Anda di halaman 1dari 115

Volume XVII

Edisi II
SARGA Jurnal Ilmiah Fakultas Teknik
Bulan Nopember Universitas 17 Agustus 1945 (UNTAG)
Tahun 2010 Semarang

Fakultas Teknik Pola Tata Ruang Desa Adat di Bali ~


Ir. Anwar, MT.
UNTAG
Semarang Bentuk “Atap Rumah” Pada Seni Bangunan Jawa~
Ir. Budi Adi Slamet.

Eksotika Arsitektur Vernakuler Cina Lasem ~


Penerbit : Ir. Djoko Dharmawan, M.T.
Lembaga Penerbitan
Fakultas Teknik Penataan Tata Ruang Wilayah Pesisir ~
Ir. Soemarwanto, MT.
UNTAG SEMARANG
Memadukan Potensi Kota dan Sejarah Pada Malaka World Herritage ~
Ir. Eko Nursanty, MT.

ISSN : Proses Perencanaan Desain Taman Kota dan Ruang Publik ~


Ir. Loekman Mohammadi, M.Sc.
0853-4748
Pengaruh Rejim Aliran Terhadap Model Koefisien Pindah Massa Pada Proses Ekstraksi Cair-cair
dalam Kolom Isian ~
Dr. Ir. Priyono Kusumo, MT.

Rekayasa Proses Pengering Endless Chain Vacuum (ECV) Sebagai Alternatif Peningkatan
Senyawa Polifenol Pada Produksi The Hijau Berkatekin Tinggi ~
Ir. Mega Kasmiyatun, MT

Pengolahan Limbah Cair Industri Tapioka Menjadi Sumber Energi Alternatif Bio-
Etanol Menggunkana Zeolit Sebagai Molecular Sieve ~
Ir. Retno Ambarwati SL,MT., Santa Monica, Yanastri Putri.D

Foto by, Tim KKL Porsibeta. Lokasi : Forbidden City - BeiJing

i
MAJALAH ILMIAH TEKNIK – VOLUME XVII - EDISI 2 - BULAN NOPEMBER 2010

SARGA merupakan Jurnal Teknik yang diterbitkan oleh Fakultas Teknik Universitas 17 Agustus 1945
(UNTAG) Semarang, sebagai media publikasi ilmiah. Sajian tulisan dalam Jurnal Teknik ini dimaksudkan agar
komunikasi antar pakar ataupun insane akademik selalu terjadi dan terakomodasi, sehingga akan terwujud
perkembangan IPTEK sesuai dengan tuntutan pembangunan.

Ketentuan penulisan naskah;

1. Tulisan merupakan naskah asli dan belum pernah dimuat atau diterbitkan pada media lain,
2. Naskah ditulis dengan tata bahasa ilmiah menggunakan bahasa Indonesia ataupun bahasa Inggris,
3. Naskah diketik rapi 1,5 spasi dengan model huruf “Times New Roman 12” atau “Arial 11”,
4. Jumlah halaman naskah minimal 15 halaman termasuk INTISARI atau ABSTRAK sekitar 200 kata,
5. Naskah dilengkapi dengan biodata penulis, yang memuat nama, tempat dan tanggal lahir, pendidikan
tertinggi (S1, S2, dan S3) serta pengalaman pekerjaan,

6. Redaksi berhak untuk menolak atau tidak menebitkan naskah yang kurang memenuhi persyaratan sebagai
tulisan ilmiah,

7. Redaksi dapat menyesuaikan, mengedit penggunaan istilah atau bahasa sepanjang tidak mengubah isi
maupun pengertiannya tanpa memberitahu penulis. Redaksi akan menghubungi penulis jika dipandang
perlu mengubah isi naskah.

Redaksi:
Pelindung: Dekan Fakultas Teknik UNTAG Semarang; Pembina: Prof.DR. Sarsintorini, SH.
Mhum: Penanggungjawab: Pembantu Dekan I FT UNTAG Semarang; Pemimpin Umum: Ir. St.
Muryanto, MEng.Sc.Ph.D.
Dewan Redaksi: Ir. FM.Roemiyanto.MS; Ir. Darwati, MSi; Ir. Loekman Mohamadi. MSc, Eko
Nursanty. ST. MT. Distributor: Novi Hendriyanto, Supardi,SH
A l a m a t : Fakultas teknik Universitas 17 Agustus 1945 Semarang
Jl. Pawiyatan Luhur, Bendan Duwur, Telp: 024-8320920 Fax: 024-8310939 Semarang.
Dari Redaksi
Pembangunan IPTEK diarahkan agar pemanfaatan, pengembangan dan
penguasaannya dapat mempercepat peningkatan kecerdasan dan kemampuan
bangsa, mempercepat proses pembaharuan, meningkatkan kualitas, harkat dan
martabat bangsa serta meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pengembangan dan
penerapan IPTEK harus didukung oleh sumberdaya manusia yang berkualitas melalui
pendidikan dan pelatihan, penataan sistim kelembagaan serta penyediaan sarana dan
prasarana yang memadai.
Majalah Ilmiah “SARGA” merupakan salah satu sarana yang disediakan bagi para
sivitas akademika Fakultas Teknik UNTAG Semarang dalam upaya mengembangkan
IPTEK, sehingga Kampus sebagai wahana kehidupan masyarakat ilmiah akan selalu
tercipta.
Majalah Ilmiah ‘SARGA” terbit dengan menanmpilkan karya-karya ilmiah yang
diangkat dari berbagai fenomena, sehingga materi yang disajikan pada terbitan kali ini
cukup bermanfaat untuk dibaca dan dijadikan referensi.

1. Ir. Anwar, MT, “Pola Tata Ruang Desa Adat Di Bali.”


2. Ir. Budi Adi Slamet, “Bentuk “Atap Rumah “ Pada Seni Bangunan Jawa”
3. Ir Djoko Darmawan, MT; “Eksotika Arsitektur Vernalular Cina Lasem”.
4. Ir. Eko Nursanty, MT “Memadukan Potensi Kota Dan Sejarah Pada Malaka World
Herritage”.
5. Ir. Sumarwanto. MT. “Penataan Tata Ruang Wilayah Pesisir”.
6. Ir. Loekman Mohamadi. MSc. ”Proses Perencanaan Desain Taman Kota Dan
Ruang Publik”.
7. Dr. Ir. Priyono Kusumo, MT. “Pengaruh Rejim Aliran Terhadap Model Koefisien
Pindah Massa Pada Proses Ekstraksi Cair-cair dalam Kolom Isian”.
8. Ir. Mega Kasmiyatun, MT, ”Rekayasa Proses Pengering Endless Chain Vacuum
(ECV) Sebagai Alternatif Peningkatan Senyawa Polifenol Pada Produksi The Hijau
Berkatekin Tinggi”.
9. Ir. Retno Ambarwati SL, MT.*, Santa Monica**, dan Yanastri Putri**D,
”Pengolahan Limbah Cair Industri Tapioka Menjadi Sumber Energi Alternatif Bio-
Etanol Menggunkana Zeolit Sebagai Molecular Sieve”.

i
Daftar Isi
Dari Redaksi ............................................................................................................................................................... i
POLA TATA RUANG DESA ADAT DI BALI .......................................................................................... 1
BENTUK “ ATAP RUMAH “ PADA SENI BANGUNAN JAWA ..................................................... 10
EKSOTIKA ARSITEKTUR VERNAKULAR CINA LASEM .............................................................. 18
MEMADUKAN POTENSI KOTA DAN SEJARAH PADA MALAKA WORLD HERRITAGE .. 26
PENATAAN TATA RUANG WILAYAH PESISIR ............................................................................... 38
PROSES PERENCANAAN DESAIN TAMAN KOTA DAN RUANG PUBLIK ............................. 44
PENGARUH REJIM ALIRAN TERHADAP MODEL KOEFISIEN PINDAH MASSA PADA
PROSES EKSTRAKSI CAIR-CAIR DALAM KOLOM ISIAN............................................................. 67
REKAYASA PROSES PENGERING ENDLESS CHAIN VACUUM (ECV) SEBAGAI
ALTERNATIF PENINGKATAN SENYAWA POLIFENOL PADA PRODUKSI TEH HIJAU
BERKATEKIN TINGGI ................................................................................................................................ 81
PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TAPIOKA MENJADI SUMBER ENERGI
ALTERNATIF BIO-ETANOL MENGGUNAKAN ZEOLIT SEBAGAI MOLECULAR SIEVE .. 99

ii
SARGA, Volume XVII, Edisi 2; Nopember 2010

POLA TATA RUANG DESA ADAT DI BALI


Disampaikan Oleh : Ir. Anwar, MT.

ABSTRACT

Sejarah perkembangan peradaban manusia telah membuktikan bahwa


sejak jaman dahulu manusia telah menyesuaikan diri terhadap alam
lingkungannya , yaitu manusia hidup selaras dengan alam , termasuk
didalamnya adalah aspek budaya dan tradisi.
Bentuk penyesuaian diri berupa respons manusia yang membentuk
perilaku yang kemudian membentuk budaya. Menurut Koentjoroningrat
(1989:186) menyatakan bahwa wujud kebudayaan terbagi menjadi 3 yaitu
berbentuk gagasan, perilaku dan wujud fisik / artefak. Salah satu artefak
berupa kawasan permukiman / desa adat, dengan pola tata ruang yang
memiliki konsep / filosofi yang berakar pada keyakinan masyarakatnya,
sehingga hubungan manusia dengan alam benar benar telah menyatu .
Kondisi demikian masih banyak dijumpai didaerah Bali , berupa kompleks
permukiman tradisional yang sudah berdiri beberapa abad yang lalu,
namun hingga saat ini masih digunakan untuk kehidupan bagi
masyarakatnya dengan tanpa merubah pola maupun tata kehidupannya.
Salah satu desa adat tersebut adalah desa bayung Gede yang terletak di
Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli.

Latar Belakang Sejarah atau tidak mau bergabung dengan


Majapahit yang pada saat itu menjajah
Dalam istilah yang sangat
tanah Bali. Sedangkan Bali dataran
umum, Desa di Bali atas 2 type, yaitu
Baliage dan Bali Dataran. Kampung adalah masyarakat asli bali yang
bergabung dengan majapahit pada
Baliage lokasinya didaerah
masa pendudukan Majapahit di Bali
pegunungan atau perbukitan,
saat itu, adat istiadat dan budaya yang
sedangkan Bali Dataran berada
ada bercampur dengan kebudayaan
ditanah datar bagian selatan Bali.
jawa. Desa Bayung Gede merupakan
Jenis Baliage adalah yang paling tua
salah satu dari type Baliage. Ciri fisik
dan kampung yang paling sedikit
yang paling menonjol dari Baliage
jumlahnya dibandingkan dengan
adalah ruang terbuka umum bersifat
kampung Bali Dataran. Baliage adalah
linear, menuju arah kaja kelod.
masyarakat bali asli yang pada jaman
dahulu adalah masyarakat pelarian
POLA TATA RUANG DESA ADAT DI BALI

1
SARGA, Volume XVII, Edisi 2; Nopember 2010

Desa Bayung Gede berdiri mana yang kaya mana yang miskin
sejak zaman pra sejarah, Asal mula karena semua masyarakatnya semua
desa Bayung Gede berasal dari kata besar wilayahnya merupakan hutan
Bayu atau Tenaga . Gede atau Besar. yang dimanfaatkan untuk perkebunan
Kemudian dapat diartikan dese oleh sulit untuk membedakan status
Bayung Gede yaitu Dengan kekuatan penduduk yang rata-rata sama.
yang besar bisa merombak hutan. Jumlah pekarangan yang ada di desa
Pada mulanya lokasi desa Bayung ini mencapai 250 pekarangan rumah.
Gede ini adalah hutan yang lebat. Dalam hal kepemilikan tanah, untuk
Kemudian orang orang asli dari tanah desa di Bayung Gede tidak
pegunungan yang selanjutnya boleh diperjualbelikan kecuali tanah
bersama sama menyusun kekuatan milik yang rata-rata letaknya berada
untuk merombak hutan menjadi diluar desa baru boleh
sebuah perkampungan. Penduduk diperjualbelikan karena tanah
yang mendiami perkampungan ini pekarangan rumah merupakan milik
kemudian sepakat menamai desa.
perkampungan ini menjadi sebuah
desa yang dinamakan desa Bayung Pola Pekarangan Desa.
Gede. Pola pemukiman Desa Bayung
Desa Bayung Gede terletak Gede terpusat pada poros jalan
sekitar 30 kilo meter dari kota utama desa yang berada di tengah
Denpasar. Termasuk dalam tengah desa, dimana fungsi jalan ini
kecamatan Kintamani, dan terlihat jelas sebagai pengikat dari
berkabupaten di Bangli. Bayung Gede lingkumgan desa. Jalan utama ini
termasuk salah satu desa dimana berpotongan dengan jalan raya
kondisi dan adat istiadatnya masih menuju gunung Kintamani. Pada kiri
sangat kuat mempertahankan tata nilai kanan jalan utama terdapat lorong-
tradisionalnya. Desa Bayung Gede lorong yang merupakan jalan
merupakan satu komplek perumahan lingkungan pemukiman yang sedikit
yang berdiri diatas tanah seluas 1034 melengkung. Pada sisi jalan ini
ha. terdapat pintu pintu masuk menuju
Pada mulanya desa ini halaman rumah penduduk.
sebagian kemudian setelah dirombak Orientasi utama lingkungan
banyak masyarakatnya. Dalam desa ini adalah puri Puseh dan balai
perkembangannya Bayung Gede desa yang terletak di kanan dan kiri
POLA TATA RUANG DESA ADAT DI BALI

2
SARGA, Volume XVII, Edisi 2; Nopember 2010

jalan utama menuju perkampungan. pusat desa. Di Balai Desa ini pun
Dan tempat ini pula yang menjadi terdapat sebuah kantor kelurahan
pusat lingkungan seperti pada pusat yang menjadi ternpat pelayanan
desa. Dibeberapa bagian lain dari kependudukan baai masyarakat
desa ini terdapat sarana seperti pada Bayung Gede.
pusat desa namun tidak seramai

Gambar 1.: Site pembagian daerah Desa Adat Bayung Gede


Sumber : Data KKL „07

Kepala desa Bayung Gede Fungsi dari pusat lingkungan atau Bale
mempunyai sebutan Perbekel atau Banjar desa Bayung Gede ini adalah :
kepala dusun yang mempunyai tugas - Wadah komunikasi bagi
mengatur desa dengan peraturan adat masyarakat
yang berlaku pada desa tradisional di
Bali.
POLA TATA RUANG DESA ADAT DI BALI

3
SARGA, Volume XVII, Edisi 2; Nopember 2010

- Tempat pertemuan antara tanah ini adalah tanah perkebunan


penduduk sekitar dengan jeruk, selain itu kuburan merupakan
pendatang tanah milik Negara
- Sebagai pengikat seluruh warga o Pembagian lahan di desa Bayung
dalam kehidupan sehari-hari Gede berdasarkan pada Triangga
maupun keagamaan. yaitu falsafah agama Hindu tentang
- Sebagai tempat untuk melak sanakan tiga tingkatan kehidupan.
upacara adat yang dilaksanakan Sedangkan pembagianya adalah :
setiap 6 bulan sekali. 1. Swah loka lahan untuk bangunan
Diatas tanah seluas 1024 ha dan pura
berpenduduk kurang lebih 2000 jiwa ini, 2. Bhur loka lahan untuk kuburan
mempunyai sistem kepemilikan tanah 3. Bwah loka lahan untuk massa
yang dibedakan menjadi 4 bagian yaitu atau pemukiman
: Sedangkan pembagian lahan
o Tanah Labe Pure : yaitu tanah menurut penggunaanya dibedakan
yang tidak dikenai pajak oleh menjadi 5 bagian sbb :
pemerintah dan digunakan untuk a. Area untuk pura,
bangunan Pure. b. 2.Area pemerintahan,
o Tanah Ayuhan Desa : yaitu tanah c. Fasilitas umum,
yang tidak boleh dijual atau dibagi d. Pemukiman penduduk,
bagi, karena tanah ini diberikan oleh e. Area pekuburan.
kelurahan kepada warganya yang Hal unik selain adat istiadat yang
sudah menikah. masih kental didesa Bayung Gede
o Tanah milik : tanah milik pribadi ini adalah adanya pekuburan ari-ari
warga yang boleh dijual, dan yaitu suatu kuburan tempat
kebanyakan tanah ini terletak diluar mengubur ari-ari tetapi hal yang
wilayah desa. istimewa disini adalah bahwa ari –
o Tanah Negara : adalah tanah milik ari tersebut tidak dikubur di tanah
Negara yang dipakai untuk melainkan digantung di pepohonan
penghijauan dan pengelolaanya yang sebelumnya ari- ari tersebut
dilakukan oleh warga. Kebanyakan diletakan di tempurung kelapa.

