ABSTRAK
Garam merupakan salah satu jenis bahan pokok kebutuhan masyarakat yang sangat penting.
Kebutuhan garam nasional dari tahun ke tahun semakin meningkat, namun jumlah
produksinya justru mengalami penurunan. Garam di Indonesia dan negara-negara tropis
umumnya diproduksi dengan menggunakan sistem kristalisasi total yang menghasilkan garam
dengan kualitas dan kuantitas yang rendah. Kendala lain yaitu jumlah produksi garam
nasional yang masih sedikit serta adanya alih fungsi lahan garam. P enin gkatan k ualitas
garam perlu dilakukan, misalnya den gan perb aikan teknologi, pem binaan sistem man aj em en
mutu, pelatih an teknik produk si, d an b an tuan p eralatan mesin io d isasi g aram. Sed an g
kan k u an titas p ro d uk si g aram d ap at ditingkatkan dengan program intensifikasi dan
ekstensifikasi. Garam merupakan produk sebuah industri dan sekaligus sebagai bahan bantu
di berbagai industri lain. Industri pengolahan hasil p e rik a n an , b a ik tra d isio n a l ma u p u n
mo d er n m eman faa tk an g a ram seb ag a i b a h an b an tu pengolahan produk perikanan.
Garam berfungsi sebagai pengawet, penambah cita rasa, maupun untuk mem perbaiki
penampilan dan tekstur daging ikan. Industri pengolahan tradisional yang memanfaatkan
garam misalnya industri pengolahan ikan asin, ikan pindang, dan produk ikan fermen tasi. S
edan g k an ind u stri pen g o lah an mo dern biasan ya meman faatk an g aram u ntu k
pembuatan produk surimi dan diversifikasi produk olahannya.
ABSTRACT: The use of salt in fisheries product processing industry. By: Luthfi
Assadad and Bagus Sediadi Bandol Utomo
Salt is one of the most important food materials for human life. Although the total consumption
of salt increases every year, the total production decreases. Salt, in Indonesia and other tropical
countries, is manufactured by using total crystallization system with poor quality and low
quantity. The shortcomings in salt production are its low productivity and the function alteration of
salt farms. Improving the quality of salt needs to be done, for example by improving
technology, quality management system, trainings, and equipments. Whereas its quantity
could be improved by intensification and extensification. Salt is an industrial product and an
important material for other industries. Fish processing industry, both traditional and modern, uses
salt as product processing aid. Salt preserves flavour and enhances the appearance and texture
of fish meat. Salt is used in traditional processing industries, to produce dried fish, boiled fish,
and fermented fish products. Whereas in modern processing industry, salt is used for the
manufacture of surimi products and its derivatives.
26 26
*)
Peneliti pada Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan
Perikanan; Email: luthfi.assadad@gmail.com
27 27
L. Assadad dan B. S. B. Utomo Squalen Vol. 6 No.1, Mei 2011
Ju m la h ga ra m ya
T a hun ng dibutuhka n Jum la h ga ra m im po r (to n)
(ton)
28 28
L. Assadad dan B. S. B. Utomo Squalen Vol. 6 No.1, Mei 2011
29 29
L. Assadad dan B. S. B. Utomo Squalen Vol. 6 No.1, Mei 2011
Tahun
30 30
L. Assadad dan B. S. B. Utomo Squalen Vol. 6 No.1, Mei 2011
31 31
L. Assadad dan B. S. B. Utomo Squalen Vol. 6 No.1, Mei 2011
Gambar 2. Proses pembuatan garam dengan metode sistem kristalisasi total air laut (Purbani, 2000).
32 32
L. Assadad dan B. S. B. Utomo Squalen Vol. 6 No.1, Mei 2011
33 33
L. Assadad dan B. S. B. Utomo Squalen Vol. 6 No.1, Mei 2011
Gambar 4. Proses pembuatan garam dengan metode multi effect evaporator (Purbani, 2000).
Tabel 3. Sumber garam dan energi yang digunakan pada pembuatan garam di beberapa negara di dunia
Ne ga ra S um b e r ga ra m Ene rg i ya ng digun a ka n
Am erik a S erik at Batuan garam M atahari
Am erik a S erik at Batuan garam Bahan bak ar
Am erik a S erik at Air laut M atahari
Jepang Air laut Bahan bak ar
Afrik a S elatan Batuan garam M atahari
Afrik a S elatan Air laut M atahari
Indones ia Air laut M atahari
K EN D ALA PAD A IN D U ST R I P E N GO L
AHAN GARAM
34 34
L. Assadad dan B. S. B. Utomo Squalen Vol. 6 No.1, Mei 2011
35 35
L. Assadad dan B. S. B. Utomo Squalen Vol. 6 No.1, Mei 2011
Tabel 4. Syarat mutu garam untuk bahan baku industri menurut SNI 01-4435-2000
36 36
L. Assadad dan B. S. B. Utomo Squalen Vol. 6 No.1, Mei 2011
37 37
L. Assadad dan B. S. B. Utomo Squalen Vol. 6 No.1, Mei 2011
padahal Indonesia merupakan negara bahari jumlah produksinya. Di samping sumberdaya alam
dengan potensi bahan baku garam yang besar. berupa tambang garam yang begitu besar
Sistem penggaraman rakyat sampai saat ini potensi nya, teknol ogi yang digunakan j uga
menggunakan sistem kristalisasi total sehingga sangat m odern. Pembuatan garam dilakukan
kualitasnya masih r e nd a h se r ta m e ng a n du n dengan menggunakan mesin berkapasitas besar
g b a n y ak p en g o to r. Kete rbatasan l ah an dan menghasilkan garam dengan kualitas prima.
dan m asi h tradi si onal nya teknologi, Mesin berkapasitas besar yang
menyebabkan produktivitas industri garam di
Indonesia masih rendah yakni rata-rata 60-70 ton
per hektar per musim (Purbani, 2000; Aprilia & Ali,
2011). Sementara Australia dapat mencapai 350
ton per hektar per musim. (Anon., 2009). Gambar
ladang garam di Indonesia disajikan pada Gambar
5.
Luas lahan pegaraman rakyat di Indonesia
sebesar
25.542 hektar atau sekitar 83,31% dari total luas
lahan garam nasional dengan tingkat produktivitas
rata-rata
60-70 ton per hektar per musim (Purbani, 2000).
Jika
50% dari luas areal pegaraman rakyat ini dapat
ditingkatkan produktiv itasnya menjadi 80 ton
per hektar per tahun, maka garam yang dapat
diproduksi sebanyak 1.021.680 ton, sehingga total
produksi garam nasional menjadi 1.851.795 ton
(Purbani, 2000). Dengan demikian kebutuhan
impor garam industri dapat dikurangi dari
1.600.000-1.900.000 ton menjadi hanya sekitar
1.150.000 ton.
38 38
L. Assadad dan B. S. B. Utomo Squalen Vol. 6 No.1, Mei 2011
39 39
L. Assadad dan B. S. B. Utomo Squalen Vol. 6 No.1, Mei 2011
a b
Gambar 6. a. Ladang garam di Australia; b. Pemanenan garam dengan kecepatan 3000 ton/jam
(Cheetham
Salt, 2008).
lemak, mineral, serta zat-zat lain yang diperlukan pemenuhan kebutuhan protein Indonesia. Oleh
tubuh dalam jumlah yang tinggi. Disamping itu, ikan karena itu pengolahan ikan tradisional Indonesia
merupakan bahan pangan yang cepat rusak harus tetap dipertahankan eksistensinya
(highly perishable food). Proses pengolahan dapat (Astawan, 1997).
membuat i k an m enj adi awet dan m em ung ki Pengolahan tradisional sendiri didefi nisikan
n kan unt uk didistribusikan dari satu tempat ke sebagai proses pengolahan produk yang diolah
tempat lain.
Selama 20 tahun terakhir, produksi ikan yang
diolah baru sekitar 23,47%, dan dari jumlah
tersebut, sebagian besar diolah secara tradisional
(Direktorat Pemberdayaan Masyarakat Pesisir,
2007). Sebaran pengolahan ikan dari total
tangkapan adalah 30,5% penggaraman; 5,4%
pemindangan; 2,4% fermentasi;
1,8% pengasapan; 1,0% pengawetan lain; 6,2%
pembekuan; 1,2% pengalengan; dan 0,5%
pembuatan tepung ikan (Astawan, 1997). Hal ini
menunjukkan bahwa pengolahan tradisional masih
memegang peranan penting dalam industri
perikanan di Indonesia.
Pengggunaan garam merupakan suatu hal
yang tak dapat dilepaskan dalam pengolahan
produk perikanan, terutama pengolahan
tradisional. Garam m em punyai peranan dan f
ungsi yang penti ng, misalnya sebagai bahan
pengawet, penambah cita rasa, dan bahan bantu
pembentuk gel.
40 40
L. Assadad dan B. S. B. Utomo Squalen Vol. 6 No.1, Mei 2011
Ikan Asin
41 41
L. Assadad dan B. S. B. Utomo Squalen Vol. 6 No.1, Mei 2011
(Rahmawaty et al, 2008; Irianto & Giyatmi, 2009). produk yang siap dikonsumsi (Saleh, 1988).
Tingkat kesegaran ikan dan kadar lemak yang Meskipun t i d ak te r l a l u asi n, p r ose s p em i
tinggi se r t a k o n d i si d a g i n g i k a n y a n g nd a ng a n j ug a memerlukan garam. Garam
t e b a l a k a n menghambat laju penggaraman. sering ditambahkan sebelum, selama, atau setelah
Adapun tingkat kepekatan dan kemurnian garam pengolahan (Irianto & Giyatmi, 2009).
yang tinggi, kondisi garam yang halus, serta suhu
Ada dua metode pem indangan yang um um
penggaraman yang tinggi akan mem percepat
dilakukan, yaitu pemindangan gar
proses penggaraman (Suparno, 1988).
a m d a n pemindangan air garam. Pada
Penggaraman yang dilanjutkan dengan proses pemindangan garam, ikan dan garam disusun
pengeringan merupakan teknik pengawetan yang berselang-seling pada wadah yang kedap air yang
paling awal diterapkan pada peradaban manusia. telah berisi air dalam jumlah sedikit, kemudian
Garam yang digunakan pada proses penggaraman dipanaskan di atas nyala api selama jangka waktu
memiliki sifat bakteriostatik dan bakteriosidal, yang tertentu. Sedangkan pada pemindangan air garam.
memiliki kemampuan untuk menunda pertumbuhan Ikan disusun di atas naya, keranjang bambu atau
dan membunuh bakteri (Suparno, besek sambil ditaburi garam. Beberapa buah naya
1 9 8 8 ) . Penggaraman mampu menarik air dari atau besek kemudian digabung menjadi satu dan
tubuh ikan yang di se ba bk an ol eh p en gar uh t direbus dalam bak perebus yang berisi larutan
ek ana n osm o si s. Penggunaan garam yang garam jenuh yang mendidih. Kadar garam pada
berkualitas baik akan m enghasi l kan i kan asi produk akhir ikan pindang dapat memperpanjang
n yang baik serta ti dak menyerap uap air umur simpan ikan pindang (Irianto & Giyatmi, 2009).
selama penyimpanan. Hal ini karena garam kasar
yang mengandung banyak kotoran akan cepat Produk Ikan Fermentasi
meleleh karena menyerap uap air (Suparno,
Fermentasi produk perikanan terutama terkait
1988; Irianto & Giyatmi, 2009). Proses
dengan degradasi terkendali senyawa organik
pengasinan dapat mengawetkan ikan selama 3-4
pada ikan berupa bahan berprotein menjadi
bulan tergantung dari kadar air produk serta kondisi
senyawa- senyawa sederhana. Degradasi
penyimpanan. Proses pengeringan ikan asin
terkendali ini dilakukan melalui proses autolisis
secara tradisional disajikan pada Gambar 7.
oleh bakteri anaerob yang dapat memberikan cita
Ikan Pindang rasa yang khas pada produk. Produk i kan f erm
entasi di buat m elal ui proses penggaraman
Ikan pindang merupakan produk olahan yang yang mempunyai efek pengawetan, menahan laju
cukup populer di Indonesia. Pindang mempunyai pertumbuhan bakteri pembusukan serta
prospek yang lebih baik untuk dikembangkan bila memberikan kesempatan terjadinya autolisis
dibandi ngkan dengan i kan asi n kering. Hal (Irianto
ini disebabkan karena, ikan pindang mempunyai & Giyatmi, 2009).
cita rasa yang lebih enak dan tidak terlalu asin serta Perbedaan konsentrasi garam yang digunakan
merupakan pada proses fermentasi berpengaruh terhadap pH
dan komposisi mikroorganisme yang hidup pada
produk.
42 42
L. Assadad dan B. S. B. Utomo Squalen Vol. 6 No.1, Mei 2011
43 43
L. Assadad dan B. S. B. Utomo Squalen Vol. 6 No.1, Mei 2011
Konsentrasi garam yang rendah akan yang diperlukan untuk mengawetkannya. Surimi
menyebabkan penurunan pH. Hanya adalah protein miofibril ikan yang telah distabilkan
mikroorganisme tertentu yang tahan terhadap kadar dan diproduksi melalui tahapan proses secara
garam tinggi (Müller et al., 2002). Penggaraman kontinyu yang meliputi penghilangan kepala dan
menyeleksi populasi bakteri yang dii ngi nkan tulang, pelumatan daging, pencucian, penghi
dan m engel i mi nasi m i kroorgani sm e langan air, penambahan cryoprotectant,
penyebab pembusukan ikan, serta mengendalikan dilanjutkan dengan atau tanpa perlakuan, sehingga
degradasi terhadap ikan. Beberapa contoh produk mempunyai kemampuan fungsional terutama
ikan fermentasi yaitu bekasam, ikan peda, jambal dalam
roti, bekasang, terasi, dan kecap ikan (Irianto &
Giyatmi,
2009).
F U N G S I G AR AM D AL A M O L A H AN
N O N KONVENSIONAL PRODUK PERIKANAN
Pembentuk Gel
44 44
L. Assadad dan B. S. B. Utomo Squalen Vol. 6 No.1, Mei 2011
membentuk gel dan mengikat air. Surimi ikan pindang, dan ikan f erm entasi . Industri
merupakan produk antara yang dapat diolah pengol ahan yang m odern umumnya
menjadi berbagai macam produk lanjutan (fish jelly memanfaatkan garam untuk memperbaiki
products) seperti bakso, sosis, otak-otak,
kamaboko, dan chikuwa yang spesifikasinya
menuntut kelenturan (springiness) (Anon., 2008).
Dalam proses pembuatan surimi, larutan garam
digunakan selama proses pencucian. Penggunaan
larutan garam dapat mempengaruhi kelarutan
protein (Winarno, 1997). Larutan garam yang
digunakan dapat mengikat protein miofibril.
Protein ini merupakan p r o t e i n l a r u t g a r a
m . P e n a m b a h a n g a r a m menyebabkan
protein aktin dan miosin berinteraksi membentuk
aktomiosin yang menghasilkan struktur jaringan
protein daging yang berbentuk gel dan dapat
mengubah tekstur daging menjadi lebih kenyal.
Kekuatan gel merupakan atribut utama dari
surimi. Kekuatan gel berbanding lurus dengan
kandungan protein larut garam. Kekuatan gel
dapat menjadi variabel yang tetap dan besarnya
sangat bergantung pada spesi es i kan, kondisi
saat penangkapan, prosedur penanganan dan
pengolahan, serta kondisi penyimpanan (Anon.,
2008).
Penelitian yang telah dilakukan oleh Hossain et
al. (2004) menunjukkan bahwa penggunaan garam
pada pencucian daging lumat ikan patin dengan
konsentrasi 0,1% mampu memberikan kekuatan gel
surimi yang lebih baik bila dibandingkan pencucian
tanpa garam maupun pencucian dengan
konsentrasi garam yang lebih rendah.
PENUTUP
45 45
L. Assadad dan B. S. B. Utomo Squalen Vol. 6 No.1, Mei 2011
cita rasa, penampilan, dan sifat fungsional produk Produk olahan ikan. Buletin Teknologi dan Industri
yang dihasilkan. Penggunaan garam untuk Pangan VIII.(3): 58–62.
konsumsi maupun bahan baku industri harus Broto, W. dan Kusumayanti, H. 2007. Perbaikan Proses
memenuhi syarat mutu garam sesuai Standar Iodisasi Garam dengan Sistem Injeksi di Kabupaten
P a ti . F a k u lta s Te k n ik U n ive rs ita s D ip o n e
Nasional Indonesia. Penerapan dan kepatuhan
g o r o , Semarang. 4 pp.
terhadap SNI perl u dilakukan, mengingat hal ini
Buckle, K.A., Edwards R.A., Fleet G.H., dan W ooton, M.
sudah diatur dengan Keputusan Presiden Republik
1985. Ilmu Pangan. Penerbit Universitas Indonesia,
Indonesia Nomor 69 tahun 1994 serta terkait Jakarta. 365 pp.
dengan mutu dan keamanan produk yang
dikonsumsi masyarakat.
DAFTAR
PUSTAKA
46 46
L. Assadad dan B. S. B. Utomo Squalen Vol. 6 No.1, Mei 2011
47 47
L. Assadad dan B. S. B. Utomo Squalen Vol. 6 No.1, Mei 2011
commersonni) berupa “stick” dengan variasi kadar Balai Penelitian Teknolo gi Perikanan, Jakarta. p.
garam dan lama penggaraman. Prosiding Seminar 25–28.
Nasional Tahunan V Hasil Penelitian Perikanan dan Yankah, V.V., Ohshima, T., Ushio, H., Fujii, T., and
Kelautan. 16: 1–9. Koizumi, C. 1996. Study of the differences between
Saleh, M. 19 98 . Ik an p in dang . Di d alam N asran, two salt qualities on microbiology, lipid, and water-
S ., Utomo, B.S.B., dan Purnomo, A. (eds.). extractable components of momoni, a ghanaian
Kumpulan H a s il P e n e li tia n Te k n o lo g i P a s c fermented fish p r o d u c t. J o u rn a l o f t h e S c i e
a P a n e n . B a la i Penelitian Teknologi Perikanan, n c e o f F o o d a n d Agriculture. 71 (1): 33–40.
Jakarta. p. 25–28. W inarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia
S an to so , H . B . 1 9 9 8 . Ik a n A s in . P en erb it K Pustaka Utama. Jakarta. 253 pp.
an isiu s, Yogyakarta. 30 pp. Zuhra, C.F. 2006. Flavor (Citarasa). Departemen Kimia,
S u p a rn o . 1 9 8 8 . P en g o lah a n ik a n as in . D i Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahu an Alam,
d alam Nasran, S., Utomo, B.S.B., dan Purnomo, A. Universitas Sumatera Utara. 32 pp.
(eds.). Kumpulan Hasil Penelitian Teknologi Pasca
Panen.
48 48