LAPORAN PENDAHULUAN
RINGKASAN
Kali Pesanggrahan adalah salah satu dari 13 kali (sungai) yang melintasi wilayah DKI
Jakarta. Berdasarkan PP No 82/2001, Kali Pesanggrahan merupakan salah satu sungai
dengan peruntukan perikanan golongan Kelas III. Dalam pengalirannya menampung
berbagai beban limbah, dimana semakin kehilir beban yang ditanggungnya semakin berat.
Kajian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai kualitas air Kali Pesanggrahan
dibandingkan dengan Baku Mutu, mengidentifikasi sumber pencemaran potensial Kali
Pesanggrahan, mengevaluasi daya tampung air Kali Pesanggrahan Terhadap Beban
Pencemaran dan memberikan rekomendasi program pengendalian pencemaran Kali
Pesanggrahan. Lingkup wilayah studi meliputi daerah di sepanjang aliran yang melalui
wilayah Jakarta yang dibagi menjadi 7 (tujuh) titik pengamatan. Hasil pengukuran kualitas
air. dianalisis dengan me mbandingkan dengan Baku Mutu parameter menurut SK Gub DKI
NO. 582 tahun 1995, pendugaan sumber pencemar potensial didapat dari data sekunder
berupa kegiatan yang potensial mencemari dan pendugaan jenis pencemarnya dan
dianalisis secara deskriptif,penetapan daya tampung Kali Pesanggrahan menggunakan
QUAL2E dan berdasarkan kondisi kualitas air, sumber pencemar potensial dan daya
tampung Kali Pesanggrahan, selanjutnya diberikan alternatif rekomendasi progam
pengendalian pencemaran Kali Pesanggrahan. Tekanan aktivitas penduduk menyebabkan
terjadinya permasalahan pada kualitas airnya. Kualitas air Kali Pesanggrahan
memperlihatkan mendapat pengaruh dari aktivitas di sekitarnya, dimana terlihat dari
beberapa parameter yang melebihi baku mutu. Beberapa parameter yang berperan sebagai
penanda pencemaran yang khas di kota besar adalah BOD, COD, minyak dan lemak,
deterjen, fenol dan E. coli. Selain itu tingkat pencemaran terlihat semakin ke hilir semakin
tinggi sejalan dengan meningkatnya kepadatan penduduk di sekitarnya. Sumber encemar
potensial berasal dari permukiman, rumah makan, showroom mobil dan cuci mobil, industri
menengah dan besar, industri kecil dan rumah tangga. Daya tampung Kali Pesanggrahan,
yaitu sebesar 57.597,30 kg/jam. Untuk mencapai kelas air yang ditargetkan, maka beban
BOD harus diturunkan sebesar 41% khususnya wilayah hilir Kali Pesanggrahan.
DAFTAR ISI
Hal
Ringkasan ……………………………...………………………………………………. i
Daftar Isi ………………………………………………………………………………... ii
Daftar Tabel ………………………………………………….…………………………. iii
Daftar Gambar …………………………………………………………..……………… iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ………………………………………………………… I–1
1.2. Maksud dan Tujuan …………………………………………………… I–3
1.3. Dasar Hukum ………………………………………………………...... I–3
BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI
2.1. Kali Pesanggrahan ……………………. ………………………………. II –1
2.2. Karakteristik Kali Pesanggrahan ...................................................... II –3
2.3. Pencemaran Sungai dan Kualitas Air Sungai..………………………. II –6
2.4. Pengelolaan Kualitas Air……………………………….. …………..... II –14
2.5. Daya Tampung Sungai ………………………………………………... II -18
2.6. Pengendalian Pencemaran Air ………………………………………... II-20
BAB III METODOLOGI
3.1. Lingkup Wilayah dan Waktu Studi.……………………………………. III – 1
3.2. Metodologi Studi…………………………………………………………. III – 7
3.3. Analisis ………………………………………………………………….. III – 9
BAB IV HASIL DAN ANALISIS
4.1. Rona Lingkungan Kali Pesanggrahan…….. ………………………... IV – 1
4.2. Karakteristik dan Kualitas Air Kali Pesanggrahan ....... .................... IV – 4
4.3. Sumber Pencemar Potensial Kali Pesanggrahan............................. IV –21
4.4. Daya Tampung Kali Pesanggrahan ................................................. IV – 23
4.5. Rekomendasi Program Pengendalian Pencemaran Kali IV – 26
Pesanggrahan ..................................................................................
BAB V KESIMPULAN V-1
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
BAB I
PENDAHULUAN
DKI Jakarta dialiri 13 sungai (kali). Sungai-sungai ini terbagi dalam dua Daerah Aliran
Sungai (DAS) utama, yaitu DAS Ciliwung dan DAS Cisadane. Kali Pesanggrahan adalah
salah satu dari 13 kali (sungai) yang melintasi wilayah DKI Jakarta. Dalam sistem Daerah
Aliran Sungai (DAS), Kali Pesanggarahan terdapat dalam DAS Cisadane.
Air permukaan seperti sungai banyak dimanfaatkan untuk keperluan manusia seperti tempat
penampungan air, media transportasi, mengairi sawah dan keperluan peternakan, keperluan
industri, perumahan, sebagai daerah tangkapan air, pengendali banjir, ketersediaan air,
irigasi, tempat memelihara ikan dan juga sebagai tempat rekreasi.
Sebagai tempat penampungan air maka sungai mempunyai kapasitas tertentu dan ini dapat
berubah karena aktivitas alami maupun antropogenik. Sebagai contoh pencemaran sungai
dapat berasal dari (1) tingginya kandungan sedimen yang berasal dari erosi, kegiatan
pertanian, konstruksi bangunan, pembukaan lahan dan aktivitas lainya; (2) limbah organik
dari manusia, hewan dan tanaman dan (3) kecepatan pertambahan senyawa kimia yang
berasal dari aktivitas industri yang membuang limbahnya ke perairan. Ketiga hal tersebut
merupakan sumber dampak dari meningkatnya populasi manusia, kemiskinan dan
industrialisasi.
Penurunan kualitas air akan menurunkan dayaguna, hasil guna, produktivitas, daya dukung
dan daya tampung dari sumberdaya air yang pada akhirnya akan menurunkan kekayaan
sumberdaya alam. Untuk menjaga kualitas air agar tetap pada kondisi alamiahnya, perlu
dilakukan pengelolaan dan pengendalian pencemaran air secara bijaksana.
Mengingat fungsi ekosistem yang sangat penting tersebut, pemerintah maupun masyarakat
berupaya menjaga keberlanjutannya baik melalui program terstruktur maupun program yang
dilaksakan swadaya oleh masyarakat. Pemerintah sejak lama telah mencangkan Program
Kali Bersih (PROKASIH) dan secara faktual sebagian bantaran Kali Pesanggrahan telah
dikelola oleh masyarakat secara partisipatif yang memiliki kepedulian yang tinggi tentang
konservasi alam. Hal ini dapat dilihat dari hal-hal sebagai berikut:
1. Bantaran Kali Pesanggrahan dikelola dengan baik dan dipertahankan semaksimal
mungkin seperti kondisi alamiahnya sehingga kelestarian lingkungan sungai sebagai
kawasan ekologi dan kawasan plasma nutfah serta tanaman arboterium masih tetap
terjaga,
2. Bantaran sungai juga oleh masyarakat setempat dimanfaatkan untuk bercocok
tanam dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari yaitu sebagai lahan pertanian, kebun,
tanaman obat dan rempah, adapun kebutuhan air/penyiramannya dengan
pengambilan langsung dari sungai,
3. Pada areal tertentu dibuat kolam atau empang dimana sumber airnya adalah dari air
buangan rumah-rumah penduduk yang berfungsi sebagai tempat penampungan
sementara sebelum dibuang menuju sungai, juga sebagai tempat peternakan ikan
untuk meningkatkan ekonomi warga,
4. Adanya kegiatan pembersihan limbah sampah di sungai secara berkala, yang
dilakukan oleh masyarakat dan murid-murid sekolah, serta
5. Pengelolaan budidaya dan pariwisata yang dilakukan secara partisipasi oleh
masyarakat.
Daya tampung beban pencemaran adalah kemampuan air pada suatu sumber air, untuk
menerima masukan beban pencemaran tanpa mengakibatkan air tersebut menjadi cemar
Beban pencemaran adalah jumlah suatu unsur pencemar yang terkandung dalam air atau
limbah (Peraturan Pemerintah RI No. 82 Tahun 2001).
Berbagai permasalahan sumberdaya air yang dihadapi DKI Jakarta saat ini adalah
terjadinya ketidakseimbangan antara ketersediaan air dengan kualitas yang semakin
menurun dan kebutuhan air yang cenderung meningkat. Atas dasar tersebut perlu upaya
pengendalian pencemaran air.
1.2. TUJUAN
Undang-Undang:
1. Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya.
2. Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.
3. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
4. Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
5. Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
6. Undang-Undang No. 24 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi.
7. Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Peraturan Pemerintah:
1. Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air.
2. Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumberdaya Air.
3. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 14 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pelaksanaan Program Adipura.
4. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 01 Tahun 2009 Tentang Program
Adipura.
Peraturan/Keputusan Menteri
1. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 01 Tahun 2009 tentang Program
Adipura.
2. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 17 Tahun 2009 tentang Pedoman
Penentuan Daya Dukung Lingkungan Hidup Dalam Penataan Ruang Wilayah.
3. Kepmen LH No. 37 tahun 2003 tentang Metoda Analisis Kualitas Air Permukaan dan
Pengambilan Contoh Air Permukaan.
4. Kepmen LH No. 110 tahun 2003 tentang pedoman Penetapan Daya Tampung beban
Pencemaran Air pada Sumber Air.
5. Kepmen LH No. 111 tahun 2003 tentang Pedoman Mengenai Syarat dan Tata Cara
Perizinan serta Pedoman Kajian Pembuangan Air Limbah ke Air atau Sumber Air
6. Kepmen LH No. 112 tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik
7. Kepmen LH No. 114 tahun 2003 tentang Pedoman Pengkajian untuk Menetapkan Kelas
Air.
8. Kepmen LH No. 115 tahun 2003 tentang Pendoman Penentuan Status Mutu Air
9. Kepmen LH No. 142 tahun 2003 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup No. 111 tahun 2003 tentang Pendoman Mengenai Syarat dan Tata
Cara Perizinan serta Pedoman Kajian Pembuangan Air Limbah ke Sumber Air
Peraturan/Keputusan Daerah Khusus Ibukota Jakarta:
1. Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 68 Tahun 2005
Tentang Perubahan Keputusan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No.
115 Tahun 2001 Tentang Pembuatan Sumur Resapan.
2. Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 582 Tahun 1995
Tentang Penetapan Peruntukan dan Baku Mutu Air Sungai/Badan Air Serta Baku Mutu
Limbah Cair Di Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
3. Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 30 Tahun 1999
Tentang Perizinan Pembuangan Limbah Cair Di Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
BAB II
GAMBARAN UMUM
WILAYAH STUDI
Berdasarkan tata letaknya (morfologi sungai), seluruh gradien aliran sungai (kali) yang ada
di DKI Jakarta masuk dalam gradien wilayah sungai bagian hilir. Karakteristik sungai bagian
hilir ini memiliki daya erosi yang rendah sehingga menjadi area pengendapan (sedimentasi)
dan memiliki pola aliran bermeander sedang. Penyempitan sungai dan sampah akan
menyebaban kejadian bajir. Penggunaan tanah yang berlebihan dan pengelolaan limbah
cair yang kurang baik akan menurunkan kualitas air permukaan. Pada akhirnya akan
menentukan daya tampung kualitas airnya.
