Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA FARMASI

“VISKOSITAS BEBERAPA LARUTAN DENGAN VISKOSIMETER STROMER”

Disusun Oleh :
Nama : Mutiara Hasna Khairunnisa
NIM : SK420005
Prodi : D – 3 Farmasi
Semester : Genap ( 2 )

PROGRAM STUDI D-3 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KENDAL
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
PENENTUAN VISKOSITAS BEBERAPA LARUTAN DENGAN
VISKOSIMETER STROMER

A. Tujuan
Mempelajari sifat alir beberapa cairan

B. Dasar Teori
Rheologi berasal dari kata rheo = mengalir dan logos = ilmu, yang
berarti rheologi adalah ilmu yang mempelajari sifat alir berbagai cairan
serta perubahan bentuk berbagai benda padat. Viskositas adalah suatu
pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk mengalir, makin tinggi
viskositas suatu cairan makin besar tahanannya. Rheologi meliputi
pencampuran dan aliran dari bahan, pemasukan ke dalam wadah,
pemindahan sebelum digunakan apakah dicapai dengan penuangan dari
botol, pengeluaran dari tube atau pelewatan dari jarum suntik. Rheologi
dari suatu produk tertentu yang dapat berkisar dalam konsistensi dari
bentuk cair ke semisolid sampai ke padatan dapat mempengaruhi
penerimaan dari pasien, stabilitas fisika dan availabilitas biologis. Jadi
viskositas telah terbukti mempengaruhi laju absorbsi obat dari saluran
cerna.

Penggolongan bahan menurut tipe aliran dan deformasi dibagi menjadi dua
yaitu Sistem Newton dan Sistem non-Newton.
1. Sistem Newton.
Newton menyatakan bahwa semakin besar viskositas suatu cairan
maka akan semakin besar pula gaya per satuan luas (Fʹ/A) ( shearing
stress) yang diperlukan untuk menghasilkan suatu perbedaan kecepatan
(dv/dr) (rate of shear) tertentu.
Sehingga kurva aliran newton rate of shear berbanding langsung dengan
shearing stress. Sistem newton dapat dinyatakan dalam persamaan di
bawah ini :

F' dv F
=η. ⇒ η=
A dr G
Dimana η adalah koefisien viskositas atau viskositas.
Satuan viskositas adalah poise, dinyatakan sebagai shearing force yang
dibutuhkan untuk menghasilkan kecepatan 1 cm/detik antara dua bidang
cairan yang pararel dimana luas masing-masing adalah 1 cm² dan
dipisahkan oleh jarak 1 cm. Satuan cgs untuk poise adalah dyne detik
cm⁻². Cairan yang memiliki tipe aliran newton meliputi cairan tunggal
dan larutan dari senyawa yang memiliki ukuran molekul kecil, misalnya
: air, etanol, gliserol, minyak, larutan gula dan larutan berbagai macam
garam.
2. Sistem non-Newton
Sistem non-Newton meliputi zat-zat yang tidak mengikuti
persamaan aliran newton seperti dispersi heterogen cairan dan padatan
misalnya larutan koloid, emulsi, suspensi cair, salep dan produk serupa.
Sistem non-Newton dibagi menjadi tiga meliputi aliran plastis, aliran
pseudoplastik dan aliran dilatan.
a. Aliran Plastis
Cairan dengan tipe plastis dikenal dengan istilah Bingham
bodies . Aliran plastis berhubungan dengan adanya partikel-
partikel yang terflokulasi dalam suspensi pekat. Akibatnya
terbentuk struktur kontinu di seluruh sistem. Kurva aliran plastis
tidak melalui titik (0,0), tetapi memotong sumbu shearing stress
pada suatu titik tertentu yang dinamakan Yield value (f). Aliran
plastis tidak akan mengalir sampai shearing stress dicapai sebesar
yield value tersebut. Adanya yield value disebabkan oleh adanya
kontak antara partikel-partikel yang berdekatan (disebabkan karena
gaya van der Waals) yang harus dipecah sebelum aliran dapat
terjadi. Akibatnya yield value merupakan indikasi dari kekuatan
flukolasi. Makin banyak suspensi terflokulasi makin tinggi harga
yield valuenya. Persamaan aliran plastis (U) dinyatakan sebagai :
( F−f )
U=
G
G adalah dv/dr
b. Aliran Pseudoplastis
Secara umum aliran pseudoplastis berhubungan dengan polimer-
polimer dalam larutan yang kebalikan dengan aliran plastis yang
tersusun dari partikel-partikel yang ter flokulasi dalam suspensi.
Sejumlah besar produk farmasi misalnya gom alam dan sintesis
meliputi dispersi cair dari tragacant, natrium alginat, metil selulosa
dan karboksi metil selulosa mengikuti aliran ini. Kurva aliran
pseudoplastis dimulai pada titik (0,0), tidak ada yield value, tetapi
tidak ada bagian kurva yang linier, sehingga kita tidak dapat
menyatakan viskositas dari bahan pseudoplasis dengan suatu harga
tunggal. Viskositas zat pseudoplastis berkurang dengan
meningkatnya rate of shear. Dengan meningkatnya shearing strees,
molekul-molekul yang secara normal tidak beraturan mulai
menyusun sumbu yang panjang dalam arah aliran. Pengarahan ini
mengurangi tahanan dalam dari bahan tersebut dan mengakibatkan
rate of shear yang lebih besar pada setiap shearing stress
berikutnya.
Persamaan aliran pseudoplastis dinyatakan sebagai :
N
F = η' G
log G = N log F − log η'
N merupakan nilai eksponensial.

c. Aliran Dilatan
Tipe aliran dilatan berkebalikan dengan tipe aliran
pseudoplastis. Apabila stress dihilangkan maka sistem dilatan akan
kembali seperti keadaan fluiditas aslinya. Viskositas akan
meningkat dengan naiknya kecepatan pengadukan. Hal ini terjadi
karena pengaruh pengadukan menyebabkan terbentuknya struktur
dari hasil penggabungan antar partikel. Zat-zat yang memiliki sifat-
sifat aliran dilatan adalah suspensi yang berkonsentrasi tinggi (kira-
kira 50% atau lebih) dari partikel-partikel kecil yang mengalami
deflokulasi misalnya pasta. Suspensi-suspensi tertentu dengan
persentase zat padat terdispers yang tinggi menunjukkan
peningkatan dalam daya hambat untuk mengalir dengan
meningkatnya rate of shear. Pada sistem ini sebenarnya volume
meningkat jika terjadi shear sehingga diberi istilah dilatan.
Persamaan aliran dilatan dinyatakan sebagai :

log G = N log F − log η'

Dalam hal ini nilai N selalu kurang dari 1 dan berkurang dengan
menaiknya derajat dilatasi. Apabila N mendekati 1 maka sistem
tersebut meningkat sifatnya menjadi newton.

Kurva hubungan antara rate of share dengan sharing stress


berbagai tipe aliran dapat dilihat pada kurva di bawah ini :

C. Alat dan Bahan


1. Viskosimeter Stromer
2. Stopwatch
3. Termometer
4. Beker glass
5. Mortir dan stamper
6. CMC Na
7. PGA
8. Aquadest

D. Cara Kerja
1. Buatlah larutan CMC Na dengan konsentrasi 0,1%, 0,2%, 0,3%,
0,4%, 0,5% dan PGA dengan konsentrasi 1%, 2%, 3%, 4%,5%
sebanyak 500ml
2. Siapkan viskosimeter stromer
3. Tuang larutan uji sebanyak 430 ml
4. Nyalakan tombol on pada alat viskosimeter stromer
5. Hitung rpm dari masing-masing larutan uji
6. Tetapkan viskositas larutan CMC Na dan PGA pada suhu 20 dan
25⁰C dalam cps
7. Buat kurva hubungan antara viskositas dan konsentrasi larutan
8. Simpulkan hasil percobaan yang anda dapatkan.