POLA TATA RUANG DESA ADAT DI BALI

4
SARGA, Volume XVII, Edisi 2; Nopember 2010

- Pura Pasek Gel - gel


Digunakan untuk memperingati
Catur Wangsit dan dapat
digunakan untuk 4 kasta
- Pura Penyimpanan
Mempunyai ruang penerima yang
Iuas dengan bangunan dikiri
kanannya.
Gambar . 2 Kuburan Ari – ari - Pura Panti Kayu Selem
Sumber : Data KKL „ 04 Dipakai untuk pacara Usaba
Tata Letak Bangunan
nggung.
Penataan tata letak bangunan - Pura Ibu
desa Bayung Gede ternyata tidak Terdapat sebuah pura Ibu yang
sesuai dengan Nawasanga seperti merupakan pura pribadi sesepuh desa
pada konsep rumah adat di Bali. ini.
Perletakan bangunan terbagi dalam 5 - Pura Tangkas
bagian atau type bangunan yaitu : Digunakan untuk upacara adat
1 . Bangunan Pura desa mengangkat kedewasaan anak.
2 . Bangunan Bale
3 . Bangunan Perumahan - Pura Puseh Pingit
4 . Bangunan Umum Digunakan untuk melakukan
5. Area Pekuburan upacara pingit terhadap penduduk
1.BANGUNAN PURA. yang sedang menjalani masa
- Pura Bale Agung pingitan.
Digunakan untuk memuja nenek - Pura Pelampuan
moyang yang mendirikan desa Digunakan untuk upacara adat
tersebut. desa dalam melakukan
- Pura Puseh persembahan bumi atas berkah
Digunakan untuk upacara adat yang yang diberikan kepada
diadakan setiap 6 bulan sekali . masyarakat desa.
Juga untuk memuja nenek moyang - Pure Dalem
pendiri desa tersebut dan dewa Pura yang ada ditiap tiap
Wisnu. Pura ini lebih ditinggikan rumah.
dari kontur tanah sekitar dan
mempunyai 9 tingkat meru.
POLA TATA RUANG DESA ADAT DI BALI

5
SARGA, Volume XVII, Edisi 2; Nopember 2010

- Sekolah
2. BANGUNAN BALE. Didesa Bayung Gede
- Bale Desa terdapat dua bangunan
Berorientasi kemuka dan sekolahan yaitu SDN
membentuk atap limasan ini Bayung Gede dan SMUN 1
berfungsi sebagai tempat Kintamani.
berkumpulnya warga desa bila - Kantor Kelurahan
sedang mengadakan rapat desa. Sebuah bangunan
Juga sebagai tempat menerima dengan model yang sederhana
tamu dari luar desa untuk urusan terletak di ujung desa atau
pemerintahan. pintu masuk desa. Kepala desa
- Bale Agung atau lurah desa ini adalah I
Fungsinya hampir sama dengan Wayan Polos.Bangunan ini
bale desa namun bale agung ini merupakan pusat
cenderung untuk kegiatan adat pemerintahan dan pelayanan
atau keagamaan. Juga sebagai terhadap masyarakat dalam
tempat untuk upacara Sasih pengurusan surat surat atau
Nasa atau upacara KTP.
penghormatan terhadap hasil - Puskesmas
pananen. Puskesmas merupakan tempat
pelayanan kesehatan dari
3. BANGUNAN PERUMAHAN. pemerintah bagi masyarakat
Bangunan perumahan terletak desa.
memanjang kearah kangin kauh . - Pemandian
Sepanjang lorong sempit ini terletak Aliran air melalui pancuran
bangunan perumahan penduduk yang terletak di belakang desa
yang tertata berjajar rapi. Namun dan digunakan oleh
lorong jalan ini sedikit melengkung masyarakat sekitar. Dibedakan
sehingga ujung yang satu dengan menjadi 2 kelompok, yaitu
lainya tidak terlihat. Rumah yang untuk pria dan wanita. Bagi
satu dengan yang lain saling perumahan yang telah memiliki
bertolak belakang menghadap kamar mandi sendiri
lorong didepanya .Arah selatan pemandian merupakan milik
desa lebih padat perumahannya. pribadi, biasanya bangunan ini

4. BANGUNAN UMUM.
POLA TATA RUANG DESA ADAT DI BALI

6
SARGA, Volume XVII, Edisi 2; Nopember 2010

telah tersentuh oleh yang baru dilahirkan.


modernisasi. Keistimewaan dari pekuburan
- Kantor BPD ini adalah ari - ari ini tidak
Bank Pemerintah Daerah dikuburkan melainkan di
terdapat didesa ini sebagai bungkus dengan tempurung
pelayanan perbankkan bagi kelapa yang selanjutnya
masyarakat desa. digantung pada dahan pohon
- Toilet umum Bukak.
Hanya terdapat satu toilet - Setra Ari – ari
umum yang letaknya ditengah Adalah area pekuburan bagi
tengah desa. Sebagai toilet masyarakat Bayung Gede yang
bersama untuk semua warga. meninggal secara wajar dan
telah mencapai kedewasaan
5. AREA PEKUBURAN sampai yang berusia lanjut dan
- Setra Pangerancap meninggal secara wajar dan
Yaitu area pekuburan bagi keadaan yang sehat.
masyarakat desa yang - Setra Anak – anak
meninggal secara tidak wajar. Area pekuburan ini khusus
Seperti bunuh diri, kecelakaan, bagi anak – anak yang
meninggal karena sakit dan meninggal pada saat usianya
kematian kematian penduduk masih anak anak. Bisa juga
yang bagi masyarakat sekitar diartikan bahwa area
adalah belum saatnya. pekuburan ini adalah area
- Setra Ari - ari pekuburan bagi masyarakat
Adalah area pekuburan yang Bayung Gede yang belum
paling unik ,karena yang dewasa.
dikubur adalah Ari ari bayi

POLA TATA RUANG DESA ADAT DI BALI

7
SARGA, Volume XVII, Edisi 2; Nopember 2010

STRUKTUR BANGUNAN. liat. Sedangkan bangunan yang


telah tersentuh modernisasi
Struktur pada umumnya terbagi atas
menggunakan bahan dari batu
tiga bagian, yaitu kepala ( atap ) ,
bata atau papan kayu
badan ( dinding ), dan kaki (pondasi
dan lantai ). - Lantai : Sedangkan untuk
pondasi menggunakan bahan
1. BANGUNAN PURA.
dari batu kali yang diikat
- Atap : Atap untuk bangunan dengan tanah liat. Lantai pada
pura dari bahan ijuk atau dari umumnya masih dari tanah,
genteng dan daun kelapa yang kecuali untuk bangunan bale
dianam lalu di keringkan. lantai dari papan kayu. Bagi
- Dinding : Sedangkan rumah modern menggunakan
untuk dinding menggunakan batu tegel atau keramik rumah
bata , namun hanya sedikit. berdasarkan konsep Kosale
Pemakaian batu bata lebih Kosali dan Aweg - aweg atau
banyak untuk pagar karena aturan setempat.
bangunan pura kebanyakan
adalah bangunan bukaan yang POLA PERUMAHAN
tidak memakai dinding. 1. SKALA
- Lantai : Bahan untuk lantai Secara keseluruhan lingkungan
adalah batu alam atau batu kali pedesaan cenderung memiliki skala
demikian pula dengan lingkungan yang kecil, intim dan
pondasinya. menyesuaikan skala tiap-tiap
2. BANGUNAN PERUMAHAN. penghuninya. Lorong-lorong yang
sempit, kusen pintu yang rendah
- Atap : Untuk atap menegaskan kesan akrab antara
perumahan memakai bahan manusia dengan tempat tinggalnya.
dari ijuk dan bambu yang telah
2. PROPORSI.
dikeringkan ataupun dari daun
kelapa yang telah dikeringkan Antar bangunan yang satu
pula. Sementara untuk dengan yang lain terdapat
bangunan yang telah tersentuh kesatuan yang tidak salaing
modernisasi memakai genteng menonjol, demikian pula dengan
dan asbes sebagai atapnya. pemukiman dan bangunan pura.
- Dinding : Untuk dinding bagi Bale dan bangunan umum
rumah yang masih kuno terdapat kesatuan yang erat.
menggunakan bahan dari 3. KESAN TAMPAK.
bambu atau tembok dari tanah

POLA TATA RUANG DESA ADAT DI BALI

8
SARGA, Volume XVII, Edisi 2; Nopember 2010

Penggunaan bahan bahan alami bangunan pada umumnya


menunjukan keserasian sangat sederhana dengan
bangunan dengan alam bentuk dasar segi empat.
sekitarnya. Bentuk bentuk
POLA PEKARANGAN. c. Selatan untuk dapur atau tempat
1.PEMBAGIAN HALAMAN. lain seperti gudang peralatan
Pembagian halaman dalam satu dsb. Dapur juga dipakai untuk
pekarangan rumah mempunyai nilai upacara adat seperti melahirkan,
sendiri sendiri yaitu : pernikahan, dan upacara
a. Timur laut (pojok) Untuk sebelum ngaben.
pamerajan. Sanggah atau d. Utara untuk bale dafe atau
sekelompok tempat pemujaan umah meten. Yaitu tempat untuk
bagi keluarga. pemersatuan bila ada upacara
b. Timur untuk bale kangin atau adat.
tempat persyratan bila ada yang e. Barat untuk bale daun atau
meninggal disimpan terlebih tempat interaksi sosial seperti
dahulu dibale kangin hingga menerima tamu tempat istirahat.
menunggu datangnya hari baik f. Barat daya untuk bangunan
untuk upacara pemakaman bebas.
selanjutnya.

POLA TATA RUANG DESA ADAT DI BALI

9
SARGA, Volume XVII, Edisi 2; Nopember 2010

BENTUK “ ATAP RUMAH “ PADA SENI


BANGUNAN JAWA
Oleh: Ir. Budiadi Slamet

ABSTRAKSI
Bentuk rumah dengan puncak yang rata atau datar banyak sekali
macamnya. Misalnya : bentuk joglo, bentuk limasan, bentuk kampung,
bentuk panggang pe dan lain-lainnya. Bentuk-bentuk atap yang
didasarkan pada puncak yang lancip atau puncak yang rata juga
menggambarkan dunianya orang Jawa. Disini yakni dunia batiniah
dan dunia badaniah yang dilambangkan pada bentuk atap
bangunan.Maka dari itu dengan melihat bentuk atap, kita bisa
menyebutkan apa guna dari masing-masing bangunan tersebut.

Bentuk bangunan di tanah Bentuk-bentuk atap yang


jawa, bila diteliti, jelas sekali bedanya didasarkan pada puncak yang lancip
antara bangunan yang termasuk atau puncak yang rata juga
Agung dan Suci dengan bangunan menggambarkan dunianya orang
yang biasa di pakai untuk kebutuhan Jawa. Disini yakni dunia batiniah
sehari-hari. dan dunia badaniah yang
Bagi bangunan yang termasuk dilambangkan pada bentuk atap
Agung dan Suci bentuk atapnya bangunan.Maka dari itu dengan
mempunyai bentuk yang puncaknya melihat bentuk atap, kita bisa
lancip, disebut bentuk atap “ Tajug “. menyebutkan apa guna dari masing-
Sedangkan bangunan yang biasa masing bangunan tersebut.
untuk kebutuhan sehari-hari,
misalnya : rumah, gapura beratap,  Bentuk “ T A J U G “.
lumbung ( gudang padi ), kandang Bangunan dengan bentuk tajug
hewan dan sebagainya. Atapnya mempunyai sifat yang khusus.
mempunyai bentuk puncak yang Karena bangunan dengan bentuk
datar atau rata. tajug digunakan untuk bangunan
Bentuk rumah dengan puncak yang kegiatan di dalamnya
yang rata atau datar banyak sekali berhubungan dengan Yang Maha
macamnya. Misalnya : bentuk joglo, Agung dalam hal ini Tuhan. Atau
bentuk limasan, bentuk kampung, siapa saja yang telah meninggal,
bentuk panggang pe dan lain-lainnya.

BENTUK “ ATAP RUMAH “ PADA SENI BANGUNAN JAWA

10
SARGA, Volume XVII, Edisi 2; Nopember 2010

yang dianggap tokoh / pemimpin juga tata rakitnya / tata letak


masyarakat. harus sesuai.
Oleh karena itu wujud dari Banyak contoh yang bisa di
bentuk bangunan diusahakan ketengahkan di sini misalnya :
supaya dapat mempunyai sifat bentuk atap dari masjid
yang agung dan suci, Demak, masjid Kudus dan
demikian pula bahan masjid-masjid lainnya ataupun
bangunannya tidak boleh langgar.
sembarangan. Bentuk Demikian pula bentuk atap di
atapnya menjulang keatas / makam Bung Karno dan Bung
seperti kerucut, dan tidak Hatta, tempat-tempat
boleh digunakan untuk pemujaan di Bali. ( lihat
sembarang bangunan. Dan gambar. 1. bentuk atap tajug
).

Kalau bentuk tajug di gapura yang disebut : “ Candi


belah menjadi dua sama Bentar “. ( lihat gambar. 2.
besar, maka perkembangan bentuk candi / gapura bentar ).
bentuknya berubah seperti

Dengan sendirinya tetapi dari batu atau dari batu


gapura ini pada umumnya bata. Mengingat letaknya di
tidak dibangun dari kayu, akan luar dan tidak beratap
BENTUK “ ATAP RUMAH “ PADA SENI BANGUNAN JAWA

11
SARGA, Volume XVII, Edisi 2; Nopember 2010

sehingga dicarikan bahan dari bentuk atap tajug yang di


yang tahan cuaca. Di sini belah dua sama besar, dan
candi bentar mewujudkan kemudian diantara ke dua
tanda adanya kompleks belah diberi bentuk atap lain
bangunan suci yang ada di yaitu bentuk atap rumah
belakangnya. kampung yang tidak begitu
 Bentuk “ J O G L O “. panjang. ( lihat gambar. 3.
Bentuk atap joglo bentuk atap joglo ).
merupakan perkembangan

Sedang kemiringan Bentuk joglo ini


atap rumah kampung harus kedudukannya di bawah
sama dengan kemiringan atap bentuk tajug dan masih
bentuk tajug yang di belah dua termasuk bentuk atap yang
sama besar. Dari gabungan mempunyai sifat agung.
antara bentuk tajug yang di Terbawa dari sifat yang agung
belah dua sama besar dengan itu maka bentuk joglo tidak
bentuk kampung di tengahnya, bisa di terapkan pada
terbentuklah apa yang sembarang bangunan. Oleh
dinamakan atap joglo. Bentuk karena itu kebanyakan hanya
kampung disini adalah bentuk untuk ruangan pendopo atau
rumah yang kebanyakan bangsal agung di keraton.
dihuni oleh masyarakat
ekonomi rendah.

