Anda di halaman 1dari 22

Name : Ilham Agung Prasetyo

Class : 2B
Student ID : 1906945

SOAL UTS LANDASAN PEDAGOGIK PRODI-PRODI S2 DAN S3 PASCA


SARJANA
Smester Genap 2019/2020
Dosen : Dr. Pupun Nuryani, M.Pd.

A. Petunjuk:
1. Jawaban harap dilengkapi dengan daftar pustaka, selanjutnya digabungkan menjadi
satu, diserahkan dalam bentuk soft copy,
2. Jawaban dikumpulkan pada waktu perkuliahan landasan pedagogik tgl. 30 Maret 2020
atau kirim ke pupunnuryani@upi.edu

B. Soal-Soal dan Jawaban

1. Apa arti pedagogik? Mengapa pendidik harus memahami Landasan


Pedagogik? Jelaskan secara logic alasan ilmiah dan filsafiahnya!

Istilah pedagogik berasal dari dua kata Yunani, yaitu “paedos” yang berarti
anak laki-laki dan “agogos” yang artinya mengantar, membimbing, atau
memimpin. Jadi pedagogik secara harfiah berarti pembantu anak laki-laki pada
zaman yunani kuno, yang pekerjaannya mengantarkan anak majikannya
kesekolah. Jadi bisa dikatakan bahwa pedagogik adalah seorang ahli yang
mengantarkan atau membimbing seseorang mencapai tujuan tertentu. Beberapa
ahli dalam Pendidikan juga mengemukakan pendapatnya mengenai pengertian
pedagogic Hoogveld (Sadulloh, 2020:2) mendefinisikan pedagogik ialah ilmu
yang mempelajari masalah membimbing anak ke arah tujuan tertentu, yaitu agar
kelak ia mampu secara mandiri menyelesaikan tugas hidupnya. Sehingga dengan
kata lain pedagogik ialah ilmu mendidik anak.
Berbeda dengan pendapat tersebut diatas, Langeveld (Sadulloh, 2020:2),
membedakan istilah pedagogik dan pedagogi. Pedagogik diartikan dengan ilmu
mendidik, lebih menitikberatkan kepada pemikiran, perenungan tentang
pendidikan. Suatu pemikiran bagaimana kita membimbing anak, mendidik anak.
Sedangkan pedagogi berarti pendidikan, yang lebih menekankan kepada praktik,
menyangkut kegiatan mendidik, kegiatan membimbing anak.
Bagi pendidik memahami landasan pedagogik merupakan sesuatu keharusan.
Pedagogi sendiri merupakan satu kompetensi wajib yang wajib dimiliki oleh
seorang pendidik. Dengan memahami landasan pedagogik seorang guru akan
dapat memahami karakteristik peserta didik dari berbagai aspek, memahami latar
belakang peserta didik, memahami gaya belajar dan kesulitan belajar peserta
didik, memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik, menguasai teori dan
prinsip belajar serta pembelajaran yang mendidik, mengembangkan kurikulum
yang mendorong keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran, merancang
pembelajaran yang mendidik, melaksanakan pembelajaran yang mendidik,
mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran.
Dalam kegiatan pembelajaran pendidik memiliki otoritas untuk mengambil
keputusan terhadap hal-hal yang terjadi di dalam kelas. Agar keputusan yang
diambil adalah keputusan yang tepat guru wajib menguasai pemahaman terhadap
landasan pedagogik dengan baik. Selain itu pemahaman yang baik terhadap
landasan pedagogic juga sangat diperlukan bagi pendidik untuk mengembangkan
potensi peserta didik secara teori dan prinsip belajar serta pembelajaran yang
mendidik. Tentu saja dengan mengembangkan kurikulum yang akan mendorong
keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran sehingga dalam merancang
pembelajaran yang mendidik, melaksanakan pembelajaran yang mendidik dan
mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran akan dapat dilaksanakan secara
efisien dan tepat.

2. Jelaskan makna dan peranan dari masing-masing komponen-komponen


pendidikan di bawah ini dalam kaitannya dengan proses pendidikan,
sehingga merupakan kesatuan holistik dan integrated sebagai komponen
sistem pendidikan, yaitu: a) tujuan pendidikan, b) isi
pendidikan/kurrikulum, c) hakikat anak, d) alat pendidikan paling utama,
dan e) situasi pendidikan.

a. Tujuan pendidikan
Tujuan Pendidikan merupakan sesuatu unsur pendidikan yang hendak dicapai
oleh peserta didik dalam proses Pendidikan. Tujuan pendidikan sangat penting
karena menjadi acuan tercapai tidaknya proses pendidikan yang diinginkan. Jika
proses pendidikan tidak dapat menghasilkan output sesuai tujuan pendidikan yang
telah ditentukan maka perlu adanya evaluasi dalam proses pendidikan itu sendiri.
Ada berbagai macam tujuan Pendidikan.
Tujuan Pendidikan nasional itu sendiri tertuang dalam UU No. 20 Tahun 2003
mengenai system pendidikan nasional pasal 3, diterangkan bahwa tujuan
pendidikan adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab. Hal ini menunjukan bahwa kurikulum yang
disusun harus membuat pendidik melakukan kegiatan pembelajaran yang
mengarahkan peserta didik mencapai tujuan pendidikan nasional sehingga proses
pendidikan berjalan dengan sukses.

b. Isi pendidikan/kurikulum
Pengertian kurikulum tercantum dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat (19) yang berbunyi: Kurikulum
adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Dalam undang-undang
itu dijelaskan bahwa kurikulum merupakan pedoman dalam kegiatan
pembelajaran. Kurikulum berfungsi sebagai pedoman dalam pelaksanaan kegiatan
pendidikan di sekolah bagi pihak-pihak yang terkait, baik secara langsung maupun
tidak langsung, seperti pihak guru, kepala sekolah, pengawas, orang tua,
masyarakat dan pihak siswa itu sendiri. Sehingga setiap kegiatan pembelajaran
haruslah berdasar atau sesuai dengan kurrikulum. Jika penyelenggaraan sudah
dilakukan sesuai dengan kurikulum yang berlaku maka diharapkan peserta didik
dapat mencapai tujuan pendidikan dengan efektif dan sukses. Maka dari itu, dalam
proses pendidikan, pendidik wajib memahami kurikulum dengan baik agar proses
pengajaran berlangsung sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Pendidik harus
memahami kurikulum yang sedang digunakan karena kurikulum ini selalu
berubah guna menyesuaikan kebutuhan di eranya serta menyesuaikan tujuan
pendidikan yang diinginkan.

