Anda di halaman 1dari 23

PEMANFAATAN GARAM DALAM INDUSTRI

PENGOLAHAN PRODUK PERIKANAN


Luthfi Assadad*) dan Bagus Sediadi Bandol Utomo*)

ABSTRAK

Garam merupakan salah satu jenis bahan pokok kebutuhan masyarakat yang sangat penting.
Kebutuhan garam nasional dari tahun ke tahun semakin meningkat, namun jumlah
produksinya justru mengalami penurunan. Garam di Indonesia dan negara-negara tropis
umumnya diproduksi dengan menggunakan sistem kristalisasi total yang menghasilkan garam
dengan kualitas dan kuantitas yang rendah. Kendala lain yaitu jumlah produksi garam
nasional yang masih sedikit serta adanya alih fungsi lahan garam. P enin gkatan k ualitas
garam perlu dilakukan, misalnya den gan perb aikan teknologi, pem binaan sistem man aj em en
mutu, pelatih an teknik produk si, d an b an tuan p eralatan mesin io d isasi g aram. Sed an g
kan k u an titas p ro d uk si g aram d ap at ditingkatkan dengan program intensifikasi dan
ekstensifikasi. Garam merupakan produk sebuah industri dan sekaligus sebagai bahan bantu
di berbagai industri lain. Industri pengolahan hasil p e rik a n an , b a ik tra d isio n a l ma u p u n
mo d er n m eman faa tk an g a ram seb ag a i b a h an b an tu pengolahan produk perikanan.
Garam berfungsi sebagai pengawet, penambah cita rasa, maupun untuk mem perbaiki
penampilan dan tekstur daging ikan. Industri pengolahan tradisional yang memanfaatkan
garam misalnya industri pengolahan ikan asin, ikan pindang, dan produk ikan fermen tasi. S
edan g k an ind u stri pen g o lah an mo dern biasan ya meman faatk an g aram u ntu k
pembuatan produk surimi dan diversifikasi produk olahannya.

ABSTRACT: The use of salt in fisheries product processing industry. By: Luthfi
Assadad and Bagus Sediadi Bandol Utomo

Salt is one of the most important food materials for human life. Although the total consumption
of salt increases every year, the total production decreases. Salt, in Indonesia and other tropical
countries, is manufactured by using total crystallization system with poor quality and low
quantity. The shortcomings in salt production are its low productivity and the function alteration of
salt farms. Improving the quality of salt needs to be done, for example by improving
technology, quality management system, trainings, and equipments. Whereas its quantity
could be improved by intensification and extensification. Salt is an industrial product and an
important material for other industries. Fish processing industry, both traditional and modern, uses
salt as product processing aid. Salt preserves flavour and enhances the appearance and texture
of fish meat. Salt is used in traditional processing industries, to produce dried fish, boiled fish,
and fermented fish products. Whereas in modern processing industry, salt is used for the
manufacture of surimi products and its derivatives.

KEYWO RDS: NaCl, salt industry, fish processing

PENDAHULUAN berswasembada garam. Namun demikian, selama


ini jumlah produksi garam yang ada belum
Secara um u m , garam m eruj uk p ada mampu memenuhi kebutuhan garam dalam negeri.
suatu senyawa kimia dengan nama Sodium Pusat pembuatan garam terkonsentrasi di pulau
Klorida atau Natrium Klorida (NaCl). Garam Jawa dan Madura, dengan luas masing-masing
merupakan salah satu kebutuhan pelengkap untuk sebesar 10.231
pangan dan sumber elektrolit bagi tubuh manusia Ha dan 15.347 Ha. Lokasi pembuatan garam
(Purbani, 2000). Garam merupakan satu dari lainnya
sembilan jenis bahan kebutuhan pokok m terdapat di Nusa Tenggara Barat, Sulawesi
asyarakat menurut keputusan Menteri Selatan, dan Sumatera dengan luas area
Perindustrian dan Perdagangan No. masing-masing sebesar 1.155 Ha, 2.040 Ha, dan
15/MPP/KEP/2/ 1.885 Ha. Dengan demikian, luas areal ladang
1998 (Anon., 1998). garam di Indonesia seluruhnya sebesar 30.658 Ha,
Sebagai negara kepulauan, Indonesia di mana sekitar 25.542
mempunyai p ot en si y an g b esar u n tu k m e Ha dikelola secara tradisional oleh rakyat (Purbani,
ng ha si l ka n da n 2000).

26 26
*)
Peneliti pada Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan
Perikanan; Email: luthfi.assadad@gmail.com