 Bentuk “ L I M A S A N ”. dari bentuk joglo, dimana


Bentuk limasan ini bentuk atap kampung yang
merupakan perkembangan terletak diantara bentuk tajug

BENTUK “ ATAP RUMAH “ PADA SENI BANGUNAN JAWA

12
SARGA, Volume XVII, Edisi 2; Nopember 2010

yang dibelah dua sama besar Bentuk atap limasan ini


di perpanjang kurang lebih 3-4 banyak ditemui / di jumpai di
kali dari panjang atap rumah-rumah jawa, gunaya
kampung pada bentuk joglo. untuk atap / ngayomi bagian
Dari gabungan antara dalam dari suatu rumah.
bentuk tajug yang dibelah dua Misalnya : ruang keluarga,
sama besar dengan bentuk kamar-kamar dan sebagainya.
kampung yang puncaknya Atau lebih dikenal di
diperpanjang tadi akan masyarakat Jawa dengan
terbentuk bangunan baru yang istilah : ruang keluarga (
disebut bentuk bangunan ndalem ), kamar-kamar yaitu :
limasan. ada sentong kiwa, sentong
Bangunan limasan ini tengah, sentong tengen.
tingginya tidak melebihi tinggi Dilihat dari bentuk,
atap joglo. Bila melihat dari bangunan limasan ini
panjangnya puncak dari merupakan bangunan yang
bentuk limasan, maka lebih mahal dari bentuk
sifatyang suci dan agung kampung. Juga bentuk atap
sudah banyak berkurang. limasan ini secara tidak
Bahkan yang timbul langsung dapat dijadikan
mempunyai sifat yang ayom tanda bahwa yang mempunyai
dan ayem. ( lihat gambar. 4. rumah termasuk orang yang
bentuk atap limasan ). mampu / kuat sosial
ekonominya.

.
 Bentuk “ K A M P U N G A N “. atap seperti yang diletakkan di
Yang disebut bentuk tenga-tengah belahan dari
atap Kampung yaitu : bentuk bentuk atap tajug. ( lihat
BENTUK “ ATAP RUMAH “ PADA SENI BANGUNAN JAWA

13
SARGA, Volume XVII, Edisi 2; Nopember 2010

gambar. 5. bentuk atap untuk kegiatan badaniah.


kampung ). Bentuk kampung ini tidak
Kegunaan bentuk mempunyai sifat yang agung
kampung ini tidak berbeda dan suci seperti bentuk-bentuk
dengan bentuk limasan, yaitu sebelumnya.

 Bentuk “ P A N G G A N G P bentuk panggang pe ini hanya


E “. sebagai atap bangunan yang
Bentuk yang terakhir yaitu : tidak mempunyai dinding
bentuk panggang pe. Dimana misalnya : gubug di sawah,
bentuknya hanya berujud kandang hewan dan
separo dari bentuk kampung. sebagainya. Karena bentuk
( lihat gambar. 6. bentuk ini bisa digunakan untuk
atap panggang pe ). menambah ruangan atau
Bentuk-bentuk ini waktu emperan, maka sekarang
dulu tidak biasa dipakai banyak rumah mempunyai
sebagai atap rumah. Karena bentuk panggang pe.

 PRALAMBANGNYA “ BENTUK
ATAP “.
BENTUK “ ATAP RUMAH “ PADA SENI BANGUNAN JAWA

14
SARGA, Volume XVII, Edisi 2; Nopember 2010

sebagai Pemimpin yang dapat


Membicarakan masalah memberi pengayoman dan
lambang bentuk, yang bisa ketentraman pada para tamu.
mewujudkan manunggalnya Pada bangunan limasan
kehidupan rohani dan jasmani sudah bisa ditebak bahwa di
atau batiniah dan badaniah sini hiidup badaniah yang lebih
yang serba selaras, yaitu besar pengaruhnya. Adanya
bentuk joglo dan limasan. sentong ( kamar ) untuk dan
Pada bangunan bentuk juga ndalem atau ruang
joglo, bisa dilihat kalau yang keluarga yang di gunakan untuk
ayomi itu lebih banyak yang tempat pertemuan keluarga
bersifat hidup batiniah, tanpa setiap harinya. Semua itu tadi
meninggalkan sifat hidup mewujudkan dari perilaku hidup
badaniah. badaniah, walaupun hidup
Adanya pertemuan, bataniahnya tidak di tinggalkan
rembug desa, perayaan dan sama sekali. Hal ini bisa dilihat
pegelaran-pegelaran yang dari adanya sentong tengah (
diadakan di pendopo berbentuk kamar tengah ), ysng disebut
joglo, memang sudah sesuai. juga krobongan yang di anggap
Karena semua tadi bersifat olah di hormati, dimana biasanya
rasa, olah keindahan, dan olah tempat meletakkan hasil bumi /
kebudayaan. hasil pertanian.
Rembug desa itu Bentuk limasan tidak
merupakan usaha menciptakan menonjol sekali sifatnya yang
hidup bermasyarakat, walaupun suci dan agung, tetapi
ujud kegiatannya bersifat keselarasan hidup badaniah
badaniah, tetapi hasilnya dan batiniah masih tetap
menuju kepada ketentraman nampak atau terwujud di tempat
batiniah. Selain itu kegiatan yang di ayominya. Tidak
badaniah yang diadakan di menonjolnya sifat agung dan
pendopo,mempunyai : suasana suci, karena di sini gerak hidup
yang agung, suasana yang yang bersifat resmi sudah tidak
selaras antara hidup batiniah nampak lagi, hanya ada tata
dan badaniah. krama / susila antara Ayah, Ibu
Suasana yang demikian dan Putra-putranya.
memang dikehendaki oleh Suasana yang intim dan
mempunyai rumah karena disini akrab di bagian badaniah lebih
mereka tidak hanya bertindak terasa. Sifat yang ayom dan
sebagai Ayah tetapi juga tenteram itu semua di
BENTUK “ ATAP RUMAH “ PADA SENI BANGUNAN JAWA

15
SARGA, Volume XVII, Edisi 2; Nopember 2010

lambangkan dengan puncak itu di buat. Atau dalam


atap bangunan yang rata dan pengertian lain “ Bentuk
lebih panjang dari puncak atap mengikuti fungsi “.
bentuk joglo. 2. Adanya perkembangan
Untuk bentuk Kampung bentuk atap yang bermacam
dan Panggang Pe, memang dan mengandung lambang,
tidak banyak yang dapat di terjadilah fungsi / guna dari
ketengahkan di sini. Kecuali bangunan.
pada bentuk Panggang Pe 3. Dalam hal membangun
melambangkan hidup badaniah, rumah para pendahulu kita /
dalam hal ini bisa kita lihat dan leluhur sudah mempunyai
banyak di lingkungan kita. pikiran / angan-angan
Sedang bentuk kampung tentang : cipta, rasa, dan
mengandung pra lambang keras.
hidup badaniah yang bersifat 4. Masing-masing bentuk
pribadi keluarga. melambangkan :
Semua yang  Tajug
dilambangkan di atas tadi Melambangkan hidup
mempunyai tingkatan sendiri- batiniah, bentuknya
sendiri, seperti ada bentuk tajug mengarah ke atas seperti
yang paling suci dan agung, kerucut menuju kepada
bentuk limasan yang lebih Sang Pencipta Alam
melambangkan hidup batiniah Semesta ( Tuhan
dari pada badaniah. Tingkatan Yang Maha Kuasa ).
ini juga di lambangkan dengan  Joglo
wujud bentuk atap yang di olah Banyak melambangkan
dari bentuk poko tadi. ( Tajug, kehidupan yang bersifat
Joglo, Limasan, Kampung, dan batiniah tanpa
Panggang Pe ). meninggalkan kehidupan
yang bersifat badaniah.
 Kesimpulannya :  Limasan
1. Pada jaman dahulu para Melambangkan
leluhur kita sudah mengenal kehidupan badaniah
bentuk bangunan dan lebih besar pengaruhnya,
menciptakan / membuat walaupun hidup
bentuk atap untuk suatu batiniahnya tidak
bangunan. Semua sudah ditinggalkan sama sekali.
mengandung makna /  Kampung
faedah, untuk apa bangunan
BENTUK “ ATAP RUMAH “ PADA SENI BANGUNAN JAWA

16
SARGA, Volume XVII, Edisi 2; Nopember 2010

Melambangkan hidup
badaniah yang bersifat
pribadi keluarga.
 Panggang Pe
Juga melambangkan
hidup badaniah.

 Kepustakaan :
1. Arya Ronald, Manusia dan
Rumah Jawa
2. Galih Widjil Pangarsa,
Merah Putih Arsitektur
Nusantara
3. Josef Prijotomo, Arsitektur
Jawa
4. Suchianto Aly : Ngawangun
Ki Nusantara

BENTUK “ ATAP RUMAH “ PADA SENI BANGUNAN JAWA

17
SARGA, Volume XVII, Edisi 2; Nopember 2010

EKSOTIKA ARSITEKTUR VERNAKULAR


CINA LASEM
Oleh : Ir Djoko Darmawan, MT

Abstrak
Daerah pantai Utara Jawa Tengah sejak abad VIII telah berperan sebagai
bandar perdagangan internasional, oleh karena itu dengan terbentuknya
permukiman Pecinan di daerah pesisir utara pulau Jawa maka terjadi pula
akulturasi budaya Cina dengan budaya setempat. Demikian pula dengan
perkembangan arsitekturnya, yang pada awalnya arsitektur rumah tinggal
masyarakat pesisir utara hanya didominasi dengan arsitektur tradisional Jawa,
maka dengan terbentuknya permukiman Pecinan tersebut ternyata juga
memberi warna pada arsitektur rumah tinggalnya.
Kecamatan Lasem adalah salah satu kota tua di pesisir utara pulau Jawa
yang dikunjungi bangsa cina pada awal kedatangannya hal ini dapat diketahui
dari sejarah kedatangan maupun sejarah pemberontakan masyarakat cina di
mana Lasem merupakan benteng pertahanan terakhir dari masyarakat Cina
sebelum ditumpas Kumpeni pada tahun 1743. Ramainya perdagangan di
Lasem dengan pelabuhan dagangnya pada jaman Kolonial tidak terlepas dari
peran masyarakat Cina yang sudah cukup lama bermukim di Lasem.

Pendahuluan  Sebelah barat : Kecamatan

Lasem merupakan salah satu kota Rembang

kecamatan di Kabupaten Rembang  Sebelah selatan : Kecamatan Pancur

Jawa Tengah yang terletak antara  Sebelah timur : Kecamatan Sluke

kota Rembang dan kota Tuban.  Sebelah utara : Laut Jawa

Menurut data penelitian Lasem Keadaan geografi Kecamatan


adalah salah satu kota yang Lasem terdiri atas dataran tinggi,

memiliki potensi wisata pecinan dataran rendah dan wilayah pantai.


selain Semarang, Rembang, Di daerah dataran tinggi dengan

Welahan, Tegal, Pekalongan, wilayah hutan dan perkebunan,


Cirebon dan Tuban. Kecamatan dataran rendah digunakan untuk

Lasem terletak di jalur antara kota persawahan dan tegalan sedangkan


Tuban dan kota Rembang, dengan wilayah pantai berupa tambak dan

batas-batas sebagai berikut : kolam.

EKSOTIKA ARSITEKTUR VERNAKULAR CINA LASEM

18
SARGA, Volume XVII, Edisi 2; Nopember 2010

Memasuki kota Lasem kita akan


disambut oleh bangunan-bangunan
tua yang tersembunyi di balik tembok
tinggi. Bentuk atap khas arsitektur
Cina terlihat diantara ketinggian
dinding pagar bumi tersebut. Memang
secara historis Lasem merupakan
kota tua yang dikunjungi bangsa Cina
pada awal kedatangannya dan
lamanya orang Cina bermukim di
Lasem. Jadi tidak heran jika di Lasem
masih banyak terdapat bangunan
dengan arsitektur tradisional Cina.

Gerbang Rumah Tinggal Tradisinal Cina.


Sumber : Data lapangan

Keindahan arsitektur vernakular Cina modern bak gadis desa yang lugu,
terlihat pada desain atap yang itulah ungkapan untuk Lasem.
melengkung dengan ujung seperti Sayang pesona klasik ini sekarang
ekor walet. Keindahan lain adalah sudah mulai memudar karena adanya
bentuk struktur kayu yang diekspose peristiwa G30SPKI dan penerapan
serta simbolisasi yang tersirat pada Inpres no 14 tahun 1967. Pada era
ukiran di bangunan ibadahnya. reformasi Presiden Abdurahman
Cantik, klasik dan sederhana serta Wahid mencabut Inpres no 14 tahun
terjaga dari coreng moreng make-up 1967, walaupun demikian Le Petit
EKSOTIKA ARSITEKTUR VERNAKULAR CINA LASEM

19
SARGA, Volume XVII, Edisi 2; Nopember 2010

Chinois (Cina kecil) ini belum bisa dibandingkan kelenteng yang ada di
memancarkan pesonanya seperti Semarang dan sebuah kelenteng
dahulu kala. simbol persahabatan serta
nasionalisme dalam melawan
Bangunan Arsitektur Vernakular Cina
penjajah Belanda.
Bangunan tradisional Cina yang ada
di Lasem yaitu rumah tinggal, Kelenteng Cu An kiong yang terletak
kelenteng, gerbang/Pailous dan di jalan Dasun no 19, klenteng ini
makam. Seperti halnya di Semarang, sudah ada sejak abad 16. Selain

Lasem mempunyai 3 buah kelenteng kelenteng tertua di Indonesia


yaitu Cu An Kiong, Po An Bio dan Gie kelenteng ini mempunyai kekayaan

Yong Bio dimana 1 diantaranya ukiran dan dinilai terindah di


mempunyai usia lebih tua Indonesia.

Kelenteng Cu An Kiong.
Sumber : Data lapangan

Sedangkan kelenteng Po An Bio (kelenteng tertua Semarang, Sioe


yang terletak di jalan Karangturi Hok Bio th 1753).
VII/15 Lasem berdiri tahun 1740

Kelenteng Po An Bio. Sumber : Data lapangan


EKSOTIKA ARSITEKTUR VERNAKULAR CINA LASEM

20
SARGA, Volume XVII, Edisi 2; Nopember 2010

Kelenteng Gie Yong Bio adalah Lasem dan merupakan simbol


kelenteng termuda di Lasem yang persahabatan antara raden Margono,
terletak di jalan Babagan no 7 Lasem Oey Ing Kiat dan Tan kee Wie yang
yaitu berdiri tahun 1780. Kendati bahu membahu melawan penjajah
demikian kelenteng ini dibangun Belanda.
untuk menghormati para pahlawan

Kelenteng Gie Yong Bio.


Sumber : Data lapangan
Sementara itu selain kelenteng Architecture, bahwa bentuk dasar
bangunan rumah tinggal Cina di rumah tinggal arsitektur Cina dapat
Lasem mempunyai ciri khas yang dibagi menjadi 5 tipe. Ke 5 tipe itu
berbeda dengan bangunan vernakular adalah bentuk Box, bentuk I horisontal,
Cina dari asalnya. Menurut Ronald G. bentuk L, bentuk U terbalik dan bentuk
Knapp pada buku China’s Vernacular I vertikal.

EKSOTIKA ARSITEKTUR VERNAKULAR CINA LASEM

21
SARGA, Volume XVII, Edisi 2; Nopember 2010

Bentuk denah I horisontal


Sumber Ronald G. Knapp, 1989

Bentuk denah L
Sumber Ronald G. Knapp, 1989

Bentuk denah Box


Sumber Ronald G. Knapp, 1989 Bentuk denah I vertikal.
Sumber Fletcher Sir, Banister,
Knt,1954

Bentuk denah U terbalik


Sumber Ronald G. Knapp, 1989

EKSOTIKA ARSITEKTUR VERNAKULAR CINA LASEM

22
SARGA, Volume XVII, Edisi 2; Nopember 2010

Dari kelima bentuk tersebut bentuk Lasem adalah menyerupai bentuk I


arsitektur rumah tinggal Cina di vertikal. Akan tetapi diduga adanya

lontong berbentuk segitiga yang


disajikan dengan kuah opor dan
potongan ayam kampung, selain itu
ada mangut khas lasem, sayur
merica, kue kedumbeg atau sate
serepeh yang pasti akan menggugah
selera para penikmatnya.