c. Hakekat anak
Pendidik harus memahami siapa peserta didiknya. Untuk itu pendidik harus
memahami hakikat anak. Pemahaman mengenai hakekat anak sangat
mempengaruhi keputusan-keputusan yang berkaitan dengan pedagogik oleh
seorang guru atau pendidik. Musthafa (2010), mengatakan bahwa anak adalah
anak, bukan miniature orang dewasa. Pendidik tidak boleh memberikan perlakuan
yang sama terhadap anak dengan orang dewasa.
Selaras dengan hal tersebut, Dra. Widarmi D. Wijana, M.M. mengungkapkan
bahwa anak merupakan seorang manusia atau individu yang memiliki pola
perkembangan dan kebutuhan masing-masing yang berbeda dengan orang dewasa.
Pada dasarnya anak memiliki pola perkembangan yang bersifat umum yang sama
dan terjadi pada setiap anak. Namun, ritme perkembangan pada setiap anak
berbeda satu sama lainnya. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya anak bersifat
individual. Sehingga dapat dikatakan bahwa anak adalah anak dan bukan manusia
dewasa dalam bentuk kecil. Dari penjelasan tersebut diatas, maka sudah jelas
wajib bagi pendidik untuk memahami landasan pedagogic guna memahami
hakikat anak, bahwa anak memiliki ciri khas tersendiri yang berbeda antara satu
dengan yang lainnya, sehingga perlakuannya pun harus dibedakan sesuai
karakteristik masing-masing individu. Pendidik yang mampu memahami hakikat
anak akan mampu melaksanakan proses pendidikan dengan lebih baik dan efektif
karena dapat mengontrol kegiatan pembelajaran dengan lebih baik.

d. Alat pendidikan yang paling utama


Alat pendidikan merupakan salah satu faktor penunjang kelancarannya proses
pendidikan. Alat pendidikan juga berarti langkah-langkah yang diambil demi
kelancaran proses pendidikan. Alat pendidikan ada yang berupa software yaitu
perbuatan yang dilakukan oleh tenaga pendidik guna tercapainya tujuan
pendidikan; yang mencakup nasehat, teladan, larangan, perintah, pujian, teguran,
ancaman dan hukuman. Ada juga hardware yaitu semua benda-benda yang
dianggap sebagai alat bantu dalam pendidikan; yang meliputi meja, kursi, papan
tulis, penghapus, kapur tulis, buku, peta, dan sebagainya. Menurut Uyoh Sadulloh,
alat-alat pendidikan meliputi: a) pembiasaan; b) pengawasan; c) perintah; d)
larangan; e) hukuman.
Alat-alat pendidikan amatlah penting peranannya, diantaranya ialah sebagai
pembiasaan dan pengawasan, perintah dan larangan, serta ganjaran dan hukuman
dalam kegiatan pendidikan agar tujuan dalam proses pendidikan yang sudah
ditentukan dapat tercapai dengan maksimal
Dalam pemilihan dan penggunaan alat pendidikan tidak asal pilih saja tetapi
harus diperhatikan beberapa hal yaitu: tujuan yang ingin dicapai, orang yang
menggunakan alat, untuk siapa alat itu digunakan, dan keefektivitasan alat
tersebut. Tetepi dari kesemuanya itu yang paling penting untuk diperhatikan ialah
pribadi orang yang menggunakannya, sehingga penggunaan alat pendidikan
tersebut tidak sekedar persoalan teknis belaka, namun lebih jauh justru
menyangkut persoalan batin atau pribadi pendidik.

e. Situasi pendidikan
Situasi pendidikan merupakan kondisi yang ditandai dengan adanya sejumlah
kandungan pokok yang terdapat pada kegiatan pendidikan pendidikan, yaitu
adanya peserta didik, pendidik, dan tujuan pendidikan yang ketiganya terintegrasi
melalui proses pembelajaran. Menurut Uyoh Sadulloh (2010:111), situasi
pendidikan ialah situasi yang diciptakan di mana pendidik melakukan interaksi
kepada anak didik untuk mencapai tujuan tertentu dan dilaksanakan dengan penuh
kesadaran dan kewaspadaan. Di sini akan terjadi proses interaksi belajar-mengajar
antara guru-siswa untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan sebelumnya.
Peranan situasi pendidikan ini amatlah penting karena di sinilah terjadi proses
transfer ilmu dan nilai dari guru ke siswa. Situasi pendidikan juga dapat berarti
latar atau tempat di mana berlangsungnya pendidikan yang dibedakan menjadi
pendidikan informal, formal, dan non-formal.

3. Jelaskan Filsafat Umum (metafisika, hakekat manusia, epistemologi, dan


aksiologi) dan filsafat pendidikan (tujuan pendidikan, isi kurikulum, metode,
dan peran pendidik serta peserta didik) dari filsafat a) idealisme, b) realisme,
c) pragmatism dan e) Pancasila
a. Idealisme
Dari kata idealisme kita bisa menebak kalo filsafat idealisme ini berkaitan erat
dengan ide. Ide merupakan suatu kebenaran yang paling tinggi dalam idealisme.
Menurut Tafsir (2004) dalam kajian filsafat, idealisme adalah doktrin yang
mengajarkan bahwa hakikat dunia fisik hanya dapat dipahami dalam
ketergantungannya pada jiwa (mind) dan spirit (ruh). lstilah ini diambil dari
"idea", yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa. Senada dengan hal tersebut, kaitannya
dengan pendidikan Sadulloh (2003:27) menyatakn bahwa idealisme berpandangan
bahwa pengetahuan sebenarnya sudah berada dalam jiwa (mind) kita, tetapi
membutuhkan usaha untuk dibawa pada tingkat kesadaran kita melalui suatu
proses yang disebut intropoeksi. Jadi mengetahui adalah berfikir kembali tentang
idea-idea terpendam yang ada di dalam jiwa kita. Ruh atau jiwa merupakan
hakikat yang sebenar-benarnya, sementara benda atau materi disebut sebagai
penjelmaan dari ruh atau sukma.

