Anda di halaman 1dari 15

EDAJ 5 (4) (2016)

Economics Development Analysis Journal

http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/edaj

STRATEGI PEMBERDAYAAN EKONOMI PETANI GARAM MELALUI


PENDAYAGUNAAN ASET TANAH PEGARAMAN

Ihsannudin1, Sukmo Pinujib2, Subejo3, Bertus Sumada Bangko4

Prodi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, 2Sekolah Tinggi Pertanahan
1

Nasional Yogyakarta, 3Prodi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas
Gadjah Mada, 4Puslitbang Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional
Info Artikel Abstrak
________________ ___________________________________________________________________
Sejarah Artikel: Madura bernilai strategis dalam produksi garam nasional, namun kenyataannya kondisi petani garam masih
Diterima September hidup di bawah garis kemiskinan. Penelitian bertujuan merumuskan strategi pemberdayaan petani garam melalui
2016 pendayagunaan aset pertanahan dengan pendekatan subsistem budaya-kelembagaan dan subsistem ekonomi.
Guna mencapai hal tersebut, perlu diketahui kondisi subsistem budaya-kelembagaan dan subsistem ekonomi
Disetujui Oktober 2016
petani garam. Selain itu, dikaji faktor-faktor penyebab ketidakberdayaan petani. Hasil analisis menunjukkan
Dipublikasikan subsistem budaya menunjukkan bahwa usaha pegaraman adalah bagian budaya masyarakat yang mengakar dan
November 2016 tidak dapat dipisahkan dari masyarakat Madura. Sementara dari subsistem kelembagaan menunjukkan petani
________________ garam dikelompokkan menjadi petani pemilik tanah dan petani penggarap (mantong). Pendekatan subsistem
ekonomi menunjukkan bahwa produksi garam sangat tergantung iklim dan cuaca dan masih menggunakan
Keywords:
teknologi tradisional. Strategi pemberdayaan bagi petani pemilik tanah adalah dengan mengupayakan sertifikasi
Salt Farmer, Econimic tanah untuk mendukung akses permodalan. Sementara untuk mantong diarahkan memperoleh redistribusi tanah
Empowering, Land oyek landreform yang kemudian disertifikasi. Tanah tanah yang telah disertifikasi tersebut nantinya dapat
____________________ dilakukan konsolidasi tanah yang berperan pada peningkatan kuantitas dan kualitas produksi garam serta
mereduksi biaya transportasi. Tanah yang telah tersertifikasi juga dapat digunakan untuk agunan guna
mengakses modal.

Abstract
________________________________________________________________
Madura has an important role in the national salt production. unfortunately, most of salt farmers in Madura are living under
the poverty line. This paper discuss about the strategies to empower salt farmers through improving the access of lands,
proposing culture-institutional and economic subsytem approch. This strategy can be formulated by investigate the condition
of the cultural- institutional and economic subsystem of salt farmers. In addition, also discussed the factors that cause the
incapacities of the farmers to improve their welfare. The result based on cultural subsystem show that salt production is part of
the Madura culture that deeply entrenched. Then, based on institutional subsystem show salt farmers can be divided into two
type: the farmers that own their lands and peasant farmers (mantong). Meanwhile, based on economic sub system describe the
existing salt production system is traditionally managed, highly dependent on the weather and climate condition. An
empowerment strategy for the landowners is to get land registration to access the capital. While empowering for mantong
directed to acquire redistribution on land reform object. Salt land that has been certified can be consolidated which contribute
to increasing the quantity and quality of salt production and reduce transportation costs. Then salt that has been certified can
be be used for collateral in order to access capital.

© 2016 Universitas Negeri Semarang


Alamat korespondensi: ISSN 2252-6765
Gedung C6 Lantai 1 FE Unnes
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
E-mail: ihsannudin.utm@gmail.com

511
Ihsannudin, dkk / Economics Development Analysis Journal 5 (4) (2016)

PENDAHULUAN garam menjadikan petani garam menjadi tidak


berdaya. Demikian pula mayoritas tingkat
Komoditas garam, selain untuk
pendidikan penduduk yang rendah dan
memenuhi kebutuhan konsumsi juga digunakan
keterampilan berusaha yang sangat terbatas
untuk memenuhi kebutuhan industri. Tercatat
(Syafi’i, 2006). Lebih lanjut Rochwulaningsih
kebutuhan garam nasional pada 2015 untuk
(2007) menyatakan bahwa struktur penguasaan
konsumsi dan industri sebesar 3,8 juta ton yang
lahan garam akan menentukan accessibity petani
terdiri atas 1,7 juta ton untuk keperluan
garam pada surplus atas produksinya. Secara
konsumsi dan 2,1 juta ton untuk keperluan
sosial ekonomi petani garam yang menguasai
industri. Produksi garam nasional yang
lahan luas relatif lebih maju/kaya dibandingkan
dilakukan oleh petani garam dan PT. Garam
dengan petani yang menguasai lahan sempit
sebagai satu-satunya BUMN yang memproduksi
apalagi petani penggarap/buruh pada umumnya
garam hanya sebesar 2,1 juta ton. Pemenuhan
lebih terbelakang/miskin. Dengan demikian
kekurangan garam sebesar 1,7 juta ton dipenuhi
polarisasi penguasaan lahan garam oleh kapitalis
dari impor (Kompas, 2015). Kondisi ini
secara signifikan ikut memberi kontribusi bagi
menunjukkan suatu ironi dimana Indonesia
marjinalisasi petani garam terutama petani kecil
merupakan negara yang kaya akan potensi
dan petani penggarap/buruh.
sumberdaya laut namun belum mampu
Kondisi dan karaktersitik petani garam
memenuhi kebutuhan garam nasional. Hal
juga digambarkan dari jumlah pelaku produksi
itulah yang menyebabkan Indonesia mengimpor
garam rakyat di Madura yang terdiri dari petani
garam dengan nilai Rp lebih dari 1 triliun
pemilik dan petani penggarap atau mantong yang
(~90,000 USD) setiap tahunnya (Susanto, 2015).
berjumlah lebih dari 4.000 orang. Sebagian besar
Secara nasional, potensi lahan
kehidupan petani garam masih berada di bawah
penggaraman seluas 34.731 ha namun
garis kemiskinan (Ihsannudin, 2012b).
pengusahaannya masih relatif terbatas yaitu
Karateristik lain yang kurang menguntungkan
sebesar 20.089 Ha yang merupakan lahan
adalah kondisi tingkat pendidikan petani garam
penggaraman produktif. Sekitar 60% luas lahan
yang rendah dan keterampilan berusaha yang
penggaraman produktif berada di Pulau Madura
sangat masih terbatas.
yang terdiri atas Kabupaten Sampang,
Menghadapi kondisi tersebut perlu
Pamekasan dan Sumenep. Total luas lahan
adanya pemberdayaan ekonomi yang dilakukan
garam di ketiga Kabupaten tersebut yang telah
kepada petani garam. Pemberdayaan petani
diusahakan mencapai 11.625 Ha dari total
garam sebenarnya dapat dilakukan dengan
potensi lahan garam seluas 16.421 Ha.
membentuk kelompok-kelompok kecil secara
Sebagai pelaku utama produksi yang
musiman seperti yang dilakukan di Afrika
berkontribusi besar terhadap produksi garam
Selatan (Antonites, 2016). Pada lingkup yang
nasional, ternyata kondisi penghidupan para
lebih rinci pemberdayaan ekonomi masyarakat
petani garam secara umum masih jauh dari
dilakukan sebagai upaya mentransformasikan
ukuran sejahtera. Keadaan petani garam
pertumbuhan ekonomi masyarakat yang rendah
sebagaimana kehidupan pada masyarakat pesisir
dan stagnan ke arah pertumbuhan ekonomi
umumnya menghadapi berbagai permasalahan
yang lebih tinggi. Upaya tersebut dapat
yang menyebabkan kemiskinan. Pada umumnya
dilakukan dengan konsep pemberdayaan
mereka menggantungkan hidupnya dari
ekonomi masyarakat dengan melalui
pemanfaatan sumberdaya laut dan pantai yang
pendekatan Hayami dan Godo (2005). Konsep
membutuhkan investasi besar dan sangat
ini menawarkan dialektika interaksi antara
bergantung musim (Widodo, 2011). Kondisi
ekonomi dan variabel budaya – kelembagaan
iklim dan cuaca yang seringkali tidak
sebagaimana yang ditunjukkan gambar 1.
bersahabat, mekanisme harga dan pasar garam
Pada bagian bawah gambar menunjukkan
yang cenderung tidak berpihak kepada petani
sektor ekonomi sebagai sub sistem sosial. Sub
512
Ihsannudin, dkk / Economics Development Analysis Journal 5 (4) (2016)

