baginda ialah darah

dagingmu sendiri. (DT 36)

Peneliti di sini hanya menyampaikan sebagian data, data pronomina

persona kedua tunggal dapat dilihat di lampiran pada data (1), (2), (11), (13), (22),

(23), (24), (25), (27), (28), (30), (31), (37).

Pada data tersebut kata Anda berfungsi sebagai pronomina persona kedua

yang dimaksudkan untuk menetralkan hubungan yang terpribadi sehingga Anda

tidak diarahkan pada satu orang khusus. Pada kalimat tersebut contohnya Setelah

Anda semua beristirahat beberapa hari, bantulah Sri Baginda untuk memerangi

para pemberontak. Selanjutnya pada data-mu berfungsi sebagai kata ganti orang

ke dua tunggal, dari data tersebut tampak pada kata darah dagingmu yaitu anak

kandung.

Pronomina persona ketiga tunggal pada naskah drama “Panembahan

Reso” karya W.S. Rendra , yaitu ia, dia, beliau dan-nya.

DARA : Ia bukan putra tertua dari almarhum Sri Baginda Raja

yang dulu. (DT18).


RESO : Sanggupkah maharaja kita menyingkirkan dia atau

sanggupkah dia menyingkirkan maharaja kita? Itu saja

persoalanya. (DT21).

RESO : Atas dasar kekuatan! Setiap orang yang merasa dirinya

kuat boleh saja menobatkan dirinya menjadi Raja. Seperti

juga Raja yang dulu mendirikan kerajaan ini. Tinggal

soalnya apakah ia akan bisa membuktikan bahwa dirinya

benar – benar yang terkuat di seluruh negara. Bisa tidak ia

menundukkan semua tandingan yang ada. (DT19).

JAMBU : Syukurlah kalau begitu, kami juga sangat berterima kasih

kepada Sri Baginda karena beliau telah memberikan

perhatian besar kepada para istri kami. Bagaimanakah

keadaan mereka? Saya sendiri sudah merasa sangat kangen

dengan istri saya, setelah sekian lama dipisahkan oleh tugas

demi kerajaan. (DT 12).

Peneliti di sini hanya menyampaikan sebagian data, data persona ketiga

tunggal dapat dilihat di lampiran pada data (9), (16), (20), (22), (24), (32), (33),

(34), (38).

Pada data tersebut, kata ia berfungsi sebagai kata ganti orang ketiga

tunggal. Selain itu, kata ia juga dipakai untuk merujuk pada sesuatu yang tunggal

yang telah dinyatakan sebelumnya karena ada hubungan untuk memakai

pronomina yang tidak merujuk pada insan. Selanjutnya, kata Dia berfungsi

sebagai persona ketiga tunggal atau kata ganti orang ketiga, yang mengacu pada
orang yang dibicarakan, pada data tersebut yang dimaksud adalah tandingan

maharaja atau musuh maharaja. Kemudian pada data -nya berfungsi sebagai kata

ganti orang ketiga tunggal, pada data tersebut tampak pada kata : dirinya, pada

data tersebut yang dimaksud dinya adalah orang yang menganggap kuat. Pada

data kata beliau dugunakan sebagai kata ganti orang ketiga tunggal, kata beliau

digunakan untuk menyatakan rasa hormat kepada seseorang. Pada data tersebut

tampak pada kalimat Syukurlah kalau begitu, kami juga sangat berterima kasih

kepada Sri Baginda karena beliau telah memberikan perhatian besar kepada para

istri kami.

Pronomina persona ketiga jamak pada naskah drama “Panembahan Reso”

karya W.S. Rendra , yaitu mereka.

JAMBU : Syukurlah kalau begitu, kami juga sangat berterima kasih

kepada Sri Baginda karena beliau telah memberikan

perhatian besar kepada para istri kami. Bagaimanakah

keadaan mereka? Saya sendiri sudah merasa sangat kangen

dengan istri saya, setelah sekian lama dipisahkan oleh tugas

demi kerajaan. (DT 12).

RESO : Jangan khawatir, keadaan mereka sangat mewah dan

sejahtera. Mereka di bawa ke istana demi keamanan mereka

sendiri. Jangan sampai mereka menjadi korban dari

pancaroba perubahan. Nanti setelah Anda menghadap

Maharaja, pasti istri Anda akan di antar ke rumah kembali.


Sri Ratu Dara dan Sri Ratu Kenari selalu bermain-main

dengan mereka. (DT 13).

Pada data tersebut, kata mereka berfungsi sebagai kata ganti orang ketiga

jamak, yaitu para istri prajurit.

4.1.1.1.2 Pronomina Penunjuk

Pronomina penunjuk dalam bahasa Indonesia ada tiga yaitu (1) pronomina

penunjuk umum, (2) pronomina penunjuk tempat, dan (3) pronomina penunjuk

ihwal. Pada naskah drama “Panembahan Reso” karya W.S. Rendra terdapat

pronomina penunjuk umum yang terdiri dari: pronomina penunjuk umum, yaitu

itu dan ini.

JAMBU : Sungguh kami sangat beruntung budi untuk kebaikan hati

semacam itu.(DT 15)

RESO : Hm! Ini bukan persoalan remeh. (DT 17)

Peneliti di sini hanya menyampaikan sebagian data, data pronimina

penunjuk umum dapat dilihat di lampiran pada data (19), (21), (23), (25), (30),

(31), (35).

Pada data kata itu berfungsi sebagai penunjuk umum, untuk menunjuk

sesuatu yang agak jauh dari pembicara atau penulis, pada masa lampau atau pada

informasi yang sudah disampaikan. Itu pada data tersebut mengacu pada kebaikan

hati seorang raja. Pada data kata ini berfungsi sebagai penunjuk umum, untuk

acuan yang dekat dari pembicara/penulis, pada masa yang akan datang, atau pada
informasi yang akan disampaikan. Ini yang dimaksudkan pada data tersebut yaitu

masalah yang sedang dihadapi kerajaan.

Pronomina penunjuk ihwal pada naskah drama “Panembahan Reso” karya

W.S. Rendra yaitu, begitu

JAMBU : Syukurlah kalau begitu, kami juga sangat berterima kasih

kepada Sri Baginda karena beliau telah memberikan

perhatian besar kepada para istri kami. Bagaimanakah

keadaan mereka? Saya sendiri sudah merasa sangat kangen

dengan istri saya, setelah sekian lama dipisahkan oleh tugas

demi kerajaan. (DT 12).

RESO : Tidak baik berkata begitu sementara Baginda ialah darah

dagingmu. (DT 36).

DARA : Panembahan suamiku, ternyata Anda begitu kuat dan

kuasa, kenapa Anda tidak ingin menjadi raja? (DT 37).

Pada data tersebut kata begitu berfungsi sebagai penunjuk ihwal yang agak

jauh.

4.1.1.1.3 Pronomina Kompratif

Pronomina komparatif merupakan pronomina yang menjadi bandingan

bagi antesdesenya. Adapun penggunaan pronomina komparatif sebagai sarana

kohesi pada naskah drama „Panembahan Reso” karya W.S. Rendra dapat terlihat

pada data berikut:


LEMBU : Oh! Kami lebih dahulu menghadap Anda dan Sri Ratu

Dara, untuk lebih meyakinkan diri bahwa kami tidak akan

membuat kesalahan yang sama sekali tidak kami

maksudkan. (DT 7).

Pada data tersebut terdapat sarana kohesi pronomina komparatif sama,

yang digunakan untuk pembanding, selain itu juga berfungsi untuk menunjuk

suatu hal yang sama atau persis. Pada data tersebut yang dimaksud yaitu

kesalahan.

4.1.1.2 Elipsis

Pada naskah drama “Panembahan Reso” karya W.S. Rendra setelah

peneliti menganalisis data, pada korpus data yang telah peneliti siapkan ternyata

tidak ditemukan sarana kohesi gramatikal jenis elipsis (pelesapan).

4.1.1.3 Konjungsi (Konjungtor)

4.1.1.3.1 Konjungsi Koordinatif

Konjungsi koordinatif adalah kojungsi yang menghubungkan dua unsur

atau lebih yang sama pentingnya, atau memiliki status yang sama (Alwi dkk,

2003:297). Konjungsi koordinatif pada naskah drama “Panembahan Reso” karya

W.S. Rendra yaitu dan.

LEMBU : Oh! Kami lebihi dahulu menghadap Anda dan Sri Ratu

Dara, untuk lebih meyakinkan diri bahwa kami tidak akan

membuat kesalahan yang sama sekali tidak kami

maksudkan. (DT 7).


JAMBU : Pendeknya, kami mengakui kedaulatan Sri Baginda

Maharaja Gajah Jenar dan tunduk kepada semua

keputusan yang telah disabdakan oleh Sri Baginda. (DT

9).

Peneliti di sini hanya menyampaikan sebagian data, data sarana kohesi

konjungsi koordinatif dapat dilihat di lampiran pada data prolog, (5), (10), (11),

(13), (16), (28), (29), (30), (37), (38).

Pada data tersebut kata dan berfungsi sebagai kata penghubng, untuk

menghubungkan antara dua kata. Selain itu, dan berfungsi juga sebagai kelas atau

tingkatan. Dan juga berfungsi sebagai untuk menyatakan bahwa yang satu sama

dengan yang lainya.

4.1.1.3.2 Konjungsi Subordinatif

Konjungsi subordinatif adalah konjungsi yang menghubungkan dua klausa

atau lebih dan klausa itu tidak memiliki status sintaksis yang sama (Alwi dkk,

2003:299). Konjungsi Subordinatif pada naskah drama “Panembahan Reso” karya

W.S. Rendra yaitu karena, sejak, sebab, yang, kalau, sebelum, seperti, dengan,

selama, sementara, setelah

JAMBU : Syukurlah kalau begitu, kami juga sangat berterima kasih

kepada Sri Baginda karena beliau telah memberikan

perhatian besar kepada para istri kami. Bagaimanakah

keadaan mereka? Saya sendiri sudah merasa sangat kangen

dengan istri saya, setelah sekian lama dipisahkan oleh tugas

demi kerajaan. (DT 12).


LEMBU : Ah, ya! Ampun seribu ampun! Sebelum kami menghadap

Sri Baginda Maharaja, kami lebih dahulu menghadap Anda

dan juga Sri..... Ratu Dara? (DT 5).

JAMBU : Pendeknya, kami mengakui kedaulatan Sri Baginda

Maharaja Gajah Jenar dan tunduk kepada semua keputusan

yang telah disabdakan oleh Sri Baginda. (DT 9).

RESO : Aryo Sumbu, apakah Anda juga mempunyai kemantapan

seperti itu? (DT 25).

BAMBU : Selama kami pergi bertugas, telah banyak terjadi

perubahan dengan menurut cara yang sah. Kami akan

menyesuaikan diri dengan perubahan ini. (DT 8).

RESO : Tidak baik berkata begitu, sementara Baginda ialah darah

dagingmu sendiri. (DT 36).

Peneliti di sini hanya menyampaikan sebagian data, data konjungsi

subordinatif dapat dilihat di lampiran pada data (7), (8), (10), (11), (12), (13),

(19), (22), (24), (25), (27), (30), (36).

Pada data tersebut kata karena digunakan sebagai konjungsi sebab yang

berfungsi untuk menyatakan sebuah alasan. Kata sejak digunakan sebagai

konjungsi subordinatif waktu. Kata sebab digunakan merupakan konjungsi

koordinatif sebab. Kata yang merupakan konjungsi subordinatif atribut. Kata

kalau merupakan konjungsi koordinatif syarat. Kata sebelum merupakan

konjungsi koordinatif waktu. Kata seperti merupakan konjungsi koordinatif


pembanding. Kata sementara dan setelah merupakan konjungsi subordinatif

waktu.

4.1.2 Sarana Kohesi Leksikal Naskah Drama “Panembahan Reso” Karya

W.S Rendra

Rani dkk, (2004:129) menyatakan bahwa “secara umum, piranti kohesi

leksikal berupa kata atau frase bebas yang mampu mempertahankan hubungan

kohesif dengan kalimat mendahului atau yang mengikuti” Hasil penelitian sarana

kohesi leksikal yang terdapat dalam naskah drama “Panembahan Reso” Karya

W.S Rendra, yaitu reiterasi dapat berupa repetisi dan sinonimi.

4.1.2.1 Reiterasi

4.1.2.1.1 Repetisi

Kushartanti dkk, (2009:99) menyatakan bahwa repetisi adalah

pengulangan kata yang sama. Pada naskah drama “Panembahan Reso” Karya W.S

Rendra terdapat repetisi, yaitu Pada naskah drama “Panembahan Reso” karya

W.S. Rendra terdapat repetisi, yaitu teman-teman, kadipaten-kadipaten, ampun,

menghadap, perubahan, keutuhan, masing-masing, benar-benar, ragu-ragu,

pangeran, bermain- main, menyingkirkan

SEKTI : Panembahan Reso, jadi saya datang kemari untuk

mengantar teman-teman Aryo, yang dulu diutus oleh

almarhum Sri Baginda Raja Tua untuk keliling kadipaten-

kadipaten, menghadap Anda. (DT 1).


LEMBU : Ah! Ya! Ampun seribu ampun! Sebelum kami menghadap
Sri Baginda Maharaja, kami lebih dahulu menghadap Anda
dan juga Sri...... Ratu Dara? (DT 5).

BAMBU : Selama kami pergi bertugas, telah banyak terjadi


perubahan dengan menurut cara yang sah. Kami akan
menyesuaikan diri dengan perubahan ini. (DT 8).

Peneliti di sini hanya menyampaikan sebagian data, data repetisi dapat

dilihat di lampiran pada data (10), (13), (14), (16), (19), (21), (24).

4.1.2.1.2 Sinonimi

Kushartanty dkk, (2009:99) berpendapat bahwa sinonimi adalah hubungan

antarkata yang memiliki sama makna. Pada naskah drama “Panembahan Reso”

Karya W.S Rendra terdapat sinonimi, yaitu bencana-perpecahan.

SEKTI : Pengaruh Anda terhadap para Aryo, para Panji, dan para

Senapati sungguh sangat besar. Memang hanya Anda yang

bisa menyelamatkan kerajaan dari bencana-perpecahan.

Sekarang saya pamit dulu, Panembahan. Di rumah saya

sedang ada tamu yang menginap. Setelah minum kopi sore

hari dengan tamu itu, saya akan menghadap maharaja ke

istana. (DT 30).

4.1.3 Sarana Koherensi Naskah Drama “Panembahan Reso” Karya W.S

Rendra

Selain dapat dibentuk dengan kohesi, keutuhan wacana juga dapat

dibentuk dengan koherensi. Hubungan koherensi ialah keterkaitan antara bagian


yang satu dengan bagian yang lainya, sehingga kalimat memiliki kesatuan makna

yang utuh. Dalam struktur wacana dalam naskah drama Panembahan Reso karya

W.S Rendra, aspek koherensi sangat diperlukan keberadaanya untuk menata

pertalian antara preposisi yang satu dengan preposisi yang lainya agar tercipta

sebuah keutuhan. Keutuhan yang koheren tersebut dijabarkan oleh adanya

hubungan – hubungan makna yang terjadi antarunsur secara sistematis.

4.1.3.1 Hubungan Sebab-Akibat

Hubungan sebab -akibat ditandai oleh bagian yang satu menyatakan sebab

dan bagian yang lain menjadi akibat. Salah satu kalimat itu menjawab pertanyaan

“Mengapa begini?” (Mulyana, 2005:32). Konjungsi yang digunakan, misalnya,

oleh karena itu, oleh sebab itu, jadi, akibatnya, maka, dengan demikian.

Pada naskah drama “Panembahan Reso” Karya W.S Rendra terdapat

Hubungan sebab-akibat yaitu:

SEKTI : Panembahan Reso, jadi saya datang kemari untuk

mengantar teman-teman Aryo, yang dulu diutus oleh

almarhum Sri baginda Raja Tua untuk kelilin kadipaten-

kadipaten, menghadap kepada Anda. (DT 1)

Pada data tersebut terdapat konjungsi jadi yang merupakan konjungsi dari

hubungan sebab-akibat, dalam kalimat tersebut kalimat satu menyatakan sebab

dan kalimat satu nya menyatakan akibat.


4.1.3.2 Hubungan Sarana-Hasil

Hubungan ini ditandai oleh salah satu bagianya menjawab pertanyaan

“Mengapa itu dulu bisa dicapai?” padahal, tujuanya sudah tercapai) (Mulyana,

2005:32). Hubungan sarana-hasil pada naskah drama “Panembahan Reso” karya

W.S. Rendra yaitu:

LEMBU : Begitulah. Kecuali keadaan di Telagawurung! Panji

Tumbal berhasil ditawan oleh Pangeran Kembar. Pangeran

Bindi menduduki seluruh Kadipaten Tegalwurung dan

menyatakan menentang kedaulatan Maharaja kita, Berta

menobatkan dirinya sendiri menjadi Raja. Pangeran

Kembar mendukungnya. (DT 16)

Pada kalimat tersebut merupakan sarana koherensi hubungan sarana-hasil

karena pada kalimat tersebut menjawab pertanyaan “mengapa itu dulu bisa

dicapai” dan tujuan tersebut sudah tercapai sesuai data tersebut.