Panjang Kali Pesanggarahan di wilayah DKI Jakarta adalah 27 km dengan luas daerah
pengaliran (Sub-DAS) adalah 28,67 km2 (Profil DKI Jakarta, 2003). Berdasarkan kontur
ketinggian, elevasi tertinggi Kali Pesanggarahan di bagian hulu wilayah studi (berbatasan
dengan Kota Depok) adalah 37 meter dpl dengan lebar 6 meter. Semakin kehilir elevasi
mencapai 0-1 meter dengan lebar di beberapa tempat < 4 meter. Dengan demikian gradien
kemiringan Kali Pesanggarahan adalah 0,25% atau < 1% dan penampang basah serta
daya tampungnya berkurang merupakan potensi luapan dan banjir.
Secara umum, kondisi Kali Pesanggrahan sangat dipengaruhi oleh keadaan iklim di wilayah
yang dilewatinya. Keadaan iklim di Jakarta seperti terlihat pada Tabel 2.1.
Sedangkan debit, aliran terbesar dan aliran terkecil Kali Pesanggrahan selama 6 tahun
terakhir seperti tertera pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Debit, aliran terbesar (Qmax) dan aliran terkecil (Qmin) Kali Pesanggrahan
Pada bagian hilir, meander Kali Pesanggrahan sudah tidak alami dan mengalami
penyempitan dan pelurusan. Sehingga daya tampungnya berkurang dan pada saat hujan (di
bagian hulu) debit aliran yang datang dapat penyebabkan luapan (banjir) di bagian hilirnya.
Luapan banjir ini semakin meluas dengan adanya penyempitan saluran dan sumbatan
sampah.
Sehubungan dengan rendahnya dataran di wilayah ini, maka pasar Cipulir dan sekitarnya
sering sekali terkena banjir tahunan maupun banjir besar lima tahunan yang terjadi sekitar
bulan Februari 2002 dan 2007.
Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah DKI Jakarta dalam mengurangi banjir. Seperti
pembuatan Banjir Kanal. Di mana pada bagian hilir Kali Pesanggarahan dibuat sodetan dan
dihubungkan dengan Banjir Kanal. Disamping itu, pemerintah DKI Jakarta juga telah
menerapkan penggunaan di sempadan sungai sesuai aturan dan pembuatan sumur
resapan.
Pada bagian tengah (middle stream) sudah dilakukan upaya yang sangat gigih dari
masyarakat setempat selama hampir 15 tahun, bantaran Kali Pesanggrahan seluas 40 Ha
dipertahankan sebagai areal konservasi. Masyarakat sekitar sangat menyadari bahwa,
dengan melindungi bantaran sungai akan mengembalikan fungsi sungai dan meningkatkan
daya dukung lingkungan, dengan tujuan mengurangi banjir dan perbaikan kualits air.
Aliran Kali Pesanggrahan dipengaruhi oleh kondisi dan aktivitas DAS Kali Pesanggrahan,
baik kondisi penutup lahannya maupun aktivitas masyarakat yang ada di sistem lahan
maupun di sistem alurnya. Gambar 2.1. Memperlihatkan DAS Pesanggrahan dan Gambar
2.3. memperlihatkan alur Kali Pesanggrahan.
Teluk Jakarta
Cengkareng
Drain
Kali
Pesanggrahan
Pada musim kemarau, kualitas air Kali Pesanggrahan sangat jelek, baik warna maupun bau,
terutama pada ruas antara jembatan Cipulir sampai Pintu Air Daan Mogot.
Kementerian Lingkungan Hidup (2004) secara umum membagi kawasan aliran sungai yang
mendapat tekanan pencemaran adalah dari :
1. Lahan kritis, dimana penambahan lahan kritis disebabkan karena tekanan dan
pertambahan penduduk; luas areal pertanian yang tidak sesuai, perladangan berpindah;
pengelolaan hutan yang tidak baik dan penebangan ilegal dan eksploitasi bahan
tambang
2. Ketersediaan dan kebutuhan air, dimana kebutuhan air terbesar berdasarkan sektor
kegiatan dapat dibagi ke dalam tiga kelompok besar yaitu untuk kebutuhan domestik,
pertanian dan industri. Kebutuhan air semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya
pertambahan penduduk dan peningkatan kegiatan pembangunan.
3. Perubahan penggunaan lahan. Penggunaan lahan di daerah tangkapan air atau daerah
aliran sungai/DAS (catchment area) sangat mempengaruhi ketersediaan air. Hutan,
danau, rawa dan situ merupakan tempat yang mempunyai fungsi untuk menahan dan
menyerap air hujan. Namun meningkatnya jumlah penduduk dan pembangunan
ekonomi menyebabkan semakin meningkatnya tekanan terhadap lahan.
4. Jumlah rumah tangga dan fasilitas buang air besar. Di kota besar seperti Jakarta,
penurunan kualitas air sungai dipengaruhi oleh buangan limbah cair dari rumah tangga.
Selain itu masih banyak rumah tangga yang tidak mempunyai fasilitas buang air besar,
sehingga rumah tangga tersebut membuang limbahnya langsung ke sungai.
5. Jumlah bangunan di sepanjang bantaran sungai. Peningkatakan beban pencemaran dari
limbah rumah tangga ke sungai adalah meningkatnya jumlah bangunan di sepanjang
bantaran sungai. Daya tarik kota menyebabkan arus urbanisasi, sehingga kebutuhan
lahan semakin meningkat. Banyak lahan umum yang seharusnya tidak boleh dibangun,
akhirnya dimanfaatkan sebagai tempat permukiman terutama oleh kaum miskin.
6. Penggunaan pestisida dan pupuk, menambah beban pencemaran terhadap air sungai.
7. Pencemaran industri. Pencemaran sungai juga banyak disebabkan oleh limbah industri
yang tidak mengolah limbahnya.
Sumber pencemar sungai-sungai di DKI Jakarta dibagi menjadi 3 kelompok yaitu sumber
pencemar instansional, sumber pencemar non instansional dan sumber pencemar dari
daerah hulu.
1. Sumber pencemar instansional
Sumber pencemar instansional adalah sumber pencemar berbagai jenis kegiatan baik
skala besar dan menengah maupun skala kecil yang kecil yang jelas pengelolanya,
seperti industri, perdagangan, gedung/perkantoran, rumah sakit dan lain-lain.
2. Sumber pencemar non instansional
Limbah dari sumber pencemar non instansional ini berasal dari kegiatan-kegiatan rumah
tangga atau kegiatan lain yang tidak jelas penanggung jawab pengelolaan limbahnya
seperti limbah domestik (rumah tangga) dan limbah pertanian, sampah yang terbuang ke
sungai dan erosi.
air (sungai atau danau) dikategorikan menjadi dua yaitu zat pencemar yang dapat terurai
(organik) dan yang tidak dapat terurai (an-organik).
Sastrawijaya (2000), menjelaskan bahwa sumber utama zat pencemar organik yang dapat
terurai adalah kegiatan industri pengolahan, sisa dari metabolisme manusia, hasil kegiatan
pertanian dan aliran air hujan yang berasal dari permukiman penduduk, baik kota atau desa.
Zat-zat ini bila dibuang ke dalam badan air akan dimakan dan diuraikan atas zat
pembentuknya oleh bakteri pembusuk dan pengurai. Pada proses ini sebagian oksigen yang
terlarut dalam air dipakai oleh bakteri-bakteri, akibatnya terjadi penurunan kadar oksigen
yang terlarut dalam air tersebut. Dalam proses penguraiannya, kadar oksigen dalam air
dapat pulih kembali bila bersentuhan dengan udara. Proses penguraian seperti ini disebut
penguraian secara aerobik.
Adanya pertambahan beban limbah pada suatu badan air, menyebabkan kandungan
oksigen yang terlarut (DO) dalam badan air yang semula tinggi akan menurun. Rendahnya
kandungan oksigen selain akan mengganggu fungsi pernafasan organisme air dapat pula
menambah beban timbunan amonia (NH3 ) yang bersifat racun. Apabila terjadi proses
penguraian tanpa oksigen seperti ini disebut anaerobik.
Keadaan air yang mengalami proses penguraian anaerobik (kandungan oksigen nihil,
kandungan karbondioksida meningkat) maka akan timbul (atau ditandai) oleh gas-gas
methan (CH4), dan gas hidrogen sulfida atau (H2S) yang baunya busuk serta bersifat racun.
Pada kondisi ini air berubah warna menjadi kehitam-hitaman dan berbusa.
Jumlah zat pencemar organik yang dapat terurai dinyatakan melalui jumlah oksigen yang
diperlukan untuk proses oksidasi (penguraian) bahan tersebut, baik secara kimiawi maupun
secara biologik. Penguraian zat organik secara kimiawi disebut Chemical Oxigen Demand
(COD), yaitu kebutuhan oksigen secara kimiawi. Penguraian zat organik secara biologik
disebut Biological Oxigen Demand (COD), yaitu kebutuhan oksigen secara biologik.
(koli tinja), kekeruhan dan derajat keasaman atau pH (Welch, 1952 dalam Udayana, 1994;
Eckenfelder, W.W, 1977 dalam Irwan, D.Z, 1989, Park, Chris C, 1980).
Ukuran kadar oksigen yang terlarut dalam air (Disolve Oxygen) berguna untuk mengukur
kehidupan ikan dalam air. Kadar oksigen (DO), menjadi ukuran baik buruknya kualitas air
bagi kehidupan dalam air. Kondisi pencemaran air mulai menurun pada tingkat kurang dari 2
–3 ppm (atau konversi mg/l) dan semakin baik bila konsentrasinya lebih 3 ppm, seperti
berikut:
Konsentrasi oksigen terlarut rendah, akan mengakibatkan ikan dan hewan lainya yang
membutuhkan oksigen akan mati (Fardiaz, 1992). Berdasarkan kandungan oksigen ini, Lee
at al. (1978), membedakan kualitas air yang terlarut dala m air seperti berikut:
Parameter BOD dan COD adalah dua parameter yang saling melengkapi. BOD biasa
digunakan sebagai indikator parameter limbah yang mudah mengurai (limbah domestik),
sedangkan COD biasanya digunakan sebagai indikator pencemaran limbah yang tahan urai
seperti limbah industri dan pertanian (Alaerts dan Santika , 1987, dalam Syafrani, 1994).
Kriteria pencemaran berdasarkan kualitas air berdasarkan parameter BOD, adalah mulai
lebih dari 3,5 ppm (dapat konversi mg/l) dengan kondisi air tercemar tidaknya seperti berikut:
Tabel 2.5. Kualitas air berdasarkan nilai BOD5
Kisaran konsentrasi BOD
Kriteria Kualitas Perairan
(ppm atau mg/l)
< 3,0 Tidak tercemar
3,0 – 4,9 Tercemar ringan
5,0 - 14,9 Setengah tercemar
> 15,0 Tercemar berat
Sumber : Lee et al., 1978.
Dalam suatu pengukuran menggunakan BOD5, artinya pengukuran oksigen oleh bakteri
pembusuk dan penguraiannya selama lima hari pada suhu 20° C. Sementara Dojlido dan
Best (1993), membedakan kualitas air berdasarkan BOD adalah sebagai berikut:
PENYUSUNAN PROGRAM PENGENDALIAN PENCEMARAN
BERDASARKAN DAYA T AMPUNG SUNGAI DI DKI JAKARTA
(Studi Kasus: Kali Pesanggrahan) II-10
BADAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH DKI JAKARTA
Nitrogen di perairan dapat berbentuk gas nitrogen (N2), amonia terlarut (NH3 ), senyawa
amonium (NH4+), nitrit, nitrat dan senyawa bentuk lainnya yang berasal dari limbah
pertanian, permukiman dan industri.
