Anda di halaman 1dari 6

Liburan

Udara siang terasa panas membara. Beberapa pemuda sedang berkemah di sebuah
gunung yang memiliki tempat yang strategis bagi para pekemah. Sayang tempat itu
sekarang sepi karena beberapa hal.

Ya, akulah salah satu dari para pemuda tersebut. Namaku Dadang, bersama teman-
temanku yaitu, Dudung, Asep, Usep, Cecep, Edi, Ganjar, Iman, Jajang, dan Ajat, kami
mengadakan kumpul bareng di salah satu restaurant terkenal di Bandung untuk menyusun
rencana-rencana kegiatan untuk mengisi liburan semeste, maklumlah anak muda. Sambil
memikirkan ide-ide untuk kegiatan liburan semester nanti, kami tidak lupa untuk
menyantap makanan yang sudah kami pesan. Kami semua sedang fokus menyantap
makanan yang sudah dipesan.

Tiba-tiba Dudung berkata “Bagaimana jika kita liburan ke pantai saja? Untuk
berjemur dan menikmati indahnya matahari terbenam.”

“Jangan, masa ke pantai lagi? Ya sudah tentu bosan. Lalu untuk apa kita berjemur?
Kulit kita aja sudah hideung.” Ujar Asep.

“Eta pisan!” kata Ganjar, Edi, dan Jajang.

Lalu Iman mengusulkan “Bagaimana jika kita pergi ke luar negeri saja?”

“Duit timana atuh euy? Si e’ta mah ngahayal wae’.” Balas Jajang.

Sementara yang lain sedang sibuk bertukar pikiran, Cecep dan Ajat malah asik sendiri
bermain dengan gadget masing-masing.

“Cik atuh euy ulah sibuk sorangan bisi di hantem!” tegur Asep.

“Ampun a.” Jawab Cecep dan Ajat.

Disaat mereka sedang bertukar pikiran, aku hanya terdiam, belum terpikir oleh ku
satu pun ide. Aku berusaha keras untuk mencari ide tersebut, tetapi tetap saja tidak
terpikirkan. Tiba-tiba seorang cewe melintas di hadapan ku. Aku sangat terpesona oleh
kecantikan wajahnya serta keindahan tubuhnya.

Dudung pun menepuk pundak ku “Eh, ulah hokcay kitu euy! Maneh mah awewe
wae, lain na mikirkeun arurang de’k kamana.”

“Hampura euy.” Balas ku

Aku pun menemukan ide kemana kami harus pergi.


“Bagaiman kalau kita ke gunung saja? Saran ku.

“Ah, gunung naon heula yeuh?” celetuk Edi.

“Ya gunung, misalnya Gunung Patuha di Ciwidey.” Balas ku

“Ide bagus!” balas semuanya.

Ajat masih bingung, iya pun bertanya “Di gunung kita mau ngapain?”

“Bagaimana jika kita disana berkemah dan bermain paint ball? Pasti seru kan
bermain paint ball di alam bebas.”

“Benar tuh” jawab ku.

Akhirnya kami sepakat akan berlibur ke Gunung Patuha, Ciwidey.

Liburan pun telah tiba, kami telah siap pergi ke Gunung Patuha. Kami pergi ke sana
menggunakan kendaraan pribadi. Kira-kira sekitar tiga jam kami sudah sampai di tempat
untuk memulai perjalanan dengan berjalan kaki. Kami mulai berjalan pada pukul satu siang.
Kira-kira untuk mencapai pos pertama, diperlukan waktu tempuh sekitar tiga jam dengan
berjalan kaki. Kami pun berjalan dengan penuh semangat.

Sekitar satu setengah jam sudah berlalu. Aku, Dudung, Asep, Usep, dan Cecep
kelelahan. Kami berlima mencoba meminta beristirahat sebentar kepada yang lainnya.
Namun yang lainnya meminta tetap berjalan agar cepat sampai di tempat tujuan sebelum
malam. Kami berlima pun kecewa, tapi tidak bisa berbuat apa-apa.