E. Hasil Praktikum

1. Viskositas CMC Na

Konsentrasi Kenkentalan
0,1 % 41
0,2 % 15
0,3 % 5

Grafik
2. Viskositas PGA

Konsentrasi Kenkentalan
1 3
3 3,5
5 6,5

Grafik

F. Pembahasan
Rheologi dalam sediaan farmasi berguna untuk menentukan sifat
alir dari suatu zat yang digunakan untuk membuat Produk sediaan farmasi
Viskometer Brookfield dan Stormer termasuk ke dalam viskometer banyak
titik yang dapat digunakan untuk menentukan viskositas dan rheologi
cairan Newton dan non Newton.
Pada Viskometer Stormer terdapat 3 komponen penting dalam
pengukuran viskositas yaitu waktu, putaran, dan beban. Pada saat
melakukan pengukuran dengan menggunakan Viskometer Stormer, waktu
yang diperlukan hingga putaran ke-50 harus ≥ 30 detik, jika waktu kurang
dari 30 detik, maka pengukuran harus diulangi dengan cara menaikkan
putaran menjadi 100 kali. Dan apabila waktu yang diperlukan lebih dari 60
detik maka bebannya yang harus ditambahkan. Dengan diketahuinya
angka-angka dari 3 komponen tersebut kita dapat menghitung nilai RPM
dan KV.
Pada saat pengulangan percobaan dengan menggunakan
Viskometer Brookfield atau Stormer, cairan yang telah diukur harus
didiamkan terlebih dahulu ± 5 menit dengan tujuan agar cairan tersebut
dapat kembali kebentuk semula dan pengukuran dapat dilakukan secara
akurat.
Pada pengukuran Gom Arab menunjukkan aliran non Newton yang
memiliki sifat pseudoplastis, itu dapat dilihat dari tidak ada bagian kurva
yang linear, namun grafik tidak menunjukkan kesempurnaan garis
melengkung seperti teori pada aliran pseudoplastis. Hal ini mungkin
dikarenakan kesalahan pada pengukuran atau belum stabilnya cairan saat
dilakukan pengukuran ulang.
Sediaan farmasi yang baik adalah mempunyai sifat alir
pseudoplastis, itu dapat dilihat dari obat sirup yang perlu dikocok sebelum
digunakan, jika dikocok dengan kuat maka viskositas cairan tersebut akan
turun, sehingga ini memudahkan sirup tersebut dituang.

G. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan bahwa CMC Na
dengan konsentrasi rendah , maka nilai kekentalannya semakin tinggi dan
hasil viskositas dari konsentrasi rendah ke tinggi adalah menurun

Jika pada PGA dengan konsentrasi rendah maka nilai kekentalannya


semakin kecil dan hasil viskositas rendah ke besar naik.

H. Daftar Pustaka
http://agussusantocr7.blogspot.com/2014/02/laporan-fifa-ii-
viskositas.html?m=1

LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA FARMASI


“PENENTUAN KERAPATAN DAN BOBOT JENIS”

Disusun Oleh :
Nama : Mutiara Hasna Khairunnisa
NIM : SK420005
Prodi : D – 3 Farmasi
Semester : Genap ( 2 )

PROGRAM STUDI D-3 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KENDAL
TAHUN AKADEMIK 2020/2021

PENENTUAN KERAPATAN DAN BOBOT JENIS

A. Tujuan

Menentukan kerapatan dan bobot jenis

B. Dasar Teori
Kerapatan adalah massa per unit volume suatu zat pada temperatur
tertentu.Sifat ini merupakan salah satu sifat fisika yang paling sederhana
dan sekaligus merupakan salah satu sifat fisika yang paling definitif,
dengan demikian dapat digunakan untuk menentukan kemurnian suatu zat.
Hubungan antara massa dan volume tidak hanya menunjukkan ukuran dan
bobot molekul suatu komponen, tetapi juga gaya-gaya yang
mempengaruhi sifat karakteristik “pemadatan” (packing characteristics).
Dalam sistem matrik kerapatan di ukur dalam gram per milimeter (untuk
cairan) atau gram per centimeter kubik.
Bobot jenis adalah ratio kerapatan suatu zat terhadap kerapatan air pada
4⁰C.
Karena dalam sistem metrik kerapatan air pada 4⁰C sama dengan 1
gram/cc, maka nilai numerik kerapatan dan bobot jenis air pada sistem ini
adalah sama. Disamping itu dikenal definisi bobot jenis yang lain yaitu
ratio kerapatan suatu zat terhadap kerapatan air pada t yang sama.
C. Alat dan Bahan

1. Piknometer
2. Neraca analitik
3. Beaker glass
4. Tissue
5. Batu
6. Lilin
7. Aquadest
8. Air dingin

D. Cara Kerja

A. Penentuan volume piknometer pada suhu percobaan


1. Ditimbang piknometer yang bersih dan kering dengan seksama
2. Diisi piknometer dengan air hingga penuh, lalu direndam dengan air es,
sehingga suhu kira-kira 2⁰C dibawah suhu percobaan (±18⁰C)
3. Piknometer ditutup, pipa kapilernya dibiarkan terbuka dan suhu dibiarkan
naik sampai suhu percobaan, lalu pipa kapiler piknometer ditutup.
4. Biarkan suhu air dalam piknometer mencapai suhu kamar, lalu air yang
menempel diusap dan ditimbang dengan seksama.
5. Dilihat pada tabel berapa kerapatan air pada suhu percobaan dan
digunakan untuk menghitung volume air = volume piknometer.
6. Cara perhitungan :
Misalnya : Bobot piknometer + air = a+b gram
Bobot piknometer kosong = a gram
Bobot air = b gram
Dari literatur dapat diketahui kerapatan air pada suhu percobaan =
ρ air
Volume piknometer = volume air = b gram
ρ air gram/ ml
= b ml = Vp ml
ρ air

B. Penentuan kerapatan zat cair X (etanol, aseton, kloroform)


1. Dilakukan penimbangan zat X dengan menggunakan piknometer yang
sama seperti pada percobaan A, misal bobot zat = c gram (bobot piknometer +
zat) – (bobot piknometer kosong)
2. Kerapatan zat cair X = c gram
Vp ml

C. Penentuan kerapatan zat padat yang kerapatannya lebih besar


daripada air
1. Dilakukan penimbangan zat padat yang akan ditentukan
kerapatannya, misalnya X gram
2. Dimasukkan zat padat tersebut ke dalam piknometer yang sama,
lalu diisi penuh dengan zat cair
3. Dilakukan penimbangan dengan memperhatikan suhu percobaan
sama seperti suhu percobaan A, misalnya bobot d gram
4. Perhitungan ;
Bobot piknometer + zat padat + air = d gram
Bobot zat padat = x gram
Bobot piknometer kosong = a gram
Bobot air = (d – x-a) gram
Bobot air yang ditumpahkan zat padat = (b-(d-x-a) gram,
atau
= (b-d+x+a) gram
Volume air yang ditumpahkan = volume zat padat = (b-d+x+a)
gram, atau
Ρ air gram/ml
= (b-d+x+a) ml
ρ air
Kerapatan zat padat = x gram
(b-d+x+a) / ρ air ml
= x ρ air gram/ml
(b-d+x+a)
5. Catatan : zat cair yang digunakan harus zat cair yang tidak dapat
melarutkan zat yang ditentukan kerapatannya.

D. Penentuan kerapatan zat padat yang kerapatannya lebih kecil


daripada air
1. Dilakukan percobaan seperti cara C dengan mengkaitkan zat
tersebut dengan suatu pemberat yang kerapatan dan massanya
sudah diketahui
2. Coba terangkan cara perhitunganny.

