Anda di halaman 1dari 28

PEMULIAAN TANAMAN

TEKNIK PEMULIAAN TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.)

Disusun oleh :

Vivi Novianti 150310033

May Tria Simbolon 180310001


Suryadi 180310005
Serly Renanda 180310019
Gusti Irawan 180310020
Cindy Septia 180310022
Eka Ayu Lestari 180310025
Muhammad Hadid Al Hafizh 180310025
Kelompok 1

AET 2

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

ACEH UTARA

2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ungkapkan kepada Allah swt. yang telah memberi
rahmat dan hidayah serta nikmat kesempatan yang diberikan kepada penulis
sehingga pembuatan makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Selanjutnya
salawat dan salam penulis sanjungkan kepada Rasulullah saw. beserta keluarga
dan para sahabat Beliau yang telah membawa umat manusia dari masa kebodohan
ke masa yang penuh dengan ilmu pengetahuan.

Makalah ini berisi pembahasan tentang teknik pemuliaan tanaman jagung,


makalah ini saya lengkapi dengan pendahuluan sebagai pembuka yang
menjelaskan latar belakang dan tujuan pembuatan makalah. pembahasan yang
menjelaskan tentang bagaimana asal usul tanaman jagung, morfologi bunga
tanaman jagung, metode pemuliaan tanaman jagung, dan bentuk persilangan
buatan tanaman jagung serta penutup yang berisi tentang kesimpulan yang
menjelaskan isi dari makalah saya. Makalah ini juga saya lengkapi dengan daftar
pustaka yang menjelaskan sumber dan referensi bahan dalam penyusunan.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, Untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1. Latar Belakang..............................................................................................1
1.2. Masalah.........................................................................................................2
1.3. Tujuan...........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
2.1. Asal-usul Tanaman Jagung...........................................................................3
2.2. Morfologi bunga tanaman jagung.................................................................5
2.3. Metode Pemuliaan Tanaman Jagung............................................................6
2.4. Persilangan Buatan Tanaman Jagung.........................................................16
BAB III PENUTUP.............................................................................................20
3.1. Kesimpulan.................................................................................................20
3.2. Saran............................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................22

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Jagung merupakan tanaman serealia yang paling produktif di dunia, sesuai
ditanam di wilayah bersuhu tinggi, dan pematangan tongkol ditentukan oleh
akumulasi panas yang diperoleh tanaman. Luas pertanaman jagung di seluruh
dunia lebih dari 100 juta ha, menyebar di 70 negara, termasuk 53 negara
berkembang. Banyak pendapat dan teori mengenai asal tanaman jagung, tetapi
secara umum para ahli sependapat bahwa jagung berasal dari Amerika Tengah
atau Amerika Selatan. Jagung secara historis terkait erat dengan suku Indian, yang
telah menjadikan jagung sebagai bahan makanan sejak 10.000 tahun yang lalu.
Penyebaran tanaman jagung sangat luas karena mampu beradaptasi dengan baik
pada berbagai lingkungan. Jagung tumbuh baik di wilayah tropis hingga 50° LU
dan 50° LS, dari dataran rendah sampai ketinggian 3.000 m di atas permukaan
laut (dpl), dengan curah hujan tinggi, sedang, hingga rendah sekitar 500 mm per
tahun (Dowswell et al. 1996).

Tanaman jagung (Zea mays. L) sangat bermanfaat sebagai makanan bagi


manusia dan hewan. Berdasarkan urutan bahan makanan pokok dunia, jagung
menduduki urutan ketiga setelah gandum dan padi. Sedangkan di Indonesia
jagung merupakan makanan pokok kedua setelah padi (Dinas Pertanian Tanaman
Pangan, 1995). Selain sebagai makanan pokok manusia, tanaman jagung juga
digunakan sebagai pakan ternak, terutama ternak unggas. Untuk memenuhi
kebutuhan pakan ternak, Indonesia menjadi salah satu negara pengimpor jagung.
Hal ini memacu Departemen Pertanian untuk berupaya meningkatkan produksi
dan produktivitas tanaman jagung (Suprapto dan Marzuki, 2004).

Produksi jagung Indonesia tahun 2007 sebesar 17,28 juta ton pipilan kering
atau naik dari tahun 2006 yaitu sebesar 11,61 juta ton. Luas panen jagung di
seluruh Indonesia diperkirakan sekitar 4,2 juta hektar dengan laju pertumbuhan

1
3,6% per tahun. Pusat produksi jagung di dunia tersebar di negara tropis dan
subtropis. Tanaman jagung tumbuh optimal pada tanah yang gembur, drainase
baik, dengan kelembaban tanah cukup, dan akan layu bila kelembaban tanah
kurang dari 40% kapasitas lapang, atau bila batangnya terendam air. Pada dataran
rendah, umur jagung berkisar antara 3-4 bulan, tetapi di dataran tinggi di atas
1000 m dpl berumur 4-5 bulan. Umur panen jagung sangat dipengaruhi oleh suhu,
setiap kenaikan tinggi tempat 50 m dari permukaan laut, umur panen jagung akan
mundur satu hari (Hyene 1987).

Kultivar unggul dapat diperoleh melalui kegiatan pemuliaan tanaman. Salah


satu langkah dalam kegiatan pemuliaan tanaman adalah perluasan keragaman
genetik melalui hibridisasi atau persilangan. Persilangan merupakan salah satu
upaya untuk menambah variabilitas genetik dan memperoleh genotipe baru yang
lebih unggul. Salah satu tipe persilangan yang sering dilakukan adalah persilangan
dialel (diallel cross). Persilangan dialel adalah persilangan yang dilakukan di
antara semua pasangan tetua sehingga dapat diketahui potensi hasil suatu
kombinasi hibrida, nilai heterosis, daya gabung (daya gabung umum dan daya
gabung khusus), dan dugaan besarnya ragam genetik dari suatu karakter
(Sujiprihati et.al, 2012).

1.2. Masalah
1) Bagaimana asal-usul tanaman jagung?

2) Bagaimana morfologi bunga tanaman jagung?

3) Bagaimana metode pemuliaan tanaman jagung?

4) Bagaimana persilangan buatan tanaman jagung?

1.3. Tujuan
1) Untuk mengetahui asal-usul tanaman jagung.

2) Untuk mengetahui seperti apa morfologi bunga tanaman jagung.

