Anda di halaman 1dari 7

SEAWEED FARMERS IN TANJUNG TIRAM INHIBITED EXTREME CLIMATE CHANGE (Ardana Kurniaji) Dipresentasekan Dalam Diskusi Ilmiah Amphiprion

Scientific Club (ASC) PENDAHULUAN Latar Belakang Perubahan iklim memang setiap tahunnya selalu terjadi, iklim di daerah tropis seperti Indonesia terjadi dalam dua fase yakni musim panas dan musim hujan. Dalam pergantain musim ini tentu akan menyebabkan perubahan kondisi alam, baik itu kondisi fisik maupun kimiawi. Perubahan kondisi iklim yang begitu ekstrim terus meningkat dari tahun ketahun, Menurut data BMKG 2011 bahwa terjadi peningkatan kondisi cuaca yang tidak normal dari 10 tahun terakhir. Hal ini tentu membawa pengaruh besar terhadap hasil alam, salah satunya adalah permasalahan disektor perikanan. Permasalahan ini terjadi secara parsial baik untuk perikanan tangkap maupun budidaya, hal ini tentu akan berdampak pada hasil penangkapan dan produksi. Salah satu pihak yang merasakan masalah ini adalah petani rumput laut di Sulawesi Tenggara. Menurut. La Onu (2009) bahwa Sultra merupakan daerah yang memiliki potensi perikanan budidaya rumput laut yang tinggi. Selain itu menurut hasil penelitian lembaga pengabdian pada masyarakat (LPPM) Unhalu tahun 2009, kontribusi PDRB Sultra menurut lapangan usaha adalah sebesar 13,47 persen sedangkan kontribusi PDRB sektor komoditi rumput laut terhadap PDRB Sultra sebesar 4,42 persen. Serta kontribusi sektor perikanan sebesar 32,81 persen. Selanjutnya secara rata-rata besaran surplus usaha yang dihasilkan oleh para pelaku produksi rumput laut di Sultra, adalah sebesar 47,09 persen dari total penerimaan. Hal ini tentu dapat menjadi pemasok pendapatan daerah dan devisa negara yang cukup besar. Hanya saja, saat melakukan survei banyak para nelayan mengeluhkan dampak dari perubahan iklim yang kini terjadi. Timbulnya penyakit iceice akibat perubahan salinitas dan suhu yang ekstrim selalu merugikan para pembudidaya, mereka juga menyayangkan akan kualitas bibit yang sangat rendah, sedangkan pola musim hujan yang tak teratur menyebabkan bibit rentan terkena penyakit. Salah satu petani rumput laut yang mengalami kerugian adalah petani rumput laut di Tanjung Tiram. Total produksi yang menurun menyebabkan petani rumput laut di Tanjung Tiram terkadang memilih alternatif lain untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Kondisi ini memang tidak begitu parah, seperti yang dirasakan petani rumput laut di Denpasar Bali. Hanya saja jika hal ini terus dibiarkan tentu akan membawa pengaruh besar terhadap hasil produksi, terlebih lagi pola musim yang tidak menentu dan sulit untuk diprediksi. Oleh karena itu, perlu melakukan analisa terhadap kondisi petani rumput laut di Tanjung Tiram yang terkendala oleh perubahan iklim serta merumuskan solusi untuk mengatasi hal tersebut. Perumusan Masalah Pembudidayaan rumput laut memerlukan parameter air yang sesuai, kondisi suhu, pH dan salinitas sangat mempengaruhi laju pertumbuhan rumput laut. Adanya perubahan kondisi parameter tersebut tentu akan mengganggu bahkan merusak pertumbuhan rumput laut. Hal inilah yang dialami petani rumput laut di Tanjung Tiram akibat perubahan iklim yang saat ini terjadi. Bagaimana solusi untuk mengatasi permasalahan petani rumput laut tersebut. Tujuan dan Manfaat Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui kondisi petani rumput laut di Tanjung Tiram yang saat ini mengalami problem akibat perubahan iklim yang ekstrim. Selain itu, diharapkan nantinya dengan pembahasan permasalahan ini dihasilkan output untuk mengatasi masalah tersebut.

PEMBAHASAN Ada beberapa hal yang sekiranya dapat mendukung dalam membentuk kerangka berfikir untuk merumuskan solusi permasalahan yang dihadapi petani rumput laut di desa Tanjung Tiram. Diawali dengan Kondisi lingkungan yang ideal untuk mengetahui sejauh mana toleransi rumput laut terhadap parameter yang mempengaruhinya. Kemudian kondisi petani yang mengalami kerugian akibat perubahan iklim dan beberapa akibat lain, kemudian mengatahui pengaruh perubahan iklim terhadap pertumbuhan rumput laut dan kemudian merumuskan solusi yang dapat ditawarkan ke petani rumput laut untuk mengatasi masalah yang ada. Kondisi Lingkungan Yang Ideal Untuk Pertumbuhan Rumput Laut Rumput laut tersebut memerlukan sinar matahari untuk pertumbuhannya, sehingga hanya mungkin hidup pada kedalaman sejauh sinar matahari masih mampu mencapainya (lapisan fotik). Selain kecerahan yang diperlukan rumput laut dalam proses fotosintesis, parameter lain yang sangat penting adalah suhu, pH, slinitas dan kecepatan arus. 1. Suhu Menurut Aslan (1995) bahwa kisaran suhu yang dibutuhkan dalam budidaya rumput laut di tambak adalah berkisar antara 18 oC 30oC. Namun pada umumnya rumput laut tumbuh dengan baik pada perairan yang mempunyai kisaran suhu 27 oC30 oC (Kamiso dkk, 2004). 2. pH dan Salinitas Dalam bukunya, Kamiso dkk (2005) menjelaskan bahwa jenis rumput laut Euchema spp. hidup di daerah pasang surut dengan kedalaman air sekitar 1 5 meter pada waktu surut terendah. Dalam pertumbuhannya rumput laut memerlukan sinar matahari yang berguna untuk proses fotosintesa, memerlukan pH untuk pertumbuhan 6-9 (pH optimal 7,5-8,0) dan salinitas air 28 34 ppt (bagian perseribu). 3. Kecepatan Arus Kecepatan arus yang baik berkisar 20 40 cm/detik (Kamiso dkk, 2005). Hal ini juga didukung oleh beberapa penelitian bahwa kecepatan arus yang optimal adalah berkisar 30 40 cm/detik. Kondisi Petani Rumput Laut Di Tanjung Tiram Dari hasil survei dilapanagan, ada beberapa faktor penentu suksesnya pembudidayaan yang dilakukan di Desa Tanjung Tiram, selain teknik budidaya, para petani juga memerlukan kualitas bibit yang baik. Beberapa masalah yang ditemukan petani dalam pengembangan budidaya rumput laut di Sulawesi Tenggara adalah belum ada kajian menyeluruh mengenai kawasan pengembangan budidaya rumput laut. Kondisi ini diperburuk dengan belum adanya tata ruang yang jelas mengenai kawasan pengembangan budidaya. Belum lagi seaweed center yang mendukung pengembangan budidaya belum dikembangkan. Meskipun telah disampaikan oleh La Onu (2009) bahwa centra rumput laut akan berpusat di Wakatobi, hanya saja sampai saat ini dampaknya belum optimal. Selain itu, kurangnya informasi mengenai teknik pengendalian penyakit rumput laut terutama ice-ice, karena sampai saat ini belum ditemukan solusi yang tepat untuk mengatasi penyakit tersebut. Para petanipun tidak memiliki alternatif lain untuk mengatasi hal ini. Solusi yang mereka lakukan hanyalah panen cepat, sehingga selain kualitas juga kuantitas rumput laut tidak memenuhi standar sertifikasi prodak. Jika ini dibiarkan, maka tidak ada pilihan lain, petani akan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pasar. Telah dianalisir dari hasil Lokakarya ASEM Aquaculture Platform bahwa manajemen produksi yang baik harus mulai diimplementasikan skala lokal dalam hal ini adalah petani lokal. Hasil lokakarya tersebut memberikan gagasan pada upaya peningkatan hasil produksi petani lokal, yang merujuk pada standar sertifikasi. BMP (Better Management Practises) adalah salah satu upaya yang dilakukan untuk keberlanjutan perikanan skala kecil dalam memenuhi peluang pasar internasional

Pengaruh Perubahan Iklim Terhadap Budidaya Rumput Laut Peralihan musim merupakan keadaan mutlak yang selalu terjadi setiap tahun. Kondisi ini tentu akan membawa pangaruh terhadap proses budidaya rumput laut di Sultra. bisa dikatakan bahwa perubahan musim ini mengubah kondisi parameter yang dibutuhkan rumput laut. Sebagaimana diketahui bahwa kehidupan rumput laut tergantung pada faktor-faktor fisika, kimia dan pergerakan air laut serta nutrisi dari lingkungannya. Karakter rumput laut yang sangat rentan terhadap perubahan parameter ini terkadang menjadi masalah besar yang dihadapi oleh petani (pembudidaya) rumput laut terutama untuk kondisi cuaca saat ini. Musim hujan yang belum berakhir sampai saat ini menyebabkan penurunan suhu di perairan Tanjung Tiram dan mengubah kadar salinitasnya. Rumput laut jelas sangat terpengaruh dengan perubahan ekstrim ini. Berdasarkan pola musim yang telah diketahui petani yakni peralihan musim kemarau ke musim hujan ataupun sebaliknya umumnya menimbulkan penyakit ice-ice yang terjadi hanya 2-3 bulan dalam setahun, yakni bulan November Maret dan April kembali pulih dan berkembang normal. Namun sejak tahun 2009 2011 ice-ice melanda lebih dari 3 bulan bahkan hingga 6 bulan. Pola musim yang diketahui petani tidak tepat lagi, akhirnya petani tidak lagi memiliki panduan terhadap musim dalam budidaya rumput laut. Menurut Kasim (2009) Perubahan kondisi lingkungan perairan seperti suhu, salinitas dan parameter fisika lainnya membuat sel-sel rumput laut pecah. Perlu diketahui ice-ice bukan serangan bakteri, tetapi kerusakan sel akbiat perubahan lingkungan, yang ditandai dengan gejala terjadinya pemutihan, serta rusaknya dan terlepasnya sel. Lain halnya dengan yang dijelaskan Kasim (2009), menurut Parenrengi (2010) penyakit ice-ice terjadi akibat kurangnya densitas cahaya, salinitas kurang dari 20 ppt, dan temperature mencapai 33 35oC. sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada thallus rumput laut, saat kondisi ini berangsur-angsur terjadi membuat bakteri pathogen dapat hidup dan mengganggu pertumbuhan rumput laut. Hanya saja bakteri hanya merupakan penyebab kedua (Secondary impact). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa perubahan musim menyebabkan kondisi parameter berubah dan rumput laut yang sangat rentan terhadap perubahan parameter ini ikut terserang penyakit ice-ice. Penyakit ice-ice muncul karena kerusakan pada thalus akibat perubahan musim dan hama yang kemudian akan diinfeksi oleh bakteri pathogen seperti Pseudoalteromonas gracilis, Pseudomonas sp., dan Vibrio sp. selain itu, kurangnya suplai nutrient dalam perairan juga memicu timbulnya penyakit ice-ice. Solusi Untuk Pencegahan Penyakit Ice-Ice Berdasarkan uraian diatas dan hasil survei dilapangan, penyebab penyakit iceice ini muncul akibat adanya perubahan iklim ekstrim yang terjadi saat ini. Penyebab ini diakibatkan oleh faktor alam yang tentu hanya dapat diatasi dengan cara pencegahan. Hal penting yang perlu dipahami disini adalah bagaimana menghadapi perubahan parameter yang berubah-ubah setiap waktu. Berdasarkan sumber data sekunder yang diperoleh dari telaah pustaka maka dapat diuraikan beberapa tahap yang harus diperhatikan oleh petani dalam melakukan budidaya yakni : 1. Memperhatikan Kualitas Bibit Dari data primer dilapangan, beberapa petani di Tanjung Tiram mengimpor bibit dari produsen-produsen Filiphina. Hal ini karena belum adanya sentra budidaya yang jelas di Sulawesi Tenggara. Proses impor yang kebanyakan dilakukan oleh petani ini, tentu berdampak pada penurunan kualitas bibit. Menurut Parenrengi dkk (2010) menyatakan bahwa bibit rumput laut yang baik adalah bibit yang thalusnya bersih, segar dan muda (umur 25-35 hari) dimana tanaman yang segar ditandai dengan thalus yang keras dan berwarna cerah (warna khas rumput laut), kemudian thalus rumput laut memiliki cabang yang banyak, rimbun dan berujung agak runcing dengan berat bibit awalnya 50-100 g per ikatan.

Jika petani melakukan impor, maka secara otomatis bibit rumput laut tidak lagi optimal untuk dibudidayakan karena mengalami stress dan kerusakan. Oleh karenanya centra budidaya rumput laut yang juga menyediakan bibit rumput laut sangat diperlukan petani untuk memperoleh bibit yang kualitasnya tinggi. Sebab jika bibit yang diperoleh dari tempat yang sama atau dekat dari tempat budidaya memudahkan dalam proses pengangkutan dan waktunya tidak begitu lama. Selain itu, pula tidak memerlukan proses aklimatisasi yang lama. Disamping itu peremajaan bibit juga perlu untuk dilakukan. Menurut Kasim (2009) pola stek yang dilakukan petani rumput laut Wakatobi telah dilakukan sejak 1983, yang masuk melalui Kabupaten Buton, dengan bibit awal berasal dari Filipina. Pola stek yang petani rumput laut lakukan merupakan sistem vegetatif dengan cara memotong dari bibit ke bibit dan belum ada regenerasi dari tumput laut, padahal jika mereka mampu meregenerasi maka akan membuat ketahanan rumput laut terhadap penyakit akan lebih bagus. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, hasil regenerasi lebih bagus dibanding vegetatif, selain itu baik juga dilakukan pola generatif dari spora, karena itu pola budidaya masyarakat juga perlu mendapatkan perhatian mulai dari pemilihan dan cara memperoleh bibit hingga jarak tanam serta perlakuan selama proses budidaya. 2. Pemilihan Lokasi yang sesuai Para petani tidak hanya dituntut untuk dapat menguasai teknik budidaya dengan cara yang baik tetapi juga harus dapat mengetahui pemilihan kondisi budidaya yang tepat. Menurut Kamiso dkk (2005) parameter yang tepat untuk pertumbuhan rumput laut adalah kondisi suhu 20-28oC, kemudian kecepatan arus 20-40 cm/dtk. Dasar perairan karang dan berpasir serta kedalaman air minimal 2 meter saat air surut terendah, maksimum 15 meter. Sedangkan untuk salinitas 28-35 ppt dengan nilai optimum adalah 33 ppt. Petani harus memiliki pengetahuan akan hal ini, sebab jika tidak maka pengontrolan dan evaluasi sulit untuk dilakukan. 3. Metode Budidaya yang tepat Teknik budidaya yang dilakukan harus disesuaikan dengan kondisi lingkungan perairan. Pada perairan yang relative tenang, metode budidaya rakit, long line, dan pancang dapat diterapkan, sedangkan untuk yang sedikit bergelombang ada baiknya digunakan metode kantong (Kamiso dkk, 2005). Petani juga harus selalu melakukan pengontrolan saat melakukan budidaya. Pengontrolan ada baiknya dilakukan dua kali sehari untuk meminimalkan pertumbuhan lumut dan hama. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Kasim (2009), bahwa perubahan iklim yang saat ini terjadi secara ekstrim, maka untuk sistem long line di atas permukaan 5 cm yang selama ini banyak digunakan masyarakat, sebenarnya dapat diturunkan posisinya hingga 20 cm dari permukaan laut. Maksudnya jika tiba-tiba terjadi hujan otomatis fluktuasi salinitas akan pula terjadi, sehingga untuk menetralisirnya agar bisa pada salinitas awalnya maka dapat diturunkan hingga 20 cm dari permukaan laut. Caranya dengan menambahkan pemberat, sehingga posisi rumput laut dapat turun hingga kedalamannya yang diinginkan Demikian juga dengan mengantisipasi perubahan suhu yang main dilapisan permukaan. 4. Mengetahui teknik pengendalian hama dan penyakit Gejala penyakit ice-ice yang diperlihatkan rumput laut yang terserang penyakit tersebut adalah pertumbuhan yang lambat, terjadi perubahan warnathalus menjadi pucat atau warna tidak cerah, dan sebagian atau seluruh thalus pada beberapa cabang menjadi putih dan membusuk (Parenrengi dkk, 2010). Gejala ini harus diketahui oleh para petani, agar nantinya mudah melakukan pengendalian penyakit yang terjadi. Pengendalian dapat dilakukan dengan kegiatan pengukuran parameter rutin dilakukan, dan yang paling penting untuk kondisi saat ini adalah melakukan pembersihan lumpur, kotoran dan biofouling yang melekat pada thalus. Disamping itu penyisipan tanaman dan pergantian sarana yang rusak akibat musim hujan dan terpenting adalah pemantauan pertumbuhan.

5. IMTA (Integrated Milti Tropic Aquaculture) metode adaptasi untuk small holder IMTA (Integrated Multi-Trophic Aquaculture) adalah salah satu bentuk dari budidaya laut dengan memanfaatkan penyediaan pelayanan ekosistem oleh organisme trofik rendah (seperti kerang dan rumput laut) yang disesuaikan sebagai mitigasi terhadap limbah dari organisme tingkat trofik tinggi (seperti ikan) (Chopin, 1999). Keunggulan IMTA di antaranya dapat mereduksi limbah yang dihasilkan dari budidaya laut, produksi akuakultur selain meningkatkan produksi juga menaikkan limbah dari budidaya laut (monokultur), Efisiensi pakan, ramah lingkungan, mampu mengoptimalkan diversifikasi perikanan dalam waktu yang sama, Budidaya ini sudah berjalan di negara-negara besar, Canada, China, etc, dan telah terbukti meningkatkan hasil produksi dibanding dengan metode monokultur. Konsep IMTA ini sangat diperlukan oleh kebanyakan petani lokal terutama yang memiliki ekonomi rendah dan hanya bergantung pada hasil tangkapan. Pada saat inipula permintaan kualitas produk yang telah disertifikasi terus meningkat secara substansial dari tahun ketahun. Tantangan ini tentu akan lebih siap untuk dihadapi oleh petani lokal, mengingat kesinambungan petani untuk mempertahankan mata pencahariannya. Hal ini terbukti di kawasan Asia-Pasifik yang menunjukkan para petani skala kecil lebih mudah untuk beradaptasi dan bertahan dengan hal tersebut. Berkaitan dengan diversifikasi pada IMTA maka strategi pembiayaan pada usaha akuakultur untuk petani lokal dapat lebih dikembangkan. KESIMPULAN Perubahan iklim telah membawa dampak yang buruk terhadap budidaya rumput laut, salah satu akibatnya adalah timbulnya penyakit ice-ice. Salah satu cara meminimalisir terjadinya penyakit ice-ice yaitu dengan pengelolaan pembibitan yang baik. Diikuti dengan pola budidaya yang bagus, yang tentunya membutuhkan ketekunan pemeliharaan dari petani. Pertumbuhan rumput laut dengan pola generatif merupakan solusi penting dalam permasalahan budidaya rumput laut di Tanjung Tiram. Selain itu, IMTA merupakan solusi yang tepat untuk dikembangkan petani lokal, selain meningkatnya hasil produksi, IMTA memiliki diversifikasi untuk menghindari kerugian kultur rumput laut. DAFTAR PUSTAKA Aslan. 1995. Budidaya Rumput Laut. Peterbit Kanisius. Yogyakarta. Chopin,T., Yarish, C. 1999.Nutriens or not nutrients? World Aquaculture.29 : 31-61. Kamiso dkk. 2004. Petunjuk Pengendalian Penyakit Ice-Ice Pada Budidaya Rumput Laut. Dinas Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Kasim, Maruf. 2009. Penelitian Rumput Laut Kondisi Lingkungan dan Musim Tanam. Unhalu. Kendari. La Ola, La Onu. 2009. Sistem Pengembangan Usaha Rumput Laut Dalam Pembangunan Ekonomi Sultra. Disampaikan pada Seminar Auditorium Unhalu 18 Juni 2009. Kendari. Parenrengi, Andi. 2010. Budidaya Rumput Laut. Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan Kementrian Kelautan dan Perikanan. Jakarta.

KUISIONER WAWANCARA 1. Sumber bibit yang bapak gunakan biasanya diperoleh dari petani lain atau hasil vegetasi sendiri? Jawaban: __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ ____________________________________________________________ 2. Bagaimana metode yang bapak terap kembangkan dalam budidaya rumput laut? Jawaban: __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ ____________________________________________________________ 3. Menurut bapak, berapa jarak yang baik antara permukaan air dan rumpun rumput laut (Long Line)? Jawaban: __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ ____________________________________________________________ 4. Bagaimana pengaruh hasil produksi terhadap perubahan iklim yang saat ini terjadi secara ekstrim di Sultra? Jawaban: __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ ____________________________________________________________ 5. Cara bapak menghadapi perubahan iklim yang ekstrim untuk mempertahankan hasil produksi? Jawaban: __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ ______________________________________________________________ 6. Seberapa jauh pemahaman bapak terhadap penyakit Ice-ice dan cara penanggulangannya? Jawaban: __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ ______________________________________________________________ 7. Bagaimana cara bapak menjaga kualitas bibit, terutama dalam peremajaan bibit untuk peningkatan kualitas? Jawaban: __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ ____________________________________________________________

8. Bagaimana tanggapan bapak terhadap Budidaya dengan metode Polikultur? Jawaban: __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ ____________________________________________________________ 9. Apakah Konsep Metode Budidaya IMTA (Integrated Multi Tropic Aquaculture) telah bapak ketahui? Jawaban: __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ ____________________________________________________________ 10. Saran bapak terhadap pemerintah dalam peningkatan hasil produksi terutama komoditas rumput laut? Jawaban: __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ ____________________________________________________________

Anda mungkin juga menyukai