27 27
L. Assadad dan B. S. B. Utomo Squalen Vol. 6 No.1, Mei 2011

Kebutuhan garam nasional dari tahun ke tahun INDUSTRI PENGOLAHAN GARAM DI


semakin meningkat seiring dengan pertambahan INDONESIA
penduduk dan perkembangan industri di Indonesia.
Kebutuhan garam pada tahun 2007 sebesar 2,7 Walaupun Indonesia termasuk negara maritim,
juta ton, meningkat menjadi 2,9 juta ton pada tahun namun usaha meningkatkan produksi garam belum
2008 dan 2009, serta menjadi 3 juta ton pada tahun di minati , termasuk dal am usaha
2010. Namun di sisi lain, produksi garam di meningkatkan kualitasnya. Di lain pihak kebutuhan
Indonesia dari tahun ke tahun mengalami garam dengan kualitas yang baik masih dipenuhi
penurunan. Dari jumlah kebutuhan garam tersebut melalui impor, terutama garam beriodium dan
di atas, sekitar 1,6-1,9 juta ton dipenuhi dari impor garam industri (Purbani,
(Aprilia & Ali, 2011). 2000). Kebutuhan dan impor garam nasional
Garam di samping sebagai produk sebuah disajikan pada Tabel 1 sedangkan jumlah
industri, juga digunakan sebagai bahan bantu di produksi garam nasional di Indonesia disajikan
berbagai industri. Penggunaan garam selama ini pada Gambar 1.
terkonsentrasi pada tiga bidang, yaitu bahan Jumlah produksi garam di Indonesia ditargetkan
pangan, industri (sebagai bahan baku maupun terus meningkat dari tahun ke tahun. Produksi
bahan bantu), dan bahan pengawet garam nasional berasal dari industri garam rakyat
(Prasetyaningsih, 2008). Garam merupakan ko m o sebesar
di ta s ya ng c uk up p en ti ng p ad a i n du st ri 70% dan PT. Garam sebesar 30% (Mahdi, 2007).
peri kanan, terutama i ndustri pengol ahan Produksi garam di Indonesia rata-rata 60–70 ton per
hasi l perikanan. Industri pengolahan hasil hektar per tahun. Pada tahun 2011, produksi garam
perikanan, baik tradisional maupun modern nasional ditargetkan mencapai 1,2 juta ton (Aprilia
memanfaatkan garam sebagai bahan bantu & Ali, 2011). Angka ini ditetapkan mengingat rata-
pengol ahan. Um um nya, sebagian besar rata produksi garam nasional sekitar 1,21 juta ton.
pemanfaatan garam pada industri pengolahan Namun demikian, jumlah itu jauh lebih kecil dari
hasi l peri kanan diaplikasi kan pada pe ngo l ah kebutuhan garam nasional yang mencapai tiga juta
an yan g b ersi f a t tra di si on al , se per ti ton. Hal ini menyebabkan Indonesia melakukan
pembuatan ikan asin, ikan pindang, dan produk impor garam sebesar 1,6–1,9 juta ton setiap tahun
ikan f erm entasi . Industri pengol ahan yang m (Candra, 2010).
odern umumnya memanfaatkan garam untuk Kem enteri an Kel autan dan Perikanan
memperbaiki cita rasa, penampilan, dan sifat telah membuat peta potensi lahan garam pada
fungsional produk yang dihasilkan. Secara umum, tahun 2011 dalam rangka peningkatan produksi
garam berfungsi sebagai pengawet, penambah cita dan swasembada garam (Anon., 2011). Beberapa
rasa maupun untuk memperbaiki penampilan wilayah seperti pulau J a w a d a n N u sa Te n g
tekstur daging ikan (Yankah et al., 1996; Winarno, g a r a B a r a t m e n g a l a m i pertambahan luas
1997; Irianto & Giyatmi, 2009). lahan garam yang siginifikan bila dibandingkan
Demikian pentingnya garam, sehingga terdapat dengan kondisi pada tahun 2000. Rekapitulasi
banyak industri garam di Indonesia serta peraturan potensi lahan garam tahun 2011 disajikan pada
y an g d i ke l ua r ka n p e m e ri n ta h t e rk a i t Tabel 2.
de n ga n keberadaan garam ini. Tulisan ini akan Ada ti ga m etode proses pem buatan
memaparkan keberadaan industri garam serta garam berdasarkan sumbernya, yaitu sistem
pemanfaatan garam pada industri pengolahan kristalisasi total air laut, pembuatan garam dari
produk perikanan. larutan garam alamiah, dan pengambilan garam
dari batuan garam atau melalui penambangan
(Prasetyaningsih, 2008).

Tabel 1. Kebutuhan dan impor garam nasional

Ju m la h ga ra m ya
T a hun ng dibutuhka n Jum la h ga ra m im po r (to n)
(ton)

2006 2.600.000 1.600.000

2007 2.700.000 1.630.000

28 28
L. Assadad dan B. S. B. Utomo Squalen Vol. 6 No.1, Mei 2011

2008 2.900.000 1.630.000

2009 2.900.000 1.700.000

2010 3.000.000 1.900.000

Sumber: Aprilia & Ali, 2011.

29 29
L. Assadad dan B. S. B. Utomo Squalen Vol. 6 No.1, Mei 2011

Produksi garam (juta ton)


1.60
1.40
1.20 1.38
1.34 1.29 1.35 1.25
1.00 1.15 1.12
1.09 1.1
0.80 1
0.60
0.40
0.20
0.00
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Tahun

Gambar 1. Produksi garam nasional di Indonesia (Aprilia & Ali, 2011).


Metode yang umum dilakukan di negara tropis, Me tod e p em b uat an gara m y ang l a i n
termasuk Indonesia, yaitu sistem kristalisasi total yai tu pembuatan garam dari larutan garam.
air laut. Prinsip utama metode ini adalah Pengambilan garam dari larutan garam umumnya
kristalisasi garam dari air laut dengan dilakukan dengan menggunakan panas hasil
menggunakan sinar matahari untuk menguapkan pembakaran. Proses yang dilakukan dapat
air laut. Metode ini m e m e r l uk a n t i g a k o l menggunakan oven penguapan maupun multi
am u t a m a , y a i tu k o l a m penampungan air effect evaporator. Rendemen yang dihasilkan
laut, kolam pemekatan, dan kolam kristalisasi melalui metode ini sekitar 20–25% NaCl
(Noviani, 2007). Keberhasilan metode ini (Prasetyaningsih, 2008). Namun demikian,
dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti si nar mengingat biaya produksinya yang cukup mahal,
m ataha ri , suhu, dan kel em b apan udara metode ini kurang cocok diterapkan di Indonesi
serta kecepatan angin. Rendemen yang a. Proses pembuatan garam dengan multi effect
diperoleh dari metode ini sangat rendah, yaitu evaporator disajikan pada Gambar 4.
sekitar 3% NaCl dar i bahan baku ai r l aut Metode lain yaitu pembuatan garam dari batuan
yang di uapkan (Prasetyaningsih, 2008). garam melalui penambangan. Metode ini dilakukan
Proses pembuatan garam dengan metode dengan cara penggalian langsung di lokasi batuan
sistem kristalisasi total air laut disajikan pada g a r a m . Ta h a p a n y a n g d i l a k u k a n m
Gambar 2, sedangkan kristal garam yang e l i p u t i penghancuran (crushing), penggilingan
dihasilkan disajikan pada Gambar 3. (grinding ), dan

Tabel 2. Potensi lahan garam di Indonesia tahun 2011

Propinsi Luas (Ha)


Jawa Barat 2418,90
Jawa Tengah 5109,64
Jawa Timur 8125,45
Bali 12,28
NTB 2252,10
NTT 1994,20
Sulawesi Utara 45,00

30 30
L. Assadad dan B. S. B. Utomo Squalen Vol. 6 No.1, Mei 2011

Sulawesi Selatan 1208,78

Sumber: Anon., 2011.

