Anda di halaman 1dari 29

Fakultas Hukum

Universitas Diponegoro

TINJAUAN YURIDIS TENTANG


TERHAMBATNYA UPAYA PENYELESAIAN
PERKARA PELANGGARAN HAM YANG
BERAT PADA TAHAP PENYELIDIKAN
BERDASARKAN UNDANG-UNDANG
NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG
PENGADILAN HAM

DISUSUN OLEH:
31 Mei 2021 RAFI RIZTYAWAN ZHAFRAN (11000117130274)
BAGIAN HUKUM ACARA

DOSEN PEMBIMBING:
Dr. Bambang Dwi Baskoro, S.H., M.Hum.
Sukinta, S.H., M.Hum.

DOSEN PENGUJI:
Dr. Irma Cahyaningtyas, S.H., M.H.

Fakultas Hukum - Universitas Diponegoro


01 LATAR BELAKANG

RUMUSAN
02 MASALAH
TUJUAN, MANFAAT,
DAFTAR 03 DAN SISTEMATIKA
PENELITIAN

ISI 04 TINJAUAN PUSTAKA

METODE
05
PENELITIAN

HASIL PENELITIAN
06
DAN PEMBAHASAN

KESIMPULAN DAN
07
SARAN
01
LATAR
BELAKANG
1. Negara Republik Indonesia merupakan negara hukum sebagaimana yang dimuat dalam Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945
2. Dimasukkannya Hak Asasi Manusia dalam instrumen hukum Indonesia sejak tumbangnya masa pemerintahan Presiden
Soeharto pada tahun 1998
3. Dibentuknya Pengadilan HAM untuk mengadili pelaku pelanggaran HAM yang berat berdasarkan amanat Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM
4. Namun, sampai dengan saat ini dirasa Pengadilan HAM tidak berjalan dengan efektif
5. Sejak berdirinya Pengadilan HAM, hanya tiga peristiwa yang berhasil diadili
6. Terdapat setidaknya 12 kasus yang diduga sebagai pelanggaran HAM yang berat yang masih terombang-ambing nasibnya
pada tahap penyelidikan

Oleh karena itu, penulis tertarik membahas dan menganalisis permasalahan diatas yang berjudul:

“Tinjauan Yuridis tentang Terhambatnya Upaya Penyelesaian Perkara Pelanggaran HAM yang Berat
Pada Tahap Penyelidikan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan
HAM”
02
RUMUSAN
MASALAH
1 Bagaimanakah mekanisme penyelidikan perkara pelanggaran HAM yang berat berdasarkan

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM?

2
Apa faktor-faktor yang menjadi penghambat penyelesaian perkara pelanggaran HAM yang berat pada

tahap penyelidikan dan upaya-upaya untuk mengatasinya?


03
TUJUAN,
MANFAAT, DAN
SISTEMATIKA
PENELITIAN
TUJUAN MANFAAT SISTEMATIKA
PENELITIAN PENELITIAN PENELITIAN
BAB 1
Untuk mengetahui dan memahami mekanisme
1. Manfaat Teoritis PENDAHULUAN
penyelidikan perkara pelanggaran HAM yang
berat berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Penelitian ini dapat menjadi sumber
Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. informasi, menambah pustaka wawasan, BAB II
dan memberikan manfaat bagi ilmu
pengetahuan khususnya ilmu hukum TINJAUAN PUSTAKA
Untuk mengetahui dan memahami faktor-faktor
yang menjadi penghambat penyelesaian perkara
pelanggaran HAM yang berat pada tahap
2. Manfaat Praktis
Premiu
BAB III
It’s a gas giant and the
m
a. Diharapkan dapat memberikan METODE PENELITIAN
penyelidikan dan upaya-upaya untuk kontribusi pengetahuan pada biggest planet
mengatasinya. masyarakat umum dan menerangkan
bahwa terdapat banyak kasus
pelanggaran HAM yang berat yang BAB IV
sampai dengan saat ini masih HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
terhambat pada tahap penyelidikan.
b. Diharapkan dapat menjadi masukan
bagi penegak hukum di Indonesia
untuk mengkaji dan dapat
BAB V
meningkatkan efektivitas dalam upaya PENUTUP
menegakan HAM di Indonesia.
04
TINJAUAN
PUSTAKA
Hak Asasi Manusia (HAM): Pelanggaran HAM yang Berat dan Pengadilan HAM: Proses Penyelidikan
1. Pengertian HAM 1. Pengertian Pelanggaran HAM yang Berat
2. Sumber Hukum HAM 2. Pengadilan HAM
a. Kompetensi Relatif Pengadilan HAM
b. Kompetensi Absolut Pengadilan HAM
05
METODE
PENELITIAN
METODE SPESIFIKASI
PENDEKATAN PENELITIAN
Metode pendekatan yang digunakan
Spesifikasi penelitian adalah
adalah pendekatan hukum yuridis
deskriptif analitis
normatif