3) Untuk mengetahui apa-apa saja metode pemuliaan tanaman jagung.

4) Untuk mengetahui bentuk persilangan buatan tanaman jagung?

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Asal-usul Tanaman Jagung

Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang
terpenting, selain gandum dan padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di
Amerika Tengah dan Selatan, jagung juga menjadi alternatif sumber pangan di
Amerika Serikat. Penduduk beberapa daerah di Indonesia (misalnya di Madura
dan Nusa Tenggara) juga menggunakan jagung sebagai pangan pokok. Selain
sebagai sumber karbohidrat, jagung juga ditanam sebagai pakan ternak (hijauan
maupun tongkolnya), diambil minyaknya (dari biji), dibuat tepung (dari biji,
dikenal dengan istilah tepung jagung atau maizena), dan bahan baku industri (dari
tepung biji dan tepung tongkolnya). Tongkol jagung kaya akan pentosa, yang
dipakai sebagai bahan baku pembuatan furfural. Jagung yang telah direkayasa
genetika juga sekarang ditanam sebagai penghasil bahan farmasi.

Banyak pendapat dan teori mengenai asal tanaman jagung, tetapi secara
umum para ahli sependapat bahwa jagung berasal dari Amerika Tengah atau
Amerika Selatan. Jagung secara historis terkait erat dengan suku Indian, yang
telah menjadikan jagung sebagai bahan makanan sejak 10.000 tahun yang lalu.

 Teori Asal Asia

Tanaman jagung yang ada di wilayah Asia diduga berasal dari Himalaya. Hal ini
ditandai oleh ditemukannya tanaman keturunan jali (jagung jali, Coix spp.)
dengan famili Andropogoneae. Kedua spesies ini mempunyai lima pasang
kromosom. Namun teori ini tidak mendapat banyak dukungan.

3
 Teori Asal Andean

Tanaman jagung berasal dari dataran tinggi Andean Peru, Bolivia, dan Ekuador.
Hal ini didukung oleh hipotesis bahwa jagung berasal dari Amerika Selatan dan
jagung Andean mempunyai keragaman genetik yang luas, terutama di dataran
tinggi Peru. Kelemahan teori ini adalah tidak ditemukan kerabat liar jagung
seperti teosinte di dataran tinggi tersebut. Mangelsdorf seorang ahli biologi
evolusi yang mengkhususkan perhatian pada tanaman jagung menampik hipotesis
ini.

 Teori Asal Meksiko

Banyak ilmuwan percaya bahwa jagung berasal dari Meksiko, karena jagung dan
spesies liar jagung (teosinte) sejak lama ditemukan di daerah tersebut, dan masih
ada di habitat asli hingga sekarang. Hal ini juga didukung oleh ditemukannya fosil
tepung sari dan tongkol jagung dalam gua, dan kedua spesies mempunyai
keragaman genetik yang luas. Teosinte dipercaya sebagai nenek moyang
(progenitor) tanaman jagung.

Jagung telah dibudidayakan di Amerika Tengah (Meksiko bagian selatan)


sekitar 8.000-10.000 tahun yang lalu. Dari penggalian ditemukan fosil tongkol
jagung dengan ukuran kecil, yang diperkirakan usianya mencapai sekitar 7.000
tahun. Menurut pendapat beberapa ahli botani, teosinte (Zea mays sp.
Parviglumis) sebagai nenek moyang tanaman jagung, merupakan tumbuhan liar
yang berasal dari lembah Sungai Balsas, lembah di Meksiko Selatan seperti yang
di kemukakan oleh Weatherwax (1954, 1955) dan Mangelsdorf (1974), nenek
moyang tanaman jagung berasal dari tanaman liar di dataran tinggi Meksiko atau
Guatemala. Randolph (1959) mengemukakan bahwa nenek moyang tanaman
jagung berasal dari kerabat liar tanaman jagung. Bukti genetik, antropologi, dan
arkeologi menunjukkan bahwa daerah asal jagung adalah Amerika Tengah dan
dari daerah ini jagung tersebar dan ditanam di seluruh dunia.

4
Proses domestikasi teosinte telah berlangsung paling tidak 7.000 tahun yang
lalu oleh penduduk asli Indian, dibarengi oleh terjadinya mutasi alami dan
persilangan antarsubspesies, sehingga masuk gen-gen dari subspesies lain, di
antaranya dari Zea mays sp. Mexicana. Karena adanya proses persilangan alamiah
tersebut menjadikan jagung tidak lagi dapat hidup secara liar di habitat hutan,
karena memerlukan sinar matahari penuh. Hingga kini diperkirakan terdapat
50.000 varietas jagung, baik varietas lokal maupun varietas unggul hasil
pemuliaan. Sifat tanaman jagung yang menyerbuk silang memungkinkan
terjadinya perubahan komposisi genetik secara dinamis. Varietas lokal terbentuk
melalui proses isolasi genotipe yang mengalami aklimatisasi dan adaptasi
terhadap agroklimat spesifik.

2.2. Morfologi bunga tanaman jagung

Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies


Zea mays L. Secara umum klasifikasi dan sistematika tanaman jagung sebagai
berikut:

Kingdom: Plantae

Divisio : Spermatophyta

Classis : Monocotyledone

Ordo : Poales

Familia : Poaceae/ Gramineae

Genus : Zea

Spesies : Zea mays L. (Tjitrosoepomo, 2013).

Jagung merupakan tanaman berumah satu monoecious dimana letak bunga


jantan terpisah dengan bunga betina pada satu tanaman. Jagung termasuk tanaman
C4 yang mampu beradaptasi baik pada faktor-faktor pembatas pertumbuhan dan
hasil. Salah satu sifat tanaman jagung sebagai tanaman C4, antara lain daun
mempunyai laju fotosintesis lebih tinggi dibandingkan tanaman C3, fotorespirasi
rendah dan efisien dalam penggunaan air (Rinaldi, 2009) dalam (Fitriani, 2016)

5
Pada setiap tanaman jagung terdapat bunga jantan dan bunga betina yang
letaknya terpisah. Bunga jantan terdapat pada malai bunga di ujung tanaman,
sedangkan bunga betina terdapat pada tongkol jagung. Bunga betina ini biasanya
disebut tongkol selalu dibungkus kelopak-kelopak yang jumlahnya sekitar 6-14
helai. Tangkai kepala putik merupakan rambut atau benang yang terjumbai di
ujung tongkol sehingga kepala putiknya menggantung di luar tongkol. Bunga
jantan yang terdapat di ujung tanaman masak lebih dahulu daripada bunga betina.
Jagung memiliki buah matang berbiji tunggal yang disebut karyopsis. Buah ini
gepeng dengan permukaan atas cembung atau cekung dan dasar runcing. Buah ini
terdiri endosperma yang melindungi embrio lapisan aleuron dan jaringan perikarp
yang merupakan jaringan pembungkus (Warisno, 1998) dalam (Fitriani, 2016).