Sementara itu kerajinan batik tulis


Lasem juga tidak kalah uniknya,
dengan warna yang dominan merah
yang konon tidak bisa ditiru di daerah
lain batik ini adalah sinkronisasi 2
unsur budaya Cina dan Jawa. Oleh
akulturasi budaya antara rumah
karena itu tata cara pengerjaan batik
tinggal masyarakat Cina dengan
Lasem dianggap lebih rumit
masyarakat Jawa pesisiran. Hal ini
dibandingkan batik-batik dari Jogja,
terlihat dengan adanya pendopo dan
Solo maupun Pekalongan. Sigit
geladak yang tidak ada pada kelima
Witjaksono pemilik batik Sekar
tipe rumah arsitektur tradisional Cina.
Kencono sekaligus salah satu
Maka dari itu pecinan di Indonesia
sesepuh masyarakat Tiong Hoa
mempunyai nilai yang berbeda
Lasem membuat terobosan baru
dengan China Town di negara lain.
dengan membubuhi kata-kata mutiara
dengan aksara Tiong Hoa yang
Makanan dan Kerajinan Khas Lasem disambut baik oleh pasar. Kata-kata
Untuk kuliner, Lasem mempunyai mutiara yang berarti harapan baik
sajian khas lontong tuyuhan yaitu seperti yang tertulis pada pintu altar

EKSOTIKA ARSITEKTUR VERNAKULAR CINA LASEM

23
SARGA, Volume XVII, Edisi 2; Nopember 2010

rumah tinggal ataupun pada adalah saudara , Negara kuat rakyat


kelenteng yang artinya antara lain Di tenteram, Nama setinggi gunung
empat penjuru samudra, semua rejeki seluas samudra dan lain lain.

Membatik.
Sumber : Data lapangan

Penduduk kepercayaan pokok yang tidak lepas


dari filsafat Cina sendiri yaitu
Masyarakat Cina di Lasem
Konfusianisme, Taoisme dan
kebanyakan bermukim di daerah
Budhisme. Ketiga ajaran ini saling
pusat pemerintahan dan
berkaitan erat dan sulit dipisahkan.
perdagangan seperti di desa
Gedungmulyo, Dasun, Dorokandang, Upaya Pemerintah Setempat
Sodetan, Karangturi dan Ngemplak. Dalam upaya mencegah perubahan
Dalam kehidupan beragama, di fisik bangunan karena perubahan
Kecamatan Lasem terdapat penganut fungsi, salah satu usahanya dengan
agama resmi yang berbeda-beda, memberikan pengertian tentang
yaitu Islam, Kristen Protestan, Kristen konservasi bangunan kuno. Langkah
Katolik, Hindu dan Budha. Disamping ini dapat disosialisasikan pada
itu juga terdapat penganut masyarakat Lasem atau instansi
kepercayaan terhadap Tuhan Yang pemerintah pada Kabupaten
Maha Esa atau Tri Dharma. Rembang khususnya Kecamatan
Untuk masyarakat Cina selain Lasem.
beragama Protestan maupun Katolik Dengan adanya otonomi daerah dan
mereka beragama Budha dan aliran digalakkannya sektor wisata sebagai
kepercayaan “Sam Kouw” yang lebih
PAD (Pendapatan Asli Daerah), maka
dikenal dengan nama Tri Dharma. kota Lasem mempunyai potensi
Pada masyarakat Cina ini ada tiga pariwisata yang cukup unik yaitu
EKSOTIKA ARSITEKTUR VERNAKULAR CINA LASEM

24
SARGA, Volume XVII, Edisi 2; Nopember 2010

wisata religi atau wisata arsitektur. Amen Budiman 1978, Semarang


Selain itu kawasan ini bisa dijadikan Riwayatmu Dulu, Semarang,
tempat studi penelitian tentang Tunjungsari.
sejarah, arsitektur dan budaya. . Bukkyo Dendo Kyokai, 1984, Ajaran
Sang Budha, dicetak Kosaido
Yang menjadi pertanyaan bagaimana
Printing Co. Ltd. Tokyo, Japan.
sikap dan langkah apa yang telah
Eko Budihardjo,1997, Arsitektur
diambil Pemerintah Daerah setempat
Sebagai Warisan Budaya,
dan Dinas Pariwisata Jawa Tengah
Penerbit Djambatan, Jakarta.
mengenai potensi wisata pecinan di
Fletcher Sir, Banister, Knt,1954, A
Lasem tersebut? Kendala apa saja
History of Architecture,
yang menyebabkan wisata di Lasem
London, B.T. Batsford LTD
belum bisa maju? Apakah mungkin
Fung Yu Lan, 1990 Sejarah Ringkas
kelompok masyarakat Tiong Hoa
Filsafat Cina, Liberty,
yang telah berhasil dapat sebagai
Yogyakarta
media untuk mempublikasikan potensi
Liem Thian joe, 1933, Riwayat
dan prospek wisata pecinan yang
Semarang, Boekhandel Ho Kim
eksotis ini kekalangan investor?
Semoga Siao Chung Kuo (tiongkok yoe.
Penjelasan UURI No.4 Th 1992 .
kecil) di Jawa Tengah ini dapat
Ronald G. Knapp, 1989, China’s
kembali bersinar seperti dahulu kala.
Vernacular Architecture,
Daftar Pustaka
University Of Hawaii Press.
UURI No 4 Th 1992 tentang
Perumahan dan Pemukiman.

EKSOTIKA ARSITEKTUR VERNAKULAR CINA LASEM

25
SARGA, Volume XVII, Edisi 2; Nopember 2010

MEMADUKAN POTENSI KOTA DAN SEJARAH


PADA MALAKA WORLD HERRITAGE
Oleh : Ir. Eko Nursanty, MT

Abstrak :
World Herritage City adalah sebuah Situs Warisan Dunia UNESCO
dimana dia berupa tempat (seperti hutan, gunung, danau, gurun,
monumen , bangunan , kompleks, atau kota ) yang terdaftar oleh PBB
United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization
(UNESCO) khusus budaya atau fisik penting. Daftar ini dikelola oleh
Program Warisan Dunia internasional yang dikelola oleh UNESCO
Komite Warisan Dunia , terdiri dari 21 negara yang dipilih oleh Majelis
Umum untuk jangka waktu empat- tahun an.

Program katalog, nama, dan Konferensi Umum UNESCO pada 16


melestarikan situs budaya atau alam November 1972. Sejak itu, pihak 186
penting bagi warisan kemanusiaan negara telah meratifikasi konvensi
milik bersama. Dalam kondisi tersebut.
tertentu, situs yang terdaftar dapat Pada tahun 2010 , 911 situs terdaftar
memperoleh dana dari Dana Warisan budaya, 180 alami, dan 27
Dunia. Program ini didirikan oleh campuran, properti di 151 negara.
Convention Concerning the Italia adalah negara dengan jumlah
Protection of World Cultural and terbesar dari Situs Warisan Dunia
Natural Heritage, yang diadopsi oleh dengan 45 situs tertera pada daftar.

Gambar 1: Tabel tentang rincian situs world herritage

Setiap Situs Warisan Dunia adalah berada, tetapi dipertimbangkan


milik negara di situs yang wilayahnya dalam kepentingan masyarakat
MEMADUKAN POTENSI KOTA DAN SEJARAH PADA MALAKA WORLD HERRITAGE

26
SARGA, Volume XVII, Edisi 2; Nopember 2010

internasional untuk melestarikan penggunaan lahan, atau laut


setiap situs. digunakan yang mewakili
budaya, atau interaksi
manusia dengan lingkungan
Kriteria Seleksi World Herritage
Sampai akhir tahun 2004, ada enam terutama ketika telah menjadi
kriteria untuk warisan budaya dan rentan dengan dampak
empat kriteria untuk warisan alam. perubahan ireversibel.
Pada tahun 2005, ini dimodifikasi vi. Secara langsung atau secara
sehingga hanya ada satu set kriteria nyata dikaitkan dengan
sepuluh. peristiwa atau tradisi yang
Kriteria Budaya hidup, dengan ide-ide, atau
i. Merupakan karya jenius dengan keyakinan, dengan
kreatif manusia. karya-karya artistik dan sastra
ii. Menunjukkan suatu signifikansi universal yang
pertukaran penting dari nilai- beredar.
nilai kemanusiaan, selama
rentang waktu, atau dalam
wilayah budaya di dunia, pada
perkembangan arsitektur atau
teknologi, seni monumental,
kota-perencanaan, atau
desain lansekap.
iii. Detemukan kesaksian unik
atau luar biasa untuk sebuah Gambar 2: Kuliah Kerja Lapangan Prodi
tradisi budaya atau peradaban Arsitektur UNTAG Semarang, 2009.

yang hidup atau yang telah


Kriteria Alam
hilang.
vii. Berisi fenomena alam
iv. Adalah sebuah contoh luar
superlatif atau daerah
biasa dari tipe bangunan
yang keindahan alam yang
ensemble, arsitektur, atau
luar biasa dan pentingnya
teknologi atau lanskap yang
estetika.
menggambarkan suatu tahap
viii. Merupakan contoh yang
penting dalam sejarah
sangat mewakili tahapan
manusia.
utama dari sejarah bumi,
v. Adalah sebuah contoh luar
termasuk catatan
biasa dari sebuah pemukiman
kehidupan, signifikan pada
manusia tradisional,
MEMADUKAN POTENSI KOTA DAN SEJARAH PADA MALAKA WORLD HERRITAGE

27
SARGA, Volume XVII, Edisi 2; Nopember 2010

proses geologi dan laut, dan komunitas


berlangsung dalam tumbuhan dan hewan.
pengembangan x. Berisi habitat alam yang
bentuklahan, atau fitur paling penting dan
geomorfik atau fisiografi signifikan untuk konservasi
signifikan. situs dari
ix. Merupakan contoh yang keanekaragaman hayati,
sangat mewakili signifikan termasuk spesies-spesies
berlangsung proses terancam yang
ekologi dan biologi dalam mengandung nilai
evolusi dan universal yang luar biasa
pengembangan darat, air dari sudut pandang ilmu
tawar, ekosistem pesisir pengetahuan atau
konservasi.

Gambar 3 : Daftar Negara yang memiliki lebih dari 10 World Herritage Site

MEMADUKAN POTENSI KOTA DAN SEJARAH PADA MALAKA WORLD HERRITAGE

28
SARGA, Volume XVII, Edisi 2; Nopember 2010

Gambar 4 : Penyebaran World herritage Site.


Arsitektur Pariwisata Jadi, ketika berlibur dilakukan
Kebanyakan orang pergi ke sebuah
semata-mata untuk melihat
liburan atau tujuan wisata dalam
monumen-monumen sejarah dan
upaya mencari relaksasi, melihat
studi yang berbeda pada gaya
suasana baru, mungkin belanja dan
arsitektur , hal itu disebut wisata
umumnya memiliki waktu yang baik.
arsitektur. Arsitektur pariwisata
Umumya wisatawan melihat -melihat
sangat diminati saat ini dan banyak
termasuk pergi ke beberapa
negara mempromosikan bentuk
monumen dan bangunan yang
pariwisata dalam bentuk arsitektur
penting dan bersejarah atau secara
khasnya.
visual menakjubkan. Hal ini
memberikan kesempatan untuk
melihat dan meneliti bangunan dan
karya arsitektur lebih dekat dan
memiliki kesempatan lebih baik
melihat bangunan-bangunan yang
tadinya hanya menatap di majalah
dan televisi. Budaya dan sejarah
suatu tempat yang dikunjungi dapat Gambar 5: penunjuk spot arsitektur
pariwisata.
ditelusuri melalui jenis arsitekturnya.
MEMADUKAN POTENSI KOTA DAN SEJARAH PADA MALAKA WORLD HERRITAGE

29
SARGA, Volume XVII, Edisi 2; Nopember 2010

Spot Arsitektur Pariwisata seperti pergi untuk arsitektur ini pada


Pariwisata merupakan salah satu perjalanan wisata yang mencakup
sektor yang paling cepat berkembang monumen bersejarah dan bangunan.
dan arsitektur pariwisata telah benar- Arsitektur memainkan peran penting
benar hadir dalam beberapa tahun dalam menarik wisatawan ke lokasi
terakhir. Wisatawan yang ingin perjalanan tertentu.
mendapatkan nuansa budaya kota,

Malacca city Meskipun lokasi dari salah satu


kesultanan Melayu yang paling awal,
monarki dihapuskan ketika Portugis
menaklukkan nya pada tahun 1511.

Sejarah Malacca
Sebelum kedatangan Sultan
Gambar 6 : Peta kota Malaka pertama, Malaka adalah sebuah
Malaka ( Melayu : Melaka, dijuluki desa nelayan sederhana yang dihuni
Negara Historis atau Negeri oleh Melayu lokal. Malaka didirikan
Bersejarah di kalangan penduduk oleh Parameswara , Raja terakhir
setempat) adalah negara bagian dari Singapura (Singapura hari ini)
terkecil ketiga negara Malaysia , setelah Majapahit serangan di 1377.
setelah Perlis dan Penang. Terletak Ia menemukan jalan ke Malaka c.
di wilayah selatan dari Semenanjung 1400 di mana ia menemukan sebuah
Melayu , di Selat Malaka, berbatasan pelabuhan yang baik diakses di
dengan Negeri Sembilan di utara dan semua musim dan pada titik
negara bagian Johor selatan. tersempit terletak strategis dari Selat
Ibukotanya adalah Kota Malaka. Malaka. Karena lokasinya yang
Pusat kota bersejarah ini telah strategis, Malaka adalah titik berhenti
terdaftar sebagai UNESCO Situs penting bagi Zheng He. Untuk
Warisan Dunia sejak 7 Juli 2008. meningkatkan hubungan, Hang Li Po
, diduga seorang putri dari Ming
MEMADUKAN POTENSI KOTA DAN SEJARAH PADA MALAKA WORLD HERRITAGE

30
SARGA, Volume XVII, Edisi 2; Nopember 2010

Kaisar Cina, tiba di Malaka, disertai petugas nya menikah penduduk


dengan 500 petugas, untuk menikah setempat dan menetap sebagian
Sultan Manshur Shah yang besar di Bukit Cina ( Bukit Cina ).
memerintah dari 1456 sampai 1477.

Gambar 2 : Peta Kota Malaka th. 1630

Gambar 3 : Malaka pada tahun 1726

Gambar 4 : Sungai Malaka kondisi saat ini.

MEMADUKAN POTENSI KOTA DAN SEJARAH PADA MALAKA WORLD HERRITAGE

31
SARGA, Volume XVII, Edisi 2; Nopember 2010

Gambar 5 : Peta Arsitektur Pariwisata di Malacca

MEMADUKAN POTENSI KOTA DAN SEJARAH PADA MALAKA WORLD HERRITAGE

32
SARGA, Volume XVII, Edisi 2; Nopember 2010

Arsitektur Pariwisata di Malacca Rencana oleh Inggris untuk


Fort A Famosa : Dibuat oleh menghancurkannya dibatalkan
Portugis pada tahun 1511, itu sebagai akibat dari intervensi dari
mengalami kerusakan struktural Sir Stamford Raffles pada tahun
yang parah selama invasi Belanda. 1808.