Konsep aliran idealisme berimplikasi terhadap konsep pendidikannya (Fajar,


2010: 1) yaitu:
Tujuan Pendidikan. Tujuan pendidikan adalah untuk membantu
perkembangan pikiran dan diri pribadi (self) siswa. Sebab itu, sekolah hendaknya
menekankan aktifitas aktifitas intelektual, pertimbangan-pertimbangan moral,
pertimbangan-pertimbangan estetis, realisasi diri, kebebasan, tanggung jawab, dan
pengendalian diri demi mencapai perkembangan pikiran dan diri pibadi.
Kurikulum Pendidikan. Demi mencapai tujuan pendidikan di atas, kurikulum
pendidikan Idealisme berisikan pendidikan liberal dan pendidikan
vokasional/praktis. Pendidikan liberal dimaksudkan untuk pengembangan
kemampuan-kemampuan rasional dan moral, adapun pendidikan vokasional untuk
pengebangan kemampuan suatu kehidupan/pekerjaan. Kurikulumnya diorganisasi
menurut mata pelajaran dan berpusat pada materi pelajaran (subject matter
centered).
Metode Pendidikan. Struktur dan atmosfir kelas hendaknya memberikan
kesempatan kepada siswa untuk berpikir, dan untuk menggunakan criteria
penilaian moral dalam situasi-situasi kongkrit dalam konteks pelajaran. Metode
mengajar hendaknya mendorong siswa memperluas cakrawala; mendorong
berpikir reflektif; mendorong pilihan-pilihan moral pribadi, memberikan
keterampilan-keterampilan berpikir logis; memberikan kesempatan menggunakan
pengetahuan untuk masalah-masalah moral dan social.
Peranan Guru dan Siswa. Para filsuf Idealisme mempunyai harapan yang
tinggi dari para guru. Guru harus unggul (excellent) agar menjadi teladan bagi
para siswanya, baik secara moral maupun intelektual. Guru harus unggul dalam
pengetahuan dan memahami kebutuhan-kebutuhan serta kemampuan-kemampuan
para siswa; dan harus mendemonstrasikan keunggulan moral dalam keyakinan dan
tingkah lakunya. Guru harus juga melatih berpikir kreatif dalam mengembangkan
kesempatan bagi pikiran siswa untuk menemukan, menganalisis, memadukan,
mensintesa, dan menciptakan aplikasiaplikasi pengetahuan untuk hidup dan
berbuat.

b. Realisme
Filsafat realisme merupakan kebalikan dari idealisme. Jika idealisme kebenaran
tertingginya adalah ide, dan ruh maka realisme lebih berpegang pada adanya bukti
fisik. Dalam pandangan realisme kebenaran tidak hanya ada dalam alam ide tetapi
juga harus ada dalamalam nyata. Contohnya bagaimana kursi itu ada karena ada
yang membuatnya, begitu juga dengan adanya alam yang berarti ada yang
membuat.
Dalam perspektif epistemologi aliran realisme pendidikan dalam realisme
adalah proses ilmiah yang ditujukan pada hal-hal yang beraneka ragam persoalan
pendidikan seperti mengenai realitas peserta didik, pendidik, dan isi pendidikan,
strategi dan lain sebagainya yang dapat digunakan oleh seseorang atau
sekelompok orang sebagai dasar utama dalam menyelenggarakan kegiatan
pendidikan.
Pendidikan yang didasari oleh realisme bertujuan agar peserta didik menjadi
manusia bijaksana secara intelektual yang dapat memiliki hubungan serasi dengan
lingkungan fisik maupun sosial. Implikasi pandangan realisme menurut Sadulloh
(2003: 42) adalah sebagai berikut:
1. Tujuan pendidikannya membentuk individu yang dapat menyelesaikan diri
dalam masyarakat dan memilki tanggung jawab pada masyarakat.
2. Kedudukan peserta didik ialah memperoleh intruksi dan harus menguasai
pengetahuan. Disiplin mental dan moral diperlukan dalam setiap jenjang
pendidikan.
3. Peran guru adalah menguasai materi, memiliki keterampilan dalam
pedagogi untuk mencapai tujuan pendidikan.
4. Kurikulum yang dikembangkan bersifat konfrehensif yaitu memuat semua
pengetahuan yang penting. Kurikulum realis menghasilkan pengetahuan
yang luas dan praktis.
5. Metode yang dilaksanakan didasari oleh keyakinan bahwa senua
pembelajaran tergantung pada pengalaman. Oleh karenanya pengalaman
langsung dan bervariasi perlu dilaksanakan oleh peserta didik. Metode
penyampaian harus logis dan didukung oleh pengetahuan psikologis.

c. Pragmatisme
Pragmatisme berasal dari bahasa Yunani: pragma, artinya yang dikerjakan,
yang dilakukan, perbuatan, tindakan. Pragmatisme adalah aliran dari filsafat yang
berpandangan bahwa kriteria kebenaran sesuatu adalah apakah sesuatu itu
memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata oleh sebab itu kebenaran sifatnya
menjadi relative tidak mutlak. Mungkin sesuatu konsep atau peraturan sama
sekali tidak memberikan kegunaan bagi masyarakat tertentu, tetapi berguna bagi
masyarakat yang lain. Maka konsep itu dinyatakan benar oleh masyarakat yang
kedua.
Menurut Tafsir (1990) penganut pragmatisme menaruh perhatian pada
praktek. Mereka memandang hidup manusia sebagai suatu perjuangan untuk
hidup yang berlangsung terus-menerus yang di dalamnya terpenting adalah
konsekuensi-konsekuensi yang bersifat praktis. Konsekuensi-konsekuensi yang
bersifat praktis tersebut erat hubunganya dengan makna dan kebenaran.
Adapun implikasi pragmatisme dalam pendidikan (Sadulloh: 2003: 56) adalah
sebagai berikut:
1. Tujuan pendidikannya menggunakan pengalaman sebagai alat
menyelesaikan hal-hal baru dalam kehidupan pribadi maupun
kehidupan masyarakat.
2. Kurikulum dirancang dengan menggunakan pengalaman yang telah
diuji namun dapat diubah kalau diperlukan.
3. Minat dan kebutuhan peserta didik diperhitungkan dalam penyusunan
kurikulum.
4. Fungsi guru adalah mengarahkan pengalaman belajar perserta didik
tanpa terlalu mencampuri minat dan kebutuhannya.
Dari implikasi tersebut dapat diuraikan bahwa tujuan pendidikan dalam
pragmatisme disusun berdasarkan pengalaman dengan tujuan utama agar peserta
didik mampu menyesuaikan diri terhadap perubahan yang terjadi di dalam
masyarakat. Kurrikulumnya bersifat flexible karena menyesuaikan dengan
kebutuhan di eranya. Jika kurrikulum yang sedang dipakai sudah tidak relevan
lagi maka perlu diadakan perubahan kurrikulum sesuai kebutuhan pada masanya.
Metode pendidikan dalam ajaran pragmatisme lebih mengutamakan
penggunaan metode pemecahan masalah (problem solving method) serta metode
penyelidikan dan penemuan (inquiri and discovery method). Peranan guru dan
siswa dalam pragmatisme adalah mengutamakan manfaat praktis dari proses
pendidikan yang dilakukan. Peranan guru bukan “menuangkan” pengetahuanya
kepada siswa. Setiap apa yang dipelajari oleh siswa haruslah sesuai dengan
kebutuhan, minat dan masalah pribadinya. Pragmatisme menghendaki agar siswa
dalam menghadapi suatu pemasalahan, hendaknya dapat merekonstruksi
lingkungan untuk memecahkan kebutuhan yang dirasakannya.