4.1.3.3 Hubungan Alasan-Sebab

Hubungan ini ditandai oleh salah satu bagian kalimat menjawab

pertanyaan “Apa alasanya?” Konjungsi yang dipakai untuk itu misalnya karena

(Mulyana 2005:33)

Pada naskah drama “Panembahan Reso” Karya W.S Rendra terdapat

Hubungan alasan - sebab yaitu:

JAMBU : Syukurlah kalau begitu, kami juga sangat berterima kasih

kepada Sri Baginda karena beliau telah memberikan


perhatian besar kepada para istri kami. Bagaimanakah

keadaan mereka? Saya sendiri sudah merasa sangat kangen

dengan istri saya, setelah sekian lama dipisahkan oleh tugas

demi kerajaan. (DT 12)

Pada data tersebut terdapat konjungsi karena yang merupakan konjungsi

dari hubungan alasan -sebab dan salah satu bagian kalimat menjawab pertanyaan

dari “apa alasanya” terdapat pada kalimat “karena beliau telah memberikan

perhatian besar kepada para istri kami‟.

4.1.3.4 Hubungan Sarana-Tujuan

Hubungan sarana-tujuan ditandai oleh salah satu bagian kalimat menjawab

pertanyaan, “Bagaimana caranya untuk mencapai tujuan?” (karena tujuan itu

belum tentu tercapai) (Mulyana, 2005:33). Pada naskah drama “Panembahan

Reso” Karya W.S Rendra terdapat Hubungan Sarana-Tujuan yaitu:

BAMBU : Dengan dukungan Anda sebagai pemangku, maharaja kita

pasti akan bisa menumpas tandinganya, di Telagawurung!

(DT 22).

RESO : Sanggupkah Maharaja kita menyingkirkan dia atau

sanggupkah dia menyingkirkan maharaja kita? Itu saja

persoalanya. (DT 21).

SEKTI : Pengaruh Anda terhadap para Aryo, para Panji, dan para

Senapati sungguh sangat besar. Memang hanya Anda yang

bisa menyelamatkan kerajaan dari bencana-perpecahan.


Sekarang saya pamit dulu, Panembahan. Di rumah saya

sedang ada tamu yang menginap. Setelah minum kopi sore

hari dengan tamu itu, saya akan menghadap maharaja ke

istana. (DT 30).

Pada data tersebut merupakan sarana koherensi hubungan sarana-tujuan

karena salah satu bagian kalimat tersebut menjawab pertanyaan “Bagaimana

caranya untuk mencapai tujuan?” yang jawabanya terdapat pada kalimat “Dengan

dukungan Anda sebagai pemangku, maharaja kita pasti akan bisa menumpas

tandinganya, di Telagawurung!” begitupun pada data (21) dan (30).

4.1.3.5 Hubungan Latar - Kesimpulan

Hubungan ini ditandai oleh salah satu bagian kalimat menjawab

pertanyaan, “Apa yang menjadi dasar simpulan?” Konjungsi yang digunakan

untuk itu, seperti singkatnya, pendeknya, akhirnya, pada umumnya, dengan kata

lain, sebagai simpulan. Pada naskah drama “Panembahan Reso” Karya W.S

Rendra terdapat Hubungan Latar-Kesimpulan yaitu:

JAMBU : Pendeknya, kami mengakui kedaulatan Sri Baginda

Maharaja Gajah Jenar dan tunduk kepada semua keputusan

yang telah disabdakan oleh Sri Baginda. (DT 9)

Pada data tersebut terdapat kata berupa “pendeknya” yang merupakan

salah satu konjungsi dari hubungan latar – kesimpulan.


4.1.3.6 Hubungan Kelonggaran-Hasil

Hubungan Kelonggaran -Hasil ditandai oleh salah satu bagian menyatakan

kegagalan (Mulyana, 2005:33). Pada naskah drama “Panembahan Reso” Karya

W.S Rendra terdapat Hubungan Kelonggaran - Hasil yaitu:

DARA : Anakku seorang diri tak akan bisa mempertahankan

takhtanya (DT 33).

4.1.3.7 Hubungan Syarat-Hasil

Hubungan Syarat -Hasil ditandai oleh jawaban atas pertanyaan, “Apa yang

harus dilakukan untuk memperloleh hasil?” penghubung yang digunakan seperti,

untuk, untuk itu, untuk maksud itu.(Mulyana, 2005:33). Pada naskah drama

“Panembahan Reso” Karya W.S Rendra terdapat Hubungan Syarat – Hasil yaitu:

SEKTI : Panembahan Reso, jadi saya datang kemari untuk


mengantar teman-teman Aryo, yang dulu diutus oleh
almarhum Sri Baginda Raja Tua untuk keliling kadipaten –
kadipaten, menghadap kepada Anda. (DT 1)

LEMBU : Oh! Kami lebih dahulu menghadap Anda dan Sri Ratu
Dara, untuk lebih meyakinkan diri bahwa kami tidak akan
membuat kesalahan yang sama sekali tidak kami
maksudkan. (DT 7)

SUMBU : Kami telah menjalankan tugas yang justru kami anggap


penting untuk mempertahankan keutuhan kerajaan.
Sekarang kami tetap patuh dan bersedia untuk membela
keutuhan kerajaan di bawah naungan Sri Baginda Maharaja
Gajah Jenar. (DT 10)
JAMBU : Besar kepercayaan kami kepada Anda untuk bisa
mengatasi keadaan ini. Panembahan. (DT 23)

LEMBU : Dari sejak masih tinggal di istana Pangeran Bindi sangat


mengerikan tingkah lakunya. Tanpa ragu – ragu saya akan
membantu Anda untuk membela maharaja kita.(DT 24)

RESO : Setelah Anda semua beristirahat beberapa hari, bantulah


Sri Baginda untuk memerangi para pemberontak. Anda
semua mempunyai pengalaman yang luas di dalam
petempuran. (DT 27)

Pada data tersebut merupakan hubungan syarat hasil yang merupakan


jawaban atas pertanyaan “Apa yang harus dilakukan” dan terdapat penghubung
untuk.

4.1.3.8 Hubungan Waktu

Hubungan waktu ditandai dengan kata seperti, kapan, setelah, pada saat

itu,sesegera, setiap saat, sejak,semetara itu, segera setelah itu, beberapa saat

kemudian. Hubungan waktu pada naskah drama “Pnembahan Reso” karya W.S

Rendra yaitu:

SEKTI : Panembahan Reso, jadi saya datang kemari untuk

mengantar teman -teman Aryo, yang dulu diutus

oleh almarhum Sri Baginda Raja Tua untuk keliling

kadipaten-kadipaten, menghadap kepada Anda. (DT

1)

RESO : Selamat datang, para Aryo. Kedatangan Anda di


ibu Kota sangat kami nantikan. Terutama oleh Sri
Baginda Maharaja.(DT 2)
BAMBU : Selama kami pergi bertugas, telah banyak terjadi
perubahan dengan menurut cara yang sah. Kami
akan menyesuaikan diri dengan perubahan ini. (DT
8)

RESO : Syukurlah kalau begitu, kami juga sangat berterima


kasih kepada Sri Baginda karena beliau telah
memberikan perhatian besar kepada para istri kami.
Bagaimanakah keadaan mereka? Saya sendiri sudah
merasa sangat kangen dengan istri saya, setelah
sekian lama dipisahkan oleh tugas demi kerajaan.
(DT 13)

LEMBU : Dari sejak masih tinggal di istana Pangeran Bindi


sangat mengerikan tingkah lakunya. Tanpa ragu -
ragu saya akan membantu Anda untuk membela
maharaja kita. (DT 24)

RESO : Setelah Anda semua beristirahat beberapa hari,


bantulah Sri Baginda untuk memerangi para
pemberontak. Anda semua mempunyai pengalaman
yang luas di dalam petempuran. (DT 27)

Peneliti di sini hanya menyampaikan sebagian data, data sarana koherensi


hubungan waktu dapat dilihat di lampiran pada data (Prolog), (14), (29), (30)

4.1.4 Sarana Kohesi Gramatikal Naskah Drama “Mahkamah” Karya Asrul

Sani

Hasil penelitian sarana kohesi gramatikal yang terdapat dalam naskah

drama “Panembahan Reso” Karya W.S Rendra, diklasifikasikan menurut

jenisnya, yang terdiri dari: (1) Pronomina, (2) Subtitusi, dan (Konjungsi).
4.1.4.1 Pronomina

Pronomina adalah kata yang dipakai untuk mengacu kepada nomina lain.

Fungsi sarana kohesi gramatikal pronomina yang terdapat pada naskah drama

“Mahkamah” karya Asrul Sani dalam buku teks bahasa Indonesia SMA Kelas XI

yaitu (1) Pronomina persona, (2) pronomina penunjuk, dan (3) pronomina

komparatif.

4.1.4.1.1 Pronomina Persona

Pada naskah drama “Mahkamah” Karya Asrul Sani terdapat pronomina

persona yang terdiri dari: pronomina pertama tunggal, yaitu saya dapat terlihat

pada data berikut:

MURNI : Saya tidak perlu merenungkanya. Saya kenal sifat

suami saya. Suami saya seorang pejuang, seorang

prajurit yang setia. Tidak, dia bukan pembunuh. (DT

6).

PENUNTUT UMUM : Yang saya kemukakan bukan kesimpulan. Kalau

boleh bertanya pada saudara Pembela terhormat,

simpulan apa yang akan dimbil dari kenyataan -

kenyataan ini? (DT 22).

HAKIM KETUA :Majelis hakim akan mengundurkan diri untuk

bermusyawarah dan mengambil keputusan. Dengan

ini sidang saya undur beberapa saat. (DT 68).


Peneliti di sini hanya menyampaikan sebagian data, data pronomina

persona pertama tunggal dapat dilihat di lampiran pada data (2), (8), (12), (13),

(17), (23), (25), (32), (38), (46), (47), (49), (51), (53), (55), (56), (59), (60), (61),

(66), (67).

Pronomina pertama jamak pada naskah drama “Mahkamah” Karya Asrul

Sani yaitu kami, kita

PENUTUT UMUM : Ayolah, nyonya Murni. Menurut keterangan yang kami

peroleh Nyonya sangat cinta pada saudara Anwar. Apa

betul? (DT 16).

MURNI : Bukan karena percakapan itu percakapan rahasia, tapi

karena tuan tidak akan pernah mengerti bahasa yang kami

pergunakan. Karena bahasa yang berlaku antara suami istri

adalah bahasa khusus, yang hanya dimengerti oleh mereka

berdua. Mungkin kata-katanya sama dengan yang tuan

dengar di pasar atau baca di koran, tapi setiap kata

dibebani rasa yang tumbuh dari suka duka kehidupan

kemesraan mereka berdua. (DT43).

Peneliti di sini hanya menyampaikan sebagian data, data Pronomina

pertama jamak dilihat di lampiran pada data (2), (34), (60), (67).

Pada data tersebut kata kami berfungsi sebagai persona pertama jamak,

pronomina ini mencakup pembicara/penulis dan orang lain dipihaknya, tetapi

tidak mencakup orang lain dipihak pendengar/pembacanya. Selanjutnya pada data


kita berfungsi sebagai persona pertama jamak, pronomina ini mencakup tidak saja

pembaca/penulis tetapi juga pendengar/pembaca, dan mungkin pihak lain.

Pronomina persona ketiga tunggal pada naskah drama “Mahkamah” karya

Asrul Sani yaitu ia, dia, dan -nya.

MURNI : Saya tidak perlu merenungkanya. Saya kenal sifat

suami saya. Suami saya seorang pejuang, seorang

prajurit yang setia. Tidak, dia bukan pembunuh. (DT

6).

PENUNTUT UMUM : Begitu cinta padanya, hingga lamaran saudara

Bahri yang pangkatnya lebih tinggi dari saudara

Anwar, Nyonya tolak. Saya tidak tahu pasti, biarpun

kepastian ini tidak penting, dalam bermesraan

dengan saudara Anwar tidak akan begitu aneh jika

Nyonya dan saudara Anwar bersimpati untuk

sehidup semati itu biasa. Memang begitu biasanya

anak – anak muda yang sedang bercinta. Lalu dia

meninggal. Berapa bulan kemudian Nyonya

menikah dengan saudara Bahri? (DT 17).

PEMBELA : Waktu yang cukup panjang untuk mengenali

pribadi seseorang. Berdasarkan pengetahuan

Nyonya, apakah mungkin saudara Bahri

menjatuhkan hukuman pada sahabat karibnya

Anwar dengan maksud membunuhnya supaya dapat


mengawini Nyonya? Tolong Nyonya jawab dengan

sejujur – jujurnya. Cobalah Nyonya renungkan. (DT

5).

BAHRI : Katakan yang sebenarnya Murni. Hanya kebenaran

yang bisa menyelamatkan saya. (DT 53).

Peneliti di sini hanya menyampaikan sebagian data, data Pronomina

persona ketiga tunggal dilihat di lampiran pada data (Prolog), (2), (6) ,(17), (21),

(23), (32), (38), (43), (47), (48), (53), (54), (59), (60), (65), (67).

Pada data tersebut, kata ia berfungsi sebagai kata ganti orang ketiga

tunggal. Selain itu, kata ia juga dipakai untuk merujuk pada sesuatu yang tunggal

yang telah dinyatakan sebelumnya karena ada hubungan untuk memakai

pronomina yang tidak merujuk pada insan. Selanjutnya, kata Dia berfungsi

sebagai persona ketiga tunggal atau kata ganti orang ketiga, yang mengacu pada

orang yang dibicarakan, pada data tersebut yang dimaksud adalah orang yang

meninggal. Kemudian pada data -nya berfungsi sebagai kata ganti orang ketiga

tunggal, pada data tersebut tampak pada kata : dirinya, pada data tersebut yang

dimaksud dinya adalah orang yang akan dibunuh oleh Anwar.

4.1.4.1.2 Pronomina Penunjuk

Pronomina penunjuk dalam bahasa Indonesia ada tiga yaitu (1) pronomina

penunjuk umum, (2) pronomina penunjuk tempat, dan (3) pronomina penunjuk

ihwal. Pada naskah drama “Mahkamah” karya Asrul Sani terdapat pronomina

penunjuk umum yang terdiri dari: pronomina penunjuk umum, yaitu itu dan ini.
HAKIM KETUA :Majelis hakim akan mengundurkan diri untuk

bermusyawarah dan mengambil keputusan.

Dengan ini sidang saya undur beberapa saat. (DT

68).

PENUNTUT UMUM : Itu tidak menjadi soal. Di sini tidak ada rahasia.

(DT 42).

PENUNTUT UMUM : Saya tidak memojokkan siapa-siapa. Itu adalah

prasangka saudara. Di sini...... (DT 25)

Peneliti di sini hanya menyampaikan sebagian data, data pronomina kata

ganti penunjuk dapat dilihat di lampiran pada data (prolog), (1), (2) ,(17), (23),

(32), (42), (43), (45), (46), (57), (59), (60), (67).

Pronomina Penunjuk tempat pada naskah drama “Mahkamah” karya Asrul

Sani yaitu, di sini

Pembela : Yang Mulia, saya keberatan terhadap ucapan

saudara Penuntut Umum. Di sini yang diadili adalah

saudara Bahri bukan Nyonya Murni. (DT 12).

PENUNTUT UMUM : Saya tidak memojokkan siapa- siapa. Itu adalah

prasangka saudara. Di sini.... (DT 25).

PENUNTUT UMUM : Itu tidak menjadi soal. Di sini tidak ada rahasia.

(DT 42).
Pronomina penunjuk ihwal pada naskah drama “Mahkamah” karya Asrul

Sani yaitu, begitu

PENUNTUT UMUM : Begitu cinta padanya, hingga lamaran saudara

Bahri yang pangkatnya lebih tinggi dari saudara

Anwar, Nyonya tolak. Saya tidak tahu pasti,

biarpun kepastian ini tidak penting, dalam

bermesraan dengan saudara Anwar tidak akan

begitu aneh jika Nyonya dan saudara Anwar

bersimpati untuk sehidup semati itu biasa. Memang

begitu biasanya anak-anak muda yang sedang

bercinta. Lalu dia meninggal. Berapa bulan

kemudian Nyonya menikah dengan saudara Bahri?

(DT 17).

PENUNTUT UMUM :Kalau begitu tidak masuk akal sekali, usaha

manusia mendirikan pengadilan untuk menetapkan

suatu perceraian. (DT 44).

Peneliti di sini hanya menyampaikan sebagian data, data subtitusi dapat

dilihat di lampiran pada data (31), (60).

4.1.4.2 Subtitusi

Subtitusi merupakan proses atau hasil pergantian unsur bahasa oleh unsur

lain dalam satuan yang lebih besar untuk memperoleh unsur-unsur pembeda atau

untuk menjelaskan suatu unsur tertentu. Subtitusi dalam naskah drama

“Mahkamah” karya Asrul Sani yaitu, begitu.


