Anda di halaman 1dari 19

BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Klasifikasi Limfoma
Limfoma (kanker kelenjar getah bening) merupakan bentuk keganasan dari
sistem limfatik yaitu sel-sel limforetikular seperti sel B, sel T dan histiosit sehingga
muncul istilah limfoma malignum (maligna = ganas). Dalam kondisi normal, sel
limfosit merupakan salah satu sistem pertahanan tubuh. Sementara sel limfosit yang
tidak normal (limfoma) bisa berkumpul di kelenjar getah bening dan menyebabkan
pembengkakan. Sel limfosit ternyata tak cuma beredar di dalam pembuluh limfe, sel
ini juga beredar ke seluruh tubuh di dalam pembuluh darah karena itulah limfoma
bisa juga timbul di luar kelenjar getah bening. Dalam hal ini, yang tersering adalah
di limpa dan sumsum tulang. Selain itu, bisa juga timbul di organ lain seperti perut,
hati, dan otak.
Pengertian tentang limfoma maligna antara lain menurut Danielle, (1999)
bahwa limfoma adalah malignansi yang timbul dari sistem limfatik. Pengertian lain
tentang limfoma maligna  menurut Susan Martin Tucker, (1998) adalah suatu
kelompok neoplasma yang berasal dari jaringan limfoid. Sedangkan menurut
Suzanne C. Smeltzer, ( 2001), mengemukakan bahwa limfoma maligna adalah
keganasan sel yang berasal dari sel limfoid. Pengertian lain tentang limfoma
maligna menurut Doenges, (1999) adalah kanker kelenjar limfoid.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa limfoma maligna
adalah suatu jaringan tumor padat yang berasal dari sel limfoid dan bersifat ganas.
Berdasarkan gambaran histopatologisnya, limfoma dibedakan menjadi dua
jenis, yaitu :
a. Limfoma Hodgkin (LH)
Limfoma jenis ini memiliki dua tipe. yaitu tipe klasik dan tipe nodular
predominan limfosit, di mana limfoma hodgkin tipe klasik memiliki empat
subtipe menurut Rye, antara lain : Nodular Sclerosis, Lymphocyte
Predominance, Lymphocyte Depletion, Mixed Cellularity
b. Limfoma Non-Hodgkin (LNH)
Formulasi Kerja (Working Formulation) membagi limfoma non-hodgkin
menjadi tiga kelompok utama, antara lain :
- Limfoma Derajat Rendah
Kelompok ini meliputi tiga tumor, yaitu limfoma limfositik kecil, limfoma
folikuler dengan sel belah kecil, dan limfoma folikuler campuran sel belah
besar dan kecil
- Limfoma Derajat Menengah
Ada empat tumor dalam kategori ini, yaitu limfoma folikuler sel besar,
limfoma difus sel belah kecil, limfoma difus campuran sel besar dan kecil,
dan limfoma difus sel besar
- Limfoma Derajat Tinggi
Terdapat tiga tumor dalam kelompok ini, yaitu limfoma imunoblastik sel
besar, limfoma limfoblastik, dan limfoma sel tidak belah kecil.
Perbedaan antara LH dengan LNH ditandai dengan adanya sel Reed-Sternberg
yang bercampur dengan infiltrat sel radang yang bervariasi. Sel Reed-Sternberg
adalah suatu sel besar berdiameter 15-45 mm, sering berinti ganda (binucleated),
berlobus dua (bilobed), atau berinti banyak (multinucleated) dengan sitoplasma
amfofilik yang sangat banyak. Tampak jelas di dalam inti sel adanya anak inti yang
besar seperti inklusi dan seperti “Mata burung hantu” (owl-eyes), yang biasanya
dikelilingi suatu halo yang bening.

Gambar 1. Gambaran histopatologis (a) Limfoma Hodgkin dengan


Sel Reed Sternberg dan (b) Limfoma Non Hodgkin
B. Anatomi dan Fisiologi

ANATOMI SISTEM LIMFATIK

Sistem limfatik adalah suatu jalur tambahan dimana cairan dapat mengalir dari ruang
interstisial kembali ke aliran darah (guyton,1997). Melalui sistem ini, zat-zat dengan molekul
besar seperti protein dan lemak yang tidak dapat diserap secara langsung dari slauran cerna dapat
diangkut. Saluran limfe dari sistem limfatik ini juga sangat permeable terhadap pathogen-
patogen seperti bakteri, virus, parasit dan sel kanker sehingga melalui jalur ini pathogen tersebut
akan di keluarkan dalam bentuk hancur karena salah satu fungsi dari sistem ini adalah sebagai
sistem pertahanan tubuh.

