Oleh :
Tommy Indra Kurniawan (I0516042)
i
27
ii
iii
iv
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan praktek
kerja dengan judul ”LAPORAN PRAKTEK KERJA PT INDOCEMENT
TUNGGAL PRAKARSA Tbk.” yang dilaksanakan pada tanggal 1 – 28 Februari
2019. Tujuan pelaksanaan praktek kerja adalah agar mahasiswa dapat mengetahui
secara langsung kerja suatu pabrik kimia dan dapat memahami permasalahan yang
ada pada pabrik tersebut.
Atas bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, penyusun dapat
melaksanakan dan menyelesaikan laporan praktek kerja ini. Oleh karena itu,
penyusun menyampaikan terima kasih kepada :
1. Orang tua dan keluarga yang senantiasa memberikan doa dan dukungannya.
2. Dr. Margono, S.T., M.T., selaku Ketua Program Studi Sarjana Teknik Kimia,
Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Bapak Dr. Dwi Ardiana Setyawardhani S.T., M.T., selaku Koordinator Praktek
Kerja Program Studi Sarjana Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas
Sebelas Maret.
4. Bapak Dr. Joko Waluyo, S.T., M.T., selaku Dosen Pembimbing Praktek Kerja
Program Studi Sarjana Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas
Maret.
5. Bapak Catur Pandito Ajie selaku pembimbing kerja praktek dan segenap
pimpinan, staf, dan karyawan khususnya Pak Rachman, Pak Budi, Pak Musa,
Pak Rizqy, Pak Adit, dan Tim Central Control Panel Plant 8.
6. Rekan-rekan praktik kerja PT Indocement Tunggal Prakarsa periode Februari
2019 khususnya.
7. Rekan-rekan angkatan 2016 atas do’a dan dukungannya.
Penyusun menyadari bahwa laporan praktek kerja ini masih kurang
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua
pihak sangat kami harapkan. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi penyusun
maupun bagi pembaca.
Surakarta, Mei 2019
Penyusun
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN PABRIK...................................................................iii
LEMBAR KONSULTASI DOSEN PEMBIMBING.............................................iv
LEMBAR JADWAL KEGIATAN / KONSULTASI LAPANGAN.......................v
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. ix
DAFTAR TABEL ................................................................................................... x
INTISARI.............................................................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
I.1 Sejarah Perusahaan ........................................................................................ 1
I.2 Lokasi Pabrik ................................................................................................. 6
I.3 Bahan Baku dan Produk yang Dihasilkan .................................................... 10
I.4 Struktur Organisasi ...................................................................................... 27
I.5 Keselamatan dan Kesehatan Kerja ............................................................... 30
BAB II DESKRIPSI PROSES .............................................................................. 33
II.1 Konsep ........................................................................................................ 33
II.2 Diagram Alir Proses Plant 8 ....................................................................... 34
II.3 Langkah-langkah Proses ............................................................................. 34
BAB III SPESIFIKASI ALAT ............................................................................. 50
III.1 Spesifikasi Alat Utama .............................................................................. 50
III.2 Spesifikasi Alat Pendukung....................................................................... 68
BAB IV UTILITAS .............................................................................................. 73
IV.1 Unit Penyediaan dan Pengolahan Air (Water Supply Section) ................. 73
IV.2 Unit Penyediaan Tenaga Listrik (Power Supply Section) ......................... 78
IV.3. Unit Penyediaan Udara Tekan ................................................................. 81
IV.4 Unit Penyediaan Bahan Bakar................................................................... 83
vii
BAB V PENGOLAHAN LIMBAH...................................................................... 85
V.1 Limbah Padat .............................................................................................. 85
V.2 Limbah Cair ................................................................................................ 89
V.3 Limbah Gas ................................................................................................ 89
BAB VI LABORATORIUM ................................................................................ 91
VI.1 Program Kerja Laboratorium .................................................................... 91
VI.2 Alat – Alat Laboratorium ....................................................................... 93
BAB VII PENUTUP ............................................................................................. 95
VII.1 Kesimpulan .............................................................................................. 95
VII.2 Saran ........................................................................................................ 95
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 97
viii
DAFTAR GAMBAR
ix
DAFTAR TABEL
x
Tabel IV.6. Kapasitas Pembangkit Listrik ............................................................ 81
Tabel VI.1 Analisis Bahan Baku dan Waktu Pelaksanaannya .............................. 92
Tabel VI.2 Analisis Clinker serta Waktu Pelaksanaannya.................................... 92
Tabel VI.3 Analisis Semen serta Waktu Pelaksanaannya ..................................... 93
Tabel VI.4 Intrumentasi Untuk Menganalisa Proses ............................................ 94
xi
INTISARI
xii
BAB I
PENDAHULUAN
1
diluncurkannya proyek semen campuran (blended cement). Bahan cementitious ini
berfungsi untuk mengurangi kandungan clinker dan menurunkan emisi CO2.
Dengan merek “Tiga Roda”, PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. yang
memiliki 13 plant dan tersebar di tiga lokasi, yaitu Citeureup-Bogor, Palimanan-
Cirebon, dan Tarjun-Kalimantan. PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. memulai
kegiatannya produksi semen melalui PT. Distinct Indonesia Cement Enterprise (PT.
DICE) yang sekaligus peresmiannya dilakukan pada tanggal 4 Agustus 1975
dengan kapasitas produksi terpasang 500.000 ton/tahun. Pada tahun 1985 berdirilah
perusahaan-perusahaan baru dengan kapasitas produksi semen sebesar 7,7 juta
ton/tahun. Perusahaan – perusahaan tersebut yaitu:
a. PT. Distinct Indonesia Cement Enterprise (PT. DICE)
Perusahaan ini meliputi plant 1 dan 2 yang masing-masing mempunyai kapasitas
terpasang masing-masing 500.000 ton/tahun. Produk yang dihasilkan berupa
semen tipe I ASTM. Plant 1 mulai beroperasi pada tanggal 18 Juli 1975 dan
diresmikan tanggal 4 Agustus 1975, sedangkan Plant 2 beroperasi pada tanggal
14 Juli 1975 dan diresmikan pada tanggal 4 Agustus 1975. Peralatan yang
digunakan diproduksi oleh Kawasaki Heavy Industries Ltd. Jepang.
b. PT. Perkasa Indonesia Cement Enterprise (PT. PICE)
Perusahaan ini meliputi plant 3 dan 4 dengan kapasitas terpasang masing-masing
1 juta ton/tahun. Produk yang dihasilkan berupa semen tipe I ASTM. Plant 3
mulai beroperasi pada tanggal 26 November 1978 sedangkan plant 4 mulai
beroperasi pada tanggal 17 November 1980. Peralatan yang digunakan
diproduksi oleh KHD Humboldt Wedag AG, Jerman Barat
c. PT. Perkasa Indah Indonesia Cement Putih Enterprise (PT. PIICPE) Perusahaan
ini meliputi plant 5 yang memproduksi semen putih (White Cement) dan semen
sumur minyak (Oil Well Cement), yang mempunyai kapasitas terpasang 200.000
ton/tahun dengan memproduksi semen putih sebesar 150.000 ton per tahun dan
semen sumur minyak sebesar 50.000 ton per tahun. Plant 5 diresmikan pada
tanggal 16 Maret 1981. Peralatan yang digunakan diproduksi oleh Kawasaki
Heavy Industries Ltd. Jepang dan Nihon Cement Co.Ltd.
2
d. PT. Perkasa Agung Utama Indonesia Cement Enterprise (PT. PAUICE)
Perusahaan ini meliputi plant 6 dengan kapasitas terpasang 1,5 juta ton/tahun.
Produksi yang dihasilkan berupa semen tipe I ASTM. Plant 6 mulai beroperasi
pada 5 September 1983. Peralatan yang digunakan diproduksi oleh KHD
Humboldt Wedag HG, Jerman.
e. PT. Perkasa Inti Abadi Indonesia Cement Enterprise (PT. PIAICE)
Perusahaan ini meliputi plant 7 dengan kapasitas terpasang 1,5 juta ton/tahun.
Produksi yang dihasilkan berupa semen tipe I ASTM. Plant 7 mulai beroperasi
pada tanggal 16 Desember 1984. Peralatan yang digunakan diproduksi oleh
Polysius Heavy Industries, Perancis.
f. PT. Perkasa Abadi Mulia Indonesia Cement Enterprise (PT. PAMICE)
Perusahaan ini meliputi plant 8 yang mempunyai kapasitas terpasang 1,5 juta
ton/tahun. Produksi yang dihasilkan berupa semen tipe I ASTM. Plant 8 mulai
beroperasi pada 26 Juli 1985. Peralatan yang digunakan diproduksi oleh Polysius
Heavy Industries, Perancis.
g. PT. Tridaya Manunggal Perkasa Cement
Perusahaan ini satu-satunya pemilik plant 9 yang berada di Palimanan, Cirebon.
Plant 9 ini mulai berproduksi sejak bulan Februari 1985 dengan kapasitas
produksi 1,3 juta ton/tahun
Perusahaan-perusahaan tersebut akhirnya bergabung menjadi satu
perusahaan dengan nama PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. pada tanggal 1
Januari 1985 dengan badan hukum serta pengesahan dari Department Kehakiman
dengan keputusan No. C2-2867.HT.01.01.Th 85. PT Indocement Tunggal Prakarsa,
Tbk. berusaha meningkatkan kapasitas produksinya dengan mengakuisisi/membeli
plant milik PT. Tridaya Manunggal Perkasa Cement Enterprise yang berlokasi di
Palimanan, Cirebon yaitu plant 9.
Tahun 1997 dibangun plant 10 dengan kapasitas terpasang sama dengan
plant 9 yaitu dengan kapasitas produksi 1,3 juta ton/tahun. Pada tahun yang sama,
di Citeureup, Bogor dibangun plant 11 dengan kapasitas terpasang 2,6 juta
ton/tahun yang mulai beroperasi pada tahun 1999. Plant 11 ini menggunakan mesin
– mesin produksi dari 3 produsen yang berbeda yaitu Kawasaki, Krupp Polysius,
3
dan F.L Smidth. Pada tahun 1994, didirikan pabrik di bawah PT. Indo Kodeco
Cement dengan sistem joint venture (Indocement 51%, Korea Devt 46%, dan
Marubeni Corp 3%) di daerah Tarjun, Kalimantan dengan kapasitas terpasang 2,4
juta ton/tahun. Pada 20 Oktober 2000, diputuskan anak perusahaan PT. IKC berada
di bawah PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. dan dinamakan dengan plant 12.
Tahun 2013 dibangun plant 14 di Citeureup, Bogor yang mempunyai
kapasitas produksi terpasang 4,4 juta ton/tahun dan akan menjadi pabrik semen
terbesar di Indonesia. Selain itu pada tahun 2013, Indocement menambah satu unit
vertical roller mill (VRM) di Kompleks Pabrik Citeureup dengan kapasitas
produksi sebesar 1,9 juta ton semen per tahun. Plant 14 memiliki teknologi
peralatan quarry, sistem transportasi dan storage termutakhir, termasuk tambahan
satu unit limestone crusher dengan kapasitas 2.000 ton per jam. Plant 14 juga
memiliki fasilitas penunjang produksi yang canggih, laboratorium quality control
dilengkapi dengan teknologi robotik termodern untuk memastikan standar kualitas
produksi yang konsisten.
Jenis semen yang dihasilkan PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. adalah
portland composite cement, ordinary portland cement Tipe I, Tipe II dan Tipe V,
oil well cement (OWC), Semen Putih (White Cement/WC), dan TR-30 Acian Putih
(White Mortar TR-30). PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. adalah satu-satunya
produsen Semen Putih di Indonesia. Selain itu, penjualan RMC yang diproduksi
oleh entitas anak PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk., PT. Pionirbeton Industri,
meningkat sekitar 41,6% dibandingkan tahun sebelumnya, menjadikan Indocement
pemimpin pasar bisnis RMC di Indonesia.
Pada 31 Desember 2013, Indocement memiliki kapasitas produksi terpasang
per tahun sebesar 18,6 juta ton semen, 4,4 juta meter kubik RMC, dengan 40
batching plant dan 648 truk mixer, serta 2,5 juta ton cadangan agregat.
4
Tabel I.1. Kapasitas Produksi Masing - Masing Plant PT Indocement Tunggal
Prakarsa, Tbk.
Tahun Pabrik Lokasi Produk Kapasitas1)
PCC/OPC
1975 Pabrik ke-1 Citeureup, Jawa Barat 0,7
Tipe II
PCC/OPC
1976 Pabrik ke-2 Citeureup, Jawa Barat 0,6
Tipe II
1979 Pabrik ke-3 Citeureup, Jawa Barat PCC 1,1
1980 Pabrik ke-4 Citeureup, Jawa Barat PCC 1,1
OWC/WC/
1981 Pabrik ke-5 Citeureup, Jawa Barat 0,2
OPC Tipe V
1,6+1,9
1983 Pabrik ke-6 Citeureup, Jawa Barat PCC
(VRM)
1984 Pabrik ke-7 Citeureup, Jawa Barat PCC 1,9
1986 Pabrik ke-8 Citeureup, Jawa Barat PCC, OPC 1,9
1991 Pabrik ke-92) Cirebon, Jawa Barat PCC 2,05
1996 Pabrik ke-10 Cirebon, Jawa Barat PCC 2,05
1999 Pabrik ke-11 Citeureup, Jawa Barat PCC, OPC 2,6
Tarjun, Kalimantan
2000 Pabrik ke-12 PCC 2,6
Selatan
2016 Pabrik ke-14 3)
Citeureup, Jawa Barat PCC, OPC 4,4
Jumlah Seluruhnya 24,7
Keterangan:
1
dalam juta ton semen pertahun
2
melalui akuisisi
3
melalui merger dengan PT Indo Kodeco Cement pada 29 Desember 2000
OWC = Oil Well Cement
WHC = White Cement
PCC = Portland Composite Cement
OPC = Ordinary Portland Cement
PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. mencatatkan sahamnya di bursa efek
indonesia pada tanggal 5 Desember 1989 dengan kode saham “INTP”. Sejak 2001,
mayoritas saham Perseroan dimiliki oleh perusahaan dalam Heidelberg Cement
Group, Jerman. Heidelberg Cement merupakan pemimpin pasar global agregat dan
pelaku bisnis terkemuka di bidang semen, RMC dan aktivitas hilir lainnya,
5
menjadikannya salah satu produsen bahan bangunan terbesar di dunia. Group
mempekerjakan sekitar 52.600 personil di 2.500 lokasi di lebih dari 40 negara.
Perkembangan PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk.
Berdasarkan surat izin yang diperoleh dari Menteri Keuangan Republik
Indonesia No. SI-062/SHM/MK-10/89 tertanggal 16 Oktober 1989, PT Indocement
Tunggal Prakarsa, Tbk. melakukan go public. Setelah mengalami beberapa
perubahan, maka susunan pemegang saham adalah :
1. Heidelberg Cemenet : 51.00 %
2. PT. Mekar Perkasa : 13.03 %
3. Publik : 35.97 %
PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. merupakan salah satu produsen
pabrik terbesar di Indonesia dengan kapasitas total 24.7 juta ton/tahun yang sampai
saat ini telah mendapat ISO 9001 tahun 2008 tentang Sistem Manajeman
Pengelolaan Mutu ISO 14001 tentang Sistem Manajemen untuk Pengelolaan
Lingkungan di luar kawasan pabrik OHSAS 18001 tahun 2009 tentang Sitem
Manajemn untuk Pengelolaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (Internasional)
dan ISO 17025 tentang Sistem Manajemen untuk Pengelolaan Laboratorium.
Tabel I.2. Produk Semen yang Memiliki Sertifikasi Internasional
Portland Composite Cement Oil Well Cement
SNI-15-1994 (Indonesia) SNI 15-3004-1992 Kelas G
ASTM C 150-95 (Amerika) Class 6 High Sulfate Resistant
BS 12-1989 (Inggris) API Specification 100
6
Alasan pemilihan ketiga lokasi tersebut didasarkan pada:
a. Bahan baku
Bahan baku utama produksi semen adalah batu kapur (limestone) dimana di
daerah Citeureup dan Cirebon serta Tarjun merupakan daerah yang kaya batu
kapur serta tanah liat yang letaknya sangat berdekatan.
b. Transportasi
Transportasi merupakan faktor yang terkait dengan pengangkutan material dan
produk jadi. Untuk bahan pendukung seperti batu bara, PT Indocement Tunggal
Prakarsa, Tbk. menggunakan jasa PT KAI untuk pengangkutan dari pelabuhan
Cigading, Banten sampai Bekasi, lalu diangkut dengan kontainer. PT
Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. memiliki letak yang strategis untuk
mencapai tempat-tempat yang menunjang pemasaran seperti pelabuhan laut
Tanjung Priok yang merupakan gerbang pemasaran ekspor dan juga
pengangkutan ke luar Jawa. Di samping itu, pemasaran juga didukung dengan
adanya jalan tol Jagorawi yang memperlancar pengangkutan baik material bahan
baku maupun produk jadi. Plant di Cirebon didukung oleh pelabuhan laut
Cirebon dan sarana transportasi darat.
c. Pemasaran
PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. memiliki letak yang strategis karena
dekat dengan pasar terbesar di Indonesia yaitu DKI Jakarta dan Jawa Barat.
Produk semen dalam negeri dipasarkan dalam kemasan 40 kg dan 50 kg per
kantong semen. Selain itu, PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. juga
memasarkan produk semen dalam kemasan big bag yang beratnya 1-2 ton per
kantong serta dalam bentuk semen curah.
d. Tenaga kerja
Di lingkungan pabrik banyak tersedia tenaga kerja dari daerah Bogor serta
Jakarta untuk plant Citeureup. Sedangkan untuk daerah Cirebon juga turut
mendukung kebutuhan tenaga kerja karena banyaknya jumlah angkatan kerja di
sana secara demografis.
7
e. Utilitas
Hal lain yang turut mendukung pemilihan lokasi pabrik di Citeureup adalah
dekatnya sumber air yang merupakan kebutuhan utama pekerja dan juga
operasional pabrik. Sumber utama air di Citeureup adalah sungai Cileungsi yang
tepat melintasi sisi pabrik.
PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk Citeureup, Bogor berlokasi di Jl.
Mayor Oking Jaya Atmajaya Citeureup Kabupaten Bogor, diapit oleh desa
Citeureup dan desa Cileungsi.
8
Gambar I.2 Lay Out PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. Citeureup ̶ Bogor
Keterangan :
1. Pos satpam 22. Kantin
2. Time Card karyawan 23. P6-8 Office dan Worksop
3. Halte bus 24. Worksop P11
4. Time Card lama karyawan 25. Devisi peralatan berat
5. Gedung P1-2 26. Central control panel
6. Kantor P1-2 27. P11 Office
7. Storage P1-2 28. Tempat parkir transit truk
8. Tempat parkir karyawan 29. Paperbag department
9. Power station 30. Power station
10. Pom bensin 31. Tempat parkir karyawan
11. Helth department 32. Masjid
12. Security office 33. Storage limestone
13. Kenin dan meh 34. Storage clay, sandyclay, dan
laterite
14. Devisi peralatan besar (TSD) 35. Raw mill unit
15. Poliklinik 36. Blending silo
16. Tempat parkir karyawan 37. Kiln unit
17. Delivery Office P6-11 38. Clinker silo
18. Water treatment 39. Finish mill unit
19. Training deparment 40. Cement silo
20. Mining department 41. Packing unit
21. Civil department 42. Storage gypsum P-11
9
I.3 Bahan Baku dan Produk yang Dihasilkan
Bahan baku yang digunakan di PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk.