PENUNTUT UMUM : Begitu cinta padanya, hingga lamaran saudara

Bahri yang pangkatnya lebih tinggi dari saudara

Anwar, Nyonya tolak. Saya tidak tahu pasti,

biarpun kepastian ini tidak penting, dalam

bermesraan dengan saudara Anwar tidak akan

begitu aneh jika Nyonya dan saudara Anwar

bersimpati untuk sehidup semati itu biasa. Memang

begitu biasanya anak-anak muda yang sedang

bercinta. Lalu dia meninggal. Berapa bulan

kemudian Nyonya menikah dengan saudara Bahri?

(DT 17).

PENUNTUT UMUM :Kalau begitu tidak masuk akal sekali, usaha

manusia mendirikan pengadilan untuk menetapkan

suatu perceraian. (DT 44).

Peneliti di sini hanya menyampaikan sebagian data, data subtitusi dapat

dilihat di lampiran pada data (11), (31), (43), (60), (65) ,(67).

4.1.4.3 Konjungsi (Konjungtor)

4.1.4.3.1 Konjungsi Koordinatif

Pada naskah drama “Mahkamah” karya Asrul Sani terdapat sarana kohesi

konjungsi koordinatif dan, tetapi, atau,

PEMBELA : Surat ini ditulis pada malam setelah tertuduh

menyampaikan lamaranya pada saudara Murni.


Surat ini kemudian dikirimkan pada Murni dengan

bantuan seorang prajurit. Tetapi prajurit itu

terbunuh dan surat ini tidak sampai ke tangan

Murni. Surat itu ada pada saya. Saya minta supaya

yang Mulia sudi membacakanya. (DT 59).

PENUNTUT UMUM : Ada sedikit yang Mulia. Sebuah perbuatan

ditentukan oleh niat pelakunya. Dari pemeriksaan

yang dilakukan sudah cukup jelas niat apa yang

tersembunyi di balik hukuman yang dijatuhkan

oleh tertuduh. Biarpun saudara Bahri mengatakan

bahwa semuanya ia lakukan demi Tuhan, demi

bangsa dan negara, niat yang sebenarnya adalah

untuk menyingkirkan sainganya. Dengan demikian,

dia bukan orang yang melakukan tugas tetapi ia

harus dinyatakan seorang pembunuh. Terima kasih.

(DT 66).

PROLOG : Dalam ruangan ini tidak ada perbedaan antara

malam dan siang. Biarpun di kamar tidur Bahri hari

sudah malam, kualitas cahaya dalam ruang

mahkamah tetap sama. Murni datang diantarkan

seorang petugas pengadilan. Ia berhenti sebentar

untuk memandang wajah suaminya.


HAKIM KETUA :Majelis hakim akan mengundurkan diri untuk

bermusyawarah dan mengambil keputusan. Dengan

ini sidang saya undur beberapa saat. (DT 68).

MURNI : Bukan karena percakapan itu percakapan rahasia,

tapi karena tuan tidak akan pernah mengerti bahasa

yang kami pergunakan. Karena bahasa yang berlaku

antara suami istri adalah bahasa khusus, yang hanya

dimengerti oleh mereka berdua. Mungkin kata-

katanya sama dengan yang tuan dengar di pasar atau

baca di koran, tapi setiap kata dibebani rasa yang

tumbuh dari suka duka kehidupan kemesraan

mereka berdua. (DT43).

Peneliti di sini hanya menyampaikan sebagian data, data konjungsi

adservatif dapat dilihat di lampiran pada data (43), (67), (2), (17), (38), (45), (46),

(48), (60), (65), (67), (59).

4.1.4.3.2 Konjungsi Subordinatif

Pada naskah drama “Mahkamah” karya Asrul Sani terdapat sarana kohesi

konjungsi subordinatif yaitu, kalau, yang, karena, setelah, dengan, sementara

PENUNTUT UMUM :Kalau begitu tidak masuk akal sekali, usaha

manusia mendirikan pengadilan untuk menetapkan

suatu perceraian. (DT 44).


PENUNTUT UMUM : Yang saya kemukakan bukan simpulan. Kalau

boleh bertanya pada saudara pembela terhormat,

simpulan apa yang akan ia ambil dari kenyataan -

kenyataan ini? (DT 23).

PENUNTUT UMUM : Bagaimana tidak?! Baru tadi pagi Nyonya

mengeluh pada suami Nyonya. Nyonya menuntut

saat – saat yang dapat dijadikan kenangan, karena

suami Nyonya adalah seorang yang menjadi hak

Nyonya. Karena suami Nyonya adalah seorang

yang tidak kenal cinta sejati yang mengawini

Nyonya karena nafsu semata. (DT 40).

MURNI : Bukan karena percakapan itu percakapan rahasia,

tapi karena tuan tidak akan pernah mengerti bahasa

yang kami pergunakan. Karena bahasa yang

berlaku antara suami istri adalah bahasa khusus,

yang hanya dimengerti oleh mereka berdua.

Mungkin kata-katanya sama dengan yang tuan

dengar di pasar atau baca di koran, tapi setiap kata

dibebani rasa yang tumbuh dari suka duka

kehidupan kemesraan mereka berdua. (DT43).

PENUNTUT UMUM : Dua bulan? Hebat sekali kesetiaan Nyonya kepada

saudara Anwar. Belum lagi jasadnya membusuk

dalam kubur, Nyonya sudah berpaling dengan lelaki


lain, sainganya. Perempuan apa Nyonya sebetulnya?

Perempuan pengobral cinta yang pindah dengan

mudah dari lelaki yang satu ke lelaki yang lain?

Penjual mulut manis, pendusta, pembohong. (DT

21).

PENUNTUT UMUM : Yang saya kemukakan bukan simpulan. Kalau

boleh bertanya pada saudara pembela terhormat,

simpulan apa yang akan ia ambil dari kenyataan -

kenyataan ini? (DT 23)

HAKIM KETUA :Majelis hakim akan mengundurkan diri untuk

bermusyawarah dan mengambil keputusan. Dengan

ini sidang saya undur beberapa saat. (DT 68).

PEMBELA : Surat ini ditulis pada malam setelah tertuduh

menyampaikan lamaranya pada saudara Murni.

Surat ini kemudian dikirimkan pada Murni dengan

bantuan seorang prajurit. Tetapi prajurit itu terbunuh

dan surat ini tidak sampai ke tangan Murni. Surat itu

ada pada saya. Saya minta supaya yang Mulia sudi

membacakanya. (DT 59).

Peneliti di sini hanya menyampaikan sebagian data, data konjungsi dapat

dilihat di lampiran pada data (2), (3), (5) ,(6), (7), (8), (9), (11), (12), (15), (16),

(17), (21), (27), (29), (31), (32), (37), (40), (41), (43), (46), (51), (53), (54), (55),

(57), (59), (60), (61), (65), (66, (67), (68).


4.1.5 Sarana Kohesi Leksikal Naskah Drama “Mahkamah” Karya Asrul

Sani

Hasil penelitian sarana kohesi leksikal yang terdapat dalam naskah drama

“Mahkamah” Karya Asrul Sani, yaitu reiterasi.

4.1.5.1 Reiterasi

4.1.5.1.1 Repetisi

Pada naskah drama “Mahkamah” Karya Asrul Sani terdapat repetisi, yaitu

Nyonya, satu-satunya, seorang, anak -anak, pertanyaan-pertanyaan, simpulan,

kenyataan -kenyataan, siapa -siapa, saudara-saudara, bertanya-tanya, laki-laki,

tiba -tiba, hampir-hampir, bermalam -malam, satu-satunya, hal-hal, mula-mula,

saat -saat, percakapan, kata -katanya, kakanda, bahasa, sejujur -jujurnya, saat -

saat, sedalam-dalamnya, apa-apa.

PEMBELA : Nyonya ada sedikit pengakuan yang ingin

didengarkan oleh majelis Hakim yang mulia. Kami

mengetahui, bahwa dulu Nyonya adalah kekasih

Kapten Anwar. Tapi orang yang mencintai Nyonya

bukan dia Satu-satunya. Ada lagi, yang lain, yaitu

Mayor Bahri, suami Nyonya yang sekarang juga

mencintai Nyonya. Kemudian, kapten Anwar

dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan medan

perang. Yang menjadi ketua pengadilan itu adalah

Mayor Bahri, suami Nyonya. Saya ingin

mengajukan beberapa pertanyaan. Harap Nyonya


jawab dengan jujur dan tujukan pada Majelis

Hakim.... (DT 2).

MURNI : Saya tidak perlu merenungkanya. Saya kenal sifat

suami saya. Suami saya seorang pejuan, seorang

prajurit yang setia. Tidak, dia bukan pembunuh.

(DT 6).

MURNI : Bukan karena percakapan itu percakapan rahasia,

tapi karena tuan tidak akan pernah mengerti bahasa

yang kami pergunakan. Karena bahasa yang

berlaku antara suami istri adalah bahasa khusus,

yang hanya dimengerti oleh mereka berdua.

Mungkin kata-katanya sama dengan yang tuan

dengar di pasar atau baca di koran, tapi setiap kata

dibebani rasa yang tumbuh dari suka duka

kehidupan kemesraan mereka berdua. (DT43).

Peneliti di sini hanya menyampaikan sebagian data, data repetisi atau

pengulangan kata dapat dilihat di lampiran pada data (5), (11), (16), (17), (21),

(22), (23), (25), (26), (31), (32), (40), (43), (46), (50), (60), (67).

4.1.5.1.2 Sinonimi

Pada naskah drama “Mahkamah” karya Asrul Sani terdapat sinonim, yaitu

pendusta-pembohong, bangsa- negara, pejuan- prajurit, kecewa-sedih.


PENUNTUT UMUM : Dua bulan? Hebat sekali kesetiaan Nyonya kepada

saudara Anwar. Belum lagi jasadnya membusuk

dalam kubur, Nyonya sudah berpaling dengan lelaki

lain, sainganya. Perempuan apa Nyonya sebetulnya?

Perempuan pengobral cinta yang pindah dengan

mudah dari lelaki yang satu ke lelaki yang lain?

Penjual mulut manis, pendusta, pembohong. (DT

21).

PENUNTUT UMUM : Ada sedikit yang mulia. Sebuah perbuatan

ditentukan oleh niat pelakunya. Dari pemeriksaan

yang dilakukan sudah cukup jelas niat apa yang

tersembunyi di balik hukuman yang dijatuhkan oleh

tertuduh. Biarpun saudara Bahri mengatakan bahwa

semuanya ia lakukan demi Tuhan, demi bangsa dan

negara niatnya yang sebenarnya adalah untuk

menyingkirkan sainganya. Dengan demikian dia

bukan orang yang melakukan tugas tapi ia harus

dinyatakan seorang pembunuh. Terima kasih.

MURNI : Saya tidak perlu merenungkanya. Saya kenal sifat

suami saya. Suami saya seorang pejuang, seorang

prajurit yang setia. Tidak, dia bukan pembunuh.

(DT 6).
4.1.5.1.3 Antonimi

Pada naskah drama “Mahkamah” karya Asrul Sani terdapat antonim, yaitu

malam- siang, sehidup-semati, setia-berpaling, laki-laki- perempuan, suami- istri,

suka-duka, benar-salah.

PROLOG : Dalam ruangan ini tidak ada perbedaan antara

malam dan siang. Biarpun di kamar tidur Bahri hari

sudah malam, kualitas cahaya dalam ruang

mahkamah tetap sama. Murni datang diantarkan

seorang petugas pengadilan. Ia berhenti sebentar

untuk memandang wajah suaminya

PENUNTUT UMUM : Begitu cinta padanya, hingga lamaran saudara

Bahri yang pangkatnya lebih tinggi dari saudara

Anwar, nyonya tolak. Saya tidak tau pasti, biarpun

kepastian ini tidak penting, dalam bermesraan

dengan saudara Anwar tidak akan begitu aneh jika

Nyonya dan saudara Anwar bersimpati untuk

sehidup semati itu biasa. Memang begitu biasanya

anak- anak muda yang sedang bercinta. Lalu dia

meninggal. Berapa bulan kemudian Nyonya

menikah dengan saudara Bahri? (DT 17).

Peneliti di sini hanya menyampaikan sebagian data, data antonim pada

naskah drama “Mahkamah” karya Asrul Sani dapat dilihat di lampiran pada data

(21), (43), (67).


4.1.6 Sarana Koherensi Naskah Drama “Mahkamah” Karya Asrul Sani

Pada dasarnya, hubungan koherensi adalah suatu rangkaian fakta dan

gagasan yang teratur dan tersusun secara logis. Koherensi dapat terjadi secara

implisit (terselubung) karena berkaitan dengan bidang makna yang memerlukan

interpretasi. Di samping itu, pemahaman ihwal hubungan koherensi dapat

ditempuh dengan cara menyimpulkan hubungan antarproposisi dalam tubuh

wacana itu. Sarana koherensi pada naskah drama “Mahkamah” karya Asrul Sani

yaitu:

4.1.6.1 Hubungan Sebab-Akibat

Hubungan sebab-akibat ditandai oleh bagian yang satu menyatakan sebab


dan bagian yang lain menjadi akibat. Salah satu kalimat itu menjawab pertanyaan
“Mengapa begini?” (Mulyana, 2005:32). Konjungsi yang digunakan, misalnya,
oleh karena itu, oleh sebab itu, jadi, akibatnya, maka, dengan demikian.
Hubungan Sebab-Akibat pada naskah drama “Mahkamah” Karya Asrul Sani
yaitu:

MURNI : Ia berusaha sekuatnya membahagiakan saya dan


saya memang bahagia. (DT 38)

HAKIM KETUA :Adinda Murni yang tercinta, biarpun cinta kakanda


telah adinda tolak, semoga adinda masih bersedia
membaca surat ini dan mempertimbangkan
permohonan kakanda. Kakanda minta maaf atas
ucapan yang kakanda lontarkan di hadapan adinda.
Kakanda begitu kecewa dan sedih, hingga kakanda
kehilangan kendali atas diri kakanda. Lalu kakanda
berkata: “kalau begitu tidak ada jalan lain. Salah
satu di antara kami, saya atau Anwar harus mati.”
Kakanda menyesal sedalam-dalamnya atas ucapan
itu. Kakanda malu. Kakanda kini ingin bicara dari
lubuk hati kakanda. Adinda bebas menentukan
pilihan. Jika adinda memutuskan untuk memilih
Anwar, maka kakanda akan mengucapkan syukur
dan berdoa pada Tuhan supaya kalian bahagia.
Anwar adalah sahabat kakanda. Kalau dia bahagia
maka kakanda juga bahagia. Salam kakanda. Saiful
Bahri. (DT 60)

PENUNTUT UMUM : Ada sedikit yang mulia. Sebuah perbuatan


ditentukan oleh niat apa yang tersembunyi di balik
hukuman yang dijatuhkan oleh tertuduh. Biarpun
saudara Bahri mengatakan bahwa semuanya ia
lakukan demi Tuhan, demi bangsa dan negara,
niatnya yang sebenarnya adalah untuk
menyingkirkan sainganya. Dengan demikian dia
bukan orang yang melakukan tugas tapi ia harus
dinyatakan seorang pembunuh. Terima kasih.(DT
66)

PEMBELA : Majelis Hakim yang mulia. Kini sampailah saya


pada akhir tugas saya, yaitu membantu dengan
sekuat tenaga menegakkan kebenaran dan
mengembalikan hak kepada yang berhak. Perbuatan
seseorang dinilai menurut niat pelakunya. Tetapi
siapakah yang dapat mengetahui niat seseorang.
Dan jika toh dapat kita ketahui, maka kita akan
menilainya menurut keterbatasan pribadi kita juga.
Oleh karena itu, Majelis Hakim yang mulia, satu –
satunya yang dapat menghakimi adalah pelaku itu
sendiri. Tapi itu hanya akan terjadi, jika hati
sanubari orang tersebut masih berfungsi
sebagaimana mestinya, jika suara hatinya masih
bisa membedakan yang benar dan salah. Yang
terbukti dalam mahkamah ini tidak apa-apa, kecuali
bahwa saudara Saiful Bahri yang sekarang ini
dihadapkan sebagai tertuduh, adalah seorang yang
jujur, rendah hati, percaya pada Tuhan dan seorang
yang memiliki tanggung jawab sepenuhnya atas
semua perbuatanya. Oleh karena itulah pada
tempatnya, jika keputusan pengadilan ini
dikembalikan pada hati sanubari sendiri. Saya yakin
Majelis Hakim yang mulia akan
mempertimbangkan ini. Terima kasih. (DT 67)
Pada data diatas merupakan hubungan sebab-akibat karena salah satu bagian
kalimat menjawab pertanyaan “mengapa sampai terjadi begini?” dan juga terdapat
konjungsi dengan demikian, maka, oleh karena itu pada kalimat tersebut.

4.1.6.2 Hubungan Alasan-Sebab

Hubungan ini ditandai oleh salah satu bagian kalimat menjawab

pertanyaan “Apa alasanya?” Konjungsi yang dipakai untuk itu misalnya karena

(Mulyana 2005:33. Hubungan Alasan-Sebab pada naskah drama “Mahkamah”

Karya Asrul Sani yaitu:

MURNI : Saya tidak perlu merenungkanya. Saya kenal sifat


suami saya. Suami saya seorang pejuang, seorang
prajurit yang setia. Tidak, dia bukan pembunuh. (DT
6)

MURNI : Suami saya tidak membunuh Anwar karena ingin


kawin dengan saya. (DT 8)

PEMBELA : Yang mulia, saya keberatan terhadap ucapan


saudara Penuntut Umum. Di sini yang diadili adalah
saudara Bahri bukan Nyonya Murni. (DT12)

MURNI : Setelah Anwar meninggal, saya hancur luluh.