Yang termasuk dalam sistem limfatik adalah pembuluh limfatik serta jaringan dan organ
limfatik.

a.pembuluh limfatik

Pembuluh Limfe mulai dari yang kecil yaitu kapiler limfe, yang ada pada semua jaringan
kecuali CNS, bone marrow dan jaringan yang tidak ada pembuluh darahnya seperti cartilago,
epidermis, dan cornea. Kelompok pembuluh limfe superficial ada di dalam dermis dan
hipodermis, sedangkan yang profunda ada di saluran tulang, otot, viscera, dan struktur dalam
lainnya.

Pembuluh limfatik meliputi

Kapiler limfatik
Kapiler limfatik adalah pembuluh limfatik terkecil yang berfungsi sebagai penerima
cairan limfe untuk pertama kalinya. Didalam tubuh, ada suatu pemuluh kapiler limfatik
yang berfungsi untuk penyerapan lemak, pembuluh kapiler ini disebut lacteal

Struktur dan lokasi dari pembuluh kapiler


a. Pembuluh limfatik pengumpul
Pembuluh limfatik pengumpul berfungsi sebagai penerima cairan limfe yang berasal dari
kapiler limfatik.
b. Limphonodus
Limphonodus ini berbentuk bulat-oval, bean shape dan berada di sepanjang pembuluh
limfe yang berfungsi untuk menerima cairan limfe untuk kemudian
disaring,menghancurkan bakteri, parasit dan mikroorganisme yang berbahaya bagi tubuh.

c. trunkus limfatikus
ada lima trunkus imfatikus besar yang ada di tubuh .
-lumbar trunk, berfungsi sebagai saluran dari cairan limfe yang berasal dari organ pelvic,
ovarium, testis, ginjal, kelenjar adrenal, ekstremitas bawah, pelvic dan dinding
abdominal.
-intestinal trunk,sebagai saluran limfe yang berasal dari organ –organ pencernaan yaitu
lambung, pancreas, limpa dan hati
-bronchomediastinal trunk, mengumpulkan cairan limfe yang berasal dari organ-organ
yang berada di toraks dan dinding thoraks
-jugularis trunk, saluran drainase untuk kepala dan leher
-Subclavian trunk, saluran limfe dari ekstremitas atas, dinding toraks yang superpisial,
dan dari kelenjar mamae
d. .ductus limfaticus, trunkus-trunkus yang ada kemudian terhubung dengan vena besar
yang berada di daerah thoraks atau bergabung pada pempuluh limfatik yang lebih besar
yang disebut ductus limfatikus

-sisterna chyle : suatu ductus yang terletak di bagian union dari lumbar trunk dan
mediastinal trunk berbentuk gelembung yang kaya akan lemak,

-thoracic duct : Ductus ini berjalan naik disepanjang vertebra dan verfungsi untuk
mengosongkan cairan limfe ke pembuluh vena. Ductus ini mendrainase sekitar tiga
perempat dari sistem limfaik tubuh. Trunkus yang aliran limfenya menuju ductus ini
adalah Truncus jugularis kiri dan trunkus subclavian kiri

-ductus limfatikus dextra : Truncus jugularis kanan, subclavia, bronchomediastinal


membentuk ductus limfaticus dextra yang bergabung dengan vena thoracica yang
menyuplai kepala kanan, ekstramitas atas bagian kanan, dan thorax kanan organ limfatik

Organ limfatik dibagi dibagi menjadi dua yaaitu organ limfatik primer dan skunder.organ
limfatik ini saling bekerjasama untuk membentk suatu pertahanan tubuh .