31 31
L. Assadad dan B. S. B. Utomo Squalen Vol. 6 No.1, Mei 2011

Gambar 2. Proses pembuatan garam dengan metode sistem kristalisasi total air laut (Purbani, 2000).

Gambar 3. Kristal garam (Broto & Kusumayanti, 2007).


pengayakan (screening). Rendemen yang bahan industri maupun untuk konsumsi. Dengan
diperoleh dengan metode ini sangat tinggi, yaitu komposisi
sekitar 95–
99% NaCl (Prasetyaningsih, 2008). Berbagai
metode produksi garam pada beberapa negara
disajikan pada Tabel 3.
Pembuatan garam di Indonesia pada umumnya
masih dilakukan secara tradisional dengan metode
yang sederhana. Pembuatan garam dilakukan
dengan sistem kristalisasi total yang menghasilkan
garam berkualitas rendah dengan produktivitas 35–
45 ton per hektar per tahun.
Garam rakyat sendiri dikelompokkan menjadi
tiga jenis (Mayasari & Lukman, 2010) yaitu: 1). K-1,
yaitu kualitas terbaik yang memenuhi syarat untuk

32 32
L. Assadad dan B. S. B. Utomo Squalen Vol. 6 No.1, Mei 2011

NaCl 97,46%; CaCl 0,723%; CaSO 0,409%;


MgSO 2 4 4
0,04%; H O 0,63%; Pengotor 0,65%; 2). K-2, yaitu 2
kualitas dibawah K-1. Secara fisik garam K-2
berwarna a g a k k e c o kl a t a n da n a g a k l e
m b ap ; 3 ) . K - 3 , merupakan garam kualitas
terendah, dengan tampilan fisik berwarna coklat dan
bercampur lumpur.
Peningkatan kualitas garam di Indonesia perlu
dilakukan. Hal ini bertujuan untuk memenuhi
standar garam konsumsi rumah tangga dan
industri serta meningkatkan harga jual garam.
Garam yang beredar di pasaran harus m em
enuhi Standar Nasi onal Indone si a (SNI). SNI
i ni be rdasarkan kepada Keputusan Presiden
Republik Indonesia Nomor 69 tahun 1994 tentang
pengadaan garam beriodium dan Keputusan
Menteri Perindustrian No. 29/M/SK/2/1995

33 33
L. Assadad dan B. S. B. Utomo Squalen Vol. 6 No.1, Mei 2011

Gambar 4. Proses pembuatan garam dengan metode multi effect evaporator (Purbani, 2000).

Tabel 3. Sumber garam dan energi yang digunakan pada pembuatan garam di beberapa negara di dunia

Ne ga ra S um b e r ga ra m Ene rg i ya ng digun a ka n
Am erik a S erik at Batuan garam M atahari
Am erik a S erik at Batuan garam Bahan bak ar
Am erik a S erik at Air laut M atahari
Jepang Air laut Bahan bak ar
Afrik a S elatan Batuan garam M atahari
Afrik a S elatan Air laut M atahari
Indones ia Air laut M atahari

Sumber: Prasetyaningsih, 2008.


tentang pengesahan SNI dan Penggunaan tanda Kualitas Garam Produksi Dalam Negeri yang
SNI secara wajib terhadap 10 macam produk Rendah
industri (Anon., 1994; Anon., 2004). Beberapa SNI
terkait garam, misalnya seperti SNI 06-0303-1989 Kualitas garam yang diproduksi secara
tentang garam untuk industri soda elektrolitis, SNI tradisional pada umumnya sangat rendah dan
01-3556- harus diolah
2000 tentang garam konsumsi beriodium, SNI
01-
3556-1999 tentang garam dapur, dan SNI 01-
4435-
2000 tentang garam bahan baku untuk industri
garam beriodium (Anon., 2000). Syarat mutu garam
menurut SNI untuk bahan baku industri disajikan
pada Tabel
4, sedangkan syarat mutu garam untuk konsumsi
disajikan pada Tabel 5.

K EN D ALA PAD A IN D U ST R I P E N GO L
AHAN GARAM

34 34
L. Assadad dan B. S. B. Utomo Squalen Vol. 6 No.1, Mei 2011

kembali untuk dijadikan garam konsumsi maupun


garam industri. Kualitas garam yang rendah ini
disebabkan beberapa faktor seperti kondisi kolam
penampungan dan kolam kristalisasi yang belum
m e m a d a i , m a su k n y a a i r b u a n g a n k e
k o l a m sebelumnya, belum adanya pengecekan
kualitas, serta kurangnya pengetahuan akan
pemanfaatan sistem, aliran, dan pintu air (Noviani,
2007). Hal ini menyebabkan garam rakyat tidak
dapat memenuhi standar kualitas garam konsumsi
untuk pembelian stok nasional sehingga
mempunyai harga jual yang rendah (Mayasari &
Lukman, 2010).
Adapun industri garam modern seperti PT.
Garam, di samping melakukan produksi garam
secara modern untuk menghasilkan garam yang
berkualitas, juga melakukan upaya peningkatan
kualitas garam rakyat. Upaya yang dilakukan yaitu
dengan memperbaiki proses produksi garam rakyat
sehingga dihasilkan garam yang berkualitas lebih
baik (Mahdi, 2007). Peningkatan kualitas garam
rakyat dapat dilakukan

35 35
L. Assadad dan B. S. B. Utomo Squalen Vol. 6 No.1, Mei 2011

Tabel 4. Syarat mutu garam untuk bahan baku industri menurut SNI 01-4435-2000

No Kriteria uji Satuan Persyaratan


1 Keadaan
- bau - Normal
- rasa - Asin
- warna - Putih Normal
2 Natrium Klorida (NaCl) % (b/b) adbk Minimal 94,7
3 Air (H2O) % (b/b) Maksimal 7
4 Bagian tidak larut dalam air % (b/b) adbk Maksimal 0,5
5 Cemaran logam
- Timbal (Pb) mg/kg Maksimal 10,0
- Tembaga (Cu) mg/kg Maksimal 10,0
- Raksa (Hg) mg/kg Maksimal 0,1
6 Cemaran arsen (As) mg/kg Maksimal 0,1
Keterangan: b/b= bobot/bobot; adbk= atas dasar bahan kering.