d. Pancasila
Filsafat Pancasila telah disepakati sebagai filsafat yang paling sesuai bagi
bangsa Indonesia. Menurut Ruslan Abdul Gani, Pancasila dikatakan sebahai
filsafat, karena Pancasila merupakan hasil permenungan jiwa yang mendalam
yang dilakukan oleh the founding father kita, yang dituangkan dalam suatu sistem.
Filsafat Pancasila secara umum adalah hasil berpikir/pemikiran yang sedalam-
dalamnya dari bangsa Indonesia yang dianggap, dipercaya dan diyakini sebagai
sesuatu (kenyataan, norma-norma, nilai-nilai) yang paling benar, paling adil,
paling bijaksana, paling baik dan paling sesuai bagi bangsa Indonesia.
Menurut Pancasila, hakikat manusia adalah monopluralis, yaitu hakikat
manusia yang memiliki unsur pokok susunan kodrat yang terdiri atas raga dan
jiwa. Hakikat raga manusia memiliki unsur fisis anorganis, vegetatif, dan animal.
Hakikat jiwa memiliki unsur akal, rasa, kehendak yang merupakan potensi sebagai
sumber daya cipta manusia yang melahirkan pengetahuan yang benar, berdasarkan
pemikiran memoris, reseptif, kritis dan kreatif. Selain itu, potensi atau daya
tersebut mampu meresapkan pengetahuan dan menstranformasikan pengetahuan
dalam demontrasi, imajinasi, asosiasi, analogi, refleksi, intuisi, inspirasi dan
ilham. Wasitaatmaja (2018: 114) menjelaskan bahwa secara epistemologis
kajian Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai upaya untuk mencari
hakikat Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan.
Aksiologi Pancasila mengandung arti bahwa kita membahas tentang filsafat
nilai Pancasila. Secara aksiologis, bangsa Indonesia merupakan pendukung nilai-
nilai Pancasila, yaitu bangsa yang berketuhanan, yang berkemanusiaan, yang
berpersatuan, yang berkerakyatan dan berkeadilan sosial. Pengakuan, penerimaan
dan pernghargaan atas nilainilai Pancasila itu nampak dalam sikap, tingkah laku,
dan perbuatan bangsa Indonesia sehingga mencerminkan sifat khas sebagai
Manusia Indonesia.
Dalam kaitannya antara filsafat Pancasila dengan filsafat pendidikan, dalam
filsafat Pancasila pendidikan bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertangung jawab. Isi/kurikulum hendaknya
memperhatikan: a) peningkatan iman dan takwa; b) peningkatan akhlak mulia; c)
peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik; d) keragaman potensi
daerah dan lingkungan; e) tuntutan pembangunan daerah dan nasional; f) tuntutan
dunia kerja; g) perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; h) agama; I)
dinamika perkembangan global; dan J) persatuan nasional dan nilai-nilai
kebangsaan. Praktek pendidikan hendaknya diselenggarakan dengan mengunakan
multi metode dengan tetap mengutamakan prinsip cara belajar siswa aktif.
Peranan pendidik dan peserta didik tersurat dan tersirat dalam semboyan “ing
ngarso sung tulodo”, “ing madya mangun karso”, dan” tut wuri handayani”.
Adapun orientasi pendidikannya meliputi fungsi konservasi dan kreasi.

4. Coba analisis apa mungkin filsafat lain selain filsafat pancasila diterapkan
pada pendidikan di Indonesia? Beri contoh penerapannya

Filsafat Pancasila merupakan filsafat yang terbaik untuk diterapkan dalam


pendidikan di Indonesia. Namun aliran filsafat lain dapat juga mengambil
perannya dalam pendidikan di Indonesia meskipun tidak akan bisa diterapkan
seutuhnya, dalam hal ini nilai-nilai yang tidak relevant dengan karakteristik
bangsa Indonesia tidak bisa diterapkan. Filsafat idealism, filsafat realisme dan
filsafat pragmatisme memungkinkan untuk diterapkan dalam pendidikan di
Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dari sudut pandang masing- masing filsafat
itu sendiri secara terpisah, contoh jika ditinjau dari sudut pandang filsafat
idealisme maka peserta didik ditanamkan konsep bahwa mereka mahkluk spiritual
dan rasional. sehingga pendidikan lebih menekankan konsep, gagasan, dan bagian-
bagian keakademisan, dari pada hal-hal lain. Keberhasilan pendidikan ditinjau dari
penguasaan materi secara akademis. Sedangkan dari sudut pandang religius,
pendidikan bertujuan membimbing peserta didik agar berkepribadian, bermoral,
dan religius. Kualitas peserta didik dilihat dari kemampuan untuk merumuskan
konsep-konsep atau gagasan-gagasan dari pada hal-hal yang praktis. Selanjutnya
jika ditinjau dari filsafat realisme maka pendidikan juga dikembangkan dari
pengalaman- pengalaman empirik dan studi ilmiah baik melalui pengembangan
kurikulum maupun konten materi pembelajaran serta manajemen pendidikan.
sehingga dengan demikian maka peran filsafat realisme juga memberikan peran
dalam pendidikan di Indonesia. Begitupula halnya dengan filsafat Pragmatise juga
dapat dilihat bahwa setiap pengembangan system pendidikan akan diorientasikan
pada dinamika dan perkembangan kebutuhan masyarakat. Maka oleh karena itu
peranan dari filsafat idealism, realisme maupun pragmtisme tetap memberikan
kontribusi terhadap sistem pendidikan di Indonesia.

5. Ada beberapa konsep pendidikan dari kajian historis yang berpengaruh baik
langsung maupun tidak langsung ke dalam sistem pendidikan nasional kita.
Coba jelskan dari masing-masing periode dalam peranannya mengubah
wajah dunia pendidikan?

Sistem pendidikan nasional kita tidak bisa terlepas dari sejarah, nilai-nilai luhur
bangsa dan juga praktik-praktik pendidikan di tanah Indonesia pada masa lalu.
Dibawah ini saya uraikan priode dan tahapan perkembangan pendidikan dapat
dijabarkan sebagai berikut:

1. Pendidikan pada Zaman Kerajaan Hindu-Budha


Pada periode awal berkembangnya agama Hindu-Budha di Nusantara, sistem
pendidikan sepenuhnya bermuatan keagamaan yang dilaksanakan di biara-biara
atau padepokan. Sistem kasta dalam pendidikan pada masa ini sangat jelas terlihat.
Pada awalnya yang menjadi pendidik (guru atau pandita) adalah kaum Brahmana,
kemudian lama kelamaan para empu menjadi guru menggantikan kedudukan para
Brahmana. Terdapat tingkatan guru: pertama, guru (perguruan) keraton, di sini
yang menjadi murid-muridnya adalah para anak raja dan bangsawan; kedua adalah
guru (perguruan) pertapa, di sini yang menjadi murid-muridnya berasal dari
kalangan rakyat jelata. Pendidikan masih terbatas hanya untuk minoritas kaum
kasta tertinggi yaitu anak-anak kasta Brahmana dan Ksatria, belum menjangkau
masyarakat mayoritas, yaitu anak-anak kasta Waisya dan Syudra, apalagi bagi
anak-anak dari kasta Paria
Tujuan pendidikan pada awalnya adalah agar para peserta dididik menjadi
penganut agama yang taat, pada perkembangan selanjutnya, muatan pendidikan
bukan hanya berupa ajaran keagamaan, melainkan ilmu pengatahuan yang
meliputi sastra, bahasa, filsafat, ilmu pemerintahan, tata negara dan hukum.
Kurikulum pendidikannya meliputi agama, bahasa sansekerta termasuk membaca
dan menulis (huruf Palawa), kesusasteraan, keterampilan memahat atau membuat
candi, dan bela diri (ilmu berperang).
Pada masa ini banyak lahir empu-empu hebat yang menghasilkan karya sastra
yang terkenal bahkan hingga sekarang. Pendidikan bercorak Hindu-Budha
semakin pudar dengan jatuhnya kerajaan Majapahit pada awal abad ke-16, setelah
itu pendidikan dengan corak Islam dalam kerajaan-kerajaan Islam datang
menggantikannya.

2. Pendidikan pada Zaman Kerajaan Islam


Pendidikan pada masa kerajaan Islam dimulai sejak datangnya para saudagar
muslim dari berbagai daerah islam ke nusantara sejak abad ke-13. Dari
penyebaran agama Islam yang dilakukan para saudagar itu akhirnya para raja dan
masyarakat pesisir memeluk agama Islam. Peran walisongo pada masa itu juga
sangat berpengaruh dalam pesatnya penyebaran agama islam. Bersamaan dengan
pudarnya kerajaan-kerajaan Hindu, ajaran Islam makin berkembang dengan baik
di pesisir maupun di pedalaman pulau-pulau Jawa dan Sumatera. Pendidikan pada
masa kerajaan islam tidak menganut sistem kasta, berbeda dengan zaman kerajaan
hindu-budha.
Tujuan pendidikan pada zaman kerajaan Islam difokuskan pada arah agama
agar manusia bertaqwa kepada Allah S.W.T., sehingga mencapai keselamatan di
dunia dan akhirat melalui “iman, ilmu dan amal”. Kurikulum pendidikannya tidak
tertulis (tidak ada kurikulum formal). Pendidikan berisi tentang tauhid (pendidikan
keimanan terhadap Allah S.W.T.), Al-Qur’an, hadist, fikih, bahasa Arab termasuk
membaca dan menulis huruf Arab. Selain berlangsung di dalam keluarga,
pendidikan berlangsung di lembaga-lembaga pendidikan lainnya, seperti: di
langgar-langgar, mesjid, dan pesantren. Praktek pendidikan di langgar dan di
pesantren berbeda dengan cara mengajar di sekolah-sekolah modern yang
menggunakan sistem yang formal dan berjenjang. Pendidikan di Indonesia baru
mengenal sistem berjenjang yang formal sejak masuknya pengaruh Belanda.
Namun hingga datangnya kolonial belanda dan bahkan hingga sekarang, ketiga
corak pendidikan Islam yaitu pendidikan di langgar, pesantren, dan madrasah tetap
bertahan.

4. Zaman Pengaruh Portugis(Katolik) dan Spanyol (Kristen-Protestan)


Pengaruh bangsa Portugis dalam bidang pendidikan utamanya berkenaan
dengan penyebaran agama Katholik dimana mereka memiliki misi yang dikenal
dengan misi suci (mission sacre). Demi kepentingan tersebut, tahun 1536 mereka
mendirikan sekolah (Seminarie) di Ternate, selain itu didirikan pula di Solor.
Kurikulum pendidikannya berisi pendidikan agama Katolik, ditambah pelajaran
membaca, menulis dan berhitung. Pendidikan diberikan bagi anak-anak
masyarakat terkemuka. Pendidikan yang lebih tinggi diselenggarakan di Gowa,
pusat kekuasaan Portugis di Asia. Pemuda-pemuda yang berbakat dikirim ke sana
untuk dididik. Pada tahun 1546, di Ambon telah ada tujuh kampung yang
penduduknya memeluk agama Nasrani Katolik. Kekuasaan portugis tidak
berlangsung lama, hanya sekitar setengah abad, karena diusir oleh Spanyol.
Kemudian Spanyol menyebarkan agama Kristen-Protestan dan mengembangkan
sistem pendidikannya sendiri yang bercorak Kristen-Protestan. Maka dengan
demikian pengembangan konsep pendidikan masa Portugis dan Spanyol adalah
bernuasa keagamaan sesuai agama Portugis maupun spanyol.
5. Zaman Pemerintahan Kolonial Belanda.
Pendidikan di bawah kekuasaan kolonial Belanda diawali dengan pelaksanaan
pendidikan yang dilakukan oleh VOC. VOC menyelenggarakan sekolah dengan
tujuan untuk misi keagamaan (Protestan), bukan untuk misi intelektualitas, adapun
tujuan lainnya adalah untuk menghasilkan pegawai administrasi rendahan di
pemerintahan dan gereja. Kurikulum pendidikannya berisi pelajaran agama
Protestan, membaca dan menulis. Kurikulum pendidikan belum bersifat formal
(belum tertulis), dan lama pendidikannya pun tidak ditentukan dengan pasti.
Pendidikan pada masa ini menganut system kasta. Yang dapat mengenyam
pendidikan hanyalah pegawai, sedangkan anak-anak rakyat jelata tidak diberi
kesempatan untuk sekolah. Pada awalnya yang menjadi guru adalah orang
Belanda, kemudian digantikan oleh penduduk pribumi, yaitu mereka yang
sebelumnya telah dididik di Belanda.
Pudarnya VOC pada akhir abad ke-18 menandai masa datangnya zaman
kolonial Belanda. Tugas untuk mengatur pemerintahan dan masyarakat yang
sebelumnya ditangani oleh Kompeni (institusi dagang) kemuadian diambil alih
oleh Pemerintah Belanda yang menjadikan Hindia-Belanda sebagai tanah jajahan.
Sistem pendidikan diubah dengan menarik garis pemisah antara sekolah Eropa
dan sekolah Bumiputera. Sekolah Eropa diperuntukkan bagi anak-anak Belanda
dan anak-anak orang Eropa di Indonesia. Sedangkan sekolah Bumiputera yang
tingkatan dan prestisenya lebih rendah diperuntukkan bagi anak-anak bumiputera
yang terpilih. Ada lagi sekolah Cina bagi anak-anak Cina. Mulai akhir abad ke-19
dan hingga dasawarsa awal abad ke-20 lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia
sangat beragam meliputi sekolah dasar, sekolah menengah, sekolah raja, sekolah
pertukangan, sekolah kejurauan, sekolah-sekolah khusus untuk perempuan Eropa
dan pribumi, sekolah dokter, perguruan tinggi hukum, dan perguruan tinggi
teknik.

6. Pendidikan oleh Kaum Pergerakan Kebangsaan (Pergerakan Nasional)


Perjuangan bangsa Indonesia yang dulunya bersifat kedaerahan berubah
menjadi kesadaran usaha bersama untuk meraih kemerdekaan sejak Kebangkitan
Nasional (1908). Saat itu pula sifat perjuangan rakyat Indonesia dilakukan melalui
berbagai partai dan organisasi, baik melalui jalur politik praktis, jalur ekonomi,
sosial-budaya. dan khususnya melalui jalur pendidikan. Sifat perjuangan bangsa
kita saat itu tidak lagi hanya menitik beratkan pada perjuangan fisik. Mengingat
ciri-ciri pendidikan yang diselenggarakan pemerintah kolonial Belanda yang tidak
memungkinkan bangsa Indonesia untuk menjadi cerdas, bebas, bersatu, dan
merdeka, maka kaum pergerakan semakin menyadari bahwa pendidikan yang
bersifat nasional harus segera dimasukkan ke dalam program perjuangannya.
Usaha-usaha kaum pergerakan melalui jalur pendidikan demi kemerdekaan dan
rintisan ke arah pendidikan nasional tampak jelas. Hampir setiap organisasi
pergerakan nasional mencantumkan dan melaksanakan pendidikan dalam
anggaran dasar dan atau dalam program kerjanya.
Salah satu contohnya adalah perguruan Taman Siswa yang didirikan oleh Ki
Hajar Dewantara melalui perguruan Taman Siswa ini lahirlah semboyan yang
terkenal dan masih dipakai dalam dunia pendidikan nasional kita yaitu “Ing ngarso
sung tulodo, Ing madya mangun karso, Tutwuri handayani. Artinya: Kalau
pendidik berada di muka, dia memberi teladan kepada peserta didik. Kalau berada
di tengah, membangun semangat, berswakarya, dan berkreasi pada peserta didik.
Kalau berada di belakang, pendidik mengikuti dan mengarahkan peserta didik
agar berani berjalan di depan dan sanggup bertanggung jawab. Dengan kata lain,
seorang pendidik atau pemimpin harus bersikap sebagai pengasuh yang
mendorong, menuntut, dan membimbing peserta didik/orang yang dipimpinnya.

Dari uraian historis dan priode tentang perkembangan pendidikan diatas maka
dapat dipahami bahwa sistem pendidikan yang kita miliki sekarang adalah hasil
perkembangan pendidikan yang tumbuh dalam sejarah pengalaman bangsa kita
pada masa yang telah lalu (Nasution, 2008: v). Selain itu, secara historis konsep
pendidikan telah mengalami beberapa fase perkembangan mulai dari konsep
pendidikan yang berorientasi pada budaya, agama, sampai kepada pendidikan
yang berorientasi pada cita- cita nasional.

6. a. Rangkumlah fase-fase dari perkembangan individu dan isikan pada


kolom berikut ini :

N Jenis Fase Perkembangan Peran Pendidik


o Perkembanga Masa Bayi Masa Anak Masa Masa
n Remaja Dewasa
1 Kognitif Tahap Sensori Tahap pra- Pemikiran Mencari Bertindak
Motor operasional s/d operasional prestasi, sebagai
konkret formal tanggung pembimbing,
operasional. jawab, pengarah dan
Aktivitas mental eksekutif, dukungan bagi
anak terfokus reintegrative anak-anak untuk
pada objek- lebih
objek yang nyata berkembang dan
atau pada maju.
berbagai
kejadian yang
pernah
dialaminya
2 Emosi Menunjukan Mampu Masa Mudah Guru enjadi
emosi dasar memahami peralihan, menyesuaika model dalam
yaitu kesal emosi orang lain ketegangan n diri dan mengekspresika
dan senang dan emosi mampu n emosi-emosi
menyembunyika meninggi mengatasi negative
n emosinya sebagai emosi secara
akibat dari efektif
perubahan
fisik dan
kelenjar
3 Sosial Belajar Masa Masa rawan Individu siap Pendidik
mengenal pembentukan atau kritis. memikul diharapkan
dirinya dalam Secara fisik status dan mampu
maupun orang menyesuaikan sudah mulai tanggung memahami
lain dengan diri dengan tumbuh jawab dalam perkembangan
mengeksplora lingkungan sebagaimana masyarakat sosial peserta
si banyak hal sosialnya. orang bersama didik guna
dewasa tapi orang lain. mengoptimalka
secara n perkembangan
emosional socialnya
masih labil. kearah positif.
4 Moral Belum Tingkat 1 Pra- Tingkat 2 ingkat 3 Pendidik harus
memiliki Konvensional Konvensiona Pasca- memiliki peran
moral (4-9 tahun) tidak l (10-15 Konvensiona dalam
adanya tahun) Ada l (> 16 pengendalian
internalisasi proses tahun) Proses moral, terutama
terhadap nilai- internalisasi internalisasi memiliki
nilai moral. sebagian. sudah terjadi kewibawaan
Penilaian Penilaian secara utuh yang dapat
tentang moral individu dan penilaian digunakan
didasarkan pada sebagian moral tidak untuk
hadiah atau didasarkan lagi mengarahkan
hukuman yang oleh standar menggunaka peserta didik
berasal dari luar pribadi tapi n standar bertindak sesuai
dirinya. ada juga orang lain. aturan yang ada.
yang
berdasarkan
standar
orang tua
5 Agama/Religi Belum banyak Mulai meniru Agama Agama Pendidik
diketahui. orang tua menjadi sebagai menjadi model
Pemberian melakukan identitas diri kebutuhan dan teladan
nama yang kegiatan agama. hidup melaksanakan
baik pada bayi kewajiban
merupakan agama dengan
salah satu fase taat agar peserta
awal religi. didik
mengikutinya.

b. Coba jelaskan apa pentingnya seorang pendidik harus memahami fase


perkembangan peserta didik?

Pendidik mempunyai tanggung jawab untuk melihat segala sesuatu yang


terjadi dalam kelas untuk membantu proses perkembangan siswa. Dengan
mempelajari perkembangan peserta didik kita sebagai calon guru akan
memperoleh beberapa keuntungan. Pertama, pendidik akan mempunyai ekspektasi
yang lebih realistis atau relevan sesuai fase perkembangan peserta didik, misalnya
akan diketahui pada umur berapa peserta didik mulai berbicara dan mulai mampu
berpikir abstrak atau akan diketahui pula pada umur berapa peserta didik tertentu
akan memperoleh keterampilan perilaku dan emosi khusus.
Kedua, pengetahuan tentang perkembangan peserta didik akan membantu kita
untuk merespons sebagaimana mestinya pada perilaku tertentu dari peserta didik.
Ketiga, pemahaman tentang perkembangan peserta didik akan membantu
mengenali berbagai penyimpangan dari perkembangan yang normal.
Selain itu Yusuf dan Sugandhi (2012:5-6) juga memberikan beberapa alasan
mengapa pendidik perlu memahami perkembangan peserta didik, yaitu:
1. Mempelajari dan memahami karakteristik perkembangan peserta didik
adalah salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang pendidik.
2. Melalui pemahaman tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan peserta didik, dapat diantisipasi tentang berbagai upaya
untuk memfasilitasi perkembangan tersebut, baik di lingkungan keluarga,
sekolah maupun masyarakat. Disamping itu, dapat diantisipasi juga
tentang upaya untuk mencegah berbagai kendala atau penghambat yang
mungkin akan mengontaminasi perkembangan mereka.
3. Peserta didik memiliki potensi yang multidimensi yang meliputi
biopsikososiospiritual (fisik/biologis, psikologis, sosial, dan moral-
spiritual). Pemahaman terhadap keragaman dimensi potensi ini
memberikan implikasi terhadap kebijakan pendidikan baik menyangkut
penentuan arah atau tujuan, kompetensi guru, model kurikulum, maupun
penyiapan fasilitas (sarana dan prasarana pendidikan).

7. Ilustrasikan dengan jelas tentang implementasi dan keterkaitan antara religi,


etika, yuridis, sosial kultural, dan sosial ekonomis terhadap tujuan
pendidikan

Tujuan pendidikan sangat penting karena menjadi acuan tercapai tidaknya


proses pendidikan yang diinginkan. Implementasi dan keterkaitan antara religi,
etika, yuridis, sosial kultural, dan sosial ekonomis terhadap tujuan pendidikan
dijelaskan sebagai berikut:

a) Religi
Manusia memiliki sifat hakiki sebagai makhluk beragama (homo religius),
yaitu makhluk yang mempunyai fitrah untuk memahami nilai-nilai kebenaran
yang bersumber dari agama, serta sekaligus menjadikan kebenaran agama itu
sebagai rujukan (referensi) sikap dan perilakunya. Maka dengan hakikat dasar
manusia memilki sifat untuk mengakui adanya pencipta maka landasan religious
menjadi sangat penting dalam pelaksanaan pendidikan. Hal tersebut diperkuat
dengan pernyatan para ilmuan besar seperti yang diangkapkan Albert
Einstein,“Religion without science is blind. Science without religion is Lame”
bahwa agama tanpa ilmu adalah buta dan ilmu tanpa agama adalah lumpuh”
pernyataan tersebut membuktikan bahwa kedudukan agama sebagai salah satu
landasan dalam pendidikan adalah sebuah keniscayaan.
Implementasi religi dalam tujuan Pendidikan, dalam penerapannya dalam
kurikulum nilai religi memiliki tempat penting dalam kompetensi dasar yang
penting untuk mennetukan tujuan pembelajaran. Lebih jauh lagi Pendidikan
diharapkan mampu menanamkan nilai religius pada diri manusia, dalam artian
manusia tersebut mampu hidup sesuai dengan keyakinan serta kepercayaan yang
dianutnya sehingga apapun yang dilakukannya selalu berlandaskan kepada agama
yang dianutnya.

b) Etika
Nilai-nilai bagi pembentukan kepribadian dan watak peserta didik sangat
ditentukan oleh proses yang mengintegrasikan antara aspek pengajaran,
pengamalan, dan pembiasaan, serta pengalaman sehari-hari yang dialami peserta
didik, baik di sekolah, keluarga, dan lingkungan masyarakat. Keterpaduan,
konsistensi, dan sinkronisasi antara nilai-nilai yang diterima peserta didik dari
pengajaran yang diberikan guru didepan kelas.
Etika dalam pendidikan dapat disimpulkan sebagai suatu proses mendidik,
memelihara, membentuk dan memberikan latihan mental dan fisik tentang etika
dan kecerdasan berpikir baik yang bersifat formal maupun informal, sehingga
menghasilkan manusia berbudaya tinggi untuk melaksanakan tugas kewajiban
bertanggung jawab dalam masyarakat. Etika harus ditanamkan sejak dini, baik
dari lingkungan, keluarga dan sekolah. Agar anak dapat berkembang dengan etika
dan moral yang baik dan sesuai dengan ajaran agama.
Berbicara mengenai tujuan pendidikan, jelas bahwa pendidikan itu sendiri
bukan hanya tentang nilai pengetahuan saja tetapi nilai etika yang didalamnya
mencakup kepribadian, karakter serta nilai nilai yang lain juga merupakan hal
utama yang harus ditanamkan. Jelas kaitannya antara etika dengan tujuan
pendidikan itu sendiri dimana pada dasarnya pendidikan bertujuan untuk
menciptakan manusia yang beretika.

c) Yuridis
Landasan yuridis pendidikan Indonesia adalah seperangkat konsep peraturan
perundang-undangan yang menjadi titik tolak system pendidikan Indonesia, yang
menurut Undang-Undang Dasar 1945 meliputi, Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia, Ketetapan MPR, Undang-Undang Peraturan Pemerintah pengganti
undang-undang, peraturan pemerintah, Keputusan Presiden, peraturan pelaksanaan
lainnya, seperti peraturan Menteri, Instruksi Menteri, dan lain-lain. Maka landasan
yuridis menjadi penting karena menjadi sebuah perangkat hukum untuk dijadikan
pedoman dalam penyelenggaran sistem pendidikan yang dilakukan.
Berkaitan dengan implementasi nya dalam tujuan pendidikan, jelas
bahwasannya pendidikan merupakan suatu usaha untuk mencapai tujuan negara
itu sendiri berdasarkan landasan yudridis bangsa indonesia sepertihalnya pada
pembukaan UUD 1945 yang jelas mengatakan tujuan pertama bangsa Indonesia
adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Jelas kaitannya antara tujuan Pendidikan
dengan landasan yuridis itu sendiri dimana pendidikan merupakan suatu upaya
yang bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa khususnya warga negara
itu sendiri.

d) Sosial Kultural
Manusia hakikatnya adalah makhluk bermasyarakat dan berbudaya, dan
masyarakat menuntut setiap individu mampu hidup demikian. Namun karena
manusia tidak secara otomatis mampu hidup bermasyarakat dan berbudaya, maka
masyarakat melakukan pendidikan atau sosialisi (socialization) dan atau
enkulturasi (enculturation). Dengan demikian diharapkan setiap individu mampu
hidup bermasyarakat dan berbudaya sehingga tidak terjadi penyimpangan tingkah
laku terhadap sistem nilai dan norma masyarakat. Individu maupun masyarakat
sebagai suatu kesatuan individu-individu mempunyai berbagai kebutuhan. untuk
memenuhi berbagai kebutuhan tersebut masyarakat membangun atau mempunyai
pranata sosial. Salah satu diantaranya adalah pranata pendidikan. Pendidikan
merupakan pranata sosial yang berfungsi melaksanakan sosialisasi atau
enkulturasi. Terdapat hubungan antara pendidikan dengan masyarakat dan
kebudayaannya. Kebudayaan menentukan arah, isi dan proses pendidikan
(sosialisasi atau enkulturasi). Sedangkan pendidikan memilki fungsi konservasi
dan atau fungsi kreasi (perubahan, inovasi) bagi masyarakat dan kebudayaannya.
Sehingga jelas bahwasannya implementasinya terhadap tujuan Pendidikan
memang sudah terealisasi dengan terencan.
Dalam perspektif budaya, tujuan pendidikan dimaksudkan untuk menciptakan
insan Indonesia yang berbudaya, bangga akan kebudayaan dan mampu
merefleksikan kebudayaan itu di tengah pergaulan dunia sebagai kepribadian
bangsa Indonesia sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun
2003 tentang tujuan Pendidikan nasional.

e) Sosial Ekonomi
Pendidikan sangat berperan dalam pembangunan, baik itu dalam
pembangunan sumber daya manusia, ekonomi, sosial, dan bahkan masih lebih
banyak lagi peranan pendidikan dalam pembangunan masyarakat, bangsa, dan
Negara. Sumanto (2008) menjelaskan bahwa sumber daya manusia yang
dilengkapi dengan keterampilan serta kemampuan untuk berusaha sendiri
merupakan modal utama bagi teciptanya pembangunan, Oleh karena itu,
pendidikan bisa dijadikan scbagai investasi untuk mendapatkan modal bagi
pembangunan tersebut.
Manusia secara lahiriah tidak akan pernah terlepas dari ketergantungan akan
ekonomi. Dalam memenuhi hajat hidupnya, manusia selalu mengandalkan
kekuatan ekonomi. Bahkan ekonomi menjadi faktor penentu kesejahteraan sebuah
bangsa. Para ahli atau ekonom menyatakan bahwa dengan ekonomi saja tidak
cukup untuk mensejahterakan sebuah bangsa. Maka dipandang perlu adanya
sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni agar mampu mengolah kekayaan
negara menjadi prospek ekonomi yang tinggi yang itu tentu diperuntukan bagi
kesejahteraan bangsanya. Bahkan sumber daya manusia dikatakan sebagai
investasi ekonomi jangka panjang. Pendidikan mempunyai peranan penting dalam
hal ini. Dengan pendidikan, potensi ekonomi sebuah bangsa akan dapat
dimanfaatkan. Maka ekonomi dan pendidikan adalah sebuah mata rantai yang
tidak ada ruang putusnya.
Dalam perspekstif sosio-ekonomi, tujuan pendidikan menjadi faktor penentu
kemajuan bangsa di masa depan dan salah satu bentuk investasi modal manusia
dalam pembangunan ekonomi sebuah negara. Lebih jauh lagi, implementasi
terhadap socio-ekonomi dalam tujuan pendidikan sudah terlaksana dengan
diadakanya berbagai mata pelajaran yang mendukung untuk terciptanya
wirausahawan baru yang nantinya bukan orang yang hanya mengandalkan untuk
medapatkan pekerjaan tetapi dial ah yang membuka lawangan pekerjaan terhadap
masyarakat disekitarnya.
DAFTAR PUSTAKA

Musthafa, B. (2010). Five Pillars of Teaching English to Young Learners in Indonesia. Paper
presented in The 57th Teflin International Conference Bandung 1-3- 2010
Indonesian University of Education.

Nasution, S. (2008). Sejarah Pendidikan Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.

Sadulloh, U. (2012). Pengantar Filsafat Pendidikan. Alfabeta.

Sugandhi. (2012). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Raja Grafindo Persada. hal. 5-6.

Sumanto, A. (2008). Dasar-dasar Ekonomi Pembangunan: Kependudukan dan


Ketenagakerjaan. Malang: NN Press.

Tafsir, A. (2004). Filsafat Umum, Akal dan Hati sejak Thales sampai Capra. Bandung:
Remaja Rosdakarya. hal. 144

Wasitaatmadja, F., F. (2018). Spiritualisme Pancasila. Jakarta: Prenada Media.

Fajar, Kusuma. 2010. Pendidikan Menurut Aliran Filsafat Idealisme dan Realisme dan
Implikasinya dalam Pendidikan Luar Sekolah.
http://fajarkusuma.student.umm.ac.id/2010/02/05/pendidikan-menurut-aliran-
filsafat-idealisme-dan-realisme-implikasinya-dalam-pendidikan-luar-sekolah
%C2%0plsataukses. (diakases 29 Maret 2020).

Izzaty, R. E. Perkembangan Fisik dan Kognitif Masa Dewasa Awal.


http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/dr-rita-eka-izzaty-spsi-
msi/gperkembangan-fisik-dan-kognitif-masa-dewasa-awal.pdf. (Diakses 28 Maret
2020).

Kabasan, H. (2015). Landasan Pedagogik.


http://hasbullahcivis.blogspot.com/2015/10/landasan-pedagogik.html. (Diakses 26
Maret).

Anda mungkin juga menyukai