Gambar bunga tanaman jagung

2.3. Metode Pemuliaan Tanaman Jagung


Di Indonesia, jagung dibudidayakan pada lingkungan yang beragam. Luas
areal panen jagung sekitar 3,3 juta ha/tahun. Sekitar 80% dari areal pertanaman
jagung di Indonesia ditanami varietas unggul yang terdiri atas jagung bersari
bebas (komposit) dan hibrida masing-masing 56% dan 24%, sedang sisanya 20%

6
varietas lokal (Pingali, 2001). Berdasarkan data Nugraha et al. (2002), jagung
varietas unggul yang ditanam petani di Indonesia telah mencapai 75% (48% besari
bebas dan 27% hibrida). Dari data tersebut, nampak bahwa sebagian besar petani
jagung masih menggunakan benih jagung bersari bebas. Hal ini dilakukan oleh
petani dengan luas lahan terbatas dan pada daerah marjinal (kurang subur) karena
harga benih jagung bersari bebas yang lebih murah daripada harga benih hibrida,
atau karena benih hibrida sukar diperoleh terutama pada daerah-daerah terpencil.

Penanaman satu jenis varietas dalam skala luas dan secara terus menerus
menyebabkan penurunan hasil. Program pemuliaan diarahkan untuk menghasilkan
varietas yang beradaptasi spesifik untuk iklim dan lahan tertentu. Di samping itu,
pergiliran varietas perlu dilakukan untuk melestarikan efektifitas ketahanan
varietas terhadap hama/penyakit tertentu.

Varietas jagung yang dihasilkan dari perbaikan populasi perlu diuji di


daerah-daerah pertanaman jagung yang mempunyai agroklimat yang berbeda
untuk mengetahui tanggapannya pada berbagai lingkungan. Adanya interaksi
genotipe dengan lingkungan akan memperkecil kemajuan seleksi (Hallauer dan
Miranda, 1981). Untuk memperkecil pengaruh interaksi ini, evaluasi genotipe
perlu dilakukan pada dua lingkungan atau lebih. kaidah Hardy – Weinberg yang
dikenal dengan prinsip ”Keseimbangan Hardy – Weinberg” sebagai berikut:
”Frekuensi gen-gen dalam suatu populasi kawin acak yang jumlah anggotanya
tidak terhingga akan tetap konstan dari generasi ke generasi”. Keseimbangan ini
dapat berubah apabila terdapat seleksi, tidak terjadi kawin acak, migrasi, ada
mutasi dan jumlah tanaman sedikit. Ada beberapa tahap dalam pemuliaan
tanaman yaitu :

a. Pembentukan populasi dasar

Plasmanutfah merupakan sumber gen yang dapat dimanfaatkan untuk


meningkatkan keragaman tanaman, sehingga ada peluang untuk memperbaiki
karakter suatu populasi dan untuk membentuk varietas jagung. Tanpa adanya

7
plasmanutfah yang mengandung gen-gen baik, pemuliaan tanaman tidak dapat
maju.

Untuk memperbesar keragaman genetik perlu adanya introduksi varietas/galur


dari luar negeri dan koleksi dari pusat-pusat produksi di dalam negeri. Koleksi ini
harus tetap dilestarikan dan dilakukan karakterisasi sehingga sewaktu-waktu dapat
digunakan dalam program pemuliaan. CIMMYT (Mexico) merupakan sumber
utama plasma nutfah dengan potensi hasil yang tinggi dan tahan terhadap
beberapa penyakit daun. Dari koleksi plasma nutfah yang merupakan sumber gen
karakter tertentu, dikembangkan pool gen (gen pool) yang merupakan
campuran/komposit dari varietas-varietas bersari bebas, sintetik, komposit, dan
hibirida. Pool gen ini mengandung gen-gen yang diinginkan yang mungkin
frekuensinya masih rendah. Varietas atau hibrida hasil suatu program dapat
dimasukkan ke dalam pool yang telah ada (Subandi et al., 1988). Sebagai bahan
untuk pembentukan varietas sintetik diperlukan galur-galur inbrida yang memiliki
daya gabung baik sedangkan untuk varietas komposit diperlukan galur yang
berdaya gabung umum yang baik dan atau varietas yang memiliki variabilitas
genetik yang luas. Pembentukan populasi dasar didahului dengan pemilihan
plasma nutfah untuk menentukan potensi perbaikan genetik secara maksimum
sesuai dengan yang diharapkan dari program pemuliaan, sedangkan cara atau
prosedur pemuliaan yang dipakai menentukan berapa dari potensi maksimum ini
bisa dicapai.

b. Perbaikan berulang populasi dasar

Untuk mendapatkan populasi superior, perbaikan populasi dilakukan secara


kontinyu melalui perbaikan dalam populasi (Intra population improvement) dan
perbaikan antar poopulasi (interpopulation improvement). Seleksi dalam populasi
bertujuan memperbaiki populasi secara langsung, sedangkan seleksi antar
populasi bertujuan memperbaiki persilangan antar populasi atau memperbaiki
galur hibrida yang berasal dari dua populasi terpilih secara resiprok. Prinsip dasar
dalam perbaikan populasi, yaitu meningkatkan frekuensi gen baik (desirable
genes) sehingga akan meningkatkan rerata populasi untuk karakter yang
ditentukan. Seleksi berulang (Recurrent selection) digunakan dalam perbaikan