Tabel 5. Syarat mutu garam untuk konsumsi menurut SNI 01-3556-2000

No Kriteria uji Satuan Persyaratan


1 Kadar air (H2O) % (b/b) Maksimal 7,0
2 Kadar NaCl (natrium klorida) % (b/b) adbk Minimal 94,7
dihitung dari jumlah klorida (Cl)
3 Iodium dihitung sebagai kalium mg/kg Minimal 30,0
iodat (KIO3)
4 Cemaran logam

- Timbal (Pb) mg/kg Maksimal 10,0


- Tembaga (Cu) mg/kg Maksimal 10,0
- Raksa (Hg) mg/kg Maksimal 0,1
5 Cemaran arsen (As) mg/kg Maksimal 0,1

Keterangan: b/b= bobot/bobot; adbk= atas dasar bahan kering


dengan cara pembinaan sistem manajemen mutu, terdapat pada air laut sehingga perlu diendapkan
pelatihan teknik produksi, dan bantuan peralatan agar kadar NaCl pada garam semakin meningkat.
mesin iodisasi garam. Pada umumnya industri Kalsium dan magnesium
garam rakyat belum menerapkan SNI pada proses
produksinya (Anon., 2004).
Aplikasi teknologi dalam rangka peningkatan
garam rakyat yang tel ah dil akukan selama ini
berupa pencucian garam rakyat dengan m
enggunakan natrium karbonat atau natrium oksalat
(Purbani, 2000; Anon., 2011). Hal ini bertujuan untuk
mengendapkan kalsium dan magnesium. Kalsium
dan magnesium merupakan unsur yang banyak

36 36
L. Assadad dan B. S. B. Utomo Squalen Vol. 6 No.1, Mei 2011

dapat diendapkan dalam bentuk garam sulfat,


garam k a rb o n a t , d a n ga r a m o k sa l at . D
a l a m p r ose s pengendapan, garam karbonat
dan garam oksalat mengendap terlebih dahulu,
menyusul garam sulfat, terakhir bentuk garam
kloridanya (Purbani, 2000).

Jumlah Produksi yang Belum Mencukupi


Kebutuhan

Produksi garam dalam negeri

Garam industri yang berasal dari penambangan


dengan kadar NaCl lebih dari 95% dengan jumlah
sekitar 1.200.000 ton sampai saat ini seluruhnya
masih diimpor (Purbani, 2000). Hal ini belum dapat
diatasi

37 37
L. Assadad dan B. S. B. Utomo Squalen Vol. 6 No.1, Mei 2011

Gambar 5. Ladang garam di Indonesia (Broto & Kusumayanti, 2007).

padahal Indonesia merupakan negara bahari jumlah produksinya. Di samping sumberdaya alam
dengan potensi bahan baku garam yang besar. berupa tambang garam yang begitu besar
Sistem penggaraman rakyat sampai saat ini potensi nya, teknol ogi yang digunakan j uga
menggunakan sistem kristalisasi total sehingga sangat m odern. Pembuatan garam dilakukan
kualitasnya masih r e nd a h se r ta m e ng a n du n dengan menggunakan mesin berkapasitas besar
g b a n y ak p en g o to r. Kete rbatasan l ah an dan menghasilkan garam dengan kualitas prima.
dan m asi h tradi si onal nya teknologi, Mesin berkapasitas besar yang
menyebabkan produktivitas industri garam di
Indonesia masih rendah yakni rata-rata 60-70 ton
per hektar per musim (Purbani, 2000; Aprilia & Ali,
2011). Sementara Australia dapat mencapai 350
ton per hektar per musim. (Anon., 2009). Gambar
ladang garam di Indonesia disajikan pada Gambar
5.
Luas lahan pegaraman rakyat di Indonesia
sebesar
25.542 hektar atau sekitar 83,31% dari total luas
lahan garam nasional dengan tingkat produktivitas
rata-rata
60-70 ton per hektar per musim (Purbani, 2000).
Jika
50% dari luas areal pegaraman rakyat ini dapat
ditingkatkan produktiv itasnya menjadi 80 ton
per hektar per tahun, maka garam yang dapat
diproduksi sebanyak 1.021.680 ton, sehingga total
produksi garam nasional menjadi 1.851.795 ton
(Purbani, 2000). Dengan demikian kebutuhan
impor garam industri dapat dikurangi dari
1.600.000-1.900.000 ton menjadi hanya sekitar
1.150.000 ton.

Produksi garam negara tetangga (sebagai


pembanding)

Di Australia, garam yang diproduksi merupakan


garam tambang sehingga sulit untuk ditandingi

38 38
L. Assadad dan B. S. B. Utomo Squalen Vol. 6 No.1, Mei 2011

digunakan dapat memanen garam dengan


kecepatan
3.000 ton setiap jamnya. Ladang garam di Australia
disajikan pada Gambar 6.
Alih Fungsi Lahan Garam
Tata niaga garam yang buruk seperti harga
garam yang jatuh saat panen dan tidak terserapnya
garam rakyat, menyebabkan sebagian pemilik
usaha industri garam rakyat mengalihfungsikan
lahan garam menjadi tambak atau usaha lain yang
lebih menguntungkan. Hal ini tentu saja akan
berdampak pada menurunnya luas lahan garam
serta jumlah produksi garam nasional (Jati &
Purwoko, 2010).
Kendala menyempitnya luas lahan garam ini
tentu saja harus diselesaikan dengan baik. Solusi
yang bisa dilakukan yaitu perbaikan teknologi
produksi garam sehingga produksi garam dapat
meningkat meskipun lahan yang digunakan lebih
sempit. Solusi lain misalnya pembukaan lahan
garam di wilayah-wilayah lain yang selama ini
belum menjadi sentra garam. Indonesia memiliki
14.000 hektar lahan potensial untuk pr od uk si ga
ra m ya ng be l u m te rga ra p se ca ra
maksimal. Padahal kadar dan kualitas air laut di
lahan tersebut sangat baik untuk diproduksi
menjadi garam konsumsi (Amri, 2009).
B e b e r a p a ke b i j a k a n t e l a h d i l ak u
k a n o l e h pemerintah, diantaranya yaitu
peningkatan produksi dan kualitas garam rakyat,
melalui intensifikasi tambak garam, ekstensifikasi
tambak garam, dan revitalisasi tambak garam
(Anon., 2010).