Secara alami, senyawa amonia merupakan hasil penguraian protein dan jumlahnya relatif
rendah dalam perairan. Nitrogen amonia (NH3) merupakan awal penguraian nitrogen
organik. Senyawa ini dapat pula terbentuk apabila nitrat dan nitrit direduksi baik secara
biologis maupun kimiawi yang dilakukan baik oleh bakteri heterotrof maupun autotrof. Salah
satu terjadinya nitrifikasi dapat dijadikan ukuran atau konversi nitrogen amonia menjadi
nitrat. Menurut Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001, ikan tertentu yang peka dapat
teracuni dengan konsentrasi amonia 0,02 mg/l dan untuk ikan kurang peka adalah 0,5
mg/l.
Mikrobiologi (Bacteriology)
Alaerths (1997) dalam Syafrani (1994), menyatakan bahwa mikroorganisme yang terdapat di
dalam air berasal dari berbagai sumber seperti udara, tanah, sampah, lumpur, tanaman
hidup atau mati, hewan hidup atau mati, kotoran manusia atau hewan dan bahan organik
lainnya.
Salah satu parameter yang menunjukan adanya pencemaran badan air sungai yang erat
kaitannya dengan kesehatan masayarakat sebagai penggunaan badan air adalah
didapatkannya bakteri-bakteri patogen. Park (1980) menyatakan, penilaian dengan metode
bakteriologis adalah sangat berguna untuk kesehatan dan sanitasi. Penilaian ini
berdasarkan atas hubungan kerapatan bakteri koliform dengan tingkat pencemaran organik.
Penilaian keberadaan coliform, agak sulit karena ada banyak faktor yang dapat
mempengaruhinya.
Sebagai indikator tercemar tidaknya suatu perairan dalam hal ini dapat dilakukan dengan
pendekatan menganalisa bakteriologis (Fecal Coliform dan Eschericia coli) yang merupakan
bakteri patogen berasal dari limbah berupa kotoran atau tinja manusia atau hewan.
Kekeruhan (TSS)
Salah satu parameter fisik yang memberikan indikator pencemaran air berkaitan dengan
adanya aktivitas penduduk di atas tanah adalah kekeruhan (Total Suspended Solid).
Menurut Seani (1989), bahwa kekeruhan dapat disebabkan oleh bahan-bahan tersuspensi
dari ukuran koloid sampai dispersi besar, tergantung dari derajat turbulensinya.
Menurut Koesoebiono (1979), pengaruh utama dari kekeruhan adalah penurunan penetrasi
cahaya secara mencolok, sehingga menurunkan aktivitas fotosintesis fitoplankton dan alga
bentik, akibatnya produktivitas perairan akan turun.
Jogensen (1980) dalam Udayana (1997), menyatakan bahwa tingkat kekeruhan yang tinggi
menyebabkan proses fotosintesis hanya terbatas pada bagian permukaan saja, karena
penetrasi cahaya matahari menurun, menghilangnya jenis plankton dan bentos tertentu
serta jasad perairan lainnya, sehingga muncul jenis baru yang biasanya merugikan
kehidupan ikan.
Menurut Hawkes (1978) dalam Udayana (1997), pada pH antara 5 – 9 pengaruh bahan
beracun sangat kecil. Perairan netral mempunyai pH 7; bila pH lebih kecil dari 7, maka
perairan itu bersifat asam, dan bila lebih besar dari 7, maka perairan itu bersifat basa
(alkali).
Ditambahkan oleh Fardiaz (1992), bahwa perubahan kemasaman pada air buangan rumah
tangga, idustri dan lainnya, baik kearah alkali (pH naik) maupun kearah asam (pH turun),
akan sangat mengganggu kehidupan ikan dan hewan air di sekitarnya.
Bahan organik yang masuk dalam sungai merupakan sumber makanan dan energi bagi
mikroorganisme aerobik untuk pertumbuhannya, atau bahan organik ini mengalami
stabilisasi dalam suasana aerob. Bakteri merupakan kunci dalam siklus biologi dimana
berperan mengaubah bahan-bahan organik terlarut menjadi sel-sel bakteri dan unsur-unsur
anorganik. Antara algae dan bakteri terdapat hubungan simbiosis mutualis me, melalui
proses fotosintesa dengan bantuan sinar matahari, algae akan menghasilkan oksigen yang
melalui metabolisme aerobik bakteri akan menggunakan oksigen. Intensitas aktivitas
mikroorganisme ini digambarkan dengan nilai BOD. Pada kondisi ini nilai BOD tinggi
sedangkan nilai DO (dissolved oxygen) rendah, kemudian pada saat suplai makanan habis,
aktivitas mikroorganisme menurun seirama dengan menurunnya BOD. Pada saat BOD
turun, suplai oksigen dapat dipenuhi oleh atmosfer, sehingga keseimbangan perairan
kembali normal. Hal ini dikenal dengan pemurnian diri (self purification).
Perubahan pada suatu perairan tercemar bahan organik menurut Nemerow (1991) dapat
dibagi menjadi empat tahap yaitu :
1. Tahap degradasi atau perombakan, ditandai dengan penurunan oksigen terlarut dan
kenaikan nilai BOD
2. Tahap dekomposisi aktif, dimana oksigen terlarut ada dalam jumlah minimum dan
kadang terjadi kondisi anaerob yang menimbulkan bau busuk. Pada tahap ini, dapat
mengganggu kehidupan ikan. Dekomposisi bahan organik menyebabkan suburnya
PENYUSUNAN PROGRAM PENGENDALIAN PENCEMARAN
BERDASARKAN DAYA T AMPUNG SUNGAI DI DKI JAKARTA
(Studi Kasus: Kali Pesanggrahan) II-13
BADAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH DKI JAKARTA
pertumbuhan bakteri dan jamur serta menurunkan nilai BOD, disertai kenaikan ammonia
nitrogen.
3. Tahap pemulihan, dimana tingkat reaerasi melebihi tingkat deoksigenasi sehingga
oksigen terlarut naik perlahan-lahan. Ammonia nitrogen berubah secara biologis
menjadi nitrat. Rotifer, crustacea dan spesies ikan yang toleran akan muncul lagi. Algae
tumbuh subur pada hara anorganik hasil stabilisasi bahan organik.
4. Tahap kondisi air kembali bersih, dimana nilai oksigen terlarut normal dan angka BOD
kecil. Berbagai kehidupan tumbuhan-tumbuhan dan hewan akuatik serta ikan yang peka
mulai kembali. Perubahan kualitas air kembali seperti sebelum ada pembuangan
limbah.
Lingkungan alam memiliki kemampuan untuk menahan beban pencemaran dan dapat
memperbaharui diri setelah beban tersebut hilang. Kemampuan ini disebut kemampuan
memperbaharui diri yang menjadi dasar dalam perhitungan “daya dukung lingkungan”
(carrying capacity).
Secara umum kema mpuan pulih media perairan akibat pencemaran air lebih besar pada air
permukaan dibanding dengan air tanah. Kemampuan pulih tersebut juga lebih besar di
sungai daripada di danau atau waduk. Sungai dapat mengembalikan ke kondisi asal bila
pencemar tersebut ada dalam tingkat yang dapat ditoleransi. Bila tanaman atau hewan
hancur dengan adanya pencemar, masukan kembali tanaman dan hewan dapat dilakukan
bila kondisi sudah pulih.
Pencemaran pada air dapat masuk ke tanah, dapat tidak terdeteksi sampai beberapa tahun
sejak terkontaminasi dan dapat menyebabkan kerusakan sebelum kembali pulih pada
jangka waktu tertentu.
Kondisi biofisik perairan yang mencakup kualitas perairan (fisika, kimia dan biologi)
dilakukan dengan tujuan untuk menentukan present status perairan yang terkait dengan
kelayakan pemanfaatan bagi kehidupan. Informasi mengenai kemampuan pulih media
lingkungan hidup sangat diperlukan bagi pengambilan keputusan dalam menentukan
kebijakan dalam perbaikan mutu lingkungan hidup.
Penetapan standar merupakan salah satu upaya efektif dalam pengendalian pencemaran
air. Standar memberikan arahan bagi pihak-pihak yang berkaitan dengan program tersebut.
Standar kualitas air yang berlaku harus dapat dilaksanakan yaitu semaksimal mungkin
melindungi lingkungan tetapi memberikan toleransi bagi pembangunan industri dan sarana
pengendalian pencemaran air yang ekonomis.
Dalam pengelolaan kualitas air dikenal dua macam standar, yaitu stream standard dan
effluent standar. Stream standard adalah karakteristik kualitas air yang disyaratkan bagi
badan air, yang disusun dengan mempertimbangkan pemanfaatan badan air tersebut,
kemampuan mengencerkan dan membersihkan diri terhadap beban pencemar (self
purification). Industri dapat membuang bahan-bahan buangan ke badan air sejauh tidak
menyebabkan perubahan yang melampaui batas standar kualitas badan air tersebut.
Effluent standard adalah karakteristik kualitas air yang disyaratkan bagi air buangan yang
akan disalurkan ke badan air.
Penerapan effluent standard cukup baik bagi daerah yang telah padat industri atau yang
direncanakan untuk pengembangan industri. Dalam hal ini akan diperoleh keseragaman
persyaratan buangan suatu wilayah, sehingga pengawasan effluent buangan lebih mudah
dilaksanakan (Ginting, 1992).
Beban pencemaran adalah jumlah suatu parameter pencemaran yang terkandung dalam
sejumlah air atau limbah; daya tampung beban pencemaran adalah kemampuan air pada
sumber air menerima beban pencemaran limbah tanpa mengakibatkan turunnya kualitas air
sehingga melewati buku mutu air yang ditetapkan sesuai dengan peruntukannya (Peraturan
PENYUSUNAN PROGRAM PENGENDALIAN PENCEMARAN
BERDASARKAN DAYA T AMPUNG SUNGAI DI DKI JAKARTA
(Studi Kasus: Kali Pesanggrahan) II-15
BADAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH DKI JAKARTA
Selanjutnya dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup no. 110 Tahun 2003
tentang Pedoman Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran Air pada Sumber Air
dikatakan bahwa Daya tampung beban pencemaran air adalah kemampuan air pada suatu
sumber air, utnuk menerima masukan beban pencemaran tanpa mengakibatkan air tersebut
menjadi cemar.
Beban pencemaran adalah jumlah suatu unsur pencemar yang terkandung dalam air atau
air limbah. Metoda neraca massa adalah metoda penetapan daya tampung beban
pencemaran air dengan menggunakan perhitungan neraca massa komponen-komponen
sumber pencemaran.
Pemodelan sungai diperkenalkan oleh Streeter dan Phelps pada tahun 1925 menggunakan
persamaan kurva penurunan oksigen (oxygen sag curve) dimana metode pengelolaan
kualitas air ditentukan atas dasar defisit oksigen kritik Dc. Pemodelan Streeter dan Phelps
hanya terbatas pada dua fenomena yaitu proses pengurangan oksigen terlarut
(deoksigenasi) akibat aktivitas bakteri dalam mendegradasikan bahan organik yang ada
dalam air dan proses peningkatan oksigen terlarut (reaerasi) yang disebabkan turbulensi
yang terjadi pada aliran sungai (Chapra, 1997).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2001 klasifikasi dan kriteria mutu air,
dibagi menjadi :
1. Kelas I, air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk air baku air minum dan atau
peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut.
