Anda di halaman 1dari 22

RESUME POTENSI WILAYAH PESISIR, KONDISI FISIK DAN SOSIAL DAN PETA

SUMATRA UTARA

Provinsi Sumatra Utara terletak pada 1° - 4° Lintang Utara dan 98° - 100° Bujur Timur, Luas daratan
Provinsi Sumatra Utara 72.981,23 km².
Sumatra Utara pada dasarnya dapat dibagi atas:

 Pesisir Timur
 Pegunungan Bukit Barisan
 Pesisir Barat
 Kepulauan Nias
Pesisir timur merupakan wilayah di dalam provinsi yang paling pesat perkembangannya karena
persyaratan infrastruktur yang relatif lebih lengkap daripada wilayah lainnya. Wilayah pesisir timur
juga merupakan wilayah yang relatif padat konsentrasi penduduknya dibandingkan wilayah lainnya.
Pada masa kolonial Hindia Belanda, wilayah ini termasuk residentie Sumatra's
Oostkust bersama provinsi Riau.
Di wilayah tengah provinsi berjajar Pegunungan Bukit Barisan. Di pegunungan ini terdapat beberapa
wilayah yang menjadi kantong-kantong konsentrasi penduduk. Daerah di sekitar Danau Toba dan
Pulau Samosir, merupakan daerah padat penduduk yang menggantungkan hidupnya kepada danau
ini.
Pesisir barat merupakan wilayah yang cukup sempit, dengan komposisi penduduk yang terdiri dari
masyarakat Batak, Minangkabau, dan Aceh. Namun secara kultur dan etnolinguistik, wilayah ini
masuk ke dalam budaya dan Bahasa Minangkabau.
Batas wilayah
Utara Provinsi Aceh dan Selat Malaka

Timur Selat Malaka

Selata
Provinsi Riau, Provinsi Sumatra Barat, dan Samudera Indonesia
n

Barat Provinsi Aceh dan Samudera Indonesia

Terdapat 419 pulau di propisi Sumatra Utara. Pulau-pulau terluar adalah pulau Simuk
(kepulauan Nias), dan pulau Berhala di selat Sumatra (Malaka).
Kepulauan Nias terdiri dari pulau Nias sebagai pulau utama dan pulau-pulau kecil lain di
sekitarnya. Kepulauan Nias terletak di lepas pantai pesisir barat di Samudera Hindia. Pusat
pemerintahan terletak di Gunung Sitoli.
Kepulauan Batu terdiri dari 51 pulau dengan 4 pulau besar: Sibuasi, Pini, Tanahbala, Tanahmasa.
Pusat pemerintahan di Pulautelo di pulau Sibuasi. Kepulauan Batu terletak di tenggara kepulauan
Nias. Pulau-pulau lain di Sumatra Utara: Imanna, Pasu, Bawa, Hamutaia, Batumakalele, Lego,
Masa, Bau, Simaleh, Makole, Jake, dan Sigata, Wunga.
Di Sumatra Utara saat ini terdapat dua taman nasional, yakni Taman Nasional Gunung
Leuser dan Taman Nasional Batang Gadis. Menurut Keputusan Menteri Kehutanan, Nomor 44
Tahun 2005, luas hutan di Sumatra Utara saat ini 3.742.120 hektare (ha). Yang terdiri dari
Kawasan Suaka Alam/Kawasan Pelestarian Alam seluas 477.070 ha, Hutan Lindung 1.297.330
ha, Hutan Produksi Terbatas 879.270 ha, Hutan Produksi Tetap 1.035.690 ha dan Hutan Produksi
yang dapat dikonversi seluas 52.760 ha.
Namun angka ini sifatnya secara de jure saja. Sebab secara de facto, hutan yang ada tidak seluas
itu lagi. Terjadi banyak kerusakan akibat perambahan dan pembalakan liar. Sejauh ini, sudah
206.000 ha lebih hutan di Sumut telah mengalami perubahan fungsi. Telah berubah menjadi
lahan perkebunan, transmigrasi. Dari luas tersebut, sebanyak 163.000 ha untuk areal perkebunan
dan 42.900 ha untuk areal transmigrasi.

Iklim
Daerah ini beriklim tropis. Pada bulan Mei hingga September, curah hujan ringan. Sedangkan
Oktober hingga April, curah hujan relatif lebat akibat intensitas udara yang lembap.

Politik dan pemerintahan


Pusat pemerintahan Sumatra Utara terletak di kota Medan. Sebelumnya, Sumatra Utara termasuk
ke dalam Provinsi Sumatra sesaat Indonesia merdeka pada tahun 1945. Tahun 1950, Provinsi
Sumatra Utara dibentuk yang meliputi eks karesidenan Sumatra Timur, Tapanuli, dan Aceh. Tahun
1956, Aceh memisahkan diri menjadi Daerah Istimewa Aceh.
Sumatra Utara dibagi kepada 25 kabupaten, 8 kota (dahulu kotamadya), 325 kecamatan, dan
5.456 kelurahan/desa.

Penduduk
Sumatra Utara merupakan provinsi keempat terbesar jumlah penduduknya di Indonesia
setelah Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Menurut hasil pencacahan lengkap Sensus
Penduduk (SP) 1990, penduduk Sumatra Utara berjumlah 10,81 juta jiwa, dan pada tahun 2010
jumlah penduduk Sumatra Utara telah meningkat menjadi 12,98 juta jiwa. Kepadatan penduduk
Sumatra Utara pada tahun 1990 adalah 143 jiwa per km² dan pada tahun 2010 meningkat
menjadi 178 jiwa per km². Dengan Laju Pertumbuhan Penduduk dari tahun 2000-2010 sebesar
1,10 persen. Sensus penduduk tahun 2015, penduduk Sumatra Utara bertambah menjadi
13.937.797 jiwa, dengan kepadatan penduduk 191 jiwa/km².
Kadar Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Sumatra Utara setiap tahunnya tidak tetap. Pada tahun
2000 TPAK di daerah ini sebesar 57,34 persen, tahun 2001 naik menjadi 57,70 persen, tahun
2002 naik lagi menjadi 69,45 persen.

Sosial kemasyarakatan

Perangko Republik Indonesia (2010).