METODE ANALISIS DATA

Metode analisis data yang diperlukan


dalam penelitian ini adalah metode
kualitatif.
SUMBER DATA METODE
PENGUMPULAN
Sumber data yang digunakan adalah DATA
data sekunder
Metode pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini
menggunakan studi kepustakaan
(literature research),
06
HASIL PENELITIAN
DAN PEMBAHASAN
A. Mekanisme Penyelidikan Perkara Pelanggaran
HAM yang Berat
Adanya suatu peristiwa Ditindak lanjuti oleh Hasil yang didapatkan dipaparkan di
yang diketahui atau Subkomisi Pemantau Sidang Paripurna Komnas HAM*
*(Pasal 8 ayat (2) Peraturan Komnas HAM Nomor
diduga sebagai & Penyelidikan 002/KOMNAS.HAM/X/2010 tentang Prosedur Pelaksanaan
pelanggaran HAM yang Pemantauan dan Penyelidikan)

berat

Pemantauan Pemantauan
dianggap masih dianggap masih
kurang cukup

Dilakukan analisa lebih lanjut Dibentuknya Tim ad


oleh Tim Bentukan Sidang hoc penyelidikan
Paripurna*
*(Pasal 9 ayat (3) Peraturan Komnas HAM Nomor
002/KOMNAS.HAM/IX/2011)

Dikeluarkannya surat
keputusan ketua Komnas
Hasilnya dipaparkan kembali HAM agar penyelidikan
di Sidang Paripurna dapat dilakukan

Hasil analisis tidak Hasil analisis


terdapat dugaan terdapat dugaan Tim ad hoc wajib menyampaikan SPDPP
kepada Jaksa Agung selaku penyidik*
*(Pasal 19 ayat (2) UU Nomor 26 Tahun 2000)
1. Pelaksanaan Penyelidikan Projusticia Dalam
Perkara Pelanggaran HAM yang Berat

Tim ad hoc menyusun struktur Memanggil saksi


Mengumpulkan bukti
organisasi, kerangka kerja, dan Diterimanya berkas
permulaan yang cukup dengan
rencana kerja penyelidikan pengaduan
menjalankan wewenang

Melakukan Peninjauan
Lapangan

Melaksanakan kewenangan
berdasarkan perintah
sebagaimana yang diatur dalam
Pasal 19 ayat (1) huruf g UU
Nomor 26 Tahun 2000
2. Pasca Pelaksanaan Penyelidikan Projusticia
Dalam Perkara Pelanggaran HAM yang Berat
Belum terdapat bukti permulaan yang
cukup
Dikirimkannya seluruh
Tim ad hoc menganggap Yang akan menghasilkan
laporan hasil penyelidikan Dipaparkan hasilnya di Sidang
penyelidikan yang dilakukan
kepada seluruh anggota Paripurna Komnas HAM
telah memiliki bukti
Komnas HAM
permulaan yang cukup Terdapat bukti permulaan yang cukup