8
populasi, yang juga melibatkan seleksi generasi silang diri (selfing) akan
membantu meningkatkan toleransi terhadap inbreeding dan meningkatkan
kapasitas populasi untuk menghasilkan galur-galur yang lebih vigor dan unggul.
Beberapa peneliti telah melaporkan kemajuan seleksi pada jagung menggunakan
seleksi berulang bolak balik (resiprocal recurrent selection). Dari seleksi berulang
bolak balik ini Badan Litbang Pertanian telah menghasilkan tiga varietas unggul
jagung bersari bebas dan delapan hibirida.

c. Pembuatan galur untuk induk pembuatan hibrida, sintetik dari populasi


dasar yang telah diperbaiki.
Inbrida calon hibrida memiliki tingkat homozigositas tinggi. Inbrida jagung
biasanya diperoleh melalui penyerbukan sendiri (selfing) tetapi bisa juga
diperoleh melalui persilangan antar saudara. Inbrida dapat dibentuk melalui
varietas bersari bebas atau hibrida dan inbrida lain. Pembuatan inbrida dari
varietas bersari bebas atau hibrida pada dasarnya berupa seleksi tanaman dan
tongkol selama selfing. Seleksi dilakukan berdasarkan bentuk tanaman yang baik
dan ketahanan terhadap hama dan penyakit utama. Pembentukan inbrida dari
inbrida lain dibuat dengan jalan menyilangkan dua inbrida dan disebut seleksi
kumulatif. Seleksi selama pembentukan galur berikutnya lebih terbatas, yaitu
dalam batas-batas genotip tanaman S0 yang diserbukkan sendiri (Moentono,
1988). Seleksi selama pembentukan galur sangat efektif dalam memperbaiki sifat-
sifat galur inbrida, dan berfungsi memusnahkan galur-galur yang sulit
diperbanyak serta menghambat pembentukan benih.
Pembentukan varietas unggul jagung bersari bebas varietas komposit pada
dasarnya merupakan campuran berbagai macam bahan pemuliaan yang telah
diketahui potensi produksinya, umurnya, ketahanannya terhadap cekaman biotic
dan abiotik serta sifat-sifat lainnya. Dalam pembentukannya, biji dari berbagai
galur dan hibrida dicampur jadi satu dan ditanam beberapa generasi agar
penyerbukan silang terjadi dengan baik. Setelah 4-5 generasi seleksi dapat
dilakukan yakni setelah banyak kombinasi-kombinasi baru. Seleksi ini dilakukan
untuk peningkatan sifat populasi tersebut yang disebabkan peningkatan frekwensi
gen yang dikehendaki. Oleh karena terdiri dari campuran galur, varietas bersari

9
bebas dan hibrida, maka melalui kawin acak akan terjadi banyak kombinasi-
kombinasi baru. Dengan demikian varietas ini dapat bertindak sebagai kumpulan
gen (gene pool) yang amat bermanfaat bagi pemuliaan tanaman menyerbuk silang,
khususnya jagung.
Varietas hibrida adalah merupakan generasi pertama hasil persilangan
sepasang atau lebih tetua berupa galur inbrida, klon atau varietas bersari bebas
yang memiliki sifat unggul. Namun yang lebih banyak adalah persilangan antara
galur murni. Varietas hibrida dapat dibentuk baik pada tanaman menyerbuk
sendiri, maupun tanaman menyerbuk silang. Tanaman jagung merupakan tanaman
pertama yang menggunakan varietas hibrida secara komersial, yang telah
berkembang di Amerika Serikat sejak tahun 1930an (Hallauer 1987).

Ada beberapa metode seleksi pada pemuliaan tanaman jagung, berikut ialah
metodenya :

1) Seleksi Massa (Mass Selection)


Seleksi massa adalah pemilihan individu secara visual yang mempunyai
karakter-karakter yang diinginkan dan hasil biji tanaman terpilih dicampur untuk
generasi berikutnya. Seleksi massa tanpa ada evaluasi famili. Prosedur seleksi
massa tidak berbeda dengan seleksi massa untuk tanaman menyerbuk sendiri.
Seleksi massa merupakan prosedur yang sederhana dan mudah, sudah
dipraktekkan petani sejak dimulainya pembudidayaan tanaman. Seleksi massa
kemungkinan dapat dijadikan dasar untuk domestikasi tanaman menyerbuk silang
dan seleksi massa adalah dasar pemeliharaan bentuk asal (true type) dari spesies
tanaman menyerbuk silang, sebelum dikembangkan program perbaikan tanaman.

Musim I

Tanam populasi dasar dalam petak terisolasi yaitu tidak ada populasi lain
yang berbunga bersamaan pada jarak tertentu sehingga tidak terjadi kontaminasi
tepungsari. Gunakan kerapatan tanaman yang lebih rendah dari cara anjuran agar
genotipe dapat menunjukkan potensi yang maksimum, terutama untuk seleksi
hasil biji.

10
Pilih tanaman yang mempunyai karakter yang diinginkan. Pemilihan dapat
dilakukan bertahap, yaitu sebelum berbunga, setelah berbunga dan akhirnya pada
waktu panen hanya dipilih dari tanaman yang terpilih sebelumnya dan masih
menunjukkan karakter yang diinginkan. Biji hasil tanaman terpilih dicampur
menjadi satu untuk generasi berikutnya. Pencampuran dapat dilakukan dengan
mengambil jumlah yang sama untuk masing-masing tanaman terpilih agar semua
tanaman terpilih menyumbangkan frekuensi gamit yang sama.

Musim II

Prosedur pada musim I dilakukan kembali sampai beberapa musim, sampai


populasi mempunyai karakter pada tingkat yang diinginkan. Seleksi massa efektif
untuk karakter yang mempunyai heritabilitas tinggi artinya tidak banyak
dipengaruhi oleh faktor lingkungan, karena pemilihan hanya berdasarkan satu
individu pada satu lokasi dan satu musim.

Seleksi massa dilakukan berdasarkan satu tetua. Pada tanaman jagung


dipilih berdasarkan tetua betina, karena asal tetua betinanya diketahui d engan
pasti yaitu tanaman yang terpilih, sedang tetua jantan yaitu asal tepungsari yang
menyerbuki tanaman terpilih tidak diketahui. Untuk karakter yang dapat dipilih
sebelum berbunga, seleksi dapat dilakukan untuk kedua tetua, baik tetua jantan
maupun tetua betina. Tanaman yang tidak terpilih dibuang sehingga penyerbukan
terjadi antara tanaman terpilih atau dibuat persilangan buatan antara tanaman
terpilih. Seleksi berdasarkan kedua tetua akan memberikan kemajuan seleksi yang
lebih besar daripada seleksi berdasarkan satu tetua saja.

