Contoh Draft Proposal Penelitian Kualita
Contoh Draft Proposal Penelitian Kualita
Judul Penelitian : Analisis Kualitatif Suasana Kelas yang Diciptakan Guru Fisika
SMAN 7 Denpasar: Relevansinya terhadap Pengembangan
Kecerdasan Sosial dan Emosional Siswa
Identitas Peneliti
Nama : Ni Kadek Vingki Aryanti
NIM : 1213021025
Semester : VI/A
I. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Modernisasi dan kemajuan suatu bangsa tergantung kepada sumber daya manusia bangsa
tersebut, apakah diberdayakan secara efisien atau tidak. Pemberdayaan SDM bangsa dimulai dari
sistem pendidikan yang diterapkan dari bangsa tersebut. Agar mampu menghasilkan SDM yang
berkualitas, bangsa Indonesia harus mampu memberdayakan potensi yang ada dalam diri anak
Indonesia melalui pendidikan. Hal itu telah disebutkan dengan jelas pada UU No. 20 Tahun 2003
tentang Pendidikan Nasional pada Bab IV bagian I pasal 5 ayat 4 yang berbunyi: “warga negara
yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus”.
Pada Bab I pasal 1 ayat 1 juga ditegaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan Negara.
Potensi diri yang dimaksudkan diantaranya kecerdasan intelektual, sosial dan emosional.
Kecerdasan sosial dan emosional memainkan peranan penting pada pengembangan pribadi siswa.
Kecerdasan sosial adalah salah satu penentu kesuksesan siswa di masa depan. Karl Albrecht (-)
menuliskan pada webnya bahwa kecerdasan sosial adalah ilmu baru tentang kesuksesan, orang
yang kehilangan pekerjaan, teman, dan sahabat disebabkan oleh ketidakmampuan dalam hal
sosial. Kecerdasan emosional adalah keterampilan dalam mengendalikan diri. Goleman (2003)
mengungkapkan bahwa kriteria sukses sudah berubah, bukan hanya dari kepintaran atau
keahlian, tetapi juga bagaimana kita mengatur diri sendiri dan orang lain. Kecerdasan intelektual
1
hanya menyumbangkan 20% bagi kesuksesan, sedangkan 80% adalah sumbangan dari
kecerdasan lain yaitu kecerdasan sosial dan emosional (Goleman, 2003).
Guru sebagai pendidik, wajib membantu siswa mengembangkan kecerdasannya, baik
secara emosional maupun sosial (Demirdag, 2015). Pengembangan kecerdasan sosial-emosional
tentunya dapat dilihat dan dilakukan dalam pembelajaran di kelas yakni bagaimana guru
mengajar dan menciptakan suasana kelas. Hal itu dilatarbelakangi karena suasana kelas
mencakup lingkungan kelas, iklim sosial-emosional dan aspek fisik kelas (Orifa et al, 2015).
Suasana setiap kelas pastinya berbeda, bergantung pada cara guru mengelola kelas dan
bagaimana interaksi yang terjadi di dalam kelas. Guru yang efektif dalam mengelola kelas dapat
meningkatkan perilaku baik siswa (Demirdag, 2015). Landau & Meirovich (2011) menemukan
bahwa suasana kelas yang suportif meningkatkan kecerdasan emosional siswa. Suasana
pembelajaran yang penuh kasih sayang, cinta, kebebasan yang mendidik, keratif dan inovatif
dapat mengantarkan siswa belajar dengan sungguh-sungguh namun menyenangkan (Susiani,
Dantes, & Tika, 2013).
Dalam hal pengembangan kecerdasan sosial dan emosional di dalam kelas, pemerintah
Indonesia sebenarnya telah melakukan hal tersebut melalui penerapan kurikulum 2013. Dalam
implementasi kurikulum 2013, pada dasarnya siswa harus dipersiapkan sebaik mungkin agar
memiliki kemampuan intelektual, emosional, spiritual dan kemampuan sosial (Sunarno, 2013).
Kompetensi dasar dalam kurikulum 2013 dirancang untuk mengembangkan kemampuan-
kemampuan tersebut. Pengembangan kemampuan spiritual terdapat dalam kompetensi dasar I.