sistem ini terdiri atas interaksi antara teknologi (income), maka kemudian menjadi hal yang
dan sumberdaya yang secara umum wajar jika kemudian peningkatan per kapita
didefinisikan sebagai faktor produksi, termasuk sumberdaya atau progress dalam teknologi
di dalamnya adalah sumberdaya alam, tenaga didefinisikan sebagai peningkatan produk karena
kerja, dan modal. Teknologi adalah penentu pemberian input sumberdaya. Produk di sini
nilai produksi dari sebuah produk yang didefinisikan sebagai nilai ekonomi baru yang
diproduksi dari adanya kombinasi faktor-faktor diberikan kepada masyarakat berupa input
produksi atau seringkali dinamakan fungsi tenaga kerja, modal dalam sumberdaya alam
produksi dalam bidang ekonomi. Jika dalam suatu periode yang kesemuanya
pertumbuhan ekonomi diukur dengan dilakukan guna meningkatkan pendapatan
peningkatan pendapatan per kapita produk masyarakat.

Gambar 1. Interelasi Pemberdayaan Masyarakat Dalam Sistem Sosial


(Sumber: Hayami dan Godo, 2005)

Pemberdayaan masyarakat perlu yang dibuat akan menjadi komprehensif dan


dilakukan dari segala aspek dan oleh segala tepat.
lapisan untuk meningkatkan kapasitas yang ada Salah satu aspek pemberdayaan yang
di masyarakat guna meraih kesejahteraan. dapat dilakukan adalah melalui pendayagunaan
Konsep dalam pemberdayaan selalu aset pertanahan. Tanah yang telah terigistrasi
dihubungkan dengan konsep mandiri, partisipasi atau terpenuhi aspek legalitasnya terbukti
dan jaringan kerja serta keadilan (Hikmat. memiliki nilai investasi yang tinggi yang dapat
2010). Sehingga nantinya dalam pemberdayaan digunakan sebagai modal dan berpotensi besar
ini tidak bisa dilakukan hanya dengan dijadikan sebagai obyek pemberdayaan
mengandalkan konsep top down saja. Sinergi (Deininger dan Feder, 2009; Soto, 2006 dan
yang kuat antara pemerintah dan masyarakat, Ihsannudin, 2012b). Pemberdayaan masyarakat
partisipasi masyarakat serta pemahaman yang terhadap aset pertanahan ini dilakukan agar
komprehensif pada masyarakat yang akan petani garam mampu menjadikan tanah yang
diberdayakan adalah sebuah keharusan dimilikinya legal/ tersertipikasi dan menjadi
(Djamhuri, 2008; Xu, et al, 2010). Hal yang active capital yang dapat dijaminkan untuk
sama diungkapkan Scott (1998), bahwa dijadikan tambahan modal dalam usahanya
pemerintah perlu menetapkan rencana-rencana meningkatkan produksi dan kualitas garam
rasional dengan pengaturan administrasi melalui aplikasi teknologi baik secara fisik,
terhadap alam dan masyarakat sehingga rencana kimia maupun biologi (Segal, dkk. 2009;
513
Ihsannudin, dkk / Economics Development Analysis Journal 5 (4) (2016)

Conghe, dkk. 2011; Ihsannudin, 2011). Hasil usaha ekonomi produktif. Ada beberapa
kajian serupa ditunjukkan oleh Byamugisha manfaat yang dapat diperoleh dengan adanya
(1999), yang menyatakan bahwa terdapat legalisasi asset ini (de Soto, 2006), di antaranya
keterkaitan yang signifikan antara status adalah; (1) optimalisasi secara ekonomi dari
sertifikasi tanah dengan peningkatan akses kredit asset, (2) menyatukan informasi asset dalam
di pedesaan Thailand. Hasil perolehan kredit ini sebuat system, (3) menjadikan pemilik asset
kemudian digunakan untuk pemupukan modal bertanggungjawab, (4) asset menjadi lebih
usaha pertanian yang lebih produktif. mudah diterima oleh pasar, (5) menjadikan
Tanah pegaraman sebagaimana tanah pemiliki asset berada dalam suatu networking, (6)
lainnya sesuai dengan Undang-Undang Dasar proteksi transaksi.
1945 Pasal 33 Ayat (3) memberikan landasan Mempertimbangkan problematikan pada
bahwa “bumi dan air dan kekayaan alam yang uraian tersebut, studi yang dilakukan bertujuan
terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara untuk merumuskan strategi pemberdayaan
dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk ekonomi petani garam melalui pendayagunaan
kemakmuran rakyat”. Maka tanah, air serta aset tanah pegaraman, yang dilakukan dengan
kekayaan alam pada dasarnya dikuasai oleh (1) mengidentifikasi kondisi subsistem budaya-
negara. Dalam konteks ini, pemerintah telah kelembagaan dan subsistem ekonomi petani
mengeluarkan Undang-Undang Nomor 5 tahun garam, (2), menganalisis faktor faktor penyebab
1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok ketidakberdayaan petani garam (3) menyusun
Agraria, yang dimuat dalam Lembaran Negara strategi pemberdayaan ekonomi petani garam
Nomor 104 yang kemudian lazim dikenal melalui pendayagunaan aset tanah pegaraman.
dengan Undang-Undang Pokok Agraria atau
disingkat dengan UUPA. METODE PENELITIAN
Beberapa pasal dalam Undang-Undang
Penelitian dilaksanakan di 3 Kabupaten
Nomor 5 Tahun 1960 ini, juga mengatur
di Pulau Madura sebaai penghasil utama garam
keharusan pemilik tanah untuk melakukan
yaitu Sampang, Pamekasan dan Sumenep.
pendaftaran hak atas tanah miliknya (istilah di
Pertimbangan utama dalam penentuan lokasi
pertanahan adalah sertipikasi). Pendaftaran
kajian adalah fakta bahwa di wilayah Pulau
tersebut dimaksudkan untuk memperoleh
Madura berkontribusi sekitar 60% dari luas
kepastian hukum terhadap status tanah yang
lahan garam nasional yaitu dengan luas lahan
bersangkutan. Pasal pasal tersebut adalah Pasal
produktif 12.326,73 Ha dari potensi lahan seluas
19, Pasal 23, Pasal 32 dan Pasal 38 UUPA.
16.421 Ha. Jenis data tentang faktor faktor
Peraturan lebih lanjut yang mengatur masalah
penyebab ketidakberdayaan petani garam serta
pendaftaran tanah terdapat dalam Peraturan
kondisi sosial, ekonomi dan budaya petani
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang
garam adalah data primer dan sekunder. Data
Pendaftaran Tanah dengan peraturan
primer diperoleh dari observasi, key informan
pelaksanaannya.
yang terdiri atas tokoh pegaram rakyat,
Kondisi faktual di lapangan menunjukkan
pemerintahan desa/ kecamatan, BPN (Badan
masih cukup banyak bidang tanah termasuk
Pertanahan Nasional) dan PT. Garam.
tanah pegaraman yang dimiliki oleh petani
Sementara untuk dara sekunder diperoleh dari
garam belum bayak yang tersertipikasi (Windari,
Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas
2014). Penjelasan yang ebih spesifik
Perindustrian dan PT. Garam. Data diperoleh
sebagaimana hasil studi Ihsannudin, dkk (2015)
dengan metode observasi, indepth interview dan
menunjukkan bahwa hanya 2% saja yang telah
FGD (Focus Group Discussion).
mensertifikatkan tanah pegaramannya. Padahal,
Metode analisis yang digunakan dalam
kepemilikan tanah ini memiliki arti yang
studi menggunakan mixed analysisi, yaitu
demikian penting terhadap asset yang dimiliki
mengkombinasikan analisis deskriptif kuantitatif
untuk dapat dijadikan sebagai cash capital dalam
514
Ihsannudin, dkk / Economics Development Analysis Journal 5 (4) (2016)

dan analisis kualitatif. Analisis kualitatif terdiri bersamaan antara reduksi data, penyajian data
dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara dan penarikan kesimpulan.

