Anda di halaman 1dari 5

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP PROSES PRODUKSI DAN

PEREKONOMIAN USAHATANI GARAM DI BALI UTARA


OLEH
NI NYOMAN SRI NITA WIRMADEWI
2202014594
PROGRAM STUDI MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI BISNIS DAN
PARIWISATA
UNIVERSITAS HINDU INDONESIA
Gmail : srinitawirmadewi@gmail.com

Abstrak
Indonesia merupakan negara dengan sebagian besar wilayahnya terdiri dari perariran
hingga dijuluki sebagai negara maritim. Dengan luasnya wilayah lautannya, semestinya
Indonesia bisa mengekspor garam dengan jumlah yang besar. Garam adalah komoditi yang
sangat potensial dan strategis untuk dikembangkan karena dapat meningkatkan kesejahteraan
petani dan sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Salah satu daerah yang memproduksi garam
dengan jumlah besar yaitu Bali bagian utara. Besarnya potensi produksi garam yang dimiliki
Bali bagian Utara tidak langsung membuat petani sejahtera hal ini dikarenakan banyaknya
gangguan yang harus dihadapi seperti terjadinya perubahan iklim. Perubahan iklim diartikan
sebagai perubahan suhu, curah hujan, dan pola angin yang drastis dalam kurun waktu tertentu.
Tetapi dengan adanya perubahan iklim produksi garam menjadi tidak menentu yang
dipengaruhi oleh cuaca dan harga garam yang tidak menentu mengakibatkan petani kurang
sejahtera.

I. Pendahuluan
Indonesia merupakan negara dengan sebagian besar wilayahnya terdiri dari perariran
hingga dijuluki sebagai negara maritim. Indonesia memiliki total wilayah sekitar 7,81 juta km2.
Dari total luas wilayah tersebut, 3,25 juta km2 adalah lautan dan 2,55 juta km2 adalah Zona
Ekonomi Eksklusif. Hanya sekitar 2,01 juta km2 yang berupa daratan (Mediaindonesia.com).
Dengan luasnya wilayah lautannya, seharusnya Indonesia bisa mengekspor garam
dengan jumlah yang besar. Tetapi pada kenyataannya Indonesia masi saja mengimpor garam
dari luar negri yaitu sebanyak 70% garam (Powerpoint Dr. Nyoman Arsana, S.Si.M.Si).
Dengan hal ini dapat kita simpulkan bahwa pemanfaatan tambak garam di Indonesia sangatlah
minim. Tetapi salah satu desa di Bali Utara terdapat masyarakat yang memiliki minat dalam
produksi garam yakni di desa Tejakula, masyarakat setempat membuat tambak garam
dikarenakan kondisi geografisnya yang sangat mendukung yaitu berada di dekat pesisir pantai.
Dengan keadaan saat ini yang sering terjadinya perubahan iklim yang ekstream maka
produksi garam sangat susah dilakukan. Hal ini dikarenakan petani garam hanya dapat
beraktivitas pada musim kemarau, karena proses produksi garam sangat bergantung pada sinar
matahari. Dengan terjadinya masalah produksi maka perekonomian petani garam juga menjadi
kurang stabil. Kondisi tersebut sekaligus menegaskan kembali hubungan saling
ketergantungan manusia dengan alam demikian erat.
II. Pembahasan
A. Pengertian Garam
Garam adalah senyawa kimia yang terdapat secara alami dan umumnya larut dalam air.
Garam terbentuk dari senyawa ion, dan karena ion inilah garam dapat mudah larut dalam air.
Garam terbentuk dari pencampuran reaksi asam dan basa. Umumnya pembuatan garam
dilakukan melalui proses penguapan. Produksi garam dapat dilakukan dengan beberapa cara
diantaranya membuat garam dengan cara tradisional, menggunakan metode teknologi ulir filter
(TUF) geomembran, dan metode continuously dynamic mixing (CDM) dan teknologi
Greenhouse salt tunnel (GST) (Kementrian Kelautan dan Perikanan RI).
Tubuh manusia membutuhkan asupan garam yang cukup dan keberadaanya tidak dapat
disubsitusikan. Garam diperlukan oleh tubuh manusia sebagai mineral yang harus tercukupi
dengan seimbang (Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan, 2016). Secara
umumnya dapat dikatakan garam merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi,
selain sebagai penyedap rasa, garam juga digunakan untuk kesehatan dan kecantikan seperti
dijadikan lulur dan masker.
Garam merupakan komoditi yang sangat potensial dan strategis untuk dikembangkan
karena dapat meningkatkan kesejahteraan petani dan sangat dibutuhkan oleh masyarakat.
Garam konsumsi nasional hanya dapat diserap sebagian sedangkan sebagian kebutuhannya
masih dipenuhi garam impor. Kegiatan impor garam ini sangat memberatkan petani lokal
karena mengakibatkan harga garam petani menjadi lebih murah. Berdasarkan pemetaan yang
dilakukan oleh Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan (2016), daerah produsen
garam di Indonesia diklasifikasikan menjadi daerah sentra dan daerah penyangga. Provinsi Bali
merupakan daerah penyangga garam yang juga mempunyai kontribusi yang penting sebagai
penyedia garam konsumsi.