Dunia ini serasa kiamat: saya hampir-hamipr sesat.
Saya memutuskan untuk bunuh diri. Tapi Tuhan
melindungi saya. Bermalam-malam saya berjuang
melawan keinginan saya itu. Saya berhasil
mengambil keputusan. Saya akan hidup terus, saya
harus bisa melupakan. Tapi saya perempuan, sendiri
memerlukan perlindungan. Tidak ada gunanya
memerlukan perlindungan seseorang yang sudah
tidak ada. Satu -satunya orang yang mencintai saya,
kecuali Anwar, adalah Bahri. Lalu saya
membulatkan hati. Siapa tahu saya dapat belajar
mencntai dia. Karena ia lelaki yang baik, setia. Ia
juga mencintai Anwar. Tidak pernah satu katapun
keluar dari mulutnya hal-hal yang memburukkan
Anwar. Setelah kami menikah, setiap tahun ia
membawa saya ziarah ke makam Anwar. Mula -
mula saya mengira mencintai dua orang lelaki. Tapi
kenyataanya, saya mencintai seorang Bahri. (DT 32)

Peneliti di sini hanya menampilkan sebagian data, data sarana koherensi

hubungan alasan -sebab dapat dilihat di lampiran pada data (17), (22), (24), (34),

(40). (43).

4.1.6.3 Hubungan Sarana-Tujuan

Hubungan sarana -tujuan ditandai oleh salah satu bagian kalimat

menjawab pertanyaan, “Bagaimana caranya untuk mencapai tujuan?” (karena

tujuan itu belum tentu tercapai) (Mulyana, 2005:33). Pada naskah drama

“Mahkamah” karya W.S Rendra terdapat Hubungan Sarana-Tujuan yaitu

MURNI : Ia berkata, sekarang soalnya jelas sudah. Apa yang

menjadi niat waktu tertuduh menjatuhkan hukuman

mati sudah jelas. Ia ingin membunuh saksi yang

merupakan saingan baginya. (DT 54)

Pada data tersebut merupakan sarana koherensi hubungan sarana tujuan, karena

dalam kalimat tersebut salah satu bagian kalimat menjawab pertanyaan “apa yang

harus dilakukan untuk mencapai tujuan itu?”.

4.1.6.4 Hubungan Kelonggaran-Hasil

Hubungan Kelonggaran -Hasil ditandai oleh salah satu bagian menyatakan

kegagalan (Mulyana, 2005:33). Pada naskah drama “Panembahan Reso” Karya

W.S Rendra terdapat Hubungan Kelonggaran-Hasil yaitu:


PEMBELA : Surat ini ditulis malam setelah tertuduh

menyampaikan lamaranya pada saudra Murni. Surat

ini kemudian dikirimkan pada Murni dengan

bantuan seorang prajurit. Tetapi prajurit itu

terbunuh dan surat iani tidak sampai ke tangan

Murni. Surat itu ada pada saya. Saya minta supaya

Yang Mulia sudi membacakanya. (DT 59)

Pada data tersebut merupakan sarana koherensi hubunngan kelonggaran – hasil

karena salah satu bagian kalimat menyatakan kegagalan suatu usaha, dan dalam

kalimat tersebut menyatakan bahwa prajurit gagal mengirimkan surat kepada

murni karena terbunuh.

4.1.6.5 Hubungan Syarat-Hasil

Hubungan Syarat -Hasil ditandai oleh jawaban atas pertanyaan, “Apa yang

harus dilakukan untuk memperloleh hasil?” penghubung yang digunakan seperti,

untuk, untuk itu, untuk maksud itu.(Mulyana, 2005:33). Pada naskah drama

“Mahkamah” Karya Asrul Sani terdapat Hubungan Syarat-Hasil yaitu:

PEMBELA : Waktu yang cukup panjang untuk mengenali

pribadi seseorang. Berdasarkan pengetahuan

Nyonya, apakah mungkin saudara Bahri

menjatuhkan hukuman pada sahabat karibnya

Anwar dengan maksud membunuhnya supaya dapat

mengawini Nyonya? Tolong Nyonya jawab dengan


sejujur – jujurnya. Cobalah Nyonya renungkan. (DT

5).

PENUNTUT UMUM : Begitu cinta padanya, hingga lamaran saudara

Bahri yang pangkatnya lebih tinggi dari saudara

Anwar, nyonya tolak. Saya tidak tau pasti, biarpun

kepastian ini tidak penting, dalam bermesraan

dengan saudara Anwar tidak akan begitu aneh jika

Nyonya dan saudara Anwar bersimpati untuk

sehidup semati itu biasa. Memang begitu biasanya

anak- anak muda yang sedang bercinta. Lalu dia

meninggal. Berapa bulan kemudian Nyonya

menikah dengan saudara Bahri? (DT 17)

PEMBELA : Nyonya Murni, kata Nyonya, Nyonya kawin dua


bulan setelah kekaih Nyonya meninggal. Memang
Nyonya, masyarakat umum akan bertanya-tanya
bagaimana mungkin seorang gadis yang begitu
mencintai seorang laki- laki, tiba-tiba kawin dalam
waktu begitu singkat dengan lelaki lain. Masyarakat
cenderung untuk menghukum, tetapi Nyonya berhak
untuk membela diri. Nyonya tentu punya alasan.
Apa bisa Nyonya jelaskan? (DT 31)

Peneliti disini tidak menuliskan secara keseluruhan. Hubungan syarat-hasil dapat


di lihat pada lampiran (44), (60), (66), (68).
4.1.6.6 Hubungan Perbandingan

Salah satu bagian kalimat menyatakan perbandingan dengan bagian


kalimat yang lain (Mulyana, 2005:33). Hubungan perbandingan pada naskah
drama “Mahkamah” karya Asrul Sani yaitu:

PENUNTUT UMUM : Dua bulan? Hebat sekali kesetiaan Nyonya


kepada saudara Anwar. Belum lagi jasadnya
membusuk dalam kubur, Nyonya sudah
berpaling dengan lelaki lain, sainganya.
Perempuan apa Nyonya sebetulnya?
Perempuan pengobral cinta yang pindah
dengan mudah dari lelaki yang satu ke lelaki
yang lain? Penjual mulut manis, pendusta,
pembohong. (DT 21)

MURNI : Perceraian terjadi, jika bahasa itu sudah


mati dan digantikan oleh bahasa pasar dan
bahasa koran yang jadi milik orang
banyak.(DT 45)

PEMBELA : Yang Mulia, apa pun keputusan yang akan


dijatuhkan oleh yang mulia, satu hal harus
pasti. Keputusan itu harus berdasarkan
kebenaran tersebut, dunia sudah terlalu
sarat dengan segala macam prasangka.

4.1.6.7 Hubungan Waktu

Hubungan waktu ditandai dengan kata seperti, kapan, setelah, pada saat

itu,sesegera, setiap saat, sejak,semetara itu, segera setelah itu, beberapa saat

kemudian. Hubungan waktu pada naskah drama “Mahkamah” karya Asrul Sani

yaitu:
PROLOG :Dalam ruanagan ini tidak ada perbedaan

antara malam dan siang. Biarpun di kamar

tidur bahri hari sudah malam, kualitas

cahaya dalam ruang mahkamah tetap sama.

Murni datang diantarkan seorang petugas

pengadilan. Ia berhenti sebentar untuk

memandang wajah suaminya.

PEMBELA : Sudah berapa tahun Nyonya berumah

tangga dengan saudara Bahri? .(DT 3)

MURNI : Lebih dari tiga puluh tahun (DT 4)

Peneliti di sini hanya menampilkan sebagian data, data sarana koherensi

hubungan waktu dapat dilihat di lampiran pada data (15), (20), (21), (31), (32),

(59).

Pada data tersebut merupakan sarana koherensi hubungan waktu karena

pada kalimat tersebut menjelaskan waktu dimana keadaan atau percakapan

tersebut terjadi seperti siang, sore, malam, setelah.berapa bulan, tiga bulan.

4.2 Pembahasan

Penelitian yang berjudul Analisis Kohesi dan Koherensi pada Wacana

Naskah Drama dalam Buku Teks Bahasa Indonesia SMA Kelas XI membahas

tentang (1) jenis sarana kohesi yang terdapat pada naskah drama dalam buku teks

SMA bahasa Indonesia kelas XI, dan (2) sarana koherensi yang terdapat pada

naskah drama dalam buku teks SMA bahasa Indonesia kelas XI. Tujuanya adalah
untuk mendeskripsikan kedua hal tersebut. Untuk dapat mendeskripsikan

keduanya, peneliti melakukan pengumpulan data dengan membaca seluruh

wacana dan menandai jenis sarana kohesi dan koherensinya. Setelah itu, data

dianalisis berdasarkan teori yang sudah ada yang berkaitan dengan wacana.

Berdasarkan hasil analisis terdapat kesesuaian antara yang sudah ada dengan hasil

penelitian.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti, ditemukan 3

jenis sarana kohesi pada naskah drama “Panembahan Reso” karya W.S Rendra

dalam buku teks SMA Bahasa Indonesia kelas XI yaitu: (1) pronomina, (2)

konjungsi, dan (3) reiterasi. Pertama pronomina, pronomina persona pertama

tunggal yaitu saya, dan -ku. Pronomina persona pertama jamak yaitu kami dan

kita. Pronomina persona kedua tunggal yaitu Anda dan -mu. Pronomina persona

ketiga tunggal yaitu ia, dia, beliau dan -nya. Pronomina persona ketiga jamak

yaitu mereka. Selanjutnya pronomina penunjuk ditemukan dua pronomina yaitu

ini dan itu, berfungsi sebagai penunjuk sesuatu yang dekat ataupun yang jauh

tergantung konteksnya. Pronomina penunjuk ihwal yang ditemukan yaitu begitu.

dan Pronomina komparatif ditemukan satu pronomina yaitu sama. Kedua

konjungsi, konjungsi koordinatif ditemukan satu konjugsi koordinatif yaitu dan

berfungsi sebagai kata penghubung. Konjungsi subordinatif ditemukan sebelas

konjungsi yaitu karena, sejak, sebab, yang, kalau, sebelum, seperti, dengan,

selama, sementara dan setelah, berfungsi sebagai penghubung dua klausa atau

lebih dan tidak memiliki status sintaksis yang sama. Ketiga reiterasi, dibagi

menjadi dua yaitu repetisi yaitu berfungsi sebagai pengulangan kata yang sama

yang dimaksudkan untuk memberikan penekanan bahwa kata- kata tersebut


merupakan fokus pembicaraan, dan sinonimi yang berfungsi agar penggunaan

kata dalam dialog bervariasi dan menarik.

Selanjutnya sarana koherensi pada naskah drama ”Panembahan Reso”

karya W.S. Rendra dalam buku teks SMA Bahasa Indonesia kelas XI yaitu

ditemukan delapan jenis sarana koherensi. Pertama yaitu hubungan sebab-akibat

yang ditandai oleh bagian yang satu menyatakan sebab dan yang lain menjadi

akibat, pada naskah drama “Panembahan Reso” karya W.S Rendra tersebut

ditemukan 1 data. Kedua yaitu hubungan sarana-hasil yang ditandai oleh salah

satu bagianya menjawab pertanyaan “mengapa itu dulu bisa dicapai?” pada

naskah drama “Panembahan Reso” karya W.S. Rendra tersebut ditemukan 1 data.

Ketiga hubungan alasan-sebab yang ditandai oleh salah satu bagian kalimat

menjawab pertanyaan “apa alasanya?” pada naskah drama tersebut ditemukan 1

data. Keempat hubungan sarana-tujuan yang ditandai oleh salah satu bagian

kalimat menjawab pertanyaan “bagaimana caranya untuk mencapai tujuan?” pada

naskah drama ditemukan tiga data. Kelima hubungan latar-kesimpulan yang

ditandai oleh salah satu bagian kalimat menjawab pertanyaan “apa yang menjadi

dasar simpulan?” pada naskah tersebut ditemukan 1 data. Keenam hubungan

kelonggaran -hasil yang ditandai oleh satu bagian kalimat menyatakan kegagalan,

pada naskah tersebut ditemukan 1 data. Ketujuh hubungan syarat-hasil yang

ditandai oleh jawaban atas pertanyaan “apa yang harus dilakukan untuk

memperoleh hasil?” pada naskah drama tersebut ditemukan 6 data. Kedelapan

hubungan waktu yang ditandai dengan kata seperti, kapan, setelah, pada saat itu,

sesegera, pada naskah drama ditemukan 10 data.


Kemudian hasil penelitian yang dilakukan peneliti, pada naskah drama

“Mahkamah” karya Asrul Sani dalam buku teks SMA bahasa Indonesia kelas XI

ditemukan 4 jenis sarana kohesi yaitu (1) pronomina, (2) subtitusi, (3) konjungsi,

dan (4) reiterasi. Pertama pronomina, pronomina persona pertama tunggal yaitu

saya berfungsi sebagai kata ganti diri atau kata ganti orang. Pronomina pertama

jamak yaitu kami dan kita. Pronomina persona ketiga tunggal yaitu ia, dia dan -

nya. Pronomia penunjuk umum ini dan itu, berfungsi sebagai penunjuk sesuatu

yang dekat ataupun yang jauh tergantung konteksnya. Pronomina penunjuk ihwal

yaitu begitu. kedua subtitusi, ditemukan satu subtitusi yaitu begitu, berfungsi

sebagai kata yang dapat digantikan oleh kata lain untuk tujuan tertentu untuk

menghindari penyebutan berulang. Ketiga konjungsi, konjungsi koordinatif

ditemukan tiga konjungsi yaitu, dan, tetapi dan atau, berfungsi sebagai kata

penghubung. Konjungsi subordinatif ditemukan enam konjungsi yaitu kalau,

yang, karena, setelah, dengan, dan sementara, berfungsi sebagai penghubung dua

klausa atau lebih dan tidak memiliki status sintaksis yang sama. Keempat reiterasi,

dibagi menjadi tiga yaitu repetisi berfungsi sebagai pengulangan kata yang sama

yang dimaksudkan untuk memberikan penekanan bahwa kata- kata tersebut

merupakan fokus pembicaraan, sinonimi berfungsi agar penggunaan kata dalam

dialog bervariasi dan menarik, antonimi berfungsi sebagai lawan kata dan supaya

selaras membuat mitra tutur atau pembaca lebih cepat memahami dialog.

Sarana koherensi pada naskah drama ”Mahkamah” karya Asrul Sani

dalam buku teks SMA Bahasa Indonesia kelas XI yaitu ditemukan tujuh jenis

sarana koherensi. Pertama yaitu hubungan sebab-akibat yang ditandai oleh bagian

yang satu menyatakan sebab dan yang lain menjadi akibat, pada naskah drama
“Mahkamah” karya Asrul Sani tersebut ditemukan 4 data.. Kedua hubungan

alasan – sebab yang ditandai oleh salah satu bagian kalimat menjawab pertanyaan

“apa alasanya?” pada naskah drama tersebut ditemukan 10 data. Ketiga

hubungan sarana -tujuan yang ditandai oleh salah satu bagian kalimat menjawab

pertanyaan “bagaimana caranya untuk mencapai tujuan?” pada naskah drama

ditemukan 1 data. Keempat hubungan kelonggaran-hasil yang ditandai oleh satu

bagian kalimat menyatakan kegagalan, pada naskah tersebut ditemukan 1 data.

Kelima hubungan syarat-hasil yang ditandai oleh jawaban atas pertanyaan “apa

yang harus dilakukan untuk memperoleh hasil?” pada naskah drama tersebut

ditemukan 7 data. Keenam hubungan perbandingan yang salah satu kalimat

menyatakan perbandingan , pada naskah drama tersebut ditemukan 3 data.

Ketujuh hubungan waktu yang ditandai dengan kata seperti, kapan, setelah, pada

saat itu, sesegera, pada naskah drama ditemukan 9 data.

Penelitian kohesi dan koherensi wacana naskah drama “Panembahan

Reso” karya W.S. Rendra dan “Mahkamah” karya Asrul sani merupakan

pelengkap dari penelitian-penelitian kohesi dan koherensi wacana yang telah ada.

Penelitian kohesi dan koherensi terdahulu banyak yang membahas sarana kohesi

dan koherensi dalam wacana berita, novel, dan iklan dengan tujuan untuk

menemukan perbandingan antara sarana kohesi dan koherensi yang digunakan

dalam wacana berita, novel, dan iklan dengan sarana kohesi dan koherensi yang

digunakan dalam wacana naskah drama.