-organ limfatik primer, yang termasuk dalam kelomok ini adalah sum-sum tulang dan
timus. Sum-sum tulang adalah tempat hematopoeisis, terutama yang terkai dengan sisem
limfatik adalah limfosit B dan limfosit T. limfosit B diproduksi dan dimatangkan di sum-
sum tulang, sedangkan limfosit T diproduksi di sum-sum tulang dan dimatangkan di
tymus.
a.sum-sum tulang b.tymus

-organ limfatik sekunder, yang termasuk disini adalah limpa, kelenjar getah
bening , tonsil dan adenoids, apendiks dan peyer’s patches.

a.limpa b.limphonodus

a.adenoid dan tonsil


b.apendiks c. payer’s of patches

C. Etiologi Limfoma
Penyebab dari penyakit limfoma maligna masih belum diketahui dengan pasti. Ada
4 kemungkinan penyebabnya, yaitu : faktor keturunan, kelainan sistem kekebalan, infeksi
virus (HIV) atau bakteria (Helicobacter Pilori), virus human T-cell leukemia/lymphoma
(HTLV), Epstein-Barr virus (EBV), dan toksin lingkungan (herbisida, pengawet dan
pewarna kimia).
Dari keempat faktor diatas, terdapat faktor predisposisi yang memicu munculnya
limfoma pada seseorang, yaitu sebagai berikut :
1. Usia. Penyakit limfoma maligna banyak ditemukan pada usia dewasa muda
yaitu antara 18 – 35 tahun dan pada orang diatas 50 tahun
2. Jenis kelamin. Penyakit limfoma maligna lebih banyak diderita oleh pria
dibandingkan wanita
3. Gaya hidup yang tidak sehat. Risiko Limfoma Maligna meningkat pada orang
yang mengkonsumsi makanan tinggi lemak hewani, merokok, dan yang terkena
paparan UV
4. Pekerjaan. Beberapa pekerjaan yang sering dihubugkan dengan resiko tinggi
terkena limfoma maligna adalah peternak serta pekerja hutan dan pertanian. Hal
ini disebabkan adanya paparan herbisida dan pelarut organik.
D. Stadium Limfoma
Penyebaran Limfoma dapat dikelompokkan dalam 4 stadium. Stadium I dan II
sering dikelompokkan bersama sebagai stadium awal penyakit, sementara stadium III dan
IV dikelompokkan bersama sebagai stadium lanjut.
1. Stadium I : Penyebaran Limfoma hanya terdapat pada satu kelompok
yaitu kelenjar getah bening
2. Stadium II : Penyebaran Limfoma menyerang dua atau lebih kelompok
kelenjar getah bening, tetapi hanya pada satu sisi diafragma, serta
pada seluruh dada atau perut
3. Stadium III : Penyebaran Limfoma menyerang dua atau lebih kelompok
kelenjar getah bening, serta pada dada dan perut
4. Stadium IV : Penyebaran Limfoma selain pada kelenjar getah bening
setidaknya pada satu organ lain juga seperti sumsum tulang, hati,
paru-paru, atau otak
E. Tanda dan Gejala Limfoma
Tanda dan gejala dari limfoma dapat dibedakan berdasarkan klasifikasi dari
limfoma. Adapun tanda dan gejala :

1. Limfodenopati superficial. Sebagian besar pasien datang dengan pembesaran kelenjar getah
bening asimetris yang tidak nyeri dan mudah digerakkan (pada leher, ketiak atau pangkal
paha)
2. Demam
3. Sering keringat malam
4. Penurunan nafsu makan
5. Kehilangan berat badan lebih dari 10 % selama 6 bulan (anorexia)
6. Kelemahan, keletihan
7. Anemia, infeksi, dan pendarahan dapat dijumpai pada kasus yang mengenai sumsum tulang
secara difus
F. Patofisiologi dan Patogenesis Limfoma
Ada empat kelompok gen yang menjadi sasaran kerusakan genetik pada sel-sel tubuh
manusia, termasuk sel-sel limfoid, yang dapat menginduksi terjadinya keganasan. Gen-gen
tersebut adalah proto-onkogen, gen supresor tumor, gen yang mengatur apoptosis, gen yang
berperan dalam perbaikan DNA.
Proto-onkogen merupakan gen seluler normal yang mempengaruhi pertumbuhan dan
diferensiasi, gen ini dapat bermutai menjadi onkogen yang produknya dapat menyebabkan
transformasi neoplastik, sedangkan gen supresor tumor adalah gen yang dapat menekan
proliferasi sel (antionkogen). Normalnya, kedua gen ini bekerja secara sinergis sehingga proses
terjadinya keganasan dapat dicegah. Namun, jika terjadi aktivasi proto-onkogen menjadi onkogen
serta terjadi inaktivasi gen supresor tumor, maka suatu sel akan terus melakukan proliferasi tanpa
henti.
Gen lain yang berperan dalam terjadinya kanker yaitu gen yang mengatur apoptosis dan
gen yang mengatur perbaikan DNA jika terjadi kerusakan. Gen yang mengatur apoptosis
membuat suatu sel mengalami kematian yang terprogram, sehingga sel tidak dapat melakukan
fungsinya lagi termasuk fungsi regenerasi. Jika gen ini mengalami inaktivasi, maka sel-sel yang
sudah tua dan seharusnya sudah mati menjadi tetap hidup dan tetap bisa melaksanakan fungsi
regenerasinya, sehingga proliferasi sel menjadi berlebihan. Selain itu, gagalnya gen yang
mengatur perbaikan DNA dalam memperbaiki kerusakan DNA akan menginduksi terjadinya
mutasi sel normal menjadi sel kanker.