B. Pengertian Perubahan Iklim


Iklim merupakan pola cuaca jangka Panjang di wilayah tertentu. Perubahan iklim
menurut Enviromental Protection Agency (EPA) yaitu, perubahan cuaca secara signifikan
yang terjadi pada periode waktu tertentu. Dengan kata lain, perubahan iklim juga bisa diartikan
sebagai perubahan suhu, curah hujan, dan pola angin yang drastis dalam kurun waktu tertentu.
Perubahan iklim saat ini telah menjadi perbincangan umum di segala tempat, baik dari sisi
masyarakat umum maupun dunia. Di Indonesia perubahan iklim terjadi karena ulah dan
aktivitas manusia seperti urbanisasi, deforestasi, industrialisasi, dan oleh aktivitas alam seperti
pergeseran kontinen, letusan gunung berapi, perubahan orbit bumi terhadap matahari, dan
fenomena El Nino dan La Nina. (Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aceh, 2017)
Menurut Jurnal Dampak Perubahan Iklim di Indonesia oleh Julismin bahwa, perubahan
iklim yang tenjadi menyebabkan beberapa dampak seperti, seluruh wilayah Indonesia
mengalami kenaikan suhu udara, dengan laju yang lebih rendah dibanding wilayah subtropis,
dan wilayah selatan Indonesia mengalami penurunan curah hujan, sedangkan wilayah utara
akan mengalami peningkatan curah hujan. Perubahan pola hujan tersebut menyebabkan
berubahnya awal dan panjang musim hujan.
C. Pengaruh Perubahan Iklim Terhadap Produksi Garam
Perubahan iklim sangatlah besar pengaruhnya dengan produksi garam hal ini
dikarenakan dalam proses kristalisasi garam sangat bergantung pada sinar matahari. Proses
produksi pembuatan garam dari air laut sangat dipengaruhi iklim dan cuaca suatu daerah
(Rusiyanto et al, 2013). Terbentuknya garam NaCl dipengaruhi faktor eksternal seperti faktor
alam diantaranya curah hujan, kecepatan angin, suhu dan kelembaban udara, dan lamanya
penyinaran matahari (Sudarto, 2011). Kondisi tanah yang pejal atau porositasnya rendah
dibutuhkan agar air laut tidak meresap ketika proses evaporasi.Seperti diteliti Bramawanto dkk,
ada dua fenomena El Niño Southern Oscillation (ENSO), yang terbukti berdampak pada
produksi garam di beberapa tempat di Indonesia, yaitu El Niño dan La Nina. El Niño ditandai
dengan panas lama dan curah hujan sedikit, sementara La Niña ditandai dengan lembab
panjang dan curah hujan tinggi, yang dikenal dengan “kemarau basah”. Bagi petambak garam,
El Niño menguntungkan karena waktu produksi garam lebih panjang dan kuantitas produksi
meningkat, sedangkan La Niña bisa jadi biang gagal panen. Penelitian Wei dkk dalam Nature
Climate Change menyebutkan La Niña ekstrem bisa terjadi dua kali lebih cepat karena
pemanasan global, yakni setiap 13 tahun.
Dampak dari perubahan iklim seperti ini dapat menyebabkan turunnya produksi garam
hingga tidak stabilnya harga garam. Masyarakat di Bali bagian Utara juga merasakan dampak
dari perubahan iklim tersebut. Pada usahatani garam, musim dapat mempengaruhi produk
garam yang dapat diproduksi oleh petani. Jika musim hujan tiba, produksi garam dihentikan
karena garam tidak dapat dijemur, pada musim ini ketersediaan garam akan terbatas sehingga
harga garam menjadi lebih mahal. Sebaliknya, harga garam akan menjadi lebih murah saat
musim kemarau dimana ketersediaan garam melimpah (Ida Ayu Maharani A.P., 2020).

D. Kondisi Perekonomian Petani Garam Bali Bagian Utara Saat Terjadinya Perubahan
Iklim
Menurut Badan Penelitian, Pengembangan, 2021, Bali bagian Utara merupakan salah
satu daerah yang memproduksi garam terbesar di Bali. Sebagian daerahnya berupa pesisir
dengan panjang pantai mencapai 157,05 km dengan aneka ragam kekayaan lautnya. Sebagian
penduduk di Bali bagian Utara yang tinggal di dekat daerah pesisir menjadikan usahatani
garam sebagai salah satu mata pencaharian utama. Besarnya potensi produksi garam yang
dimiliki Bali bagian Utara tidak langsung membuat petani sejahtera. Produksi garam yang tidak
menentu yang dipengaruhi oleh cuaca yang tidak menentu mengakibatkan petani kurang
sejahtera.Hal ini terjadi karena terhambatnya proses produksi garam.

Untuk mengatasi tidak stabilnya perekonomian masyarakat yang menjalani usahatani


garam maka dapat dilakukan dengan mengganti proses produksi seperti menggunakan metode
continuously dynamic mixing (CDM) dan teknologi greenhouse salt tunnel (GST) karena
teknologi ini tetap bisa berproduksi di musim kemarau maupun musim hujan, dan jika hal itu
tidak memungkinkan maka alternatif lainnya yaitu, mencari mata pencaharian lain seperti
dengan berkebun menanam kelapa, dan lain sebagainya.
III. Penutup
Kesimpulan
Indonesia merupakan negara maritim yang luas negaranmya didominasi oleh perairan.
Dengan hal ini Indonesia memiliki peluang yang sangat besar untuk menjalankan usahatani
garam. Khusunya di Bali bagian Utara masyarakat setempat menjalankan usahatani garam
didukung karena kondisi geografisnya yang berada dipesisir pantai. Tetapi dengan adanya
perubahan iklim saat ini maka petani mengalami kesuslitan dalam produksi garam. Dampak
dari perubahan iklim seperti ini yakni dapat menyebabkan turunnya produksi garam hingga
tidak stabilnya harga garam sehingga menyebabkan kurang sejahteranya kehidupan
perekonomian petani garam.
Daftar Pustaka

Apriani, M., Hadi, W. & Masduqi, A., 2018. Physicochemical Properties of Sea Water and
Bittern in Indonesia: Quality Improvement and Potential Resources Utilization for
Marine Environmental Sustainability. Journal of Ecological Engineering

Badan Penelitian, Pengembangan, dan I. D. K. B. (2021), Hasil Potensi Kawasan Pesisir dan
Laut di Buleleng

Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan (2016) Info Komoditi Garam. Edited by
Z. dan E. M. Salim. Jakarta: Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan.

Bramawanto, R., Ratnawati, H.I. & Supriyadi., 2019. Variabilitas hidrologis dan dinamika
produksi garam pada beragam kondisi ENSO di Kabupaten Pati dan Rembang. Jurnal
Segara

Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Aceh (2017) Artikel Perubahan Iklim

Ida Ayu Maharani A.P. (2020) Jurnal Analisis Tataniaga Garam di Desa Les

Julismin (2021) Dampak dan Perubahan Iklim di Indonesia

Kementrian Kelautan dan Perikanan, Cara Pembuatan Garam.

Kementrian Kelautan dan Perikanan (2017), Maritim Indonesia Kemewahan yang Luar Biasa.

Rusiyanto, Soesilowati, E. & Jumaeri., 2013. Penguatan industri garam nasional melalui
perbaikan teknologi budidaya dan diversifikasi produk Sainteknol.

Sudarto. 2011. Teknologi proses pegaraman di Indonesia. Jurnal Triton.

Wei dkk., (2021), Nature Climate Change Solutions for Canada.

Yuliana Ulfidatul Hoiriyah (2019), Peningkatan Kualitas Produksi Garam Menggunakan


Teknologi Geomembrang

Anda mungkin juga menyukai