E. Penentuan bobot jenis


Tentukan bobot jenis dari : etanol, aseton dan kloroform

E. Hasil praktikum
- Bobot perkamen : 0,2418 g
- Batu : 0,2644
- Batu + lilin : 0,4418
- Pikno : 33,4784
- Pikno + air : 58,383
- Bobot pikno + etanol : 55,2668
- Bobot pikno + aseton : 57,4161
- Pikno+ air+ batu : 58,2696
- Pikno+air+batu=lilin : 58,3035
A. Pikno + air / pikno : 58,383 / 33,4784 = 24,9046 / 0,997=
24,9809 ml
B. Kerapatan zat Etanol x : 21,7884 / 24,9809 = 0,8722
C. 1. Pikno + etanol / pikno
55,2668 / 33,4784 = 21,7884 / 24,9809 = 0,872 ml
3. Pikno + aseton / piko
57,4161 / 33,4784 = 23, 9377/ 24,9809 = 0,958 ml

3.Volume yang ditumpahkan oleh batu: ( b-(d-x-a))


24,9046 – 24,5541 = 0,3505 ml

4. Vol. air yang di tumpahkan = volume zat padat


0,3505 / 0,997 = 0,3515 ml

5. Volume batu yg ditumpahkan : x g / ( b-(d-x-a))


0,3505 / 0,997 = 0,3515

6. Kerapatan batu
0,2644 / 0,3515 = 0,7566 g
D. Bobot pikno + lilin + batu + air : 58,3095
Bobot batu dan lilin : 0,4418
Pikno kosong : 33,4784
Air : 24,3833
Bobot yang ditumpakan batu+lilin : 24,9046 – 24,3833 = 0,5213 ml
Vol. air yang ditumpahkan : 0,5213 / 0,997 = 0,5228 ml
Kerapatan batu + lilin : 0,4418 / 0,5228 = 0,85 g
F. Pembahasan
Kerapatan merupakan perbandingan massa per volume suatu zat pada
suhu yang dikehendaki. Kerapatan dilambangkan dengan 𝜌 dengan satuan
g/ml. Adapula guna menghitung nilai kerapatan yaitu untuk menghitung
kemurnian suatu zat. Berbeda halnya dengan berat jenis, berat jenis
merupakan perbandingan kerapatan suatu zat dengan kerapatan air tanpa
menghasilkan suatu satuan. Pada praktikum ini praktikan diharapkan
mengetahui perbandingan masing-masing kerapatan antar zat cair, padat
dan semi padat. Pada dasarnya kerapatan dipengaruhi oleh volume dan
massa. Semakin besar massa benda maka semakin besar pula kerapatan
yang dimiliki, sedangkan semakin besar nilai volumenya maka semakin
besar pula kerapatan yang dimiliki. Bobot jenis dipengaruhi oleh besar
atau kecilnya nilai kerapatan, semakin besar kerapatan maka berat jenis
juga semakin besar. Pada hasil akhir dari percobaan didapatkan sebuah
gotri memiliki berat jenis yang lebih besar dibandingkan zat cair
kloroform atau semi dari parafin. Hal ini dikarenakan berat gotri besar
dibandingkan volume gotri sehingga didapatkan kerapatan yang besar.
Kemudian kerapatan tersebut dibandingkan kerapatan yang dimiliki oleh
air ternyata lebih besar. Kemudian kerapatan yang besar dimiliki oleh

zat kloroform dan zat semi padat parifin cair. Dapat disimpulkan bahwa
semakin berat suatu zat maka kerapatan zat semakin besar sedangkan
semakin besar kerapatan maka semakin besar berat jenis zat. Pada hasil
dari ketiga data tersebut jika dibandingkan dengan data berat jenis paa
Farmakope terlihat sekali penyimpangannya. Seperti Halnya kloroform
yang dibandingkan dengan hasil Farmakope ternyata kerapatan yang di
dapat sangat menyimpang dari hasil aslinya . Penyimpangan ini bisa saja
terjadi pada zat lain yang diujikan kerapatannya dan berat jenisnya.
Penyimpangan-penyimpangan ini antara lain disebabkan oleh karena
berbagai kesalahan pada saat melakukan praktikum. Kesalahan
penimbangan, cara penutupan piknometer yang salah, pengaruh perubahan
suhu yang terlalu cepat, piknometer belum benar-benar kering dan bersih,
volume air yang dimasukkan kedalam piknometer tidak tepat, kebersihan,
sampel yang terkontaminasi, dan juga karena pengenceran etanol yang
kurang tepat. Pertama, penimbangan. Kesalahan akibat penimbangan ini
disebabkan karena timbangan yang digunakan berganti ganti. Sehingga
hasil penimbangan antara timbangan yang satu dengan yang lain belum
tentu sama. Cara penutupan piknometer yang terlalu cepat juga dapat
menyebabkan air yang tumpah terlalu banyak sehingga tenti
mempengaruhi berat pada penimbangan. Pada saat memegang piknometer
sebaiknya menggunakan tissue atau kain, jangan menggunakan tangan
secara langsung, karena dikhawatirkan lemak yang terdapat pada tangan
akan menempel di piknometer sehingga akan menambah berat piknometer.
Pengaruh perubahan suhu yang terlalu cepat dapat menyebabkan cairan di
dalam piknometer memuai/menyusut dengan tidak semestinya, sehingga
pada waktu ditimbang zat tersebut memberikan hasil yang berbeda dengan
yang telah ditentukan. Pada saat pengukuran suhu diharapkan
penurunan/kenaikan suhu diperhatikan dengan seksama, karena jika suhu
turun/naik melebihi dari yang telah ditetapkan, tentu saja hasil yang
diberikan akan menyimpang. Piknometer yang belum kering dan bersih,
piknometer yang demilkian belum bisa digunakan untuk penentuan
kerapatan dan bobot jenis, karena masih ada cairan/kontaminan yang
tertinggal di dalamnya sehingga akan mempengaruhi hasil akhir. Volume
air yang tidak tepat, volume air yang dimasukkan ke dalam piknometer
harus tepat dengan yang telah ditentukan, karena jika terlalu banyak atau
terlalu sedikit maka akan mempengaruhi hasil akhir. Sampel yang
terkontaminasi juga akan memberikan hasil yang menyimpang, karena
kemurnian zat tersebut sudah berbeda dengan zat yang masih murni.
Pengenceran etanol yang tidak tepat akan memberikan hasil yang berbeda
karena etanol yang ditimbang belum tentu kadarnya sesuai dengan yang
diinginkan.

G. Kesimpulan

1.Kerapatan merupakan perbandingan massa per volume suatu zat pada


suhu yang dikehendaki. Berbeda halnya dengan berat jenis, berat jenis
merupakan perbandingan kerapatan suatu zat dengan kerapatan air.
2.Kerapatan dipengaruhi oleh volume dan massa. Semakin besar massa
benda maka semakin besar pula kerapatan yang dimiliki, sedangkan
semakin besar nilai volumenya maka semakin besar pula kerapatan yang
dimiliki.
3.Bobot jenis dipengaruhi oleh besar atau kecilnya nilai kerapatan,
semakin besar kerapatan maka berat jenis juga semakin besar.
4.Penyimpangan yang terjadi disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya
cara penutupan piknometer yang salah, pengaruh perubahan suhu yang
terlalu cepat, piknometer belum benar-benar kering dan bersih, volume air
yang dimasukkan kedalam piknometer tidak tepat, kebersihan, sampel
yang terkontaminasi, dan juga karena pengenceran etanol yang kurang
tepat.

H. Daftar Pustaka
https://pdfcoffee.com/praktikum-farmasi-fisika-penentuan-kerapatan-dan-
bobot-jenis-pdf-free.html

LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA FARMASI


“DISPERSI KOLOIDAL DAN SIFATNYA”

Disusun Oleh :
Nama : Mutiara Hasna Khairunnisa
NIM : SK420005
Prodi : D – 3 Farmasi
Semester : Genap ( 2 )
PROGRAM STUDI D-3 FARMASI
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KENDAL
TAHUN AKADEMIK 2020/2021

DISPERSI KOLOIDAL DAN SIFAT-SIFATNYA

A. Tujuan
Memberikan gambaran tentang sifat-sifat larutan koloidal

B. Dasar Teori
Koloidal biasanya dibagi menjadi 2 golongan besar, berdasarkan
apakah dia dapat disolvatasikan oleh medium pendispersinya atau tidak,
atau apakah dia tidak berinteraksi secara nyata dengan medium yaitu :
1. Koloid liofilik, disolvatasikan oleh solvent atau pelarut yang sering
dinamakan “koloid yang suka solvent atau pelarut”
2. Koloid liofobik, kebalikan dari koloid liofilik yaitu mempunyai afinitas
kecil untuk solvent atau pelarut yang sering dinamakan “koloid yang
benci solvent atau pelarut”
Jika yang digunakan sebagai solvent atau pelarut lain maka
digunakan istilah hidrofilik dan hidrofobik. Kedua tipe koloid tersebut
bersama-sama menunjukkan tipe sifat-sifat fisika yang sama, tetapi dapat
berbeda cukup jauh dalam perkembangannya setiap sifat spesifiknya.
Dispersi koloidal yang dibuat dengan salah satu dari metode umum yaitu
metode kondensasi dan metode dispersi.