Gambar 6 : Fort of Famousa

St. John's Fort: direkonstruksi oleh pada waktu itu, ancaman terhadap
Belanda pada kuartal ketiga abad Malaka terutama dari pedalaman
ke-18, meriam di benteng ke dalam laut.
menunjuk ke arah daratan karena

Gambar 7 : St John’s Fort

St. Paul's Church: Dibangun pada barat arsitektur. St Paul's Church :


tahun 1710 di bawah pemerintahan Dibuat oleh Portugis kapten , Duarte
Belanda, gereja tertua Gereja Coelho, gereja ini dinamakan "Our
Katolik di Malaysia. Fasad dan Lady of The Hill", tetapi kemudian
hiasan dekoratif merupakan berubah menjadi tanah kuburan
campuran dari kedua timur dan oleh Belanda untuk mati mulia

MEMADUKAN POTENSI KOTA DAN SEJARAH PADA MALAKA WORLD HERRITAGE

33
SARGA, Volume XVII, Edisi 2; Nopember 2010

mereka, dan berganti nama menjadi Francis Xavier dikebumikan di sini


"Gereja St Paulus". Saat ini gereja untuk sementara sebelum dibawa
adalah bagian dari Museum ke Goa, India.
Malaccan Complex. Tubuh St

Gambar 8 : St. Paul Church

Christ Church : Dibangun pada , sebuah tembaga replika dari


1753, struktur mencerminkan Alkitab , sebuah batu nisan yang
arsitektur Belanda asli. Bangunan ditulis dalam bahasa Armenia , dan
rumah kerajinan tangan-bangku replika dari " The Last Supper ".
gereja, langit-langit jointless skylight

Gambar 9 : Christ Church

Gereja Fransiskus Xaverius : ini Fabre, pada tahun 1849, untuk


Gothic gereja dibangun oleh memperingati St Francis Xavier
seorang Perancis imam , Rev yang juga dikenal sebagai "Rasul

MEMADUKAN POTENSI KOTA DAN SEJARAH PADA MALAKA WORLD HERRITAGE

34
SARGA, Volume XVII, Edisi 2; Nopember 2010

dari Timur". St Francis Xavier Katoliknya dan bekerja di Asia


dipersiapkan untuk misionaris Tenggara selama abad ke-16.

Gambar 10 : Gereja Fransiskus Xaverius

Stadthuys : Dibangun tahun 1650 dan Etnografi ". Museum pameran


sebagai kediaman Gubernur pernikahan tradisional pakaian dan
Belanda dan wakilnya, struktur artefak Melaka, datang kembali ke
mencerminkan arsitektur Belanda. masa kejayaannya.
Sekarang adalah "Museum Sejarah

Gambar 11 : Foto Stadhuyst


inti dari Malaka Situs Warisan Dunia
UNESCO. Ini adalah candi
Cheng Hoon Teng Temple:
berfungsi tertua di Malaysia dan
Terletak di sepanjang Jalan Tokong
(sebelumnya Temple Street) di zona
MEMADUKAN POTENSI KOTA DAN SEJARAH PADA MALAKA WORLD HERRITAGE

35
SARGA, Volume XVII, Edisi 2; Nopember 2010

candi termegah di Malaka.

Gambar 12 : Cheng Hoon Teng Temple

Jonker Street (Jalan Hang Jebat):


Jalan ini terkenal karena barang-
barang antik . Hal ini juga terkenal
dengan atmosfer karnaval seperti
saat malam akhir pekan.

Gambar 13 : Jonker Street Night Market

MEMADUKAN POTENSI KOTA DAN SEJARAH PADA MALAKA WORLD HERRITAGE

36
SARGA, Volume XVII, Edisi 2; Nopember 2010

Portugis Square : Terletak di dalam adalah puncak dari budaya Portugis


Penyelesaian Portugis, alun-alun dalam kemegahan penuh dan warna.

Gambar 14: Purtugis


Square

Tranquerah Masjid : Masjid tertua di Malaka.

Gambar 15 : Tranquerah Masjid - Malaka

Daftar Pustaka

World Heritage List, UNESCO World De Witt, Dennis (2007). History of the
Heritage Sites official sites. Dutch in Malaysia. Malaysia: Nutmeg
De Witt, Dennis (2010). Melaka from the Publishing. ISBN 9789834351908.
Top. Malaysia: Nutmeg Publishing. "Popular History of Thailand" by M.L.
ISBN 9789834351922. Manich Jumsai, C.B.E., M.A

MEMADUKAN POTENSI KOTA DAN SEJARAH PADA MALAKA WORLD HERRITAGE

37
SARGA, Volume XVII, Edisi 2; Nopember 2010

PENATAAN TATA RUANG WILAYAH PESISIR


Ir. Sumarwanto. MT.

ABSTRAK
Tidak beda dengan wilayah daratan, wilayah pesisir pun juga mempunyai
berbagai masalah seperti memiliki karakteristik open acces, multi use, dan
rentan terhadap kerusakan serta perusakan dimana pengelolaanya
mensyaratkan perlunya landasan keterpaduan.
Sebagai salah satu unsur pembentuk ruang wilayah, keterpaduan pengelolaan
wilayah pesisir tersebut dapat diselenggarakan dengan memanfaatkan
instrument penataan ruang, baik pada tingkat Nasional, Propinsi, Kabupaten
maupun Kota.
Adapun tata ruang di wilayah pesisir dimaksudkan untuk memanfaatkan ruang
secara harmonis dan optimal dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi,
mensejahterakan rakyat dan melindungi ekosistem laut dan pesisir.

I. PENDAHULUAN strategis dengan berbagai


1. Negara Kesatuan Republik keunggulan komparatif dan
Indonesia (NKRI) merupakan kompetitif yang dimilikinya sehingga
negara kepulauan terbesar di berpotensi menjadi primer mover
dunia, yang memiliki ± 18.110 pulau pengembangan wilayah nasional.
dengan garis pantai sepanjang Bahkan secara historis menunjukan
108.000 km. Berdasarkan Konvensi bahwa wilayah pesisir ini telah
Hukum Laut (UNCLOS) 1982, berfungsi sebagai pusat kegiatan
Indonesia memiliki kedaulatan atas masyarakat karena berbagai
wilayah perairan seluas 3,2 keunggulan fisik dan geografis yang
juta km² yang terdiri dari perairan dimilikinya.
kepulauan seluas 2,9 Juta km² dan 3. Untuk mengoptimalkan nilai manfaat
laut territorial seluas 0,3 juta km². sumber daya pesisir bagi
Selain itu Indonesia juga mempunyai pengembangan wilayah secara
hak eksklusif untuk memanfaatkan berkelanjutan dan menjamin
sumber daya kelautan dan berbagai kepentingan umum secara luas
kepentingan terkait seluas 2,7 km² (public interest), yang diperlukan
pada perairan ZEE (sampai dengan intervensi kebijakan dan
200 mil dari garis pangkal). penanganan khusus oleh
2. Sebagai Negara kepulauan, wilayah pemerintah untuk pengelolaan
pesisir merupakan kawasan wilayah pesisir. Hal ini seiring
PENATAAN TATA RUANG WILAYAH PESISIR

38
SARGA, Volume XVII, Edisi 2; Nopember 2010

dengan agenda Kabinet Gotong antara proses-proses yang terjadi di


Royong untuk menormalisasi daratan dan di lautan. Ke arah darat,
kehidupan ekonomi dan wilayah pesisir meliputi bagian
memperkuat dasar bagi kehidupan daratan, baik kering maupun
perekonomian rakyat melalui upaya terendam air, yang masih
pembangunan yang didasarkan atas dipengaruhi sifat-sifat laut seperti
sumber daya setempat (resource- pasang surut, angin laut dan
based development), dimana perembesan air asin; sedangkan ke
sumberdaya pesisir dan lautan arah laut wilayah pesisir mencakup
saat ini didorong pemanfaatannya, bagian laut yang masih dipengaruhi
sebagai salah satu andalan bagi oleh proses-proses alami yang
pemulihan perekonomian nasional, terjadi di darat seperti sedimentasi
disamping sumberdaya alam darat. dan aliran air tawar, maupun yang
disebabkan oleh kegiatan manusia
II. PENGERTIAN : Wilayah Pesisir dan di darat seperti penggundulan hutan
Penataan Ruang dan pencemaran.
1. Secara sederhana, wilayah pesisir 3. Definisi wilayah pesisir seperti di
(coastal zone) dapat dipahami atas memberikan suatu pemahaman
sebagai wilayah peralihan antara bahwa ekosistem pesisir merupakan
ekosistem darat dan laut yang saling ekosistem yang dinamis dan
berinteraksi, dimana ke arah laut 12 mempunyai kekayaan habitat yang
mil dari garis pantai menjadi beragam, di darat maupun di laut
kewenangan provinsi dan sepertiga serta saling berinteraksi antara
dari wilayah laut itu untuk habitat tersebut. Selain mempunyai
kabupaten/kota dan ke arah darat potensi yang besar, wilayah pesisir
batas administrasi kabupaten/kota. juga merupakan ekosistem yang
2. Sebagai wilayah yang merupakan paling mudah terkena dampak
interface antara kawasan laut dan kegiatan manusia.
darat yang saling mempengaruhi 4. UU 24/1992 tentang Penataan
dan dipengaruhi satu sama lainnua, Ruang menyebutkan bahwa ruang
baik secara biogeofisik maupun dipahami sebagai suatu wadah yang
sosial ekonomi, wilayah pesisir meliputi ruang daratan, ruang lautan
mempunyai kharakteristik yang dan ruang udar sebagai satu
khusus sebagai akibat interaksi kesatuan wilayah, tempat manusia

PENATAAN TATA RUANG WILAYAH PESISIR

39
SARGA, Volume XVII, Edisi 2; Nopember 2010

dan mahluk hidup lainnya hidup dan perhubungan laut dan alur pelayaran
melakukan kegiatan serta dan yang paling utama adalah (vi)
memelihara kelangsungan hidupnya. kegiatan konservasi laut dan pesisir
Dalam konteks ini, wilayah pesisir seperti mangrove, terumbu karang
dapat dipandang sebagai salah satu dan biota laut lainnya.
unsur pembentuk ruang wilayah. 2. Selain itu, terdapat pula potensi
konflik kewenangan (jurisdictional
III. ISSUE dan pemasalahan conflict) dalam pengelolaan dan
pengelolaan wilayah pesisir pemanfaatan wilayah pesisir.
1. Potensi konflik kepentingan (conflict Kondisi ini muncul sebagi
of interest) dan tumpang tindih konsekuensi tidak berhimpitnya
antar sektor dan stakeholders pembagian kewenangan yang
lainnya dalam pengelolaan dan terbagi menurut administrasi
pemanfaatan wilayah pesisir. pemerintah provinsi dan
Kondisi ini muncul sebagai kabupaten/kota dengan kepentingan
konsekuensi beragamnya seumber wilayah pesisir tersebut yang
daya pesisir yang ada serta seringkali lintas wilayah otonom.
karakteristik wilayah pesisir yang 3. Sebagai “interface” antara
“open acces” sehingga mendorong ekosistem darat dan laut, wilayah
wilayah pesisir telah menjadi salah pesisir (coastal areas) memiliki
satu lokasi utama bagi kegiatan- keterkaitan antara lahan atas
kegiatan beberapa sector (daratan) dan laut. Dengan
pembangunan (multi-use). Dalam keterkaitan kawasan tersebut, maka
hal ini, konflik kepentingan tidak pengelolaan kawasan di pesisir, laut
hanya terjadi antar “users”, yakni dan pulau-pulau kecil tidak terlepas
sektoral dalam pemerintahan dan dari pengelolaan lingkungan yang
juga masyarakat setempat dan pihak dilakukan di kedua wilayah tersbut.
swasta, namun juga antar Berbagai dampak lingkungan yang
penggunaan antara lain (i) perikanan terjadi pada wilayah pesisir
budidaya maupun tangkapan (ii) merupakan akibat dari dampak yang
pariwisata bahari dan pantai (iii) ditimbulkan oleh kegiatan
industry maritime seperti perkapalan pembangunan yang dilaksanakan di
(iv) pertambangan , sperti minyak, daratan, seperti pertanian,
gas, timah dan galian lainnya; (v)

PENATAAN TATA RUANG WILAYAH PESISIR

40
SARGA, Volume XVII, Edisi 2; Nopember 2010

perkebunan, kehutanan, industri, dan (e) berkurangnya luas daratan


permukiman dan sebagainya. atau hilangnya pulau-pulai kecil.
4. Lemahnya kerangka hukum dalam 6. Tingkat kerusakan biofisik
hal pengaturan sumber daya pesisir lingkungan wilayah pesisir sangat
serta perangkat hukum untuk mengkhawatirkan. Adapun faktor-
penegakannya menyebabkan masih faktor yang turut mempengaruhi
banyaknya pemanfaatan kerusakan biofisik wilayah pesisir
sumberdaya ini yang tidak adalah :
terkendali. Juga tidak adanya  Overeksploitasi sumberdaya
kekuatan hukum dan pengakuan hayati laut akibat pengankapan
terhadap system-sistem tradisional ikan yang melampaui potensi
serta wilayah laut dalam (overfishing), pencemaran dan
pengelolaan sumber daya pesisir. degradasi fisik hutan mangrove
Dalam konteks ini, RTRW dalam dan terumbu karang sebagai
berbagai tingkatan yang telah sumber makanan biota laut
memiliki aspek legal berikut aturan- tropis.
aturan pelaksanaannya seharusnya  Pencemaran akibat kegiatan
dapat dimanfaatkan sebagai industry, rumah tangga dan
“guidance” dalam pengelolaan pertanian di darat (land-based
wilayah pesisir. pollution sources) maupun
5. Kenaikan muka air laut (sea level akibat kegiatan dilaut (marine-
rise) sebagai akibat fenomena based pollution sources)
“global warming” memberikan termasuk perhubungan laut dan
dampak yang serius terhadap kapal pengangkut minyak dan
wilayah pesisir yang perlu kegiatan pertambangan dan
diantisipasi penanganannya. Secara energy lepas pantai.
umum kenaikan muka air laut akan  Bencana alam seperti tsunami,
mengakibatkan dampak sebagai banjir erosi dan badai.
berikut : (a) meningkatnya frekuensi  Konflik pemanfaatan ruang
dan intensitas banjir, (b) perubahan seperti antara pertanian dan
arus laut dan meluasnya kerusakan kegiatan di daerah hulu lainnya,
mangrove, (c) meluasnya intrusi air aquakultur, perikanan laut,
laut, (d) ancaman terhadap kegiatan permukiman. Konflik
sosial-ekonomi masyarakat pesisir, pemanfaatan ruang disebabkan

PENATAAN TATA RUANG WILAYAH PESISIR

41
SARGA, Volume XVII, Edisi 2; Nopember 2010

terutama karena tidak adanya Pada dasarnya kebijakan tersebut


aturan yang jelas tentang ditempuh untuk memenuhi tujuan-
penataan ruang dan alokasi tujuan sebagai berikut :
sumberdaya yang terdapat di  Mewujudkan pembangunan
kawasan pesisir dan lautan. berkelanjutan pada kawasaan
 Kemiskinan masyarakat pesisir pesisir, termasuk kota-kota pantai
yang turut memperberat tekanan dengan segenap penghuni dan
terhadap pemanfaatan kelengkapannya (prasarana dan
sumberdaya pesisir yang tidak sarana) sehingga fungsi-fungsi
terkendali. kawasan dan kota sebagai
 Salah satunya disebabkan oleh sumber pangan (source of
tidak adanya konsep nourishment) dapat tetap
pembangunan masyarakat berlangsung.
pesisir sebagai subyek dalam  Mengurangi kerentanan
pemanfaatan sumberdaya (vulnerability) dari kawasan
pesisir. pesisir dan para pemukimnya
7. Walaupun telah menjadi common (inhabitans) dari ancaman
interest, proses pelibatan kenaikan muka air laut, banjir,
masyarakat sebagai subyek utama abrasi, dan ancaman alam
dalam pengelolaan wilayah pesisir (natural hazards) lainnya.
masih belum menemukan bentuk  Mempertahankan
terbaiknya. Persepsi yang berbeda berlangsungnya proses ekologis
mengenai hak dan kewajiban dari esensial sebagai system
masyarakat seringkali menghadirkan pendukung kehidupan dan
konflik antar kepentingan yang sulit keanekaragaman hayati pada
dicarikan solusinya, serta dilakukan wilayah pesisir agar tetap lestari
dengan memperhatikan karakteristik yang dicapai melalui keterpaduan
sosial-budaya setempat (local pengelolaan sumber daya alam
unique). dari hulu hingga ke hilir
(integrated coastal zone
IV. Kebijakan Penataan Ruang Wilayah management).
Pesisir

PENATAAN TATA RUANG WILAYAH PESISIR

42
SARGA, Volume XVII, Edisi 2; Nopember 2010

Adapun sebagai landasan dari satu kesatuan ruang yang


kebijakan penataan ruang wilayah terintegrasi dalam RTRWN,
pesisir tersebut adalah hasil RTRWP dan RTRW
Rakernas Badan Koordinasi Tata Kabupaten/Kota. Dengan demikian
Ruang Nasional (BKTRN) di pengelolaan wilayah pesisir dapat
Surabaya, 13-14 Juli 2003, menggunakan instrument rencana
ditegaskan pula bahwa penataan tata ruang yang ada, baik dalam
ruang wilayah pesisir merupakan skala makro-strategis maupun
mikro-operasional. Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
ditinjau dari Kenaikan Muka Air
Laut dan Banjir, Jakarta 30-31
Oktober 2002.

