Anda di halaman 1dari 5

TOURING

BAHAGIA, CELAKA, DAN GEMBIRA

Kampus, 25 Oktober 2009-10-26.


Tes papilostik mengawali hari yang penuh kenangan itu. Sedikit cerita
tentang papilostik. Soal 260 butir dengan berbagai versi. Sekian puluh soal harus
diselesaikan dalam sedikit menit. Itu sepele (menenangkan diri sendiri) dan kami
melewatinya dengan gemilang. Penuh haru biru
Seusainya, kami melaksanakan ritual wajib setelah melakukan kegiatan
apapun (sejenis dengan tawaf wada’). Berfoto ria. Tentu saja, itu wajib
hukumnya.
Keluar dari aula, kami bernafas sejenak (tes papilostik menghentikan nafas
kami). Menikmati sejuknya hembusan angin “ Di Bawah Pohon Rindang”.
Menyejukkan hati menenangkan jiwa dan mengantukkan.
Berdebat, bermusyawarah adalah ciri khas bangsa Indonesia (tak ada
hubungannya dengan semua ini), hal itulah yang kami lakukan. Sekian waktu
berdebat, akhirnya kami mengambil keputusan bijaksana. Go to “Ayang Angger’s
Villa” di Tawangmangu. Ahay!!!!! Ide yang cemerlang.
Perjalanan penuh godaan (tanya kenapa?). Satu dua menit, semuanya terasa
menantang dan indah. Dua puluh tiga puluh menit, terasa sama. Begitu memasuki
menit ke tiga puluh satu, kegirangan ter-pending oleh sesuatu. Salah satu pejung
transportasi (baca “motor”) mengalami gangguan yang lumayan fatal. Diawali
dengan ban kempes yang sepele kemudian diakhiri dengan opname sekian jam di
Rumah Sakit Roda Dua. Untung saja masih ada sisa pejuang yang mampu
menampung dua onngok daging hidup yang terkena musibah tersebut.
Cap cus....run away. Antara empat puluh sampai lima puluh menit, aku
mulai bertanya-tanya.(Percakapan menggunakan bahasa Jawa, akan tetapi kami
telah menterjemahkannya dalam bahasa umum).
“Kapan sampai?”
“Nggak tahu”

5
Hening dan kembali melanjutkan perjalanan. Sedikit menit kemudian.
Terlontarlah pertanyaan yang sama dari mulutku dan begitu pula yang terjadi pada
sedikit menit berikutnya dan berikutnya lagi. Aku memutuskan untuk bernyanyi
menghibur diri (mengenaskan bagi yang mendengar). Tapi tiba-tiba, tukang
ojekku (aku membonceng teman yang berinisial AIN) mendadak dangdut
mengalami masalah.
“Aku nggak kuat lagi!”
“Kenape buk? Laperkah dikau?”
“Mag-ku kambuh!”
Weleh...weleh.... Ini gaswat bin sanusi. Akhirnya kami berhenti diikuti oleh
dua makhluk yang berada dekat dengan kami. Akhirnya kami bertukar ojek. Dan
dengan semangat yang hampir punah, kami melanjutkan perjalanan. Tambah
kecepatan hingga maximum speed. Tapi tiba-tiba, ada sebujur tangan melambai-
lambai memberi instruksi agar kami berhenti. Ternyata usut punya diusut, dia tak
lain dan tak bukan adalah teman kami.
Hakekatnya apa yang terjadi jika perjalanan telah terhenti? Persis. Kami
sudah sampai di Villa Angger. Kata Angger itu punya Pak Soeharto. Tentu saja
kalian tahu. Haaaahh? Angger adalah anggota Keluarga Cendana, sementara aku
anggota Keluarga Cemara (jangan hiraukan kata-kata yang tak penting). Cucok.
Hehe..
Oke, tanpa banyak bicara kami langsung saja melakukan ekspedisi. Tapi
sebelumnya, kami “Sowan Gusti” sejenak untuk meminta perlindungan. Kami
anak shaleh.
Serbu!!!! Villa yang anggun, taman yang mempesona dan ayunan yang
menggoda (jiwa balita terpanggil). Hampir ketinggallan hal yang paling penting.
Udara di sana amboy sekali, dingin beud. Cocok untuk menginap. Namanya juga
villa. Menghangatkan diri dengan segelas teh panas (perkepala dihitung satu,
walaupun banyak yang lebih). Keluar menghampiri taman dan tentu saja
melakukan ritual wajib. Berfoto ria. Jepret sana. Jepret sini. Lari kesana, jepret
kemari. Berganti gaya sesukanya hingga rasa lapar menggerogoti.