Citeureup-Bogor untuk pembuatan semen adalah batuan alam yang mengandung
oksida-oksida kalsium, alumina, silika, dan besi. Bahan baku tersebut terdiri dari
tiga kelompok yaitu bahan baku utama, bahan baku penunjang (korektif) dan bahan
baku tambahan. Bahan baku utama terdiri dari batu kapur (limestone) dan tanah liat
berpasir (sandyclay). Secara umum, dalam pembuatan semen, bahan utama diolah
menjadi clinker kemudian ditambahkan bahan pendukung meliputi gypsum, bahan
additive untuk menghasilkan produk semen. Sedangkan bahan korektif
ditambahkan bila ada yang belum memenuhi persyaratan dari bahan baku utama
maupun bahan pendukung. Berikut ini akan dijelaskan lebih rinci mengenai bahan
baku semen di PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk.
I.3.1 Bahan Baku Utama
Bahan baku utama merupakan bahan baku yang mengandung komposisi
kimia oksida-oksida kalsium, alumina, dan silika. Bahan baku utama ini termasuk
kelompok Calcareous (Carbonite) Material yang merupakan batuan alam dengan
komposisi kimia utamanya CaCO3, serta kelompok Siliceous dan Argillaceous yang
merupakan batuan alam dari mineral-mineral yang mengandung banyak silika,
alumina, dan oksida besi dan kelompok ini dipakai sebagai penyumbang komponen
utama tanah liat berpasir. Bahan baku utama yang digunakan yaitu batu kapur
(limestone) dan tanah liat berpasir (sandyclay).
1. Batu Kapur (Limestone)
Batu kapur termasuk ke dalam mineral Calcareous adalah batuan tambang
yang berfungsi sebagai pembawa calsium carbonat. Menurut data yang
diperoleh dari PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. spesifikasi Limestone
adalah sebagai berikut :
Tabel I.3. Spesifikasi Limestone
Spesifikasi Keterangan
BM 100 gr/mol
Fase Padat
Warna Putih kekuningan
Densitas 1,3 ton/m3
10
Spesifikasi Keterangan
Kadar air 6,24% H2O
LSF 96,21
Silika Modulus 1,02
Iron Modulus 3,82
Komposisi
CaO 49,13%
SiO2 2,41%
Al2O3 1,87%
MgO 3,34 %
SO3 0,69 %
Fe2O3 0,49 %
Impuritas 6,60 %
(Sumber : Proses Control Monitoring Department, 2014)
2. Sandyclay
Sandyclay termasuk ke dalam kelompok Siliceous dan Argillaceous
merupakan bahan tambang yang banyak mengandung silika dan aluminat.
spesifikasi Sandyclay adalah sebagai berikut :
Tabel I.4 Spesifikasi Sandyclay
Spesifikasi Nilai
BM 101,94 gr/mol
Fase Padat
Warna Coklat kekuningan
Densitas 1,4 ton/m3
Kadar air 12,9% H2O
Ukuran material 0 - 30 mm
Silika Modulus 3,18
Iron Modulus 3,17
Komposisi
SiO2 63,31 %
Al2O3 16,0 %
Fe2O3 5,05 %
CaO 1,7 %
MgO 1,54 %
SO3 0,29%
Al 3,93 %
Impuritas 9,03 %
(Sumber : Proses Control Monitoring Department, 2014)
I.3.2 Bahan Baku Korektif
Bahan baku korektif adalah bahan tambahan pada bahan baku utama apabila
pada pencampuran bahan utama komposisi oksida-oksidanya belum memenuhi
11
persyaratan secara kualitatif dan kuantitatif. Bahan yang digunakan biasanya
mineral-mineral yang mempunyai konsentrasi salah satu unsur yang tinggi,
misalnya :
1. High Grade Limestone, untuk koreksi kekurangan CaO
2. Bauxite, untuk koreksi kekurangan Al2O3
3. Quarts, untuk koreksi kekurngan SiO3
4. Pasir besi atau Iron sand, untu koreksi kekurangan Fe2O3
Pada umumnya, bahan baku korektif yang digunakan mengandung oksida
silika, oksida alumina, dan oksida besi yang diperoleh dari pasir silika (silica sand)
dan pasir besi (iron sand).
1. Pasir Silika (SiO2)
Pasir silika atau silica sand merupakan sumber silika (SiO2), senyawa tersebut
dibutuhkan untuk membentuk C2S, dan C3S pada reaksi sintering yang terjadi di
kiln. Penambahan pasir silica bertujuan untuk menambah kadar oksida silica
(SiO2) pada bahan baku yang belum mencukupi untuk membuat semen dengan
kualitas yang diinginkan.
Tabel I.5 Spesifikasi Silika Sand
Spesifikasi Keterangan
Fase Padat
Warna Kuning kemerahan
Bulk Densitas 1,4 ton/ m3
Moisture Content 10 ̶ 25%
Spesific Gravity 2,37 g/cm3
Ukuran Partikel 0 ̶ 30 mm
Titik Lebur 1.300°C
(Sumber: Proses Control Monitoring Department, 2014)
2. Clay Corrective
Clay corrective merupakan sumber aluminat (Al2O3) yang terdapat pada
permukaan bumi sebagai batuan alam dan terdiri atas banyak variasi komposisi,
yang pada umumnya merupakan senyawa aluminat silikat hidrat, senyawa itu
dibutuhkan untuk membentuk C3A, dan C4AF pada reaksi sintering yang terjadi
di kiln. Tanah liat tanpa impuritas berwarna putih, adanya Fe menyebabkan
warna hitam pada tanah liat.
12
Tabel I.6 Spesifikasi Clay Corrective
Spesifikasi Nilai
Fase Padat
Warna Coklat kekuningan
Densitas 137lb/ft3
Kadar air 25% H2O
Ukuran material 0 - 30 mm
Silika Modulus 2,33
Iron Modulus 2,95
Komposisi :
SiO2 57,62 %
Al2O3 18,45 %
Fe2O3 6,26%
CaO 1,83%
MgO 1,71 %
SO3 0,92 %
Al 3,13 %
Impuritas 13,69 %
(Sumber: Proses Control Monitoring Department, 2014)
3. Pyrite Cinder
Pyrite cinder mempunyai komponen utama Fe2O3. Pyrite cinder berfungsi untuk
meningkatkan kandungan oksida besi yang ada sehingga diperoleh komposisi
sesuai dengan yang diinginkan.
Tabel I.7 Spesifikasi Pyrite Cinder
Spesifikasi Nilai
Fase Padat
Warna Hitam
Densitas 1,8 ton/m3
Ukuran material 0-10 mm
Silica Modulus 0,12
Iron Modulus 0,11
Komposisi:
H2O 14,98 %
Fe2O3 65,12 %
SiO2 9,03 %
Al2O3 7,33 %
CaO 0,56 %
MgO 1,25 %
TiO2 0,09 %
SO3 0,06 %
K2O 0,06 %
13
Spesifikasi Nilai
Komposisi:
N2O 0,01 %
Mn2O3 1,52 %
(Sumber: Proses Control Monitoring Department, 2014)
I.3.3 Bahan Baku Aditif
Bahan aditif adalah bahan yang ditambahkan ke dalam campuran raw mix
atau clinker untuk memperoleh produk dengan sifat-sifat tertentu yang diinginkan.
Faktor-faktor yang perlu diketahui dalam memilih bahan aditif adalah :
1. Komposisi kimia
2. Komposisi minerologi
3. Pengaruh terhadap proses pembakaran
4. Pengaruh terhadap kualitas semen
5. Economical availability
Bahan aditif yang biasa digunakan yaitu :
1. Gypsum (CaSO4 . 2H2O)
Gypsum (CaSO4.2H2O) adalah batuan sedimen CaSO4 yang mengandung dua
molekul hidrat yang berfungsi sebagai penghambat pengerasan awal semen
(retarder). Pemakaian gypsum tergantung pada kandungan C3A, kadar alkali,
kualitas gypsum, suhu gypsum, suhu pengerasan dan masa testing. Penambahan
gypsum dilakukan pada penggilingan akhir (Cement Mill) dengan perbandingan
tertentu.
Tabel I.8 Target Parameter Kualitas dari Gypsum
Spesifikasi Nilai
Fase Padat
Warna Putih keabuan
Densitas 1,4 ton/m3
BM 172,17 gr/mol
Komposisi :
H2O 20,8 %
Al2O3 0,21 %
Fe2O3 0,03 %
CaO 32,19 %
SiO2 0,08 %
MgO 0%
Al2O3 0,21 %
14
Spesifikasi Nilai
Komposisi :
SO3 45,76
Impuritas 0,83 %.
(Sumber: Proses Control Monitoring Department, 2014)
2. Trass atau pozzoland (CaO.Al2O3.3H2O)
Trass diperoleh dengan cara penambangan. Trass adalah bahan aditif yang
memiliki sifat mirip dengan semen. Penggunaan trass pada proses produksi
adalah 20% dari total clinker.
Tabel I.9 Target Parameter Kualiatas Trass
Spesifikasi Keterangan
Fase Padat
Warna Kecoklatan
Komposisi :
H2O 20,8%
Fe2O3 3,57%
CaO 2,46%
SiO2 64,95%
MgO 0,59%
Al2O3 17,26%
SO3 0,44%
Na2O3 2,37%
K2O 3,54%
Clay Content 0,6%
(Sumber: Proses Control Monitoring Department, 2014)
3. Limestone additive
Limestone Additive merupakan bahan yang mempunyai kandungan CaO tinggi
untuk menyuplai kandungan CaO (free lime) pada clinker agar semen yang
dihasilkan sesuai dengan standar. Tujuan dari penambahan limestone adalah
untuk mengurangi penggunaan clinker. Dengan penggunaan clinker semakin
sedikit maka kapasitas produksi akan semakin meningkat. Limestone Additive
ini diperoleh dari hasil penambangan batu kapur di daerah Quarry D dan
Hambalang.
Fase : Padat
Calcium oxide (CaO) : 49 % min.
Magnesium oxide ( MgO) : 4.5 % max.
Silicone dioxide (SiO2) : 2.5 % max.
15
I.3.4 Bahan Bakar dalam Pembuatan Semen
Bahan bakar yang digunakan untuk memproduksi semen digunakan untuk
menghasilkan panas dengan temperatur tinggi yang memungkinkan terjadinya
reaksi dari senyawa-senyawa yang terkandung didalam bahan baku menjadi
senyawa yang bersifat sebagai perekat hidrolis. Bahan bakar yang digunakan pada
pabrik semen, antara lain :
1. Bahan bakar padat
Bahan bakar padat yang biasa digunakan adalah batubara (anthracite coal).
Penggunaan batu bara dapat menurunkan biaya produksi menjadi lebih ekonomis,
karena harga batu bara lebih murah. Batu bara juga mengandung unsur yang
berguna untuk pembuatan semen. Unsur-unsur tersebut antara lain : SiO2, Al2O3,
Fe2O3, TiO2, CaO, MgO, Na2O, K2O, dan SO3 yang terdapat pada debu batu bara.
Bahan bakar jenis lain juga dapat digunakan sebagai bahan bakar campuran yang
ditambahkan pada bahan bakar minyak, batubara, atau gas. Contohnya seperti ban
bekas, kayu, sekam padi, dan lain-lain.
2. Minyak bahan bakar cair
Bahan bakar cair yang biasa dipakai adalah minyak-minyak berat hasil
penyulingan minyak bumi, misal Industrial Diesel Oil (IDO), IDO merupakan
gabungan beratus-ratus senyawa hydrocarbon dengan komposisi karbon 85-90%
dan hydrogen 5-10%. Bahan bakar ini digunakan untuk start up awal produksi
sebagai memacu panas. Kebutuhan bahan bakar minyak di supplay oleh pertamina,
selain IDO contoh lainnya ialah Heavy Diesel Oil (HDO), Bunker C, Solar, dan
Biofuel (tanaman jarak, kelapa sawit, dan eneng gondok).
3. Bahan bakar gas
Bahan bakar gas yang digunakan adalah sumur gas (gas alam). Komponen
utama penyusunan gas alam adalah metana, disusul etana, propana, n-butana, iso-
butana, dan sedikit heksana. Namun demikian, bahan bakar gas memiliki
kelemahan yaitu kesulitan pendeteksian kebocoran apabila tidak ada bau yang khas.
Kriteria pemilihan bahan bakar didasarkan atas beberapa hal, antara lain :
a. Nilai kalor harus cukup, sebab jika tidak akan membutuhkan jumlah bahan
bakar yang semakin banyak sehingga biaya produksi akan semakin besar. Nilai
16
kalor bahan bakar gas adalah 8.000-10.000 kkal/kg, bahan bakar minyak 8.500-
10.000 kkal/kg, dan batu bara 5.500-7.000 kkal/kg.
b. Tidak mengandung senyawa-senyawa yang akan merusak alat-alat transport
maupun alat lain, misalnya : sulfur dan merkuri.
c. Penanganan (handling), penyimpanan (storage), dan pengerjaan mudah.
d. Kontinuitas penyediaan diperlukan untuk menjaga kelangsungan/umur
perusahaan dalam melakukan produksi.
Bahan bakar yang digunakan PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. adalah
batu bara. Ketersediaan dan harga batu bara semakin meningkat dengan berjalannya
waktu. Maka dari itu, PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. plant 8 mulai
menggunakan bahan akar alternatif (bahan bakar dari biomassa) dalam melakukan
produksi semen.
I.3.5 Produk yang Dihasilkan
Produk yang dihasilkan oleh PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk.
merupakan semen hidrolis, dimana klasifikasinya dan jenis semen ada banyak,
untuk mempermudah klasifikasi semen dibuatlah standar-standar produk semen
oleh badan standardisasi seperti ASTM (Amerika Standard), EN (European
Standard), dan SNI (Indonesian Standard). Badan-badan tersebut mengeluarkan
standardisasi karena sangat berpengaruh dalam perlindungan konsumen agar
konstruksi yang dibuat aman, kuat, dan memenuhi kualitas yang ditetapkan.
I.3.5.1 Semen
Semen berasal dari bahasa latin Caementum yang berarti perekat atau dalam
pengertian luas adalah bahan yang mempunyai sifat-sifat yang mampu mengikat
bahan-bahan padat menjadi satu kesatuan yang kompak dan kuat. Semen juga
diartikan sebagai zat perekat anorganik yang memiliki sifat hidraulis apabila
dicampur dengan air dengan jumlah tertentu akan mengikat material lain menjadi
suatu massa yang padat. Penyusun semen terdiri dari persenyawaan kalsium oksida
dengan silika, alumina, dan besi oksida.
Senyawa pada awalnya dikenal di Mesir tahun 500 SM pada pembuatan
piramida, yaitu sebagai ruang kosong di antara celah-celah tumpukan batu. Semen
yang dibuat bangsa Mesir merupakan kalsinasi gypsum yang tidak murni,
17
sedangkan kalsinasi batu kapur mulai digunakan pada zaman romawi. Kemudian
bangsa Yunani membuat semen dengan cara mengambil tanah vulkanik (vulkanik
tuff) yang berasal dari pulau Santorin yang kemudian dikenal dengan santorin
cement. Bangsa Romawi menggunakan semen yang diambil dari material vulkanik
yang ada di pegunungan Vesuvius di lembah naples yang kemudian dikenal dengan
nama pozzolan cement, yang diambil dari sebuah nama kota di Italia yaitu Pozzoli.
Penemuan bangsa Yunani dan Romawi ini mengalami perkembangan lebih
lanjut mengenai komposisi bahan dan cara pencampurannya sehingga diperoleh
moltar yang baik. Pada tahun 1756 Jhon Smeaton seorang sarjana inggris berhasil
melakukan penyelidikan terhadap batu kapur dengan pengujian ketahanan air dari
hasil percobaan disimpulkan bahwa batu kapur lemak yang tidak murni dan
mengandung tanah liat merupakan bahan pembuat semen hidrolis yang baik.
Sejalan dengan perkembangan semen, maka pada tahun 1824 seorang
ilmuwan berkebangsaan Inggris bernama Josep Aspidin berhasil membuat semen
dengan cara mengkalsinasi batu kapur Argilaceo yang dicampur dengan tanah liat.
Kemudian semen itu dinamakan Semen Portland karena bangunan yang dihasilkan
oleh semen tersebut memiliki kesamaan warna dengan batuan di Pulau Portland,
Inggris. Pabrik semen portland pertama kali didirikan oleh James Frost dari
Swancobe, Inggris pada tahun 1825.
I.3.5.2 Susunan Senyawa-dalam Semen
Semen mengandung mineral – mineral kristal di dalamnya, mineral -
mineral kristal tersebut adalah susunan senyawa pembentuk semen yang di
antaranya sebagai berikut:
Tabel I.10 Susunan Senyawa Semen
Rumus Kimia Simbol Nama
3 CaO.SiO2 C3S (Alite) Trikalsium silikat
2 CaO.SiO2 C2S (Belite) Dikalsium silikat
3 CaO.Al2O3 C3A (Aluminat) Trikalsium aluminat
4 CaO.Al2O3.Fe2O3 C4AF (Ferit Aluminat) Tetrakalsium aluminat ferit
1. Trikalsium silikat (C3S)
C3S merupakan komponen utama dalam semen yang terbentuk pada suhu 1.250
– 1.450ºC, berfungsi untuk memberi kekuatan awal semen setelah 7 hari atau 8
18
hari dan dapat mempengaruhi kekuatan akhir. Panas hidrasi C3S sebesar 377
Joule/gram untuk 28 hari. Kandungan C3S pada semen Portland bervariasi
antara 35% sampai dengan 55 %.
2. Dikalsium silikat (C2S)
Dikalsium silikat merupakan komponen utama dalam semen yang terbentuk
pada suhu 810 – 900ºC yang berfungsi memberikan kekuatan penyokong pada
semen selama 1 hari. Dikalsium silikat mempunyai sifat panas hidrasi 105
Joule/gr untuk 28 hari. Kandungan C2S pada semen Portland bervariasi antara
15 – 35%. Bersama dengan C3S memberikan kekuatan akhir pada semen setelah
1 tahun.
3. Trikalsium aluminat (C3A)
Trikalsium aluminat terbentuk pada suhu 900 – 1.200oC dan memberikan
pengaruh terhadap kecepatan pengerasan semen. Trikalsium aluminat jika
bereaksi dengan air akan menimbulkan panas hidrasi yang tinggi 1.378
Joule/gram untuk 28 hari. Kandungan Trikalsium aluminat pada semen Portland
bervariasi antar 7–15 %.
4. Tetrakalsium alumina ferit (C4AF)
Tetrakalsium alumina ferit terbentuk pada suhu 1.200–1.300ºC. Tetrakalsium
alumina ferit dan air akan bereaksi cepat, membentuk slurry, mempunyai panas
hidrasi 495 Joule/gram untuk 28 hari. Tetrakalsium alumina ferit mempunyai
pengaruh terhadap warna semen, maka makin tinggi kadarnya maka warna
semen semakin gelap. Kandungan Tetrakalsium alumina ferit pada semen
Portland antara 5 – 10 %.
I.3.5.3 Modulus-Modulus Semen
Untuk mengetahui standar kualitas semen maka diperlukan digunakan
beberapa modulus sebagai standardisasi operasional terhadap material semen.
Beberapa modulus tersebut yaitu:
1. Silica Modulus (SM)
Silica Modulus yaitu bilangan yang menyatakan perbandingan antara oksida silica
dengan oksida alumina dan besi. Semakin besar SM maka proses pembakaran
19
semakin sulit, tingginya kandungan SM dalam raw meal menyebabkan proses
pembakaran berdebu (dusting).