Suku bangsa
Sumatra Utara merupakan provinsi multietnis dengan Batak, Nias, Siladang[21], Melayu sebagai
penduduk asli wilayah ini. Daerah pesisir timur Sumatra Utara, pada umumnya dihuni oleh
orang-orang Melayu. Pantai barat dari Barus hingga Natal, banyak bermukim
orang Minangkabau. Wilayah tengah sekitar Danau Toba, banyak dihuni oleh Suku Batak yang
sebagian besarnya beragama Kristen. Suku Nias berada di kepulauan sebelah barat. Sejak
dibukanya perkebunan tembakau di Sumatra Timur, pemerintah kolonial Hindia Belanda banyak
mendatangkan kuli kontrak yang dipekerjakan di perkebunan. Pendatang tersebut kebanyakan
berasal dari etnis Jawa dan Tionghoa. Di pesisir pantai timur seperti Langkat dan Deli Serdang
terdapat etnis Banjar yang sudah ada sejak abad ke-19. Ada juga etnis India (terutama Tamil)
dan Arab yang beradu nasib di Sumatra Utara.
Berdasarkan Sensus tahun 2010, mayoritas penduduk Sumatra Utara adalah Batak, sudah
termasuk semua sub suku Batak.
Kemudian Jawa, Nias, Melayu, Tionghoa, Minang, Aceh, Banjar, India, dan lain-lain.
Bahasa
Pada umumnya, bahasa yang dipergunakan secara luas adalah bahasa Indonesia. Suku
Melayu Deli mayoritas menuturkan Bahasa Indonesia karena kedekatannya dengan bahasa
Melayu yang menjadi bahasa ibu masyarakat Deli. Pesisir timur seperi wilayah Serdang Bedagai,
Pangkalan Dodek, Batubara, Asahan, dan Tanjung Balai, memakai Bahasa Melayu dialek "o"
begitu juga di Labuhan Batu dengan sedikit perbedaan ragam. Bahasa Melayu Asahan memiliki
ciri khas yaitu pengucapan huruf R yang berbeda daripada Bahasa Melayu Deli contoh kata
"cari" dibaca "caghi" dan kereta dibaca "kegheto". Di Kabupaten Langkat masih menggunakan
bahasa Melayu dialek "e" yang sering juga disebut Bahasa Maya-maya. Mayarakat Jawa di
daerah perkebunan, menuturkan Bahasa Jawa sebagai pengantar sehari-hari.
Di Medan, orang Tionghoa lazim menuturkan bahasa Hokkian selain bahasa Indonesia. Orang
India menuturkan bahasa Tamil dan bahasa Punjab disamping bahasa Indonesia. Di pegunungan,
masyarakat Batak menuturkan bahasa Batak yang terbagi atas empat logat (Silindung-Samosir-
Humbang-Toba). Suku Simalungun dan Mandailing juga menuturkan bahasa yang mirip dengan
bahasa Batak Toba namun dengan ragam yang berbeda. Suku Karo menuturkan Bahasa Karo
yang dimana ragamnya berbeda dibandingkan bahasa Batak Tengah. Suku Pakpak juga memiliki
bahasa yang hampir mirip dengan Suku Karo namun agak sedikit kasar. Bahasa Nias dituturkan
di Kepulauan Nias oleh suku Nias. Sedangkan orang-orang di pesisir barat, seperti Kota Sibolga,
Kabupaten Tapanuli Tengah, dan Natal menggunakan bahasa Pesisir.
Agama
Berdasarkan Sensus tahun 2015, mayoritas penduduk Sumatra Utara menganut
agama Islam yakni 63.91%, kemudian Kristen
Protestan 27.86%,Katolik 5.41%, Buddha 2.43 %, Hindu 0.35 %, Konghucu 0.02,
dan Parmalim 0.01%
Agama utama di Sumatra Utara berrdasarkan Etnis adalah:

 Islam: terutama dipeluk oleh suku Melayu, Pesisir, Minangkabau, Jawa, Aceh, Arab,
Mandailing, Angkola, sebagian Karo, Simalungun, Batak Pesisir dan Pakpak
 Kristen (Protestan dan Katolik): terutama dipeluk oleh suku Batak Toba, Karo,
Simalungun, Pakpak, Nias dan sebagian Batak Angkola, Tionghoa.
 Hindu: terutama dipeluk oleh suku Tamil di perkotaan
 Buddha: terutama dipeluk oleh suku Peranakan di perkotaan
 Konghucu: terutama dipeluk oleh suku Peranakan di perkotaan
 Parmalim: dipeluk oleh sebagian suku Batak yang berpusat di Huta Tinggi
 Animisme: masih ada dipeluk oleh suku Batak, yaitu Pelebegu Parhabonaron dan
kepercayaan sejenisnya
Pendidikan
Pada tahun 2005 jumlah anak yang putus sekolah di Sumut mencapai 1.238.437 orang,
sementara jumlah siswa miskin mencapai 8.452.054 orang.
Dari total APBD 2006 yang berjumlah Rp 2.204.084.729.000, untuk pendidikan sebesar Rp
139.744.257.000, termasuk dalam pos ini anggaran untuk bidang kebudayaan.
Jumlah total kelulusan siswa yang ikut Ujian Nasional pada tahun 2005 mencapai 87,65 persen
atau 335.342 siswa dari 382.587 siswa tingkat SMP/SMA/SMK sederajat peserta UN .
Sedangkan 12,35 persen siswa yang tidak lulus itu berjumlah 47.245 siswa.

Kesehatan

 Secara umum, angka penemuan kasus baru tuberculosis (TBC) di Sumatra Utara


mengalami peningkatan. Pada tahun 2005 kasus TBC diperkirakan berkisar 160/100.000
penduduk. Jika jumlah penduduk Sumatra Utara tercatat 12 juta jiwa, maka penderita TBC di
daerah ini sebanyak 19.000.
 Jumlah penderita HIV/AIDS di Sumatra Utara hingga Oktober 2005 tercatat 301 orang,
yakni 26 orang asing dan 276 warga negara Indonesia. Sementara jumlah korban
yang HIV/AIDS yang meninggal dunia hingga Agustus 2005 berjumlah 34 orang.
Tenaga kerja

 Angkatan Kerja. Pada tahun 2002 angkatan kerja di Sumut mencapai 5.276.102 orang.
Jumlah itu naik 4,72% dari tahun sebelumnya. Kondisi angkatan kerja itu juga diikuti dengan
naiknya orang yang mencari pekerjaan. Jumlah pencari kerja pada 2002 mencapai 355.467
orang. Mengalami kenaikan 57,82% dari tahun sebelumnya.
 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT). Jumlah TPT di Sumut naik dari 4,47% pada 2001
menjadi 6,74% pada 2002. TPT tertinggi terjadi di Kota Medan mencapai 13,28%, diikuti
Kota Sibolga (11,71%), Kabupaten Langkat (11,06%), dan Kodya Tebing Tinggi (10,91%).
 Angkatan Kerja. Penduduk yang tergolong angkatan kerja berjumlah 5,1 juta jiwa.
Sekitar 34% berstatus sebagai majikan, bekerja sendiri (20%), dan pekerja keluarga (23%).
Skala usaha tergambar pada komposisi yang didominasi oleh usaha kecil sekitar 99,8% dan
hanya sekitar 0,2% yang tergolong usaha besar.
 Pendidikan Pekerja. Tingkat pendidikan sebagian besar tenaga kerja. Pekerja yang
berpendidikan tidak tamat sekolah dasar (SD) atau sampai tamat SD mencapai 48,96%.
Lulusan sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP) mencapai 23%. Sedangkan lulusan sekolah
lanjutan tingkat atas (SLTA) mencapai 24,08%. Sementara itu, lulusan perguruan tinggi
hanya 3,95%.
Perekonomian
Energi
Sumatra Utara kaya akan sumber daya alam berupa gas alam di daerah Tandam, Binjai dan
minyak bumi di Pangkalan Brandan, Kabupaten Langkat yang telah dieksplorasi sejak
zaman Hindia Belanda.
Selain itu di Kuala Tanjung, Kabupaten Asahan juga terdapat PT Inalum yang bergerak di
bidang penambangan bijih dan peleburan aluminium yang merupakan satu-satunya di Asia
Tenggara.
Sungai-sungai yang berhulu di pegunungan sekitar Danau Toba juga merupakan sumber daya
alam yang cukup berpotensi untuk dieksploitasi menjadi sumber daya pembangkit listrik tenaga
air. PLTA Asahan yang merupakan PLTA terbesar di Sumatra terdapat di Kabupaten Toba
Samosir.
Selain itu, di kawasan pegunungan terdapat banyak sekali titik-titik panas geotermal yang sangat
berpotensi dikembangkan sebagai sumber energi panas maupun uap yang selanjutnya dapat
ditransformasikan menjadi energi listrik.