2. Kelas II, air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air,
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanian dan atau
peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
3. Kelas III, air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air
tawar, peternakan, air untuk mengairi tanaman dan atau peruntukkan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
4. Kelas IV, air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk mengairi pertamanan dan
atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut.
Penilaian kualitas air, berdasarkan standar baku mutu (BM) dalam PP 82 tahun 2001,
bahwa mutu air yang digunakan untuk rekreasi, perikanan dan pertanaian termasuk dalam
Kelas II dan Kelas III, seperti berikut:
Daya tampung beban pencemaran air adalah kemampuan air pada suatu sumber air, untuk
menerima masukan beban pencemaran tanpa mengakibatkan air tersebut menjadi cemar.
Parameter yang digunakan untuk menghitung daya tampung beban pencemaran adalah
karakteristik sungai penerima limbah seperti BOD, DO, Temperatur, debit dan kecepatan
arus. Serta karakteristik limbah meliputi BOD, DO, Temperatur, debit dan kecepatan arus.
Perhitungan daya tampung beban pencemar pada sumber air ditetapkan berdasarkan
Metoda QUAL2E sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 110
Tahun 2003 Tentang Pedoman Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran Air Pada
Sumber Air
QUAL2E merupakan program pemodelan kualitas air sungai yang sangat komprehensif dan
yang paling banyak digunakan saat ini. QUAL2E dikembangkan oleh US Environmental
Protecion Agency. Tujuan penggunaan suatu pemodelan adalah menyederhanakan suatu
kejadian agar dapat diketahui kelakuan kejadian tersebut. Pada QUAL2E ini dapat diketahui
kondisi sepanjang sungai (DO dan BOD), dengan begitu dapat dilakukan tindakan
selanjutnya seperti industri yang ada disepanjang sungai hanya diperbolehkan membuang
limbahnya pada beban tertentu.
Perangkat lunak QUAL2E adalah program pemodelan kualitas air sungai yang sangat
komprehensif. Program ini dapat diaplikasikan pada kondisi tunak atau dinamik. Selain itu
dapat mensimulasikan hingga 15 parameter konstituen dengan mengikutsertakan
perhitungan aliran-aliran anak sungai yang tercemar. Model ini dapat juga digunakan untuk
arus dendritik dan tercampur sempurna dengan menitikberatkan pada mekanisme
perpindahan secara adveksi dan disperse searah dengan arus. Gambar 3.1. berikut ini
dapat menggambarkan hubungan antar konstituen dengan menggunakan program simulasi
QUAL2E.
Penyelamatan sumber daya air terlingkup dalam usaha pengelolaan sumberdaya air perlu
dilakukan dengan secara terintegrasi antara konservasi, pendayagunaan dan pengendalian
kerusakan. Mengintegrasikan beberapa aspek dalam suatu rencana perlakukan ditujukan
agar pengelolaan sumberdaya alam dapat diterapkan secara konsisten yang harus diikuti
oleh semua stakeholder. Pengelolaan kualitas air sungai dapat secara efektif dilaksanakan
jika semua pihak bertanggung jawab terhadap keberlangsungan fungsi sumberdaya yang
ada. Kebijakan pengelolaan DAS harus dilaksanakan oleh semua pihak.
Tujuan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air sungai adalah untuk
menjamin kualitas air yang diinginkan sesuai peruntukkannya agar tetap dalam kondisi
alamiahnya serta menjamin kualitas air agar sesuai dengan baku mutu air melalui upaya
pencegahan dan penanggulangan pencemaran air serta pemulihan kualitas air. Sehingga
perkembangan kota Jakarta yang pesat yang mengarah pada kota megalopolitan, dapat
terus dilakukan dengan me mperhatikan daya dukung lingkungan utama maupun daerah
penyangganya. Sehingga sungai sebagai salah satu sumberdaya air tidak rusak dan dapat
terus menunjang kebutuhan masyarakat untuk berbagai keperluan (Hendrawan, 2006).
Upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh masyarakat untuk menjaga kualitas air antara lain :
1. Konservasi air, penghematan pemakaian air agar semua kebutuhan dapat dipenuhi
2. Menggunakan teknologi hemat air dalam alat rumah tangga dan sanitasi
3. Mendorong penggunaan teknologi tepat guna dan berbasis bio-teknologi dalam upaya
pengendalian kualitas air
4. Pengelolaan bersama untuk mencegah banjir dan kekeringan
5. Pengelolaan limbah cair dan padat dari rumah tangga. Pengelolaan limbah cair dengan
memisahkan antara black water dan grey water.
6. Membentuk mekanisme monitoring dan pengawasan kualitas air sungai oleh masyarakat
dengan membentuk Forum Komunikasi
BAB III
METODOLOGI
Penetapan daya tampung beban pencemaran air dilakukan pada ekosistim Kali
Pesanggrahan dengan waktu pekerjaan selama 5 bulan (Agustus-Desember 2009). Lingkup
wilayah studi daya tampung beban pencemaran air di Kali Pesanggrahan meliputi daerah di
sepanjang aliran yang melalui wilayah Jakarta dan kondisi perairan yang berada dalam
golongan Kelas III (PP No 82/2001) yang dibagi menjadi 7 (tujuh) titik pengamatan yaitu
seperti pada Tabel 3.1 dan sebarannya tertera pada Gambar 3.1-3.4.
Daerah Pengaliran Sungai (DPS) adalah kesatuan wilayah tata air yang terbentuk secara
alamiah, dimana air meresap dan/atau mengalir ke permukaan tanah melalui sungai, anak-
anak sungai dalam wilayah tersebut. Tata Air Jakarta Selatan secara administrasi meliputi
10 kecamatan dan dilewati 5 (lima) dari 13 (tigabelas) sungai utama yang mengalir melewati
kota Jakarta, antara lain Kali Ciliwung, Kali Krukut dan Kali Mampang, Kali Grogol dan Kali
Pesanggrahan dan saluran penghubung lainnya. Sedangkan secara rinci sistem tata air Kali
Pesanggrahan adalah sebagai berikut :
Keterangan :
Panjang Kali Pensanggrahan di Wilayah Studi (DKI Jakarta) ± 27.000 m = 27 km.
Prakiraan Jarak Antara lokasi Titik Pengamatan:
o Jarak Ttitik 1 – Ttitik 2 :± 250 m
o Jarak Ttitik 2 – Ttitik 3 :± 250 m
o Jarak Ttitik 3 – Ttitik 4 : ± 5.000 m
o Jarak Ttitik 4 – Ttitik 5 : ± 10.000 m
o Jarak Ttitik 5 – Ttitik 6 : ± 5.000 m
o Jarak Ttitik 6 – Ttitik 7 : ± 2.000 m
Gambar 3.1. Titik Pengamatan Kualitas Air Kali Pesanggrahan Wilayah DKI Jakarta
Gambar 3.2
Titik-4
Titik 1-4
Titik-3
Titik-2
Titik-1
Gambar 3.3
Titik-6
T itik 5-6
Titik-5
Gambar 3.4
Titik-7
Titik-7
Selanjutnya titik-titik pengambilan sampel tersebut dibagi menjadi 3 segmen yaitu segmen
hulu, tengah dan hilir seperti ilustrasi dibawah ini.
Titik 1 2 3 4 5 6 7
Keterangan:
: alur Kali Pesanggrangan
: titik pengambilan sampel
: jarak antar titik
: masukan dari drainase
Kali Pesanggrahan seringkali dimanfaatkan sebagai tempat pembuangan akhir dari limbah
hasil kegiatan manusia, yang dapat menambah beban pencemaran. Oleh karena itu perlu
diketahui seberapa jauh daya tampung sungai terhadap beban pencemaran. Pengertian
daya tampung sungai terhadap beban pencemaran menurut Kepmen Lingkungan Hidup
Nomor 110 Tahun 2003 adalah kemampuan air pada suatu sumber air, untuk menerima
masukan beban pencemar tanpa mengakibatkan air tersebut cemar. Beban pencemaran itu
sendiri merupakan jumlah suatu unsur pencemar yang terkandung dalam air atau air limbah.
Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer dilakukan untuk
mengetahui karakteristik, rona lingkungan dan kualitas air Kali Pesanggrahan. Data
sekunder digunakan untuk mendukung analisis. Data yang diperlukan dan sumber data
tertera pada Tabel 3.1.
1. Pengambilan data primer: karakteristik dan parameter kualitas air di Kali
Pesanggrahan
2. Pengumpulan data sekunder: Data peta, lokasi sampling (pengamatan), data fisik
dan debit aliran Kali Pesangrahan
3. Peta lokasi analisis ( Pengamatan): Ploting lokasi pangamatan pada peta aliran Kali
Pesangrahan.
Tabel 3.2. Data Diperlukan serta Sumber Data
No. Komponen Jenis Data Sumber Data Sumber Data
primer Sekunder
1 Kualitas Air Data Kualitas Air Kualitas Air tahun BPLHD DKI
Kali Pesanggrahan 2009, diukur Jakarta
langsung (data
primer)
2 Fisiografi Topografi Pengamatan Jurusan
Peta pendukung: Geografi UI,
peta jaringan sungai, BAKOSURTA-
peta kontur, peta NAL
penggunaan tanah
3 Hidrologi Karakteristik fisik Dinas PU,
sungai & debit rata- BBWSCC
rata
Periode banjir
4 Tata Ruang Tata guna, Pengamatan Dinas Tata Kota
peruntukan dan pola & Bangunan
pemanfaatan lahan
dengan PP No. 82 Tahun 2001. Peralatan yang digunakan untuk mengukur parameter
fisika-kimia air disajikan pada Tabel 3.2.
Tabel 3.3 Parameter Fisik dan Kimia untuk penghitungan daya tampung
No Parameter Satuan Metode
o
1. Suhu C Elektrometri
2. DO mg/l Elektrometri
3.3. ANALISIS
4. Owens (1964) untuk aliran yang dangkal dan mengalir dengan cepat dengan batasan
kedalaman 0.4 – 11.0 ft dan kecepatan dari 0,1 – 5 ft/detik.
7. Hubungan empiris antara kecepatan dan kedalaman dengan lajur alir pada bagian
hidraulik akan dikorelasikan :
Hasil simulasi model selanjutnya dikonversi sebagai daya tampung Kali Pesanggrahan.
Hasil simulasi model tersebut juga dibandingkan dengan kondisi lapangan sehingga
diketahui target penurunan pencemar yang harus dilakukan.
BAB IV
HASIL DAN ANALISIS
Kali Pesanggrahan yang masuk ke wilayah DKI Jakarta bermula dari Kelurahan Lebak Bulus
terus mengalir menuju muara melewati Kelurahan Kembangan Utara. Dalam pengalirannya
di Kota Jakarta, Kali Pesanggrahan melewati 17 Kelurahan yaitu:
Rona lingkungan memberikan gambaran awal secara visual mengenai kondisi sekitar dan
keadaan kali di titik-titik pengambilan sampel. Titik 1 merupakan hulu Kali Pesanggrahan di
wilayah Jakarta menuju Jembatan Cirendeu (Titik 2), Ciputat-Sekopol (Titik 3), Tanah Kusir
(Titik 4), Kebon Jeruk (Titik 5), Jembatan Puri Kembangan (Titik 6) dan berakhir di Rel
Kereta Api kembangan (Titik 7).