Kemampuan sosio-emosional dikembangkan melalui KD 2 dan 4, sedangkan kemampuan
intelektual dikembangkan melalui KD 3. KD 2 mencakup pengembangan perilaku ilmiah seperti
jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, santun, ramah lingkungan, gotong royong, kerjasama,
cinta damai, responsive dan proaktif. Selain itu, pada KD 2 juga mengembangkan sikap untuk
berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial. Pengembangan kemampuan sosial terlihat
pada KD 4 yakni pengembangan keterampilan melalui pengolahan dan penyajian ranah konkret
dan abstrak. Ini berarti siswa diajarkan untuk mengembangkan sikap kreatif dan cara
berkomunikasi yang baik dengan orang lain. Semua KD tersebut terangkum dalam pembelajaran
yang dilakukan guru di kelas dan dimasukkan ke dalam ranah KD 3.
Namun upaya yang dilakukan itu masih belum efektif sampai dua tahun pelaksanaan
kurikulum 2013. Banyak siswa yang tidak menunjukkan kecerdasan sosio-emosional yang tinggi,
seperti sikap egois, suka menang sendiri, tidak menghargai orang lain, tidak peduli dengan
2
kesusahan orang lain. Ketika salah satu dari mereka merasa mampu dan menguasai materi yang
diberikan oleh guru atau dalam mengerjakan soal-soal latihan yang diberikan oleh guru, mereka
cenderung tidak mau berbagi untuk berupaya agar teman yang lain juga mampu mengerti dan
menyelesaikan dengan benar soal-soal tersebut (Susiani, Dantes, & Tika, 2013). Mereka malah
bangga apabila hanya dirinya yang mampu mengerjakan.
Seperti yang diungkapkan sebelumnya, pengembangan kemampuan sosio-emosional
dapat dilakukan dalam pembelajaran di kelas. Jika faktanya seperti di atas, maka pembelajaran di
kelas ikut andil dalam memberikan dampak buruk pada kecerdasan sosio-emosional siswa Guru
yang tidak mengontrol kelas dengan baik, tidak punya rasa hormat terhadap siswa, melihat sikap
siswa sebagai kekacauan, serta menggunaakan kekuasannya dalam kelas secara berlebihan akan
berdampak buruk pada self-esteem siswa dan membuat siswa menentang gurunya (Goerge et al
dalam Demirdag, 2015). Ini berarti, guru tidak memberikan timbal balik yang baik dalam
berinteraksi dengan siswa, padahal interaksi merupakan kunci dalam pengembangan sikap sosio-
emosional.
Fokus guru dalam pembelajaran di kelas masih cenderung pada peningkatan pemahaman
dalam konteks kognitif (pengetahuan) siswa, padahal peningkatan dan pengembangan dalam
ranah sosio-emosional juga perlu diprioritaskan. Guru dengan pengelolaan kelas yang efektif
akan cenderung membuat siswa lebih bertanggung jawab, dan memiliki partisipasi yan tinggi
(Smith & Strahan dalam Demirdag, 2015). Selain itu, menurut Orifa et al (2015) kinerja
akademik pada iklim kelas yang interaktif lebih besar dibandingkan dengan iklim kelas yang
pasif, dimana kinerja akademik siswa laki-laki lebih besar dibandingkan siswa perempuan. Hal
itu perlu dilakukan, sebab outcome yang diinginkan tak hanya pintar tapi bisa mengendalikan
emosi dan bersikap sosial.
Berangkat dari hal di atas yakni gagasan mengenai suasana kelas yang diciptakan guru
untuk menumbuhkan kecerdasan social dan emosional, peneliti ingin melakukan penelitian
dengan judul “Analisis Kualitatif Suasana Kelas yang Diciptakan Guru Fisika SMAN 7
Denpasar: Relevansinya terhadap Pengembangan Kecerdasan Sosial dan Emosional
Siswa”.
3
2. Bagaimana suasana kelas yang diciptakan oleh guru dalam mengembangkan kecerdasan
emosional siswa?
3. Bagaimanakah kecerdasan sosial siswa sebagai akibat dari suasana kelas yang diciptakan
guru?
4. Bagaimanakah kecerdasan emosional siswa sebagai akibat dari suasana kelas yang diciptakan
guru?