GARAM SEBAGAI BAHAN BANTU PADA


INDUSTRI PENGOLAHAN PRODUK PERIKANAN
Ikan merupakan sumber bahan pangan yang
bergizi bagi manusia. Ikan mengandung protein

39 39
L. Assadad dan B. S. B. Utomo Squalen Vol. 6 No.1, Mei 2011

a b
Gambar 6. a. Ladang garam di Australia; b. Pemanenan garam dengan kecepatan 3000 ton/jam
(Cheetham
Salt, 2008).
lemak, mineral, serta zat-zat lain yang diperlukan pemenuhan kebutuhan protein Indonesia. Oleh
tubuh dalam jumlah yang tinggi. Disamping itu, ikan karena itu pengolahan ikan tradisional Indonesia
merupakan bahan pangan yang cepat rusak harus tetap dipertahankan eksistensinya
(highly perishable food). Proses pengolahan dapat (Astawan, 1997).
membuat i k an m enj adi awet dan m em ung ki Pengolahan tradisional sendiri didefi nisikan
n kan unt uk didistribusikan dari satu tempat ke sebagai proses pengolahan produk yang diolah
tempat lain.
Selama 20 tahun terakhir, produksi ikan yang
diolah baru sekitar 23,47%, dan dari jumlah
tersebut, sebagian besar diolah secara tradisional
(Direktorat Pemberdayaan Masyarakat Pesisir,
2007). Sebaran pengolahan ikan dari total
tangkapan adalah 30,5% penggaraman; 5,4%
pemindangan; 2,4% fermentasi;
1,8% pengasapan; 1,0% pengawetan lain; 6,2%
pembekuan; 1,2% pengalengan; dan 0,5%
pembuatan tepung ikan (Astawan, 1997). Hal ini
menunjukkan bahwa pengolahan tradisional masih
memegang peranan penting dalam industri
perikanan di Indonesia.
Pengggunaan garam merupakan suatu hal
yang tak dapat dilepaskan dalam pengolahan
produk perikanan, terutama pengolahan
tradisional. Garam m em punyai peranan dan f
ungsi yang penti ng, misalnya sebagai bahan
pengawet, penambah cita rasa, dan bahan bantu
pembentuk gel.

FUNGSI GARAM DALAM OLAHAN


TRADISIONAL PRODUK PERIKANAN

Keberadaan olahan ikan tradisional diminati


masyarakat karena cita rasanya yang khas.
Ditinjau dari segi gizi, makanan olahan tradisional
memiliki kontribusi yang besar terhadap

40 40
L. Assadad dan B. S. B. Utomo Squalen Vol. 6 No.1, Mei 2011

secara sederhana dan umumnya dilakukan secara


turun temurun pada skala industri rumah tangga.
Jenis olahan yang termasuk produk olahan
tradisional ini adalah ikan kering atau ikan asin
kering, ikan pindang, ikan asap, serta produk
fermentasi yaitu kecap, peda, terasi, dan
sejenisnya (Heruwati, 2002). Pengolahan
tradisional erat kaitannya dengan penggaraman,
karena hampir semua produk olahan tradisional
memanfaatkan garam pada proses pembuatannya.
Beberapa contoh produk olahan tradisional yang
memanfaatkan garam di antaranya yaitu ikan asin,
ikan pindang, dan produk ikan fermentasi.

Ikan Asin

Salah satu contoh sederhana industri


pengolahan ikan yang menggunakan garam adalah
industri ikan asin. Metode yang digunakan biasa
disebut sebagai pengasinan. Cara ini telah umum
dilakukan dengan tujuan agar ikan lebih awet atau
tahan lama. Menurut Huss (1994), pengasinan
adal ah suatu proses pengolahan ikan dengan
cara memberikan garam sehingga mempunyai
kandungan garam sangat tinggi yang kemudian
dikeringkan dengan hasil produk berupa ikan asin.
Pembuatan ikan asin umumnya dilakukan
dengan cara yang sederhana. Ikan yang
memenuhi syarat di si angi dan di cuci sam pai
bersi h. Proses i ni kemudian dilanjutkan dengan
pemberian garam dan pengeringan hingga kering
di bawah sinar matahari ( S a n to so , 1 9 9 8 ). L
a m a wak t u p e n g g ar a m a n tergantung
beberapa faktor, seperti ketebalan dan kesegaran
ikan, kondisi akhir produk ikan asin yang
diinginkan, spesies ikan yang diasinkan,
kandungan lemak pada daging ikan,
jumlah/kepekatan garam yang digunakan,
kehalusan, dan kemurnian garam, serta suhu
penyimpanan pasca pengeringan ikan asin