Titik 1 diambil di Kali Pesanggrahan yang bersisian dengan Villa Delima. Di dekat titik
tersebut terdapat daerah konservasi Sangga Buana yang dikelola oleh H. Chaerudin. Di
lokasi tersebut terdapat ± 60 jenis tanaman dan kolam ikan. Keberadaan daerah konservasi
tersebut sangat mendukung program Kali Bersih. Daerah pinggiran sungai/bantaran kali
sekitar 10-20 meter dipenuhi oleh aneka tumbuhan yang membentuk formasi horizontal dan
merupakan suatu ekosistem. Ekosistem tersebut merupakan daerah penyangga sungai
untuk melindungi sungai dari kerusakan. Fungsi dari ekosistem pinggir sungai adalah untuk
menjaga ketersediaan air tanah, mencegah banjir, penahan angin, penangkap sedimen dan
keseimbangan iklim mikro. Kombinasi dari kelembaban dan kondisi atmosfer menjadikan
PENYUSUNAN PROGRAM PENGENDALIAN PENCEMARAN
BERDASARKAN DAYA T AMPUNG SUNGAI DI DKI JAKARTA
(Studi Kasus: Kali Pesanggrahan) IV-1
BADAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH DKI JAKARTA
tempat yang nyaman bagi organisme hewan berkembang biak. Vegetasi yang terdapat di
bantaran kali seperti bambu (Bambusa sp), kelapa (Cocos nucifera), pisang (Musa
paradisiaca), melinjo (Gnetum gnemon), mangga (Mangifera indica), jambu air (Eugenia
aquea), jambu biji (Psidium guajava), rambutan (Nephelium lapaceum), nangka
(Arthocarpus integra), sukun (Artocarpus comunis), alpukat (Persea americana), ketapang
(Terminalia cattapa), petai cina (Leucaena sp), petai (Parkia speciosa), belimbing (Averhoa
bilimbi) dan tanaman kebun seperti talas (Colocasia esculenta), ubi (Ipomoea batatas) dan
singkong (Manihot esculenta). Sedangkan keberadaan kolam ikan di bantaran sungai
tersebut sebagai bagian dari sistem tata air suatu sungai dimana kolam baik yang alami dan
buatan dapat berfungsi sebagai tempat parkir air dan mendatangkan kehidupan liar selain
bermanfaat dari segi rekreasi dan ekonomi bagi masyarakat sekitar. Keberadaan bantaran
sungai yang masih asri tersebut mendukung karakteristik sungai dimana air mengalir relatif
lancar dan berwarna hijau kecoklatan. Namun demikian di sebaian dinding sungai terlihat
ada sampah, ada masukan dari saluran drainase dari permukiman
Titik 2 diambil di Kali Pesanggrahan sekitar Jembatan Jl. Cirendeu. Bantaran kali terlihat
menyempit namun demikian beberapa vegetasi yang terdapat di bantaran seperti bambu,
mangga, petai, ketapang dan pisang. Bantaran kali selebar 1-3 meter berbatasan langsung
dengan jalan dan permukiman. Air mengalir lancar dan berwarna hijau kecoklatan, ada
masukan air limbah penduduk lewat drainase.
Titik 3 diambil di sekitar Ciputat-Sekopol. Bantaran sempit sekitar 1-2 meter, di sekitarnya
terdapat warung makan dan permukiman. Vegetasi yang terdapat di sana adalah bambu,
kluwek, sukun, maja, kelapa, cheri, petai dan pisang. Air mengalir lancar dan berwarna
kecoklatan, ada masukan saluran drainase.
Titik 4 diambil di Kali Pesanggrahan sekitar Tanah Kusir. Bantaran cukup besar sekitar 6
meter. Vegetasi yang ada seperti bambu, petai cina dan pisang. Sedimentasi menyembul di
permukaan aliran air, sampah tertahan di pinggiran sungai, bantaran sungai tergerus dan
ada masukan saluran drainase.
Titik 5 diambil di Kali Pesanggrahan yang berlokasi di sebelah hutan kota Srengseng.
Vegetasi yang terdapat di bantaran antaran lain bambo, kemboja, ketapang, sukun, dll. Air
mengalir lancar, berwarna hitam, ada masukan dari saluran drainase yang mempengaruhi
kualitas air, pada bantaran terdapat industri tahu, banyak tumpukan sampah.
Titik 6 diambil di Kali Pesanggrahan yang berlokasi Jembatan Jl. Puri Kembangan. Aliran air
lambat, banyak sampah, air berwarna hitam, bantaran sempit dan relatif tidak ada tanaman
besar
Titik 7 diambil di Kali Pesanggrahan yang berlokasi di rel kereta api kembangan. Lebar
sungai relatif lebar, air mengalir lambat, bantaran penuh permukiman dan pada bantaran
dilakukan pengerasan.
Dari rona lingkungan yang ada terlihat bahwa semakin ke hilir, bantaran Kali Pesanggrahan
semakin berkurang lebarnya dan berkurangnya juga vegetasi yang berfungsi sebagai
greenbelt. Kerusakan secara fisik pada daerah aliran sungai akan merusak landsekap dan
ekosistem pinggir sungai. Aktivitas seperti pembangunan jalan dan perumahan, akan
merubah secara drastis geomorfologi dan hidrologi Kali Pesanggrahan. Akibatnya akan
merubah struktur tanaman dan air, dimana hal tersebut akan berakibat pada daya resap air
ke dalam tanah dan pergerakan air di atas tanah. Perubahan tersebut akan berdampak
pada kurangnya sediaan air pada waktu musim kemarau dan terjadinya banjir pada musim
hujan. Pe mbangunan pada daerah sempadan sungai menyebabkan fungsi bantaran
menjadi berubah. Peningkatan air larian sebagai akibat dari pembukaan lahan dari tahun ke
tahun semakin bertambah. Selain itu aktivitas penduduk yang membuang limbah cairnya
dengan cara mengalirkan lewat saluran drainase dan masuk ke Kali Pesanggrahan diduga
mengakibatkan beban pencemar yang terus bertambah.
Lebar penampang Kali Pesanggrahan mulai hulu ke arah hilir mengalami perubahan.
Semakin ke hilir terlihat lebar penampang sungai semakin lebar. Lebar penampang sungai
juga berubah berdasarkan musim. Pengukuran 1 yang dilakukan pada bulan Agustus 2009
jatuh pada musim kemarau dimana muka air relatif rendah sedangkan penambilan ke 4 dan
ke 5 jatuh pada bulan Oktober 2009 dimana sudah musim penghujan. Lebar penampang
sungai akan berpengaruh pada lebar aliran. Peningkatan curah hujan akan meningkatkan
aliran air di sungai. Kecepatan arus suatu aliran pada suatu tempat erat hubungannya
dengan dalam dan terjalnya bagian dasar sungai. Kecepatan arus umumnya kuat di bagian
hulu dan mulai menurun di daerah muara terutama di tempat yang datar. Perbedaan
kecepatan arus ini disebabkan oleh dalam dan lebar sungai. Perubahan volume air yang
masuk ke sungai akibat meningkatnya curah hujan, akan berpengaruh pada debit.
Perubahan debit ini sebagai gambaran dari perubahan karakteristik biogeofisik yang
berlangsung dalam suatu Daerah Aliran Sungai (DAS). Dari Tabel dan Gambar 4.2. terlihat
bahwa debit Kali Pesanggrahan meningkat pada bulan Oktober (musim hujan).
Conduktivitas
Conduktivitas menggambarkan banyaknya garam-garam yang terionisasi atau terlarut di
dalam air. Nilai conduktivitas perairan sangat berhubungan dengan kandungan padatan
terlarut dan padatan tersuspensi. Nilai conduktivitas juga dipengaruhi oleh musim. Ketika
musim kemarau dimana curah hujan relatif rendah sedangkan masukan beban pencemar ke
perairan tetap, menyebabkan nilai conduktivitas cenderung meningkat. Nilai conduktivitas di
Kali Pesanggrahan terlihat pada Tabel 4.3.dan Gambar 4.3.
2 179,00 187,00 161,00 170,50 141,00 750 68,80 74,40 74,40 72,40 59,40 500,00
3 188,00 199,00 173,00 168,50 131,00 750 74,80 78,80 78,80 87,20 58,90 500,00
4 260,00 254,00 194,00 248,50 165,00 750 128,10 102,80 102,80 84,50 69,50 500,00
5 335,00 487,00 245,00 268,50 168,00 750 143,90 172,20 172,20 105,90 72,60 500,00
6 335,50 459,50 306,00 267,00 142,00 750 159,90 187,70 187,70 107,40 70,20 500,00
7 386,50 531,00 528,00 336,00 145,00 750 169,20 218,00 218,00 176,60 70,20 500,00
1 2 3 4 5 BM 1 2 3 4 5 BM 1 2 3 4 5 BM 1 2 3 4 5 BM
1 4,51 3,84 4,52 6,27 4,89 3 0,05 0,15 0,05 0,07 0,58 0 11,95 4,50 4,40 4,20 6,80 6 57,73 27,78 54,00 42,55 58,52 50
2 4,12 3,41 4,13 6,23 4,50 3 0,12 0,22 0,12 0,14 0,39 0 13,75 7,45 3,05 4,95 7,20 6 35,05 15,56 6,00 26,27 32,96 50
3 3,37 2,67 3,51 6,09 4,27 3 0,58 0,48 0,31 0,18 0,41 0 25,00 5,25 5,15 4,90 7,25 6 51,55 12,96 14,00 16,67 32,22 50
4 0,97 0,65 1,70 5,97 2,58 3 2,41 2,83 1,03 1,60 0,94 0 10,45 13,70 7,05 11,35 14,39 6 39,18 16,67 16,00 16,67 22,96 50
5 0,26 0,03 1,10 0,09 1,38 3 3,85 4,15 2,58 0,36 0,63 0 44,40 43,80 13,30 14,70 15,45 6 92,78 96,30 37,20 24,51 37,78 50
6 0,11 0,04 4,52 0,33 1,61 3 2,54 4,69 3,71 0,47 0,68 0 22,80 47,80 5,70 10,60 18,10 6 88,66 64,81 20,80 22,55 26,67 50
7 0,13 0,00 4,13 0,42 1,69 3 1,13 1,64 3,75 0,72 1,13 0 31,20 27,60 15,50 14,80 9,00 6 101,03 78,89 54,00 32,16 22,96 50
Keterangan
Titik 1 Sisi T im ur Villa Delima Pengambilan ke 1. 19 Agustus 2009
Titik 2 Jembatan Jl. Cireundeu Pengambilan ke 2. 9 September 2009
Titik 3 Ciputat-Sekopol Pengambilan ke 3. 30 September 2009
Titik 4 Tanah Kusir-samping pol ta xi Express Pengambilan ke 4. 14 Oktober 2009
Titik 5 Kebun Jeruk-Sebelah Hutan Kota Srengseng Pengambilan ke 5. 28 Oktober 2009
Titik 6 Jembatan Jl. Puri Kembangan Kedoya
Titik 7 Rel Kereta Api Kembangan
Dari Tabel dan Gambar di atas, nilai conduktivitas di Kali Pesanggrahan berkisar antara 130.00
– 386.50 mS/cm. Nilai conduktivitas cenderung tinggi ketika pengambilan 1-3 yaitu musim
kemarau dan peralihan musim kemarau ke musim penghujan. Selanjutnya conduktivitas
cenderung menurun ketika pengambilan ke 4 dan ke 5 yang telah memasuki musim penghujan.