5. Apa permasalahan dan kendala yang dihadapi guru dalam menciptakan suasana kelas yang
mampu mengembangkan kecerdasan sosial-emosional siswa?
5. Mengungkapkan permasalahan dan kendala yang dihadapi guru dalam menciptakan suasana
kelas yang mampu mengembangkan kecerdasan sosial-emosional siswa.
4
1.5 Definisi Konseptual dan Operasional
1.5.1 Definisi Konseptual
1. Suasana kelas adalah tingkatan lingkungan pembelajaran yang diciptakan guru di mana
fokusnya pada hubungan siswa dengan guru (Curry, 2009). Suasana kelas sama dengan
suasana fisik dan emosional di dalam kelas (Freiberg dalam Curry, 2009). Tiga dimensi
dalam mempelajari suasana atau lingkungan menurut Moos (dalam Curry, 2009) antara lain
dimensi hubungan antar personal, dimensi perkembangan personal yakni bagaimana orang
berkembang dalam suatu lingkungan/suasana, dan dimensi pemeliharaan dan perubahan
system yakni berhubungan dengan bagaimana respon personal terhadap suatu perubahan.
Suasana kelas berasosiasi dengan tipe kepemimpinan atau sikap guru dalam kelas.
2. Kecerdasan sosial adalah kemampuan untuk memahami dan mengatur wanita atau pria, anak
laki-laki atau perempuan, dengan bertindak secara bijak dalam hubungan antar manusia
(Thorndike dalam Lievens & Chan, 2009). SI merupakan salah satu dimensi dari Multiple
Intelligence (MI) yang memuat seperangkat kemampuan praktis yang disebut dengan
S.P.A.C.E model (Brown, 2006).
3. Kecerdasan emosional atau emotional intelligence (EI/EQ) merujuk kepada kemampuan
mengenali perasaan diri sendiri dan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan
kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri serta dalam hubungan dengan
orang lain (Goleman, 2003). Terdapat 4 domain kecerdasan emosional yakni self-awareness,
social-awareness, self-management dan relationship-management.
5
II. Kajian Pustaka
2.1 Pembelajaran Fisika
Dalam kurikulum 2013 disebutkan bahwa dalam pembelajaran fisika siswa diharapkan
mampu menghargai kerja individu maupun kelompok dan mengembangkan sikap ilmiah
(Permendikbud, 2014). Unsur yang terpenting dalam pembelajaran yang baik adalah (1) siswa
yang belajar, (2) guru yang mengajar, (3) bahan pelajaran, dan (4) hubungan antara guru dan
siswa. hal terpenting dalam belajar fisika adalah siswa yang aktif belajar (Suparno, 2007). Jadi
perlu komunikasi yang baik antara guru dan siswa.
6
e. Empati (empathy). Aspek ini merujuk pada sejauh mana kita bisa berempati pada pandangan
dan gagasan orang lain. Dan juga sejauh mana kita memiliki keterampilan untuk bisa
mendengarkan dan memahami maksud pemikiran orang lain (Brown, 2006).
Guru yang mengajar secara efektif memberikan penguatan pada kecerdasan sosial yakni
interaksi siswa terhadap dirinya dan siswa belajar lebih baik (Goleman, 2006).
7
2.6 Kerangka Berpikir
Disebutkan bahwa kurikulum 2013 dirancang untuk mengembangkan keseimbangan
antara pengembangan sikap spiritual dan sosial, rasa ingin tahu, kreativitas dan kerjasama dengan
kemampuan intelektual dan psikomotorik. Guru juga dituntut untuk mengembangkan potensi
peserta didik dalam berpikir reflektif bagi penyelesaian masalah social di masyarakat. Untuk itu
guru harus pintar dalam mengembangkan potensi melalui cara mengajar di dalam kelas.
Kondisi sosio-emosional dalam kelas akan mempengaruhi proses belajar mengajar,
partisipasi siswa dan efektifitas pembelajaran. Kondisi sosio-emosional tersebut diantara tipe
kepemimpinan guru, sikap guru, suara guru dan pembinaan hubungan baik.
Tipe kepemimpinan guru dalam kelas antara lain :
1. Otoriter yakni guru sebagai penguasa kelas dan siswa tidak banyak memberikan pendapat
sebab semua keputusan berada di tangan guru. Guru sering disebut the directive manager.