𝑆𝑖𝑂2
𝑆𝑀 = = 1,9 − 3,2
𝐴𝑙2 𝑂3 + 𝐹𝑒2 𝑂3
Tabel I.11 Karakteristik Clinker Berdasarkan Nilai SM
SM rendah (<1,9) SM tinggi (>3,2)
Membentuk ring formation Coating tidak stabil
Clinker sulit digiling Clinker sulit dibakar
Setting time semen pendek Memperlambat pengerasan semen
Panas hidrasi naik Merusak batu tahan api
Kuat tekan awal semen rendah Kuat tekan semen tinggi
Kebutuhan panas rendah Fase cair rendah
Thermal load tinggi
Dusty dan Kadar CaO bebas tinggi
2. Iron Modulus (IM)
Iron Modulus yaitu bilangan yang menyatakan perbandingan antara oksida alumina
dengan oksida besi.
𝐴𝑙2 𝑂3
𝐼𝑀 = = 1,5 − 2,5
𝐹𝑒2 𝑂3
Semen dengan nilai IM = 0,64 akan mengandung C4AF, sehingga disebut
semen Ferras. Semen ini memiliki panas hidrasi yang rendah.
Tabel I.12 Karakteristik Clinker berdasarkan Nilai IM
IM rendah (<1,5) IM tinggi (>2,5)
C3A turun dan C2S akan naik C3A, C3S dan C2S naik, C4AF turun
Kadar alumina dalam semen rendah Clinker sulit dibakar
Fasa cair viskositas rendah Fasa cair turun dan output kiln turun
Tahan terhadap sulfat tinggi Kuat tekan awal yang tinggi
Kuat tekan awal rendah Waktu pengikatan pendek
Panas hidrasi rendah Panas hidrasi tinggi
Ketahanan terhadap sulfat rendah
3. Lime Saturation Factor (LSF)
Lime Saturation Factor yaitu bilangan yang menyatakan perbandingan
antara CaO yang ada dalam raw meal dengan CaO yang dibutuhkan untuk mengikat
oksida–oksida lain.
100𝐶𝑎𝑂
𝐿𝑆𝐹 = = 0,92 − 0,96
1,8𝑆𝑖𝑂2 + 1,18𝐴𝑙2 𝑂3 + 0,65𝐹𝑒2 𝑂3
Untuk IM < 0,64 maka CaO maks = 2,8 SiO2 + 1,1 Al2O3 + 0,7 Fe2O3
20
Untuk IM > 0,64 maka CaO maks = 2,8 SiO2 + 1,65 Al2O3 + 0,35 Fe2O3
Tabel I.13 Karakteristik Clinker berdasarkan Nilai LSF
LSF rendah LSF tinggi
Tepung baku mudah dibakar Tepung baku sulit dibakar
Kebutuhan panas rendah Kebutuhan panas tinggi
Kadar free lime rendah Kadar free lime tinggi
Kadar C3S turun dan kadar C2S naik, Kadar C3S naik sehingga kuat tekan awal
sehingga panas hidrasi semen cenderung dan panas hidrasi semen naik
naik
I.3.5.4 Jenis-Jenis Produk Semen
Kebutuhan semen berdasarkan kondisi lokasi atau kondisi tertentu yang
diperlukan untuk melaksanakan konstruksi serta tujuan ekonomisnya, maka dalam
perkembangan industri semen dikenal beberapa macam semen (Walter H, Duda,
1985). Adapun jenis semen yang diproduksi PT Indocement Tunggal Prakarsa,
Tbk., yaitu :
1. Semen Portland (Portland Cement)
a. Ordinary Portland Cement (OPC / Tipe I)
Semen jenis ini dipakai untuk semua macam konstruksi apabila tidak
diperlukan sifat–sifat khusus seperti ketahanan terhadap sulfat, panas hidrasi
dan kekuatan awal. Semen ini cocok dipakai pada tanah dan air yang
mengandung sulfat antara 0 - 0,1 %. OPC mengandung C3S 56,54%, C2S
16,84%, C3A 8,18%, dan C4AF 9,64%.
Tabel I.14. Komposisi Portland Tipe I
Oksida Komposisi (% berat)
CaO 64,39
SiO2 20,75
Al2O3 5,11
Fe2O3 3,17
MgO maks 6
CaO bebas 0,79
Alkali total 0,39
21
Gambar I.3 Ordinary Portland Cement (OPC)
b. Moderate Sulfate Resistance Cement (Tipe II)
Semen jenis ini banyak mengandung C2S dan sedikit mengandung C3A. Semen
ini digunakan untuk konstruksi dengan syarat ketahanan terhadap sulfat pada
tingkat sedang yaitu dengan kandungan sulfat pada air tanah atau tanah 0,08
%-0,17 % dan mengandung 125 ppm SO3 serta pH tidak kurang dari 6. Selain
itu juga memiliki ketahanan terhadap panas hidrasi sedang (lokasi dengan suhu
tinggi). Jenis ini umumnya digunakan untuk pembuatan jalan, bendungan,
pelabuhan dan fondasi - fondasi besar lainnya. Moderate Sulfate Resistance
Cement mengandung C3S 53,6%, C2S 22,35%, dan C3A 3,35%.
Tabel I.15. Komposisi Portland Tipe II
Oksida Komposisi (% berat)
CaO 63,41
SiO2 Min. 20
Al2O3 Max. 6
Fe2O3 Max. 6
MgO Max. 6
SO3 Max. 3
CaO Bebas 0,49
Alkali Total Max. 0,6
c. High Early Portland Cement (Tipe III)
High Early Portland Cement adalah jenis semen portand yang memilki
karakteristik cepat mengeras dan cepat mengeluarkan kalor, serta memilki
pengembangan kekuatan awal yang tinggi. Semen ini biasanya digunakan
untuk keadaan-keadaan darurat, dipakai pada pengecoran untuk keadaan
khusus musim dngin, dan digunakan untuk peroduksi beton tekan. High Early
Portland Cement mengandung C3S 35%, C2S 40%, dan C3A 15%.
22
Tabel I.16. Komposisi Portland Tipe III
Oksida Komposisi (% berat)
CaO 60–67
SiO2 20
Al2O3 3,5–4,5
Fe2O3 0,5–6
MgO 6
SO3 3,5–4,5
d. Low Heat Portland Cement (Tipe IV)
Low Heat Portland Cement adalah jenis semen portand yang biasanya
digunakan untuk bangunan dengan panas hidrasi rendah dan bangunan dengan
beton besar dan tebal yang baik untuk mencegah keretakan. Low Heat Portland
Cement mengandung C3S 35%, C2S 40%, dan C3A 7%. Kandungan C3S dan
C3A pada semen ini lebih rendah dari OPC (Tipe I) namum dengan kandungan
C3S yang lebih tinggi, sehingga semen ini memilki sifat:
- Panas hidrasi rendah yang cocok untuk concrete construction
- Kuat tekan awal rendah
- Tahan terhadap serangan sulfat
Tabel I.17 Komposisi Portland Tipe IV
Oksida Komposisi (% berat)
CaO 60–67
SiO2 17–25
Al2O3 3–8
Fe2O3 6,5
MgO 6
SO3 2,3
e. High Sulfate Resistance Cement (Tipe V)
Semen ini mempunyai ketahanan terhadap sulfat yang tinggi dan memiliki
panas hidrasi yang rendah. Semen ini memiliki kuat tekan awal pada 28 hari
yang lebih rendah dari OPC. Semen ini dipakai untuk semua jenis konstruksi,
apabila kadar sulfat pada air tanah atau tanah masing-masing 0,17% - 1,67%
dan SO3 125–1250 ppm. Semen ini banyak digunakan untuk konstruksi pada
saluran air buangan atau konstruksi dibawah tanah seperti terowongan, selokan
dan bangunan tepi laut. High Sulfate Resistance Cement mengandung C3S
59,42%, C2S 16,87%, C3A 5%, dan C4AF 12,7%.
23
Kapasitas produksi untuk produk semen ini sebesar 5,5 juta ton/tahun.
Tabel I.18 Komposisi Portland Tipe V
Oksida Komposisi (% berat)
CaO 60–67
SiO2 17–25
Al2O3 3–8
Fe2O3 6,5
MgO 0,5–6
SO3 2,3
2. Portland Composite Cement (PCC)
Portland Composite Cement (PCC) adalah semen Portland yang dipakai
untuk segala macam konstruksi yang tidak memerlukan sifat khusus seperti rumah,
bangunan tinggi, jembatan, jalan beton, beton pre-cast dan beton pre-stress. PCC
mempunyai kekuatan yang sama dengan Portland Cement Tipe I. Plant 8
memproduksi semen jenis ini. Portland Composite Cement (PCC) mempunyai
komposisi yang berbeda dengan OPC yaitu pada jumlah pemakaian clinker dan
bahan aditifnya. Untuk PCC menggunakan bahan aditif berupa trass, gypsum dan
limestone.
Tabel I.19 Komposisi Portland Composite Cement
Komposisi Berat (%)
Clinker 66 ̶ 68
Gypsum 1,55 ̶ 1,85
Slag/Trass 14,5 ̶ 15,5
Limestone Corrective 14,5 ̶ 15,5
\
Gambar I.4 Portland Composite Cement (PCC)
3. Oil Well Cement (OWC)
Oil Well Cement (OWC) adalah tipe semen khusus untuk pengeboran
minyak dan gas baik di darat maupun lepas pantai. Semen jenis ini dipakai dalam
24
bentuk slurry semen (colloid) yang dipompakan ke formasi yang dalam dan sempit.
Sebagai contoh dalam pengeboran sumur minyak, semen diperlukan untuk
mencegah runtuhnya formasi batuan sekitar sumur. OWC dicampur menjadi suatu
adukan semen (slurry) dan dimasukkan antara pipa bor dan cetakan sumur bor
dimana semen tersebut dapat mengeras dan kemudian mengikat pipa pada
cetakannya. Semen sumur minyak ini memiliki waktu pengikatan pada tekanan dan
temperatur yang tinggi dan tahan terhadap sulfat. Semen ini diproduksi sebanyak
2,8 juta ton/tahun, untuk kebutuhan dalam negeri maupun luar negeri.
Tabel I.20 Komposisi Oil Well Cement
Oksida Komposisi (% berat)
CaO 60–67
SiO2 17–25
Al2O3 3–8
Fe2O3 6,5
MgO 6
SO3 2,3
Na2O (alkali) 0,75
25
digunakan gas sebagai bahan bakar di kiln agar tidak menghasilkan residu
pembakaran. Kapasitas produksi pada semen ini sebanyak 3,7 juta ton/tahun.
Tabel I.21 Komposisi White Cement
Oksida Komposisi (% berat)
CaO 65,8
SiO2 24,2
Al2O3 4,2
Fe2O3 0,39
MgO 1,1
SO3 0,02
26
Gambar I.7 White Mortar TR30
Dari berbagai jenis-jenis semen yang diproduksi, PT Indocement Tunggal
Prakarsa Tbk. yang belokasi Citeureup ̶ Bogor Plant 8 memproduksi semen jenis
OPC dan PPC.
I.4 Struktur Organisasi
Kekuasaan tertinggi terletak pada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
sedangkan pelaksanaan operasional dipimpin oleh suatu Dewan Direksi yang
diserahi tugas – tugas untuk melaksanakan kebijaksanaan yang digariskan oleh
RUPS. Sebagai wakil pemegang saham untuk mengawasi Dewan Direksi dibentuk
Dewan Komisaris yang terdiri dari 7 orang dengan 1 Komisaris Utama, 2 Wakil
Komisaris Utama, 1 Komisaris Independen, dan 3 komisaris. Adapun susunan
Dewan Komisaris dan Dewan Direksi PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk.
yaitu:
1. Dewan Komisaris
Komisaris Utama : Kevin Gluskie
Wakil Komisaris Utama : Tedy Djuhar
(merangkap komisaris Independen)
Wakil Komisaris Utama : Simon Subrata
(merangkap komisaris Independen)
Komisaris Independen : Daniel Lavalle
Komisaris : Dr. Lorenz Naeger
Komisaris : Dr. Bernd Scheifele
Komisaris : Dr. Albert Scheuer
27
2. Dewan Direksi
Direksi Utama : Christian Kartawijaya
Wakil Direktur Utama : Franciscus Welirang
Direktur Independen : Kuky Permana
Direktur : Hasan Imer
Direktur : Daavid J. Klarke
Direktur : Ramakanta Bhattacharjee
Direktur : Troy D. Saaputro
Direktur : Benny S. SantosoDirektur
Direktur : Juan F. Defalque
28
Dalam melaksanakan kegiatan eksekutif sehari – hari, direksi mengangkat
Division Manager untuk mengawasi jalannya pabrik dengan menunjuk 2 orang
General Manager Operation. Beberapa bagian mempunyai tugas sebagai berikut :
1. Plant Coordinator Office, dipimpin oleh Plant Coordination Manager yang
bertugas untuk mengatur jalannya pabrik secara keseluruhan.
2. Advisory Office, sebagai penasihat dari Plant Coordinator Manager.
3. Quality System Management, dipimpin oleh Quality System Manager yang
bertugas untuk menggerakkan Quality control secara total agar dapat memenuhi
standard ISO.
4. Staff office, bertugas untuk membantu plant coordinator dalam menjalankan
tugas–tugasnya.
5. Secretary, bertugas sebagai pembantu dalam bidang administrasi dari plant
coordinator.
6. Division Manager yang bertugas memimpin secara mutlak terhadap seluruh
operasionalisasi tiap Plant. Division Manager bertanggung jawab sepenuhnya
dalam mengatur jalannya proses secara keseluruhan dimasing – masing plant.
Disamping itu, Division Manager juga diberi wewenang untuk menentukan
kebijakan dalam setiap keputusan yang menyangkut operasionalisasi
perusahaan.
Untuk karyawan di Plant 8 berjumlah 350 orang dan 9 diantaranya
merupakan Sarjana Teknik Kimia. Pada susunan organisasi di PT Indocement
Tunggal Prakarsa, Tbk. Plant Manager Plant 8 membawahi:
29
Gambar I.9 Struktur Organisasi pada Plant 8 di PT Indocement Tunggal
Prakarsa, Tbk
(Sumber: Bagian Personalia PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk., 2018)
I.5 Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Pada tanggal 24 Oktober 1990, PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk.
membentuk panitia keselamatan dan kesehatan kerja dilingkungan perusahaan
berdasarkan keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No.2 Tahun 1970 tentang
pembentukan P2K3 dan juga berdasarkan keputusan Direksi
No.17/KPTS/DIR/ITP/X/1990. Hal ini dikarenakan perusahaan berkepentingan
untuk menjamin perlindungan keselamatan kerja bagi karyawan dalam
melaksanakan tugasnya demi kepentingan kesejahteraan karyawan perusahaan.
Dalam membina keselamatan dan kesejahteraan kerja di perusahaan, P2K3
mempunyai tugas dan fungsi:
1. Memberikan saran, usul, dan pertimbangan baik diminta maupun tidak oleh
pemimpin perusahaan mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan K3.
2. Menghimpun, mengolah, dan menganalisa segala data atau permasalahan K3 di
perusahaan sebagai saran dan pertimbangan bagi pimpinan dalam rangka
mengusahakan program pelaksanaan K3.
30
I.5.1 Keselamatan Kerja Bagi Pekerja
Selama melaksanakan kegiatan dalam pabrik maka setiap pekerja harus
mengenakan perlengkapan keselamatan sebelum masuk pabrik. Ada beberapa
peralatan dan perlengkapan yang disediakan oleh PT. Indocement Tunggal
Prakarsa, Tbk. untuk para pekerja yang tergantung pada jenis tugasnya.
Perlengkapan tersebut di antaranya :
1. Safety helmet, untuk melindungi kepala terutama di lingkungan pabrik dimana
material dapat ditransformasikan di tempat yang cukup tinggi. Serta
menghindari terjadinya benturan kepala dengan peralatan.
2. Safety shoes, untuk melindungi kaki dari benda–benda yang tajam ataupun panas
juga agar tidak tergelincir. Sepatu ini terbuat dari kulit yang dilengkapi besi pada
bagian mukanya sehingga melindungi kaki jika ada benda jatuh.
3. Masker, terutama untuk pekerja yang bertugas menyapu, mengangkut material,
pekerja lapangan di raw mill, finish mill, kiln dan packing.
4. Kacamata las, untuk pekerja di bagian mekanik yang bertugas untuk melakukan
pengelasan.
5. Penutup telinga, untuk melindungi telinga dari kebisingan. Alat ini biasanya
digunakan di daerah-daerah dengan tingkat kebisingan tinggi seperti pada power
supply, crusher dan sebagainya.
6. Sarung tangan, digunakan pada daerah bertemperatur tinggi seperti pada Rotary
Kiln.
7. Baju tahan panas, digunakan pada daerah di sekitar Rotary Kiln dengan tujuan
agar kulit tidak terbakar
Perusahaan juga menyediakan perlengkapan pengamanan yang disesuaikan.
Apabila terjadi kecelakaan kerja dan terdapat korban, maka perusahaan akan
memberikan tunjangan dan ganti rugi kepada yang bersangkutan atau ahli warisnya
sesuai dengan ketentuan UU No. 21/1951.
Untuk menunjang kesehatan karyawan, PT Indocement Tunggal Prakarsa
Tbk. menyiapkan fasilitas rumah sakit dan klinik yang berada di dalam wilayah
pabrik. PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. setiap 6 bulan sekali mengadakan
medical check up untuk karyawannya. Selain itu, PT Indocement Tunggal Prakarsa
31
Tbk. menyediakan 8 mobil pemadam yang selalu stand by untuk mengatasi jika
terjadi kebakaran.
I.5.2 Keselamatan Kerja dalam Pabrik
Di dalam kegiatan dan rutinitas pekerja di area pabrik perlu adanya Sistem
Manajemen K3 yang merupakan penunjang bagi keselamatan para pekerja di
lingkungan pabrik. Berikut ini merupakan sistem manajemen K3 yang diterapkan
oleh PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk.
• Pencegahan insiden akan berhasil dan efektif bila dimulai dengan memperbaiki
manajemen K3, selanjutnya dapat dilakukan identifikasi potensi bahaya dan
penilaian risiko serta penetapan kendali (termasuk evaluasi sumber–sumber
penyebab).
• Perkembangan mengenai manajemen K3 sebagai integrasi dari Sistem
Manajemen Mutu (ISO 9001) dan Sistem Manajemen Lingkungan (ISO14001)
adalah munculnya beberapa Sistem Manajemen K3, di antaranya :
– British Standart 8800 Guide to OH & SMS (Inggris)
– Safety Map (Australia)
– SMK3 Permenaker No.05/MEN/1996 (Indonesia)
– OHSAS 18001 (Gabungan organisasi K3 dunia)
Pada daerah dalam pabrik dilakukan beberapa tindakan untuk keselamatan
kerja seperti:
1. Memasang tanda bahaya pada daerah yang sering terjadi kecelakaan.
2. Memasang alat pemadam kebakaran di setiap lokasi.
3. Menyediakan tempat pertolongan pertama jika terjadi kecelakaan.
4. Memasang telepon yang dapat menghubungi poliklinik, pemadam kebakaran,
keamanan, dan sebagainya.
5. Memberi label B3 pada benda yang dianggap beracun, infeksi, mudah meledak,
dan lain-lain.