Dengan adanya penelitian kohesi dan koherensi wacana di dalam naskah

drama berarti telah terwujud pengembangan penelitian kohesi dan koherensi

khususnya pada naskah wacana yang ada dalam buku teks SMA bahasa Indonesia
kelas XI yang dapat dijadikan referensi sebagai bahan ajar pada pembelajaran

naskah drama sesuai KD yang ada yaitu pada KD 3.9 mengenai menganalisis isi

dan kebahasaan drama yang dibaca atau ditonton. Secara keseluruhan, jenis-jenis

penelitian sarana kohesi dan koherensi yang telah ada, baik itu pada wacana bukan

sastra maupun wacana sastra dapat mempeprkaya kajian bahasa khususnya di

bidang wacana.
BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang berjudul analisis kohesi dan koherensi


pada wacana naskah drama dalam buku teks bahasa Indonesia SMA kelas XI,
dapat disimpulkan sebagai berikut.

1) Naskah drama “Panembahan Reso” karya W.S Rendra dalam buku teks SMA
Bahasa Indonesia kelas XI ditemukan 3 jenis sarana kohesi pada naskah drama
“Panembahan Reso” karya W.S Rendra dalam buku teks SMA Bahasa
Indonesia kelas XI yaitu: pada kohesi gramatikal (1) pronomina, dan (2)
konjungsi. Selanjutnya pada kohesi leksikal ditemukan (1) repetisi, dan (2)
sinonimi. Kemudian, ditemukan sepuluh sarana koherensi yaitu (1) hubungan
sebab-akibat, (2) hubungan sarana-hasil, (3) hubungan alasan-sebab, (4)
hubungan sarana-tujuan, (5) hubungan latar-kesimpulan, (6) hubungan
kelonggaran-hasil, (7) hubungan syarat-hasil, (8) hubungan perbandingan, (9)
hubungan waktu, dan (10) hubungan amplikatif.

2) Kemudian hasil penelitian yang dilakukan peneliti, pada naskah drama


“Mahkamah” karya Asrul Sani dalam buku teks SMA bahasa Indonesia kelas
XI ditemukan 4 jenis sarana kohesi, yaitu pada kohesi gramatikal (1)
pronomina, (2) subtitusi, dan (3) konjungsi. Selanjutnya pada kohesi leksikal
yaitu (1) repetisi, (2) sinonimi, dan (3) antonimi. Sarana koherensi ditemukan
tujuh jenis sarana koherensi yaitu (1) hubungan sebab-akibat (2) hubungan
alasan-sebab (3) hubungan sarana-tujuan (4) hubungan kelonggaran-hasil (5)
hubungan syarat -hasil (6) hubungan perbandingan (7) hubungan waktu.

5.2 Implikasi

Implikasi atau keterkaitan penelitian ini adalah pada bidang pendidikan


khususnya pembelajaran naskah drama. Penelitian ini membahas analisis naskah
drama menggunakan teori analisis kohesi dan koherensi di dalam buku teks
bahasa Indonesia SMA kelas XI. Menemukan makna secara utuh memiliki
keterkaitan dengan KD yang ada di kelas XI SMA yaitu pada KD 3.9
menganalisis isi dan kebahasaan drama yang di tonton atau di baca. Pembelajaran
dalam menganalisis naskah drama di SMA kelas XI dapat dilakukan dengan
menggunakan analisis kohesi dan koherensi.

5.3 Saran

Tercapainya hasil penelitian ini belum dapat menentukan bahwa wacana pada
naskah drama “ Panembahan Reso” karya W.S. Rendra dan “Mahkamah” karya
Asrul Sani dalam buku teks bahasa Indonesia SMA kelas XI sudah berkategori
baik sekali. Hal ini disebabkan selain sarana kohesi dan koherensi masih ada
faktor-faktor kebahasaan lain seperti pemilihan kata, paragraf, dan ejaan yang
juga dapat mewujudkan sebuah wacana yang baik. Dengan demikian, kategori
sangat baik dalam penelitian ini terbatas pada sarana kohesi dan koherensi nya
saja, karena jika ingin meneliti seluruh unsur kebahasaan yang ada maka perlu
dilakukan pengembangan penelitian lebih lanjut. Berdasarkan hasil kesimpulan,
peneliti memberikan saran sebagai berikut.

1) Bagi pembaca khususnya mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan


Sastra Indonesia disarankan dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai
bahan untuk menambah ilmu pengetahuan tentang kohesi dan koherensi
dalam mata kuliah wacana.
2) Bagi peneliti selanjutnya disarankan dapat meneliti temuan-temuan lain
mengenai sarana kohesi dan koherensi yang terdapat dalam naskah drama.
DAFTAR RUJUKAN

Aflahah. 2012. Kohesi dan Koherensi dalam Wacana. Jurnal Okara, Vol I.

Aristama Dio, Basuki Rohmat. 2018. Penggunaan Piranti Kohesi dan Koherensi
pada Naskah Drama Karangan Siswa Kelas VII. Jurnal Ilmiah Korpus,
Volume II, Nomor I.

Alwi, H., dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.Jakart: Balai Pustaka.

Emzir dan Saiful Rohman. 2015. Teori dan Pengajaran Sastra. Jakarta:Rajawali
Pers.

Kushartanty., dkk. 2009. Pesona Bahasa Langkah Awal Memahami Linguistik.


Cetakan ketiga. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Mulyana. 2005. Kajian Wacana. Yogyakarta:Tiara wacana.

Moleong. 2014. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Karya.

Nurlaksana dan Eko Rusmianto.2015. Analisis Wacana. Yogyakarta:Graha Ilmu

Oktavia, Wahyu dan Diyan Zuliyandari. 2019. Analisis Wacana Tekstual dan
Kontekstual dalam Naskah Drama Bunga Rumah Makan Karya Utuy Tatang
Sontani. Lingua, Vol XV, Nomor 2. Juli 2019.

Rahayu, Siti Perdi. 2008. Kalimat Majemuk. Yogyakarta:UNY.

Rani dkk. 2004. Analisis Wacana. Malang: Bayumedia Pupbhlishing.

Ratnaningdyah, Endang. 2012. “Analisis Wacana Tekstual Dan Kontekstual


Naskah Lakon Sandosa Sokrasana:Sang Manusia Karya Yanusa
Nughroho”. Tesis dipubhlikasikan , Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Setiyanto, Edi.2009. Kohesi dan Koherensi dalam Wacana Dialog. Yogyakarta:


Gama Media.
Setiawati, Eti dan Roosi Rusmawati. Analisis Wacana. Deepubhlish. Diakses 10
Juli 2020, dari E-Book.

Sudaryat, Y. 2008. Makna Dalam Wacana.Bandung: CV Yrama Widya.

Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:


Alfabeta Bandung.s

Tarigan, H. G. 2009. Pengajaran Wacana. Bandung: Angkasa

Yendra. 2018. Linguistik. Deepubhlish. Diakses 10 Juli 2020, dari E-Book.

95
Lampiran 1: Naskah drama “Panembahan Reso”

PANEMBAHAN RESO
Karya : W.S. Rendra

Di rumah Panembahan Reso. Pagi hari. Ada Aryo Lembu, Aryo Jambu,
Aryo Bambu, Aryo Sumbu, Aryo Sekti, Ratu Dara, dan Panembahan Reso.

Sekti :Panembahan Reso, jadi saya datang kemari untuk mengantar


teman-teman Aryo, yang dulu diutus oleh almarhum Sri Baginda
Raja Tua untuk keliling kadipaten-kadipaten, menghadap kepada
Anda.

Reso :Selamat datang, para Aryo. Kedatangan Anda di ibu kota sangat
kami nantikan. Terutama oleh Sri Baginda Maharaja.

Lembu :Sebelum menghadap Sri Baginda Raja.

Sekti :Maaf, Maharaja, bukan Raja.

Lembu :Ah, ya! Ampun seribu ampun! Sebelum kami menghadap Sri
Baginda Maharaja, kami lebih dahulu menghadap Anda dan juga
Sri .... Ratu Dara?

Sekti :Ya, betul! Sri Ratu Dara!

Lembu :Oh! Kami lebih dahulu menghadap Anda dan Sri Ratu Dara,
untuk lebih meyakinkan diri bahwa kami tidak akan membuat
kesalahan yang sama sekali tidak kami maksudkan.

Bambu :Selama kami pergi bertugas, telah banyak terjadi perubahan


dengan menurut cara yang sah. Kami akan menyesuaikan diri
dengan perubahan ini.

Jambu :Pendeknya, kami mengakui kedaulatan Sri Baginda Maharaja


Gajah Jenar dan tunduk kepada semua keputusan yang telah
disabdakan oleh Sri Baginda.

Sumbu :Kami telah menjalankan tugas yang justru kami anggap penting
untuk mempertahankan keutuhan kerajaan. Sekarang kami tetap
patuh dan bersedia untuk membela keutuhan kerajaan di bawah
naungan Sri Baginda Maharaja Gajah Jenar.

Reso :Bagus! Bagus! Dengan cepat saya bisa mengumpulkan bahwa


Anda berempat abdi Raja yang tahu diri dan tahu akan kewajiban.
Bagus. Bagus. Sri Baginda pasti akan ikhlas menerima bakti Anda
semua.

96
Jambu :Syukurlah kalau begitu. Kami juga sangat berterima kasih kepada
Sri Baginda karena beliau telah memberikan perhatian besar
kepada para istri kami. Bagaimanakah keadaan mereka? Saya
sendiri sudah merasa sangat kangen dengan istri saya, setelah
sekian lama dipisahkan oleh tugas demi kerajaan.

Reso :Jangan khawatir. Keadaan mereka sangat mewah dan sejahtera.


Mereka dibawa ke istana demi keamanan mereka sendiri. Jangan
sampai mereka menjadi korban dari pancaroba perubahan. Nanti
setelah Anda menghadap Maharaja, pasti istri Anda akan diantar ke
rumah kembali. Sri Ratu Dara dan Sri Ratu Kenari selalu bermain-
main dengan mereka.

Dara :Kami sering bermain bersama sampai agak larut malam. Kami
saling bercerita tentang pengalaman hidup masing-masing.

Jambu :Sungguh kami sangat berutang budi untuk kebaikan hati semacam
itu.

Lembu :Begitulah. Kecuali keadaan di Tegalwurung! Panji Tumbal


berhasil ditawan oleh Pangeran Kembar. Pangeran Bindi
menduduki seluruh Kadipaten Tegalwurung dan menyatakan
menentang kedaulatan Maharaja kita, Berta menobatkan dirinya
sendiri menjadi Raja. Pangeran Kembar mendukungnya.

Reso :Hm! Ini bukan persoalan remeh.

Dara :Ia bukan putra tertua dari almarhum Sri Baginda Raja yang dulu.

Reso :Atas dasar kekuatan! Setiap orang yang merasa dirinya kuat boleh
saja menobatkan dirinya menjadi Raja. Seperti juga Raja yang dulu
mendirikan kerajaan ini. Tinggal soalnya apakah ia akan bisa
membuktikan bahwa dirinya benar-benar yang terkuat di seluruh
negara. Bisa tidak ia menundukkan semua tandingan yang ada.

Dara :Jadi, ia menantang kekuasaan Maharaja kita!

Reso :Sanggupkah maharaja kita menyingkirkan dia atau sanggupkah


dia menyingkirkan maharaja kita? Itu saja persoalannya.

Bambu :Dengan dukungan Anda sebagai pemangku, maharaja kita pasti


akan bisa menumpas tandingannya, di Tegalwurung!

Jambu :Besar kepercayaan kami kepada Anda untuk bisa mengatasi


keadaan ini, Panembahan.

98
Lembu :Dari sejak masih tinggal di istana, Pangeran Bindi sangat
mengerikan tingkah lakunya. Tanpa ragu-ragu saya akan
membantu Anda untuk
membela maharaja kita.

Reso :Aryo Sumbu, apakah Anda juga mempunyai kemantapan seperti


itu?

Sumbu :(Jelas dan tegas) Ya, Panembahan!

Reso :Setelah Anda semua beristirahat beberapa hari, bantulah Sri


Baginda untuk memerangi para pemberontak. Anda semua
mempunyai pengalaman yang luas di dalam pertempuran.

Lembu :Di bawah pimpinan Anda kami semua patuh dan setia.

Reso :Silakan pulang dulu dan nanti sore menghadap Maharaja di Istana.
(Keempat Aryo mohon diri lalu keluar.)

Sekti :Pengaruh Anda terhadap para Aryo, para Panji, dan para Senapati
sungguh sangat besar. Memang hanya Anda yang bisa
menyelamatkan kerajaan dari bencana-perpecahan. Sekarang saya
pamit dulu, Panembahan. Di rumah saya ada tamu yang menginap.
Setelah minum kopi sore hari dengan tamu itu, saya akan
menghadap maharaja ke istana.

Reso :Apakah kamu itu akan tinggal lama di rumah Anda?

Sekti :Seperti biasanya, agak lama juga. Salam, Ratu Dara. Salam,
Panembahan (pergi).

Dara :Anakku seorang diri tak akan bisa mempertahankan takhtanya.

Reso :Itulah sebabnya kita harus membantu Baginda.

Dara :Maharaja boneka itu mulai memuakkan saya.

Reso :Tidak baik berkata begitu sementara Baginda ialah darah


dagingmu sendiri.

Dara :Panembahan suamiku, ternyata Anda begitu kuat dan kuasa,


kenapa Anda tidak ingin menjadi raja?

Reso :Hahahaha! Apa kurang enaknya menjadi orangtua dan pemangku.

99
Lampiran 2: Naskah drama “Mahkamah”

MAHKAMAH
Karya Asrul Sani

Dalam ruangan ini tidak ada perbedaan antara malam dan siang.
Biarpun di kamar tidur Bahri hari sudah malam, kualitas cahaya dalam
ruang mahkamah tetap sama. Murni datang diantarkan seorang petugas
pengadilan. la berhenti sebentar untuk memandang wajah suaminya.

Pembela :Nyonya Murni, silakan duduk. (Bahri melihat Murni. la


berdiri.) Murni.... Sayang! Mendengar kata sayang itu Murni
memalingkan muka lalu duduk tertunduk. Pembela mendekati
Munti lalu berkata.

Pembela :Nyonya ada sedikit pengakuan yang ingin didengarkan oleh


Majelis Hakim yang mulia. Kami mengetahui, bahwa dulu
nyonya adalah kekasih Kapten Anwar. Tapi orang yang
mencintai Nyonya bukan dia satu-satunya. Ada lagi, yang lain,
yaitu Mayor Bahri, suami Nyonya yang sekarang juga mencintai
Nyonya. Kemudian, kapten Anwar dijatuhi hukuman mati oleh
pengadilan medan perang. Yang menjadi ketua pengadilan itu
adalah Mayor Bahri, suami Nyonya. Saya ingin mengajukan
beberapa pertanyaan. Harap nyonya jawab dengan jujur dan
tujukan pada Majelis Hakim ..... (Murni mengangguk.)

Pembela :Sudah berapa tahun Nyonya berumah tangga dengan saudara


Bahri?

Murni :Lebih dari tiga puluh tahun.

Pembela :Waktu yang cukup panjang untuk mengenali pribadi seseorang.


Berdasarkan pengetahuan Nyonya, apakah mungkin saudara
Bahri menjatuhkan hukuman pada sahabat karibnya Anwar
dengan maksud membunuhnya supaya dapat mengawini
Nyonya? Tolong Nyonya jawab dengan sejujur-jujurnya.
Cobalah Nyonya renungkan.

Murni :Saya tidak perlu merenungkannya. Saya kenal sifat suami saya.
Suami saya seorang pejuang, seorang prajurit yang setia. Tidak,
dia bukan pembunuh.

Pembela :Tolong sampaikan dengan lebih jelas pada Majelis Hakim.

Murni :Suami saya tidak membunuh Anwar karena ingin kawin dengan
saya.

100
Pembela :Terima kasih, Nyonya. Untuk sementara sekian dulu yang
mulia.

Hakim Ketua :Saudara Penuntut Umum, giliran Saudara.

Penuntut Umum :Nyonya Murni, apakah Nyonya seorang yang dapat dipercaya?
Ataukah Nyonya berkata begitu hanya sekadar mimpi
memamerkan kesetiaan pada suami yang sebetulnya sama sekali
tidak Nyonya miliki.

Pembela :Yang Mulia, saya keberatan terhadap ucapan saudara Penuntut


Umum. Di sini yang diadili adalah saudara Bahri bukan Nyonya
Murni.

Penuntut Umum :Maaf, yang Mulia. Saudara Pembela terlalu terburu nafsu. Saya
belum selesai bicara. Saya tidak mengadili. Saya hanya membuat
suatu simpulan.

Hakim Ketua :Teruskan saudara Penuntut Umum.

Penuntut Umum :Setelah saudara meninggal, berapa lama kemudian nyonya


menikah dengan saudara Bahri? (Mumi diam sebentar)

Penuntut Umum :(mendesak) Ayolah, Nyonya Murni. Menurut keterangan yang


kami peroleh Nyonya sangat cinta pada saudara Anwar. Apa
betul?

Murni :(mengangguk)

Penuntut Umum :Begitu cinta padanya, hingga lamaran saudara Bahri yang
pangkatnya lebih tinggi dari saudara Anwar, Nyonya tolak. Saya
tidak tahu pasti, biarpun kepastian ini tidak penting, dalam
bermesraan dengan saudara Anwar tidak akan begitu aneh jika
Nyonya dan saudara Anwar bersimpati untuk sehidup semati-itu
biasa. Memang begitu biasanya anak-anak muda yang sedang
bercinta. Lalu dia meninggal. Berapa bulan kemudian Nyonya
menikah dengan saudara Bahri?