Metode kondensasi menggabungkan partikel-partikel kecil (ion-ion dan


molekul) untuk membentuk partikel-partikel yang lebih besar yang masuk
dalam jarak ukuran koloidal. Ini biasanya dilakukan dengan jalan
mengganti solvent atau pelarut atau dengan jalan melakukan reaksi kimia
tertentu.

Metode dispersi menggunakan teknik-teknik pengecilan ukuran dari


partikel yang berdimensi koloidal. Untuk ini dapat digunakan desintegrator
mekanik seperti “koloidal mill”. Seringkali solvent atau pelarut atau
solvent dari pelarut yang dicampur dengan zat lain dapat menyebabkan
partikel nonkoloidal menjadi koloidal. Metode dispersi tipe ini khusus
dinamakan peptisasi. Beberapa logam dapat didispersi sebagai koloid oleh
arus listrik di dalam tabung elektrolitik (elektrolitik sel).

Semua dispersi koloidal menunjukkan satu sifat optik yang dinamakan


efek tindal. Jika seberkas cahaya diarahkan pada suatu dispersi koloidal,
maka cahaya tersebut akan dipancarkan dan suatu berkas sinar atau
kerucut sinar akan terlihat. Karena banyak dispersi koloidal sangat
menyerupai larutan sejati, maka sinar tersebut digunakan untuk
membedakan dispersi koloidal dan larutan sejati. Larutan sejati tidak akan
memancarkan cahaya, karena partikel-partikel yang terdispersi
kedalamnya begitu kecil sehingga tidak menimbulkan efek tersebut. Satu
sifat lain yang menarik dari koloid adalah viskositas. Koloid liofobik tidak
merubah viskositas suatu dispersi karena dispersi tersebut tidak
disolvatasikan.

Kenaikan kadar dari koloid-koloid semacam itu tidak mempengaruhi


viskositas dari dispersi tersebut. Koloid liofilik sebaliknya biasanya
menyebabkan suatu kenaikan vikositas secara nyata karena mereka
berinteraksi dengan molekul-molekul solvent atau pelarut.

Sifat-sifat stabilitas sistem liofilik dan liofobik juga berbeda. Semua


dispersi koloid mempunyai muatan listrik. Jika suatu zat atau ion dengan
muatan sebaliknya ditambahkan dalam suatu dispersi koloid, muatan
dalam koloid dapat dihilangkan atau dinetralkan dan koloid akan
mengendap.

Sistem hidrofibik lebih jelas dipengaruhi oleh elektrolit, sedangkan sistem


hidrofobik disolvatasikan dalam suatu “cincin pelindung” mengelilingi
koloid sehingga membuatnya kurang peka terhadap ion-ion yang
bermuatan yang berasal dari elektrolit. Salah satu cara untuk
menambahkan stabilitas koloid hidrofobik adalah dengan menambahkan
suatu koloid hidrofiliknya dinamakan koloid pelindung. Sistem hidrofilik
akan menjadikurang stabil pada penambahan solvent yang polaritasnya
lebih kecil daripada air karena solvent tersebut akan bersaing dengan
molekul-molekul air dan mendehidrasi koloid.

C. Alat dan Bahan


Alat
1. Beker Ggadis
2. Viskometer
3. piknometer
4. Mortir perangko
5. Labu kur
6. Cawan Porselin
7. Erlenmeyer
8. Buret
9. Gelas kur
10. Pompa pengisi
11. Neraca digital

Bahan
1. mucilago Gium Arabici 35% - 40 %
2. Larutan Natrium Liauril Sulfat 0,1%
3. Larutan Gelatin 5% dan 10%
4. Larutan FeCl3 0,25 gram dan 0,5 gram
5. Larutan NaCI 20%
6. Alkohol
7. Air ES
D. Cara Kerja

A. Pembuatan larutan koloidal


1. Buatlah mucilago gum arab 35-40% sebanyak 50 ml.
2. Buatlah larutan argentum proteinakum 5% sebanyak 50 ml.
3. Buatlah larutan FeCl3 0,25% dan 0,5% sebanyak 100 ml.
4. Buatlah larutan Alginat 5% dan 10% sebanyak 50 ml

B. Viskositas koloid
Tetapkan viskositas larutan no 3 dan 4

C. Pengaruh elektrolit terhadap koloid


1. Ambilah masing-masing 10 ml larutan diatas, kecuali untuk larutan
argentum proteinakum sebanyak 4ml, tambahkan 2 ml larutan NaCl
10% lagi dan seterusnya. Catat pada penambahan berapa ml larutan
NaCl 10% akan terjadi endapan pada masing-masing larutan
koloidal.
2. Ambilah 20 ml larutan FeCl3 0,5%, campurlah dengan 5 ml larutan
gelatin 10%, selanjutnya lakukan percobaan seperti percobaan C1.

D. Pengaruh alkohol terhadap koloid


Catatlah berapa ml etanol 95% yang dibutuhkan untuk
mengendapkan 10 ml larutan gelatin 5% dan 10%

E. Reversibel koloid
Uapkan 10 ml larutan A1, A2, dan A3 hingga kering, tambahkan
10 ml air dingin, amatilah apa yang terjadi pada setiap larutan koloid
tersebut
E. Hasil pengamatan

1. Gom arab 40 % 10 ml + 10 ml NaCl


Hasil : setiap penambahan tetesan larutan tersebut memisah
2. FeCl3 0,5 % 20 ml + gelatin 10 % 20 ml
Hasil : tidak ada endapan larutan pada penambahan gelatin 10 % ad 20
ml
3. FeCl3 0,25 % 10 ml + NaCl 10 ml ( penambahan secara bertahap 2 ml )
Hasil : tidak ada perubahan
FeCl3 0,5 % + 12 ml NaCl ( penambahan secara bertahap 2 ml )
Hasil : tidak ada perubahan
4. Gliserin 10 % 10 ml + etanol 95 % 5 ml
Hasil : terdapat endapan dan lama lama memudar
Gliserin 25 ml + etanol 95 % ( penambahan secara bertahap 1 ml )
Hasil : 1 – 8 tetes : terdapat endapan lama lama memudar
9- 12 tetes : terdapat endapan
5. Larutan gelatin 10 % ad 100 ml
Penimbangan 10 g
Kertas : 0,3482
Kertas + zat : 10,3385
Krtas + sisa : 0,3490
6. Gom arab
Menguapkan 10 ml larutan gom arab hingga kering lalu tambahkan 10
ml air dingin
Kesimpulan : larutan gom arab tidak dapat larut

F. Pembahasan
Sistem terdispersi terdiri dari partikel kecil yang dikenal sebagai
fase terdispers, terdistribusi ke seluruh medium kontinu atau medium
terdispersi. Bahan- bahan yang terdispers bisa mempunyai jangkauan
ukuran dari partikel-partikel berdimensi atom dan molekul sampai
partikel-partikel yang ukurannya diukur dalam milimeter. Oleh karena itu,
cara yang paling mudah untuk penggolongan sistem terdispers adalah
berdasarkan garis tengah partikel rata-rata dari bahan terdispers.
Umumnya dibuat tiga golongan ukuran, yaitu dispersi molekuler, dispersi
koloid, dan dispersi kasar (Martin, A., 2008). Sistem koloid bisa
digolongkan menjadi tiga golongan berdasarkan interaksi partikel-
partikel, molekul-molekul, atau ion-ion dari fase terdispers dengan
molekul-molekul dari medium dispersi (Martin, A., 2008).
Koloid Liofilik
Sistem yang mengandung partikel-partikel koloid yang banyak
berinteraksi dengan medium dispersi dikenal sebagai koloida liofilik
(suka- pelarut).
Koloida Liofobik
Golongan kedua dari koloid ini tersusun dari bahan yang jika ada
mempunyai tarik-menarik kecil terhadap medium dispers.