Nilai conduktivitas juga cenderung meningkat ke arah hilir menggambarkan semakin tingginya
garam-garam yang terionisasi atau terlarut. Untuk keperluan perikanan dan mengairi tanaman,
kandungan conduktivitas maksimum yang disyaratkan adalah 750 µmos/cm menurut PP No. 82
Tahun 2001.
Wardojo (1975) menyatakan bahwa DHL < 250 µmos/cm air yang tidak membahayakan untuk
tanaman dan 250 – 750 µmos/cm air yang berkualitas baik sampai cukup dan dapat digunakan
untuk tanaman kecuali yang peka terhadap nilai konduktivitas. Berdasarkan nilai conduktivitas
di Kali Pesanggrahan pada titik 1-3 dimana nilai conduktivitas < 250 µmos/cm, kualitas air
dikategorikan baik untuk dimanfaatkan mengairi tanaman dan pada titik 4-7 dimana nilai
conduktivitas berada pada kisaran 250-750 µmos/cm, air dikategorikan baik sampai cukup baik
untuk mengairi tanaman kecuali bagi tanaman yang peka terhadap nilai conduktivitas.
Kelarutan Oksigen
Kelarutan oksigen dalam air dipengaruhi oleh temperature, tekanan persiil gas-gas yang ada di
udara maupun di air, kadar garam serta adanya senyawa atau unsure-unsur yang mudah
teroksidasi di dalam air. Sistem perairan mengalir umumnya mempunyai kandungan oksign
terlarut dalam jumlah banyak. Hal ini disebabkan antara lain karena peran dari arus air yang
membantu dalam memberikan sumbangan oksigen. Variasi kandungan oksigen terlarut
dipengaruhi oleh musim dan dari hulu ke muara. Untuk keperluan perikanan dan mengairi
tanaman, kandungan oksigen terlarut disyaratkan lebih besar dari 3 mg/L menurut PP No. 82
Tahun 2001. Gambar 4.5 memperlihatkan kandungan oksigen di Kali Pesanggrahan.
Gambar 4.5. memperlihatkan bahwa secara umum pada titik 1-3, kelarutan oksigen masih baik
ditandai dengan nilai yang lebih dari 3 mg/L dan berangsur menurun pada titik 4-7. Kecepatan
arus yang lebih rendah dan meningkatnya nilai-nilai TDS mempengaruhi kelarutan oksigen
dalam air.
Amonia (NH3)
Amonia merupakan salah satu produk dari hasil peruraian buangan bahan bernitrogn. Dalam
keadaan aerob, ammonia dirubah oleh bakteri menjadi nitrit dan kemudian menjadi nitrat.
Hanya dalam bentuk nitrat, maka nitrogen diserap oleh organism nabati yang kemudian diolah
menjadi protein dan selanjutnya menjadi sumber organism hewani perairan. Sebaliknya dalam
keadaan anaerob, nitrat dan nitrit diubah oleh bakteri menjadi ammonia yang kemudian
bersenyawa dengan air menjadi ammonium. Ammonia dapat pula berasal dari buangan atau
limbah industri dan rumah tangga. Untuk keperluan perikanan dan mengairi tanaman
kandungan ammonia tidak boleh melebihi 0 mg/L menurut PP No. 82 Tahun 2001. Gambar 4.5
memperlihatkan kandungan amonia di Kali Pesanggrahan.
BOD
Nilai BOD5 menunjukkan jumlah oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme dalam
menguraikan bahan organik yang ada di perairan. Semakin tinggi bahan organik yang masuk
semakin tinggi nilai BOD5. Bahan organik berasal dari permukiman, pertanian disepanjang
bantaran sungai, industri makanan dan sampah yang dibuang langsung ke sungai. Untuk
keperluan perikanan dan mengairi tanaman kandungan BOD tidak boleh melebihi 6 mg/L
menurut PP No. 82 Tahun 2001.
Gambar 4.7. memperlihatkan pada pengambilan 1 dan 2 pada titik 5-7 melebihi baku mutu yang
ditetapkan. Adanya masukan dari saluran drainase yang membawa bahan pencemar dari
berbagai aktivitas ke Kali Pesanggrahan membawa pengaruh pada kualitas airnya. Musim
kemarau membawa pengaruh pada pekatnya pencemar yang ada di badan air. Pada
pengambilan ke 3 sampai ke 5, nilai BOD di bawah baku mutu diduga dipengaruhi oleh adanya
pengenceran karena meningkatnya debit ketika musim hujan.
COD
Nilai COD memperlihatkan jumlah bahan organik yang diuraikan oleh pengoksidasi kimia
potassium dichromate. Tes COD juga digunakan untuk mengukur bahan organik yang berasal
dari industri dan permukiman yang bersifat toksik pada kehidupan. Untuk keperluan perikanan
dan mengairi tanaman kandungan COD tidak boleh melebihi 50 mg/L menurut PP No. 82
Tahun 2001.
Gambar 4.8. memperlihatkan pada pengambilan 1 dan 2 pada titik 5-7 melebihi baku mutu yang
ditetapkan. Adanya masukan dari saluran drainase yang membawa bahan pencemar dari
berbagai aktivitas ke Kali Pesanggrahan membawa pengaruh pada kualitas airnya. Pencemar
yang berasal dari rumah tangga banyak yang mengandung bahan pencemar organik kimia
seperti pembersih, desinfektan dan sebagainya. Pencemar tersebut bersifat persisten dan
memerlukan waktu yang lama untuk terurai secara alami. Musim kemarau membawa pengaruh
pada pekatnya pencemar yang ada di badan air. Pada pengambilan ke 3 sampai ke 5, nilai
COD cenderung dibawah baku mutu atau mendekati baku mutu, diduga dipengaruhi oleh
adanya pengenceran karena meningkatnya debit ketika musim hujan.
Fosfat
Fosfat dalam perairan berasal dari limbah rumah tangga, industri tertentu, deterjen serta sisa
pupuk di daerah pertanian. Fosfat berlebih dalam perairan dapat mengakibatkan eutrofikasi.
Untuk keperluan perikanan dan pertanian kandungan fosfat tidak boleh melebihi 1 mg/L
menurut PP No. 82 Tahun 2001. Gambar 4.9 memperlihatkan kandungan fosfat di Kali
Pesanggrahan.
Gambar 4.9 memperlihatkan bahwa kandungan fosfat pada pengambilan sampel ke 1-4
meningkat mulai titik 4 sampai 7. Tingginya kepadatan penduduk di sekitar bantaran dan
banyaknya bahan yang mengandung fosfat seperti sabun dan deterjen meningkatkan nilai
fosfat di perairan. Phospat terdapat dalam air alam atau air limbah sebagai senyawa
orthophospat, poliphospat, dan phospat organik. Setiap senyawa fosfat tersebut terdapat dalam
bentuk terlarut dan tersuspensi. Polifosfat dapat memasuki sungai melalui air buangan
penduduk dan industri yang menggunakan bahan deterjen. Namun demikian, secara umum
kandungan fosfat di Kali Pesanggrahan masih di bawah baku mutu.
Deterjen
Deterjen dalam sungai berasal dari limbah rumah tangga, industri pembuat deterjen dan limbah
laundry. Deterjen merupakan senyawa yang sukar diuraikan (bersifat persisten). Dalam jumlah
berlebih dan tidak dapat diuraikan denga cepat menjadikan deterjen sebagai bahan yang
dianggap cukup potensial mencemari lingkungan karena dapat terjadi bioakumulasi dalam
PENYUSUNAN PROGRAM PENGENDALIAN PENCEMARAN
BERDASARKAN DAYA TAMPUNG SUNGAI DI DKI JAKARTA
(Studi Kasus: Kali Pesanggrahan) IV-14
BADAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH DKI JAKARTA
tubuh mahluk hidup. Untuk keperluan perikanan dan pertanian kandungan deterjen tidak boleh
melebihi 0.2 mg/L menurut PP No. 82 Tahun 2001.
Gambar 4.10 memperlihatkan bahwa pada titik 5 kandungan deterjen meningkat, diduga
adanya masukan dari kegiatan yang mengandung deterjen tinggi seperti industry jeans, usaha
laundry dan sejenisnya.
hewan dan manusia, tergantung dari struktur dan berat molekulnya. Komponen-komponen
hidrokarbon jenuh diketahui dapat menyebabkan anestesi dan narkosis pada berbagai hewan
tingkat rendah dan pada konsentrasi tinggi dapat mengakibatkan kematian. Komponen-
komponen hidrokarbon aromatik seperti benzen, toluen dan xilen bersifat racun terhadap
manusia dan kehidupan lainnya. Untuk keperluan perikanan dan pertanian kandungan minyak
dan lemak tidak boleh melebihi 0,1 mg/L menurut PP No. 82 Tahun 2001. Gambar 4.11.
memperlihatkan kandungan minyak dan lemak di Kali Pesanggrahan telah melewati baku mutu
pada pengambilan ke 2,3 dan 4 setelah memasuki titik 4.
Fenol
Senyawa fenol dihasilkan dari penguraian protein secara anaerob, banyak dihasilkan dari
limbah industri. Fenol berasal dari pabrik industri dan buangan rumah tangga. Fenol biasanya
banyak terdapat pada desinfektan, antiseptik, insektisida.Fenol bersifat toksik dan dan
karsinogenik serta menyebabkan rasa dan bau pada air yang tercemari (Franson dan Mary,
1984, Heath, 1987 ; Anonim, 2006). Untuk keperluan perikanan dan mengairi tanaman
kandungan fenol tidak boleh melebihi 0.001 mg/L menurut PP No. 82 Tahun 2001. Gambar
4.12 memperlihatkan kandungan fenol di Kali Pesanggrahan.
Kandungan Fenol di Kali Pesanggrahan pada setiap pengambilan sampel cenderung melebihi
baku mutu yang ditetapkan, terutama pada titik 5 yang diduga adanya pengaruh dari
industri/kegiatan yang berpotensi mengandung fenol. Fenol merupakan zat organik yang
strukturnya memiliki gugus hidroksil yang tersubstitusi pada inti aromatik. Karena memiliki
gugus hidroksil ini, fenol mudah larut dalam air, dengan terjadinya ikatan hidrogen antara gugus
OH- dari air dengan H- dari fenol. Melihat dari strukturnya, fenol termasuk senyawa organik
kimia yang sukar terurai. Apabila masuk ke dalam perairan, fenol dapat tetap berada dalam air
selama seminggu atau lebih. Dalam jumlah besar dan terpapar berulang-ulang, fenol dapat
berada di dalam air selama periode waktu yang panjang. Fenol dalam jumlah kecil dapat
ditemukan dalam organisme yang hidup di dalam air yang tercemar. Artinya senyawa fenol ini
dapat masuk ke dalam makanan lewat proses bioakumulasi. Keberadaan fenol di perairan
dapat membahayakan karena bersifat toksik dan karsinogenik.
E. coli
Organisme pathogen termasuk bakteri, protozoa, virus, cacing dan sebagainya dapat
menyebabkan berbagai macam penyakit seperti disentri, kolera, hepatitis, typhus, paratyphus
dan penyakit saluran pencernaan. Sumber utama organisme pathogen berasal dari kotoran
manusia dan kotoran hewan yang dibuang melalui air limbah rumah tangga atau peternakan.
Jika E.coli terdeteksi dalam air, berarti air tersebut tercemar tinja manusia dan sangat mungkin
mengandung bibit penyakit berbahaya sehingga air yang tercemar E.coli perlu diwaspadai
karena tidak layak minum. Untuk keperluan perikanan dan mengairi tanaman menurut PP No.