2. Laissez-faire yakni guru tidak memberikan arahan dan control pada siswa sehingga siswa
dapat seenaknya membuat keputusan, semua tanggung jawab sepenuhnya diserahkan kepada
siswa dan hal tersebut akan berdampak pada kekacauan hasil belajar siswa. Tingkat
keberhasilan hanya ditentukan dari kesadaran siswa dalam belajar. Guru sering disebut
dengan the delegating-manager.
3. Demokratis yakni guru menghargai potensi setiap siswa; mampu menstimulasi kerjasama,
inisiatif dan kemampuan membuat keputusan siswa; proses belajar-mengajar aktif dan kreatif.
Guru sering disebut dengan the participative manager.
4. Psedeu-demokratis yakni siswa hanya bisa membuat keputusan dibawah supervisi guru. Guru
sering disebut dengan the persuasive manager.
Sifat guru yang demokratis akan menstimulasi kerjasama siswa. Dalam bekerjasama
diperlukan kemampuan penyesuaian diri siswa terhadap lingkungan dan teman kerjasamanya.
Jika kualitas penyesuaian diri baik, maka kecerdasan emosional akan baik (Yuniani, 2010).
Dengan pembelajaran yang melibatkan kedua belah pihak, yakni guru dan siswa akan
membangkitkan gairah siswa untuk belajar sehingga potensi siswa bisa diketahui guru dan bisa
dikembangkan.
8
Tuntutan Kurikulum
2013
Pembelajaran Fisika
Dapat ditingkatkan
mengembangkan mengembangkan
berkaitan
Kecerdasan sosial Kecerdasan
emosional
10
wawancara, yakni interview terhadap siswa dan guru. Wawancara guru dilakukan mengenai
suasana kelas yang telah guru ciptakan, sedangkan wawancara siswa mengkonfirmasi suasana
kelas yang telah diciptakan oleh gurunya. (3) kuisioner, yakni teknik pengumpulan data yang
dilakukan pada guru untuk menilai kemampuan guru mengelola kelas dari awal hingga akhir
sehingga didapatkan data penguat (triangulasi) mengenai suasana kelas yang diciptakan, efektif
atau tidak. (4) dokumentasi, yakni teknik pengumpulan data dengan mengumpulkan dokumen-
dokumen guru ataupun siswa untuk memperjelas data utama yang didapatkan seperti RPP
(Rencana Pelaksanaan Pembelajaran), rapor atau hasil belajar siswa mengenai sikap sosial dan
emosional, dan dokumen lain yang sekiranya diperlukan.
3.5.2 Instrumen Penelitian
Dalam penelitian kualitatif instrumen kuncinya adalah diri peneliti itu sendiri, sebab
instrumen penelitian adalah keseluruhan proses penelitian dimana ia merupakan perencana,
pelaksana pengumpulan data, analis, penafsir data dan pelapor hasil penelitian. Selain peneliti
instrumen lainnya sebagai penunjang seperti alat tulis, kamera dan handycam. Dalam hal
melakukan observasi dan wawancara diperlukan instrumen berupa pedoman wawancara dan
pedoman observasi sesuai dengan dimensi masing-masing variable yang diteliti yakni suasana
kelas, kecerdasan sosial dan kecerdasan emosional. Selain itu instrumen lainnya adalah lembar
kuisioner penilaian diri guru (Teacher Self-Assasment) dengan indikator yang telah ditentukan
oleh peneliti.
11
meningkatkan ketekunan, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat, membercheck, dan
analisis kasus negatif.
2) Uji Transferability (validitas eksternal) menunjukkan derajat ketepatan atau dapat
diterapkannya hasil penelitian ke populasi dimana sampel tersebut diambil. Nilai transfer ini
berkenaan dengan pertanyaan, sejauh mana hasil penelitian dapat diterapkan atau digunakan
dalam situasi lain.
3) Uji Dependability (reliabilitas). Penelitian ini dikatakan reliable yaitu apabila orang lain
dapat mengulangi/mereplikasi proses penelitian tersebut. Uji dependability dilakukan dengan
cara melakukan audit terhadap keselurahan proses penelitian.