Pada seleksi ini pemilihan berdasarkan individu tanaman, sehingga apabila


lahannya mempunyai kesuburan yang tidak merata (heterogen) maka tanaman
yang terpilih belum tentu karena pengaruh genetik, sehingga salah pilih. Untuk
mengurangi faktor lingkungan ini Gardner et al. (1981) telah berhasil menaikkan
hasil biji jagung varietas Hays-Golden dengan total respon kenaikan 23% dari
populasi asal selama 10 generasi seleksi massa (di atas 10 tahun), dan respon tiap
generasi adalah 2.8%. Keberhasilan Gardner dengan menggunakan seleksi massa

11
terhadap hasil biji jagng tersebut, karena digunakannya beberapa tehnik untuk
memperbaiki efisiensi seleksi individu tanaman, yakni dengan cara:

 Seleksi dibatasi pada hasil saja, pengukuran yang lebih teliti pada biji-biji
yang telah dikeringkan sampai kadar air konstan.
 Lahan pertanaman berukuran 0.2 – 0.3 ha dipelihara dengan pemberian
pupuk, irigasi dan pengendalian gulma yang seragam untuk memperkecil
keragaman lingkungan. 
 Lahan percobaan dibagi menjadi petak-petak yang lebih kecil dengan
ukuran ± 4 x 5 m.  
 Petak-petak seleksi terdiri dari 4 baris masing-masing 10 tanaman. 
 Tekanan seleksi 10% dilakukan secara seragam pada 4000 – 5000
tanaman, yakni 4 tanaman unggul dipilih dari masing-masing petak kecil
yang terdiri dari 40 tanaman.

2) Seleksi Satu Tongkol Satu Baris (Ear-to-Row)

Seleksi satu tongkol satu baris pada jagung, sedang pada tanaman lain
disebut head-to-row, yakni satu malai satu baris. Merupakan “halfsib selection”
Bagan pemuliaan ini awalnya dirancang oleh Hopkins (1899) dalam Dahlan,
(1994) di Universitas Illinois untuk menyeleksi persentase kandungan minyak dan
protein yang tinggi maupun yang rendah pada jagung. Bagan seleksi ini
merupakan modifikasi dari seleksi massa yang menggunakan pengujian keturunan
(progeny test) dari tanaman yang terseleksi, untuk membantu/memperlancar
seleksi yang didasarkan atas keadaan fenotip individu tanaman.

Langkah-langkah pelaksanaan seleksi ear-to-row:

Musim I: Seleksi individu-individu tanaman berdasarkan fenotipnya dari populasi


yang beragam dan mengadakan persilangan secara acak. Setiap tanaman bijinya
dipanen terpisah.

12
Musim II: Sebagian biji dari masing-masing tongkol ditanam dalam barisan-
barisan keturunan yang terisolasi, dan sisanya disimpan. Seleksi setiap individu
fenotip tanaman yang terbaik pada baris keturunan dengan membandingkan baris-
baris keturunan.

Musim III: Biji-biji sisa dari tetua yang keturunannya superior dicampur untuk
ditanam di tempat yang terisolasi dan terjadi perkawinan acak.

Dalam pencampuran tersebut diseleksi lagi fenotip-fenotip individu


tanaman yang baik untuk diteruskan ke siklus berikutnya. Tanaman di dalam
baris-baris keturunan adalah saudara tiri (half sibs), dengan demikian metode ini
memasukkan pengujian tanpa ulangan dari keturunan-keturunan bersari bebas dari
tanaman terpilih. Karena kita memilih satu tongkol satu baris, maka
kelemahannya adalah kemungkinan terjadinya inbreeding cukup besar. Karena
satu tongkol menjadi satu baris yang dalam baris itu merupakan satu famili.
Timbulnya inbreeding ini mengurangi kemajuan genetik pada proses seleksinya.

3) Seleksi Pedigri (Pedigree Selection)

Musim 1

Tanam populasi dasar sekitar 3000 – 5000 tanaman. Pilih 300 – 400 tanaman yang
mempunyai karakter yang dikehendaki dan buat silangdiri untuk menghasilkan
galur S1. Panen terpisah tanaman hasil silangdiri yang masih mempunyai karakter
yang diinginkan.

Musim 2

Biji yang diperoleh pada musim 1 (S1) dari tiap tongkol ditanam satu baris
dengan ±25 tanaman. Seleksi secara fisual dilakukan antara famili dan dalam

13
famili (baris) yang tanamannya tegap, tidak rebah, bebas hama penyakit dan
sebagainya, dan pilih 3 - 5 tanaman dari baris yang terpilih untuk silangdiri. Panen
terpisah masing-masing tongkol, pilih 1 - 3 tongkol hasil silangdiri tiap baris
terpilih dan diperoleh biji S2.

Musim 3

Biji yang diperoleh pada musim 2 ditanam lagi biji dari tongkol hasil silangdiri
(S2) satu tongkol satu baris dengan 15-25 tanaman. Seleksi diteruskan antara baris
dan dalam baris. Pilih 3 - 5 tanaman dari baris yang terpilih untuk dibuat
silangdiri. Panen terpisah masing-masing tongkol dan diperoleh biji S3.

Musim 4

Biji yang diperoleh pada musim 3 hasil silangdiri (S3) yang terpilih tanaman lagi
seperti pada musim 3. Silangdiri dilakukan lagi sampai generasi keenam (S6)
untuk memperoleh galur yang mendekati homozigot. Pada pembuatan galur dapat
dilakukan seleksi terhadap hama dan penyakit utama dengan inokulasi/investasi
buatan.