Koloida Gabungan
Koloid gabungan atau koloid amfifilik merupakan golongan ke tiga dari
penggolongan koloid (Martin, A., 2008). Sol koloidal liofilik biasanya
diperoleh hanya dengan melarutkan bahan dalam pelarut yang digunakan.
Sedangkan koloida liofobik, di sini perlu menggunakan metode khusus
untuk menyiapkan koloida liofobik. Yakni (a) metode dispersi, dimana
partikel-partikel kasar direduksi ukurannya, dan (b) metode kondensasi, di
mana bahan-bahan berdimensi subkoloid diagregasi menjadi partikel-
partikel yang berada pada daerah ukuran koloid (Martin, A., 2008).
Pergerakan partikel koloid bisa diinduksi oleh panas (gerak Brown, difusi,
osmosis), induksi secara gravitasi (sedimentasi), atau digunakan secara
eksternal (viskositas). Gerak yang diinduksi secara elektrik dimasukkan
dalam sifat-sifat listrik (sifat-sifat elektris) koloid (Martin, A., 2008).
Sedangkan suatu koloid juga dapat dipengaruhi oleh kehadiran suatu
elektrolit (Natrium, Kalium, dll) yang dapat menyebabkan partikel koloid
mengendap. Sistem koloid banyak digunakan pada kehidupan sehari hari.
Hal ini disebabkan oleh sifat karakteristik koloid yang penting, yaitu dapat
digunakan untuk mencampur zat-zat yang tidak dapat saling melarutkan
secara homogen dan bersifat stabil untuk produksi dalam skala besar.

G. Kesimpulan
Kesimpulan dari percobaan ini adalah sifat-sifat koloid yang dapat
dilihat pada percobaan yaitu seperti viskositas, konduktivitas, dan
turbiditas. Sistem koloid pada percobaan ini adalah termasuk hidrofilik
atau hidrofobik karena solven atau pelarut yang digunakan adalah air.

H. Daftar Pustaka
https://www.academia.edu/9529581/DISPERSI_KOLOIDAL_DAN_SIFAT

LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA FARMASI


“STABILITAS OBAT”
Disusun Oleh :
Nama : Mutiara Hasna Khairunnisa
NIM : SK420005
Prodi : D – 3 Farmasi
Semester : Genap ( 2 )

PROGRAM STUDI D-3 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KENDAL
TAHUN AKADEMIK 2020/2021

STABILITAS OBAT

A.Tujuan

Mempelajari kinetika suatu reaksi kimia dan menentukan waktu kadaluarsa obat.

B.Dasar Teori

Para pembawa obat harus tahu waktu paro obat. Waktu paro suatu obat dapat
memberikan gambaran stabilitas obat, yaitu gambaran terurainya obat atau
kecepatan degradasi kimiawinya. Panas, asam-asam alkali, oksigen, cahaya dan
faktor-faktor lain dapat menyebabkan rusaknya obat. Mekanisme degradasi dapat
disebabkan oleh pecahnya suatu ikatan, pergantian species atau perpindahan
atom-atom dan ion-ion jika dua molekul bertabrakan dalam tabung reaksi.

Kecepatan dekomposisi obat ditujukan oleh kecepatan perubahan konsentrasi


mula-mula satu atau lebih reaktan dan ini dinyatakan dengan tetapan kecepatan
reaksi k yang untuk orde ke satu ataupun orde ke dua, persamaan tetapan
kecepatan reaksinya seperti tercantum di bawah ini :
Untuk orde nol :

k=C
t
Untuk ordo satu :

k = 2,303 log Co atau k = 2,303 log Co


t C t Co.X
Dimana :
k = tetapan kecepatan reaksi
Co = Konsentrasi mula-mula zat
C = Konsentrasi obat pada waktu t
X = Jumlah obat yang terurai pada waktu t
C = Co – X = (konsentrasi mula-mula) – Jumlah yang terurai pada waktu t

Waktu Paro Obat


Untuk ordo satu, waktu paro obat dapat dihitung dengan rumus :

t 50% = t ½ = 0,693
k

t 50% = t ½ = 1
Co.k

Pada tahun 1889 Arrhenius menemukan persamaan yang menyatakan hubungan


antara pengaruh temperatur terhadap kecepatan reaksi suatu ordo 1 :

Log k = log A + -Ea . R


2,303 T
Dimana :
Ea = Tenaga aktivasi (tenaga yang dibutuhkan agar suatu molekul dapat bereaksi.
A = Suatu tetapan yang berhubungan dengan frekuensi tabrakan antara reaktan –
reaktan
R = Tetapan gas (2,0 kalori/derajat/molar)
T = Temperatur absolut (C⁰ + 273)
Untuk menentukan kecepatan dekomposisi suatu zat atau obat digunakan metode
evelatea, terurainya zat atau obat tersebut dipercepat dengan memanaskannya
pada temperatur yang lebih tinggi. Log k versus 1/T dinyatakan dalam grafik
dengan menentukan persamaan garis regresi linier akan didapatkan harga k pada
temperatur kamar untuk menentukan waktu daluarsa obat. Metode ini dikenal
dengan istilah studi stabilitas yang dipercepat.
Penentuan Waktu Kadaluwarsa
Waktu daluwarsa biasanya dihitung dari t 90% pada temperatur kamar (k 27 ⁰C).
Untuk reaksi tingkat 1 (orde 1) :

DC/dt = -k.C
Ct t
ƒ dC/C = -k. ƒ dt
Co to
Ln Ct – Ln Co = -k (t - to)
Ln Ct/Co = - k.t
Ln Co/Ct = k.t

Untuk t90% :
Ln (100)% = k . t 90%
(100-10)%
Ln 100/90 = k . t 90%
0,105 = k . t 90%
t 90 % = 0,105
k

Andaikan tanggal pembuatan 1 januari 1997, maka waktu kadaluwarsa adalah:


1 Januari 1997 + 0,105
K 27 ⁰C

Hidrolisis larutan asetosal pada suhu tertentu.

C. Alat dan Bahan


1. Nerada Analitik
2. Labu Takar
3. Tabung Reaksi
4. Penangas Air
5. Spektrofotometer
6. Kuvet
7. Tissue
8. Aquadest
9. Alkohol
10. Asetosal
11. FeCl 5%

D. Cara Kerja
1. 0,2 g asetosal, dilarutkan dalam 15 ml alkohol, kemudian di encerkan
dengan aquadest hingga 1 L.
2. Dimasukkan masing-masing 10,0 ml larutan di atas ke dalam 5 tabung
reaksi, di panaskan di atas tangas air pada suhu 40 ⁰C.
3. Setelah tercapai suhu yang dikehendaki, di ambil 1 tabung kemudian
didinginkan (dalam es). Setelah 10 menit di ambil 1 tabung dan di
dinginkan seterusnya hingga tabung ke 5.
4. Pada tiap – tiap tabung di tambahkan 2 ml larutan FeCl3 5% dalam asam
nitrat, gojog hingga homogen.
5. Dimasukkan dalam alat spektrofotometer pada λ 525 nm.
6. Dilakukan juga percobaan ini pada suhu penangas air 55 ⁰C dan 70 ⁰C

Analisa perhitungan :
1. Dibaca resapan pada spektrofotometer
2. Dimasukkan harga resapan sebagai Y pada persamaan :
Y = 0,128 X + 0,004
3. Maka nilai X diketahui (dalam mg %)
4. Hitung Co dan Co – C dengan mengingat molekul ekuivalensinya.
5. Dimasukkan hasil perhitungan pada persamaan reaksi ordo I atau ordo II,
tentukan peruraian asetosal mengikuti reaksi ordo I / II
6. Gambar kurva peruraian tersebut dengan slope sesuai hasil perhitungan di
atas.