Pertanian dan perkebunan

Area persawahan di Desa Ambarita, Simanindo, Pulau Samosir.

Provinsi ini tersohor karena luas perkebunannya, hingga kini, perkebunan tetap menjadi
primadona perekonomian provinsi. Perkebunan tersebut dikelola oleh perusahaan swasta maupun
negara. BUMN Perkebunan yang arealnya terdapat di Sumatra Utara, antara lain PT Perkebunan
Nusantara II (PTPN II), PTPN III dan PTPN IV.
Selain itu Sumatra Utara juga tersohor karena luas perkebunannya. Hingga kini, perkebunan
tetap menjadi primadona perekonomian provinsi. Perkebunan tersebut dikelola oleh perusahaan
swasta maupun negara. Sumatra Utara menghasilkan karet, coklat, teh, kelapa sawit, kopi,
cengkih, kelapa, kayu manis, dan tembakau. Perkebunan tersebut tersebar di Deli
Serdang, Langkat, Simalungun, Asahan, Labuhanbatu, dan Tapanuli Selatan.
 Luas pertanian padi. Pada tahun 2005 luas areal panen tinggal 807.302 hektare, atau turun
sekitar 16.906 hektare dibanding luas tahun 2004 yang mencapai 824.208 hektare.
Produktivitas tanaman padi tahun 2005 sudah bisa ditingkatkan menjadi berkisar 43,49
kwintal perhektar dari tahun 2004 yang masih 43,13 kwintal per hektare, dan tanaman padi
ladang menjadi 26,26 kwintal dari 24,73 kwintal per hektare. Tahun 2005, surplus beras di
Sumatra Utara mencapai 429 ton dari sekitar 2.1.27 juta ton total produksi beras di daerah
ini.
 Luas perkebunan karet. Tahun 2002 luas areal tanaman karet di Sumut 489.491 hektare
dengan produksi 443.743 ton. Sementara tahun 2005, luas areal karet menurun atau tinggal
477.000 hektare dengan produksi yang juga anjlok menjadi hanya 392.000 ton.
 Irigasi. Luas irigasi teknis seluruhnya di Sumatra Utara seluas 132.254 ha meliputi 174
Daerah Irigasi. Sebanyak 96.823 ha pada 7 Daerah Irigasi mengalami kerusakan sangat
kritis.
 Produk Pertanian. Sumatra Utara menghasilkan karet, cokelat, teh, kelapa sawit, kopi,
cengkih, kelapa, kayu manis, dan tembakau. Perkebunan tersebut tersebar di Deli
Serdang, Langkat, Simalungun, Asahan, Labuhanbatu, dan Tapanuli Selatan. Komoditas
tersebut telah diekspor ke berbagai negara dan memberikan sumbangan devisa yang sangat
besar bagi Indonesia. Selain komoditas perkebunan, Sumatra Utara juga dikenal sebagai
penghasil komoditas holtikultura (sayur-mayur dan buah-buahan); misalnya Jeruk Medan,
Jambu Deli, Sayur Kol, Tomat, Kentang, dan Wortel yang dihasilkan oleh Kabupaten Karo,
Simalungun dan Tapanuli Utara. Produk holtikultura tersebut telah diekspor
ke Malaysia dan Singapura.
Perbankan
Selain bank umum nasional, bank pemerintah serta bank internasional, saat ini di Sumut terdapat 61
unit Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan 7 Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Data
dari Bank Indonesia menunjukkan, pada Januari 2006, Dana Pihak Ketiga (DPK) yang diserap BPR
mencapai Rp 253.366.627.000 dan kredit mencapai Rp 260.152.445.000. Sedangkan aktiva
mencapai Rp 340.880.837.000.

Sarana dan prasarana


Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatra Utara juga sudah membangun berbagai prasarana dan
infrastruktur untuk memperlancar perdagangan baik antar kabupaten maupun antar provinsi. Sektor
swasta juga terlibat dengan mendirikan berbagai properti untuk perdagangan, perkantoran, hotel
dan lain-lain. Tentu saja sektor lain, seperti koperasi, pertambangan dan energi, industri, pariwisata,
pos dan telekomunikasi, transmigrasi, dan sektor sosial kemasyarakatan juga ikut dikembangkan.
Untuk memudahkan koordinasi pembangunan, maka Sumatra Utara dibagi ke dalam empat wilayah
pembangunan.

Pertambangan
Ada tiga perusahaan tambang terkemuka di Sumatra Utara:

 Sorikmas Mining (SMM)
 Newmont Horas Nauli (PTNHN).
 Dairi Prima Mineral

Transportasi

Gerbang tol Tanjung Morawa.

Di Sumatra Utara terdapat 2.098,05 kilometer jalan negara, yang tergolong mantap hanya 1.095,70
kilometer atau 52,22 persen dan 418,60 kilometer atau 19,95 persen dalam keadaan sedang,
selebihnya dalam keadaan rusak. Sementara dari 2.752,41 kilometer jalan provinsi, yang dalam
keadaan mantap panjangnya 1.237,60 kilometer atau 44,96 persen, sementara yang dalam
keadaan sedang 558,46 kilometer atau 20,29 persen. Halnya jalan rusak panjangnya 410,40
kilometer atau 14,91 persen dan yang rusak berat panjangnya 545,95 kilometer atau 19,84 persen.
Dari sisi kendaraan, terdapat lebih 1,38 juta kendaraan roda dua dan empat di Sumatra Utara. Dari
jumlah itu, sebanyak 873 ribu lebih berada di Kota Medan.

Bandar Udara

Eksterior Bandar Udara Internasional Kualanamu.

Di Sumatra Utara terdapat 7 bandar udara[22], terdiri dari 1 bandar udara berstatus internasional dan
6 bandara domestik, seperti berikut ini:

1. Bandar Udara Internasional Kualanamu


2. Bandar Udara Dr. Ferdinand Lumban Tobing
3. Bandar Udara Aek Godang
4. Bandar Udara Binaka
5. Bandar Udara Lasondre
6. Bandar Udara Sibisa
7. Bandar Udara Silangit
Ekspor & impor
Kinerja ekspor Sumatra Utara cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2004 tercatat
perolehan devisa mencapai US$4,24 miliar atau naik 57,72% dari tahun sebelumnya dari sektor ini.
Ekspor kopi dari Sumatra Utara mencapai rekor tertinggi 46.290 ton dengan negara tujuan ekspor
utama Jepang selama lima tahun terakhir. Ekspor kopi Sumut juga tercatat sebagai 10 besar produk
ekspor tertinggi dengan nilai US$3,25 juta atau 47.200,8 ton periode Januari hingga Oktober 2005.
Dari sektor garmen, ekspor garmen cenderung turun pada Januari 2006. Hasil industri khusus
pakaian jadi turun 42,59 persen dari US$ 1.066.124 pada tahun 2005, menjadi US$ 2.053 pada
tahun 2006 pada bulan yang sama.
Kinerja ekspor impor beberapa hasil industri menunjukkan penurunan. Yakni furniture turun 22,83
persen dari US$ 558.363 (2005) menjadi US$ 202.630 (2006), plywood turun 24,07 persen dari US$
19.771 menjadi US$ 8.237, misteric acid turun 27,89 persen yakni dari US$ 115.362 menjadi US$
291.201, stearic acid turun 27,04 persen dari US$ 792.910 menjadi US$ 308.020, dan sabun
noodles turun 26 persen dari AS.689.025 menjadi US$ 248.053.
Kinerja ekspor impor hasil pertanian juga mengalami penurunan yakni minyak atsiri turun 18 persen
dari US$ 162.234 menjadi US$ 773.023, hasil laut/udang, minyak kelapa dan kopi robusta juga
mengalami penurunan cukup drastis hingga mencapai 97 persen. Beberapa komoditas yang
mengalami kenaikan (nilai di atas US$ Juta) adalah biji kakao, hortikultura, kopi arabica, CPO, karet
alam, hasil laut (non udang). Untuk hasil industri yakni moulding, ban kendaraan dan sarung tangan
karet.

APBD
Dari tahun ke tahun, Anggaran Pendapatan dan Belanja APBD 2006 memberikan alokasi Belanja publik Rp 1.577.946.4
Daerah (APBD) Sumatra Utara terus meningkat. (71,59%), sedangkan belanja aparatur Rp 626.138.312.420 (28,4
Pos anggarannya antara lain:

Tahu
Besaran APBD Bidang Nilai
n

2004 Rp 1.440.238.069.000,00 Pertanian Rp 54.544.588.580,00

2005 Rp 1.645.876.354.000,00 Kesehatan Rp 131.338.927.000,00

2006 Rp 2.204.084.729.000,00 Pendidikan dan


Rp 139.744.257.000,00
Kebudayaan

Pada tahun 2006 ditargetkan Rp2,087 triliun. Angka tersebut diperoleh dari Pendapatan Asli Daerah
(PAD) Rp1,354 triliun, dana perimbangan Rp723,65 miliar, dan Lain-lain. Pendapatan yang sah
sebesar Rp23,915 miliar. Khusus sektor PAD terdiri dari pajak daerah Rp 1,270 triliun, retribusi
daerah Rp 10,431 miliar, laba BUMD sebesar Rp 48,075 miliar, dan lain-lain pendapatan Rp 25,963
miliar. Perolehan dari dana perimbangan meliputi Bagi Hasil Pajak dan Bagi Hasil Bukan Pajak
sebesar Rp 183,935 miliar dan Dana Alokasi Umum Rp 539,718 miliar. Sedangkan perolehan dari
Lain-lain Pendapatan yang Sah diperoleh dari Iuran Jasa Air Rp 8,917 miliar.
Seni dan budaya
Musik
Musik yang biasa dimainkan,cenderung tergantung dengan upacara-upacara adat yang diadakan,
tetapi lebih dominan dengan genderangnya. Seperti pada Etnis Pesisir terdapat serangkaian alat
musik yang dinamakan Sikambang.
Suku Batak Toba, Pakpak dan Simalungun Mempunyai alat musik yang disebut Gondang yang
biasa dibunyikan ketika upacara adat dalam pernikahan, kematian, dan lain sebagainya. Sementara
Suku Batak Mandailing dan Angkola memiliki instrumen musik yang mirip dengan gondang yakni
Gordang Sambilan. Suku Melayu di Pesisir Timur memiliki alat musik yang sama dengan Suku
Melayu pada umumnya seperti Akordeon, gendang Melayu dan Biola. Sementara di Tanah Karo
terdapat alat musik Kulcapi dan Gendang yang biasa digunakan untuk mengiringi tari Landek atau
Guro Guro Aron.

Arsitektur

Rumah tradisional Batak Toba.

Dalam bidang seni rupa yang menonjol adalah arsitektur rumah adat yang merupakan perpaduan


dari hasil seni pahat dan seni ukir serta hasil seni kerajinan. Arsitektur rumah adat terdapat dalam
berbagai bentuk ornamen.Pada umumnya bentuk bangunan rumah adat pada kelompok adat batak
melambangkan "kerbau berdiri tegak". Hal ini lebih jelas lagi dengan menghias pucuk atap dengan
kepala kerbau.
Rumah adat etnis Batak, Ruma Batak, berdiri kukuh dan megah serta masih banyak ditemui
di Samosir.
Rumah adat Karo kelihatan besar dan lebih tinggi dibandingkan dengan rumah adat lainnya.
Atapnya terbuat dari ijuk dan biasanya ditambah dengan atap-atap yang lebih kecil berbentuk
segitiga yang disebut "ayo-ayo rumah" dan "tersek". Dengan atap menjulang berlapis-lapis itu rumah
Karo memiliki bentuk khas dibanding dengan rumah tradisional lainnya yang hanya memiliki satu
lapis atap di Sumatra Utara.
Bentuk rumah adat di daerah Simalungun cukup memikat. Kompleks rumah adat di desa Pematang
Purba terdiri dari beberapa bangunan yaitu rumah bolon, balai bolon, jemur, pantangan balai butuh,
dan lesung.
Bangunan khas Mandailing yang menonjol disebut "Bagas Gadang" (rumah Namora Natoras) dan
"Sopo Godang" (balai musyawarah adat).
Rumah adat Melayu di Sumatra Utara tidak jauh berbeda dengan rumah melayu di provinsi lain,
hanya warna hijau lebih dominan.
Rumah adat di pesisir barat kelihatan lebih megah dan lebih indah dibandingkan dengan rumah adat
lainnya. Rumah adat ini masih berdiri kukuh di halaman Gedung Nasional Sibolga.

Tarian

Tari Tortor.

Perbendaharaan seni tari tradisional meliputi berbagai jenis. Ada yang bersifat magis, berupa tarian
sakral, dan ada yang bersifat hiburan saja yang berupa tari profan. Di samping tari adat yang
merupakan bagian dari upacara adat, tari sakral biasanya ditarikan oleh dayu-datu. Termasuk jenis
tari ini adalah tari guru dan tari tungkat. Datu menarikannya sambil mengayunkan tongkat sakti yang
disebut Tunggal Panaluan.
Tari profan biasanya ialah tari pergaulan muda-mudi yang ditarikan pada pesta gembira. Tortor ada
yang ditarikan saat acara perkawinan. Biasanya ditarikan oleh para hadirin termasuk pengantin dan
juga para muda-mudi. Tari muda-mudi ini, misalnya morah-morah, parakut, sipajok, patam-patam
sering dan kebangkiung. Tari magis misalnya tari tortor nasiaran, tortor tunggal panaluan. Tarian
magis ini biasanya dilakukan dengan penuh kekhusukan.
Selain tarian Batak terdapat pula tarian Melayu seperti Serampang XII, tarian Gundala-Gundala
dari Tanah Karo, tarian Maena dari Nias dan tarian Sikambang dari Pesisir Barus, tarian Sikambang
ini biasanya ditampilkan saat perayaan menikah dan khitanan.

Kerajinan
Kain ulos yang dipakai penari Sigale Gale.

Selain arsitektur, tenunan merupakan seni kerajinan yang menarik dari suku Batak. Contoh
tenunan ini adalah kain ulos dan kain songket. Ulos merupakan kain adat Batak yang digunakan
dalam upacara-upacara perkawinan, kematian, mendirikan rumah, kesenian,dsb. Bahan kain ulos
terbuat dari benang kapas atau rami. Warna ulos biasanya adalah hitam, putih, dan merah yang
mempunyai makna tertentu. Sedangkan warna lain merupakan lambang dari variasi kehidupan.
Pada suku Pakpak ada tenunan yang dikenal dengan nama oles. Bisanya warna dasar oles adalah
hitam kecokelatan atau putih.
Pada suku Karo ada tenunan yang dikenal dengan nama uis. Bisanya warna dasar uis adalah biru
tua dan kemerahan.
Pada masyarakat pesisir barat ada tenunan yang dikenal dengan nama Songket Barus. Biasanya
warna dasar kerajinan ini adalah Merah Tua atau Kuning Emas.
Songket Melayu Batubara adalah salah satu kerajinan khas Pesisir Timur yang sudah mendunia.
songket Batu Bara memiliki ciri khas tersendiri, hal ini dapat dilihat dari. proses pembuatan kain
songket tersebut masih menggunakan alat tenun dari kayu dengan cara tradisional, namun tetap
memiliki kualitas yang baik, dengan demikian songket ini tidak kalah dengan songket yang
dihasilkan dengan mesin yang serba canggih saat ini. Kain songket Batu Bara juga memiliki
variasi motif yang unik seperti : Pucuk Rebung, Bunga Manggis, Bunga Cempaka, Pucuk Caul,
Tolak Betikam, hingga Naga Berjuang menjadi motif yang menghiasi kain songket Batubara.
Tenunan songket Batu Bara memiliki desain yang menarik dan nilai seni budaya yang cukup
tinggi.

Makanan khas

Saksang.

Makanan Khas di Sumatra Utara sangat bervariasi, tergantung dari daerah tersebut. Saksang dan
Babi panggang sangat familiar untuk mereka yang melaksanakan pesta maupun masakan rumah.
Misalkan seperti didaerah Pakpak Dairi, Pelleng adalah makanan khas dengan bumbu yang
sangat pedas.
Di tanah Batak sendiri ada dengke naniarsik yang merupakan ikan yang digulai tanpa
menggunakan kelapa. Untuk cita rasa, tanah Batak adalah surga bagi pecinta makanan santan
dan pedas. Pasituak Natonggi atau uang beli nira yang manis adalah istilah yang sangat akrab
disana, menggambarkan betapa dekatnya tuak atau nira dengan kehidupan mereka.

PENGELOALAAN SUMBER DAYA HAYATI DAN NON HAYATI


Di laut terdapat beberapa simber daya alam, baik yang dapat diperbaharui maupun yang
tidak dapat diperbaharui. Secara perlahan-lahan namun pasti, pemanfaatan sumbar daya alam
laut di indonesia terus berkembang, terutama untuk memenuhi keutuhan akan pangan, energi
bahan baku serta perluasan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan negara.
Menurut Soemarwoto (2004), sumer daya terperbaharui mempunyai daya regenerasi dan
asimilasi terbatas. Selama exsploistai atau permintaan pelayanan ada di bawah betas regenerasi
atau asimilasi, sumber dayaterperbaharui itu dapat digunakan secara lestari. Tetapi apabila batas
itu di lampaui, sumer daya itu aan mengalami kerusakan dan fungsi sumber daya alam itu
sebagai faktor produksi dan konsumsi atau sarana pelayanan akan mengalami gangguan.
Kegiatan perikanan telah memberikan tekanan terhadap sumber daya aam pesisir baik
disebabkan meningkatnya armada penangkapan ikan yang disertai cara penangkapan yang
merusak alam maupun pembuangan limbah ke perairan sehingga menyebabkan perubahan
ekologis kawasan pesisir.
Kawasan pesisir sibolga banyak dimanfaatkan dalam berbagai aktifitas perikanan seperti
pelabuhan, pusat pendarata ikan,passar ikan, perbaikan dan perawatan kapal, tempat pengelolaan
ikan, mapun aktivitas yang menunjang kgiatan perikanan. Aktivitas-aktivitas yang ada di
kawasan pesisir sibolga tersebut berpotensi terhadap perubahan ekologi pesisir dan penuruna
kualitas perairan. Tekanan terhadap sumber daya perairan baik disebabkan penambahan armada
penangkapann ikan maupun cara nelayan dalam menangkap ikan telh mempengaruhi perubahan
ekosistem laut.
Mahluk hidup dala batas tertentu mempunyai kelenturan. Kelenturan ini memungkinkan
mahluk itu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya (soemarwoto 2004). Masyarakat
nelayan sangat bergantung terhadap potensi sumber daya lautnya, sehingga apabila terjadi
perubahan terhadap lingkugannya, maka nelayan akan akan merasakan secara langsung
dampaknya. Untuk mengurangi dampak negatif terhadap perubahan itu, maka nelayan akan
melakukan proses adaptasi. Bentuk adaptasi tersebut dapat saja berbeda-beda antara satu nelayan
dengan nelayn lainya. Hal ini dapat dipengaruhi oleh sejauh mana mereka menyadari perubahan
lingkungan itu dan strategi apa yang melakukan dalam menghadapinya.
Adaptasi ini diperlukan untuk mengetahui bagaimana reaksi nelayan terhadap kondisi alamnya,
apakanh reaksi tersebut memiliki dampak yang baik atau bahkan merusak dan melakukan
pelanggaran. Adaptasi ini juga dapat mempengaruhi pola sosial di suatu masyarkat yang bisa saja
membentuk suatu nilai sosial yang baru dan diterapkan oleh kelompok masyarkat sebagai
perturan di lingkungan mereka.
1. Perubahan Ekologis Pesisir Kota Sibolga
a. Ekosistem Mangrove
Ekosistem mangrove di kota sibolga telah mengalami perubahan dari tahun ke
tahun. Kegiatan manusia menjadi penyebab utama berkurangnya luasan hutan mangrove.
Kegiatan masyarakat sibolga yang terindetifikai menjadi penyebab kerusakan mangrove
ialah penimbunan laut untuk keperluan pemukiman dan banguan perikanan, penggunaan
kayuu baku sebagai bahan untuk pancang pondasi rumah, penggunaan kayu bakau untuk
pembuatan arang, kegiatan perbaikan kapal yang letaknya berdekakan dengan habitat
mangrove sehingga hasil kehiatanya mencemari habitat mangrove dan habitat mangrove
dan sampah-sampah yang terbawa air laut dari kegiatan pembuangan rumah tangga.
Luas ekosistem magrove di kota sibolga