Murni :(hampir-hampir tidak terdengar) Dua bulan ......

Penuntut Umum :Keras sedikit.

Murni :Dua bulan.

Penuntut Umum :(dengan sinis) Dua bulan? Hebat sekali kesetiaan Nyonya
kepada saudara Anwar. Belum lagi jasadnya membusuk dalam
kubur, Nyonya sudah berpaling dengan lelaki lain, saingannya.
Perempuan apa Nyonya sebetulnya? Perempuan pengobral cinta
yang pindah dengan mudah dari lelaki yang satu ke lelaki yang
lain? Penjual mulut manis,pendusta, pembohong?
Pembela :Saya keberatan atas pertanyaan-pertanyaan saudara Penuntut
Umum.

Penuntut Umum :Yang saya kemukakan bukan simpulan. Kalau boleh bertanya
pada saudara Pembela terhormat, simpulan apa yang akan ia
ambil dari kenyataan-kenyataan ini?

Pembela :(langsung menjawab) Cara saudara mengajukan pertanyaan


memojokkan nyonya Murni.

Penuntut Umum :Saya tidak memojokkan siapa-siapa. Itu adalah prasangka


saudara. Di sini ......(Hakim mengetuk-ngetukkan palunya melihat
Pembela dan Penuntut Umum bertengkar.)

Hakim Ketua :Saudara-saudara bicara melalui Hakim. (Keduanya diam.)

Pembela :Maaf yang Mulia.

Hakim Ketua :Saudara Penuntut Umum teruskan.

Penuntut Umum :Untuk sementara sekian dulu yang Mulia.

Hakim Ketua :Saudara Pembela, silakan.

Pembela :Nyonya Murni (menyeka air matanya), kata nyonya, nyonya


kawin dua bulan setelah kekasih nyonya meninggal. Memang
nyonya, masyarakat umum akan bertanya-tanya, bagaimana
mungkin seorang gadis yang begitu mencintai seorang laki-laki,
tiba-tiba kawin dalam waktu begitu singkat dengan lelaki lain.
Masyarakat cenderung untuk menghukum, tapi nyonya berhak
untuk membela diri. Nyonya tentu punya alasan. Apa bisa
nyonya Jelaskan?

Murni :Setelah Anwar meninggal, saya hancur luluh. Dunia ini serasa
kiamat: Saya hampir-hampir sesat. Saya memutuskan untuk
bunuh diri. Tapi Tuhan melindungi saya. Bermalam-malam saya
berjuang melawan keinginan saya itu. Saya berhasil mengambil
keputusan. Saya akan hidup terus, saya harus bisa melupakan.
Tapi saya perempuan sendiri memerlukan perlindungan. Tidak
ada gunanya memerlukan perlindungan seseorang yang sudah
tidak ada. Satu-satunya orang yang mencintai saya, kecuali
Anwar, adalah Bahri. Lalu saya membulatka hati. Siapa tahu
saya dapat belajar mencintai dia. Karena ia lelaki yang baik,
setia. la juga mencintai Anwar. Tidak pernah satu katapun keluar
dari mulutnya hal-hal yang memburukkan Anwar. Setelah kami
menikah, setiap tahun ia membawa saya ziarah ke makam
Anwar. Mula-mula saya mengira mencintai dua orang lelaki.
Tapi kenyataannya, saya mencintai seorang Bahri.

Pembela :Lalu di mana tempat Anwar.

Murni :Kami berdua mencintai Anwar sebagai kenangan.

Pembela :Terima kasih.

Hakim Ketua :Masih ada saudara Penuntut Umum?

Penuntut Umum :Ya, yang Mulia. Nyonya Murni. Apa saudara Bahri
membahagiakan Nyonya?

Murni :Ia berusaha sekuatnya membahagiakan saya dan saya memang


bahagia.

Penuntut Umum :Nyonya dusta.

Penuntut Umum :Bagaimana tidak?! Baru tadi pagi Nyonya mengeluh pada suami
Nyonya. Nyonya menuntut saat-saat yang dapat dijadikan
kenangan, karena suami Nyonya tidak memberikan waktu yang
menjadi hak Nyonya. Karena suami Nyonya adalah seorang yang
tidak kenal cinta sejati yang mengawini Nyonya karena nafsu
semata.

Murni :Oh, tuan mendengarkan sesuatu yang tidak diperuntukkan bagi


telinga.

Penuntut Umum :Itu tidak menjadi soal. Di sini tidak ada rahasia.

Murni :Bukan karena percakapan itu percakapan rahasia, tapi karena


tuan tidak akan pernah mengerti bahasa yang kami pergunakan.
Karena bahasa yang berlaku antara suami istri adalah bahasa
khusus, yang hanya dapat dimengerti oleh mereka berdua.
Mungkin kata-katanya sama dengan yang tuan dengar di pasar
atau baca di koran, tapi setiap kata dibebani rasa yang tumbuh
dari suka duka kehidupan kemesraan mereka berdua.

Penuntut Umum :Kalau begitu tidak masuk akal sekali, usaha manusia mendirikan
pengadilan untuk menetapkan suatu perceraian.

Murni :Perceraian terjadi, jika bahasa itu sudah mati dan digantikan
oleh bahasa pasar dan bahasa koran yang jadi milik orang
banyak.

Penuntut Umum :Baik, saya tidak akan memasuki persoalan itu lebih jauh.
(kepada Hakim) Yang mulia, yang ingin saya buktikan ialah
bahwa saudara Bahri adalah seseorang yang dikendalikan oleh
hawa nafsunya. Nyonya! Waktu saudara Bahri melamar Nyonya
dan Nyonya menolak lamarannya apa kata-kata yang diucapkan
oleh saudara Bahri? (Murni diam sebentar, lalu berkata.)

Murni :Saya mengerti kekecewaannya. Apa yang dia ucapkan tidak


penting.

Penuntut Umum :Penting atau tidak penting adalah urusan Majelis Hakim. Apa
katanya?

Murni :Saya sudah lupa.

Penuntut Umum :Ayolah Nyonya, Nyonya tidak lupa .... (Murni memaling ke
arah suaminya. Bahri berkata pada Hakim.)

Bahri :Yang Mulia, apa boleh saya mengatakan sesuatu pada istri saya?

Hakim :Silakan.

Bahri :Katakan yang sebenarnya, Murni. Hanya kebenaran yang bisa


menyelamatkan saya. (Murni menunduk lalu berkata.)

Murni :Ia berkata, sekarang soalnya jelas sudah. Apa yang menjadi niat
waktu tertuduh menjatuhkan hukuman mati sudah jelas. la ingin
membunuh saksi yang merupakan saingan baginya. (Hakim
kelihatan berbisik.)

Pembela :Bapak Hakim yang mulia, apakah boleh saya mengajukan


sebuah barang bukti?

Hakim Ketua :Saya kira tidak perlu lagi.

Pembela :Yang Mulia, apa pun keputusan yang akan dijatuhkan oleh yang
mulia satu hal harus pasti. Keputusan itu harus berdasarkan
kebenaran tersebut -dunia sudah terlalu sarat dengan segala
macam prasangka.

Hakim :Baik, silakan. (Pembela membuka mapnya dan mengeluarkan


sepucuk surat.)

Pembela :Surat ini ditulis pada malam setelah tertuduh menyampaikan


lamarannya pada saudara Murni.Surat ini kemudian dikirimkan
pada Murni dengan bantuan seorang prajurit. Tapi prajurit itu
terbunuh dan surat ini tidak sampai ke tangan Murni. Surat itu
ada pada saya. Saya minta supaya Yang Mulia sudi
membacakannya. (Ia menyerahkan surat itu pada Hakim Ketua.
Hakim membuka sampulnya dan mulai membaca.)
Hakim Ketua :Adinda Murni yang tercinta, Biarpun cinta kakanda telah adinda
tolak, semoga adinda masih bersedia membaca surat ini dan
mempertimbangkan permohonan kakanda. Kakanda minta maaf
atas ucapan yang kakanda lontarkan di hadapan adinda. Kakanda
begitu kecewa dan sedih, hingga kakanda kehilangan kendali atas
diri kakanda. Lalu kakanda berkata: “Kalau begitu tidak ada
jalan lain. Salah satu di antara kami, saya atau Anwar harus
mati.” Kakanda menyesal sedalam-dalamnya atas ucapan itu.
Kakanda malu. Kakanda kini ingin bicara dari lubuk hati
kakanda. Adinda bebas menentukan pilihan. Jika adinda
memutuskan untuk memilih Anwar, maka kakanda akan
mengucapkan syukur dan berdoa pada Tuhan supaya kalian
bahagia. Anwar adalah sahabat kakanda. Kalau dia bahagia maka
kakanda juga bahagia. Salam kakanda Saiful Bahri

Pembela :Terima kasih yang mulia. Saya tidak akan mengajukan


pertanyaan lagi.

Hakim Ketua :Saudara Penuntut Umum masih ingin mengajukan pertanyaan


pada saksi?

Penuntut Umum :Tidak yang mulia.

Hakim Ketua :Apa ada yang saudara ingin sampaikan pada Majelis Hakim?

Penuntut Umum :Ada sedikit yang mulia. Sebuah perbuatan ditentukan oleh niat
pelakunya. Dari pemeriksaan yang dilakukan sudah cukup jelas
niat apa yang tersembunyi di balik hukuman yang dijatuhkan
oleh tertuduh. Biarpun saudara Bahri mengatakan bahwa
semuanya ia lakukan demi Tuhan, demi bangsa dan negara,
niatnya yang sebenarnya adalah untuk menyingkirkan
saingannya. Dengan demikian, dia bukan orang yang melakukan
tugas tapi ia harus dinyatakan seorang pembunuh. Terima kasih.

Hakim Ketua :Saudara Pembela, saudara saya persilakan untuk menyampaikan


pembelaan saudara yang terakhir pada Majelis Hakim.

Pembela :Majelis hakim yang mulia.Kini sampailah saya pada akhir tugas
saya, yaitu membantu dengan sekuat tenaga menegakkan
kebenaran dan mengembalikan hak kepada yang berhak.
Perbuatan seseorang dinilai menurut niat pelakunya. Tapi
siapakah yang dapat mengetahui niat seseorang. Dan jika toh
dapat kita ketahui, maka kita akan menilainya menurut
keterbatasan pribadi kita juga. Oleh karena itu, Majelis Hakim
yang mulia, satu-satunya yang dapat menghakimi adalah pelaku
itu sendiri. Tapi itu hanya akan terjadi, jika hati sanubari orang
tersebut masih berfungsi sebagaimana mestinya, jika suara
hatinya masih bisa membedakan yang benar dan yang salah.
Yang terbukti dalam mahkamah ini tidak apa-apa, kecuali bahwa
saudara Saiful Bahri yang sekarang ini dihadapkan sebagai
tertuduh, adalah seorang yang jujur, rendah hati, percaya pada
Tuhan dan seorang yang memiliki tanggung jawab sepenuhnya
atas semua perbuatannya. Oleh karena itulah pada tempatnya,
jika keputusan pengadilan ini dikembalikan pada hati
sanubarinya sendiri. Saya yakin Majelis Hakim yang mulia akan
mempertimbangkan ini. Terima kasih!

Hakim Ketua :Majelis hakim akan mengundurkan diri untuk bermusyawarah


dan mengambil keputusan. Dengan ini sidang saya undur
beberapa saat.
Lampiran 3 : Korpus Data Naskah Drama “Panembahan Reso” Karya W.S.
Rendra

SARANA KOHESI
NO KUTIPAN DATA SA
KOH
GRAMATIKAL LEKSIKAL
1. DI RUMAH Konjungsi Repetisi (Panembahan
PANEMBAHAN RESO. koordinatif (dan) Reso, Aryo)
PAGI HARI. ADA ARYO
LEMBU, ARYO JAMBU,
ARYO BAMBU, ARYO
SUMBU, ARYO SEKTI,
RATU DARA, DAN
PANEMBAHAN RESO.
2. SEKTI : Panembahan Reso, Pronomina Repetisi (teman- 1. H
jadi saya datang kemari untuk Persona Pertama teman, kadipaten- A
mengantar teman – teman Tunggal (Saya) kadipaten) 2. H
Aryo, yang dulu diutus oleh H
almarhum Sri Baginda Raja Pronomina
Tua untuk keliling kadipaten persona kedua 3. H
– kadipaten, menghadap tunggal (Anda)
kepada Anda.

3. RESO : Selamat datang, para Pronomina -


Aryo. Kedatangan Anda di persona kedua Hubu
ibu Kota sangat kami tunggal (Anda)
nantikan. Terutama oleh Sri
Baginda Maharaja. Pronomina
Persona Pertama
Jamak (Kami)

4. LEMBU: Sebelum Konjungsi -


menghadap Sri Baginda Raja. Subordinatif
(Sebelum)
5. SEKTI : Maaf, maharaja, - -
bukan Raja.

6. LEMBU : Ah, ya! Ampun Pronomina Repetisi : (Ampun,


seribu ampun! Sebelum kami persona kedua menghadap)
menghadap Sri Baginda tunggal (Anda)
Maharaja, kami lebih dahulu
menghadap Anda dan juga Pronomina
Sri..... Ratu Dara? Persona Pertama
Jamak (Kami)

Konjungsi
Subordinatif
(Sebelum)

Konjungsi
koordinatif (dan)

7. SEKTI : Ya, betul! Sri Ratu - -


Dara

8. LEMBU : Oh! Kami lebih Pronomina Repetisi (Lebih) Hubungan


dahulu menghadap Anda dan persona kedua
Sri Ratu Dara, untuk lebih tunggal (Anda)
meyakinkan diri bahwa kami
tidak akan membuat Pronomina
kesalahan yang sama sekali Persona Pertama
tidak kami maksudkan. Jamak (Kami)

Konjungsi
koordinatif (dan)

Konjungsi
Subordinatif
(Yang)

9. BAMBU : Selama kami pergi Pronomina Repetisi (Perubahan- Hubungan


bertugas, telah banyak terjadi Persona Pertama perubahan)
perubahan dengan menurut Jamak (Kami)
cara yang sah. Kami akan
menyesuaikan diri dengan Konjungsi
perubahan ini. Subordinatif
(Yang)

Konjungsi
Subordinatif
(Selama)

Konjungsi
Subordinatif
(Dengan)

10. JAMBU: Pendeknya, kami Pronomina - Hubungan


mengakui kedaulatan Sri Persona Pertama
Baginda Maharaja Gajah Jamak (Kami)
Jenar dan tunduk kepada
semua keputusan yang telah Konjungsi
disabdakan oleh Sri Baginda. koordinatif (dan)

Konjungsi
Subordinatif
(Yang)

11. SUMBU : Kami telah Pronomina Repetisi (keutuhan- Hubungan


menjalankan tugas yang Persona Pertama keutuhan)
justru kami anggap penting Jamak (Kami)
untuk mempertahankan
keutuhan kerajaan. Sekarang Konjungsi
kami tetap patuh dan bersedia koordinatif (dan)
untuk membela keutuhan
kerajaan di bawah naungan Konjungsi
Sri Baginda Maharaja Gajah Subordinatif
Jenar. (Yang)

12. RESO : Bagus! Bagus! Pronomina Repetisi (bagus-bagus, Hubungan


Dengan cepat saya bisa Persona Pertama tahu-tahu)
mengumpulkan bahwa Anda Tunggal (Saya)
berempat abdi raja yang tahu
diri dan tahu akan kewajiban. Pronomina
Bagus. Bagus. Sri Baginda persona kedua
pasti akan ikhlas menerima tunggal (Anda)
bakti Anda semua.
Konjungsi
koordinatif (dan)
Konjungsi
Subordinatif
(Dengan)

13. JAMBU: Syukurlah kalau Pronomina Hubungan


begitu, kami juga sangat Persona Pertama
berterima kasih kepada Sri Tunggal (Saya)
Baginda karena beliau telah
memberikan perhatian besar Pronomina
kepada para istri kami. Persona Pertama
Bagaimanakah keadaan Jamak (Kami)
mereka? Saya sendiri sudah
merasa sangat kangen dengan Pronomina
istri saya, setelah sekian lama Persona Ketiga
dipisahkan oleh tugas demi Jamak (Mereka)
kerajaan.

Pronomina
Persona Orang
Ketiga tunggal
(Beliau)

Konjungsi
Subordinatif
(Kalau)

Konjungsi
Subordinatif
(Karena)

Konjungsi
Subordinatif
(Dengan)

Konjungsi
Subordinatif
(Setelah)
Pronomina
penunjuk ihwal
(Begitu)

14. RESO : Jangan khawatir, Pronomina Repetisi (Bermain- Hubungan


keadaan mereka sangat persona kedua main)
mewah dan sejahtera. Mereka tunggal (Anda)
di bawa ke istana demi
keamanan mereka sendiri. Pronomina
Jangan sampai mereka Persona Ketiga
menjadi korban dari Jamak (Mereka)
pancaroba perubahan. Nanti
setelah Anda menghadap Konjungsi
Maharaja, pasti istri Anda koordinatif (dan)
akan di antar ke rumah
kembali. Sri Ratu Dara dan Konjungsi
Sri Ratu Kenari selalu Subordinatif
bermain-main dengan (Dengan)
mereka.