32
BAB II
DESKRIPSI PROSES
II.1 Konsep
Secara garis besar proses pembuatan semen dibagi menjadi dua macam
yaitu proses basah dan proses kering. Saat ini umumnya industri-industri semen
menggunakan proses kering dalam pembuatan semen, karena proses tersebut dapat
menghemat pemakaian bahan bakar dan pemakaian alat-alat industri. Begitu juga
produksi semen di PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. Citeureup-Bogor
menggunakan proses kering. Berikut penjelasan proses basah dan proses kering :
1. Proses Kering
Proses yang digunakan di PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk adalah
proses kering, dengan menggunakan prinsip preblending dengan sistem
homogenisasi dan raw mill, di mana pada proses ini tahap penggilingan dan
pencampuran dilakukan secara kering (kadar air ± 1% di dalam rotary kiln). Proses
ini menggunakan umpan kering untuk tahap pembakaran dalam suspension
preheater dan rotary kiln, tahap-tahap prosesnya sebagai berikut :
a. Drying : terjadi dalam suspension preheater dengan kadar air
1% menjadi 0%
b. Calcinations : terjadi dalam suspension preheater dan rotary kiln
c. Sintering dan reaction : terjadi dalam rotary kiln
Keuntungan proses kering :
Rotary kiln yang digunakan relatif pendek dan diameter lebih kecil
Panas yang dibutuhkan rendah, sehingga menghemat bahan bakar
Kapasitas produksi lebih besar
Kerugian proses kering :
Lebih banyak menimbulkan debu, sehingga membutuhkan banyak alat
penangkap debu
Homogenitas campuran bahan baku kurang
33
2. Proses Basah
Pada proses basah, bahan baku dipecah kemudian ditambahkan air dalam
jumlah tertentu serta dicampur dengan luluhan tanah liat. Bubur halus dengan kadar
air 25-40 % (slurry) di kalsinasi dalam tungku putar panjang (Long Rotary Kiln).
Keuntungan proses basah :
Umpan lebih homogen, semen yang diperoleh lebih baik
Efisiensi penggilingan lebih tinggi dan tidak memerlukan suatu unit
homogenizer
Kerugian proses basah :
Bahan bakar yang digunakan lebih banyak, karena kandungan air yang cukup
besar
Rotary kiln yang digunakan panjang karena memerlukan zona dehidrasi yang
lebih panjang untuk mengendalikan air
Biaya produksi lebih mahal karena kebutuhan bahan bakar yang banyak
II.2 Diagram Alir Proses Plant 8
Diagram alir proses pembuatan semen terlihat pada halaman 48 dan 49.
II.3 Langkah-langkah Proses
Proses pembuatan semen di PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. secara
garis besar dapat dibagi menjadi dua tahap yaitu :
1. Persiapan bahan baku
2. Tahapan proses
Tahapan proses ini dibagi menjadi empat unit yaitu:
a. Pengeringan dan Penggilingan Bahan Baku (Raw Mill Unit)
b. Pembakaran Raw Meal dan Pendinginan Clinker (Burning Unit)
c. Penggilingan Akhir (Finish Mill Unit)
d. Pengantongan Semen (Packing Unit)
II.3.1 Persiapan Bahan
Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan semen adalah limestone,
sandyclay, clay corrective, dan laterite. PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk.
telah memiliki sumber bahan baku, baik berupa penambangan di daerah bukit
sekitar lokasi pabrik maupun mendatangkan bahan baku dari luar lokasi pabrik.
34
Bahan baku yang ditambang adalah batu kapur (limestone) dan tanah liat berpasir
(sandyclay), untuk koreksi tanah liat (clay corective), laterite dan gypsum
didatangkan dari luar pabrik.
II.3.1.1 Penambangan Batu Kapur ( Limestone )
Kebutuhan batu kapur di PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. mencapai
45.000 ton/hari. Kebutuhan ini dipenuhi dengan jalan melakukan penambangan
batu kapur di daerah Quarry D yang berjarak ±6 km dari lokasi pabrik.
Penambangan dilakukan dengan cara peledakan (blasting) untuk melepaskan batu
kapur dari batuan induknya, hal ini dikarenakan sifat batu kapur yang keras.
Proses penambangan batu kapur di PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk.
melalui beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut:
1. Pembersihan (Clearing)
Clearing dilakukan dengan menghilangkan lapisan tanah bagian atas setebal +
30 cm dengan bulldozer.
2. Pengeboran (Drilling)
Pengeboran bertujuan untuk membuat lubang tembak dimana di dalamnya
dimasukkan bahan peledak. Kedalamannya mencapai sekitar 9–13 m dengan
luas sekitar 3 in × 6,75 in.
3. Peledakan (Blasting)
Peledakan bertujuan untuk membongkar batuan kapur dari batuan induk yang
memiliki kekerasan tinggi.
Bahan peledak dan perlengkapan yang digunakan antara lain :
Dinamit (Demotin) atau TNT (Trinitrotoluena) sebagai bahan
peledak.
Amonium Nitrat Fuel Oil (ANFO), campuran antara amonium nitrat
sebanyak 94-95 persen dengan 5-6 persen solar dan digunakan sebagai
bahan peledak.
Detonator listrik, sebagai alat pemicu ledakan.
Blasting machine, sebagai penimbul arus listrik untuk meledakkan
detonator listrik.
35
Kabel, untuk menyalurkan arus listrik dari blasting machine ke
detonator listrik.
Blasting ohm meter, untuk pengetesan kesempurnaan rangkaian
peledak.
4. Pemuatan (Loading)
Batuan yang telah diledakkan kemudian diangkut secara konvensional dengan
5. Pengangkutan (Hauling).
Batuan dipindahkan dari lokasi peledakan ke alat penghancur dengan
menggunakan dump truck yang sebagian besar bermerk Caterpillar tipe 769C
dengan kapasitas 30 – 60 ton ke dalam hopper untuk ditampung sementara.
6. Penghancuran batu kapur (Crushing)
Crushing bertujuan untuk mereduksi batuan menjadi suatu produk yang
diharapkan berukuran maksimum 60 mm. Alat yang digunakan adalah jenis
Double Shaft Hummer Crusher dengan kapasitas 1.000 ton/jam.
7. Pengiriman batu kapur ke plant (Conveying)
Pengiriman batu kapur ke plant dari Quarry D menggunakan belt conveyor DP-
2 system berkapasitas 2.000 ton/jam dengan kecepatan 5 meter/detik. Batu kapur
yang telah direduksi tersebut, sebagian langsung dikirim ke plant dan sebagian
lagi disimpan terlebih dahulu dalam Intermediate Storage Quarry D. Tujuannya
untuk pengontrolan kualitas batu kapur yang akan dikirim ke plant. Batu kapur
yang dikirim ke plant disimpan dalam bangunan berbentuk sirkular untuk
memaksimalkan kapasitas penyimpanan yang besar dengan lahan yang tidak
terlalu besar. Dalam bangunan ini material mengalami prehomogenasi pertama.
Batu kapur disusun membentuk susunan pile yang melingkar dengan metode
chevron dengan menggunakan stacker, sedangkan untuk mengambil material
digunakan front reclaimer atau bridge scrapper. Kemudian dengan
menggunakan Apron Conveyor material dimasukkan ke Hopper.
II.3.1.2 Penambangan Tanah Liat Berpasir (Sandyclay)
Tanah liat berpasir yang dibutuhkan PT. Indocement Tunggal Prakarsa,
Tbk. diperoleh dengan penambangan berkapasitas 8.000 ton/hari. Penambangan
36
dilakukan di daerah Hambalang yang jaraknya ±7 km dari lokasi pabrik. Tahap-
tahap penambangannya adalah sebagai berikut:
1. Pembongkaran kulit batuan (Loosening)
Loosening atau Pengulitannya dilakukan dengan menggunakan Bulldozer tipe
D-155A merk Komatsu dan Caterpillar D-9L. Namun karena batuan yang akan
ditambang sangat keras dan abrasive, maka alternative peledakan akhir-akhir ini
sering dilakukan meskipun masih dalam skala yang kecil.
2. Pemuatan (Loading)
Pemuatan material ke dalam alat penghancur dilakukan dengan menggunakan
whell loader caterpillar tipe 966D.
3. Pengangkutan (Hauling)
Material diangkut dari lokasi penambangan ke crusher dengan menggunakan
dump truck Komatsu HD-200 yang mempunyai kapasitas 30–60 ton dan
dimasukkan ke Hopper untuk disimpan sementara.
4. Pengecilan ukuran (Size Reduction)
Pengecilan ukuran dilakukan dengan menggunakan Double Roller Crusher
dengan kapasitas 1000 ton/jam. Tujuannya adalah agar produk yang diproses
memiliki spesifikasi tertentu, ukuran maksimalnya 60 mm.
5. Pengiriman material (Conveying)
Pengiriman material dari Quarry Hambalang dilakukan dengan menggunakan
Belt Conveyor dengan kapasitas 1000 ton/jam. Tanah liat disusun membentuk
susunan pile yang lurus dengan metode chevron dengan menggunakan stacker,
sedangkan untuk mengambil material digunakan Front Reclaimer atau Bridge
Scrapper. Kemudian dengan menggunakan Belt Conveyor material dimasukkan
ke Hopper.
II.3.1.3 Pengadaan Clay Corective dan Pyrite Cinder
Clay corrective dalam pembuatan semen digunakan sebagai bahan
pengoreksi yang ditambahkan dalam bahan baku apabila komposisinya belum
memenuhi persyaratan. Kebutuhan clay corrective didapatkan dari Quarry
Hambalang. Sedangkan kebutuhan pyrite cinder dipenuhi oleh PT. Krakatau Steel
dari daerah Cilegon, Banten.
37
II.3.1.4 Pengadaan Material Aditif (Limestone, Gypsum, dan Trass)
Limestone additive merupakan bahan yang mempunyai kandungan CaO
tinggi untuk menambah kandungan CaO (free lime) pada clinker agar semen yang
dihasilkan sesuai standar. Didapatkan dari Quarry D. Gypsum yang berfungsi
sebagai retarder (pengontrol setting time) hingga saat ini PT. Indocement Tunggal
Prakarsa, Tbk. membeli dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Dan kebutuhan
trass didapatkan dari Sukabumi, Jawa Barat. Trass mempunyai SiO2 aktif yang
38
Pada plant 7-8, pengeringan dan penggilingan bahan baku terjadi di satu alat
yaitu raw mill. Jenis raw mill yang digunakan adalah Tube Mill. Material yang
masuk raw mill pada ukuran kurang dari 50 mm dengan kadar air maksimum 10%.
Digunakan gas panas dari suspension preheater besuhu ± 250 oC yang dialirkan
searah untuk menghindari terjadinya blocking. Gas keluar dari raw mill yang
mengandung partikel halus akan masuk ke electrostatic precipitator (EP). Suhu gas
masuk ke dalam EP diatur agar berada pada kisaran 110 oC.
Raw mill terdiri atas 2 ruangan. Ruangan pertama adalah ruang pengeringan
dan ruangan kedua adalah ruang penggilingan. Material masuk ke ruang
pengeringan melalu cone feeder. Pengeringan berlansung akibat kontak material
dengan gas panas dari suspension preheater. Selain untuk pengeringan, gas panas
dari suspension preheater akan mendorong material masuk ke ruang penggilingan.
Material dihancurkan oleh steel ball yang memiliki diameter berbeda-beda. Pada
bagian awal akan terjadi proses penumbukan dan kemudian penggerusan. Hasil
penggilingan keluar melalui diafragma dan selanjutnya material akan masuk ke
dalam grit separator.
Di grit separator terjadi proses pemisahan material kasar dan halus (debu)
secara non mekanik. Debu masuk ke dalam EP dan setelah terpisah, padatan dari
EP akan digabungkan dengan aliran material yang menuju silo, sedangkan material
kasar masuk ke turbo separator. Di turbo separator terjadi proses pemisahan secara
mekanik. Material kasar akan dikembalikan ke raw mill untuk digiling kembali,
sedangkan untuk material halus (raw meal) akan diangkut menuju blending silo
dengan menggunakan air lift.
Kapasitas blending silo 20.000 ton dengan sistem batch. Raw meal
mengalami homogenisasi secara pneumatic dengan menggunakan udara bertekanan
yang dialirkan dari bagian bawah silo.
II.3.2.2 Burning Unit
Proses pembakaran dan pendinginan clinker dibagi dalam 3 tahap yaitu:
II.3.2.2.1 Tahap Homogenisasi
Tepung baku mengalami proses homogenisasi dengan menggunakan udara
bertekanan tinggi yang dihembuskan oleh kompresor yang berada di bawah silo.
39
Kemudian udara tersebut mengangkat partikel - partikel tercampur secara vertikal
sehingga partikel naik dan jatuh demikian seterusnya. Sedangkan di atas raw mill
silo terdapat dust collector yang berfungsi untuk membantu menarik udara keluar
dari blending silo supaya di dalamnya terjadi pergantian udara secara kontinyu.
Selain itu dust collector juga berfungsi untuk menangkap debu yang terbawa oleh
udara dan debunya dikembalikan ke dalam raw mill silo.
Kehomogenan tepung baku (raw meal) akan mempengaruhi proses
pembentukan clinker antara lain:
1. Operasi lebih stabil dalam jangka waktu yang lebih lama.
2. Mutu clinker yang dihasilkan lebih baik dan seragam.
3. Penggunaan bahan bakar menjadi lebih hemat.
4. Batu tahan api lebih tahan lama, karena terbentuk coating yang merata
pada dinding kiln.
Proses homogenasi menggunakan sistem yang bekerja secara kontinyu.
Material masuk melalui Air Slide yang kemudian disebar dalam 8 buah saluran yang
berada diatas silo. Di dasar silo material terfluidisasi oleh udara, masuk ke dalam
silo outlet secara bergantian dan secara otomatis ke ruang blending. Material jatuh
ke air slide dan dari bawah dialirkan udara bertekanan tinggi sehingga material
terangkat dan saling berhamburan hingga terhomogenisasi. Dari blending silo
material akan jatuh dan dibawa oleh air slide menuju bucket elevator dan dialirkan
untuk ditampung di dextrim box yang kemudian dimasukkan ke dalam Suspension
Preheater untuk pemanasan awal. Di plant 8 terdapat dua buah blending silo
dengan kapasitas 25.800 m3/silo. Ketinggian material dalam silo dikontrol oleh
level indikator.
II.3.2.2.2 Tahap Pembentukan Clinker
Proses pembentukan terjadi dalam beberapa tahap proses:
1. Proses pemanasan awal dan penguapan air yang terjadi di suspension
preheater
2. Proses kalsinasi awal yang terjadi di suspension preheater.
3. Proses kalsinasi lanjutan yang terjadi di rotary kiln.
4. Proses Safety terjadi di rotary kiln.
40
5. Proses Upper Transition di rotary kiln.
6. Proses Sintering terjadi di rotary kiln.
7. Proses Lower Transition di rotary kiln.
8. Proses Cooling di rotary kiln.
9. Proses pendinginan terjadi di grate cooler.
Suspension preheater memberikan beberapa keuntungan di antaranya :
1. Gas panas yang keluar dari suspension preheater dapat digunakan
sebagai pemanas di raw mill dan coal mill.
2. Rotary kiln lebih pendek.
3. Penghematan bahan bakar.
4. Waktu tinggal material dalam kiln jauh lebih singkat
Proses pembakaran di Rotary kiln menggunakan bahan bakar batu bara.
Bahan bakar ini dialirkan ke arah pembakar atau burner di ujung pengeluaran kiln.
Batu bara dibakar dengan menggunakan bantuan udara primer (primary air) yang
dihembuskan oleh primary fan blower dan udara sekunder (secondary air) yang
berasal dari cooler. Hasil pembakaran berupa gas panas dengan temperatur tinggi
pada rotary kiln yang digunakan untuk membantu pemanasan di suspension
preheater, raw mill dan coal mill.
Di dalam suspension preheater raw meal mengalami pamanasan awal dan
proses kalsianasi awal. Panas yang dibutuhkan untuk pemanasan dan kalisinasi
diperoleh dari gas buang kiln dan dari pembakaran yang terjadi di suspension
preheater. Kalsinasi awal bertujuan untuk menaikkan derajat kalsinasi raw meal
sebelum nasuk ke kiln karena kalsinasi membutuhkan energy yang besar sehingga
mampu mengurangi beban kiln. Didalam suspension preheater terjadi kalsinasi
awal sebesar 90 %.
Untuk plant 8 suspension preheater terdiri dari 2 bagian dengan 4 tingkatan yang
mempunyai suhu berbeda:
a. Stage 1 terdiri dari dua cyclone dengan suhu 300-360oC
b. Stage 2 terdiri dari dua cyclone dengan suhu 480-550oC
c. Stage 3 terdiri dari dua cyclone dengan suhu 650-700oC
d. Stage 4 terdiri dari dua cyclone dengan suhu 800-850oC
41
Umpan raw meal dari storage silo oleh air slide conveyor ke feed tank. Dari
feed tank raw meal dikeluarkan dari weighing feeder. Aliran material akan menuju
air lift ke suspension preheater melalui conecyion duct antara stage 1 dan stage 2.
Gas panas akan keluar dari ujung cyclone 1 karena tarikan suspension preheater
fan, sedangkan raw meal akan turun melalui saluran penghubung stage 2 dan stage
3. Pada tahap ini raw meal terbawa aliran gas dari stage 3 masuk stage 2. Dari stage
2 raw meal akan turun ke saluran penghubung antara stage 3 dan stage 4. Demikian
seterusnya sampai stage terakhir.
Dengan demikian tepung baku akan mengalami pemanasan secara berulang
disepanjang tingkatan cyclone dan material turun terpisah dari gas panas dengan
bantuan gaya sentrifugal. Gas panas akan keluar karena hisapan dari suspension
preheater fan. Udara panas ini lalu digunakan kembali pada pengeringan dan
penggilingan di grinding mill dan rotary dryer di unit raw mill.
Dalam unit suspension preheater material akan mengalami prekalsinasi dimana
CaCO3 yang terdapat dalam material akan menjadi CaO dan CO2 degan reaksi:
Reaksi : CaCO3 CaO + CO2
Gas untuk pamanasan material dari gas panas yang dihasilkan dari kiln. Proses
pembakaran di kiln menggunakan bahan bakar batubara yang telah diproses di unit
coal mill. Batubara yang telah berukuran kecil kemudian ditimbang menggunakan
weighing feeder menyesuaikan kebutuhan burner yang dialirkan menggunakan
blower. Batubara dibakar mengguanakan udara primer yang dihembusakan oleh fan
blower dan udara sekunder yang berasal dari cooler.
Tabel II.1 Reaksi yang terjadi dalam Suspension Preheater
Temperatur
Proses Transformasi Kimia
(°C)
Pengeringan (lepasnya
100
kandungan air bebas)
100-400 Lepasnya kandungan air terikat
400-700 Dekomposisi clay Al2O3.2SiO2.2H2O
Al2O3.2SiO2 + 2H2O
Dekomposisi metakaolinite dan
Al2O3.2SiO2 Al2O3 +
600-900 senyawa-senyawa lainnya dan
2SiO2
pembentukan campuran oksida
42
Tabel II.2 Reaksi yang terjadi dalam Kiln
Temperatur
Proses Transformasi Kimia
(°C)
CaCO3 CaO + CO2
Dekomposisi lime dan
600-1000 CaO + SiO2 CaO.SiO2
pembentukan CS dan CA
CaO + Al2O3 CaO.Al2O3
CaO.SiO2 + CaO 2CaO.SiO2
810-900 Reaksi lime dengan C2S
2CaO + SiO2 2CaO.SiO2
CaO.Al2O3 + 2CaO
900-1200 dan C3A serta
3CaO.Al2O3
CaO.SiO2 + CaO + Fe2O3
1200-1300 pembentukan C4AF
4CaO.Al2O3.Fe2O3
Reaksi lanjut lime dengan C2S
1250-1450 (Sintering / clinkerisasi), 2CaO.SiO2 + CaO 3CaO.SiO2
pembentukan fasa cair
1450-1250 Pendinginan
Proses pembakaran di rotary kiln menggunakan bahan bakar batubara.
