Pengantar Ilmu Sastra
Pengantar Ilmu Sastra
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
2
SUHARIYADI
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
3
Editor
Prof. Dr. Agus Wardhono
Perancang sampul
Pak Har
Diterbitkan Oleh:
CV Pustaka Ilalang Group
Jl. Airlangga No. 3 Sukodadi, Lamongan
email: pustaka_ilalang@yahoo.co.id
c.p. 081330501724
Pemeriksa Aksara
Suantoko
Didistribusikan oleh:
Laboratorium Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
UNIROW Tuban
Jl. Manunggal No. 61 Tuban
Telp. 0356 322233
Faks. 0356 322233
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
4
sahabat,
di setiap butir keringat
di setiap bulir air mata
ada yang tak kita mengerti maknanya
selain bergantung pada Yang Ada
dalam doa mesti diminta
dan Dia satu-satunya yang bisa, tak terkira
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
5
KATA PENGANTAR
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
6
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
8
DAFTAR ISI
Halaman Judul i
Kata Pengantar v
Daftar Isi viii
5. Metode Heuristik 82
6. Metode Komparatif 88
E. Teknik Pengumpulan Data 81
BAB 3 STRUKTURALISME 88
A. Pengertian Strukturalisme 99
B. Teori Formalisme 106
C. Teori Semiotik 112
D. Teori Strukturalisme Genetik 125
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
10
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
11
BAB I
SASTRA
DAN ILMU SASTRA
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
12
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
13
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
14
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
15
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
16
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
17
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
18
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
19
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
20
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
22
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
23
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
24
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
25
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
26
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
27
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
28
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
29
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
30
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
31
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
32
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
33
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
34
9. Psikologi Sastra
10. Antropologi sastra
11. Postrukturalisme
Namun, demi memenuhi kebutuhan bagi pembelajar-
an, dan kecenderungan buku ini yang mengarah pada pe-
neltian sastra, maka ruang lingkup Ilmu Sastra dalam buku ini
mencakup beberapa hal berikut ini.
1. Teori Sastra, yang meliputi teori-teori di wilayah struktur-
alisme dan postrukturalisme.
2. Struktur hirarki dalam penelitian sastra: pendekatan, teori,
dan metode.
3. Beberapa pendekatan dalam penelitian sastra.
4. Beberapa alternatif pendekatan sastra multidisipliner,
seperti: analisis framing, analisis wacana kritis, etnografi,
analisis sastra dan semangat zaman.
Meskipun cakupan di atas tampak berbeda dengan apa
yang pernah dikemukakan para ahli sastra, namun jika
dipahami lebih dalam, keempat cakupan tersebut berada
dalam wilayah ruang lingkup Ilmu Sastra secara umum. Dapat
dikatakan, cakupan atau ruang lingkup ilmu sastra dalam
buku ini, semata-mata memenuhi kebutuhan akan materi
pembelajaran Ilmu Sastra.
*****
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
35
BAB 2
PARADIGMA, PENDEKATAN,
TEORI, DAN METODE
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
37
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
38
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
39
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
40
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
41
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
42
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
43
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
44
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
45
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
46
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
47
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
48
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
49
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
50
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
51
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
52
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
53
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
54
2. Pendekatan Mimetik
Pendekatan mimesis ini berangkat dari pemikiran
filsuf besar Yunan, yaitu Plato dan Aristoteles. Menurut Plato,
segala yang ada di dunia ini sebenarnya hanya merupakan
tiruan dari kenyataan tertinggi yang berada di dunia gagasan.
Dalam dunia gagasan itu ada manusia, dan semua manusia
yang ada di dunia ini adalah tiruan dari manusia yang berada
di dunia tersebut. Meja, pohon, anjing, dan bunga yang ada di
dunia ini sebenarnya hanyalah tiruan dari meja, pohon,
anjing, dan bunga yang berada di dunia gagasan. Oleh
karenanya, sajak yang dihasilkan seorang penyair --Plato
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
55
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
56
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
57
3. Pendekatan Pragmatik
Sebagaimana pendekatan mimesis, pendekatan
pragmatik telah ada semenjak tahun 14 sebelum Masehi.
Dalam bukunya berjudul Ars Poetica, Horatius telah
meletakkan dasar-dasar pendekatan pragmatik. Melalaui
semboyannya yang terkenal, dulcet et utile, Horatius
mengemukakan bahwa karya sastra itu menghibur dan
mendidik. Meskipun demikian, menurut Ratna, secara teoritis
baru dimulai dengan lahirnya strukturalisme dinamik dengan
tokohnya Mukarovsky (Ratna, 2011: 71).
Pendekatan pragmatis menurut Abram memberikan
perhatian utama terhadap peranan pembaca. Pendekatan ini
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
58
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
59
4. Pendekatan Obyektif
Pendekatan obyektif merupakan pendekatan ter-
penting karena berkaitan dengan munculnya teori-teori sastra
modern. Teori-teori strukturalisme memiliki konsep yang
berdasarkan pada pendekatan obyektif ini. Mengutip pen-
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
60
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
61
5.Pendekatan Marxis
Pendekatan marxis dalam sosiologi sastra didasarkan
atas pemikiran Karl Marx (1818-1883) yang sering kali disebut
sebagai Materialisme Historis. Hudayat (2007: 63-65)
mengatakan bahwa marxisme tidak pernah percaya bahwa
teks maupun sistem sastra merupakan sesuatu yang otonom.
Bagi paham ini sastra merupakan suatu sistem ideologi yang
tidak dapat dilepaskan dari pertarungan kekuatan-kekuatan
sosial di dalam masyarakat dalam memperebutkan
penguasaan mereka atas sumber-sumber ekonomi yang
terdapat di dalam lingkungan sekitar mereka. Kepercayaan
yang demikian didasarkan pada anggapan bahwa dorongan-
dorongan kebutuhan material manusia mendahului dan
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
62
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
63
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
64
6. Pendekatan Fungsionalis
Mengutip pendapat Paul Johnson, Faruk menge-
mukakan bahwa persoalan dasar yang dibahas dalam
pendekatan fungsionalis adalah persoalan apa yang membuat
masyarakat itu bersatu, bagaimana dasar atau landasan
keteraturan sosial itu dipertahankan, dan bagaimana
tindakan-tindakan individu-individu itu menyumbang pada
masyarakat itu secara disadari ataupun tidak. Dengan
persoalan dasar yang demikian, pendekatan fungsional
berusaha mempelajari pelembagaan-pelembagaan sosial yang
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
65
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
66
7. Pendekatan Sosiologis
Mengacu pada inventarisasi yang dilakukan Ratna
tentang definisi sosiologi sastra, hubungan karya sastra
dengan masyarakat dapat dijelaskan sebagai berikut.
a. Pemahaman terhadap karya sastra dengan memper-
timbangkan aspek-aspek kemasyarakatannya.
b. Pemahaman terhadap totalitas karya yang disertai dengan
aspek-aspek kemasyarakatan yang terkandung di dalam-
nya.
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
67
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
68
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
69
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
70
8. Pendekatan Psikologis
Pendekatan psikologis pada dasarnya berhubungan
dengan tiga gejala utama, yaitu: pengarang, karya sastra dan
pembaca, dengan pertimbangan bahwa pendekatan psikologis
lebih banyak berhubungan dengan pengarang dan karya
sastra. Apabila perhatiannya ditujukan kepada pengarang
maka model penelitiannya lebih dekat dengan pendekatan
ekspresif, sebaliknya, apabila perhatiannya ditujukan pada
karya, maka model penelitiannya lebih dekat dengan
pendekatan obyektif (Ratna, 2011: 61).
Pendekatan psikologi mempunyai tiga kemungkinan
penelitian. Pertama, penelitian terhadap psikologi pengarang
sebagai tipe atau sebagai pribadi, studi ini cenderung ke arah
psikologi seni. Peneliti berusaha menangkap kondisi kejiwaan
seorang pengarang pada saat menelorkan karya sastra. Kedua,
penelitian proses kreatif dalam kaitannya dengan kejiwaan,
studi ini berhubungan pula dengan psikologi proses kreatif.
Bagaimanakah langkah-langkah psikologis ketika pengarang
mengekspresikan karya sastra menjadi focus, ketiga, penelitian
hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra.
Dalam kaitan ini studi dapat diarahkan pada teori-teori
psikologi, misalnya psikoanalisis ke dalam sebuah teks sastra,
khususnya terhadap unsur tokoh.
Teori psikologi yang kerap kali digunakan dalam
menganalisis karya sastra adalah teori psikoanalisis Sigmund
Freud. Inti pemikiran Freud, salah satunya yang sering
digunakan dalam menganalisis sastra, adalah teori tentang
dorongan kesadaran manusia. Oleh karena proses kreatif
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
71
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
72
9. Pendekatan Postrukturalis
Munculnya pemikiran postrukturalisme sebenarnya
berangkat dari reaksi studi bahasa dan sastra, juga disiplin
ilmu lain, terhadap stagnasi strukturalisme sepanjang abad ke-
19. Paradigma dalam kurun waktu itu cenderung mereduksi
subyek dan konteks sosiokultural dalam menelaah bahasa dan
sastra. Teks bahasa dan sastra dikaji dalam kaitannya dengan
struktur formal yang secara otonom dan stabil membangun
kualitas teks tersebut. Kecenderung-an ini jelas melepaskan
hakikat bahasa dan sastra sebagai institusi sosial yang
memiliki peran dan fungsi bagi masyarakatnya. Relasi teks
dan konteks menjadi nisbi dan mewarnai setiap kajian bahasa
dan sastra pada saat itu.
Analisis sastra sebagai bagian dari studi wacana dan
ke-budayaan, semakin memperoleh tempatnya ketika muncul
gerakan yang kemudian disebut postrukturalisme. Dalam
kecenderungan studi sosial, bahasa, dan media, semenjak
munculnya gerakan pemikiran yang berlabel postrukturalisme
tersebut, berpijak dari asumsi bahwa bahasa dan sastra
merupakan wacana praktik sosial. Wacana sebagai tataran
tertinggi dari fenomena penggunaan bahasa oleh subyek,
dipandang melampaui batas-batas sistem linguistik. Hal itu
tidak terjadi pada era sebelumnya. Teeuw mengemukakan,
penelitian terhadap aspek-aspek kemasyarakat dipicu oleh
stagnasi analisis strukturalisme, analisis yang semata-mata
didasarkan atas hakikat otonomi karya. Sebaliknya, karya
sastra dapat dipahami secara lengkap hanya dengan
mengembalikannya pada latar belakang sosial yang
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
73
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
74
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
75
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
76
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
77
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
79
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
80
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
81
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
82
1. Metode Hermeneutik
Metode hermenutik dianggap sebagai metode ilmiah
paling tua yang sudah ada sejak zama Plato dan Aristoteles.
Mula-mula metode ini berfungsi untuk menafsirkan kitab
suci. Hermeneutik modern baru berkembang sejak abad ke-19
melalui gagasan Schleiermacher, Dilthey, Heidegger,
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
83
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
84
3. Metode Dialektik
Mekanisme kerja metode ini adalah tesis, antitesis, dan
sintesis. Prinsip dasarnya adalah unsur yang satu tidak harus
lebur ke dalam unsur lainnya. Individualitas dipertahankan di
samping interdependensinya. Kontradiksi tidak dimaksudkan
untuk menguntungkan secara sepihak. Sintesis bukanlah hasil
yang pasti tetapi justru merupakan awal penelusuran gejala
berikutnya. Prinsip-prinsip dialektika hampir sama dengan
hermeneutik, yaitu gerak spiral eksplorasi makna yang
mengarah kepada penelusuran unsur ke dalam totalitas dan
sebaliknya. Pada metode ini, kontinuitas operasionalisasi tidak
berhenti pada level tertulis tetapi diteruskan pada jaringan
kategori sosial sebagai penjaringan makna secara lengkap.
Kontradiksi dalam dialektika dianggap sebagai energi
pemahaman objek. Metode dialektika digunakan dengan
sangat berhasil oleh Goldmann dalam struktural genetik.
Secara teoretis, setiap fakta sastra dapat dianggap sebagai tesis
kemudian diadakan negasi. Dengan adanya pengingkaran,
tesis dan antitesis seolah-olah hilang atau berubah menjadi
kualitas fakta yang lebih tinggi, yaitu sintesis itu sendiri.
Sintesis kemudian menjadi tesis kembali dan seterusnya
sehingga proses pemahaman terjadi secara terus- menerus.
Menurut strukturalisme genetik, karya sastra merupa-
kan struktur yang terbangun atas dasar bagian-bagian yang
saling bertalian dan mebentuk struktur keseluruhan karya
sastra itu. Struktur karya sastra itu hanya dapat dipahami
dengan baik dengan cara dialektik, yaitu dengan bergerak
secara bolak-balik dari bagian ke keseluruhan dan dari
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
85
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
86
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
87
4. Metode Diskripsi
Metode ini dilakukan dengan cara mendeskripsikan
fakta-fakta yang kemudian disusul dengan analisis. Metode
ini tidak sematamata hanya menguraikan tetapi juga mem-
berikan pemahaman dan penjelasan. Metode ini dapat
diaplikasikan ke dalam beberapa jenis lainnya, misalnya
metode deskriptif komparatif atau metode deskriptif induktif.
Metode ini dapat diperoleh melalui gabungan dua metode
dengan menitikberatkan kepada metode yang lebih khas yang
sesuai dengan tujuan penelitian.
5. Metode Heuristik
Metode heuristis dipakai untuk memahami teks karya
sastra sebagai sistem struktur tanda tingkat pertama
(denotatif). Sebagai sistem struktur tanda, teks sastra merupa-
kan sistem primer. Sistem primer ini mengacu pada pemakna-
an linguistik-denotatif sebagai sistem struktur tanda tersebut.
Dengan demikian, metode heuristik dipakai untuk memaknai
pengertian kebahasaan dalam teks sastra. Bahasa yang dipakai
dalam teks sastra diberikan maknanya secara denotatif
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
88
6. Metode Komparatif
Metode ini dipakai untuk membanding karya sastra
dengan karya sastra lain, baik lisan maupun tulisan, (bisa juga
wacana non-sastra) untuk menemukan hubungan antara
keduanya, persamaan dan perbedaan, dan intertekstual.
Kerap kali suatu karya sastra mengandung wacana-wacana
lain yang sudah ada sebelumnya, baik dari wacana berjenis
sastra maupun non-sastra. Bisa juga, tanpa adanya hubungan
seseorang menangkap adanya perbedaan atau persamaan
antara dua wacana. Untuk menganalisis keduanya dipakai
metode komparatif. Dalam ilmu sastra perbandingan, apabila
yang diperbandingkan dalam satu zaman maka metode
komparatif tersebut bersifat sinkronis. Sedangkan apabila
perbandingannya mengambil dua zaman yang berbeda, maka
dipakai metode komparatif diakronis.
Berikut ini beberapa contoh hirarki landasan teoritis
yang harus dibangun dalam setiap penelitian sastra secara
ilmiah, yang meliputi: pendekatan, teori, metode, dan teknik.
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
89
Pendekatan
Psikologi Sastra
Teori Psikoanalitis
Sigmund Freud
Metode Diskriptif
Metode Dialektik
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
90
Pendekatan Strukturalisme
Metode Formal/Struktural
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
91
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
92
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
93
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
94
Teks Karya
Sastra: Puisi,
Prosa, atau
Drama Penelitian
Data Teks
Kepustakaan
Teks-Teks lain
Data yang relevan
Penelitian
Data Lapangan
hasil observasi,
Data Luar Penelitian
kuesioner,
Teks Lapangan
wawancara,
atau tes
Bagan 4
Klasifikasi Data Penelitian Sastra
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
96
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
97
Teks Karya
Sastra:
Puisi,
Prosa, atau
Teknik
Drama
Penelitian Pengumpul
Data an Data
Kepustakaa
Teks Simak
n
Catat
Teks-Teks
lain yang
Data relevan
Peneliti
an
Observasi
Data
Lapangan
hasil Penelitian
Data Wawancar
observasi, Lapangan
Luar a
kuesioner,
Teks
wawancara
, atau tes
Kuesioner
Bagan 5
Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
98
BAB 3
STRUKTURALISME
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
99
A. Strukturalisme Murn
Strukturalisme pernah dominan dalam studi bahasa,
sastra, dan budaya selama abad XIX, sebelum kemudian
banyak dikritik dan ditolak kaum postrukturalisme. Berbagai
pendapat muncul untuk menjelaskan pengertian struktural-
isme. Berikut beberapa pendapat di antaranya.
1. Strukturalisme pada dasarnya merupakan cara berfikir
tentang dunia yang terutama berhubungan dengan
tanggapan dan deskripsi struktur-struktur. Strukturalisme
sebenarnya merupakan paham filsafat yang memandang
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
100
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
101
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
102
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
103
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
104
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
105
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
106
B. Teori Formalisme
Tujuan pokok formalisme (adalah studi ilmiah tentang
sastra dengan cara meneliti unsur-unsur kesastraan, puitika,
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
107
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
108
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
109
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
110
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
111
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
112
C. Semiotika
Meskipun semiotik berada dalam peralihan antara
strukturalisme dengan pascastrukturalisme, tetapi kajiannya
masih kental ke dalam strukturalisme. Demikian juga, teori
ini mengambil dasar pemikiran strukturalisme dari para
peletak dasar teori structural-isme. Dua tokoh peletak dasar
semiotika tersebut adalah Ferdinand de Saussure (1857-1913)
dan Charles Sander Peirce (1839-1914). Kedua tokoh tersebut
mengembangkan ilmu semiotika secara ter-pisah dan tidak
mengenal satu sama lain. Saussure di Eropa dan Peirce di
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
113
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
114
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
115
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
116
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
117
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
118
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
119
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
120
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
121
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
122
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
123
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
124
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
125
D. Strukturalisme Genetik
Meskipun Strukturalisme Genetik merupakan
pendekatan dalam paradigma Sosiologi Sastra, tetapi dalam
kerangka sejarah Strukturalisme, teori ini dapat dikemukakan
untuk mengetahui sejauh mana perkembangan strukturalisme
kemudian. Strukturalisme genetik (lihat Faruk,1994:1-21) me-
rupakan gabungan antara strukturalisme dengan Marxisme.
Sebagai strukturalisme, strukturalisme genetik memahami
segala sesuatu di dalam dunia ini, termasuk karya sastra,
sebagai struktur. Karena itu, usaha strukturalisme genetik
untuk memahami karya sastra secara niscaya terarah pada
usaha untuk menemukan struktur karya itu.
Pemikiran Strukturalisme Genetik memandang karya
sastra mengungkapkan hubungannya dengan masyarakat
melalui pandangan dunia pengarang. Menurut Lucien
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
126
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
127
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
128
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
129
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
130
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
131
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
132
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
133
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
134
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
135
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
136
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
137
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
138
*****
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
139
BAB 4
POSTRUKTURALISME
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
141
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
142
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
143
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
144
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
145
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
146
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
147
C. Teori Feminisme
Dalam kaitannya dengan teori feminis, perlu dibedakan
dua istilah lain yang selalu muncul, yaitu emansipasi dan
gender. Emansipasi, dari kata emancipatio (Latin), berarti
persamaan hak dalam berbagai aspek kehidupan. Tetapi
dalam kenyataannya selalu dikaitkan dengan kaum
perempuan untuk menuntut persamaan hak dengan laki¬-
laki. Dalam kehidupan sehari-hari istilah yang paling di-kenal
adalah emansipasi. Sedangkan istilah ‗gender‘ didefinisikan
sebagai lawan seks. Gender bersifat psikologis kultural,
sebagai perbedaan antara maskulin-feminin, sedangkan seks
bersifat fisiologis, secara kodrati, sebagai perbedaan antara
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
148
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
149
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
150
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
151
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
152
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
153
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
154
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
155
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
156
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
157
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
158
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
159
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
160
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
161
D. Teori Dekonstruksi
Teori dekonstruksi dalam ulasan ini menggunakan
uraian Ratna (2006: 250-270). Ratna banyak mengulas pe-
mikiran-pemikiran Derida sebagai tokoh dekonstruksi.
Dekonstruksi, dari akar kata de + constructio (Latin).
Pada umurnya prefiks 'de' berarti: ke bawah, pengurangan,
terlepas dari. Constructio berarti: bentuk, susunan, hal
menyusun, hal mengatur. Tadi, dekonstruksi dapat diartikan
sebagai pengurangan atau penurunan intensitas bentuk yang
sudah tersusun, sebagai bentuk yang sudah baku.
Sebagaimana sering terjadi dalam menterjemahkan istilah--
istilah asing, dengan adanya perbedaan perbendaharaan kata-
kata, maka sangat sulit untuk menemukan terjemahan yang
tepat terhadap istilah dekonstruksi tersebut. Dalam teori
kontemporer dekonstruksi sering diartikan sebagai pem-
bongkaran, perlucutan, penghancuran, penolakan, dan ber-
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
162
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
163
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
164
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
165
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
166
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
167
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
168
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
169
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
170
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
171
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
172
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
173
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
174
E. Teori Poskolonial
Sebagaimana dalam teori Dekonstruksi di atas, uraian
tentang teori Poskolonialisme ini juga mengacu pada uraian
Ratna (2006: 238-250. Banyak pendapat yang timbul tentang
postkolonialisme, baik di kalangan akademik maupun
masyarakat pada umumnya. Sebagaimana dengan post-
modernisme dan berbagai teori yang memanfaatkan prefiks
‗post‘, maka di samping ada yang menerima sebagai suatu
pembaharuan, tetapi ada juga yang masih ragu-ragu dan
curiga atas kemampuannya, bahkan ada juga yang menolak
dengan alasan bahwa gejala tersebut belum memenuhi syarat
seba¬gai teori baru. Terlepas dari pendapat-pendapat di atas,
sebagai bahan kajian, khususnya sebagai salah satu pegangan
bagi mahasiswa, maka perlu diberikan definisi yang bersifat
lebih mengakar, baik pada aspek historis maupun masalah
pokok yang dibicarakannya. Pertama, sebagaimana post-
srukturalisme pada umumnya yang dapat dicari akar
intelektualnya dalam (penolakannya terhadap) strukturalisme,
maka postkolonialisme dapat dicari akar historisnya dalam
kolonialisme. Meskipun demikian, postkolonialisme tidak
secara langsung menunjuk pengertian ‗sesudah‘ kolonialisme.
Ada waktu yang cukup lama, seki¬tar dua abad lebih, yaitu
antara abad ke-17 hingga paro pertama abad ke-20, sejak
dimulainya imperialisme hingga bekas-bekas koloni mem-
peroleh kemerdekaannya, barulah lahir teori postkolonial.
Masa sesudah berakhirnya kolonisasi ini pada umumnya
disebut sebagai kondisi kolonial yang dipertentangkan
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
175
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
176
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
177
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
178
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
179
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
180
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
181
BAB 5
BEBERAPA ALTERNATIF
PENDEKATAN SASTRA
A. Pendekatan Framing
1. Prinsip-Prinsip Analisis Framing
Di dalam ilmu komunikasi, analisis framing sebagai
metode analisis isi media tergolong baru. Namun demikian,
keberadaannya di jagad keilmuan komunikasi memiliki
banyak tokoh dan cara kerja analisis yang beragam. Dalam
metode ini terdapat analisis framing ala Erving Goffman,
Murrai Edelman, Robert M. Entman, Wiliam A. Gamson dan
Andre Modigliani, atau Elizabeth C. Hanson. Dedy Mulyana
dalam kata pengantar buku Eriyanto (2011:xv) mengemuka-
kan, analisis framing cocok digunakan untuk melihat konteks
sosial-budaya suatu wacana, khususnya hubungan antara
berita dan ideologi, yakni proses atau mekanisme mengenai
bagaimana berita membangun, mempertahankan, mere-
produksi, mengubah, dan meruntuhkan ideologi.
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
182
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
183
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
184
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
185
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
186
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
187
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
188
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
189
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
191
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
192
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
193
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
194
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
195
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
196
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
197
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
198
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
199
Unsur-
sastra Unsur
Realitas
Fakta
yang
Realitas
dikonstruksi
Unsur-Unsur
Pengarang
dalam realitas
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
200
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
201
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
203
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
204
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
205
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
206
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
207
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
208
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
209
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
210
2. Konsep Dasar
Signifikansi sastra Indonesia modern dapat dipetakan
melalui reaksi karya sastra dalam menyuarakan semangat
zaman yang melatarbelakanginya. Pemetaan semacam itu
sekaligus dapat menjelaskan peranan sastra Indonesia me-
motret, mendokumentasi, dan menyikapi apa yang terjadi di
masyarakatnya. Suatu topik yang jarang dibicarakan sehingga
seolah kesusastraan Indonesia modern kurang memiliki peran
dan fungsi sosial. Pembicaraan cenderung terfragmentasi dan
dilatarbelakangi kebutuhan analisis dan penganalisis semata;
bukan bertujuan untuk kesusastraan Indonesia.
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
211
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
212
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
213
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
214
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
215
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
216
struktur sastra
subyek subyek
intelektual intelektual
realitas fiksional
Bagan 5:
Pola Segitiga Relasi Subyek Intelektual dengan Karya Sastra
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
217
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
218
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
219
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
220
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
221
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
222
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
223
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
224
struktur sastra
Proyeksi sosiokultural
dan semangat zaman
Bagan 6:
Pola Segitiga Subyek intelektual dan
proyeksi sosiokultural dan Semangat Zaman
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
225
d. Fakta Relasional
Fakta relasional menunjuk pada relasi teks–subyek
intelektual-konteks dalam kerangka pola segitiga. Teks memiliki
sistem struktur yang dibangun berdasarkan domain dan
landasan pemikiran sebagai strukturasi dan sekaligus
proyeksi sosiokultural dan semangat zaman. Subyek
intelektual merupakan pengarang yang memiliki cakrawala
berpikir sebagai bentukan dari masyarakatnya. Sedangkan
konteks memiliki dimensi ganda, yaitu: latar belakang yang
membentuk pengarang sebagai subyek intelektual dan
sekaligus sebagai obyek yang disikapi dan disuarakan ke
dalam karya sastra. Hubungan karya sastra sebagai teks
dengan pengarang sebagai subyek intelektual merupakan
hubungan proyeksi. Sedangkan hubungan pengarang sebagai
subyek intelektual dengan konteks masyarakat berwajah
ganda. Di satu wajah hubungannya bersifat realis sehingga
pengarang berposisi sebagai subyek intelektual realitas, dan di
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
226
STRUKTUR
KARYA SASTRA
DOMAIN
PEMIKIRAN
PENGARANG
DAN LANDASAN LATAR
BANGUNAN SEBAGAI SUBYEK
BELAKANG
STRUKTUR MASYARAKAT INTELEKTUAL
SOSIOKULTURAL
DAN SEMANGAT
ZAMAN
Bagan 7:
Teks–Subyek Intelektual-Konteks
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
228
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
229
e. Sinkronik Diakronik
Penelitian ini sesungguhnya diletakkan ke dalam
konteks peta perkembangan karya sastra dalam menyuarakan
semangat zamannya. Sekaligus, juga diletakkan pada
dinamika perkembangan sosiokultural masyarakat yang
melatarbelakangi karya sastra itu. Dengan begitu memper-
lakukan karya sastra dalam peran dan fungsinya sebagai
bentuk ekspresi pengarang sebagai subyek intelektual, sebagai
media komunikasi dengan masyarakatnya, dan sebagai
pengetahuan yang berisi nilai-nilai yang bermanfaat bagi
kehidupan. Hanya dengan cara itulah karya sastra akan
menempati posisi yang sejajar dengan wacana pengetahuan
lainnya. Memperlakukan karya sastra hanya semata-mata
sebagai karya seni, justru akan menjauhkan karya sastra dari
pembaca dan masyarakatnya.
Dengan demikian, penelitian ini bersifat diakronis.
Pengertian diakronis bukan hendak memperbandingkan
antara periode yang satu dengan periode yang lain, tetapi
memahami garis perkembangan dari waktu ke waktu. Garis
perkembangan tersebut akan nampak dalam dua wilayah.
Pertama, garis perkembangan tersebut dalam kaitannya
dengan reaksi dan penyikapan pengarang dan karya sastranya
terhadap suara zaman yang melatarbelakanginya. Bentuk-
bentuk pemikiran yang bagaimanakah yang melandasi
pemikiran pengarang dalam menyikapi dan mereaksi apa
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
230
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
231
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
232
2. Metode Analisis
Meskipun secara implisit telah terkandung dalam
penjelasan di atas, tetapi agar memperoleh kejelasan berikut
ini akan dikemukakan metode yang bagaimanakah yang
dipakai dalam penelitian ini. Jika menyarikan apa yang
dikemukakan di atas, metode dalam penelitian ini cenderung
lebih dekat dengan metode analisis isi. Menurut Vredenbreght
(dalam Ratna, 2011: 48), analisis isi terutama berhubungan
dengan isi komunikasi, baik secara verbal, dalam bentuk
bahasa, maupun nonverbal, seperti arsitektur, pakaian, alat
rumah tangga, dan media elektronik. Dalam ilmu sosial, isi
yang dimaksudkan berupa masalah-masalah sosial, ekonomi,
dan politik, termasuk propaganda. Jadi, keseluruhan isi dan
pesan komunikasi dalam kehidupan manusia. Tetapi dalam
karya sastra, isi yang dimaksudkan adalah pesan-pesan, yang
dengan sendirinya sesuai dengan hakikat sastra.
Lebih lanjut dikatakan Vredenbreght dalam Ratna,
metode analisis isi terdiri atas dua macam, yaitu isi laten dan
isi komunikasi. Isi laten adalah isi yang terkendung dalam
dokumen dan naskah, sedangkan isi komunikasi adalah pesan
yang terkandung sebagai akibat komunikasi yang terjadi. Isi
laten adalah isi sebagaimana dimaksudkan oleh penulis,
sedangkan isi komunikasi adalah sebagaimana terwujud
dalam hubungan naskah dengan konsumen. Obyek formal
metode analisis ini adalah isi komunikasi. Analisis terhadap
isi laten akan menghasilkan arti, sedangkan analisis terhadap
isi komunikasi akan menghasilkan makna. Oleh karena itulah,
metode analisis isi dilakukan dalam dokumen-dokumen yang
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
233
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
234
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
235
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
236
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
237
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
238
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
239
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
240
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
241
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
242
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
243
Fairloug dan Teun van Dijk. Model AWK kedua tokoh ini
banyak dipakai para peneliti, paling tidak di Indonesia, di
berbagai disiplin seperti komunikasi, sosial, budaya, bahasa,
dan pada akhirnya berkembang dalam disiplin ilmu sastra.
Meskipun kehadiran AWK ke dalam studi sastra belum
banyak mendapatkan respon positif, tetapi hal itu sudah
dicoba dalam beberapa kajian sastra meskipun dalam skala
kecil.
Analisis Wacana Kritis adalah sebuah upaya atau
proses (penguraian) untuk memberi penjelasan dari sebuah
teks (sebagai realitas sosial) yang mau atau sedang dikaji oleh
seseorang atau kelompok dominan yang berkecenderungan
mempunyai tujuan tertentu (Darma, 2009: 49). Menurut
Fairclough dan Vodak, analisis wacana kritis melihat wacana -
-pemakaian bahasa dalam tuturan dan tulisan—sebagai
bentuk dari praktik sosial. Menggambarkan wacana sebagai
praktik sosial menyebabkan sebuah hubungan dialektis di
antara peristiwa diskursif tertentu dengan situasi, institusi,
dan struktur sosial yang membentuknya. Dengan demikian,
AWK mengambil peranannya sebagai studi atas wacana,
sebagaimana juga dikemukakan Fairclough (Eriyanto, 2001: 7)
dalam dimensi wacana sebagai teks, praktif diskursif, dan
praktik sosial.
Mengikuti alur pemikiran tentang analisis wacana
(kritis) di atas, dan juga kecenderungan mutakhir yang terjadi
dalam studi sastra ke arah kajian kebudayaan dan cultural
studies, maka metode AWK disambut baik untuk diterapkan
dalam penelitian sastra. Dalam kata pengantar buku Eriyanto
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
244
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
245
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
246
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
247
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
248
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
249
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
250
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
251
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
252
d. Penelitian Kritis
Oleh sebab itu, analisis wacana kritis tidak bisa
dianggap sebagai pendekatan yang secara politik netral,
namun sebagai pendekatan kritis yang secara politik
ditujukan bagi timbulnya perubahan sosial. Atas nama
emansipasi, pendekatan analisis wacana kritis memihak pada
kelompok-kelompok sosial tertindas. Pengritik bertujuan
menguak peran praktik kewacanaan dalam melestarikan
hubungan kekuasaan yang tak setara dengan tujuan
mempercepat hasil analisis wacana kritis untuk
memperjuangkan tercapainya perubahan sosial yang radikal.
Di manakah posisi teori AWK Norman Fairclough dan
apa konsep-konsep yang memberikan kerangka bagi
penelitian analisis wacana kritis, merupakan dua hal yang
harus dibicarakan manakala akan menggunakannya dalam
suatu analisis wacana. Berikut ini akan dipaparkan kerangka
yang penting dari model AWK Norman Faiclough yang
relevan bagi kepentingan penelitian ini. Dalam pembicaraan
ini akan digunakan penjelasan Jorgensen dan Louise J. Phillips
(2007) dan dilengkapi dengan penjelasan Eriyanto (2001).
Fairclough telah mengonstruk kerangka yang penting untuk
menganalisis wacana sebagai praktik sosial. Kerangka
Faiclough berisi sederet konsep yang berbeda yang saling
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
255
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
256
Pemroduksian teks
Teks
Praktik Kewacanaan
Praktik Sosial
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
259
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
260
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
261
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
262
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
263
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
265
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
266
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
267
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
268
c. Prosedur Penelitian
Berdasarkan kerangka kerja Fairclough yang ter-
modivikasi, maka kerangka kerja dalam penelitian ini terdiri
dari enam fase sebagaimana berikut ini.
a) Pemilihan Masalah Penelitian dan Rumusannya
b) Pencatatan Data Primer (dalam teks) dan Pengumpulan
Data Sekunder (luar teks)
c) Analisis Data, terdiri atas tiga tahap analisi.
(1) Struktur mikro: struktur teks; bagaimana wacana di-
aktifkan secara tekstual. Dalam analisis struktur teks ini
dipergunakan teori-teori naratologi sebagai pendukung-
nya.
(2) Struktur meso: praktik kewacanaan; analisis ini dipusat-
kan pada bagaimana teks diproduksi, meliputi: (1)
uraian tema yang diangkat, (2) intertekstualitas, konteks
kepengarangan dan (4) konteks kepengarangan
kesusasteraan Indonesia sezaman.
(3) Struktur Makro: praktik sosial; analsis ini dipusatkan
pada eksplorasi hubungan antara praktik kewacanaan
dengan konteks sosiokultural yang lebih luas. Dalam
pembahasan dicari hubungan-hubungan antara apa
yang dikemukakan dalam obyek dengan situasi yang
berkembang di masyarakat pada saat novel itu
diciptakan. Sehingga, ujung analisisnya diharapkan
dapat menemukan ideologi yang direpresentasikan
dalam wacana novel sebagai praktik sosikultural
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
269
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
270
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
271
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
273
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
274
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
275
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
276
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
277
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
278
d. Menetapkan Informan
Sebagaimana dikemukan di bagian awal, tulisan
tentang model penelitian etnografi ini menggunakan strategi
wawancara etnografi. Dengan demikian, sumber data yang
digunakan adalah apa yang dikatakan orang, sehingga
metode penelitian yang digunakan adalah wawancara.
Wawancara etnografi merupakan upaya menggali data dari
informan. Namun demikian, ada beberapa aturan yang harus
dilakukan etnografer untuk menetapkan informan yang
bagaimana yang layak sebagai sumber data.
Spradley mengemukakan, bahwa meskipun hampir
semua orang dapat menjadi informan, tetapi tidak setiap
orang dapat menjadi informan yang baik dan layak. Ada lima
syarat minimal bagi seorang informan yang baik dan layak
badi penelitian etnografi, sebagaimana berikut ini.
a. Enkulturasi penuh; informan yang baik adalah yang
mengetahui secara baik budayanya tanpa harus
memikirkannya. Informan semacam ini melakukan segala
hal secara otomatis berdasarkan pengalamannya. Salah
satu cara untuk memperkirakan seberapa dalam seseorang
telah mempelajari suatu suasana budaya adalah dengan
menentukan rentang waktu (lamanya) orang itu dalam
situasi budaya itu. Seorang yang telah 25 tahun tinggal di
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
279
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
280
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
281
e. Mewawancarai informan
Spradley mengemukakan bahwa wawancara etnografis
merupakan jenis peristiwa percakapan yang khusus. Artinya,
peristiwa wawancara etnografis berlangsung dalam konteks
persahabatan, menggunakan sudut pandang penduduk asli,
dan memperhatikan tujuan etnografis dan pertanyaan etno-
grafis. Tujuan etnografis beserta penjelasannya harus di-
berikan sejak awal wawancara dilaksanakan agar wawancara
dapat terarah. Seorang informan harus mengetahui persis apa
tujuan wawancara dan apa yang harus dilakukan pada saat
wawancara beserta alat-alat apa yang akan digunakan dalam
wawancara, misalnya perekaman, demontrasi atau perminta-
an untuk memperagakan, dan pencatatan. Satu hal yang
terpenting adalah, penjelasan bahasa asli. Seorang etnografer
harus mendorong informan menggunakan cara yang sama
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
282
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
283
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
284
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
285
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
286
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
287
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
288
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
289
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
290
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
291
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
292
Menetapkan informan
Melakukan wawancara
Membuat Kesimpulan
Bagan 8
Model Analisis Etnografi Spradley Termodivikasi
terhadap Sastra Lisan
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
294
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
295
e. Menetapkan Informan
Penetapan seorang informan juga sangat penting
dalam proses penelitian. Dari informan itulah data penelitian
diperoleh. Informan dalam penelitian ini terdiri atas informan
utama dan informan-informan lain sebagai pendukung atau
pelengkap. Bahkan dalam konteks pendeskripsian dan peng-
inventarisasian satu versi sastra lisan dibutuhkan beberapa
informan untuk dibandingkan satu sama lain sehingga dapat
ditentukan satu versi yang sama. Dalam penelitian filologi
dikenal dengan metode stema. Namun demikian, dalam
penelitian ini bukan bertujuan menemukan hyperchetyp dan
archetyp sebagaimana dalam kerja filologi. Oleh karena itu,
proses pendeskripsian dan inventariasi tidak semendalam
kerja filologi tersebut.
Penetapan seorang informan menurut Spradley ber-
dasarkan pertimbangan-pertimbangan yang telah dikemuka-
kan terdahulu. Peneliti dapat mengunakannya untuk
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
296
f. Melakukan Wawancara
Banyak teknik wawancara yang dapat dilakukan
dalam penelitian. Namun demikian, dalam wawancara
etnografi teknik wawancara dapat menggunakan sistem snow
ball (bola salju). Artinya, wawancara dimulai dari satu
pertanyaan dan jawaban atas pertanyaan itu memunculkan
pertanyaan-pertanyaan lainnya hingga semua aspek yang
dibutuhkan terpenuhi. Wawancara etnografi memiliki waktu
yang panjang dan berulang-ulang. Setiap satu kali wawancara
akan dianalisis dan diinterpretasikan, yang selanjutnya akan
dilengkapi dan direncanakan wawancara selanjutnya.
Pembagian waktu wawancara dapat menggunakan tipe-tipe
wawancara etnografi yang telah dikemukakan di muka.
Wawancara pertama diawali dengan bentuk-bentuk
pertanyaan diskripsi, dilanjutkan wawancara selanjutnya
dengan tipe pertanyaan struktural dan kontras. Masing-
masing tipe pertanyaan tersebut dilakukan lebih dari sekali.
Itulah kenapa wawancara dilakukan dalam jangka waktu
yang lama dan berulang-ulang sehingga terkumpul data yang
lengkap.
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
298
h. Membuat Kesimpulan
Jika dirasa telah menemukan simbol-simbol budaya
dan diketemukan pula hubungan-hubungannya, selanjutnya
dilakukan interpretasi makna-makna simbol tersebut. Makna-
makna simbol-simbol budaya itulah yang kemudian disebut
dengan makna (pengalaman) budaya suatu masyarakat.
Makna-makna simbol tersebut kemudian dituangkan ke
dalam tulisan etnografis. Tulisan etnografi adalah deskripsi
tentang makna-makna budaya masyarakat yang digunakan
untuk menginterpretasikan dan mendefinisikan sastra lisan
sebagai landasan tindakan dan aktivitas budaya masyarakat
itu.Tulisan etnografis tersebut di dasarkan atas aspek-aspek
pengalaman atau aktivitas budaya masyarakat dalam
kaitannya dengan sastra lisan. Selanjutnya dirumuskan
sebuah kesimpulan dan temuan yang berupa konsep-konsep
dan proposisi-proposisi sebagai teori berdasarkan data (teori
grounded atau sustantif).
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
299
BAB 6
PROSEDUR
PENELITIAN SASTRA
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
301
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
302
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
303
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
304
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
305
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
306
Padamu Jua
Habis kikis
Hilang terbang
Pulang kembali aku padamu
Seperti dahulu
Kaulah kandil kemerlap
Pelita jendela di malam gelap
Melambai pulang perlahan
Sabar, setia selalu.
…………………
Amir Hamzah
Selamat Tinggal
Aku berkata
Ini muka penuh luka
Siapa Punya?
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
307
Chairil Anwar
Istri
Darmanto Jatman
SEPISAUPI
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
308
Sepisapa sepisaupi
Sepisapanya sepisaupi
Sepisanya sepikau sepi
Sepisaupa sepisaupi
Sepikul diri keranjang duri
……………..
Sutarji Choulsum B.
Keempat puisi di atas berbeda style-nya. Perbedaan itu
dapat dilihat pada penataan dan penciptaan sarana
retorikanya. Baik kata-kata yang dipilih, ungkapan, imaji, dan
gaya bahasanya. Karena memang, dalam hal style tak ada
yang sama di antara para penyair. Ia khas dan pribadi milik
penyair. Tapi penyair keempat puisi itu sama dalam hal
kesadarannya untuk menggunakan sarana puitika yang
mampu mewadahi perasaan, pemikiran, dan imajinasinya.
Dalam puisi Padamu Jua, Amir hamzah sangat tertib
dan selektif dalam memilih kata-katanya. Ia memilih kata-kata
yang memiliki persamaan bunyi (persajakan) agar puisinya itu
menimbulkan irama sebagaimana sebuah orkestra yang
melantunkan lagu bernada syahdu. Pasangan kata-kata: Habis
– kikis, hilang – terbang, kembali – seperti, padamu – dahulu,
kaulah – kandil – kemerlap, pelita – jendela, kemerlap – gelap,
pulang – perlahan, dan Sabar – setia – selalu, menimbulkan
irama ketika puisi itu dibaca. Sekaligus, pembaca akan
mampu merasakan irama dan nada perasaan penyairnya
ketika menulis puisi itu. Perasaan syahdu penyairnya mampu
dimunculkan oleh kata-kata yang dipilih. Begitu juga imaji
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
309
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
310
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
311
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
312
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
313
barulah terbit cahaya. Dari sebutir air mata itu pula muncul
sepasang manusia pertama…..
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
315
Temuan Kekhasan/Kemenonjolan
Bagan 9
Penetapan Obyek Penelitian
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
317
PENDEKATAN
TEORI
METODE
TEKNIK
Bagan 10
Struktur Kegiatan Penelitian Sastra
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
319
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
320
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
321
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
322
Judul Penelitian :
APLIKASI TEORI HEGEMONI ANTONIO GRAMSCI DALAM
KAJIAN SOSIOLOGI SASTRA TERHADAP NOVEL AROK DEDES
KARYA PRAMUDYA ANANTA TOER
Fokus Penelitian :
Ideologi yang sengaja disamarkan dalam novel Cala Ibi
karya Nukila Amal
Rumusan Masalah :
Ideologi apakah yang sengaja disamarkan pengarang
dalam novel Cala Ibi karya Nukila Amal
Desain Penelitian :
Pendekatan : Sosiologi Sastra
Teori : Teori Hegemoni Antonio Gramsci
Metode : Dialektik
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
324
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
325
*****
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
326
BAB 7
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
328
B. Kerangka Teori
Dalam paradigma Sosiologi Sastra terhimpun beberapa
teori tentang sosial sastra. Salah satu teori tersebut adalah
Strukturalisme Genetik. Teori inilah yang dipakai dalam
menganalisis karya puisi berjudul Istri karya Darmanto
Jatman. Teori dan pendekatan ini membawa metode
dialektika dalam implementasinya terhadap analisis karya
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
329
1. Strukturalisme Genetik
Strukturalisme Genetik muncul sebagai akibat
terabaikannya aspek sosial dan sejarah dalam kajian karya
sastra secara struktural. Meskipun peletak dasar teori ini
adalah Taine, namun dalam perkembangannya kemudian,
sebagai telaah sosiologis, dikembangkan oleh Lucien Goldman
di Perancis. Menurut Goldman, studi strukturalisme genetic
memiliki dua kerangka dasar. Pertama, hubungan antara
makna suatu unsure dengan unsure lainnya dalam suatu
karya sastra yang sama. Kedua, hubungan keduanya
membentuk jaringan yang saling mengikat. Karena itu,
seorang pengarang tidak mungkin mempunyai pandangan
sendiri. Pada dasarnya, pengarang akan menyarankan suatu
pandangan dunia suatu kolektif (dalam Endraswara,2008:56).
Karya sastra dipandang sebagai fakta kemanusiaan, produk
subjek kolektif, dan sebagai ekspresi pandangan dunia
pengarang sebagai subjek kolektif itu. Fakta kemanusiaan,
subjek kolektif, dan pandangan dunia inilah yang memediasi
hubungan antara sastra dan masyarakatnya.
Menurut strukturalisme genetik (Hudayat, 2007: 71),
karya sastra merupakan struktur yang terbangun atas dasar
bagian-bagian yang saling bertalian dan membentuk struktur
keseluruhan karya sastra itu. Struktur karya sastra itu hanya
dapat dipahami dengan baik dengan cara dialektik, yaitu
dengan bergerak secara bolak-balik dari bagian ke
keseluruhan dan dari keseluruhan kembali ke bagian. Gerakan
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
330
2. Metode Dialektik
Teori Strkturalisme Genetik menyarankan dalam
konsepnya suatu merode yang putar balik antara struktur
karya dan struktur social. Metode itu disebut dengan metode
dialektika. Penggunaan metode dialektika dalam pendekatan
Strukturalisme Genetik merupakan cara analisis yang dipakai
para penganut faham Marxis, sebagaimana yang dipakai
Gramsci. Dapat dikatakan, metode dialektika sebagai
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
331
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
332
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
333
C. Analisis
1. Struktur Puisi Istri karya Darmanto Jatman
Puisi merupakan sebuah struktur yang kompleks, maka
untuk memahaminya perlu dianalisis sehingga dapat
diketahui bagian-bagian serta jalinannya secara nyata
(Pradopo, 1999: 14). Struktur puisi merupakan suatu sistim
keseluruhan yang terdiri atas bagian-bagian yang secara
fungsional berhubungan dalam membentuk kualitas karya
sastra puisi. Roman Ingarden menganalisis norma-norma
puisi sebagai strata (lapis) puisi yang terdiri atas: lapis bunyi,
lapis arti, lapis dunia, dan lapis metafisis (dalam Pradopo,
1999: 14-15). Keempat strata norma puisi tersebut merupakan
unsur-unsur yang secara implisit dan eksplisit terdapat dalam
puisi sebagai suatu struktur. Strata norma inilah yang dipakai
di dalam ,menjelaskan struktur puisi Istri karya Darmanto
jatman berikut ini. Dalam aplikasinya mengalami perubahan
sebagai adaptasi konsep teoritis dalam analisis ini.
...…………….
Ia sisihan kita,
kalau kita pergi kondangan
Ia tetimbangan kita,
kalau kita mau jual palawija
.........................
..................
Isteri sangat penting untuk ngurus kita
Menyapu pekarangan
Memasak di dapur
Mencuci di sumur
Mengirim rantang ke sawah
Dan ngeroki kita kalau kita masuk angin
Ya. Isteri sangat penting untuk kita
.................
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
337
...................
Ia sisihan kita,
kalau kita pergi kondangan
Ia tetimbangan kita,
kalau kita mau jual palawija
Ia teman belakang kita,
kalau kita lapar dan mau makan
Ia sigaraningg nyawa kita,
kalau kita
Ia sakti kita !
..................
...........................
Seperti lidah ia di mulut kita
tak terasa
Seperti jantung ia di dada kita
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
338
tak teraba
...........................
Bait Kelima. Oleh karena itu, aku lirik dalam puisi ini
memperingatkan pembacanya agar waspada. Seorang suami
haruslah: / Tetap,madep, manteb/ Gemati, nastiti, ngati-
ati/.........(konsisten, jujur, mantab, setia, awas, dan hati-hati)
terhadap istrinya.
.....................
Supaya kita mandiri –
perkasa dan pinter ngatur hidup
Tak tergantung tengkulak, pak dukuh, bekel atau lurah
Seperti Subrada bagi Arjuna
makin jelita ia di antara maru-marunya
Seperti Arimbi bagi Bima
jadilah ia jelita ketika melahirkan jabang tetuka
Seperti Sawitri bagi Setyawan
Ia memelihara nyawa kita dari malapetaka.
Itu semua diharapkan aku lirik agar seorang istri tetap setia,
pandai, dan kuat seperti Sumbadra terhadap suaminya
(Arjuna), Arimbi terhadap suaminya (Bima), atau seperti
Sawitri terhadap Setyawan. Seorang istri adalah penjaga
suami dari mala petaka.
Bait Keenam. Aku lirik dalam bait keenam ini
menyampaikan pesannya agar suami menghormati istrinya
seperti (orang-orang Jawa dulu) menghormati Dewi Sri.
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
339
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
340
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
341
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
342
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
343
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
344
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
345
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
346
lambang, imaji, dan diksi dalam puisi begitu lekat dan kental
dengan suasana tradisi masyarakat Jawa.
Namun demikian, sikap tradisional yang dipegang oleh
pengarang bukanlah semata-mata kaku dan tertutup, melain-
kan sikap tradisional yang rasional dan terbuka. Ciri
pandangan semacam ini melekat pada golongan masyarakat
Jawa priyayi terpelajar. Golongan atau kelas sosial ini
terbentuk karena mobilitas sosial. Suatu golongan masyarakat
Jawa kelas atas yang terbentuk karena tingkat pendidikan
yang lebih tinggi dari kebanyakan. Oleh karena itu, ciri khas
golongan sosial ini lebih terbuka dan rasional dalam
menghadapi problema kehidupan. Berbeda dengan kelas
priyayi tradisional yang terbentuk karena status ―darah biru”
(bangsawan) dan kedudukannya dalam sistim pemerintahan
feodal (lihat Sartono Kartodirjo, dkk., 1993).. Kelas ini
cenderung kaku dan mempertahankan hubungan sosial
berdasarkan patron-klien dengan kelas sosial di bawahnya..
Jika dikaitkan dengan latar belakang biografi Darmanto
Jatman sebagai pengarang puisi ini, tampak keterkaitan yang
relatif pasti dengan kelas sosial yang tercermin dalam puisi
ini. Sebagai seorang Guru Besar di sebuah perguruan tinggi
dan penulis yang telah mapan di dalam sejarah kesusasteraan
Indonesia, Darmanto Jatman memperoleh kedudukan
sosialnya sebagai seorang pendidik dan intelektual terpelajar.
Dalam struktur sosial masyarakat Jawa, kedudukan Darmanto
Jatman tersebut tergolong dalam kelas priyayi. Dalam konteks
perkembangan modern, golongan ini kemudian disebut
priyayi terpelajar.
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
347
D. Simpulan
Simpulan yang dapat dirumuskan berdasarkan analisis
Strukturalisme Genetik terhadap puisi Istri karya Darmanto
Jatman adalah sebagai berikut.
1. Sebagai fakta kemanusiaan, puisi berjudul Istri karya
Darmanto Jatman mengungkapkan citra wanita Jawa yang
dipandang dan disikapi secara rasional oleh pengarang-
nya. Pengarang tidak sekedar menempatkan citra wanita
Jawa sebagai suatu mitos (mitos pengukuhan), tetapi juga
dipandang dalam perspekstif yang lebih rasional dan
terbuka. Sebagai mitos, citra wanita Jawa menurut konsep
budaya Jawa hanya terbatas pada peran dan tanggung
jawabnya. Tetapi dalam puisi ini, fakta kemanusiaan
tersebut mendapatkan pemahaman dan interpretasi yang
lebih baru sesuai dengan pandangan dan ideologi
pengarang.
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
348
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
349
*****
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
350
BAB 8
ANALISIS SEMIOTIK
DRAMA KAPAI-KAPAI KARYA ARIFIN C. NOER
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
351
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
352
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
353
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
354
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
355
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
356
B. Rumusan Masalah
Problematika kemiskinan yang diangkat dalam naskah
drama Kapai-Kapai ini merupakan fakta kemanusian yang
dipandang dari sudut keterhubungannya dengan struktur
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
357
C. Rancangan Penelitian
1. Paradigma Penelitian
Meskipun semiotik berada dalam peralihan antara
strukturalisme dengan pascastrukturalisme, tetapi kajiannya
masih kental ke dalam strukturalisme. Demikian juga, teori
ini mengambil dasar pemikiran strukturalisme dari para
peletak dasar teori strukturalisme. Dengan demikian, pe-
nelitian ini berada dalam wilayah paradigma strukturalisme.
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
358
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
359
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
360
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
361
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
362
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
363
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
364
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
365
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
366
D. Analisis
Berdasarkan kerangka teori di atas, analisis semiotik
terdiri atas dua tahap, yaitu tahap analisis sistem struktur
tanda semiotik tingkat pertama (denotatif/linguistik) dan
tahap analisis sistem struktur tanda tingkat kedua
(konotatif/semiotik). Pada tahap pertama dilakukan pem-
bacaan teks sastra secara heuristik untuk menemukan makna
linguistik. Oleh Barthes pemaknaan pada tahap ini merupa-
kan sistem lambang primer (teks sebagai bahasa). Sedangkan
pada tahap kedua dilakukan pembacaan hermeneutik untuk
menemukan makna konseptual (konotatif) sebagaimana yang
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
368
a. Unsur Penokohan
Sebagai Tanda Semiotik
Apabila dikelompokkan berdasarkan kategori penokoh-
an, sebagaimana yang dikemukakan dalam teori sastra (lihat
Waluyo, Herman J., 1994;, Burhan, 2000; dan Tarigan, Henry
Guntur, 1982), teks drama Kapai-Kapai karya Arifin C. Noer ini
memiliki tiga kategori. Pertama, tokoh sentral-protagonis yang
meliputi: Abu, Iyem, dan Gelandangan. Kedua, tokoh sentral-
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
369
1) Tokoh Sentral-Protagonis
Dari ketiga tokoh sentral-protagonis, tokoh Abu
memegang perananan yang sangat penting dalam
keseluruhan cerita. Tokoh ini merupakan tokoh utama di
mana cerita dan adegan dalam naskah ini mengarah pada
dirinya. Sedangkan Iyem dan gelandangan memiliki peranan
yang penting dalam kaitannya dengan tokoh Abu. Hubungan
ketiganya menyarankan hubungan paradigmatis; ketiga tokoh
tersebut memiliki kelas yang sama sebagaimana kelas tokoh
Abu.
Abu adalah seorang pesuruh kantor pada sebuah pabrik.
Sebagai seorang pesuruh, ia tempat umpatan, hinaan,
lemparan kesalahan, dan perlakuan yang tidak adil dari
majikannya.
2. Majikan : Abu!
Abu : (Diam)
Majikan : Anjing!
Abu : Ya, Tuan.
Majikan : Anjing!
Abu : Ya, Tuan.
Majikan : Anjing!
Abu : Ya, Tuan.
Majikan : Anjing!
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
371
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
372
Gemuruh mesin
Sebuah Kantor
Pekerja-pekerja
Suara-suara Bel
Majikan II : Jadi kau adalah……….
Abu : Ya, Tuan.
Majikan II : Kau jangan lupa. Kau adalah………..
Abu : Saya, Tua.
Majikan II : Apapun yang terjadi kau adalah…….
Abu : Saya, Tuan.
Majikan : Siapa namamu?
Abu : Abu, Tuan.
Majikan II : Bukan. Kau adalah…….
Abu : Saya, Tuan.
Majikan II : Hafalkan itu.
Abu : Saya, Tuan.
Majikan II : Bagaimana?
Abu : ………..
Majikan : bagus. Berapa jumlahnya?
Abu : Dua pendek satu panjang. (p.47-48)
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
374
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
376
2) Tokoh Sentral-Antagonis
Tokoh sentral-antagonis dalam naskah Kapai-Kapai karya
Arifin C. Noer terdiri atas: Emak, Majikan, dan Yang Kelam.
Ketiga tokoh ini adalah penentang terhadap tokoh Abu dan
Iyem. Emak dan Yang Kelam merupakan tokoh surealis.
Kehadirannya dalam cerita tidak dapat diidentivikasi secara
konkrit. Sedangkan Majikan merupakan tokoh realis; seorang
tokoh yang dapat diidentivikasi secara konkrit sebagai
majikan tempat Abu bekerja. Secara fungsional, ketiga tokoh
ini memiliki peranan yang sama sebagai penyebab pen-
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
377
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
378
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
379
1. Majikan : Abu!
Abu : Hamba, Tuan
Majikan : Bangsat kamu! Kerja sudah hampir tiga
tahun masih saja kamu melakukan
kesalahan yang sama. Lebih bodoh kamu
daripada kerbau! (Keluari)
Suara-suara hilang
Ia tersedu menangis (p.9-10)
2. Majikan : Abu!
Abu : (Diam)
Majikan : Anjing!
Abu : Ya, Tuan.
Majikan : Anjing!
Abu : Ya, Tuan.
Majikan : Anjing!
Abu : Ya, Tuan.
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
380
Majikan : Anjing!
Abu : Ya, Tuan.
Abu merangkak
Majikan : Ini pesangonmu! Keluar! Hancur
perusahaan! (p.45)
3) Tokoh Tambahan
Tokoh tambahan dalam naskah drama ini meliputi:
Bulan, Bel, Robot gelandangan, Burung, Katak, Rumput,
Embun, Air, Batu, Jangkerik, Kambing, Pohon, dan Kakek.
Keseluruhan tokoh tambahan ini keberadaannya dalam cerita
sebagai pendukung tokoh utama (Abu dan Iyem). Tokoh-
tokoh tambahan seperti: Burung, Katak, Rumput, Embun, Air,
Batu, Jangkerik, Kambing, dan Pohon, mewakili alam yang
berfungsi mendukung gambaran betapa tokoh utama
mengalami ketersesatan di dalam perjalanannya mencari
ujung dunia. Sedangkan Bel dan robot gelandangan
mendukung gambaran rutinitas kerja Abu sehari-hari.
Tokoh Bulan dan Kakek memiliki peranan yang relatif
penting dibandingkan dengan tokoh tambahan lainnya. Bulan
divisualkan sebagai seorang wanita yang lembut dan
pengayom bagi Abu dan Iyem. Dalam penderitaan dan
mimpi-harapan yang kosong, Bulan masih memberikan jalan
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
383
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
384
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
385
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
388
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
390
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
391
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
392
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
393
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
394
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
395
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
396
E. Simpulan
Beberapa simpulan yang dapat ditarik dari analisis
semiotik terhadap naskah Kapai-Kapai karya Arifin C. Noer
adalah sebagai berikut.
1. Naskah drama Kapai-Kapai karya Arifin C. Noer
merupakan sistem struktur tanda semiotik yang dibangun
atas hubungan antar-form di satu pihak dan hubungan
anatara form dan consept yang diwakili. Hubungan tanda-
tanda yang dibangun tersebut, menunjukkan ketiga
hubungan yang disarankan dalam kerangka teori semiotik
Roland Barthes: simbolik, paradigmatik, dan sintagmatik.
Ketiganya hadir menjadi suatu sistem struktur lambang
primer yang bermakna. Tokoh-tokoh yang diceritakan
dalam karya ini mengelompok dalam tiga kategori,
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
397
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
398
*****
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
399
DAFTAR KEPUSTAKAAN
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
401
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
402
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
403
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
404
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra
405
BIODATA PENULIS
Nama : SUHARIYADI
Pekerjaan : Staf Pengajar UNIROW Tuban
Alamat Kantor : Kampus UNIROW, Jl. Manunggal 61 Tuban
Telp. 0356 322233
Alamat Rumah : Perumahan Gedongombo E-25 RT 06/ RW 07
Kec. Semanding – Kab. Tuban
Seluler : 082142483537
E-mail : suhariyadi@gmail.com
SUHARIYADI
Pengantar Ilmu Sastra