Biodata Penulis
Ir. Sumarwanto, MT, lahir di
Semarang tanggal 20 Februari 1952.
Pendidikan yang diselesaikannya
adalah S.1 di Universitas Diponegoro
Semarang, dan S.2 di Universitas
DAFTAR PUSTAKA Diponegoro Semarang bidang Studi
 BKTRN, Proceeding Seminar Urban Design. Bekerja sebagi dosen
Nasional : Pengaruh Global di Program Studi Arsitektur Fakultas
Teknik Universitas 17 Agustus 1945
Warming terhadap Pesisir dan
Semarang, dengan jabatan akademik
Pulau-Pulau Kecil ditinjau dari
Lektor, mengajar pada mata kuliah
kenaikan permukaan air laut Perancangan Arsitektur, Tata Ruang
dan banjir, Jakarta, 30-31 Luar dan Kota dan Permukiman.
Oktober 2002.
 Dokumen Badan Koordinasi
Tata Ruang Nasional (BKTRN)
tentang Rumusan Pokok-Pokok
Hasil RAKERNAS-BKTRN,
Surabaya, 14 Juli 2003.
 Dirjen Penataan Ruang –
Depkimpraswil, Antisipasi
Dampak Pemanasan Global
dari Aspek Teknis Penataan
Ruang, Makalah pada Seminar
Nasional tentang Pengaruh
Global Warming, terhadap
PENATAAN TATA RUANG WILAYAH PESISIR

43
SARGA, Volume XVII, Edisi 2; Nopember 2010

PROSES PERENCANAAN DESAIN TAMAN KOTA


DAN RUANG PUBLIK
Oleh: Ir. Loekman Mohamadi. MSc.

ABSTRAKSI
Gambaran umum pentingnya keberadaan Ruang Terbuka Hijau dan
Hutan/ Taman Kota bagi perkembangan wilayah perkotaan.
Tahapan berikutnya adalah untuk mengetahui pentingnya keberadaan
Ruang Terbuka Hijau dan Hutan/ Taman Kota di Kota yang
bersangkutan. Analisa yang dilakukan adalah dengan mengkaji
perkembangan kota yang bersangkutan yang terjadi saat ini terutama
dampak yang ditimbulkan terkait dengan penurunan kualitas
lingkungan. Dari tahapan ini dilakukan juga kajian mengenai
keberadaan ruang hijau kota saat ini dan arahan kebijakan Tata Ruang
terhadap ruang terbuka hijau dikota yang bersangkutan.

ditinjau pula Kebijakan


1. Pola Pikir perundangan lain yang terkait
Proses perencanaan desain dengan Hutan/ Taman Kota
Hutan/ Taman Kota dan Ruang
diantaranya kebijakan Ruang
Publik ini dilakukan melalui suatu
Terbuka Hijau dan kebijakan
kajian ilmiah, dan dilakukan
secara bertahap. Hutan/ Taman Kota.
Tahap awal dari rangkaian Dari tahapan ini dapat dihasilkan
kegiatan tersebut adalah mengkaji gambaran umum pentingnya
wilayah pengamatan berdasarkan keberadaan Ruang Terbuka Hijau
data yang terkumpul. Wilayah dan Hutan/ Taman Kota bagi
pengamatan tersebut dikaitkan perkembangan wilayah perkotaan.
dengan kebijakan Tata Ruang Tahapan berikutnya adalah untuk
yang ada (RTRW, RTRHK, mengetahui pentingnya
RTRKP) yang berisi arahan keberadaan Ruang Terbuka Hijau
arahan spatial (keruangan) dan Hutan/ Taman Kota di Kota
terhadap kondisi wilayah yang bersangkutan. Analisa yang
pengamatan. Pada tahapan ini dilakukan adalah dengan
PROSES PERENCANAAN DESAIN TAMAN KOTA DAN RUANG PUBLIK

44
SARGA, Volume XVII, Edisi 2; Nopember 2010

mengkaji perkembangan kota Dari tahapan ini dilakukan juga


yang bersangkutan yang terjadi kajian mengenai keberadaan
saat ini terutama dampak yang ruang hijau kota saat ini dan
ditimbulkan terkait dengan arahan kebijakan Tata Ruang
penurunan kualitas lingkungan.
terhadap ruang terbuka hijau pembangunannya. Untuk
dikota yang bersangkutan. mencapai rumusan fungsi dan
Dari kajian tersebut dapat jenis hutan kota serta program
diidentifikasi beberapa lokasi dan pengelolaan Hutan/ Taman
yang dapat dijadikan Hutan/ Kota yang berkelanjutan, lokasi
Taman Kota. Sesuai kriteria yang tersebut dikaji menggunakan
ada di PP 63 tahun 2002 tentang analisa SWOT.
Hutan Kota, kemudian dilakukan Untuk lebih jelasnya Alur Pikir
kajian sehingga didapatkan penyusunan Studi Pembangunan
konsep kebutuhan luas Ruang Hutan/ Taman Kota yang
Terbuka dan Hutan/ Taman Kota bersangkutan dapat dilihat pada
serta lokasi Hutan/ Taman Kota diagram 1.1 berikut.
yang diprioritaskan

PROSES PERENCANAAN DESAIN TAMAN KOTA DAN RUANG PUBLIK

45
SARGA, Volume XVII, Edisi 2; Nopember 2010

Diagram 1.
Pola Pikir Proses Perencanaan Desain Hutan/ Taman Kota dan Ruang Publik Perkotaan

KONSEP KEBUTUHAN LUAS


GAMBARAN UMUM KAJIAN PENTINGNYA
RTH, HUTAN KOTA DAN
PENTINGNYA KEBERADAAN KEBERADAAN RTH DAN
LOKASI HUTAN KOTA YANG
RTH DAN HUTAN KOTA BAGI HUTAN KOTA
DIPRIORITASKAN
PERKEMBANGAN KOTA
PEMBANGUNANNYA

CITA CITA INPUT PROSES OUTPUT GOAL

PROSES PERENCANAAN DESAIN TAMAN KOTA DAN RUANG PUBLIK

46
SARGA, Volume XVI, Edisi 3; November 2010

2. Pembangunan Hutan/ taman Kota komponen fisik hutan/ taman

Beberapa kota besar telah membangun kota yang hendak dibangun

dan mengembangkan hutan/ taman kota serta tata letaknya.

untuk mengantisipasi masalah penurunan (3) Rencana tahun pertama

kualitas lingkungan hidup. Adapun Tahapan kegiatan, meliputi rencana fisik

yang perlu dilalui dalam dan biayanya.

membangun/mengembangkan hutan/
taman kota adalah: 2). Tahap Pembentukan Kelembagaan

1). Tahap Perencanaan dan Organisasi Pelaksanaannya

Dalam studi kajian perencanaan Organisasi pembangunan dan

aspek yang perlu diteliti meliputi: pengelolaan hutan/ taman kota sangat

lokasi, fungsi dan pemanfaatan, bergantung kepada perangkat yang

aspek tehnik silvikultur, arsitektur ada dan keperluannya. Sistem

lansekap, sarana dan prasarana, pengorganisasian di suatu daerah

tehnik pengelolaan lingkungan. mungkin berbeda dengan daerah

Bahan informasi yang dibutuhkan lainnya. Dalam hal ini Walikota atau

dalam studi tahap perencanaan Bupati sebagai kepala wilayah

meliputi : bertanggung jawab atas pembangunan

a). Data fisik (letak, wilayah, tanah, dan pengembangan hutan/ taman kota

iklim dan lain-lain); di wilayahnya. Bidang perencanaan

b). Sosial ekonomi (aktivitas di dan pengendalian dipegang oleh

wilayah bersangkutan dan kondisinya); Bappeda Kabupaten/Kota yang dibantu

c). Keadaan lingkungan (lokasi oleh tim pembina yang terdiri dari Dinas

dan sekitarnya); Kehutan/ tamanan, Dinas Pertanian


dan Perkebunan, Dinas Pekerjaan
d). Rencana pembangunan
Umum, Dinas Kesehatan, Dinas
wilayah (RUTR,RTK,RTH), serta
Kependudukan dan Lingkungan Hidup
e). Bahan-bahan penunjang
dan yang lainnya menurut kebutuhan
lainnya.
masing- masing kota atau daerah.
Hasil studi berupa Rencana
Untuk pelaksanaannya dapat ditunjuk
Pembangunan Hutan/ taman Kota
dinas-dinas yang berada di wilayahnya.
yang terdiri dari tiga bagian, yakni:
Pengelolaan hutan/ taman kota pada
(1) Rencana jangka panjang, yang
areal yang dibebani hak milik
memuat gambaran tentang
diserahkan kepada pemiliknya, namun
hutan/ taman kota yang
dalam pelaksanaannya harus
dibangun, serta target dan
memperhatikan petunjuk dari bidang
tahapan pelaksanaannya.
perencanaan dan pengendalian. Guna
(2) Rencana detail yang memuat
memperlancar pelaksanaannya kiranya
desain fisik atau rancang
perlu dipikirkan jasa atau imbalan apa
bangun untuk masing- masing
PROSES PERENCANAAN DESAIN TAMAN KOTA DAN RUANG PUBLIK

47
SARGA, Volume XVI, Edisi 3; November 2010

yang dapat diberikan oleh pemerintah lingkungan hidup di perkotaan, jenis


kepada yang bersangkutan. yang ditanam dalam program
pembangunan dan pengembangan
3). Pemilihan Jenis hutan/ taman kota hendaknya dipilih
Guna mendapatkan keberhasilan berdasarkan beberapa pertimbangan
dalam mencapai tujuan pengelolaan agar tanaman dapat tumbuh baik dan
dapat menanggulangi masalah - Serbuk sarinya tidak bersifat
lingkungan yang muncul di tempat itu. alergis,
Beberapa informasi yang perlu (5) Persyaratan untuk pohon
diperhatikan dan dikumpulkan antara peneduh jalan:
lain: - Dahan dan ranting tidak mudah
patah,
(1) Persyaratan edaphis: pH, jenis - Pohon tidak mudah tumbang,
tanah, tekstur, altitude, salinitas - Buah tidak terlalu besar,
dan lain-lain. - Serasah yang dihasilkan
(2) Persyaratan meteorologis: suhu, sedikit,
kelembaban udara, kecepatan - Tahan terhadap pencemar dari
angin, radiasi matahari. kendaraan bermotor dan industri,
(3) Persyaratan silvikultur: - Luka akibat benturan mobil
kemudahan dalam hal mudah sembuh,
penyediaan benih dan bibit serta - Cukup teduh, tetapi tidak terlalu
kemudahan dalam tingkat gelap,
pemeliharaan. - Kompatibel dengan tanaman
(4) Persyaratan umum tanaman, lain,
antara lain:
- Tahan terhadap hama dan
penyakit,
- Cepat tumbuh,
- Kelengkapan jenis dan
penyebaran jenis,
- Mempunyai umur yang
panjang,
- Mempunyai bentuk yang
indah,
- Ketika dewasa sesuai dengan
ruang yang ada,
- Kompatibel dengan tanaman
lain,

PROSES PERENCANAAN DESAIN TAMAN KOTA DAN RUANG PUBLIK

48
SARGA, Volume XVI, Edisi 3; November 2010

Tabel 1: Jenis, Fungsi, dan Tujuan Pembangunan RTH (Purnomohadi, 2001)


JENIS RTH FUNGSI LAHAN TUJUAN KETERANGAN
TAMAN KOTA Ekologis, Rekreatif, Keindahan (tajuk, tegakan pengarah, Mutlak dibutuhkan bagi kota, keserasian,
(termasuk: Taman Estetis, Olahraga pengaman, pengisi dan pengalas), kurangi rekreasi aktif dan pasif, nuansa rekreatif,
Bermain Anak / Balita), (terbatas) cemaran, meredam bising, perbaiki iklim terjadinya keseimbangan mental
Taman Bunga, (Lansia) mikro, daerah resapan, penyangga sistem (psikologis) dan fisik manusia, habitat,
kehidupan, kenyamanan. keseimbangan eko-sistem.
JALUR (tepian) Konservasi, Perlindungan, mencegah okupansi Perlindungan total tepi kiri-kanan
SEMPADAN SU-NGAI Pencegah Erosi, penduduk, mudah menyebabkan erosi, iklim bantaran sungai (+/- 25-50 meter) rawan
dan PANTAI Penelitian mikro, penahan „badai‟. erosi.
Taman Laut.
TAMAN – OLAH RAGA, Kesehatan, Rekreasi Kenikmatan, pendidikan, kesenangan, Rekreasi aktif, sosialisasi, mencapai
BERMAIN, RELAKSASI kesehatan, interaksi, kenyamanan. prestasi, menumbuhkan kepercayaan diri.
TAMAN PEMAKAMAN Pelayanan Publik Pelindung, pendukung ekosistem makro, Dibutuhkan seluruh anggota masyarakat,
(UMUM) (umum), Keindahan „ventilasi‟ dan „pemersatu‟ ruang kota. menghilangkan rasa „angker‟.
PERTANIAN KOTA Produksi, Estetika, Kenyamanan spasial, visual, audial dan Peningkatan produktivitas budidaya
Pelayanan Public thermal, ekonomi. tanaman pertanian.
(umum)
TAMAN (HUTAN) KOTA/ Konservasi, Pelayanan masyarakat dan penyangga Pelestarian, perlindungan, dan
PERHUTANAN Pendidikan, Produksi lingkungan kota, wisata alam, rekreasi, pemanfaatan plasma nutfah,
produksi hasil „hutan‟: iklim mikro, oksigen, keanekaragaman hayati, pendidikan
ekonomi. penelitian.
TAMAN SITU, DANAU, Konservasi, Keseimbangan ekosistem, rekreasi Pelestarian SD-air, flora & fauna
WADUK, EMPANG Keamanan (pemancingan). (budidaya ikan air tawar).
KEBUN RAYA, KEBUN Konservasi, Keseimbangan ekosistem, rekreasi, Pelestarian plasma nutfah, elemen
BINATANG (Nursery) Pendidikan, ekonomi. khusus Kota Besar, Kota Madya.
Penelitian
TAMAN PURBAKALA Konservasi, Reservasi, perlindungan situs, sejarah – „Bangunan‟ sebagai elemen taman.

PROSES PERENCANAAN DESAIN TAMAN KOTA DAN RUANG PUBLIK

49
SARGA, Volume XVI, Edisi 3; November 2010

Preservasi, Rekreasi national character building.


JALUR HIJAU Keamanan Penunjang iklim mikro, thermal, estetika. Pengaman: Jalur lalu-lintas, Rel KA, jalur
PENGAMANAN listrik tegangan tinggi, kawasan industri,
dan „lokasi berbahaya‟ lain.
TAMAN RUMAH sekitar Keindahan, Produksi Penunjang iklim mikro, „pertanian Pemenuhan kebutuhan pribadi (privacy),
bangunan Gedung - subsistem‟: TOGA (tanaman obat penyaluran „hobby‟ pada lahan terbatas,
tingkat „PEKARANGAN‟ keluarga)/Apotik Hidup, Karangkitri (sayur mampu memenuhi kebutuhan keluarga
dan buah-buahan). secara berkala dan „subsistent’‟.