4) Seleksi Curah (Bulk Selection)

Seleksi metode curah adalah prosedur dengan mencampur biji dengan


jumlah yang sama dari tongkol hasil silangdiri. Apabila dilakukan silang diri 300
tanaman ambil 4 biji dari tiap tongkol untuk ditanam lagi. Lakukan silangdiri lagi
300 tanaman yang dikehendaki dan ambil lagi 4 biji dari tiap tongkol dan
pekerjaan ini dilakukan 4 generasi dan galur S4 ini dievaluasi daya gabungnya.
Modifikasi dapat dilakukan dengan mengevaluasi daya gabung pada S1 dan galur

14
terpilih dilanjutkan silangdiri tetapi biji dari 1-3 tongkol dari hasil silangdiri
masing-masing galur terpilih dicampur dan silangdiri dilanjutkan sampai
mencapai homozigot. Seleksi curah dapat menghemat biaya dan dapat dilakukan
dengan banyak populasi sekaligus.

5) Seleksi Fenotip Berulang (Phenotypic Recurrent Selection)

Seleksi fenotip berulang adalah seleksi dari generasi ke generasi dengan


diselingi oleh persilangan antara tanaman-tanaman terseleksi agar terjadi
rekombinasi. Sparague and Brimhall (1952) telah menggunakan prosedur seleksi
ini dalam menaikkan kadar minyak yang tinggi pada varietas jagung ”Stiff Stalk
Synthetic”. Langkah-langkah pelaksanaan seleksi fenotip berulang adalah:
Musim I : Tanam ±100 tanaman S0 dan dilakukan persilangan sendiri (selfing)
bijinya diuji kandungan minyaknya.

Musim II : Seleksi 10% tongkol S1 dengan persentase minyak tertinggi ditanam


satu tongkol satu baris dan saling silang (Intercrossing). Biji-biji dengan jumlah
yang sama dari tiap tongkol dicampur untuk diseleksi pada generasi berikutnya.

6) Seleksi Berulang untuk Daya gabung Umum (Recurrent Selection for


General Combining Ability)

Seleksi ini awalnya disarankan oleh Jenkins dengan anggapan bahwa daya gabung
dapat ditentukan sejak dini. Prosedur seleksi sebagai berikut:

Musim I : Tanam populasi dasar dan pilih tanaman-tanaman yang mempunyai


karakter yang diinginkan. Lakukan persilangan sendiri (selfing) tanaman terpilih
tersebut untuk memperoleh galur S1. Saat panen hanya dipilih tanaman-tanaman
yang masih menunjukkan karakter yang diinginkan.

15
Musim II: Sebagian benih S1 digunakan untuk membuat persilangan antara galur
S1 dengan populasi asal. Populasi itu sendiri digunakan sebagai tetua penguji.
Sisa benih S1 disimpan untuk digunakan dalam rekombinasi.

Musim III: Evaluasi famili saudara tiri (silang puncak) yang diperoleh pada
musim kedua. Evaluasi dalam rancangan acak kelompok atau rancangan latis
umum (generalized lattice) dengan 2 – 4 ulangan pada 1 – 3 lokasi. Berdasarkan
evaluasi ini pilih famili superior.

Musim IV: Rekombinasi famili terpilih dengan menggunakan biji S1 hasil pada
musim pertama dengan cara perbandingan jantan betina untuk membentuk
populasi baru.

Musim V: Tanam populasi hasil rekombinasi pada musim 4 dan buat persilangan
sendiri seperti ada musim I untuk daur kedua.

7) Seleksi Silang Balik (Backcross)


Prosedur seleksi ini digunakan untuk memperbaiki galur yang sudah ada tetapi
perlu ditambah karakter yang lain seperti ketahanan terhadap hama penyakit.
Galur yang hendak diperbaiki yaitu tetua pengulang (recurrent parent) karakter-
karakternya tetap dipertahankan kecuali karakter yang hendak diintrogressikan
dari tetua donor. Galur A (tetua pengulang) disilangkan dengan galur donor X,
selanjutnya F1 atau F2 disilangkan kembali dengan galur A. Dengan beberapa
silang balik dengan galur A akan diperoleh galur A’ yang karakternya sama
dengan galur tetapi mengandung gen yang diinginkan yang berasal dari galur X.
Dalam silang balik harus jelas karakter yang diinginkan sehingga dapat diikuti
selama proses seleksi. Pada tanaman F1 mengandung 50% gen-gen galur A,
silang balik 1 (BC1) peluangnya 75%, bc2 meningkat menjadi 87,5%, bc3
peluangnya menjadi 93,75% dan bc4 meningkat peluangnya menjadi 96,875%.
Namun harus diikuti daya gabungnya jangan sampai berubah dari galur
pasangannya dalam pembuatan hibrida.

16
Gambar 2. Metode penyerbukan silang tanaman jagung

2.4. Persilangan Buatan Tanaman Jagung

Untuk melakukan penyerbukan buatan, maka perlu diperhatikan aspek


biologi tanaman jagung serta kontaminasi dari serbuk sari lain. Aspek
biologi mencakupi organ reproduksi pada jagung. Aspek biologi mencakupi
organ reproduksi pada jagung. Jagung merupakan tanaman berumah satu,
sehingga organ generatif jantan dan betina terpisah. Perakitan varietas tahan
melalui persilangan buatan dimulai dengan penyediaan tanaman dengan
keragaman genetik yang luas melalui persilangan (Hamid, 1989 ). Organ
generatif jantan disebut sebagai malai (tassel) merupakan organ yang berada
di ujung atas batang utama. Sedangkan organ generatif betina disebut sebagai
tongkol (ear) merupakan kumpulan dari sel telur yang tumbuh dari axil batang
utama. Pada ujung tongkol terdapat jaringan seperti rambut yang merupakan stili
dan stigma dari organ generatif betina atau bunga betina jagung. Setiap
rambut tersebut terhubung dengan satu sel telur yang siap dibuahi menjadi satu
bulir jagung (Acquaah, 2012).
Pembentukan varietas unggul baru melalui persilangan buatan yang memiliki
sifat ketahanan terhadap hama danpenyakit dapat dilakukan melalui hibridisasi
antarvarietasdengan ketahanan yang berbeda atau persilangan dengankerabat liar
yang memiliki gen ketahanan ( Rudi et al, 1996). Proses persilangan dapat
dilakukan pada tanaman jagung. Pada umumnya, karakter warna biji pada

17
tanaman jagung dapat memperlihatkan secara jelas adanya sifat-sifat dominan
maupun resesif. Pada dasarnya, persilangan tanaman jagung dapat membantu
menjelaskan gejala genetik berupa pengaruh gamet jantan atau ayah pada
endosperm tanaman induk. Ekspresi gen yang dibawa tetua jantan secara dini
sudah diekspresikan pada organ betina (buah) atau generasi berikut ketika masih
belum mandiri (embrio/ endosperm). Tujuan utama melakukan persilangan adalah
menggabungkan semua sifat baik ke dalam satu genotipe baru, memperluas
keragaman genetik, dan memanfaatkan vigor hibrid, serta menguji potensi tetua
(uji turunan).
Dari keempat tujuan utama ini dapat kita ketahui bahwa hibridisasi
memiliki peranan penting dalam pemuliaan tanaman, terutama dalam hal
memperluas keragaman dan mendapatkan varietas unggul yang diinginkan.
Seleksi akan efektif apabila populasi yang diseleksi mempunyai keragaman
genetik yang luas.inkan pengaruh langsung dari pembuahan berganda (double
fertilization) yang terjadi pada tumbuhan berbunga dan proses perkembangan
embrio tumbuhan hingga biji masak. Embrio dan endosperm merupakan hasil
penyatuan dua gamet (jantan dan betina) dan pada tahap perkembangan embrio
sejumlah gen pada embrio dan endosperm bereaksi dan mempengaruhi
penampilan biji, bulir serta buah. Perbedaan ini tidak banyak berpengaruh pada
kandungan gizi, tetapi lebih berarti dalam pengolahan jagung sebagai bahan
pangan. Terdapat 3 cara persilangan buatan pada tanaman jagung yaitu metode
kantong (tassel bag method), metode botol (bottle method), dan metode
pengaturan tanggal tanam (overall method).

1. Metode kantong (tassel bad method)


Bunga jantan maupun betina dibungkus sebelum mekar menggunakan kantong
kertas bertujuan agar serbuk sari/ pollen terkumpul di dalam kantong kertas
dan bunga betina tidak di serbuki dengan bunga jantan lain. Untuk bunga
betina (ear/tongkol), dikerodong sebelum kepala putik (rambut jagung)
keluar.Hari berikutnya tongkol diperiksa untuk melihat laju keluarnya rambut
jagung.Rambut jagung yang sudah tinggi dipotong menggunakan gunting
setinggi kurang lebih 1-2 centimeter di atas permukaan ujung klobot.Tongkol

18
yang seluruh rambutnya telah keluar dari klobot merupakan tongkol yang siap
diserbuki. Malai bunga jantan yang telah dikerodong dikumpulkan serbuk
sarinya untuk digunakan sebagai tetua jantan. Penyerbukan buatan dilakukan
dengan cara menaburkan serbuk sari di atas permukaan potongan rambut
jagung. Serbuk sari yang melekat pada kantong pembungkus adalah tanda-
tanda bahwa bunga jantan siap diserbukan. Setelah penaburan serbuk sari di
atas permukaan selesai, tongkol jagung kembali di tutup dengan kantong kertas
bertujuan agak tongkol yang telah kita serbuki tidak terserbuki kembali oleh
serbuk sari tanaman jagung yang lain. Kantong kertas tersebut di beri label
perlakuan yang di lakukan, tanggal dan waktu perlakuan, serta pelaku yang
melakukan perlakuan, agar tidak tertukar dengan perlakuan yang lain.
2. Metode botol (Bottle Method)
Metode botol ( bottle method ) merupakan metode modifikasi dari metode
pertama. Pada metode ini, malai bunga jantan yang telah keluar dipotong
menggunakan gunting kemudian dimasukkan ke dalam larutan bisulfit
(1:2000) agar tidak mengalami pembusukan (mencegah kekeringan dan
pembusukan oleh bakteri). Apabila malai sudah mekar (serbuk sari
menghambur), maka malai dibungkus bersama-sama dengan tongkol dalam
satu kerodong/kantong.
3. Metode pengaturan tanggal tanam (Overall Method)
Pada metode pengaturan tanggal tanaman (overall method) tanaman yang akan
disilangkan ditanam berdekatan atau di dalam pot. Saat penanaman diatur
sedemikian rupa dengan memperhatikan umur berbunga masing-masing tetua
sehingga keluarnya tongkol tetua betina bersamaan dengan keluarnya malai
tetua jantan. Tanaman tetua betina dan jantan yang siap melakukan
penyerbukan kemudian didekatkan dan dibungkus dalam satu kerodong.

Bulir jagung memiliki beberapa bagian jaringan, sebagian besar jaringan yang
memberikan pengaruh terhadap fenotipe adalah endosperm termasuk lapisan
luarnya (aleuron). Hal tersebut dikarenakan endosperma merupakan % dari
kandungan bulir sehingga sifatnya akan mendominasi kenampakan dari bulir
tersebut. Endosperma (sering disebut sebagai saudara kembar dari embrio)
merupakan hasil dari pembuahan ganda yang dihasilkan dari proses

19
penyerbukan. Dengan demikian, sifat dari bulir tersebut dapat dijadikan
sebagai penanda keberhasilan persilangan. Seperti yang kita ketahui bahwa
kenampakan dari bulir jagung sangat beragam. Sifat yang sangat terlihat adalah
warna serta kandungan gula dalam endosperma. Kandungan dalam
endosperma tersebut akan menghasilkan kenampakan yang berbeda.
Kandungan tersebut dipengaruhi pula oleh beberapa alel misal alel Su dan Sh.
Alel su (sugary) dan sh (shrunken) diyakini mempengaruhi kadar manis dalam
bulir jagung. Alel su dalam keadaan homozigot resesif memberikan fenotipe
berupa bulir keriput dan tembus pandang. Sedangkan alel sh memberikan
fenotipe bulir gembung, bening, rasa yang manis dan akan berubah menjadi
bersudut dan getis saat kering (Syukur dan Rifianto, 2013). Keberadaan Su
dominan akan menghasilkan jagung yang normal (tidak mengkerut).

20
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang
terpenting, selain gandum dan padi. Banyak pendapat dan teori mengenai asal
tanaman jagung, tetapi secara umum para ahli sependapat bahwa jagung berasal
dari Amerika Tengah atau Amerika Selatan. Jagung secara historis terkait erat
dengan suku Indian, yang telah menjadikan jagung sebagai bahan makanan sejak
10.000 tahun yang lalu.
Bunga jagung tergolong bunga tidak lengkap karena struktur bunganya
tidak mempunyai petal  dan sepal dimana organ bunga jantan (staminate) dan
organ bunga betina (pestilate ) tidak terdapat dalam satu bunga disebut berumah
satu. Bunga yang dimiliki oleh tanaman jagung terdiri atas bunga jantan dan
bunga betina, yang masing-masing terpisah atau diklin dalam satu tanaman atau
monoecious. Bunga jantan tumbuh di bagian puncak tanaman atau pada   malai  
bunga   di   ujung tanaman berupa karangan bunga (inflorescence), yang ditandai
dengan adanya rambut atau tassel dan bunga betina terletak di ketiak daun dan
akan mengeluarkan stil dan stigma. Bunga betina tersusun dalam tongkol yang
tumbuh diantara batang dan pelepah daun Bunga betina ini biasanya disebut
tongkol selalu dibungkus kelopak-kelopak yang jumlahnya sekitar 6-14 helai.
Pada  umumnya, satu tanaman hanya dapat menghasilkan satu tongkol produktif
meskipun memiliki sejumlah bunga.
Ada beberapa tahap dalam pemuliaan tanaman yaitu: pembentukan
populasi dasar, perbaikan berulang populasi dasar, pembuatan galur untuk induk

21
pembuatan hibrida, sintetik dari populasi dasar yang telah diperbaiki, Untuk
melakukan penyerbukan buatan, maka perlu diperhatikan aspek biologi
tanaman jagung serta kontaminasi dari serbuk sari lain. Aspek biologi
mencakupi organ reproduksi pada jagung. Terdapat 3 cara persilangan buatan
pada tanaman jagung yaitu metode kantong (tassel bag method), metode botol
(bottle method), dan metode pengaturan tanggal tanam (overall method).

3.2. Saran
Materi dan pembelajaran tentang teknik pemuliaan tanaman jagung ini
memiliki ruang lingkup yang sangat luas, untuk itu diperlukan pemahaman dan
wawasan yang lebih dalam. Teori-teori dan materi tentang teknik pemuliaan
tanaman jagung yang digunakan masih terlalu sedikit sehingga diperlukan
referensi yang lebih banyak lagi.

22
DAFTAR PUSTAKA

Acquaah, G. 2012. Breeding Corn in Principles of Plant Genetics and Breeding,


Second Edition. John Wiley & Sons, Ltd., Chichester.

Biologi.2015.Morfologi Bunga Jagung.Ilmubiologi.com/morfologi-bunga-


jagung.Diakses tanggal 8 Mei 2020.

Dahlan, M.M., 1994. Pemuliaan tanaman. Diktat Bahan Kuliah Pemuliaan


Tanaman. Fakultas pertanian. Universitas Putra Bangsa Surabaya. 95p. 

Dowswell, C.R. R.L.Paliwal, and R.P.Cantrell. 1996. Maize in The Third World.
Westview Press.

Fitrianti, Irma. 2016. Uji Konsentrasi Formulasi Bacillus Subtilis Bnt8 Terhadap
Pertumbuhan Benih Jagung (Zea Mays L.) Secara In Vitro . Skripsi tidak
diterbitkan. Makasar. Uin Alauddin Makassar.

Gardner, E.J. and D.P. Snusta. 1981. Principles of Genetic. Six Edition. John
Wiley and Sons. New York.

23
Hallauer, A. R. and J.B. Miranda Fo. 1981. Quantitative genetics in Maize
Breeding. Iowa State Univ. Press, Ames.

Hamid, A. 1989. Pemuliaan pada tanaman lada. Makalah padaLatihan Teknik


Pemuliaan Tanaman dan Hibrida di Balittrodan Balittan Sukamandi. 8 hlm

Hyene, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia-I. Bogor: Balai Penelitian dan


Pengembangan Kehutanan, Departemen Kehutanan Bogor. Bogor

Mangeldorf, P.C. 1974. Corn, its Origin, Evolution and Improvement. Cambridge,
MA, USA, Belknap Press, Harvard University Press.

Moentono, M.D. 1988. Pembentukan dan produksi benih varietas hibrida.


Jagung.Pustlitbangtan, Bogor.

Nugraha, U.S., Subandi, A. Hasanuddin dan Subandi. 2002. Perkembangan


teknologi budidaya dan industri benih jagung. Dalam: Kasryno et al., (eds.)
Ekonomi Jagung Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Deptan. P. 37-72.

Pingali, P. 2001. World Maize Facts and Trends. Meeting World Maize Needs:
Technological Opportunities and Priorities for the Public Sector 1999/2000.
Mexico, D.F. : CIMMYT.

Rudi, T.S., N. Bermawie, B. Martono, Dan Syafaruddin. 1996.Peningkatan


resistensi tanaman lada melalui hibridisasi.Laporan Teknis Penelitian,
Bagian Proyek Tanaman Rempahdan Obat Tahun 1996/1997 II: 113-
134. Balai PenelitianTanaman Rempah dan Obat, Bogor.

Sriani Sujiprihati, Sriani; Syukur, Muhammad; Andi, Makkulawu Takdir dan


Neni, Iriany R. 2012. Perakitan Varietas Hibrida Jagung Manis Berdaya
Hasil Tinggi dan Tahan Terhadap Penyakit Bulai. Jurnal Ilmu Pertanian
Indonesia (JIPI), Desember 2012 Vol. 17 (3): 159165.

Subandi, M. Ibrahim, dan A. Blumenshein. 1988. Koordinasi Program Penelitian


Nasional : JAGUNG. Puslitbangtan, Bogor.

24
Suprapto, & Marzuki. 2005. Botani Tanaman Jagung. Sumatera Utara:
Universitas Sumatera Utara Press.

Syukur, M dan A. Rifianto. 2013. Jagung Manis. Penebar Swadaya, Jakarta.

Weatherwax, P. 1954. Indian corn in old America. New York, NY, USA,
MacMillian Publishing.

Weatherwax, P. 1955. History and Origin of corn. I. Early history of corn and
theories as to its origin. In G.F. Sprague, ed. Corn and Corn Improvement, 1
st ed., p. 1-16. New York, NY, USA, Academic Press.

25

Anda mungkin juga menyukai