Disampaikannya kesimpulan hasil


penyelidikan yang diikuti dengan seluruh
Dikembalikannya seluruh hasil penyelidikan 7 hari setelahnya
berkas tersebut dengan kepada Jaksa Agung selaku penyidik
diberikan petunjuk-petunjuk (Pasal 20 ayat (2) UU Nomor 26 Tahun
dan diberikan jangka waktu 30 2000)
hari untuk melengkapinya*
Hasil penyelidikan masih kurang lengkap
*(Pasal 20 ayat (3) UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang
Pengadilan HAM)
Yang akan menghasilkan Jaksa Agung selaku penyidik mempelajari
hasil penyelidikan tersebut
Dilanjutkan ke tahap
selanjutnya, yaitu penyidikan Hasil penyelidikan sudah lengkap
B. Faktor-faktor yang Menjadi Penghambat Penyelesaian
Perkara Pelanggaran HAM yang Berat Pada Tahap
Penyelidikan dan Upaya-Upaya Untuk Mengatasinya
14 Peristiwa yang telah dilakukan penyelidikan oleh Komnas HAM

No Nama Peristiwa Wilayah Terjadinya Peristiwa

1. Peristiwa Timor Timur 1999 Timor-Timur

2. Peristiwa Tanjung Priok 1984 Jakarta Utara, DKI Jakarta

3. Peristiwa Abepura 2000 Papua

4. Peristiwa Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II Jakarta Barat dan Jakarta Selatan, DKI Jakarta

5. Peristiwa Kerusuhan Mei 1998 Lintas Provinsi

6. Peristiwa Wasior 2000-2001 & Wamena 2003 Papua & Papua Barat

7. Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa Lintas Provinsi


1998
No Nama Peristiwa Wilayah Terjadinya Peristiwa

8. Peristiwa Talangsari 1989 Lampung

9. Peristiwa 1965-1966 Lintas Provinsi

10. Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985 Lintas Provinsi

11. Peristiwa Simpang KKA 1999 Aceh

12. Peristiwa Jambu Keupok 2003 Aceh

13. Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998 Jawa Barat/Jawa Timur

14. Peristiwa Rumah Geudong 1989 Aceh

Sumber: Laporan Tahunan Komnas HAM 2019

Dari 14 peristiwa yang telah dilakukan penyelidikan, hanya terdapat 3 peristiwa yang
sampai pada tahap pemeriksaan di Pengadilan HAM
1. Bolak-baliknya berkas penyelidikan antara
Komnas HAM dan Jaksa Agung

Pasal 20 ayat (3) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM:

“Dalam hal penyidik berpendapat bahwa hasil penyelidikan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) masih kurang lengkap, penyidik segera mengembalikan hasil penyelidikan
tersebut kepada penyelidik disertai petunjuk untuk dilengkapi dan dalam waktu 30 (tiga
puluh) hari sejak tanggal diterimanya hasil penyelidikan, penyelidik wajib melengkapi
kekurangan tersebut.”
Syarat Materiil Belum terpenuhinya bukti permulaan yang
cukup

Syarat Formil Belum disumpahnya penyelidik Komnas HAM

Belum dibentuknya Pengadilan HAM ad hoc


atas peristiwa yang telah dilakukan
penyelidikan

Laporan hasil penyelidikan tidaklah sesuai


dengan Pasal 75 KUHAP
Upaya yang dapat dilakukan, diantaranya:

- Adanya tindakan Pra Penyidikan yang dilakukan oleh Jaksa Agung selaku penyidik
Pasal 1 angka 10 Peraturan Jaksa Agung Nomor Per-017/A/JA/07/2014 tentang Perubahan atas Peraturan Jaksa
Agung Nomor Per-039/A/JA/10/2010 tentang Tata Kelola Administrasi dan Teknis Penanganan Perkara Tindak
Pidana Khusus:
“Pra Penyidikan adalah tindakan Jaksa yang ditunjuk untuk mengikuti perkembangan penyelidikan Komnas HAM
dalam perkara pelanggaran HAM yang Berat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun
2000 tentang Pengadilan HAM menurut cara yang diatur dalam Peraturan Jaksa Agung ini.”