Setelah tiga jam perjalanan kami tempuh, akhirnya kami sampai di pos pertama.
Tetapi ada kejanggalan di pos pertama tersebut. Kami tidak mengerti mengapa di pos
pertama tidak ada yang berjaga dan sangat berantakan, seperti sudah ditinggal lama sekali.
Aku pun terdiam. Aku merasa ada yang tidak beres.

Tiba tiba edi menepuk pundak ku, dan dengan nada sedikit mengejek dia berkata
“Pasti kamu takut ya? Kalem weh da moal aya jurig.”

“Bukan, aku hanya merasa ada yang tidak beres dengan tempat ini.” Jawab ku.

Asep, Usep, Dudung, dan Cecep pun merasakan hal yang sama, sedangkan yang
lainnya tidak peduli. Kami pun melanjutkan perjalanan menuju pos kedua.

Di tengah perjalanan, kami bertemu seseorang dengan pakaian serba hitam dan
membawa sebuah karung. Pada saat kami berpapasan dengan orang tersebut, kami
mencium bau busuk.

Orang itu berkata “Sebaiknya kalian meninggalkan tempat ini secepatnya!”


“Hahaha, amemangnya ada apa sehingga kami harus meninggalkan tempat ini? Ada
jurig? Teu sieun!”

“Di, jaga bicara kamu!” tegur Cecep.

“Gandenglah!” Jawab Edi dengan entengnya.

Tak terima dengan jawaban Edi, Cecep pun memukul Edi, dan timbulah perkelahian.
Sementara mereka berdua berkelahi, orang tadi meninggalkan kami. Kami pun memisahkan
mereka berdua. Aku, Dudung, Asep, dan Usep mencoba menenangkan Cecep. Sementara
yang lainnya menegur Edi. Aku pun melihat ke arah orang itu berjalan dan heran dengan
bau busuk tadi, ketika aku melihat ke arah karung yang sedang dibawanya, ternyata
menetes cairan berwarna merah. Aku pun kaget, dan mencoba memberitahu yang lainnya.
Tetapi aku yakin bahwa yang lainnya tidak akan percaya sehingga aku mengurungkan niat ku
tadi.

Kami melanjutkan perjalanan kami. Aku masih heran apa maksud dari peringatan
yang diberikan orang tadi, dan apa yang ia bawa dalam karungnya.

Akhirnya kami sampai di pos kedua, dan lagi lagi pos nya kosong. Aku pun makin
merasa aneh dengan hal ini, dan hal hal yang kami alami selama perjalanan. Yang lain nya
pun terlihat bingung dengan pos kedua yang kosong dan berantakan ini. Kami pun memilih
segera menuju tempat berkemah yang tak jauh dari pos kedua tersebut.

Sesampainya di tempat berkemah, kami segera mendirikan tenda, membuat api


unggun, dan menyiapkan yang lainnya untuk bermalam, serta menyiapkan perlengkapan
paint ball untuk esok hari. Tiba tiba aku pengen buang air kecil, aku pun meminta untuk
ditemani oleh Dudung, dan Dudung pun tidak keberatan.

Lagi lagi Edi mencari masalah “Cie takut cie!”

Aku merasa kesal mendengar ucapan Edi, tapi kutahan emosiku. Kami segera
mencari tempat untuk buang air kecil. Ketika aku buang air kecil dan Dudung menungguku,
kami merasa ada yang sedang mengawasi. Selesesai buang air kecil, kami kembali menuju
tenda. Diperjalanan menuju tenda, kami kaget. Kami menemukan bangkai rusa yang seperti
tercabik cabik. Kami amati bangkai tersebut. Aku melihat di kulit rusa tersebut terdapat
tulisan “Tinggalkan tempat ini atau rasakan akibatnya!” Aku pun segera memfotonya, dan
lari menuju tenda.