No Tahun Luas (Ha) Sumber

1 1998 280 PKSPL (2001)

2 2006 79,97 Tesis Lusien Sitanggang (IPB)

3 2009 68,31 BAKOSURTANAL (2009)

b. Ekosistem terumbu karang


Ekosistem terumbu karang sibolga mengalami tekanan yang besar dari kegiatan
masyarakat dan kegiatan perikanan di sekitar pesisir sibolga. Cara-cara penangkapan ikan
yang tidak ramah lingkungan pengambilan batu karang yang digunakan untuk pembuatan
pondasi rumah dan peningkatan alih fungsi lahan menjadi pemukkiman yang akhirnya
merusak habitat ekosistem terumbu karang.
c. Ekosistem padang lamun
Menurut data statistik dinas kelautan perikanan provinsi umatera utara pada tahun
2012 luas padang lamun di perairan sibolga 17,2 Ha yang digolongkan dalam kondisi
kurang sehat. Ekosistem padang lamun di sibolga banyak berada di pilau-pulau,
sedangkan di pantai darat sumatera banyak yang sudah hilang. Hilangnya kosistem
dikarenakan kegiatan penimbunan untuk pemukiman penduduk, pembuatan pemukiman
di ats laut, pembangun bangunan-bangunan perikanan, kegiatan perikanan, dan kegiatan
pelabuhan. Penurunan jumlah padang lamun juga disebabkan karena ktidaktahuan
nelayan dan masyrakat di sekitar pantai mengenai funsi dari padang lamun, sehingga
mereka tnpa pikir panjang meakukann penimbunan tanpa memertimbangkan habitat
padang lamun.
2. Perubahan kualitas air laut
Penentuan kualitas air laut dilihat dari tiga paremeter yaitu fisik, kimiawi dan biologis nilai dari
ke tiga paremeter ini akan dibandingkan dengan baku mutu air laut untuk biota laut yang
ditetapkan melalui keputusan mentri ingkungan hidup No. 51 tahun 2004 . Diperoleh hasil dari
18 paremeter yang ditelti terdapat 10 paremeter yang tidak melebihi baku mutu, adapun 8
paremeter yang melebihi tersebut yaitu sulfida, total fosfat, nitrat, minyak dan lemak, total
colioform, fecal colioform, cr+5, dan Cd.
Parameter kulitas air perairan pantai kota sibolga tahun 2012

N parameter Hasil analisa Baku Perbandinga satun


o mutu n dengan
(1) (2) (3) (4) baku mutu

Fisik

1 Suhu # 27,9 27,9 27,8 27,9 Alami*(a Masih dalam 0


c
) kisaran

2 TSS 6 5,7 4,7 5,4 20 Tidak mg/l


melebihi

Kimiawi

3 pH 7,33 7,51 7,48 7,44 7-8,5 (b) Masih dalam -


kisaran

4 Fenol# <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 0,002 Tidak mg/l


melebihi

5 Sulfida(H2S 0,0625 0,0505 0,065 0,065 0,01 Melebihi mg/l


)

6 Detergen 0,055 0,067 0,1 0,1 1 Tidak mg/l


(MBAS)# melebihi

7 Total <0,1 <0,1 <0,1 <0,1 0,015 Melebihi mg/l


fosfast#

8 Amoniak 0,24 0,23 0,2 0,2 0,3 Tidak mg/l


(NH3-N) melebihi

9 Nitrat (NO3- 1,5 1,3 1,4 1,4 0,008 Melebihi mg/l


N)#

10 Minyak dan 1,2 1,3 1,3 1,3 1 Melebihi mg/l


lemak

Biologis

11 Total 2100 1516,7 150 1255,6 1000(c) Melebihi Jml/10


colioform# 0 ml

12 Fecal. 400 380 40 273,3 200 (c) Melebihi Jml/10


Colioform# 0 ml

Logam
terlarut

13 Cr+6# <0,055 <0,007 <0,01 <0,024 0,005 Melebihi mg/l

14 Cd <0,002 <0,002 <0,002 <0,002 0,001 Melebihi mg/l

15 Cu <0,002 <0,002 <0,002 <0,002 0,008 Tidak mg/l


melebihi

16 Pb# <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 0,008 Tidak mg/l


melebihi

17 As# <0,000 <0,000 <0,000 <0,000 0,012 Tidak mg/l


1 1 1 1 melebihi

1 Hg# <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 0,001 Tidak mg/l


melebihi
3. sumber daya buatan dan jasa kelautan di sumatra utara

Indonesia sebagai negara bahari yang besar di dunia, memiliki sumber daya (SD) ekonomi
kelautan yang potensial untuk dikembangkan. Pada era globalisasi dan sistem perdagangan bebas
saat ini, tingkat persaingan antar bangsa sudah semakin kompetitif. Dengan demikian sektor
ekonomi harus mampu menghasilkan barang dan jasa (goods and services) yang berdaya saing
tinggi. Keterbatasan pengembangan ekonomi berbasis daratan dan lambatnya pertumbuhan
ekonomi mengharuskan sektor kelautan dikelola dengan optimal karena berpotensi menghasilkan
produk yang dapat memacu pertumbuhan ekonomi. Disamping itu permintaan produk-produk
kelautan terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, sehingga ekonomi
kelautan akan menjadi keunggulan kompetitif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi pada
berbagai wilayah (Mira, 2013 ; Syarief et al., 2014; Rinanti, 2013; Ariani et al., 2014), dan
dampaknya bagi kegiatan ekonomi wilayah adalah dalam bentuk peningkatan Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) bahkan pendapatan nasional (Hamidi et al., 2011 ; Rizal, 2013; Tatali et
al., 2013). Bidang kelautan terdiri dari berbagai sektor yang dapat dikembangkan untuk
memajukan perekonomian nasional dan daerah yaitu;

a) perikanan tangkap dan budidaya;


b) industri pengolahan hasil perikanan;

c) industri bioteknologi kelautan, pertambangan dan energi;

d) pariwisata bahari;

e) angkutan laut;

f) jasa perdagangan;

g) industri maritim;

h) sumberdaya non- konvensional;

i) warisan budaya (cultural heritage);

j) jasa lingkungan, konservasi dan biodiversitas (Darsono, 1999:9).