- Dilakukannya pertemuan secara intensif antara penyelidik dan penyidik

- Merevisi Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM

“Delays have been more injurious


than direct injustice” - William Penn
2. Inkonsistensi Tujuan Penyelidikan dan Ambiguitas
Frasa Bukti Permulaan yang Cukup Dalam
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang
Pengadilan HAM
Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 26 Tahun Penjelasan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Nomor 26 Tahun
2000 tntang Pengadilan HAM 2000 tentang Pengadilan HAM

“Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik - Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “bukti
untuk mencari dan menemukan ada tidaknya suatu permulaan yang cukup” adalah bukti permulaan
peristiwa yang diduga merupakan pelanggaran hak untuk menduga adanya tindak pidana bahwa
asasi manusia yang berat guna ditindaklanjuti dengan seseorang yang karena perbuatannya atau
penyidikan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut
Undang-Undang ini.” diduga sebagai pelaku pelanggaran hak asasi
manusia yang berat.
- ……..
- ……..

Hal ini membuat ‘titik fokus’ dari penyelidikan perkara pelanggaran HAM yang berat menjadi tidak konsisten atau
inkonsisten. Padahal dalam hal menentukan pelaku atau tersangka merupakan ruang lingkup yang diampuh oleh
Penyidik.
Frasa “Bukti Permulaan yang Cukup” menimbulkan ambiguitas karena
dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM
tidak tercantum maknanya secara eksplisit

Menurut Yahya Harahap, makna bukti permulaan yang cukup merujuk dan
harus sesuai pada ketentuan minimal dua alat bukti sebagaimana yang
tertuang dalam Pasal 183 KUHAP

Pasal 183 KUHAP:

“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan
sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana
benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.”
Upaya yang dapat dilakukan ialah:

- Adanya penegasan terkait dengan tujuan penyelidikan perkara pelanggaran HAM yang
berat
- Merevisi Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM
- Dilakukannya kesepakatan antara Komnas HAM selaku penyelidik dan Jaksa Agung
selaku penyidik

“Delays have been more injurious


than direct injustice” - William Penn
07
KESIMPULAN
DAN SARAN
Kesimpulan

Mekanisme penyelidikan perkara pelanggaran HAM yang berat berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000
tentang Pengadilan HAM diawali dengan tahapan Pra Pelaksanaan Penyelidikan. Kemudian, dilanjutkan dengan tahapan
Pelaksanaan Penyelidikan dan diakhiri dengan tahapan Pasca Pelaksanaan Penyelidikan. Pada tahapan Pasca Pelaksanaan
Penyelidikan ini, setelah penyelidik beranggapan bahwa sudah terdapat bukti permulaan yang cukup, maka penyelidik
menyerahkan hasil penyelidikan kepada Jaksa Agung selaku penyidik. Kemudian, Jaksa Agung mempelajari hasil tersebut yang
nantinya akan menghasilkan dua keputusan, yakni hasil penyelidikan masih kurang lengkap dan hasil penyelidikan sudah
lengkap.

Faktor-faktor yang menjadi penghambat upaya penyelesaian perkara pelanggaran HAM yang berat ialah bolak-baliknya berkas
penyelidikan antara Komnas HAM dan Jaksa Agung dan Inkonsistensi Tujuan Penyelidikan dan Ambiguitas Frasa Bukti
Permulaan yang Cukup Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Adapun upaya-upaya yang
dapat dilakukan ialah merevisi Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, mengupayakan dilakukannya
tindakan Pra Penyidikan oleh Jaksa Agung, dan dilakukannya pertemuan intensif antara kedua lembaga. Kemudian, untuk
upaya terkait dengan ambiguitasnya frasa bukti permulaan yang cukup tersebut adalah harus ditegaskan sebagai dua alat
bukti yang sah. upaya ini dapat dilakukan dengan merevisi Undang-Undang a quo atau dapat dilakukan dengan adanya
kesepakatan antara Komnas HAM dan Jaksa Agung.
Saran

Dilakukannya dekonstruksi terkait dengan hubungan antara Komnas HAM selaku penyelidik dan
Jaksa Agung selaku penyidik.

Mendorong pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dalam mengusulkan
perubahan atas Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM yang memuat
substansi bahwa diberikannya wewenang penyidikan dan penuntutan kepada Komnas HAM atau
setidak-tidaknya diberikan wewenang penyidikan.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai