Anda di halaman 1dari 13

ASMAUL HUSNA-AL KARIM

Secara bahasa Al-Karim ( ‫ ) الكريم‬mempunyai arti Yang Maha Mulia,


Yang Maha Dermawan atau Yang Maha Pemurah. Dia-lah Zat Yang
Mahamulia secara mutlak. Allah Mahamulia di atas segala-galanya,
sehingga apabila seluruh makhluk-Nya tidak ada satupun yang taat
kepada-Nya, maka tidak akan mengurangi sedikitpun kemuliaan-Nya.
Begitu pula sebaliknya, jika seluruh makhluk-Nya taat dan patuh dalam
melaksanakan perintah-Nya, maka tidak akan pula menambah
kemuliaan-Nya.
Secara istilah, al-Karim diartikan bahwa Allah Swt. Yang
Mahamulia lagi Maha Pemurah yang memberi anugerah atau
rezeki kepada semua makhluk-Nya. Dapat pula dimaknai sebagai
Zat yang sangat banyak memiliki kebaikan, Maha Pemurah,
Pemberi Nikmat dan keutamaan, baik ketika diminta maupun
tidak. Hal tersebut sesuai dengan firman-Nya:

Artinya: “Hai manusia apakah yang telah memperdayakanmu terhadap


Tuhan Yang Maha Pemurah?” (Q.S. al-Infi¯ār:6)

Saat dikaitkan dengan perilaku manusia di dunia ini, maka orang yang
memberikan sesuatu kepada sebagian manusia dan menyisakan
sebagian, dia adalah seorang yang murah hati. Orang yang memberikan
sebagian besar miliknya dan menyisakan sedikit untuknya, dia adalah
orang yang dermawan.
Saat Al-Karim dimaknai Maha Pemurah, maka Allah memberi berbagai
kebaikan tanpa mengharap pamrih, karena Allah bersifat Maha Pemurah
secara mutlak. Allah telah menyediakan segala keperluan makhluk-Nya
dan mempermudahkan makhluk-Nya memperolehi rezeki masing-
masing dengan kehendak-Nya juga. Tidak ada sesuatu yang di luar
campur tangan-Nya untuk memberikan membahagikan dan kebaikan
kepada makhluk-Nya. Hal ini dapat kita pahami dari firman Allah dalam
QS. Adz-Dzariyat (51) : 57-58 :

Artinya : “Aku tidak menghendaki rezeki sedikitpun dari mereka dan


Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan.
Sesungguhnya, Allah Dialah Maha Pemberi rezeki yang mempunyai
Kekuatan lagi Sangat Kokoh.” (QS. Adz-Dzariyat (51) : 57-58).
Saat Al-Karim dimaknai Maha Pemberi, maka Allah senantiasa
memberi, tidak pernah terhenti pemberian-Nya. Kedermawanan Allah
diberikan-Nya kepada semua manusia, manusia yang tidak berharta
maupun berdosa. Manusia tidak boleh berputus asa dari kedermawanan
Allah jika miskin dalam harta, karena kedermawanan-Nya tidak hanya
dari harta yang dititipkan melainkan meliputi segala hal. Manusia yang
berharta dan dermawan hendaklah tidak sombong jika telah memiliki
sifat dermawan karena Allah tidak menyukai kesombongan. Dengan
demikian, bagi orang yang diberikan harta melimpah maupun tidak
dianugerahi harta oleh Allah, maka keduanya harus bersyukur
kepadanya karena orang yang miskin pun telah diberikan nikmat selain
harta.

Perhatikan firman Allah dalam QS. An-Naml (27) : 40 berikut ini.

Artinya : “Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari Al-Kitab:


“Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu
berkedip”. Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di
hadapannya, iapun berkata: “Ini termasuk karunia Tuhanku untuk
mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-
Nya). Dan barangsiapa yang bersyukur, maka Sesungguhnya Dia
bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan Barangsiapa yang
ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha
Mulia”. (QS. An-Naml (27) : 40)
Ayat tersebut mengajarkan umat Islam untuk senantiasa bersyukur
kepada Allah. Kenapa demikian? Karena barangsiapa yang bersyukur
kepada-Nya, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan)
dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Allah
Mahakaya lagi Mahamulia. Allah memberi bukan karena butuh kepada
makhluk, tapi karena Allah bersifat Kariim (Maha Pemurah). Jadi, tidak
sepantasnya manusia berbuat durhaka kepada Allah karena sudah terlalu
banyak Allah menurunkan berbagai nikmat dan rahmat untuk mereka.

Allah berbuat baik kepada seluruh makhluk tanpa sebuah kewajiban


yang mesti dilakukannya. Semua kebaikan yang diberikan Allah kepada
makhluk adalah semata-mata atas kemurahan Allah kepada makhluk-
Nya. Dengan demikian, makhluk itu menjadi mulia. Perlu kita ketahui
bahwa segala kemulian yang terdapat pada makhluk adalah atas
pemberian Allah Yang Mahamulia. Hal tersebut menunjukkan akan
kemuliaan makhluk tersebut disisi Allah, melebihi makhluk-makhluk
yang lainnya.

Saat Al-Karim dimaknai Yang Maha Pemberi Maaf, maka Allah


memaafkan dosa para hamba yang lalai dalam menunaikan kewajiban
kepada Allah, kemudian hamba itu mau bertobat kepada Allah swt. Bagi
hamba yang berdosa, maka Allah adalah Yang Maha Pengampun. Dia
akan mengampuni seberapa pun besar dosa hamba-Nya selama ia tidak
meragukan kasih sayang dan kemurahan-Nya. Dibandingkan dengan
karunia Allah yang Maha Pemurah dan tidak terhingga, dosa dan
perbuatan maksiat seorang hamba adalah kecil dan tidak berarti. Jika
seorang hamba bertobat dari kesalahannya, Allah menghapus dosanya
dan mengganti posisi kesalahan tersebut dengan nilai kebaikan.

Jika kita mau mencermati, asmaul husna Al-Kariim menunjukkan


kesempurnaan dan kemulian Allah dalam Dzat dan segala sifat, serta
perbuatan-Nya. Di dalam nama Al-Karim terdapat segala hal yang
terpuji. Allah Mahamulia dalam Dzat-Nya, maka tidak ada cacat
sedikitpun dalam Dzat Allah. Allah Mahamulia dalam segala sifat-Nya,
maka tidak ada sifat jelek terdapat pada Allah. Allah juga Mahamulia
dalam segala perbuatan-Nya, maka tidak ada kecacatan dalam perbuatan
Allah. Sesungguhnya segala perbuatan Allah penuh dengan berbagai
hikmah yang luas

Orang yang masih dalam perjalanan sangat teringin untuk cepat


sampai kepada Allah s.w.t. Dia terpesona melihat keadaan orang-orang
yang telah sampai. Kadang-kadang timbul rasa tidak sabar untuk ikut
sama sampai kepada tujuannya. Perasaan tidak sabar akan menimbulkan
harapan atau cita-cita agar ada seseorang yang dapat menolong
mengangkatnya. Orang yang diharapkan itu mungkin terdiri daripada
mereka yang telah sampai atau mungkin juga dia menaruh harapan
kepada wali-wali ghaib dan malaikat-malaikat. Maksud dan tujuannya
tidak berubah, iaitu sampai kepada Allah s.w.t tetapi dalam mencapai
maksud itu sudah diselit dengan harapan kepada selain-Nya. Ini
bermakna sifat bertawakal dan berserah dirinya sudah bergoyang.
Sebelum dia terjatuh, Hikmat 47 ini menariknya supaya berpegang
kepada al-Karim. Walau kepada siapa pun diletakkan harapan namun,
harapan dan orang berkenaan tetap mencari al- Karim. Tidak ada
harapan dan cita-cita yang dapat melepasi al-Karim.
 Al-Karim adalah salah satu daripada Asma-ul-Husna. Nama ini
memberi pengertian istimewa tentang Allah s.w.t. Al-KariIm
bermaksud:

1. Allah s.w.t Maha Pemurah.


2. Allah s.w.t memberi tanpa diminta.
3. Allah s.w.t memberi sebelum diminta.
4. Allah s.w.t memberi apabila diminta.
5. Allah s.w.t memberi bukan kerana permintaan, tetapi cukup sekadar
harapan, cita-cita dan angan-angan hamba-hamba-Nya. Dia tidak
mengecewakan harapan mereka.
6. Allah s.w.t memberi lebih baik daripada apa yang diminta dan
diharapkan oleh para hamba-Nya.
7. Allah Yang Maha Pemurah tidak kedekut dalam pemberian-Nya.
Tidak dikira berapa banyak diberi-Nya dan kepada siapa Dia memberi.
8. Paling penting, demi kebaikan hamba-Nya sendiri, Allah s.w.t
memberi dengan bijaksana, dengan cara yang paling baik, masa yang
paling sesuai dan paling bermanafaat kepada si hamba yang
menerimanya

Al-Kariim adalah yang mulia dalam segala hal, yang amat banyak


pemberian dan kebaikannya, baik ketika diminta, maupun tidak.

Jika kita cermati, makna Al-Kariim menunjukkan kesempurnaan


kemulian Allah dalam Zat dan segala sifat, serta perbuatan-Nya.

 Allah Mahamulia dalam Zat-Nya, maka tidak ada cacat


sedikitpun dalam Zat Allah. Sesungguhnya Zat Allah
Mahaindah.

 Allah Mahamulia dalam segala sifat-Nya, maka tidak ada


sifat jelek terdapat pada Allah. Sesungguhnya, sifat-sifat Allah
amat sempurna dalam segala maknanya.

 Allah juga Mahamulia dalam segala perbuatannya, maka


tidak ada kecacatan dalam perbuatan Allah. Sesungguhnya
segala perbuatan Allah penuh dengan berbagai hikmah yang
luas.
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, “Nama Allah Al-
Kariim mencakup makna kedermawanan, juga makna kemuliaan
dan keluhuran, serta bermakna kelembutan dan memberi
kebaikan.” (Bayaan Talbiis Jahmiyah, 1/196).

Berkata Imam Ibnul Qayyim, “Secara global, makna Al-


Kariim adalah Zat yang suka memberi kebaikan yang banyak
dengan amat mudah dan gampang. Lawannya adalah orang pelit
yang amat sulit mengeluarkan kebaikan dan jarang.” (At-Tibyaan,
140).

Di antara makna Al-Kariim: Allah berbuat baik kepada seluruh


makhluk tanpa sebuah kewajiban yang mesti dilakukannya.
Semua kebaikan yang diberikan Allah kepada makhluk adalah
semata-mata atas kemurahan Allah kepada makhluk-Nya.

Kemudian sebagai bentuk ke-Karim-an Allah, Allah memaafkan


sesuatu hak yang wajib diserahkan kepada-Nya. Maka, Allah
memaafkan dosa para hamba yang lalai dalam menunaikan
kewajiban kepada Allah. Karena nama Allah Al-
Kariim digandengkan dengan nama Allah Al-‘Afw sebagaimana
dalam sabda Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam berikut,

:‫ قلت يا رسول هللا أرأيت إن علمت أي ليلة ليلة القدر ما أقول فيها ؟ قال‬: ‫عن عائشة قالت‬
‫ و قال هذا حديث‬،5/534 U:‫“قولي اللهم إنك عفو كريم تحب العفو فاعف عني” (رواه الترمذي‬
‫ صحيح‬: ‫ وقال الشيخ األلباني‬.)‫حسن صحيح‬

Dari Aisyah radhiallahu ‘anha ia berkata, “Aku bertanya yang


Rasulullah, apa pendapatmu jika seandainya aku mengetahui
malam (lailatu) al-qadar apa yang aku ucapkan?” Beliau
bersabda, “Ucapkanlah: Ya Allah sesungguhnya engkau Maha
Pemaaf lagi Mahamulia, engkau mencintai sifat pemaaf, maka
ampunilah aku.”
Di samping itu jika seseorang bertaubat dari kesalahannya, Allah
mengahapus dosanya dan mengganti posisi kesalahan tersebut
dengan nilai kebaikan.

Sebagaimana Allah berfirman,

‫ان هَّللا ُ َغفُورً ا َرحِيمًا‬


َ ‫ت َو َك‬ َ ‫صالِحً ا َفأُو َل ِئ‬
ٍ ‫ك ُي َب ِّد ُل هَّللا ُ َس ِّي َئات ِِه ْم َح َس َنا‬ َ ‫اب َوآَ َم َن َو َع ِم َل َع َماًل‬
َ ‫إِاَّل َمنْ َت‬

“Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan


amal shaleh; maka  kejahatan mereka diganti Allah dengan
kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” (QS. Al-Furqaan: 70).