Gambar 2. Alur Analisis Kualitatif

Secara teknis prosedur atau mekanisme FGD dan particpatory resource mapping. Hal ini
analisis kualitatif yang dilakukan dalam studi juga didasarkan pada kondisi data
terdiri dari tiga kegiatan yaitu : ketidakberdayaan petani garam dan kondisi sub
1. Reduksi data sistem budaya – kelembagaan dan sub sistem
Data yang diperoleh di lapang disusun rapi, ekonomi petani garam.
terinci dan sistematis. Setiap selesai
mengumpulkan data, data tersebut perlu HASIL DAN PEMBAHASAN
direduksi yaitu dengan memilih hal-hal
Kondisi Subsistem Budaya - Kelembagaan
pokok yang sesuai dengan pokok penelitian.
Petani Garam.
Data yang telah direduksi memberikan
Garam dikaitkan dengan kehidupan
gambaran yang lebih tajam tentang hasil
masyarakat Madura dalam subsistem budaya
penelitian.
adalah suatu hal yang tidak terpisahkan. De
2. Display data
Jong (2011) menyatakan bahwa bagi masyarakat
Data yang semakin banyak, kurang
Madura secara umum dan temurun telah
memberikan gambaran yang menyeluruh.
melakukan usaha pegaraman sejak lama. Para
Dalam penelitian deskriptif, data kuantitatif
petani di wilayah Kabupaten Sumenep dikenal
juga diperlukan untuk mendukung data
sebagai cikal bakal pembuatan garam.
kualitatif. Oleh karena itu diperlukan
Dikisahkan Syeh Anggasuta menemukan
penyajian data yang menyajikan data dalam
butiran kristal yang kemudian dibiarkan
bentuk peta, bagan, tabel, grafik atau
berminggu-minggu hingga akhirnya menjadi
deskripsi.
garam. Desa Pinggir Papas Kecamatan Kebun
3. Pengambilan kesimpulan atau verifikasi
Dadap Kabupaten Sumenep dikenal ada acara
Dari data yang didapat, peneliti mencoba
ritual nyadar. Acara ini dilakukan untuk
mengambil kesimpulan. Verifikasi) dilakukan
mengenal Syech Anggasuta yang menawali
dengan maksud menggali data ulang yang
proses pembuatan garam. Diceritakan bahwa
pernah dikumpulkan atau mencari data lain
Syech Anggasuta adalah pahlawan yang
untuk mengecek tentang kebenaran
menyelamatkan pelarian tentara Kerajaan
fenomena tertentu.
Klungkung Bali yang kalah berperang melawan
Pengambilan kesimpulan dalam kajian
Keraton Sumenep. Para pelarian inilah yang
yang berupa perumusan strategi pemberdayaan
menjadi cikal bakal penduduk Pinggir Papas.
petani garam melalui pendayagunaan aset
Hal ini serupa dengan temuan Sandu, et al
pertanahan dilakukan secara bersama-sama
(2010), dimana produksi garam di Rumania juga
antara peneliti dengan para informan melalui
515
Ihsannudin, dkk / Economics Development Analysis Journal 5 (4) (2016)

telah dilakukan berabad-abad secara turun dalam usaha produksi garam dalam suatu
temurun. keluarga. Tanah pegaraman yang diwariskan
Petani garam biasanya menggarap tanah tidak dibagi-bagikan kepada tiap anak, tetapi
pegaramanya selama 5-6 bulan saja, yakni pada digilir pengusahaannya oleh tiap-tiap saudara
musim kemarau. Selama musim penghujan kandung per tahunnya, sehingga luas tanah
petani garam mengelola tanah pegaramannya pegaraman suatu keluarga tetap utuh tanpa
untuk digunakan sebagai tambak bandeng dan terpecah-pecah dan terpencar (less fragmentation
udang. Namun demikian ada juga petani garam and division) yang berbeda dari sistem pewarisan
yang beralih pekerjaan sebagai buruh di kota. tanah yang sangat umum diparktekkan di
Bagi para mantong selama tidak memperoleh kawasan pertanian dan pedesaan Indonesia.
penghasilan, mereka meminjam uang dari Demikian juga di Desa Karanganyar Kecamatan
pemilik tanah pegaraman atau pedagang garam Kalianget Sumenep petani garam ada yang telah
dengan perjanjian ikatan yang disepakati. menerapkan konsep corporate farming dalam
Kondisi seperti ini menjadikan para mantong melakukan usaha pegaraman.
terjebak pada ketergantungan dengan pemilik Kajian kelembagaan/ aturan-aturan yang
tanah. ada dalam usaha pegaraman dapat dimulai dari
Dalam konsep interaksi masyarakat dan aspek produksi garam. Berdasarkan kepemilikan
akar budaya, bagi masyarakat Madura tanah tanah maka usaha produksi garam dapat dibagi
adalah sebuah kehormatan yang memiliki nilai menjadi (1) Usaha pegaraman yang digarap oleh
dan posisi yang saagat penting yang pemilik tanah sendiri; dan (2) usaha pegaraman
menyangkut harkat marbat individu dan yang dilakukan oleh petani penggarap (mantong).
kelompok sehingga dalam kasus tertentu konflik Jika usaha pegaraman dilakukan oleh pemilik
lahan dapat berujuang pada carok jika status dan tanah maka semua kegiatan mulai dari
eksistensi lahan atau tanah diganggu gugat penyediaan peralatan produksi, persiapan
olehpihak lain. Sehingga bagi masyarakat produksi, proses produksi, pemungutan hingga
dengan adanya pengakuan penduduk sekitar dan pemasaran garam menjadi tanggung jawab
surat keterangan pemilikan tanah yang dalam otonomi pemilik tanah tersebut. Namun
dikeluarkan oleh desa (pepel) sudah dirasa jika usaha produksi garam ini dilakukan oleh
cukup. Hambatan biaya dan keluhan sulitnya mantong, maka pemilik tanah akan
birokrasi pengurusan menjadikan alasan menyediakan input produksi dan peralatan yang
dominan petani garam. Sehingga perlu ada diperlukan dalam produksi garam. Demikian
sosialisasi yang lebih gencar dalam pengurusan juga pemilik tanah akan memainkan peranannya
sertipikat ini. Selain itu hambatan yang cukup dalam pemasaran produk garam. Sementara
unik adalah adanya buku pepel yang biasanya mantong bertanggung jawab pada proses
ada di kepala desa seringkali mengalami kondisi persiapan tanah pegaraman, perawatan tanah
“penyanderaan”. Dimana bila kepala desa lama pegaraman selama produksi serta pemungutan.
tidak terpilih lagi, maka buku pepel tanah dalam Adapun pembagian hasil yang berlaku adalah
desa itu juga ikut dibawa. Jika ada warga yang sepertiga hasil garam dibagi kepada mantong
akan melakukan pengurusan maka warga dan dua pertiga hasil dibagi kepada pemilik
dikenakan biaya. Hal ini agak berbeda jika tanah. Ketika terjadi kerugian maka beban biaya
dibandingkan dengan petani garam di Sumenep. peralatan yang telah dikeluarkan hanya akan
Para petani garam di Sumenep sudah banyak dibebankan kepada pemilik tanah.
yang menyadari pentingnya sertipikasi tanah Berpindahnya mantong untuk
dan menjaminkannya ke bank untuk mengerjakan pada pemilik tanah yang lain
mendukung produksi garam. adalah sebuah kewajaran. Biasanya mantong
Terdapat temuan unik di Desa Tanjung akan memilih pemilik tanah yang ringan
Kecamatan Pademawu Pamekasan, dimana di memberikan sarana produksi pendukung usaha
desa tersebut telah terlembaga budaya bergilir pegaraman dan ringan memberikan bonus ketika
516
Ihsannudin, dkk / Economics Development Analysis Journal 5 (4) (2016)