PROSES PERENCANAAN DESAIN TAMAN KOTA DAN RUANG PUBLIK

50
SARGA, Volume XVI, Edisi 3; November 2010

3. Kriteria Perencanaan, dengan street furniture,


Dalam perancangan kota tanam-tanaman, disain
dikenal adanya tiga kriteria jalan yang terlindung dari
disain, yakni kriteria terukur, cuaca, menghindari silau,
kriteria tak terukur, dan kriteria dan sebagainya.
generik. Kriteria terukur adalah 2). Tampak yang menarik
kriteria yang secara kuantitatif (visual interest)
dapat diukur dan biasanya Tampak yang menarik
berhubungan dengan ketinggian, (visual interest)
besar, rasio ukuran luas lantai, menekankan pada kualitas
setback, building coverage, dan estetis lingkungan, antara
sebagainya. lain karakter arsitektur dan
Secara garis besar kriteria terukur lingkungan bangunan yang
dibagi menjadi dua, yaitu menyenangkan.
1)kriteria lingkungan alarn, 3). Kegiatan (activity)
2)bentuk dan massa Menekankan pada
bangunan, serta intensitas. pentingnya pergerakan
Sedangkan kriteria tak terukur dan dimensi kehidupan
lebih menekankan pada aspek jalan di lingkungan kota,
kualitatif di lapangan. Antara dengan mempromosikan
kriteria terukur dan tak terukur pedagang kaki lima,
seharusnya dijaga arcade, lobby, dan
kesimbangannya dan bekerja menghindari dinding-
dalam kerangka kerja dari kriteria dinding yang kosong Berta
generik. ruang parkir yang terlalu
luas.
a. Kriteria desain menurut Urban 4). Kejelasan dan kenikmatan
Design Plan of San Fransisco, (clarity and convenience)
ada sepuluh prinsip, yaitu Untuk menciptakan faktor
1). Kenyamanan (amenity kejelasan dan kenikmatan,
comfort) dapat dilakukan dengan
Prinsip kenyamanan cars meningkatkan
(amenity comfort) kualitas jalur pejalan kaki,
menekankan pada kualitas yaitu dengan fasilitas
lingkungan kota dengan pedestrian yang memiliki
mengakomodasikan pola ciri tertentu.
pedestrian yang dilengkapi 5). Karakter khusus (character

PROSES PERENCANAAN DESAIN TAMAN KOTA DAN RUANG PUBLIK

51
SARGA, Volume XVI, Edisi 3; November 2010

distinctiveness) dan massa bangunan


Karakter khusus akan memberikan karakter
(character estetik serta petunjuk
distinctiveness) pencapaian bagi
menekankan pada masyarakat.
identitas individual yang 8). Variasi/kontras
berpengaruh dalam suatu (variely/conlrast)
struktur ruang kota. Prinsip variasi/kontras
6). Ketajaman (definition) diarahkan pada susunan
Prinsip ketajaman bentuk model bangunan
(definition) menitikberatkan yang akan menjadi point of
pada interfacing antara interest di lingkungannya.
bangunan dan ruang
terbuka suatu kawasan 9). Harmoni/kecocokan
yang dapat memperjelas (harmony compatibility)
dan memudahkan Prinsip
persepsi ruang luarnya. harmoni/kecocokan
Ketajaman ruang ini menekankan pada aspek
sangat berkaitan dengan arsitektural dan
faktor-faktor kecocokan estetika
pemandangan, karakter, yang berkaitan dengan
serta pencapaiannya. masalah topograli yang
7). Prinsip-prinsip hares diantisipasi
pemandangan kawasan dalam perencanannya,
(the principle of views baik masalah skala
encompasses) maupun bentuk massanya.
Prinsip – prinsip 10). Integrasi skala dan bentuk
pemandangan kawasan (Scale and pattern
memperhatikan aspek integrated)
estetik terhadap vista Prinsip integrasi skala dan
lingkungan (pleasing bentuk ini bertujuan untuk
vistas), atau persepsi mencapai skala manusia
orang pada saat di lingkungan kota, yang
melakukan orientasi menekankan pada ukuran,
terhadap lingkungan kota. bestir bangunan dan
Misalnya layout jalan, massa bangunan,
penempataii bangunan, demikian pula dimensi

PROSES PERENCANAAN DESAIN TAMAN KOTA DAN RUANG PUBLIK

52
SARGA, Volume XVI, Edisi 3; November 2010

estetika yang (expression of identity)


berhubungan dengan Untuk memberikan
kepekaan dan efek ekspresi identitas,
tekstur bangunan dengan status, dan nilai-nilai
skala pemandangan dari bagi penghuni dan
arch tertentu. masyarakat perlu
penekanan disain
b. Sedangkan konsep Urban terutama peranan warns,
System Research and . material bangunan, dan
Engineering, Inc.(1977) lebih ekspresi bangunan secara
menekankan pada kualitas individual.
visual yang dikelompokkan 3). Pencapaian dan orientasi
dalam delapan kategori sebagai (access and orientation)
berikut. Faktor penting yang harus
1). Kelayakan hubungan (fit diperhatikan adalah
with setting) kejelasan dan keamanan
Kelayakan hubungan. dari pintu masuk, jalan
(fit with setting) ini setapak, dan ke arah
menitikberatkan pada lokasi fasilitas penting,
harmoni atau kecocokan sehingga semua orang
rancangan antara tabu akan ke amana dan
perumahan dan kota yang spa yang akan dilakukan.
berkaitan dengan faktor 4). Pendukung aktivitas (activity
lokasi, kepadatan support)
perumahan, warna, bentuk Kegiatan masyarakat
dan material. Di samping akan memberi karakter
itu aspek lain yang hares perilaku mereka melalui
diperhatikan adalah tanda-tanda yang didisain
aspek historis, aspek khusus termasuk elemen
budaya, komponen yang fisik, ukuran, dan lokasi
cocok dengan nilai dari sebuah fasilitas yang
bangunan, artefak jalan disediakan.
setapak yang unik 5). Pemandangan (views)
sehingga dapat Menekankan pada
mengingatkan kembali pencapaian bangunan-
bagi setiap orang. bangunan ke arah
2). Ekspresi dari identitas ruang-ruang publik

PROSES PERENCANAAN DESAIN TAMAN KOTA DAN RUANG PUBLIK

53
SARGA, Volume XVI, Edisi 3; November 2010

(public spaces). a. Vitalitas (vitality),


6). Elemen-elemen alam Menitik beratkan pada
(natural elements) suatu sistim keamanan,
Menciptakan disain yang kecocokan ukuran atau
memanfaatkan unsur- kelayakan antara tuntutan
unsur alam yang ads di manusia dalam hal
lokasi tapak, misalnya temperatur, anatomi tubuh,
dengan pemanfaatan dan fungsi tubuh,
topografi yang terjal, b. Kepekaan (sense),
tanaman penutup, Dimensi kepekaan yang
pemanfaatan smar dimaksud disini meliputi
matahari, air, dan Tatar bentuk, kualitas, dan
belakang pemandangan identitas lingkungan,
langit. c. Kelayakan (fit),
7). Tampak yang nyaman Menitik beratkan pada
(visual comfort) kelayakan antara ruang
Pada prinsipnya tampak dan karakter bentuk yang
yang nyaman (visual ada,
comfort) menghindari d. Pencapaian (access),
gangguan dari silau, asap, Memperhatikan
debu, traffic light yang kemampuan orang menuju
membingungkan, ketempat satu ke yang lain
pemandangan yang melalui ruang publik ini,
menghalangi kendaraan e. Pemeriksaan (control),
yang melaju dengan cepat. Diarahkan pada ruang
8). Kepedulian dan perawatan ruang kegiatan, tempat
(care and maintenance) rekreasi.
Memperhatikan pemilihan
komponen dalam disain
yang mudah perawatan 4. Teknis Perencanaan
dan pengelolaannya. Dalam rencana pembangunan
dan pengembangan RTH yang
c. Selanjutnya menurut Kevin fungsional suatu wilayah
Lynch (1981), sebuah ruang perkotaan, ada 4 (empat) hal
publik harus mempunyai lima utama yang harus diperhatikan
dimensi tampilan (Five yaitu
performance dimension), yaitu:

PROSES PERENCANAAN DESAIN TAMAN KOTA DAN RUANG PUBLIK

54
SARGA, Volume XVI, Edisi 3; November 2010

a. Luas RTH minimum yang e. Action Plan


diperlukan dalam suatu Pembangunan dan
wilayah perkotaan ditentukan pengelolaan RTH wilayah
secara komposit oleh tiga perkotaan harus menjadi
komponen berikut ini, yaitu: substansi yang terakomodasi
1) Kapasitas atau daya dukung secara hierarkial dalam
alami wilayah perundangan dan peraturan
2) Kebutuhan per kapita serta pedoman di tingkat
(kenyamanan, kesehatan, dan nasional dan daerah/kota.
bentuk pelayanan lainnya) Untuk tingkat daerah baik
3) Arah dan tujuan provinsi maupun
pembangunan kota. kabupaten/kota, permasalahan
RTH berluas minimum RTH menjadi bagian organik
merupakan RTH berfungsi dalam Rencana Tata Ruang
ekologis yang berlokasi, Wilayah dan subwilayah yang
berukuran, dan berbentuk diperkuat oleh peraturan
pasti, yang melingkup RTH daerah.
publik dan RTH privat. Dalam Dalam pelaksanaannya,
suatu wilayah perkotaan maka pembangunan dan
RTH publik harus berukuran pengelolaan RTH juga
sama atau lebih luas dari RTH mengikut sertakan masyarakat
luas minimal, dan RTH privat untuk meningkatkan apresiasi
merupakan RTH pendukung dan kepedulian mereka
dan penambah nilai rasio terhadap, terutama, kualitas
terutama dalam meningkatkan lingkungan alami perkotaan,
nilai dan kualitas lingkungan yang cenderung menurun.
dan kultural kota.
b. Lokasi lahan kota yang Beberapa action plan yang
potensial dan tersedia untuk dapat dilaksanakan, a.l.:
RTH 1). Issues : Suboptimalisasi
c. Sruktur dan pola RTH yang RTH
akan dikembangkan (bentuk, Action plan yang
konfigurasi,dan distribusi) disarankan:
d. Seleksi tanaman sesuai (a) Penyusunan kebutuhan
kepentingan dan tujuan luas minimal/ideal RTH
pembangunan kota. sesuai tipologi kota

PROSES PERENCANAAN DESAIN TAMAN KOTA DAN RUANG PUBLIK

55
SARGA, Volume XVI, Edisi 3; November 2010

(b) Penyusunan indikator Action plan yang


dan tolak ukur disarankan:
keberhasilan RTH suatu (a)Pencanangan Gerakan
kota Bangun, Pelihara, dan
(c) Rekomendasi Kelola RTH (contoh
penggunaan jenis-jenis Gerakan Sejuta Pohon,
tanaman dan vegetasi Hijau royo-royo, Satu
endemik serta jenis- pohon satu jiwa, Rumah
jenis unggulan daerah dan Pohonku, Sekolah
untuk penciri wilayah Hijau, Koridor Hijau dan
dan untuk Sehat, dll)
meningkatkan keaneka (b)Penyuluhan dan
ragaman hayati secara pendidikan melalui
nasional berbagai media
2). Issues : Lemahnya (c)Penegasan model
kelembagaan pengelola kerjasama antar stake
RTH holders
Action plan yang (d)Perlombaan antar kota,
disarankan: antar wilayah, antar
(a) Revisi dan penyusunan subwilayah untuk
payung hukum dan meningkatkan apresiasi,
perundangan (UU, PP, partisipasi, dan
dll) responsibility terhadap
(b) Revisi dan penyusunan ketersediaan tanaman
RDTR, RTRTH, dll dan terhadap kualitas
(c) Penyusunan Pedoman lingkungan kota yang
Umum : Pembangunan sehat dan indah
RTH, Pengelolaan RTH 4). Issues : Keterbatasan
(d) Penyusunan lahan perkotaan untuk
mekanisme insentif dan peruntukan RTH
disinsentif Action plan yang
(e) Pemberdayaan dan disarankan:
peningkatan peran serta (a) Peningkatan fungsi
masyarakat. lahan terbuka kota
menjadi RTH
3). Issues : Lemahnya peran (b) Peningkatan luas RTH
stake holders privat

PROSES PERENCANAAN DESAIN TAMAN KOTA DAN RUANG PUBLIK

56
SARGA, Volume XVI, Edisi 3; November 2010

(c) Pilot project RTH aspek fisik lingkungan dari


fungsional untuk lahan- daerah perencanaan.
lahan sempit, lahan-
lahan marjinal, dan b). Metode Pembobotan
lahan-lahan yang (Skoring Likert)
diabaikan. Metode ini dimaksudkan untuk
menentukan tingkatan dari
data yang ada baik data yang
bersifat kualitatif maupun
kuantitatif. Metode ini
digunakan untuk
5. Analisis mengkompilasi data yang
Metode yang biasa digunakan berjumlah banyak dan
dalam proses penyusunan desain berlainan jenis menjadi data
ruang terbuka hijau/ hutan/ taman yang terstruktur sehingga
kota adalah metode kuantitatif dan memiliki kualifikasi yang dapat
kualitatif yang penggunaannya digunakan untuk memudahkan
tergantung pada tujuan dan hasil proses analisis.
analisis dan ketersediaan data. Metode pembobotan dilakukan
Beberapa alternatif penggunaan dalam 2 tahapan:
metode analisis nya adalah 1. Untuk menemukan wilayah
sebagai berikut : wilayah yang potensial
a). Metode Superimpose (Sleve untuk lokasi Hutan Kota
Map Analysis) 2. Untuk menentukan ranking
Metode ini merupakan calon Lokasi Hutan Kota
pendekatan analisis yang yang akan diprioritasklan
mempergunakan beberapa untuk perencanaan
peta eksisting untuk /pembangunan selanjutnya
mendapatkan tingkat 3. Indikator dalam penentuan
kesesuaian lahan yang akan wilayah potensial untuk
dipergunakan sebagai wilayah Hutan Kota disesuaikan
perencanaan. dengan Ketentuan
Analisis ini digunakan untuk berdasarkan Peraturan
menentukan daerah yang Pemerintah No 63 Tahun
paling baik untuk Lokasi 2002 tentang Hutan Kota.
Hutan/ Taman Kota. Faktor
penentunya adalah semua

PROSES PERENCANAAN DESAIN TAMAN KOTA DAN RUANG PUBLIK

57
SARGA, Volume XVI, Edisi 3; November 2010

c). Metode Analisis Deskriptif perencanaan maupun dalam


Kualitatif konstalasi regionalnya.
Analisis deskriptif kualitatif Sedangkan terpadu
merupakan pengamatan mengindikasikan bahwa untuk
deskriptif dengan sistem menyelesaikan permasalahan
pemikiran interpretasi yang tidak hanya dipecahkan secara
tidak sekedar berdasarkan sektoral saja, tetapi didasari
fenomena saja namun diteliti oleh kerangka perencanaan
hubungannya hingga yang terpadu antar sektor,
memunculkan hipotesa serta yang dalam implementasinya
adanya prediksi hingga dapat berujud koordinasi dan
mendapatkan masalah. sinkronisasi antar sektoral.
Berdasarkan metoda yang
digunakan analisis ini e). Analisa SWOT
mempunyai subyektivitas tinggi Metode SWOT merupakan
terhadap obyek yang metode yang seringkali
dianalisis. Untuk itu diperlukan dipergunakan dalam suatu
brainstorming (diskusi umum perencanaan strategik, dan
dan khusus, rapat koordinasi, sangat implikatif di dalam
dan presentasi). analisisnya. SWOT akan
mencari faktor-faktor
d). Metode Mixed Scanning penghambat dan faktor-faktor
Comprehensive Approach peluang yang dihadapi.
Metode ini merupakan Sehingga seringkali disebut
pendekatan perencanaan yang sebagai metode analisis
menyeluruh dan terpadu situasi.
serta didasarkan pada potensi Adapun Analisa dan Kajian
dan permasalahan yang ada di menyangkut beberapa factor
wilayah perencanaan. untuk menilai kondisi,
Pendekatan tersebut kebutuhan, fungsi dan manfaat
menyeluruh, dalam arti bahwa Hutan Kota secara:
peninjauan permasalahan  Ekologis
bukan hanya didasarkan pada Analisis ekologis yang
kepentingan wilayah dilakukan mencakup:
perencanaan saja, tetapi kualitas air tanah, bencana
ditinjau pada kepentingan yang alam (banjir, tanah
lebih luas, baik antara wilayah