15. DARA : Kami sering Pronomina Repetisi (Masing- Hubunga


bermain bersama sampaai Persona Pertama masing)
agak larut malam. Karna Jamak (Kami)
kami saling bercerita tentang
pengalaman hidup masing-
masing.
16. JAMBU : Sungguh kami Pronomina -
sangat berutang budi untuuk Persona Pertama
kebaikan hati semacam itu. Jamak (Kami)

Pronomina
Penunjuk Umum
(itu)
17. LEMBU : Begitulah. Kecuali Pronomina Repetisi (Pangeran - Hubunga
keadaan di Telagawurung! Persona Ketiga pangeran) Hasil
Panji Tumbal berhasil Tunggal (-nya)
ditawan oleh Pangeran
Kembar. Pangeran Bindi Konjungsi
menduduki seluruh koordinatif (dan)
Kadipaten Tegalwurung dan
menyatakan menentang
kedaulatan Maharaja kita,
Berta menobatkan dirinya
sendiri menjadi Raja.
Pangeran Kembar
mendukungnya.

18. RESO: Hm! Ini bukan Pronomina -


persoalan remeh. Penunjuk Umum
(ini)

19. DARA : Ia bukan putra tertua Pronomina


dari almarhum Sri Baginda Persona ketiga
Raja yang dulu. Tunggal (Ia)

Konjungsi
Subordinatif
(Yang)
20. RESO : Atas dasar kekuatan! Pronomina Repetisi (Benar- Hubunga
Setiap orang yang merasa Persona ketiga benar) Tujuan
dirinya kuat boleh saja Tunggal (Ia)
menobatkan dirinya menjadi
Raja. Seperti juga Raja yang Pronomina
dulu mendirikan kerajaan ini. Persona Ketiga
Tinggal soalnya apakah ia Tunggal (-nya)
akan bisa membuktikan
bahwa dirinya benar-benar
yang terkuat di seluruh Konjungsi
negara. Bisa tidak ia Subordinatif
menundukkan semua (Yang)
tandingan yang ada. (DT19).
Konjungsi
Subordinatif
(Seperti)

Pronomina
Penunjuk Umum
(ini)
21. DARA : Jadi ia menantang Pronomina -
kekuasaan Maharaja kita! Persona ketiga
Tunggal (Ia)

RESO :Sanggupkah Pronomina Repetisi (Sanggupkah, Hubunga


22. Maharaja kita menyingkirkan Persona ketiga menyingkirkan) Tujuan
dia atau sanggupkah dia Tunggal (dia)
menyingkirkan maharaja
kita? Itu saja persoalanya. Pronomina
(DT 21). Persona Pertama
Jamak (Kita)

Pronomina
Penunjuk Umum
(itu)
23. BAMBU : Dengan dukungan Pronomina Hubunga
Anda sebagai pemangku, Persona Pertama Tujuan
maharaja kita pasti akan bisa Jamak (Kita)
menumpas tandinganya, di
Telagawurung! (DT 22) Pronomina
persona kedua
tunggal (Anda)

Pronomina
Persona Ketiga
Tunggal (-nya)

Konjungsi
Subordinatif
(Dengan)

24. JAMBU : Besar kepercayaan Pronomina - Hubunga


kami kepada Anda untuk bisa persona kedua Hasil
mengatasi keadaan ini. tunggal (Anda)
Panembahan
Pronomina
persona pertama
jamak (kami)

Pronomina
Penunjuk Umum
(ini)

25. LEMBU : Dari sejak masih Pronomina Repetisi (Ragu – ragu) 1. H


tinggal di istana Pangeran Persona Pertama S
Bindi sangat mengerikan Tunggal (Saya)
2. H
tingkah lakunya. Tanpa ragu
W
– ragu saya akan membantu Pronomina
Anda untuk membela persona kedua
maharaja kita. tunggal (Anda)

Pronomina
Persona Pertama
Jamak (Kita)
Pronomina
Persona Ketiga
Tunggal (-nya)

Konjungsi
Subordinatif
(sejak)

26. RESO: Aryo Sumbu, apakah Pronomina


Anda juga mempunyai persona kedua
kemantapan seperti itu? tunggal (Anda)

Konjungsi
Subordinatif
(Seperti)

Pronomina
Penunjuk Umum
(itu)

27. SUMBU : Ya, Panembahan! - -

28 RESO : Setelah Anda semua Pronomina 1. H


beristirahat beberapa hari, persona kedua S
bantulah Sri Baginda untuk tunggal (Anda)
2. H
memerangi para
W
pemberontak. Anda semua Konjungsi
mempunyai pengalaman yang Subordinatif
luas di dalam petempuran. (Setelah)

Konjungsi
Subordinatif
(yang)

29. LEMBU : Di bawah Pronomina


pimpinan Anda , kami semua persona kedua
patuh dan setia. tunggal (Anda)

Pronomina
Persona Pertama
Jamak (Kami)

Konjungsi
koordinatif (dan)

30. RESO : Silahkan Pulang dulu Konjungsi Hubunga


dan nanti sore menghadap koordinatif (dan)
Maharaja di istana.

31. SEKTI : Pengaruh Anda Pronomina Sinonimi (bencana – 1. H


terhadap para Aryo, para Persona Pertama perpecahan) sa
Panji, dan para Senapati Tunggal (Saya)
2. H
sungguh sangat besar.
Memang hanya Anda yang Pronomina
bisa menyelamatkan kerajaan persona kedua
dari bencana – perpecahan. tunggal (Anda)
Sekarang saya pamit dulu,
Panembahan. Di rumah saya Pronomina
sedang ada tamu yang Penunjuk Umum
menginap. Setelah minum (itu)
kopi sore hari dengan tamu
itu, saya akan menghadap Konjungsi
maharaja ke istana. (DT 30). koordinatif (dan)

Konjungsi
Subordinatif
(Dengan)

Konjungsi
Subordinatif
(Setelah)

32. RESO : Apakah tamu itu Pronomina


akan tinggal lama di rumah persona kedua
Anda? tunggal (Anda)

Pronomina
Penunjuk Umum
(itu)
33. SEKTI : Seperti biasanya, Konjungsi
agak lama juga. Salam, Ratu Subordinatif
Dara. Salam, Panembahan. (Seperti)

34. DARA : Anakku seorang diri Pronomina Hubunga


tak akan bisa Persona Pertama - hasil
mempertahankan takhtanya. (-ku)

Persona Ketiga
Tunggal (-nya)
35. RESO : Itulah sebabnya kita Pronomina
harus membantu Baginda. Persona Pertama
Jamak (Kita)

Pronomina
Penunjuk Umum
(itu)

Persona Ketiga
Tunggal (-nya)
36. DARA : Maharaja boneka itu Pronomina Hubunga
mulai memuakkan saya. Persona pertama
tunggal (Saya)

Pronomina
Penunjuk Umum
(itu)

37. RESO : Tidak baik berkata Pronomina


begitu, sementara Baginda Persona Kedua
ialah darah dagingmu sendiri. Tunggal (-mu)

Pronomina
penunjuk ihwal
(begitu)

Konjungsi
subordinatif
(sementara)

38. DARA : Panembahan Pronomina


suamikku, ternyata Anda persona kedua
begitu kuat dan kuasa, tunggal (Anda)
kenapa Anda tidak ingin
menjadi raja? Pronomina
Persona Pertama
tunggal (-ku)

Pronomina
penunjuk ihwal
(begitu)

Konjungsi
koordinatif (dan)

39. RESO : Hahahaha! Apakah Konjungsi


kurang enaknya menjadi koordinatif (dan)
orangtua dan pemangku.
Pronomina
Persona Ketiga
Tunggal (-nya)
Lampiran 4 : Korpus Data Naskah Drama “Mahkamah” Karya W.S Rendra

SARANA KOHESI
NO KUTIPAN DATA SA
KOH
GRAMATIKAL LEKSIKAL
1. DALAM RUANAGAN INI Pronomina Antonimi ( siang – Hub wa
TIDAK ADA Persona ketiga malam)
PERBEDAAN ANTARA Tunggal (Ia)
MALAM DAN SIANG.
BIARPUN DI KAMAR Pronomina
TIDUR BAHRI HARI Penunjuk Umum
(ini)
SUDAH MALAM,
KUALITAS CAHAYA Konjungsi
DALAM RUANG koordinatif (dan)
MAHKAMAH TETAP
SAMA. MURNI DATANG
DIANTARKAN
SEORANG PETUGAS
PENGADILAN. IA
BERHENTI SEBENTAR
UNTUK MEMANDANG
WAJAH SUAMINYA.
2. PEMBELA : Nyonya - -
Murni, silahkan duduk.
Murni... Sayang!
3. PEMBELA : PEMBELA: Pronomina Repetisi (
Nyonya ada sedikit Persona Pertama satunya)
pengakuan yang ingin Tunggal (Saya)
didengarkan oleh majelis
Hakim yang mulia. Kami Pronomina
mengetahui, bahwa dulu Persona Pertama
Nyonya adalah kekasih Jamak (Kami)
Kapten Anwar. Tapi orang
yang mencintai Nyonya Pronomina
bukan dia Satu – satunya. Persona Ketiga
Ada lagi, yang lain, yaitu Tunggal (dia)
Mayor Bahri, suami Nyonya
yang sekarang juga Pronomina
Penunjuk Umum
mencintai Nyonya.
(itu)
Kemudian, kapten Anwar
dijatuhi hukuman mati oleh Konjungsi
pengadilan medan perang. koordinatif (dan)
Yang menjadi ketua
pengadilan itu adalah Mayor Konjungsi
Bahri, suami Nyonya. Saya Subordinatif
ingin mengajukan beberapa (Yang)
pertanyaan. Harap Nyonya
jawab dengan jujur dan
tujukan pada Majelis
Hakim.... (DT 2).

4. PEMBELA : Sudah berapa Konjungsi Hubung


tahun Nyonya berumah Subordinatif
tangga dengan saudara (dengan)
Bahri?
5. MURNI : Lebih dari tiga - - Hubung
puluh tahun.
6. PEMBELA : Waktu yang Konjungsi Repetisi (Sejujur – Hubung
cukup panjang untuk Subordinatif jujurnya) Hasil
mengenali pribadi seseorang. (Yang)
Berdasarkan pengetahuan Hubung
Nyonya, apakah mungkin
Konjungsi
saudara Bahri menjatuhkan
Subordinatif
hukuman pada sahabat
(dengan)
karibnya Anwar dengan
maksud membunuhnya
Pronomina
supaya dapat mengawini
Nyonya? Tolong Nyonya Persona Ketiga
jawab dengan sejujur – Tunggal (-nya)
jujurnya. Cobalah Nyonya
renungkan. (DT 5).

7. MURNI : Saya tidak perlu Pronomina Antonimi (Pejuang – Hubung


merenungkanya. Saya kenal Persona Pertama prajurit) Sebab
sifat suami saya. Suami Tunggal (Saya)
saya seorang pejuang,
seorang prajurit yang setia.
Tidak, dia bukan Pronomina
pembunuh. Persona Ketiga
Tunggal (dia)

Konjungsi
Subordinatif
(Yang)

Pronomina
Persona Ketiga
Tunggal (-nya)

8. PEMBELA : Tolong Konjungsi


sampaikan dengan lebih jelas Subordinatif
pada Majelis Hakim (dengan)

9. MURNI : Suami saya tidak Pronomina - Hubung


membunuh Anwar karena Persona Pertama Sebab
ingin kawin dengan saya. Tunggal (Saya)

Konjungsi
Subordinatif
(Sebab)
10. PEMBELA : Terima Kasih Konjungsi -
Nyonya. Untuk sementara subordinatif
sekian dulu yang mulia. (Sementara)

11. HAKIM KETUA : Saudara - -


Penuntut Umum, giliran
Saudara.

12. PENUNTUT UMUM : Konjungsi -


Nyonya Murni, apakah Subordinatif
Nyonya seorang yang dapat (Yang)
dipercaya? Ataukah Nyonya
berkata begitu hanya sekadar
mimpi memamerkan Subtitusi (Begitu)
kesetiaan pada suami yang
sebetulnya sama sekali tidak
Nyonya miliki.

13. PEMBELA : Yang mulia, Pronomina Hubung


saya keberatan terhadap Persona Pertama sebab
ucapan saudara Penuntut Tunggal (Saya)
Umum. Di sini yang diadili
adalah saudara Bahri bukan
Nyonya Murni. Pronomina
Persona penunjuk
Tempat (Di sini)

Konjungsi
Subordinatif
(Yang)

14. PENUNTUT UMUM : Maaf, Pronomina -


yang mulia. Saudara Pembela Persona Pertama
terlalu terburu nafsu. Saya Tunggal (Saya)
belum selesai bicara. Saya
tidak mengadili. Saya hanya
membuat suatu kesimpulan.
15. HAKIM KETUA: Teruskan - -
saudara Penuntut Umum.
16. PENUNTUT UMUM : Konjungsi - Hubung
Setelah saudara, meninggal, Subordinatif
berapa lama kemudian (dengan)
Nyonya menikah dengan
saudara Bahri? Konjungsi
Subordinatif
(setelah)

17. PENUNTUT UMUM : Pronomina -


Ayolah, Nyonya Murni. Persona Pertama
Menurut keterangan yang Jamak (Kami)
kami peroleh Nyonya sangat
cnta pada sudara Anwar. Apa
Konjungsi
betul?
Subordinatif
(Yang)

18. PENUNTUT UMUM : Pronomina Repetisi : (Anak – Hubung


Begitu cinta padanya, hingga Persona Pertama anak) Hasil
lamaran saudara Bahri yang Tunggal (Saya)
pangkatnya lebih tinggi dari Antonimi (Hidup –
saudara Anwar, nyonya mati)
Pronomina
tolak. Saya tidak tau pasti,
biarpun kepastian ini tidak Persona Ketiga
penting, dalam bermesraan Tunggal (dia)
dengan saudara Anwar tidak
akan begitu aneh jika Pronomina
Nyonya dan saudara Anwar Persona Ketiga
bersimpati untuk sehidup Tunggal (-nya)
semati itu biasa. Memang
begitu biasanya anak- anak
Konjungsi
muda yang sedang bercinta.
Lalu dia meninggal. Berapa Subordinatif
bulan kemudian Nyonya (Yang)
menikah dengan saudara
Bahri? Konjungsi
koordinatif (dan)

Konjungsi
Subordinatif
(dengan)

Subtitusi (Begitu)

Pronomina
Penunjuk Umum
(Ini)

19. MURNI : Dua bulan... - -

20. PENUNTUT UMUM : Keras - -


sedikit

21. MURNI : Dua bulan - - Hubung

22. PENUNTUT UMUM :Dua Pronomina Antonimi (Kesetiaan Hubung


Persona Ketiga – berpaling) Perband
bulan? Hebat sekali kesetiaan Tunggal (-nya)
Sinonimi (Pendusta – Hubung
Nyonya kepada saudara pembohong)
Konjungsi
Anwar. Belum lagi jasadnya Subordinatif
(Yang)
membusuk dalam kubur,

Nyonya sudah berpaling Konjungsi


Subordinatif
dengan lelaki lain, sainganya. (dengan)

Perempuan apa Nyonya

sebetulnya? Perempuan

pengobral cinta yang pindah

dengan mudah dari lelaki

yang satu ke lelaki yang lain?

Penjual mulut manis,

pendusta, pembohong.

23. PEMBELA : Saya keberatan Pronomina Repetisi (Pertanyaan -


atas pertanyaan – pertanyaan Persona Pertama pertanyaan)
saudara Penuntut Umum. Tunggal (Saya)

24. PENUNTUT UMUM : Yang Pronomina Repetisi (Kenyataan –


saya kemukakan bukan Persona Pertama kenyataan)
simpulan. Kalau boleh Tunggal (Saya)
bertanya pada saudara
Pembela terhormat, simpulan
apa yang akan ia ambil dari Pronomina
kenyataan – kenyataan ini?
Persona Ketiga
Tunggal (Ia)

Pronomina
Penujuk Umum
(Ini)

Konjungsi
Subordinatif
(Kalau)

25. PEMBELA : Cara saudara - -


mengajukan pertanyaan
memojokkan nyonya Murni.

26. PENUNTUT UMUM : Saya Pronomina


tidak memojokkan siapa – Persona Pertama
siapa. Itu adalah prasangka Tunggal (Saya)
saudara... Di sini.
Pronomina
Penunjuk Umum
(Itu)

Pronomina
Penunjuk Tempat
(Di sini)

27. HAKIM KETUA : Saudara – Repetisi (Saudara –


saudara bicara melalui saudara)
Hakim.

28. PEMBELA : Maaf yang Konjungsi -


Mulia. Subordinatif
(Yang)

29. HAKIM KETUA : Saudara - -


Penuntut Umum teruskan.