Darsono (1999:2) menyampaikan bahwa wilayah pesisir dan lautan Indonesia terkenal dengan
kekayaan dan keanekaragaman sumber daya, alam baik sumber daya yang dapat pulih
(perikanan, hutan mangrove, terumbu karang, dll.), maupun sumberdaya yang tidak dapat
diperbaharui (minyak bumi, gas, mineral dan bahan tambang lainnya). Dan Indonesia memiliki
kekayaan keanekaragaman hayati (biodiversity) laut terbesar di dunia, dengan ekosistem 5
pesisir yang khas seperti hutan mangrove, terumbu karang (coral reefs), dan padang lamun (sea
grass beds). Propinsi Sumatera Utara merupakan propinsi besar diluar Pulau Jawa dengan jumlah
penduduk 14. 102.911 jiwa (Tahun 2016), dengan tingkat kepadatan penduduk 193 jiwa/ km.
Penduduk terbanyak berada di Kota Medan yaitu 2.229.408 jiwa, disusul Kabupaten Deli
Serdang 2.072.521 jiwa dan penduduk yang paling sedikit berada di Kabupaten Pakpak Barat
sebanyak 10.367 jiwa (BPS, Sumatera Utara Dalam Angka, 2017). Propinsi Sumatera Utara
dengan luas wilayah 181.860,65 km² terdiri atas daratan 71.680,68 km² atau sebesar 3.73 % dan
perairan 110.000,65 km² termasuk Pulau Nias, Pulau- pulau Batu serta beberapa pulau kecil di
perairan bagian Barat dan Timur Pulau Sumatera, dan umumnya kabupaten/ kota diwilayah ini
merupakan kawasan pesisir sehingga potensial untuk dikembangkan menjadi sentra ekonomi
kelautan dan perikanan yang lebih maju dan berkelanjutan.

2. Potensi Sumber Daya Alam Sumatera Utara


Propinsi Sumatera Utara memiliki sumber daya alam yang potensial di kembangkan untuk
meningkatkan pendapatan masyarakat dan memacu pertumbuhan ekonomi wilayah ini. Potensi
sumber daya tersebut meliputi; sektor pertanian, perikanan, peternakan kehutanan dan sumber
daya lainnya.

Data Kementerian Kelautan dan Perikanan (2015) menyampaikan Propinsi Sumatera Utara tahun
2015 mampu menghasilkan produk kelautan dan perikanan, yang bersumber dari; perikanan
tangkap di selat Malaka 276.000 ton dan di Samudera Hindia 1.076.960 ton. Produksi perikanan
budidaya yaitu; budidaya tambak 20.000 ha, budidaya laut 100.000 ha, budidaya air tawar
81.372,84 ha dan perairan umum 155.797 ha. Produk tersebut dihasilkan dikawasan pesisir
Sumatera Utara dengan panjang pantai 1.300 km yang terdiri dari Pantai Timur 545 km, Pantai
Barat 375 km, Kepulauan Nias dan Pulau- Pulau Baru sepanjang 380 km (DKP Sumut, 2015).
Secara umum pengembangan sektor perikanan Propinsi Sumatera Utara dibagi menjadi beberapa
wilayah kerja sesuai dengan potensi masing- masing (Ikbar, 2015) yaitu :

a. Wilayah Pantai Barat Sumatera Utara. Terdiri dari 12 kabupaten/kota yaitu; Kabupaten Nias,
Nias Selatan, Nias Barat, Nias Utara, Mandailing Natal, Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah,
Padang Lawas dan Padang Lawas Utara. Kemudian Kota; Gunung Sitoli, Sibolga dan Padang
Sidempuan. Wilayah ini potensial untuk penangkapan dan pengolahan ikan. Budidaya laut terdiri
dari; rumput laut, kerapu dan kakap. Budidaya tawar yang terdiri dari; mas, nila, lele, patin,
gurame, tawes dan nila. Budidaya tambak terdiri dari; udang vaname, udang windu, kerapu,
kakap, bandeng.

b. Wilayah Dataran Tinggi Sumatera Utara. Terdiri dari 10 kabupaten/kota yaitu; Kabupaten
Tapanuli Utara, Toba Samosir, Karo, Dairi, Samosir, Humbang Hasundutan, Simalungun, dan
Pakpak Bharat. Kemudian Kota; Pematang Siantar dan Tebing Tinggi. Wilayah ini potensial
untuk penangkapan ikan di perairan umum dan pengolahan ikan. Budidaya air tawar yaitu; nila,
mas, lele, patin dan gurame.

c. Wilayah Pantai Timur Sumatera Utara. Tedidri atas 11 kabupaten/kota yaitu; Kabupaten
Langkat, Serdang Bedagai, Deli Serdang, Asahan, Labuhan Batu, Labuhan Batu Selatan,
Labuhan Batu Utara, Batubara. Kemudian Kota; Medan, Tanjung Balai dan Binjai. Wilayah ini
potensial untuk penangkapan dan pengolahan ikan. Budidaya laut yang terdiri dari; kerapu,
kakap, dan kerang hijau. Budidaya tawar yaitu; mas, nila, lele, patin, gurame, grass carp, lobster
air tawar, bawal tawar dan ikan hias. Budidaya tambak yaitu; rumput laut, udang vaname, udang
windu, kerapu, kakap, bandeng, sedangkan budidaya perairan umum yaitu mas, nila, dll.

3. Analisis Keragaan Ekonomi Kelautan (Ocean Economy) Propinsi Sumatera Utara

3.1. Strategi Dasar Pembangunan dan Aksi Pembangunan Kelautan Sumatera Utara

Pemerintah Sumatera Utara berusaha mengoptimalkan potensi kelautan dan perikanan untuk
mendongkrak pertumbuhan ekonomi melalui peran pemerintah kabupaten/kota. Salah satunya
adalah Kota Sibolga dan Kabupaten Serdang Bedagai. Kota Sibolga merupakan kota tertua di
Sumatera Utara yang terletak diwilayah Pantai Barat Sumatera Utara memiliki potensi kelautan
yang luar biasa dan sebagai sektor unggulan dalam pembangunan kemaritiman di Sumatera
Utara. Kota Sibolga merupakan salah satu kota di wilayah pesisir Pantai Barat Sumatera Utara
yang letaknya sangat strategis dengan jumlah penduduk 84.481 jiwa dengan luas wilayah 10,77
km2 . Kota Sibolga merupakan salah satu sentra produksi ikan di Kawasan Pantai Barat
Sumatera, bahkan sub lapangan usaha/sub-sektor perikanan ini mampu berkontribusi sebesar
23,87% bagi pembentukan struktur perekonomian berdasarkan distribusi Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) Kota Sibolga atas dasar harga konstan tahun 2000 (Panggabean,
2016:1). Lebih lanjut Panggabean (2016:2) menyampaikan keberlangsungan subsektor perikanan
perlu didukung perencanaan wilayah yang efektif dan efisien, untuk menemukan dan mengenali
kondisi dan potensi yang ada baik dari sisi fisik maupun dari para pelaku usaha tersebut,
sehingga dapat menghasilkan perencanaan pembangunan yang bertujuan untuk peningkatan
peluang kerja dan kesejahteraan masyarakat di Kota Sibolga. Dengan demikian program
pembangunan kelautan akan menghasilkan perkembangan di bidang;

1) sektor perikanan;

2) sektor pariwisata bahari;

3) sektor pertambangan;

4) sektor industri maritim;

5) sektor angkutan laut;

6) sektor bangunan kelautan;


7) sektor jasa kelautan.

juga diketahui nilai ILOR bidang kelautan Propinsi Sumatera Utara, yang merupakan koefisien
yang menghubungkan peningkatan jumlah tenaga kerja dan output yang dihasilkan. untuk bidang
kelautan Propinsi Sumatera Utara dengan rata-rata 5,837 (Tahun 2016) dan 6,160 (Tahun 2017),
hal ini menujukkan bahwa usaha kelautan ini merupakan bidang usaha yang cukup baik dalam
menyerap tenaga kerja untuk meningkatkan produksinya.