82 Tahun 2001, kandungan E.coli adalah 10000 jumlah/100 ml. Gambar 4.13 memperlihatkan
kandungan fenol di Kali Pesanggrahan.
Gambar 4.13 memperlihatkan bahwa kandungan E. coli di Kali Pesanggrahan pada setiap
pengambilan sampel melebihi baku mutu. Jumlah terbesar pada pengambilan ke 1 dan 2
diduga masukan pencemar yang mengandung E. coli berasal dari saluran drainase penduduk
dengan tingkat kepadatan yang tinggi yaitu di titik 5, 6 dan 7. Selain itu musim kemarau pada
pengambilan 1 dan 2 mempengaruhi pengenceran karena kurangnya curah hujan.
1. Peningkatan zat padat berupa senyawa organik, sehingga timbul kenaikan limbah padatan,
tersuspensi maupun terlarut
2. Peningkatan BOD dalam air
3. Peningkatan COD dalam air
4. Peningkatan senyawa zat-zat racun dalam air
5. Penurunan pH
Bahan-bahan terlarut dalam imbah organik terutama adalah senyawa nitrogen, karbohidrat,
asam organik dan mineral-mineral. Sedangkan dalam bentuk padatan tersuspensi adalah
protein, lemak dan jaringan ikat.
Metcalf & Eddy (1991) menyatakan senyawa organik tersusun dari kombinasi karbon, hidrogen,
oksigen, nitrogen dan unsur penting lain seperti belerang, fosfor dan besi. Kelompok terpenting
bahan organik yang ada pada air buangan adalah protein (40 % - 60 %), karbohidrat (25 % - 50
%), lemak dan minyak (10 %). Zat organik di perairan dipergunakan oleh mikroorganisme
sebagai sumber energi dan bahan kimia yang diperlukan untuk pertumbuhan. Proses
perombakan senyawa organik yang merupakan reaksi biokimia memerlukan oksigen yang
terlarut dalam air, sehingga dapat menyebabkan berkurangnya kandungan oksigen terlarut.
Hasil penguraian bahan organik yang biodegradable oleh mikroba aerobik dapat menghasilkan
unsur-unsur hara yang bersifat menyuburkan perairan, tetapi pada konsentrasi tertentu bisa
membahayakan kehidupan organisme lain. Hal ini terjadi karena tidak adanya suplai oksigen
dalam air dan terbentuk suasana anaerob terdeteksi dengan adanya bau yang disebabkan oleh
adanya asam sulfat dan fosfin serta air berwarna kehitaman. Selain itu penguraian bahan
organik dalam kondisi anaerobik juga menghasilkan HCN, metana, ammoniak, H2S dan CO2
yang merupakan bahan toksik bagi perairan dan menyebabkan kematian bagi flora dan fauna
air.
Pada saat musim kemarau dimana debit air sangat kurang, menyebabkan asupan oksigen juga
berkurang. Pada beberapa titik seperti titik 5 dan 6 terlihat kondisi dimana air tertutup orang
sampah, mengalir pelan dan berwarna kehitaman. Limbah organik ini akan bereaksi
“putrefactive” (pembusukan) dan fermentasi. Dekomposisi ini akan mengakibatkan air
berubusa dan berbau busuk. Reaksi sederhana “putrefaction” sebagai berikut :
Jika ke dalam air tersuplai oksigen atau pada kondisi aerob yaitu ketika beralih masuk ke
musim hujan dimana debit meningkat, terjadi pengenceran dan oksigen meningkat, protein
akan terdekomposisi sebagai berikut :
CxHyO2N2S + O 2 CO2 + H2O + NH4+ + SO4 2- + 5090 kal/gr protein
Reaksi ini merupakan deoksigenasi dari air yang tercemar bakteri
NH4+ + 2 O2 2H+ + H2O + NO3- + 4350 kal/gr ammonium
Karbohidrat / glukosa akan didekomposisi menjadi karbon dioksida (CO2) dan air (H2O) dengan
persamaan reaksi sebagai berikut :
C6H12O 6 + 6 O2 6 H2O + 6 CO2 + 3600 kal / gr glukosa
Bagian dari kondisi anaerobik karena tidak adanya oksigen dalam air adalah bau busuk dan
dapat berbahaya bagi kesehatan. Secara nyata bakteri anaerobik bersifat berbahaya karena
dapat menyebabkan tetanus dan racun botolinus. Selain itu bakteri anaerobik mereduksi sulfat
dan menghasilkan hidrogen sulfida. Selain berbau busuk, hidrogen sulfida bersifat korosif dan
sangat racun. Produk lain kondisi anaerob adalah asam-asam organik yang bersifat racun atau
menghalangi pertumbuhan organisme dan juga mengubah merkuri anorganik menjadi
komponen organomerkuri yang terjadi pada kondisi anaerobik. Selanjutnya untuk perairan
tersebut menjadi kondisi normal kembali, membutuhkan waktu yang panjang untuk prosesnya.
Masukan tinja secara langsung ke sungai dari rumah tangga yang tidak mempunyai septictank
di sekitar sungai sangat berperan dalam meningkatkan fecal coli dalam air sungai. Ditambah
kondisi pencemar organik lainnya yang sangat tinggi dan kurangnya paparan sinar matahari
karena tingginya tingkat kekeruhan dan Total Padatan Terlarut menjadikan menjadikan fecal
coli berkembang dengan pesat. Fecal coli yang sangat berlebih di dalam air sungai menjadikan
sungai tidak dapat lagi dimanfaatkan untuk keperluan penduduk.
Selain itu juga ada jenis pencemar lain yang bersifat menetap (persist) untuk jangka waktu
lama. Karena tidak ada mekanisme alamiah yang dapat membersihkan diri dari senyawa jenis
ini, maka lama kelamaan terjadi akumulasi pada konsentrasi yang berlebih di perairan atau
pada kehidupan akuatik. Sebagai contoh yaitu nondegradable synthetic detergent seperti
deterjen dengan jenis surfaktan (surface active agent) Alkyl Benzena Sulfonat yang tidak dapat
diuraikan secara biologi, DDT dan PCB (Grady & Hendry, 1980 ; Lamb, 1985).
Dilihat dari pola hidup masyarakat di DKI Jakarta yang cenderung kurang peduli terhadap
lingkungan, menyebabkan asupan bahan pencemar lebih besar dari pemurnian alami sungai.
Hal yang nyata terlihat adalah terjadinya proses pendangkalan karena tingginya sedimentasi
oleh partikel tanah yang terbawa pada waktu hujan dan adanya buangan sampah. Sampah dan
limbah cair rumah tangga amaupun industri pangan mengandung bahan organik tinggi
sehingga memerlukan oksigen yang cukup untuk proses penguraiannya.
Berdasarkan Tabel di atas terlihat bahwa secara umum status mutu air Kali Pesanggrahan ada
dalam kategori tercemar berat.
Kegiatan yang berada di sekitar Kali Pesanggrahan akan berpengaruh secara langsung
maupun tidak langsung pada kualitas airnya. Pendugaan jenis pencemar dapat diketahui dari
beberapa kegiatan yang berada di sekitar Kali Pesanggrahan yang selanjutnya dapat
digunakan dalam merencanakan program yang diimplementasikan untuk meminimalkan
dampak tersebut. Tabel 4.4. memperlihatkan kegiatan sarana perdagangan dan industri yang
ada di sekitar Kali Pesanggrahan. Kegiatan yang diduga mempengaruhi Kali Pesanggrahan,
karaktersitik dan kategori sumber limbah tertera pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5. Kegiatan sarana perdagangan dan industri di kelurahan yang dilewati Kali Pesanggrahan
Tabel 4.5. Kegiatan sarana perdagangan dan industri di kelurahan yang dilewati Kali Pesanggrahan (Lanjutan)
Keterangan:
Sumber: BPS, 2009
Segmen 1: titik 1-3
Segmen 2: titik 4-5
Segmen 3: titik 6-7
Tabel 4.6. Karakteristik dan jenis sumber limbah yang dihasilkan dari berbagai kegiatan
No. Kegiatan Karakteristik limbah Sumber
1 Permukiman Organik, anorganik, B3 non point source
2 Restauran, kafe, warung Organik, minyak, lemak Non point source
makan dan padatan tersuspensi
3 Bengkel mobil/motor Sabun, deterjen, oli Non point source
4 Salon Anorganik, shampo Non point source
4 Industri menengah dan besar Organik, anorganik dan Point source
padatan tersuspensi
5 Industri kecil dan rumah Organik, anorganik dan Non point source
tangga padatan tersuspensi
Kemampuan pulih Kali Pesanggrahan dipengaruhi oleh karakterstiknya seperti lebar dan
dalamnya, kemiringan, kecepatan pengaliran, debit, karaktersitik pencampuran, temperatur dan
keberadaan suspended solid. Selain itu karakter bahan pencemar sendiri serta musim ikut
mempengaruhi daya kemampuan pulih. Jadi, peluruhan/degradasi pencemar dipengaruhi oleh
koefisien reaerasi (dipengaruhi oleh nilai O2 di dalam air) dan koefisien pengendapan. Dari
Tabel 4.5. terlihat bahwa daya pemurnian alami Kali Pesanggrahan pada musim kemarau lebih
kecil dari pada musim hujan dan kemampuan pemurnian di titik 1-4 lebih cepat dari pada di titik
5-7. Laju peluruhan bahan pencemar di titik 1-4 berkisar antara 0,019-0,108/hari dan pada titik
5-7 berkisar antara 0,067-0.192/hari. Semakin nilai mendekati 0, semakin cepat waktu yang
dibutuhkan bahan untuk meluruh. Gambar 4.14 memperlihatkan koefisien peluruhan bahan
pencemar di Kali Pesanggrahan.
Tabel 4.7. Kemampuan pulih Kali Pesanggrahan berdasarkan koefisien peluruhan, koefisien reaerasi dan koefisien pengendapan
Pengambilan ke
1 2 3 4 5
No. Ruas k1 k2 k3 k1 k2 k3 k1 k2 k3 k1 k2 k3 k1 k2 k3
(/day) (/day) (/day) (/day) (/day) (/day) (/day) (/day) (/day) (/day) (/day) (/day) (/day) (/day) (/day)
1 Villa Delima 0,069 4,236 0,132 0,019 4,152 0,132 0,019 4,152 0,132 0,019 4,152 0,132 0,029 5,087 0,132
2 Cirendeu 0,059 11,987 0,227 0,032 8,301 0,227 0,013 8,301 0,227 0,032 8,301 0,227 0,031 8,147 0,164
3 Sekpolwan 0,108 4,176 0,147 0,023 4,176 0,147 0,022 4,176 0,147 0,023 4,176 0,147 0,031 4,977 0,147
4 Tanah Kusir 0,045 3,873 0,139 0,059 3,404 0,139 0,030 3,404 0,139 0,059 3,404 0,139 0,062 4,002 0,139
5 Taman Kota
Srengseng 0,192 11,404 0,250 0,189 7,450 0,250 0,057 7,450 0,250 0,189 7,450 0,250 0,067 13,312 0,154
6 Kedoya 0,098 3,804 0,125 0,206 2,456 0,125 0,025 2,456 0,125 0,206 2,456 0,125 0,078 9,338 0,125
7 Kembangan 0,135 5,793 0,147 0,119 3,839 0,147 0,067 3,839 0,147 0,119 3,839 0,147 0,039 6,508 0,147
Keterangan:
K1: koefisien peluruhan pencemar, K2: koefisien rearasi, K3: koefisien pengendapan
Setelah semua data diinput ke dalam program QUAL2E dan dilakukan penyesuaian-
penyesuaian pada point source dan diffuse source, maka hasil yang didapat untuk pendekatan
model kualitas Kali Pesanggrahan untuk BOD seperti pada Gambar 4.14. berikut:
Berdasarkan karakteristik pola aliran dan model BOD yang didapat dari program QUAL2E
seperti pada gambar di atas, maka daerah pengaliran wilayah pesanggarahan di DKI Jakarta di
bagi menjadi tiga, yaitu:
1. Kali Pesanggrahan Segmen 1: Hilir DKI Jakarta:
Jarak Titik 1 s/d Titik 3 dengan panjang jarak pengaliran ± 4.500 m.