Sesampainya di tenda, kami berdua menceritakan kejadian yang kami berdua alami
kepada yang lainnya dan memperlihatkan bukti yang telah kami foto. Mendengar apa yang
kami beritahu dan apa yang kami perlihatkan, yang lainnya kaget terkecuali Edi.
Lagi, Edi membuat ulah dengan berkata sembarangan “Paling itu perbuatan mereka
sendiri agar kita takut dan segera meninggalkan tempat ini karena mereka berdua sudah
tidak betah berada disini. Mereka penakut, hahaha!”

Aku dan Dudung merasa kesal dengan ucapan yang Edi lontarkan tadi, ingin rasanya
tanganku menghantam mulutnya yang banyak omong itu, tapi aku yakin itu hanya akan
memperkeruh masalah, aku pun memutuskan untuk langsung masuk tenda dan tidur. Yang
lainnya pun menyusul tidur, ya mungkin kami lelah.

Subuh telah tiba, kami bangun dan segera melaksanakan shalat subuh. Setelah
selesai shalat subuh, kami sarapan. Selesai sarapan, kami mandi di sungai. Ketika kami
kembali ke tenda, kami melihat tenda kami hancur berantakan. Kami bingung siapa yang
berbuat sepert ini. Tapi tanpa berpikir panjang kami segera membereskannya kembali. Tiba
tiba Ajat berteriak memanggil kami semua karena menemukan sesuatu. Kami pun segera
menghampiri Ajat.

Kami pun kaget ketika melihat salah satu tenda kami ditulisi “tinggalkan tempat ini”
oleh darah. Edi, Jajang, dan Iman tampak tidak peduli. Mereka bertiga memilih kembali
merapihkan semuanya ketimbang mempermasalahkan hal yang menurut mereka tidak
penting. Setelah selesai, kami pun bergegas menyiapkan peralatan paint ball. Setelah semua
siap, kami segera menuju hutan.

Tiba di hutan, kami membagi menjadi 2 tim. Aku, Dudung, Asep, Usep, dan Cecep
berada dalam satu tim. Sementara Edi, Ajat, Iman, Jajang, dan Ganjar berada di tim yang
lainnya. Masing masing tim memiliki misi yang sama yaitu dapat mengambil bendera yang
telah disembunyikan tim lawan. Kami pun memulai permainan. Tim ku memutuskan untuk
mencari bendera tim lawan dengan cara berpencar. Tim Edi pun memakai strategi yang
sama. Tim ku menyembunyikan bendera di atas pohon. Dudung berada diatas pohon untuk
menjaga bendera. Sisanya berpencar.

Permainan sudah berjalan setengah jam tetapi belum ada acara saling tembak. Asep
berjalan perlahan dengan waspada, dan ia melihat Ajat yang sedang bersembunyi di balik
pohon. Dengan mudahnya Asep menembaki Ajat. Ajat pun tertangkap. Di tempat lain, Usep
sedang teribat adu tembak dengan Jajang, dan Usep pun berhasil menaklukan Jajang. Tim
ku berhasil mengamankan dua anggota tim lawan.

Dua jam berlalu, dan belum ada tim yang memenangkan permainan. Tim ku
memutuskan untuk menyerang tim lawan secara bersama sama dan membawa dua anggota
tim lawan yang sudah tertangkap tadi. Kami berjalan dengan sangat hati hati. Dua anggota
tim lawan yaitu Iman dan Ganjar berhasil kami taklukan. Kini hanya tersisa Edi.

Kami memutuskan beristirahat terlebih dahulu. Kebetulan kami menemukan sebuah


rumah kecil. Kami menuju ke sana. Ketika samapai di sana, kami kaget ternyata didalamnya
ada sekumpulan orang . kami mencoba mencari tahu siapa mereka. Kami berusaha
mendengar apa yang mereka bicarakan.

“Sepertinya mereka sekelompok penjahat.” Bisik ku.

“Iya benar.” Jawab yang lainnya.