30. PENUNTUT UMUM : Konjungsi


Untuk sementara sekian dulu Subordinatif
yang mulia. (Yang)

HAKIM KETUA : Saudara - -


31. Pembela, silahkan

PEMBELA : Nyonya Murni, Konjungsi Repetisi (Bertanya – Hubung


32. kata Nyonya, Nyonya kawin subordinatif tanya, laki – laki, tiba Hasil
dua bulan setelah kekaih (Setelah) – tiba)
Hubung
Nyonya meninggal. Memang
Konjungsi
Nyonya, masyarakat umum
Subordinatif
akan bertanya – tanya
(Yang)
bagaimana mungkin seorang
gadis yang begitu mencintai Subtitusi (Begitu)
seorang laki – laki, tiba – tiba
kawin dalam waktu begitu
singkat dengan lelaki lain.
Masyarakat cenderung untuk
menghukum, tetapi Nyonya
berhak untuk membela diri.
Nyonya tentu punya alasan.
Apa bisa Nyonya jelaskan?

33. MURNI : Setelah Anwar Pronomina Repetisi (Hampir – Hubung


meninggal, saya hancur Persona Pertama hampir, bermalam – Sebab
luluh. Dunia ini serasa Tunggal (Saya) malam, satu –
Hubung
kiamat: saya hampir – satunya, hal – hal,
hamipr sesat. Saya Pronomina mula – mula)
memutuskan untuk bunuh Persona Ketiga
diri. Tapi Tuhan melindungi Tunggal (Dia)
saya. Bermalam – malam
saya berjuang melawan Pronomina
keinginan saya itu. Saya Persona Ketiga
berhasil mengambil Tunggal (Ia)
keputusan. Saya akan hidup
terus, saya harus bisa Pronomina
melupakan. Tapi saya Persona Ketiga
perempuan, sendiri Tunggal (-nya)
memerlukan perlindungan.
Tidak ada gunanya Konjungsi
memerlukan perlindungan subordinatif
(Setelah)
seseorang yang sudah tidak
ada. Satu – satunya orang Konjungsi
yang mencintai saya, kecuali Subordinatif
Anwar, adalah Bahri. Lalu (Yang)
saya membulatkan hati.
Siapa tahu saya dapat belajar Pronomina
mencntai dia. Karena ia Penunjuk Umum
lelaki yang baik, setia. Ia (Ini)
juga mencintai Anwar. Tidak
pernah satu katapun keluar Pronomina
dari mulutnya hal – hal yang Penunjuk Umum
memburukkan Anwar. (Itu)
Setelah kami menikah, setiap
tahun ia membawa saya
ziarah ke makam Anwar.
Mula - mula saya mengira
mencintai dua orang lelaki.
Tapi kenyataanya, saya
mencintai seorang Bahri.

34 PEMBELA : Lalu di mana - -


tempat Anwar.
35. MURNI : Kami berdua Pronomina - Hubung
mencintai Anwar sebagai Persona Pertama Sebab
kenangan. Jamak (Kami)

36. PEMBELA : Terima kasih - -

37. HAKIM KETUA : Masih - -


ada saudara Penuntut
Umum?
38. PENUNTUT UMUM : Ya, - -
yang Mulia. Nyonya Murni.
Apa saudara Bahri
membahagiakan Nyonnya?
39. MURNI : Ia berusaha Pronomina Hubung
sekuatnya membahagiakan Persona Pertama Akibat
saya, dan saya memang Tunggal (Saya)
bahagia.
Pronomina
Persona Ketiga
Tunggal (Ia)

Pronomina
Persona Ketiga
Tunggal (-nya)

Konjungsi
koordinatif (dan)

40. PENUNTUT UMUM : - -


Nyonya dusta
41. PENUNTUT UMUM : Konjungsi Repetisi (Saat – saat)
Bagaimana tidak?! Baru tadi Subordinatif
pagi Nyonya mengeluh pada (Yang)
suami Nyonya. Nyonya
menuntut saat – saat yang Konjungsi
dapat dijadikan kenangan, Subordinatif
karena suami Nyonya tidak (Karena)
memberikan waktu yang
menjadi hak Nyonya. Karena
suami Nyonya adalah
seorang yang tidak kenal
cinta sejati yang mengawini
Nyonya karena nafsu semata.
42. MURNI : Oh, tuan Konjungsi
mendengarkan sesuatu yang Subordinatif
tidak diperuntukkan bagi (Yang)
telinga.
43. PENUNTUT UMUM : Itu Pronomina -
tidak menjadi soal. Di sini Penunjuk Umum
tidak ada rahasia. (Itu)

Pronomina
Persona penunjuk
Tempat (Di sini)

44. MURNI : Bukan karena Pronomina Repetisi (Kata -


percakapan itu percakapan Persona Pertama katanya)
rahasia, tetapi karena tuan Jamak (Kami)
Antonimi (Suami –
tidak akan pernah mengerti
istri, suka - duka)
bahasa yang kami Pronomina
pergunakan. Karena bahasa Persona Ketiga
yang berlaku antara suami Jamak (Mereka)
istri adalah bahasa khusus
yang hanya dapat dimengerti Pronomina
oleh oleh mereka berdua. Penunjuk Umum
Mungkin kata – katanya (Itu)
sama dengan yang tuan
dengar di pasar atau baca di Konjungsi
koran, tapi setiap kata Subordinatif
dibebani rasa yang tumbuh (Karena)
dari suka duka kehidupan
kemesraan mereka berdua. Konjunngsi
Subordinatif
(Dengan)

Konjungsi
Koordinatif
(Tetapi)

Konjungsi
Subordinatif
(Yang)

45. PENUNTUT UMUM : Konjungsi Hubung


Kalau begitu tidak masuk Subordinatif Hasil
akal sekali, usaha manusia (Kalau)
mendirikan pengadilan untuk
Subtitusi (Begitu)
menetapkan suatu perceraian.
46. MURNI : Perceraian terjadi, Pronomina Hubung
jika bahasa itu sudah mati Penunjuk Umum Perband
dan digantikan oleh bahasa (Itu)
pasar dan bahasa koran yang
jadi milik orang banyak. Konjungsi
Subordinatif
(Yang)

Konjungsi
koordinatif (dan)
47. PENUNTUT UMUM : Baik Pronomina Repetisi (Kata – kata)
saya tidak akan memasuki Persona Pertama
persoalan itu lebih jauh. Tunggal (Saya)
Yang Mulia, yang ingin saya
buktikan ialah bahwa saudara Pronomina
Bahri adalah seseorang yang Persona Ketiga
dikendalikan oleh hawa Tunggal (-nya)
nafsunya. Nyonya! Waktu
saudara Bahri melamar Pronomina
Nyonya dan Nyonya Penunjuk Umum
menolak lamaranya, apa kata (Itu)
– kata yang diucapkan oleh
saudara Bahri? Konjungsi
Subordinatif
(Yang)

Konjungsi
koordinatif (dan)

48. MURNI : Saya mengerti Pronomina -


kekecewaanya. Apa yang dia Persona Pertama
ucapkan tidak penting. Tunggal (Saya)

Pronomina
Persona Ketiga
Tunggal (Dia)

Pronomina
Persona Ketiga
Tunggal (-nya)

Konjungsi
Subordinatif
(Yang)

49. PENUNTUT UMUM : Pronomina


Penting atau tidak penting Persona Ketiga
adalah urusan Majelis Tunggal (-nya)
Hakim. Apa katanya ?
50. MURNI : Saya sudah lupa. Pronomina
Persona Pertama
Tunggal (Saya)

51. PENUNTUT UMUM : - -


Ayolah Nyonya, Nyonya
tidak lupa...
52. BAHRI : Yang Mulia, apa Pronomina
boleh saya mengatakan Persona Pertama
sesuatu pada istri saya? Tunggal (Saya)

53. HAKIM : Silahkan. - -


54. BAHRI : Katakan yang Pronomina -
sebenarnya, Murni. Persona Pertama
Hanyakebenaran yang bisa Tunggal (Saya)
menyelamatkan saya.
Pronomina
Persona Ketiga
Tunggal (-nya)

Konjungsi
Subordinatif
(Yang)

55. MURNI : Ia berkata, Pronomina - Hubung


sekarang soalnya jelas sudah. Persona Ketiga Tujuan
Apa yang menjadi niat waktu Tunggal (Ia)
tertuduh menjatuhkan
hukuman mati sudah jelas. Ia Pronomina
ingin membunuh saksi yang Persona Ketiga
merupakan saingan baginya. Tunggal (-nya)

Konjungsi
Subordinatif
(Yang)

56. PEMBELA : Bapak Hakim Pronomina


yang mulia, apakah boleh Persona Pertama
saya mengajukan sebuah Tunggal (Saya)
barang bukti?
Konjungsi
Subordinatif
(Yang)

57. HAKIM KETUA : Saya kira Pronomina


tidak perlu lagi. Persona Pertama
Tunggal (Saya)

58. PEMBELA : Yang Mulia, Konjungsi Hubung


apa pun keputusan yang akan Subordinatif Perband
dijatuhkan oleh yang mulia, (Yang)
satu hal harus pasti.
Keputusan itu harus
berdasarkan kebenaran Pronomina
tersebut, dunia sudah terlalu Penunjuk Umum
sarat dengan segala macam (Itu)
prasangka.
Konjunngsi
Subordinatif
(Dengan)

59. HAKIM : Baik, silahkan.


60. PEMBELA :Surat ini ditulis Pronomina Hubung
malam setelah tertuduh Persona Pertama Kelongg
menyampaikan lamaranya Tunggal (Saya)
Hubung
pada saudra Murni. Surat ini
kemudian dikirimkan pada Pronomina
Murni dengan bantuan Persona Ketiga
seorang prajurit. Tetapi Tunggal (-nya)
prajurit itu terbunuh dan
surat iani tidak sampai ke Konjunngsi
tangan Murni. Surat itu ada Subordinatif
pada saya. Saya minta (Dengan)
supaya Yang Mulia sudi
membacakanya. Konjungsi
koordinatif (dan)

Pronomina
Penunjuk Umum
(Ini)
Pronomina
Penunjuk Umum
(Itu)

Konjungsi
Koordinatif
(Tetapi)

Konjungsi
Subordinatif
(Setelah)

61. HAKIM KETUA: Adinda Pronomina Repetisi (Sedalam – Hubung


Murni yang tercinta, biarpun Persona Pertama dalamnya) Akibat
cinta kakanda telah adinda Tunggal (Saya)
Sinonimi (Kecewa – Hubung
tolak, semoga adinda masih
Sedih) Hasil
bersedia membaca surat ini Pronomina
dan mempertimbangkan Persona Ketiga
permohonan kakanda. Tunggal (-nya)
Kakanda minta maaf atas
ucapan yang kakanda Pronomina
lontarkan di hadapan adinda. Persona Ketiga
Kakanda begitu kecewa dan Tunggal (Dia)
sedih, hingga kakanda
kehilangan kendali atas diri Pronomina
kakanda. Lalu kakanda Persona Pertama
berkata: “kalau begitu tidak Jamak (Kami)
ada jalan lain. Salah satu di
antara kami, saya atau Anwar Konjungsi
harus mati.” Kakanda koordinatif (dan)
menyesal sedalam –
dalamnya atas ucapan itu. Konjungsi
Kakanda malu. Kakanda kini Subordinatif
ingin bicara dari lubuk hati (Yang)
kakanda. Adinda bebas
menentukan pilihan. Jika Subtitusi (Begitu)
adinda memutuskan untuk
memilih Anwar, maka Pronomina
kakanda akan mengucapkan Penunjuk Umum
syukur dan berdoa pada (Ini)
Tuhan supaya kalian bahagia.
Anwar adalah sahabat Pronomina
kakanda. Kalau dia bahagia Penunjuk Umum
maka kakanda juga bahagia. (Itu)
Salam kakanda. Saiful Bahri.

62. PEMBELA : Terima kasih Pronomina


yang mulia. Saya tidak akan persona pertama
mengajukan pertanyaan lagi. tunggal (saya)
63. HAKIM KETUA : Saudara
Penuntut Umum masih ingin
mengajukan pertanyaan pada
saksi?

64. PENUNTUT UMUM : Tidak - -


yang Mulia.
65. HAKIM KETUA : Apa ada Konjungsi
yang saudara ingin Subordinatif
sampaikan pada Majelis (Yang)
Hakim?
66. PENUNTUT UMUM : Ada Pronomina Sinonimi (Bangsa –
sedikit yang mulia. Sebuah Persona Ketiga Negara)
perbuatan ditentukan oleh Tunggal (-nya)
niat apa yang tersembunyi di
Pronomina
balik hukuman yang Persona Ketiga
dijatuhkan oleh tertuduh. Tunggal (Ia)
Biarpun saudara Bahri
mengatakan bahwa Pronomina
semuanya ia lakukan demi Persona Ketiga
Tuhan, demi bangsa dan Tunggal (Dia)
negara, niatnya yang
Konjungsi
sebenarnya adalah untuk Subordinatif
menyingkirkan sainganya. (Yang)
Dengan demikian dia bukan
orang yang melakukan tugas Subtitusi
tapi ia harus dinyatakan (Demikian)
seorang pembunuh. Terima
Konjunngsi
kasih. Subordinatif
(Dengan)

Konjungsi
koordinatif (dan)
67. HAKIM KETUA : Saudara Pronomina Hubung
Pembela, saudara saya Persona Pertama Akibat
persilahkan untuk Tunggal (Saya)
Hubung
menyampaikan pembelaan
Hasil
saudara yang terakhir pada Konjungsi
Majelis Hakim. Subordinatif
(Yang)
68. PEMBELA :Majelis Hakim Pronomina Repetisi (Apa – apa) Hubung
yang mulia. Kini sampailah Persona Pertama Akibat
saya pada akhir tugas saya, Tunggal (Saya) Antonimi (Benar –
salah)
yaitu membantu dengan
sekuat tenaga menegakkan Pronomina
kebenaran dan Persona Ketiga
mengembalikan hak kepada Tunggal (-nya)
yang berhak. Perbuatan
seseorang dinilai menurut Pronomina
niat pelakunya. Tetapi Persona Pertama
siapakah yang dapat Jamak (Kita)
mengetahui niat seseorang.
Dan jika toh dapat kita Pronomina
ketahui, maka kita akan Penunjuk Umum
menilainya menurut (Itu)
keterbatasan pribadi kita
juga. Oleh karena itu, Majelis Pronomina
Hakim yang mulia, satu – Penunjuk Umum
satunya yang dapat (Ini)
menghakimi adalah pelaku
itu sendiri. Tapi itu hanya Konjunngsi
akan terjadi, jika hati Subordinatif
sanubari orang tersebut (Dengan)
masih berfungsi sebagaimana
mestinya, jika suara hatinya Konjungsi
masih bisa membedakan koordinatif (dan)
yang benar dan salah. Yang
terbukti dalam mahkamah ini Konjungsi
tidak apa – apa, kecuali Subordinatif
(Karena)
bahwa saudara Saiful Bahri
yang sekarang ini Konjungsi
dihadapkan sebagai tertuduh, Subordinatif
adalah seorang yang jujur, (Yang)
rendah hati, percaya pada
Tuhan dan seorang yang
memiliki tanggung jawab
sepenuhnya atas semua
perbuatanya. Oleh karena
itulah pada tempatnya, jika
keputusan pengadilan ini
dikembalikan pada hati
sanubari sendiri. Saya yakin
Majelis Hakim yang mulia
akan mempertimbangkan ini.
Terima kasih.

69. HAKIM KETUA : Majelis Pronomina - Hubung


hakim akan mengundurkan Persona Pertama Hasil
diri iuntuk bermusyawarah Tunggal (Saya)
dan mengambil keputusan.
Denganini sidang saya undur
beberapa saat. Pronomina
Penunjuk Umum
(Ini)

Konjungsi
koordinatif (dan)

Konjunngsi
Subordinatif
(Dengan)
RIWAYAT HIDUP

Juharin Veranita lahir di Rimbo Bujang pada tanggal 08 Januari 1999.


Lahir sebagai anak pertama dari dua bersaudara, buah hati dari pasangan Ayah
Ombak Trisulo dan Ibu Narni. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di
SDN 208/II Sumber Harapan pada tahun 2006. Kemudian penulis melanjutkan
Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMPN 1 Pelepat Ilir pada tahun 2011. Pada
tahun 2017 penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) di
SMAN 1 Pelepat Ilir.

Pada tahun 2017 penulis diterima sebagai mahasiswi Universitas Jambi,


Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia melalui jalur SNMPTN. Memasuki semester tiga penulis memilih
bidang jurnalistik sebagai mata kuliah kepengkhususan.

Mulai mengenal organisasi sejak masuk ke Himpunan Mahasiswa Jurusan


(HMJ) Pendidikan Bahasa dan Sastra (PBS) dan Himpunan Mahasiswa Bahasa
dan Sastra Indonesia (HIMABINDO) pada semester 2 hingga semester 6.

Penulis berdarah Jawa ini beralamat di Jl. Madura, Kuamang Kuning,


Kab.Bungo bersama keluarga tercinta. Penulis bercita-cita sebagai penyiar radio,
guru, dosen, dan ingin mempunyai bisnis makanan.

Anda mungkin juga menyukai