41 41
L. Assadad dan B. S. B. Utomo Squalen Vol. 6 No.1, Mei 2011

(Rahmawaty et al, 2008; Irianto & Giyatmi, 2009). produk yang siap dikonsumsi (Saleh, 1988).
Tingkat kesegaran ikan dan kadar lemak yang Meskipun t i d ak te r l a l u asi n, p r ose s p em i
tinggi se r t a k o n d i si d a g i n g i k a n y a n g nd a ng a n j ug a memerlukan garam. Garam
t e b a l a k a n menghambat laju penggaraman. sering ditambahkan sebelum, selama, atau setelah
Adapun tingkat kepekatan dan kemurnian garam pengolahan (Irianto & Giyatmi, 2009).
yang tinggi, kondisi garam yang halus, serta suhu
Ada dua metode pem indangan yang um um
penggaraman yang tinggi akan mem percepat
dilakukan, yaitu pemindangan gar
proses penggaraman (Suparno, 1988).
a m d a n pemindangan air garam. Pada
Penggaraman yang dilanjutkan dengan proses pemindangan garam, ikan dan garam disusun
pengeringan merupakan teknik pengawetan yang berselang-seling pada wadah yang kedap air yang
paling awal diterapkan pada peradaban manusia. telah berisi air dalam jumlah sedikit, kemudian
Garam yang digunakan pada proses penggaraman dipanaskan di atas nyala api selama jangka waktu
memiliki sifat bakteriostatik dan bakteriosidal, yang tertentu. Sedangkan pada pemindangan air garam.
memiliki kemampuan untuk menunda pertumbuhan Ikan disusun di atas naya, keranjang bambu atau
dan membunuh bakteri (Suparno, besek sambil ditaburi garam. Beberapa buah naya
1 9 8 8 ) . Penggaraman mampu menarik air dari atau besek kemudian digabung menjadi satu dan
tubuh ikan yang di se ba bk an ol eh p en gar uh t direbus dalam bak perebus yang berisi larutan
ek ana n osm o si s. Penggunaan garam yang garam jenuh yang mendidih. Kadar garam pada
berkualitas baik akan m enghasi l kan i kan asi produk akhir ikan pindang dapat memperpanjang
n yang baik serta ti dak menyerap uap air umur simpan ikan pindang (Irianto & Giyatmi, 2009).
selama penyimpanan. Hal ini karena garam kasar
yang mengandung banyak kotoran akan cepat Produk Ikan Fermentasi
meleleh karena menyerap uap air (Suparno,
Fermentasi produk perikanan terutama terkait
1988; Irianto & Giyatmi, 2009). Proses
dengan degradasi terkendali senyawa organik
pengasinan dapat mengawetkan ikan selama 3-4
pada ikan berupa bahan berprotein menjadi
bulan tergantung dari kadar air produk serta kondisi
senyawa- senyawa sederhana. Degradasi
penyimpanan. Proses pengeringan ikan asin
terkendali ini dilakukan melalui proses autolisis
secara tradisional disajikan pada Gambar 7.
oleh bakteri anaerob yang dapat memberikan cita
Ikan Pindang rasa yang khas pada produk. Produk i kan f erm
entasi di buat m elal ui proses penggaraman
Ikan pindang merupakan produk olahan yang yang mempunyai efek pengawetan, menahan laju
cukup populer di Indonesia. Pindang mempunyai pertumbuhan bakteri pembusukan serta
prospek yang lebih baik untuk dikembangkan bila memberikan kesempatan terjadinya autolisis
dibandi ngkan dengan i kan asi n kering. Hal (Irianto
ini disebabkan karena, ikan pindang mempunyai & Giyatmi, 2009).
cita rasa yang lebih enak dan tidak terlalu asin serta Perbedaan konsentrasi garam yang digunakan
merupakan pada proses fermentasi berpengaruh terhadap pH
dan komposisi mikroorganisme yang hidup pada
produk.

42 42
L. Assadad dan B. S. B. Utomo Squalen Vol. 6 No.1, Mei 2011

Gambar 7. Usaha pengolahan ikan asin (Foto: Luthfi Assadad).

43 43
L. Assadad dan B. S. B. Utomo Squalen Vol. 6 No.1, Mei 2011

Konsentrasi garam yang rendah akan yang diperlukan untuk mengawetkannya. Surimi
menyebabkan penurunan pH. Hanya adalah protein miofibril ikan yang telah distabilkan
mikroorganisme tertentu yang tahan terhadap kadar dan diproduksi melalui tahapan proses secara
garam tinggi (Müller et al., 2002). Penggaraman kontinyu yang meliputi penghilangan kepala dan
menyeleksi populasi bakteri yang dii ngi nkan tulang, pelumatan daging, pencucian, penghi
dan m engel i mi nasi m i kroorgani sm e langan air, penambahan cryoprotectant,
penyebab pembusukan ikan, serta mengendalikan dilanjutkan dengan atau tanpa perlakuan, sehingga
degradasi terhadap ikan. Beberapa contoh produk mempunyai kemampuan fungsional terutama
ikan fermentasi yaitu bekasam, ikan peda, jambal dalam
roti, bekasang, terasi, dan kecap ikan (Irianto &
Giyatmi,
2009).

F U N G S I G AR AM D AL A M O L A H AN
N O N KONVENSIONAL PRODUK PERIKANAN

Bahan tambahan pangan umumnya


ditambahkan untuk menjaga dan memperbaiki
kualitas produk. Garam sebagai bahan tambahan
pangan mempunyai berbagai fungsi yang
menguntungkan (Yankah et al,
1996). Berbeda dengan industri pengolahan
tradisional, industri pengolahan modern biasanya
terfokus pada pemanfaatan garam dalam rangka
memperbaiki cita rasa dan penampilan produk serta
tekstur daging ikan (Winarno, 1997). Adapun
fungsi pengawetan pada industri pengolahan
modern umumnya dilakukan dengan
menggunakan pemanasan, sterilisasi, dan
pasteurisasi pada suhu tinggi maupun pendinginan
dan pembekuan pada suhu rendah (Yankah et al.,
1996).

Penambah Cita Rasa dan Men


jaga
Penampilan Produk

Cita rasa suatu produk biasanya merupakan


gabungan dari tiga komponen, yaitu aroma, rasa,
dan rangsangan mulut (Zuhra, 2006). Garam
sebagai pembangkit aroma dan cita rasa serta
penstabil warna daging ikan mempunyai fungsi dan
peranan penting dalam proses preparasi dan
pengolahan pangan (Yankah et al., 1996;
Pszczola, 1997). Garam nitrit biasanya
ditambahkan untuk mempertahankan warna daging
dan mendapatkan rasa asin yang diinginkan
(Buckle et al., 1985).