Bagan 1. Bagan patogenesis Limfoma

G. Pemeriksaan Penunjang Limfoma


Untuk mendeteksi limfoma harus dilakukan biopsi dari kelenjar getah bening yang
terkena, untuk menemukan adanya sel Reed-Sternberg. Untuk mendeteksi Limfoma
memerlukan pemeriksaan seperti sinar-X, CT scan, PET scan, biopsi sumsum tulang dan
pemeriksaan darah. Biopsi atau penentuan stadium adalah cara mendapatkan contoh
jaringan untuk membantu dokter mendiagnosis Limfoma.
Ada beberapa jenis biopsy untuk mendeteksi limfoma maligna, yaitu sebagai beikut :
1. Biopsi kelenjar getah bening, jaringan diambil dari kelenjar getah bening yang
membesar
2. Biopsi aspirasi jarum-halus, jaringan diambil dari kelenjar getah bening dengan
jarum suntik. Ini kadang-kadang dilakukan untuk memantau respon terhadap
pengobatan
3. Biopsi sumsum tulang di mana sumsum tulang diambil dari tulang panggul
untuk melihat apakah Limfoma telah melibatkan sumsum tulang
H. Penatalaksanaan Limfoma
Penatalaksanaan limfoma maligna dapat dilakukan melalui berbagai cara, yaitu sebagai
berikut :
a. Pembedahan
Tata laksana dengan pembedahan atau operasi memiliki peranan yang terbatas
dalam pengobatan limfoma. Untuk beberapa jenis limfoma, seperti limfoma
gaster yang terbatas pada bagian perut saja atau jika ada resiko perforasi,
obstruksi, dan perdarahan masif, pembedahan masih menjadi pilihan utama.
Namun, sejauh ini pembedahan hanya dilakukan untuk mendukung proses
penegakan diagnosis melalui surgical biopsy
b. Radioterapi
Radioterapi memiliki peranan yang sangat penting dalam pengobatan limfoma,
terutama limfoma hodgkin di mana penyebaran penyakit ini lebih sulit untuk
diprediksi. Beberapa jenis radioterapi yang tersedia telah banyak digunakan
untuk mengobati limfoma hodgkin seperti radioimunoterapi dan radioisotope.
Radioimunoterapi menggunakan antibodi monoclonal seperti CD20 dan CD22
untuk melawan antigen spesifik dari limfoma secara langsung, sedangkan
radioisotope menggunakan Iodine atau Ytrium untuk iradiasi sel-sel tumor
secara selektif. Teknik radiasi yang digunakan didasarkan pada stadium
limfoma itu sendiri, yaitu : Untuk stadium I dan II secara mantel radikal, Untuk
stadium III A/B secara total nodal radioterapi, Untuk stadium III B secara
subtotal body irradiation, Untuk stadium IV secara total body irradiation
Gambar 2. Berbagai macam teknik radiasi
c. Kemoterapi
Merupakan teknik pengobatan keganasan yang telah lama digunakan dan
banyak obat-obatan kemoterapi telah menunjukkan efeknya terhadap limfoma
d. Imunoterapi
Bahan yang digunakan dalam terapi ini adalah Interferon-α, di mana interferon-
α berperan untuk menstimulasi sistem imun yang menurun akibat pemberian
kemoterapi
e. Transplantasi sumsum tulang
Transplasntasi sumsum tulang merupakan terapi pilihan apabila limfoma tidak
membaik dengan pengobatan konvensional atau jika pasien mengalami pajanan
ulang (relaps). Ada dua cara dalam melakukan transplantasi sumsum tulang,
yaitu secara alogenik dan secara autologus. Transplantasi secara alogenik
membutuhkan donor sumsum yang sesuai dengan sumsum penderita. Donor
tersebut bisa berasal dari saudara kembar, saudara kandung, atau siapapun
asalkan sumsum tulangnya sesuai dengan sumsum tulang penderita. Sedangkan
transplantasi secara autologus, donor sumsum tulang berasal dari sumsum
tulang penderita yang masih bagus diambil kemudian dibersihkan dan
dibekukan untuk selanjutnya ditanamkan kembali dalam tubuh penderita agar
dapat menggantikan sumsum tulang yang telah rusak.
CONTOH KASUS
Tn. R umur 30 tahun menfeluh demam tidak turun-turun + sudah 4 hari, badan terasa
lemah, kurang nafsu makan dan sejak kurang lebih 2 bulan yang lalu sebelum masuk Rumah
sakit pertama kali disadarai ada benjolan di leher kiri berukuran sebesar telur ayam, padat
kenyal, makin lama makin membesar dan sering merasa sesak di tenggorokan,. Banyak
berkeringat di malam hari dan sulit menelan. Pasien mengatakan tidak pernah sakit seperti ini
sebelumnya. Pasien mengatakan tidak pernah mempunyai riwayat penyakit tekanan darah
tinggi, kencing manis, atau penyakit menular seperti TBC atau penyakit lain yang
menyebabkan harus Masuk rumah sakit. Penyakit yang pernah diderita hanya batuk pilek dan
panas biasa dan dengan berobat atau membeli obat kemudian sembuh.TTV: TD: 160/100
mmHg, SB: 38,5OC , RR: 26 x/m , N: 112 x/m.