4) Uji Comfirmability (obyektifitas). Penelitian dikatakan obyektif jika sudah disetujui oleh
banyak orang. Menguji konfirmabilitas berarti menguji hasil penelitian dikaitkan dengan
proses yang dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulah, M. Y., Bakar, N. R. A., & Mahbob, N. H. 2012. The dynamics of student participation
in classroom: observation on level and forms of participation. Procedia-Social and
Behavorial Sciences 59(1): 61-70. Tersedia pada http://www.sciencedirect.com/
science/article/pii/S1877042812036877. Diakses pada 25 Maret 2015.
Albrecht, K. -. Social intelligence: The new science of success. Lecture. Tersedia pada
http://www.KarlAlbrecht.com. Diakses pada 28 Juni 2015.
Brown, L. M. 2006. Social intelligence: The new science of success. Bussines Book Review 23
(1): -. Tersedia pada https://www.karlalbrecht.com/downloads/ SocialIntelligence-
BBR.pdf. Diakses pada 8 Juni 2015.
12
Demirdag, S. 2015. Clasroom management and student’s self-esteem: Creating positive
classrooms. Academic Journals Educational Research and Reviews 10(2): 191-197.
Tersedia pada: http://www.academicjournals.org/article/article1422281295_
Demirdag.pdf. Diakses pada: 28 Pebruari 2015.
Goleman, D. 2003. Kecerdasan emosional untuk mencapai puncak prestasi. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Goleman, D. 2006. The socially intelligent [educational leadership]. Artikel. Tersedia pada
http://cmapspublic2.ihmc.us/. Diakses pada 8 Juni 2015.
Lieviens, F. & Chan, D. 2009. Practical intelligence, emotional intelligence, ands intelligence.
Artikel. Tersedia pada http://users.ugent.be/~flievens/practicalIQ.pdf. Diakses pada 25
Maret 2015.
Orifa, Oluwayemisi, R. A., Ajisafe, Emmanuel, O., Ajisafe, & Oluyemisi, O. 2015. Clasroom
sosial climate: Enhancing teaching strategy in business studies. International Journal of
Vocational and Technical Education Research 1 (1): 9-14. Tersedia pada:
http://www.eajournals.org/wp-content/uploads/Classroom-Social-Climate-Enhancing-
Teaching-Strategy-In-Business-Studies.pdf. Diakses pada: 28 Pebruari 2015.
Respati, W. S., Arifin, W. P., & Ernawati. 2007. Gambaran kecerdasan emosional siswa berbakat
di kelas akselerasi SMA di Jakarta. Journal Psikologi 5 (1): 30-61. Tersedia pada
http://ejurnal.esaunggul.ac.id/index.php/Psi/article/download/57/54 Diakses pada 25
Maret 2015.
Seal, C. R., Nauman, S. E., Scott, A. N., & Royce-Davis, J. 2010. Social emotional development:
a new model of student learning in higher education. Research in Higher Education
13
Journal. Tersedia pada http://www.co.springer.iier.aabri.com/manuscripts/10672.pdf
Diakses pada 28 Juni 2015.
Septiyarsih, W. 2012. Studi komparasi tingkat kecerdasan sosial antara kelas kinestetik, kelas
verbal linguistik, dan kelas logis matematis pada siswa kelas III di SDIT Nidaul Hikmah
Salatiga tahun ajaran 2011/ 2012. Skripsi. Tersedia pada
http://perpus.iainsalatiga.ac.id/docfiles/fulltext/17e6d3eb09297fbe.pdf. Diakses pada 25
Maret 2015.
Sugiyono. 2012. Metode penelitian kuantitatif, kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sunarno, H. W. 2013. Kesiapan dan kendala dunia pendidikan dalam implementasi kurikulum
2013. Artikel. Tersedia pada http://ejournal.undiksha.ac.id
/index.php/semnasmipa/article/download/2669/2253. Diakses pada 25 Maret 2015.
Susiani, K., Dantes, N., & Tika, I. N. 2013. Pengaruh model pembelajaran quantum terhadap
kecerdasan sosio-emosional dan prestasi belajar IPA siswa kelas V SD di Banyuning. e-
Journal Program Pasca Sarjana Undiksha 3 (-): -. Tersedia pada
http://119.252.161.254/ejournal/index.php/jurnal_pendas/article/viewFile/525/317.
Diakses pada 25 Maret 2015.
14