Pembentuk Gel

Pembentukan gel biasanya terkait dengan


produk daging lumat (surimi). Kata surimi berasal
dari Jepang yang tel ah diteri ma secara
internasi onal untuk menggambarkan hancuran
daging ikan yang telah mengalami berbagai proses

44 44
L. Assadad dan B. S. B. Utomo Squalen Vol. 6 No.1, Mei 2011

membentuk gel dan mengikat air. Surimi ikan pindang, dan ikan f erm entasi . Industri
merupakan produk antara yang dapat diolah pengol ahan yang m odern umumnya
menjadi berbagai macam produk lanjutan (fish jelly memanfaatkan garam untuk memperbaiki
products) seperti bakso, sosis, otak-otak,
kamaboko, dan chikuwa yang spesifikasinya
menuntut kelenturan (springiness) (Anon., 2008).
Dalam proses pembuatan surimi, larutan garam
digunakan selama proses pencucian. Penggunaan
larutan garam dapat mempengaruhi kelarutan
protein (Winarno, 1997). Larutan garam yang
digunakan dapat mengikat protein miofibril.
Protein ini merupakan p r o t e i n l a r u t g a r a
m . P e n a m b a h a n g a r a m menyebabkan
protein aktin dan miosin berinteraksi membentuk
aktomiosin yang menghasilkan struktur jaringan
protein daging yang berbentuk gel dan dapat
mengubah tekstur daging menjadi lebih kenyal.
Kekuatan gel merupakan atribut utama dari
surimi. Kekuatan gel berbanding lurus dengan
kandungan protein larut garam. Kekuatan gel
dapat menjadi variabel yang tetap dan besarnya
sangat bergantung pada spesi es i kan, kondisi
saat penangkapan, prosedur penanganan dan
pengolahan, serta kondisi penyimpanan (Anon.,
2008).
Penelitian yang telah dilakukan oleh Hossain et
al. (2004) menunjukkan bahwa penggunaan garam
pada pencucian daging lumat ikan patin dengan
konsentrasi 0,1% mampu memberikan kekuatan gel
surimi yang lebih baik bila dibandingkan pencucian
tanpa garam maupun pencucian dengan
konsentrasi garam yang lebih rendah.

PENUTUP

Garam merupakan salah satu bahan tambahan


pangan yang penting. Namun demikian, garam
yang diproduksi oleh industri garam rakyat
mempunyai kualitas yang rendah dan belum
memenuhi standar. Peningkatan kualitas garam
perlu dilakukan, misalnya dengan perbaikan
teknologi, pembinaan sistem manajemen mutu,
pelatihan teknik produksi, dan bantuan peralatan
mesin iodisasi garam. Usaha produksi garam di
wilayah-wilayah yang potensial dengan musim
kemarau panjang dapat meningkatkan jumlah
produksi garam. Penyelesaian permasalahan dan
kendala terkait garam diharapkan dapat dilakukan
dalam waktu yang singkat sehingga swasembada
garam dapat terwujud.
Garam merupakan produk industri sekaligus
bahan baku untuk industri lainnya. Pada industri
pengolahan produk perikanan, garam banyak
digunakan pada industri pengolahan yang bersifat
tradisional seperti industri pengolahan ikan asin,

45 45
L. Assadad dan B. S. B. Utomo Squalen Vol. 6 No.1, Mei 2011

cita rasa, penampilan, dan sifat fungsional produk Produk olahan ikan. Buletin Teknologi dan Industri
yang dihasilkan. Penggunaan garam untuk Pangan VIII.(3): 58–62.
konsumsi maupun bahan baku industri harus Broto, W. dan Kusumayanti, H. 2007. Perbaikan Proses
memenuhi syarat mutu garam sesuai Standar Iodisasi Garam dengan Sistem Injeksi di Kabupaten
P a ti . F a k u lta s Te k n ik U n ive rs ita s D ip o n e
Nasional Indonesia. Penerapan dan kepatuhan
g o r o , Semarang. 4 pp.
terhadap SNI perl u dilakukan, mengingat hal ini
Buckle, K.A., Edwards R.A., Fleet G.H., dan W ooton, M.
sudah diatur dengan Keputusan Presiden Republik
1985. Ilmu Pangan. Penerbit Universitas Indonesia,
Indonesia Nomor 69 tahun 1994 serta terkait Jakarta. 365 pp.
dengan mutu dan keamanan produk yang
dikonsumsi masyarakat.

DAFTAR
PUSTAKA

A mri, A .B . 2 0 09 . B elasan rib u h ek tare lah an g


aram belum tergarap.
http://www.kontan.co.id/index.php/ b is nis /n ews/2
73 30 /Be la s an -R ibu -H ek tare-L ah an - Garam-
Be lum-Te rgara p. Diakses pad a tan ggal 10
Juni 2010.
Anonim. 1994. Keputusan Presiden Republik Indonesia
Nomor 6 9 tahun 1994 tentang peng adaan
garam b erio dium. h ttp://leg is las i.ma h ka ma h ag
un g.g o.id / d o c s / K E P P R E S / K E P P R E S _ 1
9 9 4 _ 6 9 _ P E N G A D A A N %2 0 G A R A M%2 0 B
E R Y O D IU M.p d f Diakses pada tanggal 10 Juni
2010.
An onim. 19 98. Keputusan Men teri P erindu strian d
an Perdagangan Nomor 115/MPP/Kep/2/1998
tentang Jenis Barang Kebutuhan Pokok Masyarakat.
http:// www.de pda g.g o.id . D iak ses pada tang gal
10 Ju ni
2010.
A no nim. 2 00 0. Daftar S NI. h ttp://we bs is ni.b sn .g
o.id / in d e x . p h p /s n i _ ma i n /s n i / in d e x _ s
imp l e . D iak se s pada tanggal 10 Juni 2010.
Anonim. 2004. Rencana Aksi Nasional Kesinambungan
Program Penanggulangan Gangguan Akibat Kurang
Yodium. Departemen Kesehatan, Jakarta. 17 pp.
A n o n im. 2 0 0 8 . P e ru b a h a n k ar ak te r s u r im i
s elam a p e n yim pa n a n b e k u . h t tp : / / ww w. f
o o d r e v i e w. b i z / p r e v i e w. p h p ? v i e w2 & i d =
5 5 7 11 . D ia k se s p a d a tanggal 2 Mei 2011.
Anonim. 2009. Depperin intensifkan tiga sentra garam.
h t t p : / / b i s n i s . v i v a n e w s . c o m/ n e w s / re a
d / 1 0 8 7 5 1 - depp
erin_intensifkan_tiga_sentra_garam. Diakses pada
tanggal 10 Juni 2010.
An on im. 2 010 . Swasembada garam teranc am ak ib
at tata niaga buruk. http://www.pe
lita.or.id/baca.php? id=93582. Diakses pada
tanggal 10 Juni 2010.
Ano nim. 2011 . Jalan mengg apai swasembad a
garam
2015. Mina Bahari, Januari 2011. p. 20–21.
Aprilia, E.U., dan Ali, N.Y. 2011. Produksi garam
merosot.
Koran Tempo, 7 Januari 2011. p B1.
Astawan, M. 1 997. Mengenal makanan tradisional: 2.