Bahan bakar ini dialirkan ke arah pembakar atau burner di ujung pengeluaran kiln.
Batu bara dibakar dengan menggunakan bantuan udara primer (primary air) yang
dihembuskan oleh primary fan blower dan udara sekunder (secondary air) yang
berasal dari cooler. Hasil pembakaran berupa gas panas dengan temperatur tinggi
pada rotary kiln yang digunakan untuk membantu pemanasan di suspension
preheater, raw mill dan coal mill.
Rotary kiln sebagai ruang pembakaran utama terbagi dalam beberapa daerah
(zona) yaitu :
1. Zona kalsinasi lanjutan
Pada daerah ini digunakan bata tahan api jenis alumina 50 %, CaCO3 hampir
terkonversi seluruhnya menjadi CaO. Terjadi kalsinasi lanjutan dari proses
kalsinasi yang terjadi di suspension preheater dan diharapkan di daerah ini
proses kalsinasi selesai dan mulai terbentuk C2S (dikalsium silikat).
Temperaturnya berkisar antara 800 ̶ 900°C.
2. Zona Safety
Pada daerah ini bertugas untuk memastikan kalsinasi 100 % dan menghilangkan
CO2 dengan temperatur 900 ̶ 1.100°C.
43
3. Zona Upper Transisi.
Pada daerah ini digunakan bata tahan api jenis magnesia 60-70% dan alumina
spiner. Merupakan daerah antara zona kalsinasi dan sintering. Material
mengalami perubahan fase, dari fase solid menjadi melting (lelehan) yang
berfungsi sebagai pengikat pada reaksi pemanasan di zona sintering. Temperatur
pada zona ini berkisar antara 1.100 ̶ 1.250°C.
4. Zona Sintering
Pada daerah ini digunakan bata tahan api jenis magnesia 80% karena memiliki
ketahanan terhadap beban panas tinggi, memiliki ketahanan terhadap radiasi
flame dan perubahan temperatur yang mendadak, memiliki ketahanan baik
terhadap zat kimia. Pembentukan komponen clinker yaitu C2S, C3S, C3A, dan
C4AF terjadi secara maksimum. Temperatur pada zona ini berkisar antara 1.250
̶ 1.450°C.
5. Zona Lower Transision
Pada daerah ini digunakan bata tahan api jenis Magnesia 60-70% dan alumina
spiner. Merupakan daerah antara zona sintering dan pendinginan (cooling).
Material mengalami perubahan fase, dari fase melting (lelehan) menjadi padat.
Temperatur pada zona ini berkisar antara 1450 ̶ 1250°C.
6. Zona Cooling
Pada daerah ini digunakan bata tahan api jenis high alumina 90 – 95 % karena
memiliki ketahanan yang baik terhadap perubahan temperatur, memiliki
porositas yang rendah sehingga ketahanan terhadap serangan zat kimia baik.
Merupakan daerah pendinginan clinker yang pertama yang dilakukan di dalam
rotary kiln sampai temperatur 1250-1150°C.
II.3.2.2.3 Tahap Pendinginan Clinker
Clinker yang keluar dari Rotary Klin harus didinginkan terlebih dahulu
sebelum diangkut ke unit penggilingan (finish mill) karena:
1. Clinker panas sukar di transformasikan.
2. Udara panas yang dihasilkan pada pendinginan clinker dapat digunakan
sebagai udara tersier untuk pembakaran di suspension preheater dan
udara sekunder pada pembakaran di rotary kiln.
44
3. Clinker panas akan mengakibatkan efek negatif pada penggilingan akhir.
45
4. Dapat menyediakan udara tersier untuk pembakaran di precalsiner.
Kelemahan menggunakan grate cooler
1. Power consumption tinggi.
2. Konstruksinya rumit.
3. Perlu alat rumit.
4. Perlu alat dedusting.
5. Motor penggerak fan menimbulkan suara bising.
II.3.2.2.4. Finish Mill Unit
Kehalusan semen adalah salah satu faktor penentu dari semen yang
dihasilkan. Produk PCC yang keluar mempunyai blaine (kehalusan) 3.400 – 3.800
Sebelum digiling dalam finish mill jenis horizontal tube mill, clinker
46
Finish mill yang terdiri dari dua chamber yang dibatasi oleh partition wall
(diafragma mill). Chamber 1 diisi bola-bola baja (steel ball) dengan ukuran
diameter 40, 50, 60 dan 70 mm yang berfungsi untuk menghancurkan material yang
bekerja dengan lifting liner, sesuai dengan namanya bekerja dengan mengangkat
steel ball sehingga timbul effect impact terhadap material. Sedangkan chamber 2
diisi bola-bola baja dengan ukuran diameter 17, 20, 25, dan 30 mm yang berfungsi
untuk menghaluskan dengan didukung oleh classiflying liner, yang bekerja dengan
cara menggesek material. Material yang kasar dapat terpisah dari material yang
halus. Material kasar tetap tinggal diam sedangkan material yang halus karena
desakan bergerak menuju outlet.. Dinding (shell) finiss mill dilapisi liner yang
berfungsi mengarahkan gerakan steel ball dan melindungi shell. Adanya putaran
mill mengakibatkan benturan antara steel ball dengan clinker, hal tersebut akan
menaikkan suhu dalam alat. Suhu dalam alat penggilingan ini harus dijaga tidak
lebih 120°C. Karena apabila suhu dalam cement mill lebih dari 120°C maka air
kristal yang terkandung dalam gypsum menguap dan tidak akan berfungsi lagi
sebagai retarder sehingga semen yang dihasilkan akan mengalami proses false set
(pengerasan) yang lebih cepat.
Semen yang dihasilkan oleh finish mill diangkut dengan Air Slide dan
kemudian dengan Bucket Elevator menuju O-Sepa Separator yang berfungsi untuk
memisahkan partikel halus dan partikel kasar. Partikel kasar akan kembali masuk
ke dalam mill sebagai tailing sedangkan partikel halus akan dihisap oleh blower
dari dust collector jenis Bag Filter. Chain Conveyor akan membawa partikel halus
tersebut ke Air Slide yang kemudian oleh Bucket Elevator dimasukkan ke dalam
Cement Silo melalui Air Slide
47
48
49
BAB III
SPESIFIKASI ALAT
50
Cara kerja :
Batu kapur diumpankan lewat hopper masuk melalui bagian atas lalu
dengan belt conveyor dibawa ke antara dua pemukul yang berputar ke arah satu
sama lain yang digerakkan oleh rotor. Batu kapur ini selanjutnya dipukul atau
dipecah oleh hammer. Material yang sudah tergiling akan jatuh dan diangkut oleh
belt conveyor ke storage.
51
oleh roll dan hancur. Ukuran roll makin ke bawah makin besar dan jarak antar
kedua roll berdekatan sehingga material yang dihasilkan makin halus.
Cara Kerja :
Sandyclay yang ditampung dalam hopper masuk ke dalam crusher melalui
bagian atas, dan kemudian material terjepit di kedua roll itu dan kemudian pecah
karena kompresi dan jatuh ke bawah. Kedua roll itu berputar ke arah satu sama lain
dengan kecepatan yang sama. Permukaan roll agak sempit, sedangkan diameternya
agak besar. Kapasitas mesin dan ukuran partikel tergantung pada besarnya jarak
antara kedua roll. Material yang sudah halus kemudian diangkut oleh belt conveyor
ke storage.
52
Mill speed : 15,6 rpm
Konsumsi daya : 2,500 kW
Ukuran umpan : max. 60 mm
Kelembaban umpan : 8,7 %
Kualitas hasil : 12 % residu berukuran 170 mesh
Kelembaban akhir : ± 0,5 %
Cara kerja :
Raw Grinding Mill yaitu Fresh material (umpan segar) yang berupa batu kapur
(limestone), pasir besi (pyrite cinder) dan sandy clay dimasukkan ke dalam raw
grinding mill. Di dalam raw grinding mill terdapat dua proses yaitu pengeringan
dan penggilingan. Pada bagian pengeringan terdapat bagian liner dan lifter yang
berfungsi untuk menghamburkan material agar kontak antar material meningkat
dan suhu dari umpan dapat diseragamkan. Sedangkan pada proses penggilingan
umpan akan digiling menggunakan bola baja dengan ukuran yang bervariasi. Bola
baja yang digunakan ada yang ukurannya besar hingga kecil untuk menghasilkan
produk yang baik dan bentuknya diharapkan seragam. Bola baja yang berukuran
besar digunakan untuk proses impact yaitu menghancurkan material yang besar-
besar pada umpan. Sedangkan bola baja yang kecil untuk proses penghalusan.
53
2. Blending Silo
Fungsi : Untuk menghomogenkan raw meal yang akan
diumpankan ke dalam klin.
Tipe : Beton
Jumlah : 2 Unit
Kapasitas : 2500 ton each.
Diameter : Approx. 9000 mm
Panjang : Approx. 50000 mm
Prinsip kerja :
Pencampuran material berdasarkan komposisi yang berbeda akan
bercampur sewaktu material keluar dari silo. Selain itu selama di dalam silo
material diaerasi oleh udara bertekanan. Sistem homogenisasi di dalam silo pada
prinsipnya dapat dibagi menjadi :
Sistem udara tekan
yaitu dengan memberikan tenaga untuk terjadinya pencampuran material dalam
silo dengan udara melalui unit aerasi pada bagian dasar silo.
Sistem flow (aliran) :
Dimana pencampuran terjadi karena aliran akibat dari gaya beratnya selama
pengisian dan pengeluaran. Hal ini berdasarkan bahwa pada waktu pengisian
akan terbentuk lapisan kerucut material yang pada waktu pengeluaran juga
terbentuk kerucut tetapi arahnya berlawanan
Cara kerja :
Produk raw grinding mill masuk dari bagian atas raw mill silo melalui air
slide dan keluar secara bergantian sehingga akan terbentuk tumpukan material.
Pengeluaran material dilakukan bersama melalui 2 dari 8 flow gate pada setiap silo.
Pengeluaran melalui flow gate ini diulang dalam selang waktu tertentu,
dimana satu siklus lengkap memerlukan waktu 12 menit. Selama proses tersebut
material diaerasi oleh 2 buah kompresor pada bagian bawah material tersebut
dengan tekan tinggi (3,9 kg/cm2) dan tekanan rendah (1,3 kg/cm2). Material yang
54
keluar selanjutnya akan ditampung dalam sentral hopper melalui air slide yang
diatur oleh bukaan damper.
55
sentrifugal material halus akan tertarik masuk ke separator, sementara produk yang
masih kasar akan kembali lagi sebagai tailing.
III.1.3 Unit Kiln
1. Suspension Preheater
Fungsi : Untuk pemanasan awal dan prekalsinasi
raw meal sebelum masuk kiln.
Tipe : Multi cyclone type
Kapasitas : 7.500 ton
Diameter siklon : Siklon 1 : 6200 mm
Siklon 2 : 5500 mm
Siklon 3 : 5500 mm
Siklon 4 : 3300 mm
Siklon 5 : 7200 mm
Tinggi : 53000 mm
Prinsip kerja :
Pusaran angin antara umpan dan gas panas dalam siklon menyebabkan
terjadinya gaya sentrifugal, gaya gravitasi, dan gaya angkat. Butiran material kasar
dipengaruhi oleh gaya sentrifugal sedangkan material halus dipengaruhi oleh gaya
angkat.
Disini gas panas masuk ke dalam SP dimana material kering keluar (co -
current). Karena material kering yang akan keluar bertemu dengan gas panas,
sehingga cara ini dapat mengakibatkan pengeringan yang berlebih, sehingga dapat
berpengaruh pada sifat kimia material. Perbedaan temperatur antara gas panas dan
material masuk lebih kecil daripada proses searah dan efisiensi pengeringan arah
berlawanan lebih kecil juga.
Pengeringan cara ini material dan gas panas masuk ke dalam pengering
dengan arah aliran yang sama (co – current), sehingga panas akan langsung
bergabung dengan material yang masih basah. Adanya temperatur gas yang tinggi
dan kadar air material yang tinggi akan terjadi banyak pelepasan air pada awal
masuk pengering, sehingga proses penguapan selanjutnya relatif kecil. Pertukaran
panas yang terjadi adalah konveksi dan hanya sedikit konduksi dan radiasi.
56
Cara kerja :
Suspension Preheater, merupakan tempat pemanasan awal dan
prekalsinasi raw meal sebelum masuk kiln yang tujuannya untuk mengurangi beban
kerja kiln. Cara kerja dari alat ini yaitu, Raw Meal akan masuk melalui bagian top
cyclone, kemudian karena adanya hisapan dari SP fan maka gas panas dan debu
akan tertarik oleh hisapan SP fan dan meal akan jatuh ke cyclone 4. Prinsip kerjanya
sama saja dengan sebelumnya hingga material jatuh ke cyclone berikutnya
sedangkan gas panas tertarik ke cyclone sebelumnya hingga mencapai cyclone 2.
Pada cyclone 2 ini terdapat dua aliran yaitu aliran yang membawa material ke dalam
riser duct dan aliran yang membawa material ke calciner. Hasil kalsinasi dari
calciner ini akan masuk juga ke riser duct. Selanjutnya meal akan dialirkan menuju
kiln.
57
2. Rotary Kiln
Prinsip kerja :
Pemanasan berlangsung secara counter current dan posisi kiln yang miring
dan berputar menyebabkan gaya dorong umpan sehingga material bisa bergerak ke
arah outlet kiln menuju ke grate cooler setelah mengalami kontak dengan panas.
Cenderung bila kiln diputar pada waktu operasi adalah bergerak ke atas.
Sebenarnya ini tidak menjadi masalah, tetapi masalahnya adalah terdapat 1 bagian
dari kiln yang mendapat beban panas yang berlebihan. Oleh sebab itu naik turunnya
kiln dibatasi oleh hydraulic trust roller dan diatur sedikitnya dalam 24 jam terjadi
satu gerakan naik turun.
Konstruksi :
Ruang rotary kiln terbuat dari baja berbentuk silinder yang bagian
dalamnya dilapisi bata tahan api. Bata tahan api berguna sebagai penyekat dinding
dan material, agar dinding kiln tidak cepat rusak dan juga agar panas konduksi,
konveksi dan radiasi tidak banyak terbuang.
58
Cara Kerja :
Umpan kiln dari Suspension Preheater dengan suhu 800 °C masuk melalui
ujung rotary kiln digerakkan oleh motor penggerak dari ujung berlawanan arah
disemburkan gas panas hasil pembakaran batubara dan udara.
Di dalam rotary kiln terdapat 6 macam pembagian proses yaitu :
1. Kalsinasi (800 – 900°C)
2. Safety (900 – 1100°C)
3. Upper Transisi (1100 – 1250°C)
4. Sintering (1250 – 1450°C)
5. Lower Transisi (1450 – 1250°C)
6. Pendinginan (1250 – 1150°C)
Clinker panas yang dihasilkan mempunyai suhu kira – kira 1150°C
kemudian mengalami proses pendinginan lebih lanjut dalam grate cooler.
59
Panjang : 20400 mm
Lebar : 3360 mm
Electric motor : High temperature part (1-22 kW, 40-4 rpm varying
speed motor)
Low temperature part (1-22 kW,40-4 rpm varying
speed motor)
Jumlah fan : 15 buah
Prinsip kerja :
Grate cooler berfungsi sebagai alat pendingin clinker yang dilakukan
secara mendadak. Tujuan dari pendinginan secara mendadak ini adalah agar
dihasilkan clinker yang bersifat amorf sehingga mudah digiling. Udara
dihembuskan oleh 5 undergrate fan dalam cooler untuk mendinginkan.
Cara kerja :
Clinker dari rotary kiln jatuh langsung ke cooler dan diterima oleh grate
plate yang bergerak secara perlahan. Dari bagian bawah grate plate dipasang
blower atau fan sebagai penghembus udara dingin. Pada bagian bawah grate plate
terdapat chamber udara yang mengalirkan udara pendingin dari fan dan
menyebabkan material yang halus akan lolos dan masuk dalam hopper kemudian
diangkut oleh drag chain conveyor. Sedangkan clinker yang berukuran lebih besar
akan dihancurkan oleh clinker breaker, berupa roller crusher yang terletak di antara
grate 2 dan grate 3. Clinker keluar dari drag chain conveyor akan diterima oleh
apron conveyor.
60
4. Clinker Silo
Fungsi : Untuk menampung clinker setelah melewati air
quenching cooler, sebelum digiling menjadi semen
Kapasitas : 40000 ton
Diameter silo : 15000 mm
Tinggi : 45000 mm
Klinker yang telah didinginkan dan diperkecil ukurannya menggunakan
crusher akan ditrasportasikan menggunakan belt conveyor dan bucket elevator
untuk selanjutnya dimasukkan dalam silo klinker. Pada saluran keluaran silo
terdapat appron conveyor yang akan mengangkut klinker dari silo menuju silo yang
lain.
III.1.4 Unit Finish Mill
1. Finish Grinding Mill
Fungsi : Untuk menggiling dan mencampurkan
clinker, gypsum, dan additive. Material
yang berupa campuran clinker, gypsum,dan
additive masuk ke inlet finish mill.
Tipe mesin : Two chamber tube mill
Dimensi : Diameter chamber 1 : 3,89 m
Diameter chamber 2 : 3,83 m
Panjang : 13 m (chamber 1 : 4 m,
chamber 2 : 9 m)
Material umpan : Clinker
Kapasitas : 175 ton/jam
Kecepatan putar shell : 14 rpm
Motor mill : 2790 kW, 750rpm, wound rotor induction
motor
Di dalam finish mill terdapat dua chamber. Chamber pertama untuk
menggiling material dengan steel ball yang berukuran 90-60 mm, sedangkan
chamber kedua berisi steel ball yang berukuran 50-17 mm. Pada chamber 2
material akan mengalami proses penghalusan oleh bola baja yang ukurannya lebih
61
kecil. Prinsip kerja alat ini sama dengan raw grinding mill. Pada alat ini lebih
diperhatikan kehalusan produk dan tidak ada proses pengeringan. Suhu di dalam
mill dijaga sekitar 120oC, karena pada suhu di atas itu gypsum akan melepaskan
molekul air kristal (terhidrasi) sehingga tidak bisa berfungsi sebagai retarder
(memperlambat) pengeringan semen. Pendinginan akan dilakukan otomatis dengan
water spray dimana sprayer akan langsung menyemburkan air untuk mencegah
hilangnya kristal air dalam material.
2. Cement Mill
Fungsi : Untuk menggiling campuran clinker dan
gypsum menjadi semen.
Tipe : Kawasaki center drive ball mill
Jumlah mesin : 2 buah
Kapasitas : 25500 ton
Diameter internal shell : 4700 mm
Panjang shell : 14000 mm
Ketebalan shell : 50 mm
Kecepatan mill : 15 rpm
Compartment : 2
Daya : 4800 KW
Media grinding : 365 ton / unit
Kehalusan produk : 170 mesh
Max. ukuran umpan : 25 mm
Diameter panjang tube : 4 x 14.610 mm
Grinding path length : 4000 mm / 9000 mm
Diameter mill : 3890 mm/ 3830 mm
Volume chamber : 47,5 m3/103,7 m3
Ball charge : 58 ton / 149 ton
Ball size : 40, 50, 60, 70 mm (Chamber 1)
30, 25, 20, 15 mm (Chamber 2)
62
Prinsip kerja :
Penghancuran material terjadi karena tumbukan dan gesekan antara bola-
bola baja dan material.