“Sebaiknya kita segera meninggalkan tempat ini dan mencari Edi, lalu kita tinggalkan
hutan ini!” Kataku

Kami berhati hati untuk meninggalkan tempat itu. Tak sengaja Asep menendang
sebuah kaleng. Para penjahat itu pun menyadari bahwa mereka sudah ketauan oleh kami.
Penjahat itu mengejar kami dan ingin menghabisi kami. Kami pun segera melarikan diri
untuk mencari Edi dan segera meninggalkan hutan ini.

Di tempat lain, Edi sedang menjaga bendera tim nya diatas sebuah rumah pohon. Dia
mengamati keadaan sekitar. Dia melihat sekelompok orang dengan mambawa berbagai
senjata tajam.

“Sepertinya itu sekelompok penjahat, aku harus bagaimana?” Dalam hatinya sambil
ketakutan.

Dia segera menelpon kantor polisi terdekat dengan ponsel satelit yang dia miliki.
Telepon di angkat oleh polisi.

“Halo pak, saya Edi, Saya sedang di gunung patuha bersama temanku saya yang lain.
Tolong saya pak, disini ada sekawanan penjahat yang mencoba membunuh kami.” Katanya
dengan takut.

“Baik, kami akan segera mengirim tim kesana, sebisa mungkin anda dan teman anda
bersembunyi.” Jawab polisi

“Cepat pak!” Balas Edi.

Lalu Dia mencoba melarikan diri, tetapi ketahuan. Dia berusaha lari secepat
yang ia bisa.

Sekitar tiga jam telah berlalu,Kami belum menemukan Edi dan kami terus mencoba
mencari Edi, sambi berharap dapat bertemu dengannya secepatnya dan berharap dapat
melarikan dari kawanan penjahat dengan selamat. Kami tiba di sebuah sungai. Kami
mencoba menyebrang. Pada saat hendak menyebrang, kami melihat Edi di seberang sungai.

“Ediii!” panggil kami.

“Teman-teman!” sambil melambaikan tangannya.


Kami senang sekali karena dapat bertemu dengan Edi. Tetapi kesenangan itu
berubah menjadi sangat buruk karena dibelakang Edi ada sekawanan penjahat.

“Edi awas di belakangmu!” teriakku

Tetapi terlambat, Edi kena bacok para penjahat itu. Tak lama setelah peristiwa itu,
para polisi datang dan mengepung semua penjahat tersebut mereka ditangkap. Kami
langsung menghampiri Edi yang terkena bacok tadi.

“Ediii bertahan, kuat ayo kuat!” Ujar kami sambil menangis.

“Teman-teman, maafkan aku. Aku sadar aku banyak salah sama kalian, tolong
maafkan semua kesalahanku.” Balas Edi dalam kondisi lemah dan mengalir darahnya dari
punggungnya.

“Jangan berkata seperti itu. Kami anggap semua yang kamu lakukan selama ini hanya
bercanda saja kok.” Balas kami.

“Maaf....Aku sayang kalian....” Jawab Edi.

Kata itulah yang terkahir Edi ucapkan. Pada saat itu Edi telah tiada. Kami semua
menangis.

“Edi! Jangan tinggalkan kami!” teriak kami.

Salah satu polisi menghampiri kami.

“Ada yang bernama Edi?” Tanya polisi

“Dia telah tiada pak.” Jawab kami.

“Innalillahi... padahal dia yang menelpon saya dan melaporkan semuanya.” Balas
polisi.

Kami terdiam. Kami hanya bisa menyesali semuanya. Kami tak menyangka bahwa
yang menyelamatkan nyawa kami adalah Edi. Kami semua menangis seperti anak kecil. Hari
itu, kami telah kehilangan salah satu teman kami, memang ia sangat menyebalkan, tetapi
kami semua tahu kalau dia sebenarnya baik.

Kami pulang didampingi polisi. Sepanjang perjalanan kami hanya bisa menangis dan
menyesali semuanya. Kami berharap Edi mendapat tempat terbaik di sisi Allah.

Anda mungkin juga menyukai