E. Hasil Praktikum

Data Absorban
t 40 55 70
0 0,069 0,238 0,167
10 0,078 0,247 0,174
20 0,101 0,358 0,287
30 0,116 0,468 0,422
40 0,125 0,51 0,569
50 0,149 0,613 0,666

Regresi Linier Kurva Baku y = 0,128x + 0,004

Suhu 40
t Absorban Ct Log Ct 1/Ct
0 0,069 0,507 -0,294 1,972
10 0,078 0,578 -0,238 1,73
20 0,101 0,757 -0,12 1,321
30 0,116 0,875 -0,057 1,142
40 0,125 0,945 -0,024 1,058
50 0,149 1,132 0,053 0,883
Ordo 0 Ordo 1 Ordo 2
a = 0,4487 a = -0,2876 a = 1,8967
b = 0,0124 b = 0,007 b = 0,0218
R = 0,9844 R = 0,9771 R = 0,9489

Suhu 55
Suhu 70
F.Pembahasan

G.Kesimpulan

H.Daftar Pustaka

LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA FARMASI


“KOEFISIEN PARTISI”

Disusun Oleh :
Nama : Mutiara Hasna Khairunnisa
NIM : SK420005
Prodi : D – 3 Farmasi
Semester : Genap ( 2 )

PROGRAM STUDI D-3 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KENDAL
TAHUN AKADEMIK 2020/2021

KOEFISIEN PARTISI

A. Tujuan

Mengetahui pengaruh pH terhadap koefisien partisi obat yang bersifat asam


lemah dalam campuran pelarut kloroform – air

B. Dasar Teori

Koefisien partisi lipida air suatu obat adalah perbandingan kadar obat dalam
fase air setelah dicapai kesetimbangan. Peranan koefisien partisi obat dalam
bidang farmasi sangat penting. Teori-teori tentang absorpsi, ekstraksi dan
kromatografi banyak terkait dengan teori koefisien partisi.

Kecepatan obat sangat dipengaruhi oleh koefisien partisinya. Hal ini


disebabkan komponen dinding usus yang sebagian besar terdiri dari lipid.
Dengan demikian obat-obat yang mudah larut dalam lipid akan mudah
melaluinya. Sebaliknya obat-obat yang sukar larut dalam lipid akan sukar
diabsorpsi. Obat-obat yang mudah larut dalam lipid tersebut dengan sendirinya
memiliki koefisien partisi yang besar, sebaliknya obat-obat yang sukar larut
dalam lipid akan memiliki koefisien partisi lipid air yang kecil.
Pada umumnya obat-obat bersifat asam lemah atau basa lemah. Jika obat
tersebut dilarutkan dalam air sebagian akan terionisasi. Besarnya fraksi obat
yang terionkan tergantung pada pH larutannya. Obat-obat yang tidak terionkan
lebih mudah dalam lipida, sebaliknya yang dalam bentuk ion kelarutannya
kecil atau bahkan praktis tidak larut. Dengan demikian pengaruh pH sangat
besar terhadap kecepatan absorpsi obat yang bersifat asam lemah atau basa
lemah.

Untuk menghitung fraksi obat yang tidak terionkan untuk asam lemah dapat
digunakan :

(H) = Ka (fraksi bentuk molekul) = Ka fu


(fraksi yang terionkan) fu
pH = pKa – log [ fu ]
[ fi ]
Sedangkan untuk basa lemah berlaku : pH = pKa + log [ fi ]
[ fu ]
Ada dua macam koefisien partisi ;
1. Koefisien partisi atau TPC
Untuk koefisien partisi ini pada percobaannya harus memenuhi
persyaratan kondisi sebagai berikut :
a. Antara kedua pelarut benar-benar tidak dapat campur satu sama lain
b. Bahan obat tidak mengalami asosiasi atau disosiasi
c. Kedua obatnya relatif kecil (< 0,001 M)
d. Kelarutannya solut pada masing-masing pelarut kecil
Jika semua persyaratan tersebut dipenuhi maka berlaku persamaan :
TPC = C1
C2
Dimana : C1 adalah kadar obat dalam fase lipid
C2 adalah kadar obat dalam fase air
2. Koefisien partisi semu atau APC
Apabila persyaratan TPC tidak dapat terpenuhi, maka hasilnya adalah
koefisien partisi semu. Dalam biofarmasetika dan pada berbagai tujuan
yang lain, umumnya memiliki kondisi non ideal dan tidak disertai
koreksinya, sehingga hasilnya adalahkoefisien partisi semu. Biasanya
sebagai fase lipid adalah oktanol, kloroform, sikloheksan, dll. Fase air
yang biasa digunakan adalah larutan dapar.
Pada persamaan ini berlaku persamaan :
APC = (C2 0 - C2 1). a
C2 1 . b
Dimana : C2 0 = kadar obat dalam fase air mula-mula.
C2 1 = kadar obat dalam fase air setelah dicapai kesetimbangan.
a = fase air
b = fase lipid
Suhu yang digunakan : 30 dan 37 0C

C. Alat dan Bahan


Alat

1. Tabung reaksi

2. Labu takar 10 mL

3. Pipet volum

4. Pipet tetes

5. Propipet

6. Kuvet

7. Stopwatch

Bahan 

1. Larutan dapar salisilat 0,01 M pH 3, 4 dan 5

2. Aquadest

3. Kloroform

4. NaOH

D. Cara Kerja
1. Percobaan koefisien partisi
a. Dibuat larutan dapar salisilat 0,01 M dengan pH 3, 4 dan 5 dari asam
salisilat yang ditambah Natrium hidroksida hingga pH yang
dikehendaki.
b. Diambil masing-masinglarutan 25 ml dan dimasukkan ke dalam
tabung percobaan.
c. Ditambahkan pada larutan tersebut 10 ml kloroform p.a lalu
diinkubasikan pada suhu 37 0C dan diaduk.
d. Setelah kira-kira 2 jam ditentukan kadar asam salisilat dalam fase air
dan diulangi tiap 30 menit. Kesetimbangan dicapai apabila beberapa
kali penentuan kadar tersebut hasilnya sudah konstan (tidak ada
penurunan kadar salisilat pada fase air)
e. Dihitung masing – masing koefisien partisinya pada ketiga macam pH
tersebut
f. Dibuat kurva hubungan antara APC sebagai fungsi pH
(Kurva hub Kadar vs waktu

2. Cara penentuan kadar salisilat


a. Diencerkan 2 ml fase air pada percobaan koefisien partisi hingga 50 ml
b. 10 ml dari hasil pengenceran tersebut ditambah 2 ml larutan besi III
klorida 5 % dalam asam nitrat akan terjadi warna ungu
c. Larutan dibaca dalam spektrofotometer UV-vis pada λ 525 nm
d. Ditentukan kadar salisilat dengan menggunakan kurva baku yang
tersedia
e. Ditunggu sampai terjadi kesetimbangan antara fase air dan fase
kloroform, dihitung konsentrasinya
f. Tiap 30 menit diukur, dibandingkan jumlah obatnya dengan
konsentrasi yang tetap

E. Hasil Praktikum
1. PH 3
Penimbangan
Kertas : 0,3343
Kertas + zat : 0,4790
Kertas + sisa : 0, 3350
Zat : 0,1442
RL = Y = 0,128x + 0,004
Abs :0,613
Y : 0,128x + 0,004
0,613 : 0,128x + 0,004
0,613 – 0,004 : 0,128x
0,609 ; 0,128x
X : 0,608 / 0,128 = 4,757 ppm : mm/l
Zat
C2°: 0,1442 g/100 ml
: 144,2 mg/ 0,1 l
: 1,442 mg/l
APC : ( 1,442 Mg/l -4,757 mg/l ).5 ml / 4,757 mg/l . 10 ml
: 1,437.2.25 / 47,57
: 35,930/ 47,57= 755,30
2. PH 4
Penimbangan
Kertas : 0,3419
Kertas + zat : 0,4800
Kertas + sisa : 0,3432
Zat : 0,1368
RL = Y = 0,128x+ 0,004
ABS : 0,564
y : 0,128x + 0,004
0,564 : 0,128x + 0,004
0,564 – 0,004 : 0,128x
0,56 : 0,128x
X : 0,56/ 0,128 = 4,375 ppm mg/l