46 46
L. Assadad dan B. S. B. Utomo Squalen Vol. 6 No.1, Mei 2011

Candra, K. 2010. Garam Indonesia masih bergantung Mei 2011.


impor. P u rb an i, D . 2 0 0 0 . P ro ses p emb en tu k an k
http://www.tempointeraktif.com/hg/bisnis/2010/ ristalisasi g a r a m . w w w. o o c i t i e s . c o m / t r i s a
05/18/brk,20100518-248535,id.html. Diakses pada k t i g e o l o g y 8 4 / Garam.pdf. Diakses pada tanggal
tanggal 10 Juni 2010. 10 Juni 2010.
C h ee t h am S alt . 2 0 0 8 . C h e e t a m S a lt : D r y Pszczola, D.E. 1997. Salt developments in food. Food
C r e e k Opera tion. A paper presented in A rtemia Technology. 51 (2): 79–90.
Sem inar. Hotel Jayakarta. 2008. Rahmawaty, H., Khotimah, I.K., dan Achmad, J. 2008.
D irek to rat Pemb erd ayaan Masyarakat Pesisir. 2 00 Pengo lahan ikan kering tenggiri (Sc omberomorus
7.
Teknologi untuk Pemberdayaan Masyarakat
Pesisir. D ire k t o r a t P e m b e rd a yaa n M as ya r
ak a t P e s isir - Departemen Kelautan dan
Perikanan, Jakarta. 142 pp.
H e ru w a ti, E .S . 2 0 0 2 . P e n g o la h a n ik an s
e c a r a tradisio nal: pro spek d an peluang pen
gembangan. Jurnal Litbang Pertanian 21 (3): 92–
99.
Hossain, M.I., Kamal, M.M., Shikha, F.H., and Hoque, M.S.
2004. Effect Of Washing And Salt Concentration On
The Gel Forming Ability Of Two Tropical Fish
Species. International Journal Agriculture and
Biology. 6 (5):
76 2–76
6.
Huss, H.H. 1994. Assurance aof sea food quality: FAO
Fisheries Technical Paper. FAO, Rome. 169 pp.
Irianto, H.E. dan Giyatmi, S. 2009. Teknologi
Pengolahan H a s i l P e ri k a n a n . P e n e rb it U n
ive rs itas Ter b u k a , Jakarta. p. 7. 1– 7.51.
Jati, W.Y. dan Purwoko, C. 2010. Ironi industri garam
nasional. http://www.yptrading.co.id/artikel/cetakpdf/
1 / ir o n i -i n d u s t r i - g a r a m- n a s i o n a l . D ia k s
e s p a d a tanggal 21 Juni 2010.
Mahdi, A. 2007. Upaya peningkatan produksi dan
kualitas g ar am n asio n al. h t tp :/ /p o rta l.b u mn .
g o . id /g a ra m/ modules/?id= papr&svr=
s05&idmod= 70& id BUMN
=GRAM. Diakses pada tanggal 10 Juni
2010.
M aya sa ri, V. A . d a n L u k m an , R . R an g k u m an
s t u d i peningkatan mutu garam dengan
pencucian. http:// d i g i l i b . i t s . a c . i d / b o o k m a r
k / 1 0 5 3 6 / p e n c u c i a n . Diakses pada tanggal 10
Juni 2010.
Müller, C.P., Madsen, M., Sophanodora, P., Gram, L.,
and Møller, P.L. 2002. Fermentation and microflora of
plaa- so m, a th ai fermen ted fish p ro du ct prep
ared with different salt concentrations. International
Journal of Food Microbiology. 73 (1): 61–70.
N o vi a n i, I. 2 0 0 7 . A n a l i s i s F a k to r - f a k t o r
y a n g B e rh u b u n g a n d e n g a n P e n g g u n a
an G a r a m Beryodium di Rumah Tangga di
Desa Sumurgede Ke camatan G od ong Ka bupate
n G rob og an Tah un
2007. Universitas Negeri Semarang, Semarang. 93
pp.
Prasetyaningsih, E. 2008. Industri garam (NaCl). http://
kuliah.wikido t.com/garam. Diak ses pada tan ggal
2

47 47
L. Assadad dan B. S. B. Utomo Squalen Vol. 6 No.1, Mei 2011

commersonni) berupa “stick” dengan variasi kadar Balai Penelitian Teknolo gi Perikanan, Jakarta. p.
garam dan lama penggaraman. Prosiding Seminar 25–28.
Nasional Tahunan V Hasil Penelitian Perikanan dan Yankah, V.V., Ohshima, T., Ushio, H., Fujii, T., and
Kelautan. 16: 1–9. Koizumi, C. 1996. Study of the differences between
Saleh, M. 19 98 . Ik an p in dang . Di d alam N asran, two salt qualities on microbiology, lipid, and water-
S ., Utomo, B.S.B., dan Purnomo, A. (eds.). extractable components of momoni, a ghanaian
Kumpulan H a s il P e n e li tia n Te k n o lo g i P a s c fermented fish p r o d u c t. J o u rn a l o f t h e S c i e
a P a n e n . B a la i Penelitian Teknologi Perikanan, n c e o f F o o d a n d Agriculture. 71 (1): 33–40.
Jakarta. p. 25–28. W inarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia
S an to so , H . B . 1 9 9 8 . Ik a n A s in . P en erb it K Pustaka Utama. Jakarta. 253 pp.
an isiu s, Yogyakarta. 30 pp. Zuhra, C.F. 2006. Flavor (Citarasa). Departemen Kimia,
S u p a rn o . 1 9 8 8 . P en g o lah a n ik a n as in . D i Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahu an Alam,
d alam Nasran, S., Utomo, B.S.B., dan Purnomo, A. Universitas Sumatera Utara. 32 pp.
(eds.). Kumpulan Hasil Penelitian Teknologi Pasca
Panen.

48 48

Anda mungkin juga menyukai