6
memang pintar mengatur pengeluaran. Patungan sedemikian rupa sehingga
terkumpullah dana sekian rupiah yang kiranya mencukupi (anggaplah begitu)
perut-perut yang minta diisi. Kami para preman (you know who they are) tancap
gas mencari-cari warung mana yang pantas diperkaya oleh kami. Jauh di bawah
sana, akhirnya kami menemukan target yang tepat. Bakso tiga belas bungkus dan
nasi goreng “porsi jumbo” (astaghfirullah).
Mungkin kami pergi terlalu lama, karena begitu sampai di villa kami
disambut oleh wajah marah yang tersembunyi oleh rasa lapar. Dan jadilah kami
mengambil perlengkapan kemudian bergelut dengan piring dan sendok.
Sekian menit kemudian, kami telah siap melanjutkan perjalanan kembali.
Terus naik menyusuri jalan yang berkelok-kelok dan mempesona (menurutku).
Pemandangan di sekitar jalan begitu indahnya. Tak percaya rasanya kalau di
daerah yang tak kukenal ini menyimpan harta yang luar biasa. Indahnya
pemandangan menyamarkan kami terhadap lingungan. Tak terasa kami
menembus Jawa Timur. SELAMAT DATANG DI KABUPATEN MAGETAN.
Begitulah kiranya tulisan yang terbaca mata mahasiswa kami.
What? Magetan? Jawa Timur cuy!!! Ya ampun,,jauh nhu. Tapi tak apalah, hitung-
hitung sekali jalan dapat dua langkah. Oke, semuanya senang. Teriak sepuasnya, tertawa
sepuasnya, semua serba sepuasnya. Ada yang meluapakan kelebay-annya dengan cara
nungging-nungging di atas sepeda motornya. Ada juga yang tiba-tiba berdiri dari
boncengannya. Anak-anak yang masih ijo! Hahaha
Lelah menyerbu. Kami memutuskan untuk kembali ke villa. Tiba-tiba saat kami
sampai di Mushola, seorang teman kami (nama dirahasiakan) bermuka pucat pasi bak
mayat yang telah lama terendam dalam air cuka. Astaghfirullah!!! Tidak separah itu
kok,,hehehe... Sakit karena kelelahan dan kedinginan. Istirahat adalah satu-satunya cara
yang bisa dilakukan. Dan kami kemudian meluncur kembali ke Solo karena keadaan
cuaca agak mengkhawatirkan.
Aku membonceng seseorang (tetap tak akan disebutkan namanya) yang bertalenta
besar menjadi preman sekaligus Rider. Banyangkan saja, dari Tawangmangu ke Solo
kami tempuh tidak lebih dari satu jam. Tanpa kehujanan sedikitpun. Sementara yang lain
harus berteduh karena diguyur hujan yang begitu gempita.

7
Sampai di depan kampus, leyeh-leyeh dulu. Minum teh anget, menghangatkan diri.
Tilpun sana tilpun sini memastikan keadaan kawan-kawan dirantau sana. Dari sekian
banyak kawan tang ditilpun, jawabanya adalah sama. Masih berteduh. Daripada kami
kehujanan di depan kampus lebih baik kami berlindung terlebih dahulu.
Akhirnya kami berhenti di kost teman kami (tidak disebutkan). Bersantai.
Beberapa menit kemudian (sekian puluh menit) datanglah kabar bahwa teman-
teman telah sampai di kampus dalam keadaan basah kuyup. Sore itu hujan disertai mati
listrik. Suasana yang sangat indah.
Tak kusangka penampilan teman-teman sampai begitu memprihatinkan. Basah
kuyup tak tertolong. Begitu sampai di kost teman (teman yang di atas), mereka
mangeringkan diri seperlunya kemudian beranjak pulang. Seharusnya mereka tidak
melanggar peringatan (hehehe).
Sedikit menit kemudian hp-ku berbunyi. Tilpun dari temanku yang membawa
berita kurang mengenakkan. Dia tertimpa musibah dalam perjalanan pulang. Kecelakaan
di tengah hujan dan malam. Ya Allah. Di bawah ini adalah sekilas percakapan yang telah
diterjemahkan dalam bahasa Indonesia.
“ Eppi, aku kecelakaan!”
“ Astaghfirullah!!! Kecelakaan dimana?”
“ Solopos”
“ Waduh,,,,itu dimana?(buta tempat). Gak kenapa-kenapa to?”
“ Gak tahu, bajuku darah semua!!!”
“ Ya Allah. Bersabarlah, aku akan datang”.
Meluncur menembus hujan dan kegelapan. Aku bersama Rider yang telah disebut
di atas ngebut ke lokasi kejadian. Sampai di lokasi temanku sudah dibawa pulang oleh
keluarga. Akhirnya kami memutusksn untuk menyusul ke Rumah Sakit. Kembali ngebut
menembus apaun yang bisa ditembus. Sampai di RS AURI kami bertemu dengan teman
kami. Dagunya terluka. Lukanya memerah. Yang merah itu ternyata darah (terlalu
berbelit-belit). Kami semua (dengan keluarga teman yang terluka dagunya) masuk ke
dalam ruang IGD. Setelah terjadi perdebatan dan musyawarah yang memakan waktu,
akhirnya diputuskan untuk menjahit luka di dagu itu. Tahukah kalian bagaimana reaksi
temanku yang terluka saat mendengar dagunya akan dijahit? Tidak akan kuceritakan, ini
adalah rahasia mata yang menyaksikan peristiwa langka tersebut.
Begitu selesai dijahit dan diberi obat, kami berdua pamit pulang karena hari sudah
larut malam. Satu hari yang melelahkan dan menakjubkan. Dari bersenang-senang sampai

8
“bersenang-sengang” lagi. Apapun itu terasa indah bila dilaui bersama. Tak ada yang
sulit, tak ada yang tak mungkin. Bersama lebih baik.
Sekian.

Anda mungkin juga menyukai