Zat
C2° : 0,1368 g/100 ml = 1,368 / 0,1 mg/l = 1,368 m/l
APC : ( 1,368 mg/l – 4,375 mg/l ) . 25ml / 4,375 mg/l . 10 ml
: 1,3636 . 25 / 43,75
: 34,090 / 43,75 = 779,2
3. PH 5
Penimbangan
Kertas : 0,3330
Kertas + zat : 0,4750
Kertas + sisa : 0,3340
Zat :0,1410
RL = Y = 0,128x + 0,004
ABS : 0,585
Y : 0,128x + 0,004
0,585 : 0,128x + 0,004
0,585 – 0,004 : 0,128x
0,581 ; 0,128x
X ; 0,581/ 0,128 = 4,539 ppm mg/l

Zat
C2° : 0,410 g/ml
: 141 mg/ 0,1L = 1,140 mg/l
APC : (1,410 mg/l – 4,539 mg/l ) . 25ml / 4,539 mg/ml . 10 ml
: 1,405, 4 . 25 / 45,39
: 774,06
F.Pembahasan

A. Penentuan volume piknometer pada suhu percobaan


1. Ditimbang piknometer yang bersih dan kering dengan seksama
2. Diisi piknometer dengan air hingga penuh, lalu direndam dengan air es,
sehingga suhu kira-kira 2⁰C dibawah suhu percobaan (±18⁰C)
3. Piknometer ditutup, pipa kapilernya dibiarkan terbuka dan suhu dibiarkan
naik sampai suhu percobaan, lalu pipa kapiler piknometer ditutup.
4. Biarkan suhu air dalam piknometer mencapai suhu kamar, lalu air yang
menempel diusap dan ditimbang dengan seksama.
5. Dilihat pada tabel berapa kerapatan air pada suhu percobaan dan digunakan
untuk menghitung volume air = volume piknometer.
6. Cara perhitungan :
Misalnya : Bobot piknometer + air = a+b gram
Bobot piknometer kosong = a gram
Bobot air = b gram
Dari literatur dapat diketahui kerapatan air pada suhu percobaan =
ρ air
Volume piknometer = volume air = b gram
ρ air gram/ ml
= b ml = Vp ml
ρ air

B. Penentuan kerapatan zat cair X (etanol, aseton, kloroform)


1. Dilakukan penimbangan zat X dengan menggunakan piknometer yang
sama seperti pada percobaan A, misal bobot zat = c gram (bobot
piknometer + zat) – (bobot piknometer kosong)
2. Kerapatan zat cair X = c gram
Vp ml
C. Penentuan kerapatan zat padat yang kerapatannya lebih besar daripada air
1. Dilakukan penimbangan zat padat yang akan ditentukan kerapatannya,
misalnya X gram
2. Dimasukkan zat padat tersebut ke dalam piknometer yang sama, lalu
diisi penuh dengan zat cair
3. Dilakukan penimbangan dengan memperhatikan suhu percobaan sama
seperti suhu percobaan A, misalnya bobot d gram
4. Perhitungan ;
Bobot piknometer + zat padat + air = d gram
Bobot zat padat = x gram
Bobot piknometer kosong = a gram
Bobot air = (d – x-a) gram
Bobot air yang ditumpahkan zat padat = (b-(d-x-a) gram,
atau
= (b-d+x+a) gram
Volume air yang ditumpahkan = volume zat padat = (b-d+x+a)
gram, atau
Ρ air gram/ml
= (b-d+x+a) ml
ρ air
Kerapatan zat padat = x gram
(b-d+x+a) / ρ air ml
= x ρ air gram/ml
(b-d+x+a)
5. Catatan : zat cair yang digunakan harus zat cair yang tidak dapat
melarutkan zat yang ditentukan kerapatannya.

D. Penentuan kerapatan zat padat yang kerapatannya lebih kecil daripada air
1. Dilakukan percobaan seperti cara C dengan mengkaitkan zat tersebut
dengan suatu pemberat yang kerapatan dan massanya sudah diketahui
2. Coba terangkan cara perhitunganny.
E. Penentuan bobot jenis
Tentukan bobot jenis dari : etanol, aseton dan kloroform
.
PH APC
3 755,30
4 779,2
5 774,06

G. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan
bahwa pH mempengaruhi koefisien partisi suatu bahan obat yang bersifat asam
lemah, di mana pH  berbanding terbalik terhadap koefisien partisi, di mana
semakin besar nilai pH maka semakin kecil nilai koefisien partisinya,
begitupun sebaliknya, semakin kecil nilai pH maka semakin besar koefisien
partisinya

H. Daftar Pustaka
http://maulinarizkar.blogspot.com/2017/01/laporan-koefisien-partisi.html

LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA FARMASI


“PENENTUAN VISKOSITAS LARUTAN NEWTON DENGAN
VISKOSIMETER OSWALD”
Disusun Oleh :
Nama : Mutiara Hasna Khairunnisa
NIM : SK420005
Prodi : D – 3 Farmasi
Semester : Genap ( 2 )

PROGRAM STUDI D-3 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KENDAL
TAHUN AKADEMIK 2020/2021

PENENTUAN VISKOSITAS LARUTAN NEWTON DENGAN


VISKOSIMETER OSWALD

A. Tujuan

1. Mempelajari cara penentuan viskositas larutan newton dengan


viskosimeter oswald
2. Mempelajari pengaruh kadar larutan terhadap viskositas larutan

B. Dasar Teori

Satuan cgs viskositas adalah poise, yaitu gaya gesek yang diperlukan untuk
menghasilkan kecepatan 1cm/det antara dua bidang pararel dari at cair yang
luasnya 1 cm2 dan dipisahkan oleh jarak 1 cm.
Dalam satuan cgs :
Poise = Dyne. Cm-2
Det-1
= (dyne.Det)/cm2
= dyne.Detik cm-2
Satuan lain yanglebih sering digunakan adalah centipoise = cps
1 poise = 100 centipoise

Zat cair akan mengalir jika kepadanya dikenakan suatu pengadukan atau
tekanan (strees) yang dalam satuan cgs dapat dinyatakan dengan dyne/cm -2.
Yang penting pada pengukuran ini adalah gaya yang diberikan harus diatur
sedemikian rupa sehingga aliran yang terjadi bersifat laminar bukan turbulen.
Aliran laminar melalui pipa kapiler dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 1 : Aliran laminar zat cair dalam pipa kapilar.
X = jari-jari dalam pipa kapiler
v = kecepatan alir
Dv/dx = kecepatan gradient atau kecepatan gesek (shearing rate)

Pada pipa kapiler, gaya yang bekerja yang menyebabkan terjadinya aliran
adalah gaya berat zat cair. Seandainya tekanan dari gaya tersebut dinyatakan
dengan “shearing stress” atau tekanan gesek = F/A, dan kecepatan gesek atau
“sharing rate” = dv/dx, untuk zat cair yang memiliki sifat alir newton,
hubungan tersebut bisa dinyatakan dengan :
F/A = η dv/dx
Dimana : η = viskositas atau koefisien viskositas.
Jika hubungan ini dilihat dalam suatu grafik maka dapat dilihat di gambar 2.
Gambar 2. Hubungan antara kecepatan gesek (dv/dx) dengan gaya gesek
(F/A) pada cairan newton.
Pada gambar 2 dapat diketahui bahwa semakin besar slope (angka arah) maka
makin rendah viskositas cairan.
Zat cair tunggal serta larutan yang ukuran molekulnya kecil, misal sirup
memiliki tipe newton. Adapun hubungan antara kadar zat terlarut dengan
viskositas larutannya dapat dinyatakan dengan persamaan Arrhenius :
η = η0 ek.c
Dimana : η = viskositas larutan
η0 = viskositas pelarut
k = suatu tetapan
c = konsentrasi larutan
Log η = Log η0 + (kc/2,303)
Jika persamaan diatas digambarkan dalam suatu grafik dapat dilihat dalam
gambar 3.
Gambar 3. Hubungan antara log η larutan dengan kadar larutannya.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi viskositas adalah suhu. Hubungan ini
dapat pula dinyatakan dengan persamaan Arrhenius :
η = A. e E/RT
Dimana : A = suatu tetapan
E = energi aktivasi
R = tetapan gas
T = suhu (dalam 0 K)
Pengukuran Viskositas
Untuk menentukan viskositas cairan newton dapat digunakan semua alat
pengukuran viskositas, misalnya : viskosimeter Oswald, viskosimeter
Hoopler, viskosimeter Brookfield, viskosimeter Stromer, dll.
Untuk percobaan ini alat yang digunakan adalah viskosimeter Oswald. Dasar
yang digunakan untuk penentuan viskositas ini dalah hukum Poiseuile
tentang zat cair yang mengalir melalui pipa kapiler dengan persamaan :