2. Kali Pesanggrahan Segmen 2: Tengah DKI Jakarta:
Jarak Titik Titik 4 s/d Titik 5 dengan panjang jarak pengaliran ± 10.500 m.
3. Kali Pesanggrahan Segmen 3: Tengah DKI Jakarta:
Jarak Titik 6 dan 7 dengan panjang jarak pengaliran ± 7.500 m.
Titik
Depok/DKI Ke PIK
4.500 m 10.500 m 7.500 m
Berdasarkan pendekatan tersebut dapat diperkirakan total beban BOD yang masuk ke Kali
Pesanggrahan atau daya tampung Kali Pesanggrahan, yaitu sebesar 57.597,30 kg per jam.
Perkiraan distribusi beban BOD berdasarkan segmen (wilayah aliran sungai) dapat dilihat pada
tabel di bawah ini:
Beban
No Segmen Sungai (kg/jam) Keterangan
BOD
1 Segmen 1: Hulu 8.635,92 Segmen 1 : Titik 1 - Titik 3
2 Segmen 2: Tengah 16.608,30 Segmen 2 : Titik 4 - Titik 5
3 Segmen 3: Hilir 32.353,08 Segmen 3 : Titik 6 - Titik 7
Total 57.597,30
Berdasarkan Kepmen Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air, Kali Pesanggrahan termasuk kelas III (dengan BM BOD 6
mg/L).
Target penurunan diarahkan agar beban yang masuk sesuai dengan baku mutu yang
ditentukan. Untuk mencapai kelas air yang ditargetkan, maka beban BOD harus diturunkan
sebesar 0-40% pada segmen tengah dan 41% pada segmen hilir Kali Pesanggrahan.
Tabel 4.9. Target Penurunan Beban Pencemaran di Kali Pesanggrahan
Target Penurunan Beban
No Segmen Sungai
BOD (kg/jam)
Keterangan
Limbah rumah makan, 1. Pembuatan IPAL restauran BPLHD (KLH Wilayah Dinas Pekerjaan Umum
restauran Jaksel)
Sampah 1. Sosialisasi teknologi pengolahan sampah Dinas Kebersihan (Sudin BPLHD DKI Jakarta
2. Pembuatan jaring sampah di saluran air Kebersihan Jaksel) Dinas Pekerjaan Umum
3. Pembuatan TPST
B. Program Pengendalian Kerusakan Lingkungan
Lahan terbuka 1. Pelestarian daerah tangkapan air Dinas Kelautan dan Dinas pariwisata dan
2. Program penghijauan sempadan kali Pertanian kebudayaan
(Sudin Pertanian dan Dinas Pekerjaan Umum
Kehutanan Jaksel)
Bangunan pada 1. Penertiban bangunan liar Dinas Pengawasan dan KLH wilayah
sempadan sungai 2. Pembuatan sumur resapan dan lubang Penertiban Bangunan Dinas Kelautan dan
resapan biopori (P2B) Pertanian
C. Program Penataan Ruang
Pelanggaran tata 1. Monitoring dan pengawasan tata ruang Dinas Pengawasan dan BPLHD DKI Jakarta
ruang 2. Sosialisasi tata ruang Penertiban Bangunan
3. Penerapan peraturan (P2B)
D. Program Penegakan Hukum
Kurang sosialisasi 1. Sosialisasi peraturan pengendalian PEMDA DK I BPLHD DKI Jakarta
peraturan pengelolaan pencemaran air
sungai 2. Sosialisasi pelestarian sungai.
E. Program Peran Serta Masyarakat
Partisipasi masyarakat 1. Penyuluhan, pelatihan dan pendampingan BPLHD DKI Jakarta Dinas terkait
ttng kelestarian 2. Pembentukan forum masyarakat peduli Kali
lingkungan belum Pesanggrahan
menyeluruh 3. Melibatkan siswa sekolah untuk konservasi
Kurangnya sarana- 1. Pembuatan dan peningkatan sarana fasilitas BPLHD DKI Jakarta Dinas Kebersihan
prasarana pendukung kebersihan Dinas Pekerjaan Umum
2. Pembuatan IPAL Komunal
Limbah rumah makan, 1. Pembuatan IPAL restauran BPLHD (KLH Wilayah Dinas Pekerjaan Umum
restauran Jaksel)
Limbah industri 1. Monitoring industri yang sudah mempunyai Dinas Pekerjaan Umum Dinas Perindustrian dan
IPAL Energi
2. Pembuatan IPAL bagi industri rumah tangga
Sampah 1. Sosialisasi teknologi pengolahan sampah Dinas Kebersihan (Sudin BPLHD DKI Jakarta
2. Pembuatan jaring sampah di saluran air Kebersihan Jaksel) Dinas Pekerjaan Umum
3. Pembuatan TPST
Karakteristik dan debit 4. Identifikasi kegiatan instasional dan non BPLHD DKI Jakarta KLH Wilayah JakSek,
limbah instasional Jakbar
B. Program Pengendalian Kerusakan Lingkungan
Lahan terbuka 1. Meningkatkan fungsi retensi ekologis pada Dinas Kelautan dan Dinas pariwisata dan
alur sungai Pertanian kebudayaan
2. Pengadaan taman sebagai ruang terbuka (Sudin Pertanian dan Dinas Pekerjaan Umum
hijau Kehutanan Jaksel, Jakbar)
3. Program penghijauan
Bangunan pada 1. Penertiban bangungan liar Dinas Pengawasan dan KLH wilayah Jaksel, Jakbar
sempadan sungai 2. Pembuatan sumur resapan dan lubang Penertiban Bangunan Dinas Kelautan dan
resapan biopori (P2B) Pertanian
3. Rehabilitasi sempadan sungai
C. Program Penataan Ruang
Pelanggaran tata 1. Monitoring dan pengawasan tata ruang Dinas Pengawasan dan BPLHD DKI Jakarta
ruang 2. Sosialisasi tata ruang Penertiban Bangunan
3. Penerapan peraturan (P2B)
D. Program Penegakan Hukum
Kurangnya kesadaran 1. Sosialisasi hukum yang berkaitan dengan PEMDA DK I BPLHD DKI Jakarta
hukum pengendalian pencemaran air
2. Sosialisasi hukum yang berkaitan dengan
pelestarian ekosistem sungai di DKI
Limbah rumah makan, 1. Pembuatan IPAL restauran BPLHD (KLH Wilayah Dinas Pekerjaan
restauran Jaksel) Umum
Limbah industri 1. Monitoring industri yang sudah mempunyai IPAL Dinas Pekerjaan Umum Dinas Perindustrian
2. Pembuatan IPAL bagi industri rumah tangga dan Energi
Sampah 1. Sosialisasi teknologi pengolahan sampah Dinas Kebersihan (Sudin BPLHD DKI Jakarta
2. Pembuatan jaring sampah di saluran air Kebersihan Jakbar) Dinas Pekerjaan
3. Pembuatan TPST Umum
Lahan terbuka 1. Meningkatkan fungsi retensi ekologis pada alur Dinas Kelautan dan Dinas pariwisata dan
sungai Pertanian Kebudayaan Dinas
2. Pengadaan taman sebagai ruang terbuka hijau Sudin Pertanian dan Pertamanan dan
3. Program penghijauan Kehutanan Jakarta Barat Pemakaman
Bangunan pada 1. Penertiban bangungan liar Dinas Pengawasan dan KLH wilayah Jakbar
sempadan sungai 2. Pembuatan sumur resapan, lubang resapan Penertiban Bangunan Dinas Kelautan dan
biopori (P2B) Pertanian
3. Rehabilitasi sempadan sungai
B. Program Pengendalian Kerusakan Lingkungan
Lahan terbuka 1. Meningkatkan fungsi retensi ekologis pada alur Dinas Kelautan dan Dinas pariwisata dan
sungai Pertanian kebudayaan
2. Pengadaan taman sebagai ruang terbuka hijau (Sudin Pertanian dan Dinas Pekerjaan
3. Program penghijauan Kehutanan Jaksel) Umum
Sedimentasi dan 1. Pengerukan kali secara berkala Dinas Pekerjaan Umum Dinas Kebersihan
tumpukan sampah 2. Pemasangan jaring sampah pada saluran
pada kali drainase
Bangunan pada 1. Penertiban bangunan Dinas Pengawasan dan KLH wilayah Jakbar
sempadan sungai 2. Pembuatan sumur resapan dan lubang resapan Penertiban Bangunan (P2B) Dinas Kelautan dan
biopori Pertanian
3. Penataan sempadan sungai.
BAB V
KESIMPULAN
DAFTAR
PUSTAKA
Asisten Deputi Urusan Pengendalian Kerusakan Sungai dan Danau Deputi Bidang
Peningkatan Konservasi Sumber Daya Alam dan Pengendalian Kerusakan
Lingkungan. 2006. Buku Dua Penggunaan Program Piranti Lunak QUAL2E. Jakarta :
Kementerian Lingkungan Hidup.
Chapra, S. 1997. Surface Water Quality Modelling. New York : Mc Graw Hill Publication.
Eckenfelder, W. 1991. Principles of Water Quality Management. Boston : CBI Pub. Co.
Asdak, C. 2004. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran sungai. Gajah Mada University
Press, Yokyakarta.
Chapra, S. C. 1997. Surface Water Quality Modeling. McGraw Hill, New York.
Hendrawan, D. 2006. Pengelolaan Kualitas Air Sungai di DKI Jakarta untuk Mendukung
Pembangunan. 2006. Seminar Nasional FALTL, Peluang dan Tantangan
Pengelolaan Megalopolis dalam Persepektif Publik USAKTI, 11 Juli 2006
Juniarti, A.T.; Hanan, I dan Gania, V. -. Tinjauan Hidraulis Wilayah Konservasi Kali
Pesanggrahan. Pusat Pengkajian Pengelolaan dan Pengembangan Wilayah Sungai.
Fakultas Teknik Jurusan Sipil, Universitas Pancasila, Jakarta.
Maryanto, I, dkk, 2004. Manajemen Bioregional Jabodetabek: Profil & Stategi Pengelolaan
Sungai dan Aliran Air. Pusat Penelitian Biologi-LIPI. Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia, Jakarta.
Mays, Larry W., 1996. Water Resources Handbook. Penerbit R.R. Donelly & Sons
Company.
Thomann, R.V dan J.A Mueller. 1987. Principles of Surface Water Quality Modeling and
Control. Harper Collins Publishers, New York.
Tugiyono. 2008. Studi Daya Tampung Beban Pencemaran Air Di Daerah Aliran Sungai
(DAS) Way Seputih. Prosiding Seminar Hasil Penelitian & Pengabdian kepada
Masyarakat, Unila, Jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung.
LAMPIRAN
TITIK 3 CIPUTAT-SEKOPOL
TITIK 4 TANAH KUSIR-SAMPING POOL TAXI EXPRESS