 Diagnosa Keperawatan
1. Hyperthermia b.d tak efektifnya termoregulasi sekunder terhadap inflamasi
2. Perubahan perfusi jaringan b.d penurunan komponen selular untuk pengiriman
oksigen/nutrisi ke sel
3. Intoleran aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan
kebutuhan
4. Ketidakseimbangan nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh b.d tidak mampu
dalam memasukkan, mencerna, mengabsorpsi makanan karena factor biologi
5. Kurang pengetahuan b.d kurang terpajan informasi
 Perencanaan dan Intervensi Keperawatan
1. Hyperthermia b.d tak efektifnya termoregulasi sekunder terhadap inflamasi
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan suhu
tubuh klien turun / dalam keadaan normal dengan kriteria hasil :

 suhu tubuh dalam batas normal (35,9-37,5 derajat celcius)


Intervensi :

1. Observasi suhu tubuh klien


R : dengan memantau suhu tubuh klien dapat mengetahui keadaan klien dan juga
dapat mengambil tindakan dengan tepat

2. Berikan kompres hangat pada dahi, aksila, perut dan lipatan paha
R : kompres dapat menurunkan suhu tubuh klien
3. Anjurkan dan berikan minum yang banyak kepada klien (sesuai dengan
kebutuhan cairan tubuh klien)\
R : dengan banyak minum diharapkan dapat membantu menjaga keseimbangan
cairan dalam tubuh klien

4. Kolaborasi dalam pemberian antipiretik


R : antipiretik dapat menurunkan suhu tubuh

2. Perubahan perfusi jaringan b.d penurunan komponen selular untuk pengiriman


oksigen/nutrisi ke sel
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan klien
menunjukkan perfusi jaringan yang adekuat dengan kriteria hasil :

 Tanda-tanda vital stabil


 Membran mukosa warna merah muda
 Haluran urine adekuat
Intervensi :

1. Awasi tanda vital, warna kulit, membrane mukosa, dan dasar kuku
R : memberikan informasi tentang derajat keadekuatan perfusi jaringan dan untuk
intervensi selanjutnya