Begitu juga sebagai bentuk ke-karim-an Allah, Allah senantiasa


memberi, tidak pernah terhenti pemberian-Nya.

Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah,

ِ ْ‫ت َو َما فِي اأْل َر‬


‫ض َوأَسْ َب َغ َع َل ْي ُك ْم ِن َع َم ُه َظاه َِر ًة َوبَاطِ َن ًة‬ ِ ‫أَ َل ْم َت َر ْوا أَنَّ هَّللا َ َس َّخ َر َل ُك ْم َما فِي ال َّس َم َاوا‬

“Tidakkah kamu perhatikan, sesungguhnya Allah telah


menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa
yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir
dan batin.” (QS. Luqmaan: 20).

Demikian pula sebagai bentuk ke-karim-an Allah, Allah memberi


nikmat dari semenjak pertama meskipun tanpa diminta.

Sebagaimana terdapat dalam firman Allah,

‫َو َكأَيِّنْ ِمنْ دَا َّب ٍة اَل َتحْ ِم ُل ِر ْز َق َها هَّللا ُ َيرْ ُزقُ َها َوإِيَّا ُك ْم َوه َُو ال َّسمِي ُع ْال َعلِي ُم‬

“Dan berapa banyak binatang yang tidak membawa rezekinya


sendiri. Allah-lah yang memberi rezeki kepadanya dan kepadamu
dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-
Ankabuut: 60).

Sebagai bentuk ke-karim-an Allah juga, Allah memberi berbagai


kebaikan tanpa mengharap pamrih, karena Allah bersifat Maha
Pemurah secara mutlak.

Sebagaimana dinyatakan dalam firman Allah,


ُ ُ
ُ‫اق ُذو ْالقُوَّ ِة ْال َمتِين‬ ِ ‫َما أ ِري ُد ِم ْن ُه ْم ِمنْ ِر ْز ٍق َو َما أ ِري ُد أَنْ ي ُْط ِعم‬
ُ ‫ إِنَّ هَّللا َ ه َُو الرَّ َّز‬. ‫ُون‬

“Aku tidak menghendaki rezeki sedikitpun dari mereka dan Aku


tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan.
Sesungguhnya, Allah Dialah Maha Pemberi rezeki yang
mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh.” (QS. Adz-Dzaariyaat:
57-58).

Termasuk pula dalam makna Al-Kariim, Allah memerintahkan


para hamba-Nya untuk meminta kepada-Nya dan berjanji akan
memperkenankan permintaan mereka. Bahkan, memberikan
bonus di luar permintaan mereka. Sebaliknya, Allah marah
kepada orang yang tidak berdoa kepada-Nya. Karena Allah
itu Maha Pemurah.

Sebagaimana disbutkan dalam firman Allah,

َ ُ‫ُون َعنْ عِ َبا َدتِي َس َي ْد ُخل‬


َ ‫ون َج َه َّن َم دَاخ ِِر‬
‫ين‬ َ ‫َو َقا َل َر ُّب ُك ُم ْادعُونِي أَسْ َت ِجبْ َل ُك ْم إِنَّ الَّذ‬
َ ‫ِين َيسْ َت ْك ِبر‬

“Dan Tuhanmu berfirman, ’Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan


Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang
menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka
Jahannam dalam keadaan hina dina.’”(QS. Ghaafir: 60).

Maka, Al-Kariim adalah yang memiliki segala macam kebaikan


dan kemulian, serta keutaman (Shahih Al-Bukhary, 4/1713)
Allah menyebutkan bahwa kitab suci Al-Qur’an Kalamullah adalah
kitab yang Kariim (mulia), sebagamana terdapat dalam firman
Allah,

‫إِ َّن ُه َلقُرْ آَنٌ َك ِري ٌم‬

“Sesungguhnya, Al-Quran ini adalah bacaan yang sangat


mulia.” (QS. Al-Waaqi’ah: 77).

Dijelaskan oleh para ulama, karena Al Qur’an


adalah Kalamullah menggandung kebaikan yang begitu banyak.
Di dalamnya terdapat petunjuk yang lurus, keterangan yang jelas,
ilmu yang berguna dan hikmah yang banyak (Tasiir Al-Baghawy,
8/22). Segala kebaikan hanyalah dengan menjalankan isi Al-
Quran tersebut.