4. Pembangunan pariwisata bahari pada hakikatnya adalah upaya pemanfaatan obyek serta daya
tarik pariwisata bahari di kawasan pesisir Sumatera Utara yaitu; kekayaan alam yang indah,
keragaman flora dan fauna 13 seperti terumbu karang dan berbagai jenis ikan hias yang terdapat
di perairan Kepulauan Nias dan Pulau-pulau kecil di Pantai Barat Sumatera Utara. Jenis kegiatan
wisata bahari yang pada saat ini telah dikembangkan oleh pemerintah dan swasta, adalah; wisata
alam, pemancingan, berenang, selancar, berlayar, rekreasi pantai dan wisata pesiar. Sumberdaya
hayati pesisir dan lautan Sumatera Utara seperti populasi ikan hias yang diperkirakan sekitar 263
jenis, terumbu karang, padang lamun, hutan mangrove dan berbagai bentang alam pesisir atau
coastal landscape yang unik lainnya membentuk suatu pemandangan alamiah yang begitu
menakjubkan, sehingga memiliki daya tarik yang besar bagi wisatawan baik domestik maupun
luar negeri.

5. Arah Kebijakan Pengembangan Jasa Kelautan Propinsi Sumatera Utara

Medan (22/11) - Kegiatan yang difasilitasi oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera
Utara ini dilaksanakan pada Jumat, 22 November 2019. Sosialisasi Peraturan Perizinan Bidang
Jasa Kelautan di Medan dibuka oleh Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera
Utara, (Mulyadi Simatupang, S.Pi, M.Si.) “Dengan adanya sosialisasi ini diharapkan ada
sinkronisasi antara pusat dan daerah dalam pembangunan pesisir dan laut, menjaga lingkungan.
Kami butuh investor untuk pembangunan di Sumatera Utara. Acara yang berlangsung di Kantor
Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatera Utara ini dihadiri oleh 50 orang dari instansi terkait,
DKP kabupaten pesisir, dan stakeholder lain.
Pemaparan terkait peraturan perizinan bidang jasa kelautan disampaikan oleh Kepala
Subdirektorat Wisata Bahari dan BMKT, Drs. Rusman Hariyanto, M.T. mewakili Direktur Jasa
Kelautan. Izin lokasi perairan sebagai instrument pengendalian pemanfaatan ruang laut
diberlakukan untuk memberikan kepastian hukum, kepastian ruang, kepastian investasi/ usaha
dan mencegah konflik pemanfaatan ruang laut terutama di bidang jasa kelautan.
Pengembangan jasa kelautan mempunyai daya tarik yang luar biasa, artinya jasa kelautan bisa
menghela sektor - sektor kelautan untuk menciptakan pertumbuhan dan pusat-pusat
perekonomian baru, dan selanjutnya akan berdampak pada masuknya investasi dan mendorong
penciptaan lapangan kerja. Arah pengembangan jasa kelautan tentu harus mengacu pada suatu
kebijakan kelautan (Ocean Policy). Ocean policy sebagai payung besar kebijakan nasional,
dibangun dengan pendekatan kelembagaan yang kajiannya mencakup dua domain dalam
pemerintahan, yakni eksekutif dan legislatif. Kebijakan kelautan pada akhirnya menjadi
kebijakan ekonomi-politik yang menjadi tanggung jawab bersama pada semua tingkatan institusi
eksekutif yang mempunyai keterkaitan kelembagaan maupun sektor pembangunan. Sedangkan,
pada level legislatif, perlu diupayakan adalah menciptakan instrumen kelembagaan (peraturan
perundang-undangan), mulai dari level pusat hingga daerah untuk mendukung pelaksanaan
kebijakan (Kusumastanto dan Karim, 2000). Pengembangan jasa kelautan harus dilakukan secara
berkelanjutan (Jacobseb et al , 2014:277) dan diarahkan untuk meraih empat tujuan secara
seimbang, yakni;

1) pertumbuhan ekonomi tinggi secara berkelanjutan dengan jasa kelautan sebagai salah satu
penggerak utama (prime mover);

2) peningkatan kesejahteraan pelaku usaha, khususnya pemangku kepentingan yang terkait


dengan industri jasa kelautan;

3) terpeliharanya kelestarian lingkungan dan sumberdaya kelautan; dan

4) menjadikan jasa kelautan sebagai salah satu modal bagi pembangunan kelautan nasional.

Pengembangan jasa kelautan Jasa kelautan sebagai prime mover Ocean policy Pengelolaan
sumber daya kelautan secara berkelanjutan Eksekutif dan Legislatif Pertumbuh an ekonomi
Peningkatan kesejahteraa n Ekologi (daya dukung, karakter kawasan) Ekonomi (kelayakan
usaha) Sosial (persepsi masyarakat) Teknologi dan sistem informasi Kelembagaan/ hukum
(kebijakan/peraturan)
Kelautan Propinsi Sumatera Utara. Dengan demikian kebijakan pengembangan jasa kelautan
diharapkan akan mampu mendorong pertumbuhan sektor-sektor jasa kelautan secara holistik
sehingga dapat menggerakkan sektor-sektor ekonomi lainnya melalui pengembangan kawasan
ekonomi khusus, misalnya pengembangan kawasan kluster industri bahari. Sehingga
pengembangan jasa kelautan harus secara spesifik dan instansi terkait harus bersinergi untuk
pengembangan jasa kelautan di Sumatera Utara. Dalam pengembangan sektor kelautan dan
perikanan diperlukan sumber daya aparatur yang berkompeten yang memiliki kemampuan
teknis. Nelayan juga harus memiliki ide kreatif dan inovatif dalam mengembangkan sektor
kelautan dan perikanan untuk meningkatkan pendapatan baik melalui kegiatan pelatihan maupun
penyuluhan yang dilakukan oleh dinas terkait seperti Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi
Sumatera Utara. Pengembangan sektor kelautan dan perikanan harus didukung dengan
tersedianya sarana dan prasarana yang digunakan serta harus didukung dengan budidaya yang
baik sehingga membantu menyumbang pendapatan daerah. Budidaya yang dilakukan dapat
berupa; perikanan air tawar (kolam, mina padi, karamba), budidaya perikanan air payau,
budidaya perikanan air laut (budidaya rumput laut, budidaya ikan di karambajaringapung).

Daftar Pustaka

http://jurnal.unpad.ac.id/ijas/article/download/16801/8102
Hotden Leonardo Nainggolan, J. T. (2018). Analisis Keragaan Ekonomi Kelautan dan Arah Kebijakan. PT
Elex media kompotindo, , 1-64.

Panggabean, M. A. (2016). Studi peran subsektor perikanan dalam pengembangan wilayah di kota
sibolga. Jurnal Il. Tan. Lingk., , 49-55.

Anda mungkin juga menyukai