Finish mill yang digunakan adalah tipe Tube Mill yang terbuat dari plat
baja berbentuk silinder horizontal, dimana di dalamnya dilapisi oleh linier yang
terbuat dari baja tuang yang dipasang menempel pada dinding. Tujuan pemasangan
linier adalah melindungi sel dari benturan bola – bola penggiling.
Finish mill terdiri dari dua chamber dimana masing-masing chamber
mempunyai ukuran bola yang berbeda yaitu Chamber I yang panjangnya 4 m berisi
bola-bola logam berdiameter 40, 50, 60 dan 70 mm. Sedangkan Chamber II yang
panjangnya 8000 mm berisi bola-bola logam berdiameter 17, 20, 25, dan 30 mm.
Antara kedua chamber tersebut terdapat semacam sarangan atau sekat yang
berfungsi sebagai penyaring material yang sudah agak halus dan mencegah
bercampurnya bola-bola logam yang ada di chamber I (pertama) dan II (kedua).
Liner selain mempunyai fungsi untuk melindungi mill shell dari benturan
dan gesekan media penggilingan juga mempunyai fungsi untuk menjadikan gerakan
media sesuai dengan tujuan penggilingan. Permukaan lining ini menyebabkan
terjadinya klasifikasi ukuran media, sehingga ukuran besar terdistribusi ke arah
inlet mill dan ukuran kecil ke arah outlet mill.
Lifting liner, sesuai dengan namanya bekerja dengan mengangkat steel ball
sehingga timbul effect impact terhadap material. Liner ini dipasang pada chamber I
untuk menghancurkan material, dimana material yang masih dalam ukuran besar
diumpankan.
Classiflying liner, dipasang di chamber II dimana material yang telah halus
lebih dihaluskan lagi. Material yang kasar dapat terpisah dari material yang halus.
Material kasar tetap tinggal diam sedangkan material yang halus karena desakan,
tergesek bergerak menuju outlet. Steel ball pun terpisah dimana steel ball besar
dibagian inlet (dari chamber I) sedangkan steel ball kecil berkumpul menuju bagian
outlet (chamber II).
Partition wall (diafragma mill) dipakai sebagai sekat antara compartment
di dalam mill yang mempunyai fungsi penggilingan yang berbeda. Diafragma ini
63
dipasang untuk mengatur ukuran partikel yang lolos untuk penggilingan berikutnya.
Celah pada diafragma hanya akan dapat dilewati oleh partikel ukuran tertentu.
Cara kerja :
Umpan yang berupa clinker dan gypsum masuk ke finish mill melalui feed
chute. Karena perputaran mill maka akan menyebabkan gerakan pada bola-bola baja
dan material. Oleh adanya tumbukan dan gesekan antara bola– bola baja dan material
maka material akan mengalami penghancuran dan penghalusan.
Diantara chamber I dan II dipisahkan dengan sekat difragma. Material
setelah dihancurkan di chamber I masuk ke celah diafragma mill karena adanya
gaya putaran dari mill menuju ke chamber II. Pada chamber II material akan
dihaluskan oleh bola – bola baja namun ukurannya lebih kecil daripada chamber I.
Adanya perputaran mill menyebabkan bola-bola baja berputar sehingga material
terjepit dan mengalami gesekan. Material yang sudah halus akan ditarik oleh fan
masuk separator untuk dilakukan pemisahan antara material halus dan yang kasar.
Material semen yang halus akan langsung dibawa ke semen silo, sedangkan yang
masih kasar akan di recycle ke Finish mill untuk digiling lagi.
Mekanisme penggilingan, dimana reduksi ukuran partikel umpan mill
terjadi gerakan media penggiling. Putaran silinder mill akan mengangkat timbunan
material dan media penggiling pada ketinggian yang optimum yang diperlukan
untuk penggilingan. Penggilingan terjadi karena adanya pukulan dan friksi antara
media penggiling yang bertumbukan satu dengan lainnya serta antara media
penggiling dengan lining mill.
Gerakan cataracting yaitu material terangkat bersama media penggiling
akan mengalami tekanan dan jepitan, penghalusan terutama terjadi karena pukulan
semua energi terpusatkan pada waktu jatuhnya bola.
Gerakan cascading yaitu bukan gerakan bola jatuh tetapi gerakan seperti
mengalir dan bergulir. Sehingga energi akan terdistribusi pada luasan yang besar
dan tidak terpusatkan. Oleh karena itu gerakan cascading lebih sesuai untuk
penggilingan halus.
64
Jika level material lebih tinggi dari level media penggiling akan
menyebabkan adanya cuchion effect dimana menyebabkan material akan lari
sehingga efisiensi penggilingan menjadi rendah.
Jika level material rendah kemungkinan terjadinya tumbukan antar media
penggilingan, sehingga akan timbul keausannya yang tinggi dan efisiensi
penggilingan turun.
65
Densitas bulk : 1,8 ton.m3
Cara kerja :
Material yang telah digiling oleh pregrinding mill diangkut oleh bucket
elevator menuju bagian atas fluidized separator. Material jatuh ke tengah
separator, sedangkan bagian bawah dihembuskan udara bertekanan tertentu
sehingga terjadi pemisahan antara material kasar dan halus. Prinsip kerja alat ini
adalah menghembus material yang masuk dengan udara bertekanan tertentu,
material yang lebih berat (kasar) akan berada di dasar sedangkan material yang
halus (ringan) akan berada di atasnya. Material yang kasar akan jatuh di bawah
separator dan material halus akan dikeluarkan, material kasar akan masuk kembali
ke pregrinding mill dan material halus akan masuk ke finish mill.
4. O- Separator
Fungsi : Untuk memisahkan material kasar dan material
halus dari cement mill.
Tipe : O-SEPA N 4000
Kapasitas : 525 ton / jam
Jumlah : 2 buah
Volume udara : 4000 m3 / menit
Kecepatan rotor : 63 – 210 rpm
Bulk density 1,1 ton/m3
Diameter rotor : 5.550 mm
Arah rotasi rotor : Kanan
Berat rotor : 30 ton
Kecepatan motor : 242 – 1.450 rpm
Power motor : 273 kW
Kecepatan motor : 280 rpm
Cara kerja :
Material yang dihasilkan dari penggilingan masuk ke dalam separator
melalui air slide. Di dalam separator terjadi pemisahan akibat perputaran partition
plate dan swirl blade. Akibat sirkulasi, material kasar akan kehilangan kecepatan
66
dan jatuh ke air slide untuk dimasukkan kembali ke finish mill. Sedangkan material
halus akan terisap oleh dust collector.
III.1.5 Unit Packing
1. Valve Bag Packing Machines
Fungsi : Untuk memasukkan semen ke dalam
kantong semen.
Tipe : 3BB
Jumlah Packing Hopper : 16 buah
Driving Motor : 11 kW, 1500 rpm
Tinggi : 1,5
2. Rotary Packer
Fungsi : Untuk memasukkan semen ke dalam kantong
kemasan
Jenis : Haver ROTO Packer 8 RS – MECII +N
Kapasitas : 120 ton (2200 kantong)
Jumlah packer : 5 buah
Jumlah mulut pengisian : 8 buah
Arah rotasi : Kanan
Diameter : 1600 mm
Tinggi packer : 3690 mm
Kebutuhan udara tekan : 500 kPa
Daya yang dibutuhkan :15 kW
Cara kerja :
Filling spout (mulut pengisian) dimasukkan ke dalam lubang yang terdapat
pada kemasan. Kemudian semen akan dicurahkan dari filling spout ke dalam
kemasan. Pada alat rotary packer terdapat timbangan untuk mengukur berat semen
yang masuk ke dalam kemasan dengan ketelitian 0,0002 ton.
3. Vibrating Screening
Fungsi : menyaring atau memisahkan semen dari
pengotor sebelum masuk ke pengepakan.
Jumlah : 4 unit
67
Screening surface : 1200 x 2500 mm
Diameter lubang screen : 1,25 mm
Mesh : 4 mm
Motor : 4 kW, 1500 rpm
68
Gambar III.9 Bucket Elevator
2. Apron Conveyor
Fungsi : Untuk mengangkut material berat dari
grate cooler menuju clinker silo
Tipe : Inclined
Kapasitas : 1200-1400 ton/jam
Lebar : 2200 mm
Daya motor : 75 kW
Prinsip kerja :
Conveyor ini terdiri dari pan dengan posisi miring ke atas, membuat
material naik ke tempat yang agak lebih tinggi yang tidak bisa dilakukan oleh belt
conveyor. Alat ini digunakan untuk pengangkutan material yang berat, panas, dan
tajam.
3. Belt Conveyor
Fungsi : Untuk mengangkut material tanah liat
yang berupa tepung, butiran atau
bongkahan kecil dari storage ke hopper.
Tipe : Through Type
Kapasitas : max. 166 ton/jam
Lebar belt : 800 mm
69
Kecepatan angkut : 2 m/s
Daya motor : 6,5 kW
Sudut kemiringan : 30°
Prinsip kerja :
Material yang akan diangkut, diletakkan di atas roller/ban berjalan dan
sabuk/belt yang terbuat dari bahan fleksibel, kuat dan tahan gesek.
4. Screw Conveyor
Fungsi : Untuk mengangkut material yang berupa tepung
dengan arah horizontal dalam ruangan yang
tertutup, dari electrostatic precipitator ke air
slide.
Tipe : Enclosed through type
Kapasitas : 10 ton/jam
Panjang screw : 25000 mm
Diameter screw : 800 mm
Daya motor : 30 kW
Prinsip kerja :
Conveyor ini terdiri dari shaft yang dipasang seperti screw blade dan
digerakkan oleh motor. Dengan adanya gerakan dari screw blade ini akan
memindahkan material ke tempat yang diinginkan. Pengangkutan ini berlangsung
dalam arah horizontal dan dalam ruang tertutup.
5. Air Slide
Fungsi : Sebagai alat transportasi media material yang
telah halus dengan cara fluidaisasi, dari
electrostatic precipitator ke blending silo.
Tipe : Enclose through type
Kapasitas : 100 ton/jam
Panjang : 304000 mm
Lebar : 500 mm
Daya motor : 450 kW
70
Sudut inklinasi : 8°
Material dari proses akan masuk ke dalam jalur air slide yaitu seperti belt
conveyor tetapi tertutup. Material akan bergerak dengan adanya tiupan udara dari
blower yang berada di bawah sehingga material akan bergerak. Selain itu ada juga
kemiringan yang membuat material bergerak.
III.2.2 Alat Penangkap Debu
1. Dust Collector
Fungsi : Untuk mengumpulkan debu yang keluar dari
peralatan.
71
Jenis : Horizotal Flow
Volume udara : 4500 m3/min
Temperatur : 130oC
Power motor : 140 kW
Penangkapan debu dari gas pada EP menggunakan arus listrik yang
dialirkan pada discharge electrode. Debu dalam gas yang melewati discharge
electrode akan terionisasi oleh arus listrik sehingga akan memiliki muatan
negatif,proses ini dinamakan peristiwa corona. Debu yang telah bermuatan negatif
tadi akan bergerak menuju collecting plate yang bermuatan positif. Pada akhirnya
debu akan terkumpul dan menempel pada collecting plate hingga interval waktu
tertentu dan akan ada hammer yang akan memukul plate sehingga debu yang
menempel akan jatuh ke penampungan dan akan ditransportasikan menggunakan
screw conveyor.
72
BAB IV
UTILITAS
73
• Merawat dan memperbaiki seluruh system water treatment / water supply serta
jaringan distribusi ke lokasi pemakaian pada seluruh plant.
Sumber baku air di PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. ada 2 macam
yaitu :
1.Sumber Air Tanah
Air tanah ini berasal dari 11 buah sumur dalam (depp well) yang terdapat di
komplek pabrik dengan kapasitas rata-rata sebesar 200 liter/menit tiap
sumurnya. Pengambilan air tanah dilakukan dengan cara mengebor tanah hingga
kedalaman 40-60 meter dengan diameter 22 in. Casing yang digunakan adalah
pipa dengan diameter kurang dari 22 in yang di bawahnya dipasang penyaring
yang berfungsi agar kotoran tidak terhisap bersama air sedangkan pada ujung
atas pipa dipasang pompa. Air kemudian melalui filter rock dan disaring dengan
pipa penyaring. Air yang telah disaring tersebut kemudian dialirkan ke bak
penampung. Penggunaan air tanah hanya terbatas untuk kepentingan perumahan
dan poliklinik yang setiap harinya sekitar 6000 liter.
Tabel IV.1 Karakteristik Air Bersih
Parameter Keterangan Parameter Keterangan
Warna Tidak berwarna Besi 0,2 mg/L
Bau Tidak berbau Klorida 250 mg/L
Rasa Tidak berasa Sulfat 250 mg/L
pH 6,5 ̶ 8,5 Nitrat 0,1 mg/L
Kekeruhan 10 ppm Timal 2,0 mg/L
Zat organik 10 mg/L Mangan 0,1 mg/L
Kesadahan 150 ̶ 500
2. Sumber Air Permukaan
Air permukaan yang diambil adalah air sungai yang mengalir di belakang pabrik
yaitu sungai Cileungsi – Bogor.
Tabel IV.2 Karakteristik Air Sungai Ciluengsi
Parameter Keterangan
A. Fisika
1. Warna Keruh
2. Bau Amis
3. Rasa Tawar
4. pH 7 ̶ 8,5
5. Kekeruhan 200 ppm
74
Parameter Keterangan
6. Total padatan 1200 mg/L
B. Kimia
1. Air raksa 0,00 mg/L
2. Alumunium 0,3 mg/L
3. Besi 0,4 mg/L
4. Kesadahan 600 mg/L
5. Klorida 300 mg/L
6. Natrium 400 mg/L
7. Perak 0,05 mg/L
8. Nitrat 10 mg/L
9. Nitrit 0,1 mg/L
10. Timbal 0,05 mg/L
11. Seng 5 mg/L
Air baku kemudian diolah di Instalasi Water Treatment (IWT) sebelum
didistribusikan ke pemakai yang 85% di antaranya digunakan untuk air pendingin
dengan menggunakan sistem daur ulang plant. Syarat baku mutunya dapat dilihat
pada tabel IV.3
Tabel IV.3 Syarat Baku Mutu Air Pendingin
Parameter Keterangan Parameter Keterangan
Temperatur Suhu udara Klorida max. 600 mg/L
pH 6,5 ̶ 9 Sulfat max. 400 mg/L
Kekeruhan max. 25 ppm Nitrat max. 1 mg/L
Kesadahan max. 500 mg/L CO2 max. 20 mg/L
Total padatan max. 1500 mg/L Mangan max. 0,5 mg/L
Besi max. 1 mg/L Magnesium max. 150 mg/L
Air yang dikirim dari water treatment tersebut sebelum dipakai ke plant
ditampung pada bak sirkulasi yang sekaligus berfungsi sebagai bak cadangan yang
berada pada masing – masing plant. Adapun kapasitas masing – masing bak dan
sistem distribusi air pendingin dapat dilihat di Tabel IV.4
Tabel IV.4 Kapasitas Bak dan Laju Sirkulasi Air Pendingin
Daya Tampung Bak Sirkulasi (m3)
Plant Laju Air (m3/jam)
Minimum Maksimum
P. 1-2 600 1.500 2.500
P. 3-4 500 6.000 10.000
Power P. 1-2 100/engine 150 300
Power P.3-4 100/engine 150 300
P. 5 400 1.600 2.500
75
Daya Tampung Bak Sirkulasi (m3)
Plant Laju Air (m3/jam)
Minimum Maksimum
P.6-11 560 9.000 15.000
P.7-8 560 9.000 15.000
Total 1880 27.460 45.600
Permasalahan yang dihadapi dalam sistem antara lain:
1. Scale / kerak pada pipa dan peralatan
2. Korosi / karat pada pipa dan peralatan terutama yang tertanam dalam tanah.
3. Fouling organisme, lumut, jasad hidup lain seperti siput yang mengakibatkan
penyumbatan pada pipa dan system
4. Kehilangan air karena kebocoran bak, tidak tersirkulasinya air secara baik/tidak
mengalir pada proporsi yang sebenarnya
5. Kontaminasi, debu, tanah , dan lain – lain.
Instalasi water treatment merupakan sarana untuk melakukan kegiatan
mulai dari pengambilan air baku dari sungai Cileungsi – Bogor. yang kemudian
memprosesnya menjadi air bersih yang siap dipakai atau didistribusikan sebagai
pendingin, air baku boiler.
Pengolahan air di PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk Citeureup – Bogor
melalui beberapa tahapan proses, yaitu :
1. Pengolahan Pendahuluan
Sebelum mengalami proses pengolahan, air dari sungai Cileungsi – Bogor harus
mengalami pembersihan awal agar proses selanjutnya dapat berlangsung dengan
lancar. Air dilewatkan trash screen untuk memisahkan kotoran berukuran besar
kemudian dipompakan ke bak pengendap yang dilengkapi pengaduk.
2. Pengolahan Pertama
Pengolahan pertama bertujuan untuk menghilangkan zat padat yang masih
terikut dari pengolahan pendahuluan dengan cara pengendapan (sedimentasi)
dan atau pengapungan. Setelah diendapkan, air dipompakan ke dalam tiga unit
alat penyaring (clarrifier) yang alirannya telah diatur oleh distributor. Bahan-
bahan kimia yang ditambahkan adalah sebagai berikut :
Alum, berfungsi untuk membentuk flok dari partakel - partikel pengotor yang
terdispersi. Reaksi :
76
Al (SO4)3.18 H2O + Ca (HCO3)2 → CaSO4 + 2 Al (OH)2 + 6 CO2 + 18 H2O
NaOCl, berfungsi untuk membunuh bakteri.
Reaksi : NaOCl + H2O → HOCl + NaOH
HOCl → OCl–. + H+
3. Pengolahan Kedua
Proses yang utama pada pengolahan kedua ini adalah penyaringan, tujuannya
untuk menyaring debu-debu halus yang masih lolos dengan menggunakan sand
filter yang terdiri dari antrasit, pasir, dan kerikil sebagai media penyaring.
Pengolahan ini mempunyai 2 unit penyaring yang masing-masing terdiri dari 3
silinder yang mempunyai ukuran dan dimensi media yang berbeda-beda sesuai
dengan kualitas air yang diinginkan. Air yang telah disaring, ditampung dalam
bak penampung air. Untuk menjaga pH air maka ditambahkan NaOH (Caustic
Soda).
4. Pengolahan Lanjutan
Pengolahan lanjutan bertujuan untuk menghilangkan sisa-sisa debu yang tidak
terendapkan di proses sebelumnya. Selain itu proses ini juga dimaksudkan untuk
membunuh mikroorganisme pengganggu di dalam air proses. Bahan kimia yang
ditambahkan di dalam proses ini adalah :
• Kuri flok, merupakan bahan sintetis yang berfungsi mengendapkan debu yang
tidak terflokulasi oleh alum.
• Bussan 77, berfungsi membunuh lumut yang dapat menyumbat pipa.
Selain itu, air juga digunakan sebagai air pendingin. Air pendingin yang
kesadahannya masih tinggi (kesadahan maksimum 500 mg/L) harus dilakukan
pelunakan dahulu dengan memakai alat penukar ion. Secondary treatment
dilakukan untuk menjaga kualitas air pendingin agar tetap optimum, dilakukan
dengan cara :
• Memberi bahan tambahan tertentu seperti chlor, corrosion dan scale inhibitor.
• Blow down dan pembersihan bak secara periodik
77
Tabel IV.5 Karakteristik Air Hasil Pengolahan
Parameter Keterangan Parameter Keterangan
Temperatur <300 °C Klorida 196,49 mg/L
pH 7,00 Sulfat 4,42 mg/L
Kekeruhan 0,00 ppm Nitrat 0,00 mg/L
Kesadahan 4,39 mg/L Mangan 0,00 mg/L
Total padatan 334,06 mg/L CO2 0,64 mg/L
Besi 0,2 mg/L Amoniak 0,00 mg/L
IV.2 Unit Penyediaan Tenaga Listrik (Power Supply Section)
Kebutuhan listrik PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. Citeureup –
Bogor bekerja sama dengan PLN (Perusahaan Listrik Negara) untuk menyuplai
listriknya. Meskipun begitu, perusahaan tetap memproduksi listrik sendiri melalui
divisi utilitas yaitu Power Supply Section walaupun dalam kapasitas kecil.
Tenaga listrik 180 MW yang diambil dari gardu induk PLN di daerah
Cibinong ditransmisikan sebesar 75 MW dan diterima oleh gardu distribusi PT.
Indocement Tunggal Prakarsa Tbk Citeureup – Bogor. Untuk menjaga sistem
tenaga listrik, maka pihak PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. menerapkan
sistem penyaluran tenaga listrik saluran ganda (double line) yang bertujuan untuk
mencegah kemungkinan terputusnya aliran listrik. Apabila salah satu aliran (Power
Station I) mengalami gangguan atau dalam pemeliharaan maka penyaluran dayanya
dapat disalurkan melalui saluran yang satu lagi (Power Station II), sehingga tidak
akan mengganggu penyelenggaraan proses produksi yang ada pada PT. Indocement
Tunggal Prakarsa Tbk. Citeureup – Bogor..
Power Station I dan Power Station II bekerja secara paralel (inter
connection) untuk saling menunjang selama produksi 24 jam. Kebutuhan listrik
digunakan untuk keperluan penerangan gedung, pendingin ruangan, pompa blower,
pengisi baterai, fan, penggerak alat – alat pendukung, menyuplai peralatan bantu
dan sebagainya.
Kebutuhan tenaga listrik di PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk, Citeureup –
Bogor yaitu :
• Tenaga listrik yang bertegangan 7,1 MW
Tenaga listrik sebesar 7,1 MW didistribusikan ke masing – masing panel
penerima di lokasi sub – station (SS) ini umumnya digunakan untuk
78
menjalankan peralatan – peralatan utama, seperti rotary kiln, SP., EP. dan
crusher.
• Tenaga listrik yang bertegangan 407 MW
Tenaga ini umumnya digunakan untuk mengoperasikan motor – motor listrik
yang berdaya kecil.
• Tenaga listrik yang bertegangan 236 KW
Tenaga listrik 236 KW umumnya digunakan untuk system penerangan plant dan
housing.
Dalam kegiatan produksi, PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. Citeureup
– Bogor tidak hanya menggunakan listrik yang berasal dari PLN melainkan
mengkombinasikanya dengan sumber listrik cadangan menggunakan generator
yang mengubah tenaga gerak menjadi energi listrik. Hal ini dilakukan untuk
memperkecil kemungkinan terputusnya kegiatan operasi jika listrik dari PLN
mengalami gangguan. Tenaga gerak dapat berasal dari :
• Tenaga air (adanya debit dari ketinggian)
• Tenaga uap (adanya panas)
• Tenaga gas (adanya tekanan)
• Tenaga diesel (adanya gerakan piston)
Hal ini penting dilakukan untuk menjaga kemungkinan adanya gangguan
listrik dari PLN karena proses pabrik harus berjalan secara continue. Kapasitas daya
dari generator terbatas, maka generator difungsikan pada keadaan yang sangat
penting saja, yaitu :
• Pengoperasian kiln
• Hydrant
• Pompa – pompa lubrikasi, untuk motor raw mill, kiln, SP , finish mill
• Emergency lighting
• Sistem komputer
Jenis – jenis pembangkit listrik yang terdapat di PT Indocement Tunggal
Prakarsa Tbk. Citeureup – Bogor adalah sebagai berikut :
79
1. Diesel
Diesel dapat menghasilkan tenaga mekanik yang menggerakkan generator
sehingga menghasilkan listrik. Listrik disuplai dari generator emergency yang
dihasilkan dari diesel berkapasitas 8,2 MW yang dihidupkan dengan accu atau
baterai untuk menyuplai kerja awal dari diesel melalui MCC (Motor Central
Centre).
Satu unit generator terdiri dari altenator, diesel dan perangkat pelengkap.
Emergency Generator (generator darurat) selain itu hanya digunakan untuk start up
dalam kondisi black out (padam total). Bahan bakar yang digunakan IDO (Industry
Diesel Oil) yang berasal dari minyak bumi yang telah mengalami beberapa tahapan
proses. Kebutuhan setiap diesel mencapai 400 liter/jam yang disuplai oleh
Pertamina.
2. Turbin Uap
Bahan bakar yang digunakan oleh turbin uap adalah batu bara yang
dimanfaatkan panasnya sehingga menghasilkan uap air sebagai penggerak
generator. Air yang digunakan adalah air yang telah didemineralisasikan sehingga
dapat terhindar dari risiko terjadinya korosi/karat pada alat. Jumlah air yang
dibutuhkan adalah sekitar 60 ton / jam.
Air dari water treatment dalam make up tank yang berfungsi sebagai control
level dialirkan untuk mengisi deaerator tank pada suhu 105°C. Deaerator tank
berfungsi untuk menguapkan O2 dan mengalirkan sebagian uap dari boiler. Air dari
deaerator tank dialirkan ke boiler untuk pemanasan melalui tiga tahap yaitu:
1. Tahap pemanasan awal untuk menaikkan suhu
2. Tahap evaporasi untuk menguapkan air menjadi steam / uap panas
3. Tahap pemanasan lanjut untuk mengubah uap menjadi super heated steam.
Steam keluar dari boiler dengan suhu 360°C yang kemudian dialirkan ke
turbin uap untuk menggerakkan generator sehingga menghasilkan listrik,
sedangkan sebagian steam masuk ke deaerator tank untuk menjaga suhu exhaust
steam dari turbin didinginkan dalam kondensor dengan mengalirkan air pendingin
(cooling water) dan direcycle kembali ke deaerator tank.
80
3. Turbin Gas
Bahan bakar yang digunakan oleh turbin gas adalah gas bertekanan
(compress natural gas) dengan tekanan ± 700 psi. Gas dari Pertamina hanya
mencapai 200 psi sehingga tekanan perlu dinaikkan dengan menggunakan
kompresor gas. Prinsip kerja dari turbin gas ini adalah penempatan dan pengaliran
udara yang kontinyu sehingga kompresor terus bekerja dan menghasilkan udara.
Meskipun PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. Citeureup – Bogor
memproduksi listrik sendiri, perusahaan tetap bekerja sama dengan PLN
(Perusahaan Listrik Negara) untuk menyuplai listriknya sebesar 60 MW yang
disalurkan ke pabrik melalui sistem interconnection dari gardu induk Citeureup,
kemudian melalui saluran transmisi kapasitas 32 MW dialirkan menuju Plant
produksi.
Tabel IV.6. Kapasitas Pembangkit Listrik
Kapasitas
Jenis Jumlah Total
Tempat (MW) Bahan Bakar
Pembangkit Unit (MW)
Tiap Unit
Power I Diesel 5 8,20 41 IDO
Power II Diesel 9 19,00 171 IDO
Power II Turbin Uap 1 11,87 11,87 Batu Bara
Power II Turbin Gas 2 21,00 42,00 Gas Bertekanan
81
bebas ini dapat diperoleh dengan menggunakan fan. Udara pembakaran dalam
memproduksi semen terdapat tiga macam yaitu :
1. Udara Primer
Udara primer adalah semua udara yang masuk Rotary Kiln melalui Burner Gun
yang berasal dari Primary Air Fan dan transportasi Blower batubara. Udara
primer ini digunakan untuk pembakaran di Rotary Kiln. Temperatur udara
primer dipengaruhi oleh temperatur batu bara yang sedang ditransfer ke dalam
Rotary Kiln antara 34° – 35° C. Besarnya udara primer sekitar 10 – 18 % dari
total udara yang diperlukan untuk pembakaran di Rotary Kiln. Kapasitas blower
untuk penyediaan udara primer di plant 4 sendiri sebesar 8.700 m3/jam.
2. Udara Sekunder
Udara sekunder adalah udara yang ditarik ke dalam Rotary Kiln dari Cooler.
Udara tersebut merupakan udara yang digunakan untuk pembakaran di Rotary
Kiln. Pemakaian udara sekunder ini sangat efektif untuk proses pembakaran
karena mempunyai temperatur tinggi yaitu 800 – 900°C. Pemakaian batu bara
akan lebih hemat dengan adanya temperatur tinggi.
3. Udara Tersier
Udara tersier adalah udara yang ditarik ke dalam Suspension Preheater dari
Cooler, dimana udara tersebut digunakan untuk membantu pemanasan di
Suspension Preheater. Pemakaian udara tersier ini sangat efektif untuk proses
pembakaran karena mempunyai temperatur tinggi. Temperatur udara tersier ini
sebesar 700°C.
Untuk udara sekunder dan tersier merupakan udara yang digunakan kembali
dari cooler yang disuplai dari 5 buah fan. Dengan kapasitas sebagai berikut:
• Fan chamber 1 : 54.000 m3/jam
• Fan chamber 2 : 60.000 m3/jam
• Fan chamber 3 : 72.000 m3/jam
• Fan chamber 4 : 84.000 m3/jam
• Fan throat chamber : 54.000 m3/jam
Setelah dari cooler udara tersebut dialirkan menuju kiln (udara sekunder) sebesar
77760 m3/jam. Dan 32400 m3/jam dialirkan menuju SP (udara tersier). Sedangkan
82
sisanya sebesar 213840 m3/jam sebagai udara exhaust untuk udara pendingin
Electrostatic Precipitator.
IV.4 Unit Penyediaan Bahan Bakar
Unit ini di bawah supply division yang bertugas menyediakan bahan bakar
dan mendistribusikan ke unit-unit yang membutuhkan. Jenis bahan bakar yang
digunakan PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. antara lain :
1. Solar
Solar digunakan untuk bahan bakar alat-alat transportasi, seperti truk, alat berat
dan kendaraan operasional pabrik. Bahan bakar ini langsung dibeli dari
Pertamina. Solar dikirim ke pabrik dengan menggunakan truk yang kemudian
ditampung dalam tempat pengisian solar.
2. Oil
Oil yang biasa digunakan adalah IDO (Industrial Diesel Oil) yang berasal dari
penyulingan minyak bumi. IDO digunakan sebagai bahan bakar untuk jenis
pembangkit listrik diesel power station dan juga untuk pemanasan awal di
Rotary Kiln. Kebutuhannya mencapai 400 liter/jam untuk tiap diesel.
Spesifikasi IDO: - specific gravity : 0.94 gr/cc
- HV : 8000-9000 kkal/kg
- ash : 0%
- sulfur : 1-2%
- pressure : 30-40 kg/cm2
- flash point : 90-140°C
Karakteristik viskositas oil perlu diketahui, bahwa semakin dingin oil makin
tinggi viskositasnya. Untuk mempermudah pemompaan, oil harus memiliki
viskositas cukup. Pada permulaan heating up, temperatur oil dinaikkan untuk
mencapai flash pointnya (110°C). Hal ini dicapai saat tekanan 30-40 kg/cm2
dengan menggunakan HP pump.
3. Batubara
Batubara digunakan untuk menghemat penggunaan bahan bakar minyak atau oil.
Untuk memenuhi kebutuhan akan batu bara PT Indocement Tunggal Prakarsa
Tbk. Citeureup ̶ Bogor membeli dari PTBA Sumatera Selatan dan mengadakan
83
kontak kerja dengan Krakatau Steel yaitu terminal batu bara yang berada di
Cigading seluas 18 Ha yang terletak di zona PT. Krakatau Steel Cilegon Serang
yang mana terminalnya dikelola oleh PT. KICE. Batubara yang digunakan untuk
bahan bakar pada Kiln khususnya pada plant 4 memiliki nilai kalor 6765
kcal/kg°C, dengan komposisi C 65,28 % ; H2 5,22% ; N2 1,02% ; O2 25,38% ; S
0,15% ; H2O 13,68% ; Ash 2,42%.
84
BAB V
PENGOLAHAN LIMBAH
85
antara tekanan statis pada inlet dan outlet peralatan dedusting. Pressure drop ini
berhubungan dengan kapasitas fan dan power yang diserap.
Jika dievaluasi berdasarkan pada efisiensi sehubungan dengan emisi debu
standar, hanya precipitator dan filter deduster yang baik digunakan. Berikut adalah
uraian alat penangkap debu yang digunakan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk.
1. Electrostatic Precipitator
Electrostatic Precipitator memanfaatkan tenaga electrostatic untuk
memisahkan partikel debu dari gas yang akan dibersihkan. Electrostatic
Precipitator secara umum memiliki komponen mekanisme yang terdiri dari:
a. Housing atau Shell
Komponen housing pada Electrostatic Precipitator (EP) meliputi plat - plat
baja, rasing yang keras yang digunakan untuk melindungi komponen bagian
dalam serta batangan penyangga elektroda dan komponen lainnya, struktur
penyangga elektroda dan komponen lainnya, struktur penyangga memiliki
sifat yang kritis karena komponen-komponen EP dapat memuai dan
mengkerut pada saat terjadi perubahan suhu.
b. Treatment Zone
Treatment zone merupakan daerah dimana terjadi peristiwa :
- Aliran gas didistribusikan
- Ionisasi partikel debu di dalam gas
- Penangkapan debu yang terionisasi
Untuk menjalankan fungsi di atas maka diperlukan komponen pendistribusi,
elektroda pelepasan muatan dan elektroda penggumpal, pada EP treatment
zone terbagi dalam beberapa chamber berdasarkan ukuran EP dan volume
gas.
c. Komponen-komponen structural
Komponen EP yang termasuk komponen structural ialah frame elektroda
pelepasan muatan bagian bawah, frame pelepas elektroda muatan bagian atas
dan system penyangga plat housing. Elektroda pelepas muatan disangga pada
kedua sisi (atas dan bawah) oleh frame yang tujuannya untuk mencegah
terjadinya busur api, kerusakan elektroda dan menghindari jatuhnya pemberat
86
ke dalam hopper bila kawat elektroda putus, system penyangga plate housing
memiliki fungsi untuk memperkuat dinding EP.
d. Komponen penting lain
Komponen tersebut di antaranya isolator, purge air system, rapper, hammer,
dan anvil serta rapping controller. Isolator merupakan komponen yang
memisahkan tegangan tinggi, komponen purge air yang bertugas
mengalirkan debu dan uap air di compartement. Ropper merupakan alat yang
digunakan untuk menghasilkan getaran mekanis sehingga dapat
memindahkan debu dari bagian internal EP. Hammer (palu) dipasang pada
sebuah poros untuk merontokan debu, poros diputar oleh motor sehingga
menyebabkan hammer menghantam anvil yang terhubung ke plat - plat
pengumpul maupun frame tegangan tinggi. Rapping controller merupakan
sistem kendali yang memudahkan tenaga operator dalam pengoperasian
sistem rapper, operator dapat mengatur urutan perontokan, frekuensi
pemukulan, system kendali yang sering digunakan adalah PLC
(Programmable Logic Controller).
Cara kerja Electrostatic Precipitator ialah sebagai berikut :
Electrostatic Precipitator merupakan peralatan yang berfungsi untuk
membersihkan gas hasil proses dengan menggunakan kekuatan medan listrik untuk
memindahkan partikel padat yang terbawa di dalam aliran gas. Debu dialirkan
melewati sebuah medan listrik yang berada di antara elektroda yang mempunyai
jenis kutub yang berlawanan. Discharge elektroda menginduksikan muatan negatif
pada partikel dan kemudian partikel akan ditangkap oleh collecting electroda yang
berkutub positif relatif terhadap discharge elektroda dimana di dalam prakteknya
collecting electroda dihubungkan ke tanah (ground). Partikel yang ditangkap oleh
collecting elektroda merupakan lapisan-lapisan debu yang kemudian dengan
menggunakan gaya mekanik berupa rapping akan terhempaskan masuk ke dalam
hooper.
2. Filter Deduster (Dust Collector)
Keberadaan bagian filter ternyata tidak terabaikan terutama untuk system
dedusting kecil, seperti pada conveyor system, silo, packing plant dan sebagainya.
87
Bagian filter dapat digolongkan dalam tiga jenis menurut jumlah gas yang disaring,
yaitu :
1. Pocket filter, digunakan untuk dedusting dengan jumlah gas kecil, sampai
10.000 m3/jam
2. Bagian filter, digunakan untuk dedusting dengan jumlah gas menengah,
sampai 10.000 – 40.000 m3/jam
3. Bagian House, digunakan untuk dedusting dengan jumlah gas sangat banyak,
sampai 4.000.000 m3/jam.
Teknologi yang berkembang pada saat ini dalam usaha untuk meningkatkan
efisiensi penangkap debu ada 2 jenis, yaitu :
1.Pemakaian udara bertekanan yang dimasukkan dalam bagian untuk
pembersihan (jet cleaning)
2. Pemakaian filter media baru dalam hal ini dipakai jenis filter media yang baru
(neddle felts)
Pada dedusting digunakan bag filter, pemilihan media penyaring
menduduki tempat yang sangat penting, pemilihan media yang salah akan berakibat
fatal. Kriteria pemilihan yang dimaksudkan adalah :
1. Macam penyaringan, terutama prinsip pembersihan
2. Suhu gas yang disaring, rata-rata dan tertinggi
3. Komposisi kimia, komponen gas dan sifat-sifatnya
4. Konsentrasi debu yang akan disaring
5. Derajat pembersihan (konsentrasi debu gas bersih)
Media yang paling banyak adalah cotton dan woll, kemudian ada serat
sintetis yang digunakan. Serat kaca, serat mineral, serat logam, juga kadang-kadang
digunakan untuk kondisi khusus. Pada inti sari semen yang paling banyak dipakai
adalah polyester, polyacrynitrite dan polyamide yang terhumidifikasi. Berikut akan
dijelaskan mengenai cara kerja alat Filter Deduster (Dust Collector):
Udara yang mengandung debu dihisap oleh fan yang diletakkan di ujung
dekat bag filter. Sebelum dikeluarkan udara yang mengandung debu dilewatkan
kantong-kantong penangkap debu. Debu akan menempel pada kantong sedangkan
udara bebas dikeluarkan lewat cerobong. Pengaturan pengeluaran debu dari
88
kantong filter dilakukan oleh remote cyclic timer secara periodik dan solenoide
valve akan terbuka. Akibat bukaan valve ini maka udara bertekanan akan mengalir
sehingga mampu mengeluarkan debu-debu yang menempel pada kantong
penangkap debu.
V.2 Limbah Cair
Limbah cair di PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. dihasilkan dari
pencucian mesin-mesin atau peralatan dan limbah minyak IDO yang terjadi karena
kebocoran pada pipa-pipa.
Penanganan limbahnya yaitu dengan mengalirkan limbah ke parit yang
kemudian akan ditampung ke dalam bak-bak untuk dipisahkan. Di bak-bak tersebut
terdapat nozzle yang berfungsi memisahkan antara limbah minyak dan air dengan
memanfaatkan gaya sentrifugal dan perbedaan gravitasi antara keduanya, sehingga
akan terpisahkan. Hasil penyaringan air akan dialirkan ke sungai sedangkan minyak
akan dipompa masuk ke dalam truk untuk dibawa ke lahan kosong biasanya minyak
ini dibakar atau digunakan untuk pelatihan pemadam kebakaran.
Jumlah limbah B3 yang dihasilkan pada tahun 2017 sebesar 1.939,90 ton
dan sebesar 1.744,73 ton dimanfaatkan kembali sebagai alternative fuel atau
alternatif material dan 124,27 ton diserahkan ke pihak ketiga. Sedangkan untuk
limbah non B3 pada tahun 2017 sebesar 334,66 ton dan limbah tersebut
dimanfaatkan kembali sebagai alternative fuel atau pupuk kompos.
V.3 Limbah Gas
Limbah gas ini biasanya berasal dari kondisi pembakaran yang tidak
sempurna sehingga menghasilkan gas CO. Kadar CO ini normalnya berada pada
tingkat 0,01 – 0,02 persen, kenaikan kadar CO sangat dihindari karena apabila
bereaksi lanjut dengan oksigen akan menimbulkan panas (ledakan). Selain CO,
polutan gas lainnya adalah NOx, N2, SO2, CO2, dan O2 sisa. Komponen ini
terkandung dalam batu bara yang digunakan sebagai bahan bakar di dalam rotary
kiln.
Polutan gas utama yang perlu diperhatikan adalah CO dan NOx, karena
polutan ini sangat mengganggu berjalannya proses apabila terjadi kenaikan kadar.
NOx terbentuk dari udara yang dipanaskan pada temperatur tinggi. Pada temperatur
89
tinggi, oksigen dan nitrogen mengalami disosiasi sehingga membentuk NOx.
Pengukuran kadar NOx ini cukup memberikan gambaran terhadap kondisi
pembakaran di dalam kiln. Normalnya pada temperatur 1600 – 1700°C, kadar NOx
pada gas sekitar 50 ppm.
Penanganan limbah gas di PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. adalah
dengan membuat konstruksi cerobong asap setinggi mungkin (±67 m). Hal ini
bertujuan agar gas buang tidak sampai mencemari lingkungan sekitarnya, dengan
konstruksi cerobong yang tinggi maka konsentrasi gas buang dapat diperkecil
karena terjadinya pengenceran oleh udara bebas. Untuk penanganan limbah gas CO
dilakukan pengawasan pada inlet maupun oulet top cyclone, sehingga apabila kadar
CO sudah mencapai 1 persen maka operasi EP akan dihentikan untuk mencegah
terjadinya ledakan.
90
BAB VI
LABORATORIUM
91
Tabel VI.1 Analisis Bahan Baku dan Waktu Pelaksanaannya
Bahan yang Dianalisis Waktu Analisis
Setiap ditemukan daerah
Limestone dari penambangan (analisis total)
baru
Limestone, sandyclay yang masuk storage Setiap 8 jam
Batu limestone sebelum masuk impact crusher:
- Kandungan air Setiap 8 jam
- Kandungan limestone Setiap 8 jam
Bahan baku lainnya sebelum masuk ke raw mill:
- Kandungan air dalam sandclay Setiap 8 jam
- Kandungan air dalam clay corrective Setiap 8 jam
- Kandungan kimia sandyclay Setiap 8 jam
- Kandungan kimia claycorective Setiap 8 jam
Campuran tepung baku sebelum masuk blending silo:
- Kadar air Setiap 8 jam
- Komposisi kimia Setiap 2 jam
- Persentase residu ayakan 90 μm dan 200 μm Setiap 2 jam
Umpan rotary kiln :
- Komposisi kimia Setiap 2 jam
- Persentase residu ayakan 170 mesh Setiap 2 jam
(Sumber : Proses Control Monitoring Department, 2017)
VI.1.1.2 Analisis Clinker dan Semen
Analisis ini meliputi analisis kimiawi dan pengujian fisik terhadap semen
dan clinker yang diperoleh.
Tabel VI.2 Analisis Clinker serta Waktu Pelaksanaannya
Bahan yang Dianalisis Waktu Analisis
Analisis kimiawi Setiap 1 hari
Kadar CaO bebas Setiap 1 jam
Analisis mikroskopik Setiap 1 minggu
Liter weight Setiap 1 minggu
92
Tabel VI.3 Analisis Semen serta Waktu Pelaksanaannya
Waktu Analisis
Bahan yang Dianalisis
Keluar Mill Pengantongan
Kadar SO3 Setiap 2 jam Setiap 8 jam
Analisis kimiawi Setiap 8 jam Setiap 1 hari
CaO bebas Setiap 4 jam Setiap 8 jam
Limestone Setiap 8 jam -
Kehalusan Setiap 2 jam Setiap 8 jam
(Sumber : Proses Control Monitoring Department, 2017)
Pengolahan Kesimpulan
OPC/PCC Pengujian
Data Hasil
Kadar air
Blaine
XRD
93
Tabel VI.4 Intrumentasi Untuk Menganalisa Proses
Sensor Jenis Alat Type Range Keterangan
Suhu Resistant Bulb PTC 0 ̶ 100°C Pengukuran suhu
gear beaing,
gulungan motor, dll.
Thermocouple NICR 0 ̶ 120°C Pengukuran secara
langsung
Pyrometer ̶ 0 ̶ 120°C Pengukuran suhu
kiln dan kiln shell
Tekanan Pipa ̶ 0 ̶ 100 bar Pengukuran
tekanan bahan
bakar, residu, gas,
dll
Membran ̶ 0 ̶ 100 bar ̶
Pipa U Air/Hg ̶ 1 atn ̶
Laju Alir Oriface Meter ̶ ̶ ̶
Gas
Laju Alir LED ̶ ̶ ̶
Cair Proximity System ̶ ̶ ̶
Laju Alir Cart Shenk Weight ̶ Pengukuran
Padat kuantitas material
belt conveyor
Flow ̶ Pengukuran
material dengan
sistem curah
Gass Magnost ST ̶ ̶ Pada proses
Analyser pembakaran kiln
(O2)
Gass Sibron Part ̶ ̶ Untuk recheck
Analyser Uras 2T ̶ ̶ Untuk mengetahui
(CO2) efisiensi
pembakaran batu
bara
Gastec Tube ̶ ̶ Untuk recheck
Damper Penggerak ̶ ̶ Penggerak dumper
Elektrik
(Sumber : Quality Assurance and Reseach Division, 2017)
94
BAB VII
PENUTUP
VII.1 Kesimpulan
1. PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. Plant 8, Bogor didirikan pada Maret
1999 dengan kapasitas terpasang 2,4 juta ton semen per tahun. Produk
semen plant 8 yaitu Portland Composite Cement (PCC) dan Ordinary
Portland Cement (OPC) dengan merk dagang ”Semen Tiga Roda”.
2. Tahapan proses PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. plant 8, Bogor
dibagi menjadi tiga unit yaitu: pengeringan dan penggilingan bahan baku
(Raw Mill Unit), pembakaran raw meal dan pendinginan clinker (Burning
Unit), penggilingan akhir (Cement Mill Unit). Peralatan utama dalam proses
produksi diantaranya Suspension Preheater dan Rotary Kiln.
3. Untuk menunjang kelancaran proses produksinya PT. Indocement Tunggal
Prakarsa, Tbk. Plant 8, Bogor menyediakan unit–unit penunjang (utilitas)
yaitu: unit penyediaan air, unit penyediaan steam, unit penyediaan tenaga
listrik, unit penyediaan udara, dan unit penyediaan bahan bakar. Kualitas
bahan baku dan semen yang dihasilkan diawasi oleh Quality Assurance and
Research Division (QARD) dan Proces Control Monitoring Department
(PCMD). Limbah yang dihasilkan yaitu limbah padat, limbah cair, serta
limbah gas.
VII.2 Saran
1. Memberi sanksi bagi karyawan yang merokok diluar area merokok.
2. Mengingat proses yang digunakan PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk.
Plant 8 Citereup adalah proses kering maka salah satu masalah yang
dihadapi adalah debu, oleh karena itu efektifitas alat penangkap debu perlu
ditingkatkan sehingga polusi debu dapat dikurangi.
3. Demi kelancaran, kesehatan dan keselamatan kerja hendaknya PT.
Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. Citeureup meningkatkan kedisiplinan
95
karyawannya dalam menggunakan peralatan kerja dan pelaksanaan aktivitas
kerja yang sesuai dengan prosedur.
96
DAFTAR PUSTAKA
Austin, George T., 1984, “Chemichal Process Industries”, 5th Edition, Mc. Graw
Holman, Jack Philip., 2010, “Heat Transfer”, 10th Edition, Mc Graw Hill Book
Company, New York.
Peray, K.E., 1979, “Cement Manufacture’s Hand Book”, Chemical Publising
Co.Inc, New York.
Perry, R.H., 1997, “Perry’s Chemical Handbook”, 8th Edition, Mc Graw Hill Book
Disusun Oleh :
Tommy Indra Kurniawan I 0516042
dengan :
Qs : panas sensibel (kkal)
m : massa material (kg)
n : mol material (kmol)
Cv : kapasitas panas pada volume tetap (kkal/ kg°C)
Cp : kapasitas panas pada tekanan tetap (kkal/ kg°C)
dT : perubahan temperatur (°C)
T : temperatur (°C)
Tref : temperatur referensi (°C)
Lv : kalor penguapan (kkal/kg)
k : konstanta konduksi termal (W/m. °C)
h : konstanta konveksi termal (W/m. °C)
Untuk mencari panas dari suatu bahan dengan kandungan material
campuran dapat menggunakan persamaan berikut:
𝑄 = 𝑚 × 𝐶𝑝 × ∆𝑇 (2.7)
Neraca panas menyatakan besarnya panas yang disediakan sistem dan yang
digunakan sistem, maka akan dapat diketahui besarnya panas yang hilang dari
sistem tersebut. Panas yang hilang dari sistem ini disebut dengan heat loss.
𝐻𝑒𝑎𝑡𝐿𝑜𝑠𝑠 = panasinput − panasoutput (2.8)
Selain itu dari neraca panas juga dapat digunakan untuk mengetahui
performa suatu sistem operasi peralatan dengan menghitung efisiensi panas yang
dikonsumsi sistem tersebut, seperti berikut:
Panasoutput (2.9)
Efisiensi = Panasinput
BAB III
METODOLOGI
IV.1 Hasil
IV.1.1 Perhitungan Efisiensi Kiln
Berdasarkan data-data dari PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. Unit 7
yang diambil pada 20 Februari 2019 berbasis per jam, data yang diambil adalah
data kinerja kiln tiap jam, pengambilan data ini mengikuti desain spesifikasi alat
kiln.
A. Asumsi yang digunakan untuk perhitungan :
1. Udara dianggap gas ideal
2. Udara kering terdiri dari 21% O2 dan 79% N2
B. Data-Data Pengamatan
Data-data yang didapat pada 20 Februari 2019 dari CCP dan QC :
Tabel IV.1 Komposisi Umpan Suspension Preheater
Komponen Komposisi (% berat)
SiO2 13,30
Al2O3 3,45
Fe2O3 2,05
CaCO3 75,52
MgO3 4,68%
Impuritis 0,7
H2O 0,3
Selain data yang disajikan dalam Tabel di atas, juga didapatkan data sebagai
berikut :
Analisis Umpan SP
- Laju alir umpan SP = 319600 kg/jam
Analisis Batubara
- Laju alir batu bara masuk SP = 14736,03 kg/jam
- Laju alir batu bara masuk Kiln = 9755,046 kg/jam
- Kandungan air dalam batu bara = 20,05%
Data Udara Ambient
- Suhu = 30°C
- Kelembaban = 80%
- Tekanan = 1 atm
Gas Buang SP
-T = 375 °C
Gas Buang Kiln
-T = 878 °C
Udara Sekunder
-T = 950 °C
Udara Tersier
- T = 845 °C
Inlet EP Cooler
- Laju Udara = 464036,24 m3/jam
- T = 32 °C
Data Lainnya
- Laju Udara Primary Kiln Fan = 13455 m3/jam
- Excess O2 = 5,00%
- Dust Return = 8% dari kiln feed
C. Perhitungan Neraca Massa
Dari data – data pengamatan dan data pustaka di atas, kemudian dengan
prinsip kekekalan massa dan kekealan energi, dilakukan perhitungan untuk mencari
neraca massa dan neraca panas serta efisiensi panas pada sistem kiln. Berdasarkan
data – data tersebut, serta dilakukan asumsi bahwa gas – gas dianggap sebagai gas
ideal dan udara kering dianggap terdiri dari 21% O2 dan 79% N2, maka didapat hasil
perhitungan seperti berikut :
Tabel IV. 6 Laju Massa Komponen Gas Buang SP
Komposisi gas
Laju (kg/jam) %Komposisi
buang dari SP
CO2 157.191,45 41,40%
H2O 19.505,90 5,14%
SO2 493,71 0,13%
Komposisi gas
Laju (kg/jam) %Komposisi
buang dari SP
N2 197.735,45 52,08%
NO2 328,78 0,09%
O2 4.446,18 1,17%
Total 379.701,46 100,00%
Mass Loss = 0%
= 12,28%
Panasyangdigunakandalamproses
Efisiensi panas = x100%
Panasyangdisediakan
291.787,79
= x100%
332.645,42
= 87,72%
Massa𝐶𝑙𝑖𝑛𝑘𝑒𝑟Panas
Efisiensi Kiln = x100%
MassaUmpan𝐾𝑖𝑙𝑛
189.694,20
= x100%
199.716,75
= 94,98 %
IV.2 Pembahasan
Pada proses pembuatan semen, tahapan yang paling penting adalah proses
pembakaran tepung baku menjadi mineral-mineral semen (clinker). Proses
pembakaran ini dilakukan sampai mencapai temperatur pembentukan mineral
semen yaitu 1450ºC dan energi yang diperlukan sangat besar. Untuk menghemat
energi dan meringankan kerja dari Rotary Kiln maka proses pembakaran ini dibagi
dalam dua tahap. Tahap pertama yaitu tahap prekalsinasi yang terjadi dalam
Suspension Preheater dan tahap kedua yaitu proses pembakaran/pembentukan
clinker yang terjadi dalam Rotary Kiln.
Proses pemanasan awal Kiln Feed terjadi di dalam Suspension Preheater.
Suspension Preheater adalah bagian dari Kiln yang berfungsi mengeringkan raw
meal dan memanaskan Kiln Feed sebelum masuk ke Rotary Kiln. Proses pemanasan
awal terjadi karena adanya pembakaran batubara dan alternative fuel di Suspension
Preheater. Dari perhitungan neraca massa untuk umpan Suspension Preheater
sebesar 604.949,82 kg/jam menghasilkan material keluar Suspension Preheater
sebagai umpan kiln sebesar 199.716,75 kg/jam. Selain itu, didapat hasil perhitungan
gas buang SP sebesar 379.701,46 kg/jam. Dari data pabrik, didapat derajat kalsinasi
yang terjadi di Suspension Preheater sebesar 90%.
Setelah mengalami proses prekalsinasi di Suspension Preheater, material
keluar dengan suhu 825ºC, kemudian masuk dalam Kiln. Jenis dari Kiln adalah
Rotary Kiln yang berfungsi untuk membakar Kiln Feed atau slurry menjadi semen
setengah jadi (clinker). Rotary Kiln yang digunakan panjangnya 78 meter dan
dipasang horisontal dan berputar pada kecepatan 3 rpm. Di dalam Kiln dilapisi bata
tahan api yang berfungsi untuk melindungi Kiln yang terbuat dari plat baja dari
temperatur tinggi dan mempertahankan temperatur proses dengan mengurangi
kehilangan panas. Di dalam Rotary Kiln, Raw Meal mengalami proses kalsinasi
lanjutan dan pembakaran untuk pembentukan komponen clinker (C2S, C3S, C3A,
C4AF) pada suhu 900ºC sampai 1450ºC. Dari perhitungan neraca massa untuk
umpan Rotary Kiln sebesar 199.716,75 kg/jam menghasilkan material keluar
Rotary Kiln sebagai umpan cooler sebesar 189.694,20 kg/jam. Untuk pembakaran
di Kiln, digunakan batubara sebesar 9.755,05 kg/jam. Dengan menganggap proses
pembakaran batubara terjadi secara sempurna, dan debu batubara menjadi clinker,
maka didapat gas buang kiln sebesar 80.783,19 kg/jam.
Setelah tahap pembakaran, material mengalir menuju ke daerah di belakang
nyala api, sehingga temperatur mulai menurun. Kemudian material masuk ke
Cooling Zone. Material yang keluar dari Kiln disebut clinker yang mempunyai
temperatur keluar Kiln sebesar 1200ºC kemudian masuk ke dalam Grate Cooler
untuk didinginkan secara mendadak agar dihasilkan terak atau clinker yang amorf
yang mudah digiling pada penggilingan akhir di Cement Mill. Clinker didinginkan
secara mendadak dalam Clinker Cooler type Grate Cooler yang digerakkan oleh
motor. Clinker keluar cooler yang dihasilkan sebesar 189.599,35 kg/jam. Udara
yang digunakan untuk mendinginkan clinker berasal dari udara lingkungan yang
dihembuskan menggunakan 15 fan dengan laju total 464.036,24 kg/jam pada suhu
32 ºC. Dengan menganggap udara kering terdiri dari 21% O2 dan 79% N2, maka
dapat diketahui densitas udara pada suhu tersebut 1,16 kg/m3 sehingga laju massa
udara pendingin sebesar 538.301,94 kg/jam.
Dari perhitungan neraca panas di dalam sistem Rotary Kiln berdasarkan
prinsip perpindahan panas, termodinamika serta kekekalan energi, kebutuhan panas
untuk proses pemanasan awal/kalsinasi di dalam Suspension Preheater dan
pembuatan clinker pada Rotary Kiln serta pendinginan klinker di cooler sebesar
291.787,79 kkal/kg clinker. Dalam sistem kiln ini terdapat panas hilang pada
Suspension Preheater, Rotary Kiln, dan Grate Cooler sebesar 40.857,63 kkal/kg
clinker atau sebesar 12,28%. Adanya panas hilang ini dikarenakan alat yang sudah
lama digunakan sehingga terjadi kebocoran yang mengakibatkan udara lingkungan
masuk kedalam sistem dan mengurangi panas yang dihasilkan. Kehilangan panas
ini juga dapat diperkecil dengan mengidentifikasi alat - alat yang mengalami
kebocoran dan memperbaikinya.
Dari analisa dan perhitungan data – data yang ada, didapat hasil bahwa
efisiensi panas kiln sebesar 87,72% dimana total yang dibutuhkan dalam sistem
sebesar 291.787,79 kkal/kg clinker.
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Dari perhitungan di atas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.
1. Penyusunan neraca massa dalam sistem kiln melibatkan 2 komponen utama,
yakni material/clinker dan udara. Massa material/clinker dan udara yang masuk
dan keluar sistem sudah berada dalam jumlah yang sama.
2. Penyusunan neraca panas dalam sistem kiln menggunakan prinsip perpindahan
panas dan termodinamika.
3. Efisiensi kiln mempengaruhi kinerja alat dalam upaya menghasilkan kualitas
semen terbaik.
4. Efisiensi kiln sebesar 94,98 %, Effisiensi panas sebesar 87,72% dan besarnya
panas yang hilang selama operasi sebesar 12,28%
V.2 Saran
Beberapa saran agar performa kiln semakin meningkat adalah:
1. Untuk meningkatkan efisiensi panas dari kiln, dapat dilakukan dengan cara
mengidentifikasi terhadap alat-alat yang mengalami kebocoran dan segera
dilakukan perbaikan. Selain itu, dapat dengan mengoptimalkan penerapan
sistem pengontrolan pada kinerja kiln.
2. Menambah sistem pemanfaatan panas dari gas buang dengan Thermoelectric
Generator untuk mengubah energi panas menjadi energi listrik.
3. Pengambilan data untuk neraca massa dan neraca panas harus dilakukan secara
komprehensif dan menyeluruh dalam unit tersebut demi mengetahui efisiensi
alat.