Berkata Imam Ibnul Qayyim, “Allah mneyebutkan sifat Al-Quran


dengan sesuatu yang menunjukkan akan keindahan dan
banyaknya kebaikan juga mamfaat serta keagungannya.
Karena Al-Kariim adalah sesuatu yang penuh dengan kebaikan
yang amat banyak lagi agung mamfa’atnya. Dan ia dalam segala
segi merupakan yang terbaik dan paling afdhal. Maka, Allah
mensifatkan diri-Nya dengan sifat Al-Karam(kemulian), serta
menyifatkan kalam-Nya dan ‘Arasy-Nya dengan sifat Karam pula.
Dan menyifatkan dengannya sesuatu yang banyak kebaikannya
dan indah bentuknya dari tumbuh-tumbuhan dan lainnya.

Berkta Al-Azhary, “Al-Quran disebut Al-Kariim karena di dalamnya


terkandung berbagai petunjuk, penjelasan, ilmu dan hikmah.” (At-
Tibyaan, 140).

Al-Quran yang mulia ini dibawa oleh malikat yang mulia pula yaitu
Jibril ’alaihissalam, sebagaimana terdapat dalam firman Allah,

ٍ ‫إِ َّن ُه َل َق ْو ُل َرس‬


‫ُول َك ِر ٍيم‬
“Sesungguhnya, Al-Quran itu benar-benar firman (Allah yang
dibawa oleh) utusan yang mulia (Jibril).” (QS. At-Takwiir: 19).

Kemudian, Al-Quran yang mulia tersebut disampaikan oleh


malaikat yang mulia kepada rasul yang mulia pula yaitu Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana terdapat
dalam firman Allah,

ٍ ‫إِ َّن ُه َل َق ْو ُل َرس‬


‫ُول َك ِر ٍيم‬

“Sesungguhnya, Al-Quran itu adalah benar-benar wahyu (Allah


yang diturunkan kepada) rasul yang mulia.” (QS. Al-Haaqah: 40).

Karena, Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam memilki akhlak yang


mulia, membawa kitab yang mulia, mengajak manusia kepada
sagala hal yang mulia, baik dalam hal keyakinan maupun amalan.

Demikian pula ‘Arasy Allah adalah makhluk yang mulia.


Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah,

‫ش ْال َك ِر ِيم‬ ُ ِ‫َف َت َعا َلى هَّللا ُ ْال َمل‬


ِ ْ‫ك ْال َح ُّق اَل إِ َل َه إِاَّل ه َُو َربُّ ْال َعر‬

“Maka Mahatinggi Allah, Raja yang sebenarnya; tidak ada Tuhan


selain Dia, Tuhan (Yang meiliki) ‘Arsy yang mulia.” (QS. Al-
Mukminuun: 116).

Karena ‘Aray adalah merupakan makhluk yang paling besar dan


paling tinggi di atas seluruh makhluk.

Segala kemulian yang terdapat pada makhluk adalah atas


pemberian Allah Yang Mahamulia. Hal tersebut menunjukkan
akan kemulian makhluk tersebut disisi Allah, melebihi makhluk-
makhluk yang lainnya.
Surga yang dipenuhi berbagai macam kenikmatan, segala nikmat
yang terdapat di dalamnya melebihi segala apa yang ada di
dunia. Yang disediakan bagi orang-orang yang memiliki sifat
mulia. Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah,

‫إِنْ َتجْ َت ِنبُوا َك َبائ َِر َما ُت ْن َه ْو َن َع ْن ُه ُن َك ِّفرْ َع ْن ُك ْم َس ِّي َئا ِت ُك ْم َو ُن ْدخ ِْل ُك ْم م ُْد َخاًل َك ِريمًا‬

“Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang


dilarang kamu mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-
kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan Kami masukkan
kamu ke tempat yang mulia (surga).” (QS. An-Nisaa: 31).
TUGAS KELOMPOK
“PENDIDIKAN AGAMA ISLAM”
D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
* A. AZIZAH NURUL DINANTI (01)
* ADELLIYA SABILA PUTRI PURBAYA (02)
* NURUL RIDHA (28)
* SITI NURHALIZA YUSUF (32)
# DZAKWAN YUSUF ( )
# DIMAS BAMBANG ( )

KELAS : X MIPA 4

Anda mungkin juga menyukai