2. Tinggikan tempat tidur sesuai dengan toleransi


R : meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan
seluler

3. Berikan oksigen tambahan sesuai dengan indikasi


R : memaksimalkan transport oksigen ke jaringan

4. Kolaborasi dalam pemberian darah merah lengkap sesuai dengan indikasi dan
awasi secara ketat untuk komplikasi transfuse
R : meningkatkan jumlah sel pembawa oksigen dan juga untuk mengurangi resiko
pendarahan

3. Ketidakseimbangan nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh b.d tidak mampu


dalam memasukkan, mencerna, mengabsorpsi makanan karena faktor biologi
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selam 3 x 24 jam diharapkan
kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi dengan criteria hasil :

 Menunjukkan peningkatan berat badan/berat badan stabil


 Nafsu makan klien meningkat
 Klien menunjukkan perilaku perubahan pola hidup untuk
mempertahankan berat badan yang sesuai
Intervensi :

1. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai


R : mengidentifikasi defisiensi nutrisi dan juga untuk intervensi selanjutnya

2. Observasi dan catat masukan makanan klien


R : mengawasi masukan kalori

3. Timbang berat badan klien tiap hari


R : mengawasi penurunan berat badan dan efektivitas intervensi nutrisi

4. Berikan makan sedikit namun frekuensinya sering


R : meningkatkan pemasukan kalori secara total dan juga untuk mencegah
distensi gaster

5. Kolaborasi dalam pemberian suplemen nutrisi


R : meningkatkan masukan protein dan kalori

4. Intoleran aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan


kebutuhan
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan klien
dapat beraktivitas kembali dengan criteria hasil :

 Klien melaporkan peningkatan toleransi aktivitas


Intervensi :

1. Kaji kemampuan klien untuk melakukan tugas/aktivitas sehari-hari


R : untuk intervensi selanjutnya

2. Berikan lingkungan yang nyaman, pertahankan tirah baring bila diindikasikan


R : meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh

3. Tingkatkan tingkat aktivitas klien sesuai dengan toleransi


R : meningkatkan secara bertahap tingkat aktivitas sampai normal dapat
memperbaiki tonus otot/stamina

4. Anjurkan klien untuk menghentikan aktivitas bila pusing/kelemahan terjadi


R : Stress dapat menimbulkan dekopensasi/kegagalan
5. Kurang pengetahuan b.d kurang terpajan informasi
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan sela 1 x 24 jam diharapkan
diharapkan klien dan keluarganya dapat mengetahui tentang penyakit yang diderita
oleh klien dengan criteria hasil :

 Klien dan keluarga klien dapat memahami proses penyakit klien


 Klien dan keluarga klien mendapatkan informasi yang jelas tentang penyakit yang
diderita oleh klien
 Klien dan keluarga klien dapat mematuhi proses terapiutik yang akan
dilaksanakan
Intervensi :

1. Berikan komunikasi terapiutuk kepada klien dan keluarga klien


R : memudahkan dalam melakukan prosedur terpiutuk kepada klien

2. Berikan KIE mengenai proses penyakitnya kepada klien dan keluarga klien
R : klien dan keluarga klien dapat mengetahui proses penyakit yang diderita oleh
klien
Faktor Kelainan system Infeksi virus dan Toksin
keturunan kekebalan bakteri lingkungan

Infeksi
Kurang terpajan
Mutasi sel limfosit informasi
(sejenis leukosit)

Proses Inflamasi

Limfoma maligna Kurang


pengetahuan
Hyperthermia
(demam)

Tidak mampu dlm


Hiperkatabolik Mengenai
memasukkan, mencerna
sumsum tulang
mengabsorpsi makanan

Meningkatnya Kurang nafsu Anemia, pendarahan,


katabolisme makan infeksi

Keringat malam Intake makanan Penurunan Kelemahan,


kurang komponen keletihan
selular utk
pengiriman
oksigen/nutrisi
ke sel

Berat badan Ketidakseimban-


menurun gan antara suplai
oksigen dgn
kebutuhan
Ketidakseim-
bangan nutrisi Perubahan perfusi Intoleran
jaringan aktivitas

Anda mungkin juga menyukai