memperoleh harga jual garam yang baik. Hal diperdagangkan dan dipindahtangankan. Ketiga,
yang sama juga dapat dilakukan oleh pemilik Garam untuk konsumsi dapat diimpor oleh
tanah, dimana pemilik tanah dapat saja BUMN yang bergerak di bidang pegaraman jika
memutus hubungan dengan mantong apabila gagal panen raya dan yang berakibat stok garam
dirasa mantong tersebut memiliki produktivitas konsumsi tidak dapat memenuhi kebutuhan
kerja yang rendah. Sebaliknya, jika pemilik dalam negeri dan/ atau ketersediaan garam
tanah cocok dengan mantong tersebut maka konsumsi tidak dapat memenuhi kebutuhan
pemilik tanah berupaya mengikatnya salah dalam negeri. Keempat, Importir produsen garam
satunya dengan cara memberikan pinjaman iodisasi dapat mengimpor untuk memenuhi
uang selama belum panen. Apabila musim kebutuhan industrinya. Kelima, Importir
produksi garam telah usai atau memasuki produsen garam iodisasi dilarang mengimpor
musim hujan maka pengelolaan tanah dalam masa satu bulan sebelum panen raya,
pegaraman sepenuhnya akan diserahkan kepada selama panen raya dan dua bulan setelah panen
pemilik tanah. raya. Keenam, Penetapan masa pelarangan
Pemegang peranan dalam pemasaran impor garam disesuaikan dengan pencapaian
terkait dengan harga jual dan kemana garam produksi pada masa panen raya agar dapat
akan dijual adalah pemilik tanah. Terdapat dua memenuhi kebutuhan nasional. Hal ini
saluran pemasaran garam. Saluran pertama ditentukan oleh menteri perdagangan dengan
adalah petani garam  tengkulak  pedagang mempertimbangkan menteri perindustrian atau
besar  pabrik. Sementara saluran kedua adalah pejabat yang ditunjuk. Ketujuh, Impor garam
petani garam  tengkulak  pabrik. Dijelaskan untuk keperluan industri garam iodisasi dilarang
juga bahwa saluran pemasaran kedua lebih apabila harga rata-rata garam curah diatas truk
efisien dibandingkan dengan saluran pemasaran di titik titik pengumpul berada di bawah harga
yang pertama. Sistem pasar garam yang garam KP 1 dan KP 2 yang ditetapkan oleh
oligopsonik menjadikan petani garam memiliki Direktur Jenderal. Dimana harga garam Kp 1
posisi tawar rendah dalam penentuan harga. dan harga garam KP 2 ditetapkan oleh Direktur
Fauziyah dan Ihsannudin (2014) menjelaskan Jenderal berdasarkan kesepakatan instansi /
bahwa lemahnya posisi tawar petani ini asosiasi terkait. Kedelapan, Penentuan jumlah
disebabkan oleh kurangnya informasi yang garam yang diimpor dihitung berdasarkan
dimiliki petani garam. kesepakatan antar instansi teknis / lembaga atau
Pemasaran garam ini sebenarnya telah asosiasi terkait di bidang garam. Jumlah tersebut
diatur dengan beberapa regulasi yang ada. disesuaikan secara proporsional berdasarkan
Pemerintah melalui Peraturan Menteri pembelian garam petani.
Perdagangan Nomor 125/M- Pada saat ini harga garam yang berlaku
DAG/PER/12/2015 berupaya mengatur masih mengikuti Peraturan Dirjen Perdagangan
ketentuan impor garam guna mengatur neraca Luar Negeri Nomor 02/DAGLU/PER/ 5/
supply-demand garam nasional. Beberapa poin 2011. Dalam peraturan tersebut ditetapkan
penting penting dalam regulasi tersebut adalah bahwa harga jual garam curah di atas truk di
Pertama, Garam yang dapat diimport adalah titik pengumpul untuk KP 1 adalah Rp. 750.000
garam untuk konsumsi (Kadar NaCl paling per ton dan untuk KP 2 adalah 550.000 per ton.
sedikit 94,7% hingga kurang dari 97%) dan Garam dengan KP 1 adalah garam dengan
garam untuk industri (Kadar NaCl paling sedikit dengan kadar NaCl minimal 94,7%, berwarna
97%). Kedua, Impor garam industri dapat putih bening dan bersih dan ukuran butiran
dilakukan oleh perusahaan yang melakukan garam minimal 4 mm. Sedangkan garam dengan
kegiatan usaha di bidang industri yang KP 2 adalah garam dengan kadar NaCl 85%
menggunakan bahan baku atau bahan penolong sampai dengan 94,7% warna putih dan ukuran
garam industri dan dilarang untuk garam minimal 3 mm.

517
Ihsannudin, dkk / Economics Development Analysis Journal 5 (4) (2016)

Kondisi Subsistem Ekonomi Petani Garam laut (bittern) (Purbani, 2008). Dalam
Subsistem ekonomi ini akan dibahas memproduksi garam tanah pegaraman
dengan dua pendekatan yaitu pendekatan pegaraman dibagi menjadi tiga bagian yaitu
sumberdaya (faktor produksi) dan pendekatan waduk (bozem), peminihan dan meja kristalisasi.
teknologi (fungsi produksi). Pendekatan aspek Petani garam madura umumnya menggunakan
faktor produksi dapat dijelaskan bahwa 20% luas tanah pegaraman untuk bozem, 50%
pembuatan garam di Madura dilakukan dengan untuk peminihan dan 30% untuk meja
memanfaatkan sinar matahari (solar evaporation) kristalisasi.
serta memerlukan lahan spesifik. Adi (2006) Input atau faktor produksi dalam usaha
menyatakan bahwa lahan garam yang pegaraman terdiri atas peralatan produksi,
dibutuhkan adalah lahan dekat dengan laut, tenaga pengggarapan, tenaga pungut, tenaga
mempunyai porositas tanah rendah atau pengarungan, tenaga pengangkutan dan lain-
tanahnya tidak berpasir. Secara teknis yang lain. Penggunaan atas input atau faktor produksi
berpengaruh terhadap produksi garam adalah tersebut akan menimbulkan biaya yang
mutu air laut, keadaan cuaca, porositas tanah, dinamakan dengan biaya produksi usaha
pengaturan aliran air, cara pungutan, dan air tua pegaraman.

Tabel 1. Biaya Produksi Garam Per Ha Per Musim


Besar Biaya Persentase
Jenis Biaya
(Rp/ha) (%)
Biaya Peralatan 1.929.161 11.77
Garap 6.613.200 40.34
Pungut 1.058.667 6.46
Pengarungan 2.307.893 14.08
Pengangkutan 3.705.333 22.60
Biaya Lain-Lain 780.712 4.76
Total 16.394.966 100

Sebagian besar (40,34%) biaya yang pendapatannya adalah sepertiga dari jumlah
dikeluarkan adalah untuk tenaga kerja pada saat tersebut sehingga pendapatan mantong adalah
penggarapan persiapan sebelum panen dan Rp 231.148 per hektar per bulan. Nilai ini bisa
pemeliharaan selama masa panen. Hal ini saja akan menjadi lebih rendah jika harga garam
dikarenakan mahalnya biaya tenaga kerja yang juga kembali turun seperti pada pertengahan
digunakan untuk proses tersebut, yaitu Rp musim tahun 2012 ini, dimana harga garam bisa
45.000 hingga Rp 50.000 per hari. Kegiatan menyentuh harga Rp 250 per Kg. Sehingga
tenaga kerja selanjutnya adalah pemungutan dengan demikian paling tidak petani garam
yang biasanya dipungut setiap 10 hari sekali. garam memerlukan minimal 2 hektar tanah
Rata-rata produksi per hektar per musim pegaraman. Luasan ini nantinya petani garam
sebesar 52,93 ton dengan harga rata-rata yang tersebut akan memperoleh pendapatan sebesar
diterima adalah Rp. 484 per kg. Sehingga Rp 1.540.990 per bulan.
penerimaan petani garam tersebut adalah Rp. Jenis usaha pegaraman ini masih
25.640.907. Setelah dikurangi dengan biaya (Rp memanfaatkan tenaga kerja dalam keluarga.
16.394.966) maka diperoleh pendapatan petani Banyaknya anggota rumah tangga petani garam
garam sebesar Rp 9.245.941 per hektar per akan berpengaruh terhadap penyediaan tenaga
musim. Sehingga jika diproksikan dalam satu kerja dalam usahatani dan sekaligus merupakan
tahun maka pendapatan petani garam adalah beban rumah tangga dalam penyediaan
sebesar 770.495 per hektar per bulan. Jika petani kebutuhan sehari-hari (Ihsannudin, 2010).
garam tersebut adalah mantong maka Sebagian besar petani garam memiliki jumlah
518
Ihsannudin, dkk / Economics Development Analysis Journal 5 (4) (2016)

tanggungan keluarga 5 orang (64%). Hal ini pegaram sudah dihadapkan pada ketiadaan
mengimplikasikan bahwa petani garam yang lembaga keuangan yang bersedia membiayai
melakukan usaha pegaraman mempunyai lebih produksi garam sebagai unit usaha produksi
sedikit modal berupa tenaga kerja dalam produktif. Selama ini asset tanah pegaraman
keluarga yang dapat membantu melakukan dinilai dengan melihat nilai jual obyek pajak
aktivitas usaha pegaraman. Sebenarnya dengan (NJOP) yang berlaku dan tidak dipandang
adanya tambahan modal berupa tenaga kerja sebagai asset ekonomi produktif. Sementara
dalam keluarga ini maka petani garam dapat sektor penunjang lain seperti kelompok petani
menekan biaya yang dikeluarkan dan pada garam yang ada belum mampu memberikan
akhirnya dapat meningkatkan pendapatan nilai tawar yang signifikan bagi keberpihakan
petani garam. petani garam. Sebagian besar kelompok petani
Teknologi yang digunakan oleh para garam yang ada saat ini terbentuk bersifat top
petani garam dalam usaha pegaraman di down karena adanya program bantuan
Madura masih dalam kategori tradisional. Meski Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (Pugar)
ada petani garam yang sudah mengaplikasikan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan
teknologi geo membran namun jumlahnya masih (KKP) yang dinamakan Kugar (Kelompok
sangat sedikit karena mahalnya pembelian geo Usaha Garam rakyat). Keanggoataan Kugar ini
membran. Teknologi geo membran adalah terdiri dari petani pemilik lahan, matong dan
dengan memasang semacam terpal di meja juga penyewa. Jumlah kugar yang ada di
kristalisasi garam untuk mempercepat proses Kabupaten Sampang adalah 219 Kugar,
penguapan. Rendahnya aplikasi teknologi juga Pamekasan 123 Kugar dan Sumenep 142
diperparah dengan ketersediaan dan kualitas Kugar. Sementara organisasi/ kelompok petani
infrastruktur produksi dan infratsruktur garam yang bersifat bottom up terdiri atas
transportasi-logistik yang rendah sehingga asosiasi-asosiasi tidak kurang ada 15 asosiasi
mengakibatkan meningkatkan biaya produksi. petani garam yang ada di wilayah Sampang,
Sebagai contoh ada dua desa di Kabupaten Pamekasan dan Sumenep. Di Kecamatan
Sampang, transportasi produk garam harus Pengarengan Kabupaten Sampang terdapat satu
dilakukan dengan menggunakan perahu yang koperasi garam yang bernama “Koperasi Al
menyusuri muara sungai untuk bisa dibawa ke Amin”. Meskipun bersifat bottom up, organiasasi
daratan sehingga memakan waktu yang panjang petani garam ini cenderung bersifat menara
dan biaya yang mahal. Penggunaan transportasi gading. Organisasi diisi oleh kaum-kaum
perahu ini tentunya akan menambah beaya terdidik dan elit yang justru seringkali juga
transport yang lebih mahal. Demikian pula memainkan peran ganda yakni sebagai petani
ketersediaan tenaga kerja di bidang pegaraman sekaligus pedagang. Sehingga seringkali kondisi
juga sudah semakin menurun yang pada ini menimbulkan konflik kepentingan. Orgaisasi
akhirnya menjadikan tingkat upah buruh tani dalam skala lebih besar juga sudah terbentuk
atau pekerja penggaraman meningkat secara Komisi Garam Nasional yang berkedudukan di
signifikan. Padahal sebagaimana hasil kajian Pamekasan. Komisi garam ini berupaya untuk
Ariyani (2010) bahwa persentase terbesar biaya mengkoordinasikan banyaknya asosiasi-asosiasi
yang dikeluarkan dalam usaha pertanian yang secara mandiri muncul dan berupaya
termasuk pegaraman adalah komponen biaya memperjuangkan kepentingan petani garam.
tenaga kerja. Meski demikian sebagian besar petani garam
masih belum mengenal keberadaan Komisi
Faktor Faktor Penyebab Ketidakberdayaan Garam nasional ini.
Petani Garam Pada sisi on farm, sebagaimana yang
Permasalahan masyarakat pegaram ini dimaklumi bahwasannya usaha pegaraman ini
terjadi mulai dari sektor hulu, on farm hingga ke sangat tergantung pada musim dan kondisi
sektor hilir. Pada sektor hulu masyarakat tanah yang spesifik. Sehingga produksi garam
519
Ihsannudin, dkk / Economics Development Analysis Journal 5 (4) (2016)

maksimal hanya dapat dilakukan 5-6 bulan dan terjadi pada pegaraman di Madura saja, namun
juga tidak semua garis pantai dapat dijadikan juga terjadi di daerah pegaraman di pantai utara
tanah pegaraman. Luas tanah pegaraman Jawa. Sebagaimana yang diungkapkan
menjadi faktor penting dalam produksi garam. Rochwulaningsih (2007) bahwa problem
Kepemilikan dan penguasaan tanah pegaraman mendasar yang dihadapi petani garam, yaitu
sangat bervariasi. Petani yang memiliki tanah beroperasinya sistem kapitalisme yang
pegaraman luas cenderung memperoleh mengantarkan mereka pada kondisi yang
pendapatan yang besar dan sangat timpang jika termarjinalkan.
dibandingkan dengan petani dengan luas tanah
pegaraman yang lebih kecil. Hal ini dikarenakan Strategi Pemberdayaan Ekonomi Petani
optimalnya pembagian tanah pegaraman untuk Garam Melalui Pendayagunaan Aset
difungsikan sebagai bozem, peminihan dan meja Pertanahan
kristalisasi. Ketidakberdayaan petani garam tersebut
Pada waktu jeda garam tidak dapat dilakukan introduksi pemberdayaan dari
berproduksi, tanah pegaram digunakan untuk aspek pertanahan. Tanah dalam usaha produksi
budidaya ikan dan udang namun kurang garam memegang peranan yang signifikan
berproduksi dengan baik karena salinitas atau (Ihsannudin, 2012b). Berdasarkan dari tipe
kadar garam dalam air yang tinggi. Sehingga petani garam maka strategi pemberdayaan ini
tidak mengherankan justru banyak petani garam ditujukan kepada petani garam pemilik tanah
yang berpindah profesi pada saat memasuki dan mantong dengan pendekatan yang berbeda.
musim hujan. Penggunaan faktor produksi yang Pemberdayaan kepada petani pemilik
masih tradisional menjadikan produktivitas tanah pegaraman dapat dilakukan langsung
garam menjadi rendah. Sementara untuk pada upaya legalisasi asset/ sertipikasi tanah
mengintroduksi teknologi seperti geo membaran pegaraman yang dimiliki. Peran pemerintah
petani garam masih terkendala modal. melalui Badan Pertanahan Nasional dapat
Permasalahan yang dihadapi petani melakukan program sertipikasi tanah (Prona).
garam tidak berhenti pada tingkatan on farm. Berdasar hasil kajian ini maka tanah pegaraman
Setelah garam diangkat dari tanah pegaraman yang diprioritaskan untuk mendapatkan
permasalahan harga menjadi permasalahan program adalah tanah pegaraman yang memiliki
krusial yang dihadapi petani. Keberadaan garam beberapa kriteria. Kriteria pertama adalah tanah
impor, kualitas garam yang rendah, lemahnya bebas sengketa, konflik maupun berperkara.
posisi tawar petani dalam informasi harga serta Mengacu pada Peraturan Kepala BPN Nomor 3
dalam penentuan kualitas menjadikan harga Tahun 2011 dinyatakan bahwa yang dinamakan
garam petani dihargai rendah rendah. Meskipun sengketa adalah perselisihan pertanahan antara
sudah ada regulasi harga untuk garam KP 1 dan orang perseorangan, badan hukum, atau
KP 2 namun harga ketentuan tersebut tidak lembaga yang tidak berdampak luas secara
sampai dirasakan di tingkat petani. sosio-politis. Konflik adalah perselisihan
Keberadaan petani penggarap atau pertanahan antara orang perseorangan,
mantong tidak dapat disepelekan mengingat kelompok, golongan, organisasi,badan hukum,
keberadaannya menghuni sekitar 80% dari atau lembaga yang mempunyai kecenderungan
jumlah petani garam yang ada. Hubungan atau sudah berdampak luas secara sosio-politis.
patron – client semakin memperburuk posisi Sedangkan perkara adalah perselisihan
tawar mantong. Selama ini mantong pertanahan yang penyelesaiannya dilaksanakan
mendapatkan bagian sepertiga dari hasil jika oleh lembaga peradilan atau putusan lembaga
biaya input berasal dari patron. Sementara peradilan yang masih dimintakan penanganan
mantong akan mendapatkan separo hasil jika perselisihannya di Badan Pertanahan Nasional
mantong turut berperan dalam memberikan Republik Indonesia. Kriteria kedua adalah tanah
biaya input. Kondisi semacam ini tidak hanya pegaraman dengan luas maksimal 2 ha. Hasil
520
Ihsannudin, dkk / Economics Development Analysis Journal 5 (4) (2016)

perhitungan usaha pegaraman menunjukkan garam seluas sekitar 343,6 Ha. Sementara untuk
bahwa petani dengan luas tanah maksimal 2 ha pembagian tanah dan syarat-syarat penerima
masih masuk dalam kategori miskin yang patut redistribusi TOL mengacu pada Bab III
diberdayakan. Kriteria ketiga adalah terdapat Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961
kelompok petani garam yang kuat. Program Tentang Pembagian Tanah dan Pemberian
pemberdayaan akan menjadi efektif dan efisien Ganti Kerugian. Meski demikian hal ini perlu
bila berbasis kelompok dan bukan perseorangan. dilakukan dengan cermat agar tidak
Krtiteria keempat adalah ditujukan pada para menimbulkan konflik baru dalam
petani garam yang memiliki budaya dan implementasinya. Jika redistribusi sudah
kelembagaan yang kuat dan kondusif. Hal ini terlaksana, dilanjutkan dengan legalisasi asset/
penting untuk dapat menjamin bahwa program sertipikasi sesuai empat kriteria legalisasi asset/
yang dilakukan akan berjalan dengan baik. sertipikasi tanah pegaraman sebagaimana telah
Pemahaman petani garam yang masih disebut.
rendah akan pentingnya sertipikasi serta Upaya pemberdayaan petani garam
prosedur sertipikasi memerlukan sosialiasi yang jangan hanya sebatas pada legalisasi asset tanah
tepat dan komprehensif dari lembaga terkait pegaraman saja namun juga perlu pada akses
(BPN). Sehingga ketika pemahaman ini telah tanah pegaraman. Hal ini ini dimaksudkan agar
terbangun maka upaya sertipikasi tanah sertipikat yang telah dikapitalisasi jangan sampai
pegaraman dapat terwujud. berpindah tangan karena ketidakberdayaan
Sementara program pemberdayaan petani petani garam dalam mengembalikan pinjaman
garam berbasis pertanahan bagi para mantong atau justru dijual akibat meningkatnya nilai jual
adalah dengan melakukan redistribusi Tanah tanah karena telah tersertipikasi. Selanjutnya
Obyek Landreform (TOL). Sesuai dengan perlu ada sosialisasi dan pendampingan bagi
Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961 para petani garam yang telah memperoleh
Tentang Pembagian Tanah dan Pemberian sertipikat untuk dapat memperoleh akses
Ganti Kerugian, disebutkan bahwa pelaksanaan menjadikan sertipikat tersebut menjadi active
Landreform akan dibagikan menurut ketentuan- capital dari lembaga penjamin (bank atau
ketentuan diantaranya: Pertama, tanah-tanah koperasi) guna mendukung permodalan usaha
selebihnya dari batas maksimum sebagai pegaraman baik pada usaha primer pegaraman
dimaksudkan dalam Undang-Undang Nomor 56 maupun pada usaha sekunder pegaraman.
Tahun 1960 dan tanah-tanah yang jatuh pada Menurut Istikomah (2013), terdapat beberapa
Negara, karena pemiliknya melanggar faktor yang mempengaruhi seorang pemilik
ketentuan-ketentuan Undang-undang tersebut. setipikat tanah memanfaatkannya sebagai
Kedua, tanah-tanah yang diambil oleh agunan yaitu keinginan pengembangan usaha,
pemerintah, karena pemiliknya bertempat kesesuaian jumlah kredit, prosedur peminjman
tinggal diluar daerah, sebagai yang dimaksudkan dan kemampuan untuk membayar.
dalam Pasal 3 ayat 5. Ketiga, tanah-tanah Hal yang tak kalah penting setelah tanah
Swapraja dan bekas Swapraja yang telah beralih pegaraman dilakukan sertipikasi adalah
kepada Negara, sebagai yang dimaksudkan perlunya konsolidasi tanah pegaraman.
dalam Diktum Keempat huruf A Undang- Sebagaimana yang tercantum pada peraturan
undang Pokok Agraria, Keempat, tanah-tanah badan pertanahan Nasional Nomor 4 tahun
lain yang dikuasai langsung oleh Negara, yang 1994 yang dinamakan dengan konsolidasi tanah
akan ditegaskan lebih lanjut oleh Menteri adalah kebijakan pertanahan mengenai
Agraria. penataan kembali penguasaan dan penggunaan
Mengacu pada ketentuan tersebut, obyek tanah serta usaha pengadaan tanah untuk
tanah yang memungkinkan di redistribusikan kepentingan pembangunan, untuk
adalah tanah tanah PT Garam yang saat ini meningkatkan kualitas lingkungan dan
disewakan/ dibagi hasilkan kepada petani pemeliharaan sumber daya alam denga
521
Ihsannudin, dkk / Economics Development Analysis Journal 5 (4) (2016)

melibatkan partisipasi aktif masyarakat. Hal ini kuantitas dan kualitas produksi garam melalui
menjadi demikian penting mengingat usaha introduksi teknologi baik secara fisis, chemis
pegaraman ini memerlukan luasan bozem maupun biologi. Hal yang sedang dilakukan PT
(waduk penampungan air), peminihan dan meja Garam dan beberapa petani di Sumenep adalah
kritalisasi yang harus seimbang. Disebutkan dengan penggunaan geo membrane yang mampu
bahwa luasan tanah pegaraman optimal adalah meningkatkan produktivitas garam sebesar 30%.
20% digunaan sebagai bozem, 50% digunakan Upaya peningkatan produksi garam secara
untuk peminihan dan 30% digunakan untuk nasional melibatkan berbagai kementerian yang
meja kristalisasi. Pada petani garam dengan luas terkait dengan koordinasi Kementerian
tanah pegaraman yang sempit dapat saja Perekonomian melalui SK Menko
melakukan konsolidasi tanah dengan Perekonomian KEP-11/M.EKON/03/2011
menggunakan bozem ataupun area peminihan dimana Indonesia bertekad mencapai
secara bersama-sama. Hal penting lain dari berswasembada garam. Sehingga pihak yang
upaya konsolidasi tanah ini adalah menghindari perlu dilibatkan dalam kegiatan ini adalah
unsur pengotor pada air bahan baku pembuatan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)
garam. Keberadaan pemukiman yang dekat sebagai leading sector dalam usaha pegaraman
dengan area tanah pegaraman dikuatirkan akan yang didukung BPN. Sementara pada sisi off
memberikan dampak limbah yang berakibat farm dimaksudkan untuk meningkatkan added
pada berkurangnya kualitas air laut sebagai value garam seperti membangun gudang
bahan baku usaha pembuatan garam. penyimpanan maupun mesin pencuci garam.
Sebagaimana yang diungkapkan Keikha dan Kegiatan ini tidak dapat dilakukan secara parsial
Keikha (2012), bahwasannya upaya konsolidasi namun dilakukan secara sinergis antara sektor
tanah akan dapat menambah luasan, yang berkepentingan seperti pihak Kementerian
meningkatkan nilai tanah, mengurangi Perindustian yang didukung oleh BPN.
konsumsi air, efisiensi penggunaan mesin, Selama musim hujan petani garam tidak
meningkatkan produksi pertanian yang pada dapat memproduksi garam sehingga diperlukan
akhirnya akan mampu memberikan peningkatan alternatif pendapatan yang dapat menopang
pendapatan secara signifikan. Demikian pula kehidupan petani garam secara berkelanjutan.
dengan konsolidasi tanah ini maka area Sebagaimana yang diungkapkan Tridakusumah,
pegaraman akan lebih tertata sehingga dkk ( 2015) bahwa keterbatasan alam bagi petani
memungkinkan mendekatkan collecting point garam seperti karena adanya musim hujan ini
pada tiap meja kristalisasi petani garam. perlu melakukan berbagai strategi untuk dapat
Collecting point sebagaimana yang tertuang dalam bertahan hidup. Lebih lanjut Carner (1984)
SK Dirjen Daglu Nomor menyatakan bahwa beberapa strategi yang dapat
02/Daglu/PER/5/2011 adalah tempat dilakukan oleh rumah tangga miskin pedesaan
pengumpulan garam di tepi jalan yang dapat antara lain melakukan ragam pekerjaan
dijangkau oleh truck dan sejenisnya. Saat ini meskipun dengan upah yang rendah,
petani yang letak meja kristalisasinya jauh dari memanfaatkan ikatan kekerabatan serta
collecting point masih menggunakan ojek pertukaran timbal balik dalam pemberian rasa
sepeda atau bahkan di Kabupaten Sampang aman dan perlindungan dan melakukan migrasi
masih menggunakan perahu. Kondisi ini akan ke daerah lain sebagai alternatif terakhir apabila
menjadikan petani garam akan efisien dalam sudah tidak terdapat lagi pilihan sumber nafkah
mengeluarkan biaya transportasi dan dapat di desanya.
mengurangi risiko biaya yang nantinya dapat Berdasarkan beberapa strategi tersebut
berimbas pada risiko pendapatan (Ihsannudin, yang perlu diupayakan adalah bagaimana petani
2012a). garam tetap berusaha di lahan pegaraman.
Usaha primer pada sisi on-farm Usaha sekunder pegaraman dimaksudkan untuk
pegaraman dimaksudkan untuk meningkatkan keberlanjutan pendapatan petani garam selama
522
Ihsannudin, dkk / Economics Development Analysis Journal 5 (4) (2016)

musim hujan dengan tetap berusaha di tanah ini penting mengingat selama musim hujan
pegaraman. Beberapa alternatif usaha tersebut petani garam belum maksimal secara ekonomi
seperti budidaya udang dan bandeng yang dalam memanfaatkan tanah pegaraman.
memiliki nilai ekonomi bagi petani garam. Hal

Gambar 3. Bagan Strategi Pemberdayaan Ekonomi Petani Garam

Meski menggunakan program dalam penentuan harga dengan resmi namun masih
bidang pertanahan namun tetap perlu iklim belum dapat berjalan sesui ketentuan. Subsistem
partisipatif dari petani garam. Hal ini sangat ekonomi dapat menjelaskan bahwa faktor
penting mengingat partisipatif dari peserta produksi pembuatan garam sangat tergantung
pemberdayaan adalah kunci keberhasilan dari dari iklim dan cuaca dimana ketersediaan
berbagai proyek pemberdayaan (Xu, et al. 2010). matahari dan tipologi serta kontur tanah
Sehingga petani dengan prinsip partisipasi ini pegaraman akan sangat berpengaruh pada
petani tidak hanya dijadikan sebagai obeyek produksi garam. Sementara itu teknologi yang
pemberdayaan namun juga sebagai subyek dilakukan untuk memproduksi garam masih
pemberdayaan. terbilang tradisional.
Faktor-faktor penyebab ketidakberdayaan
SIMPULAN petani garam terjadi mulai dari sektor hulu, on
farm hingga sektor hilir. Sulitnya memperoleh
Kajian subsistem budaya-kelembagaan
modal usaha, organisasi kelompok yang belum
mengungkapkan bahwa usaha pegaraman bagi
tertata, musim yang tidak menentu menjadikan
masyarakat madura adalah merupakan hal yang
usaha produksi garam menjadi tidak maksimal.
terpisahkan dalam budaya Madura sejak lama.
Sementara pada aspek pemasaran terlihat posisi
Dalam usaha pegaraman terdapat dua pelaku
tawar petani garam sangat lemah dalam
yaitu petani garam pemilik tanah dan petani
penentuan kualitas dan harga garam, sehingga
garam penggarap (mantong) dengan pembagian
hal ini akan berimbas pada pendapatan yang
hasil sepertiga dari hasil untuk petani penggarap.
diperoleh oleh petani garam.
Sedangkan pada aspek pemasaran produk garam
telah dilakukan pengaturan legal sampai
523
Ihsannudin, dkk / Economics Development Analysis Journal 5 (4) (2016)

Strategi pemberdayaan ekonomi petani Bangkalan (Studi Kasus di Kecamatan


garam melalui pendayagunaan aset tanah Klampis Kabupaten Bangkalan). Jurnal
Embrio Volume 8 No. 2 April 2010
pegaraman ditujukan kepada petani pemilik
Byamugisha, FFK. 1999. The Effect of Land
tanah dan mantong. Bagi petani pemilik tanah registration on Financial Development
diarahkan untuk program sertifikasi tanah Economic Growth: A Theoritical and
dengan kriteria tanah bebas sengketa, konflik Aconceptual Framework. World Bank Policy
Research Working Paper.
dan perkara; luas maksimal 2 ha, masyarakat
dengan kelompok yang kuat serta kondisi Conghe Song, Brian L White, Benjamin W
Heumann. (2011). Hyperspectral Remote
budaya kelembagaan yang baik. Setelah tanah sensing of salinity stress on red (Rhizophora
tersebut tersertipikasi maka dilakukan mangle) and white (Laguncularia racemosa)
pendampingan untuk dapat mengakses mangroves on Galapagos Islands. Remote
Sensing Letters. Abingdon: Sep 2011. Vol. 2,
permodalan dengan menggunakan agunan Iss. 3; pg. 221
sertipikat tanah tersebut kepada lembaga
De Jonge, Huub. (2011). Garam, Kekerasan dan Aduan
penjamin seperti koperasi atau bank. Tambahan Sapi. Yogyakarta: Lkis
modal tersebut diharapkan dapat digunakan
De Soto, Hernando. (2006). Rahasia Kejayaan
untuk meningkatkan usaha primer yakni Kapitalisme Barat. Jakarta: Qalam.
meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi
Deininger, Klaus and Feder Gershon. 2009. Land
baik pada on farm maupun off farm. Sedangkan Registration, Governance, and Development:
pemberdayaan bagi mantong diawali dengan Evidence and Implications for Policy. The
World Bank Research Observer, vol. 24, no. 2
kebijakan redistribusi tanah obyek land reform
(August 2009)
(TOL) yang nantinya juga akan diarahkan pada
Djamhuri, Tri Lestari. (2008). Community
pensertipikatan dan selanjutnya mengikuti alur Participation in a Social Forestry Program in
sebagaimana petani pemilik tanah. Tanah yang Central Java, Indonesia: the Effect of
telah tersertipakt tersebut selanjutnya dapat Incentive Structure and Social Capital. Agro
Syst (2008) 74:83-96
dilakukan konsolidasi tanah yang berguna untuk
meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi El Shaer, Hassan M. and A.J. Al Dakheel. 2016.
garam yang nantinya berpengaruh pada Sustainable Diversity of Salt-Tolerant Fodder
Crop–Livestock Production System Through
peningkatan pendapatan. Tambahan modal
Utilization of Saline Natural Resources: Egypt
tersebut juga dapat dipergunakan pada usaha
Case Study. Halophytes for Food Security in
sekunder di tanah pegaraman selama musim Dry Lands. pp.177-195.
hujan seperti membudiayakan udang dan
Fauziyah dan Ihsannudin. 2014. Pengembangan
bandeng. Hal penting dalam meningkatkan
Kelembagaan Garam Rakyat (Studi Kasus di
kuantitas dan kualitas produksi garam adalah Desa Lembung Kecamatan Galis Kabupaten
juga perlu dilakuakn konsolidasi tanah Pamekasan. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian
Vol 7(1): 52-59
pegaraman.
Hayami, Yudiro and Godo, Yoshihisa. 2005.
DAFTAR PUSTAKA Development Economic from The Poverty To
The Wealth of Nation. Oxford University
Adi, Tukul Rameyo. 2006. Buku Panduan Press. New York.
Pengembangan Usaha Terpadu Garam Dan
Artemia. Pusat Riset Wilayah Laut dan Hikmat, Harry. (2010). Strategi Pemberdayaan
Sumberdaya Nonhayati Badan Riset Kelautan Masyarakat. Bandung : Humaniora Utama
dan Perikanan Departemen Kelautan dan Press
Perikanan. Jakarta Ihsannudin. (2010). Perilaku Petani Terhadap Risiko
Antonites, Alexander. 2016. The organization Usahatani Tembakau di Kabupaten
Magelang. Embryo 7 (1) Juni 2010
of salt production in early first millennium CE
South Africa. Journal of Anthropological Ihsannudin. (2011). Pengelolaan Sumberdaya Lahan
Archaeology, 44, pp.31-42 Guna Pencapaian Swasembada Garam
Nasional. Prosiding. Seminar Nasional
Ariyani, Aminah H.M. 2010. Variabilitas Pendapatan Reformasi Pertanian Terintegrasi Menuju
Rumah Tangga Petani di Kabupaten Kedaulatan Pangan. Fakultas Pertanian

524
Ihsannudin, dkk / Economics Development Analysis Journal 5 (4) (2016)

Universitas Trunojoyo 20 Oktober 2011 Hotel Sandu, Ion. Poruciuc, Adrian. Alexianu, Marius.
Sahid. Surabaya Curca, Roxana-Gabriela and Weller, Oliver.
2010. Salt and Human Health: Science,
Ihsannudin. (2012a). Tingkat Risiko Usaha Archeology, Anxient Text and Traditional
Pegaraman Rakyat Masa Produksi 2011: Practices of Eastern Romania. The Mankind
Suatu Telaah Dalam Upaya Mengurangi
Quarterly 50(3): 225-256.
Ketergantungan Impor. Prosiding. Seminar
Nasional Revitalisasi Pertanian Berkelanjutan
Menuju Ketahanan dan Kedaulatan Pangan. Susanto, Heru, et al. 2015. Development of
Universitas Muhammadiyah Jember, 17 Traditional Salt Production Process for
Maret 2012 Improving Product Quantity and Quality in
Ihsannudin, (2012b). Pemberdayaan Petani Jepara District, Central Java, Indonesia.
Penggarap Garam Melalui Kebijakan Berbasis Procedia Environmental Sciences, 23, pp.175-178
Pertanahan. Jurnal. Activita 2 (1), 13-22 Syafi’i, Ahmad, (2006), Potret Pemberdayaan Petani
Garam, Implementasi Konsep dan Strategi.
Ihsannudin. Hidayati, Ratna, Dwi. Sumada, Bertus Surabaya: Untag Press
and Pinuji, Sukmo. 2015. The Role Of Social
Capital On Salt Smallholder Society Of Todaro, Michael P and Smith, Stephen C. 2012.
Madura Indonesia In Land Certification Economic Development. Adisson Wessley.
Ownership. Scientific Journal of PPI – UKM Vol. Boston
2 No. 4 2015
Tridakusumah, Achmad, Choibar. Elfina, Mira.
Istikomah. 2013. Pengaruh Program Sertifikasi tanah Mardiyaningsih, Dyah, Ita. Pioke, Jepri dan
Terhadap Akses Permodalan Bagi Usaha Bumulo, Sahrain. 2015. Pola Adaptasi
Mikro dan Kecil: Studi Kasus Program Ekologi dan Strategi Nafkah Rumahtangga di
Sertipikasi Tahun 2008 di Kabupaten Kulon Desa Pangumbahan. Solidality 3(3): 85-90
Progo. Kawistara Vol. 3 No. 1 April 2013
Widodo, Slamet. (2011). Strategi Nafkah
Keikha, Zahra and Keikha, Alireza. 2012. Land Berkelanjutan Bagi Rumah Tangga Miskin di
Consolidation And Its Economic Effects On Daerah Pesisir. Makara Seri Sosial Humaniora
The City District Of Loutak Zabol. Int. J. Eco. 15(1), 10-21
Res Vol. 3 no. 5. 53-60
Windari, Ratna, Artha. 2014. Keberpihakan Regulasi
Purbani, Dini. 2009. Proses Pembentukan Kristalisasi Pertanahan Terhadap Hak Masyarakat Adat
Garam. Pusat Riset Wilayah Laut dan (Studi Kasus Sengketa Tanah Adat Di Desa
Sumberdaya Nonhayati Badan Riset Kubutambahan, Kecamatan Kubutambahan,
Kelautan dan Perikanan Departemen Kabupaten Buleleng). Jurnal Ilmu Sosial dan
Kelautan dan Perikanan. Jakarta Humaniora Vol. 3 No. 1, April 2014
Rochwulaningsih, Yety. (2007). Petani Garam dalam Xu, Qingwen. Perkins, D Douglas and Chow, Julian
Jeratan Kapitalisme: Analisis Kasus Petani Chun-Chun. (2010). Sense of Community and
Garam di Rembang Jawa Tengah. Jurnal Social Capital as Predictor pf Local Political
Masyarakat Kebudayaan. Tahun XX No. 3 Juli Participatian in China. Am J Community
2007 Psychol (2010) 45: 259-27
Scott, james. 1998. Perlawanan Kaum Tani. Yayasan
Obor. Jakarta
Segal, Richard D. Waite , Anya M. dan Hamilton,
David P. (2009). Nutrient limitation of
phytoplankton in Solar Salt Ponds in Shark
Bay, Western Australia. Hydrobiologia (2009)
626:97–109

525

Anda mungkin juga menyukai