v = π r 4 t atau η = π r 4 t
8lη 8lv

Dimana : r = jari-jari pipa kapiler


l = panjang pipa kapiler
v = volume zat cair
p = tekanan yang bekerja pada zat cair
t = waktu yang diperlikan untuk mengalirkan volume v zat cair melalui
pipa sepanjang l
Karena sukar untuk membuat pengukuran yang teliti (accurate) dari jenis jari-
jari tube, alat tersebut biasanya diukur/ dikalibrasi dengan suatu cairan yang
telah diketahui viskositasnya.
Viskositas tidak diketahui = π. r 4. t tak diketahui, ρ tak diketahui
Viskositas diketahui = π. r 4. T tak diketahui, ρ diketahui

Karena digunakan tube yang sama untuk mengukur kedua-duanya, maka :

ηu = ρu . tu
ηk = ρk . tk

ηu = ηk . ρu . tu
ρ k . tk

C. Alat dan Bahan


Alat
1. Piknometer
2. Stopwatch
3. Viscometer Brookfield
4. Labu takar
5. Viscometer Ostwald
6. Pipet ukur 5 ml
7. Beakerglass
8. Filler
9. Tissue
Bahan
1. Air
2. Air es
3. Alcohol
4. Larutan gula 20%, 40%, 60%, dan x%

D. Cara Kerja
Tentukan viskositas cairan berikut dengan viskosimeter Oswald
1. Air
2. Alkohol
3. Larutan gula 20%, 40%, 60%, dan X
Air dapat digunakan sebagai pembanding dengan viskositas seperti tercantum
dalam tabel (η air pada suhu 30 oC adalah 0,7975 cps).

E. Hasil Praktikum

Data
- Kertas perkamen : 0.3369
- Pikno kosong + Kertas Perkamen : 17,7659
- Pikno kosong : 17,4290

1. Pikno +Larutan gula 20% : 45,4016 g


Volume larutan gula 20% : 27,9726 g
2. Pikno + larutan gula 40% : 47,2799 g
Volume larutan gula 40% : 29,8509 g
3. Pikno +Larutan gula 60% : 48,8674 g
Volume larutan gula 60% : 31, 4384 g
4. Pikno +Larutan gula x % : 48,8785 g
Volume larutan gula x % : 31,4384 g
5. Pikno + aquades : 58,383 g
Aquadest : 24,9046 g
Vol. pokno : 24,9046/ 0,9997
: 24,9120 ml.
Waktu
- Aqua : (1,09 , 1,10 , 1,12 ) = 1,10 selama 1,6 detik
- Alkohol : (1,25 , 1,18 , 1,13 ) = 1,19 selama 1,11
detik
- Larutan gula 20% : ( 1,21 , 1,12 , 1,21 ) = 1,18 selama 1,10
detik
- Larutan gula 40 % : ( 1,26 , 1,30 , 1,24 ) = 1,27 selama 1,16
detik
- Larutan gula 60 % : ( 1,32 , 1,49 , 1,41 ) = 1,41 selama 1,25
detik
- Larutan gula X % : ( 1,16 , 1,19 , 1,22 ) = 1,19 selama 1,11
detik

ηu = ρu . tu
ηk = ρk . tk

Air
ηK Air : 0,7975 cps
Tk : 1,6 detik
U : unknow
K : know -> aquadest
1. η Alkohol : 0,7975 x 0,8748 x 1,11 / 0,9997 x 1,6 = 0,4841 cps
2. η Gula 20% : 0,7975 x 1,1220 x 1,16 / 0,9997 x 1,6 = 0,6157 cps
3. η Gula 40% : 0,7975 x 1,1985 x 1,16 / 0,9997 x 1,6 = 0,6931 cps
4. η Gula 60% : 0,7975 x 1,2662 x 1,25 / 0,9997 x 1,6 = 0,7865 cps
5. η Gula x% : 0,7975 x 1,2637 x 1,11 / 0,9997 x 1,6 = 0,6987 cps

Kerapatan
1. Etanol : 21,7884 / 24,9120 = 0,8725 / 0,9997 = 0,8727
2. Gula 20% : 27,9726 / 24,9120 = 1,1228 / 0,9997 = 1,1231
3. Gula 40% : 29,8509 / 24,9120 = 1,1982 / 0,9997 = 1.1985
4. Gula 60% : 31,3484 / 24,9120 = 1,2619 / 0,9997 = 1,2622
5. Gula x % : 31,4495 / 24,9120 = 1,2624 / 0,9997 = 1,2627

Mencari X %
Visk x : 0,6987 cps
Visk 40% : 0,6931 cps X : 0,6987 / 0,6931
x40%
X : 40,32%

Jadi hasil praktikum untuk larutan gula X adalah 40,32%

F. Pembahasan

Praktikum kali ini bertujuan untuk menentukan niai viskositas dari larutan
newton menggunakan viskometer ostwald dengan sampel larutan gula 20%,
40%, 60% dan juga menentukan viskositas larutan non newton menggunakan
viskometer stormer dengan sampel kecap, serta mengetahui pengaruh
konsentrasi terhadap viskositas larutan.
Dari percobaan yang telah dilakukan diperoleh hasil untuk penentuan
viskositas larutan newton menggunakan viskometer ostwald dengan sampel
larutan gula 20% = 0,6157 cps, larutan gula 40% = 0,6931 cps, larutan gula
60% =0,7865 cps .
Berdasarkan hasil percobaan di atas untuk penentuan viskositas larutan
newton menunjukkan bahwa viskositas suatu cairan akan semakin besar
dengan semakin besarnya konsentrasi larutan, hal ini sesuai dengan literatur
yang menyebutkan bahwa viskositas zat di pengaruhi oleh besar kecilnya
konsentrasi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi viskositas suatu cairan antara lain :
1. Temperatur, semakin tinggi temperatur suatu cairan maka viskositasnya
akan semakin rendah.
2. Tekanan, viskositas cairan akan naik dengan adanya tekanan, sedangkan
viskositas gas tidak di pengaruhi oleh tekanan.
3. Kehadiran zat lain, penambahan zat dalam larutan tertentu akan
menaikkan viskositas larutan tersebut.
Hal-hal yang mungkin mempengaruhi akurat/tidaknya data yang di peroleh
dalam praktikum ini antara lain :
1. Kurang teliti saat mengamati perpindahan cairan saat menuju garis
kalibrasi atas sehingga penghitugan waktu tidak valid
2. Kesalahan saat melakukan penimbangan
3. Kurang kering saat mengeringkan viskometer oswald dengan hairdrayer.

G. Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat diperoleh kesimpulan bahwa :
1. Viskometer ostwald digunakan untuk mengukur viskositas cairan newton
dengan menghitung waktu yang dibutuhkan cairan untuk turun dari garis
kalibrasi atas sampai pada garis kalinrasi bawah.
2. Semakin besar kadar/konsentrasi suatu larutan maka viskositasnya
semakin tinggi dan sifat alirnya semakin buruk,

H. Daftar Pustaka
http://dutastikeskpb.blogspot.com/2017/09/rheologi-penentuan-viskositas-
larutan.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai