Terbuat dari jenis kayu yang sama dengan kolom, yaitu kayu
ndrasi yang berbentuk papan atau lembaran. Masing-masing
papan ini diikat dengan tali retret yang terbuat dari ijuk atau
rotan.
Pintu terbuat dari kayu yang sudah tua berupa Jendela terbuat dari papan yang berukuran
dua lembaran kayu tebal yang masing-masing
8x30 cm. Dibuat miring 40 cm keluar
berukuran 5 x 40 cm. Tinggi pintu dibuat setinggi
mengikuti kemiringan dinding. Terdapat 8
orang dewasa dengan posisi kedua pintu
menghadap ke arah timur dan barat. buah jendela. 2 di bagian depan, 2 di
belakang, dan 4 di kanan kiri bangunan.
Tinggi pintu kira-kira 1,5 m hal ini membuat orang yang masuk ke dalam
harus menundukkan kepala dan jendela ukuran nya lebih kecil. Pintu
mempunyai daun jendela tunggal.
17
• Bagian dalam siwaluh jabu baik yang digunakan oleh rakyat biasa (Derip) maupun oleh
bangsawan tidak memiliki pembatas fisik yang memisahkan antara ruang satu
keluarga dan keluarga lainnya.
• Pemisah antara ruang yang berhadapan hanya dapur yang digunakan oleh setiap dua
keluarga yang berdekatan. Dengan demikian bangunan ini sepintas hanya terdiri dari
satu ruang besar yang ditempati oleh delapan keluarga, yang masing-masing
menempati daerah yang berukuran kurang lebih 4,00 x 4,00 m, sehingga merekan
dapat saling melihat.
• Meskipun setiap ruang ditempati oleh satu keluarga, namun pada dasarnya semua
ruang dapat digunakan untuk berbagai fungsi secara komunal tergantung dari
aktifitas yang sedang dilakukan, seperti untuk tempat makan, temapat tidur,
menerima tamu, dan lain sebagainya. Denah Aksonometri
Rumah Siwaluh Jabu
• Namun pada kenyataannya terdapat pembatas psikologis dan kultural yang sangat
tegas diantara ruang tersebut yang disertai dengan berbagai macam tabu yang
berlaku diantara keluarga sesuai dengan keyakinan dan adat.
25
26
ATAP
A. ORNAMEN KEPALA KERBAU
B. LUKISAN
C. ORNAMEN " PENGERET - RET "
DINDING
A. ORNAMEN " PENGERET-RET"
B. ORNAMEN MOTIF " EMBUN
SEKAWITEN"
DINDING
A. MOTIF "CUPING-CUPING"
27
Masyarakat Karo menganggap kerbau sebagai Di Tanah Karo, kerbau digunakan sebagai sarana transportasi, untuk
simbol kemakmuran. Pada masa lampau, membantu mengolah lahan pertanian, dan kotorannya dapat dijadikan
kebanyakan penilaian serta transaksi selalu pupuk. Tak hanya itu, hewan ini juga dikonsumsi dan digunakan sebagai
diputuskan berdasarkan pada nilai kerbau. Selain hewan kurban pada upacara adat baik itu pernikahan maupun kematian,
itu, dalam membedakan status sosial seseorang ornamen kepala kerbau yang terdapat pada ujung atap rumah adat
dapat dinilai berdasarkan jumlah kerbau yang siwaluh jabu ini memiliki makna sebagai tolak bala. Masyarakat Karo
dimilikinya mempercayai apa bila ornament kepala kerbau tersebut berada pada
ujung atap rumah mereka maka mereka akan terlindungi dari hal mistis.
28
DERPIH
PENGERET-RET CICAK
Dua kepalanya yang memiliki bentuk dan ukuran yang sama merupakan simbol
kejujuran masyarakat Karo, yaitu satu kata dengan perbuatan. Dua sisi kepala itu
sering dimaknai sebagai pertalian kekerabatan, atau lambang persatuan dan
lambang penyelesaian masalah dalam kehidupan sosial (runggu erbahan sada arih)
30
EMBUN SIKAWITEN
Embun sikawiten mengandung arti kemakmuran dengan adanya
pengertian embun beriring. Fungsinya tidak mengandung unsur mistis,
tetapi hanya sebagai hiasan. Ornamen ini dibuat secara berulang-ulang
untuk menghiasi bidang melenmelen. Pada ujung ikal terdapat hiasan
cekili kambing dan tulak paku sebagai unsur hiasan. Perpaduan sulur
dengan cekili kambing ini disebut embun sikawiten. Kedua ornamen ini
dibuat mendampingi motif Tapak Raja Sulaiman sebagai penambah
keindahan. Sering dipergunakan seniman sebagai hiasan pembagi
bidang simetris. Ornamen ini dianggap sebagai simbol keindahan,
kemakmuran dan tidak mengandung unsur mistik, tetapi hanya
berfungsi sebagai hiasan.
31
TERIMA KASIH