PROSES PERENCANAAN DESAIN TAMAN KOTA DAN RUANG PUBLIK

58
SARGA, Volume XVI, Edisi 3; November 2010

longsor), polusi udara dan Sebagai contoh, hasil


suhu udara. penelitian di sebuah kota
 Sosial Budaya dengan luas 431 km2,
Analisis sosial budaya jumlah penduduk 2,6 juta
mencakup interaksi sosial, jiwa, jumlah kendaraan
sarana rekreasi, dan bermotor 200.000 bh,
tetenger (landmark) kota. maka:
 Arsitektural Kebutuhan O2 = 5,352
Analisis arsitektural X 10 gram atau setara
menyangkut nilai 5.709 X 10 gram berat
keindahan dan kering tanaman,
kenyamanan Untuk memproduksi
 Ekonomi oksigen oleh kelompok
Analisis ekonomi tanaman sebesar jumlah
menyangkut pemanfaatan tersebut perlu dibuat:
lahan kosong menjadi (5.709 X 10) : 24 = 105.7
lahan budidaya (urban km2 atau 24.6% luas kota
agricultur) dan kontribusi adalah RTH
sarana wisata Hutan Kota Dengan catatan asumsi
 Regulasi / Peraturan bahwa setiap meter persegi
Analisa regulasi/peraturan (m2) tanaman
untuk mendapatkan hasil menghasilkan 54 gram
rekomendasi Rencana bahan kering.
Hutan Kota yang kuat
secara yuridis. 2). Perhitungan Berdasar
Kebutuhan Air:
f). Analisa Perhitungan Luas Kebutuhan air dalam kota
RTH Kota tergantung dari faktor:
Terdapat beberapa macam a. Kebutuhan air bersih
cara untuk menetapkan per tahun
keluasan RTH kota, ditinjau b. Jumlah air yang
dari berbagai kebutuhan dapat disediakan oleh
penduduk kota. PAM
1). Pendekatan Gerakis c. Potensi air saat ini
melalui Perhitungan d. Kemampuan hutan
Kebutuhan Oksigen (O2): menyimpan air

PROSES PERENCANAAN DESAIN TAMAN KOTA DAN RUANG PUBLIK

59
SARGA, Volume XVI, Edisi 3; November 2010

PENGATURAN PROPORSI RUANG TERBUKA HIJAU PADA WILAYAH


KOTA
RUANG TERBUKA

RUANG TERBUKA NON HIJAU


RUANG TERBUKA
NON HIJAU PRIVAT

RUANG TERBUKA NON HIJAU PUBLIK

RUANG TERBUKA HIJAU


(MIN 30% LUAS KOTA)
RTH PUBLIK
Ps. 29 ayat (2)
Ps. 29 ayat (1) (20% LUAS KOTA)
RTH PRIVAT Ps. 29 ayat (3)

berdasarkan UU Tata Ruang No: 26 tahun 2007.

antara dan di dalam populasi spesies


g). Analisa Ekologis
yang sama, atau di antara komunitas
1). Ekologi dan Ekosistem populasi yang berbeda-beda dan
Makhluk hidup dalam perkembangan berbagai faktor non hidup (abiotik)
dan pertumbuhannya tidak dapat yang banyak jumlahnya yang
hidup sendiri, selalu memerlukan merupakan lingkungan yang efektif
makhluk lainnya dalam menjalani tempat hidup jasad, populasi atau
hidup dan kehidupannya. Antara komunitas itu. Lingkungan efektif itu
makhluk yang satu dengan makhluk mencakup keterkaitan pada interaksi
yang lain selalu berhubungan dan antara jasad hidup itu sendiri. Kaji
mengadakan kontak yang saling ekologi itu memungkinkan kita
menguntungkan. Tetapi ada juga memahami komunitas itu secara
sebagian kecil mahkluk hidup yang keseluruhan (Ewusie, 1990).
selalu merugikan makhluk lain, Adapun ekologi sendiri mencakup
biasanya makhluk ini disebut dengan suatu keterkaitan antara segenap
parasit. unsur lingkungan hidup yang saling
Ekologi adalah kajian mengenai mempengaruhi, sepeti tumbuhan dan
interaksi timbal-balik jasad individu, di sinar matahari, tanah dengan air,
PROSES PERENCANAAN DESAIN TAMAN KOTA DAN RUANG PUBLIK

60
SARGA, Volume XVI, Edisi 3; November 2010

yang pada umumnya dikatakan


sebagai hukum alam yang berimbang 2). Tanam-tanaman dalam
dan biasa disebut ekosisitem. Lingkungan Kota
Komponen-komponen dalam Penghijauan di lingkungan kota dapat
ekosistem telah dikelola oleh alam meningkatkan kualitas kehidupan
dan mereka saling berinteraksi. Ada dalam kota, karena manusia dapat
komponen yang bersifat netral, hidup erat dengan alam (melihat
bekerjasama, menyesuaikan diri, tumbuhan tanaman, burung dan
bertentangan bahkan saling binatang lain serta dapat mengerti
menguasai. Akan tetapi pada fungsi ekosistem). Kota yang memiliki
akhirnya antara kekuatan-kekuatan keteduhan dengan banyak pohon
tersebut terjadi keseimbangan (Arief, besar yang rindang dapat
1994). mengurangi lalu lintas bermotor
Satu ciri mendasar pada ekosistem (karena penduduk lebih bersedia
adalah bahwa ekosistem itu bukahlah berjalan kaki, dan berkurang untuk
suatu sistem yang tertutup, tetapi mencari tempat beristirahat di luar
terbuka dan dari padanya energi dan kota atau ditempat hiburan besar).
zat terus-menerus keluar dan (Heinz Frick, 1998)
digantikan agar sistem itu terus Disamping hal tersebut penghijauan
berjalan. Sejauh yang berkenaan di lingkungan kota meningkatkan
dengan struktur, ekosistem secara produksi oksigen yang
khas mempunyai tiga komponen menguntungkan kehidupan sehat
biologi, yaitu; produsen (jasad bagi manusia, mengurangi
autotrof) atau tumbuhan hijau yang pencemaran udara, serta
mampu menambat energi cahaya; meningkatkan kualitas iklim mikro.
hewan (jasad heterotrof) atau Tanam – tanaman menerima air
kosumen makro yang menggunakan hujan, mengikatnya didalam tanah,
bahan organik; dan pengurai, yang dan kemudian menguapkannya
terdiri dari jasad renik yang kembali. Dengan demikian tanaman
menguraikan bahan organik dan tersebut ikut dalam pengolahan air
membebaskan zat hara terlarut hujan dan melindungi tanah lereng
(Ewusie, 1990). dari longsor.

PROSES PERENCANAAN DESAIN TAMAN KOTA DAN RUANG PUBLIK

61
SARGA, Volume XVI, Edisi 3; November 2010

Tabel 1: Tanaman Sebagai Peningkat Kualitas Lingkungan Kota


1 Pohon berumur ± Tanam tanaman
100 tahun seluas 1 Ha
Produksi oksigen (O2) 1,7 kg/jam 600 kg/hari
Penerimaan karbondioksida
2 2,35 kg/jam 900 kg/hari
(CO )
Zat arang yang terikat 6 ton -
Penyaring debu - sampai 85%
Penguapan air 500 liter/hari -
0
Penurunan suhu - Sampai 4 C

Selain tanaman dapat memperbaiki sumbernya (Living Planet Report,


kualitas kehidupan, peningkatan 2004, hal 10).
pendapatan (daun, kayu, akar, buah),
penanaman tanaman dan semak h). Analisa Teknis
dapat berfungsi juga sebagai Sebagaimana yang tertuang
penahan erosi, mencegah banjir, dalam pasal 8 PP Nomor 63
menjaga sumber air, sumber bahan Tahun 2002 Tentang Hutan
bangunan dan sumber pangan. Kota disebutkan bahwa
Disamping itu tanaman juga dapat besaran luas Hutan Kota
mengurangi pencemaran debu. dalam satu hamparan yang
3). Penelusuran Jejak Ekologis kompak paling sedikit 0,25 Ha.
Dalam kaitannya dengan analisa Persentase luas hutan kota
ekologis penyusunan studi paling sedikit 10% dari wilayah
Pembangunan Hutan Kota perkotaan atau disesuaikan
Kebumen dilakukan kajian dengan kondisi setempat.
dengan menelusuri jejak Hutan kota merupakan bagian
ekologis. dari keseluruhan RTH Kota
Jejak ekologis adalah mengukur dan RTH merupakan bagian
konsumsi manusia pada sumber- dari Ruang Terbuka (open
sumber alam dalam kaitannya space) wilayah perkotaan.
dengan keberlanjutan lingkungan. Dalam rencana pembangunan
Jejak ini harus dipertimbangkan dan pengembangan RTH yang
dengan kemampuan alam untuk fungsional suatu wilayah
memperbaharui sumber perkotaan, ada 4 (empat) hal
PROSES PERENCANAAN DESAIN TAMAN KOTA DAN RUANG PUBLIK

62
SARGA, Volume XVI, Edisi 3; November 2010

utama yang harus diperhatikan RTH luas minimal, dan RTH privat
yaitu: merupakan RTH pendukung dan
(a) Luas RTH minimum yang penambah nilai rasio terutama dalam
diperlukan dalam suatu wilayah meningkatkan nilai dan kualitas
perkotaan ditentukan secara lingkungan dan kultural kota.
komposit oleh tiga komponen (b) Lokasi lahan kota yang
berikut ini, yaitu: potensial dan tersedia untuk RTH
1) Kapasitas atau daya (c) Sruktur dan pola RTH yang akan
dukung alami wilayah dikembangkan (bentuk,
2) Kebutuhan per kapita konfigurasi, dan distribusi)
(kenyamanan, kesehatan, (d) Seleksi tanaman sesuai
dan bentuk pelayanan kepentingan dan tujuan
lainnya) pembangunan kota.
3) Arah dan tujuan Standart kebutuhan RTH diatas
pembangunan kota berlaku umum di wilayah perkotaan,
RTH berluas minimum merupakan dengan luasan RTH minimal yang
RTH berfungsi ekologis yang dibutuhkan di wilayah perkotaan.
berlokasi, berukuran, dan berbentuk Perhitungan diatas berdasarkan
pasti, yang melingkup RTH publik kebutuhan per unit lingkungan dan
dan RTH privat. Dalam suatu wilayah jenis ruang terbuka yang dibutuhkan
perkotaan maka RTH publik harus serta lokasinya.
berukuran sama atau lebih luas dari

PROSES PERENCANAAN DESAIN TAMAN KOTA DAN RUANG PUBLIK

63
SARGA, Volume XVI, Edisi 3; November 2010

Tabel 2
STANDART RTH: KRITERIA UNIT UNIT LINGKUNGAN

Tabel 3.
KEBUTUHAN AKAN RTH

kualitas sosial masyarakat yang


i). Analisa Sosial Budaya makin buruk dan tertekan
Tingginya tingkat kriminalitas dan RTH kota merupakan sub-ordinat
konflik horizontal diantara kelompok ruang terbuka yang ada dalam
masyarakat perkotaan secara tidak konstelasi perencanaan ruang kota
langsung juga dapat disebabkan oleh secara keseluruhan. Ditinjau dari
kurangnya ruang-ruang kota yang sudut manusia, maka konsepsi
dapat menyalurkan kebutuhan pengelolaan LH menjadi kompleks. Di
interaksi sosial untuk pelepas satu pihak, dengan berbagai
ketegangan yang dialami oleh pandangan dan latar belakang,
masyarakat perkotaan. Rendahnya manusia itu berbudaya (cultural
kualitas lingkungan perumahan dan contemplation), berperilaku sosial
penyediaan ruang terbuka (social behaviour), pertimbangan
publik,secara psikologis telah ekonomi (economicconsiderations),
menyebabkan kondisi mental dan dan bersikap politik (political
PROSES PERENCANAAN DESAIN TAMAN KOTA DAN RUANG PUBLIK

64
SARGA, Volume XVI, Edisi 3; November 2010

attitudes), semua terpadu sebagai udara, air, tanah dan suara, banjir,
salah satu komponen pendukung kebakaran, dan krisis air bersih,
pengembangan lingkungan hidup berakibat penurunan kualitas
(Haeruman, et.al.1980). kesehatan, produktivitas, dan kinerja
Manusia akan selalu memandang, warga kota.
bahwa sumber daya itu akan Perencanaan tata ruang kota selalu
menghasilkan barang dan jasa tertinggal dengan laju kebutuhan fisik
berupa materi, informasi, dan energi, dan psikis penduduk yang semakin
dalam siklusnya masing-masing, meningkat, baik dalam jumlah
termasuk perhitungan antara daya maupun kualitas. Ekspansi ruang
dukung atau kemampuan asimilasi kota ke segala penjuru tanpa
serta dampak negatif lingkungan. terkendali. Penanganan masalah
Sekarang, tergantung pada diri kita lingkungan hidup kota, termasuk
masing-masing, bagaimana eksistensi RTH, masih bersifat parsial
menyadari eksistensi sumberdaya itu dan temporal.
dan pemanfaatannya, terutama di
lingkungan perkotaan, sehingga j). Analisa Arsitektur
dapat bermanfaat bagi kehidupan Secara arsitektural RTH dapat
warga kota secara berkelanjutan. meningkatkan nilai keindahan
Dilihat dari sebuah unit sosial terkecil dan kenyamanan kota melalui
yaitu keluarga, maka ruang luar yang keberadaan taman-taman
ada sebenarnya dapat dimanfaatkan kota, kebun-kebun bunga, dan
secara optimal, dengan tanaman pot jalur-jalur hijau dijalan-jalan
bunga, buah, sayuran, apotik hidup kota.
minimal untuk kebutuhan keluarga. Berdasarkan PP Nomor 63
Kota akan selalu menghadapi Tahun 2002 Tentang Hutan
perobahan akibat akselerasi Kota Pasal 14 dan 15 tentang
pembangunan secara menyeluruh, type dan bentuk hutan kota
sehingga terjadi degradasi kualitas dengan fungsi yang ditetapkan
fungsi alami lingkungan. Kemacetan dalam Rencana Tata Ruang
lalu-lintas yang semakin parah di Wilayah Perkotaan atau
seluruh bagian kota, pencemaran

PROSES PERENCANAAN DESAIN TAMAN KOTA DAN RUANG PUBLIK

65
SARGA, Volume XVI, Edisi 3; November 2010

Rencana Tata Ruang Wilayah World”, John Wiley & Sons, New
adalah: York.
Tipe hutan kota antara lain: Direktorat Pembinaan Jalan Kota
a. tipe kawasan permukiman; (1992), “Petunjuk Praktis
b. tipe kawasan industri; Penataan Penghijauan Jalan
c. tipe rekreasi; dan Lingkungannya” Direktorat
d. tipe pelestarian plasma Jenderal Bina Marga.
nutfah; Ir M. Robinson (1993), ”Urban
e. tipe perlindungan; dan Planning Methods and
f. tipe pengamanan. Techniques”, Human Settlement
Bentuk hutan kota antara lain: Development, Asian Institute of
a. jalur; Technology, Bangkok.
b. mengelompok; dan Melville C. Branch (1985),
c. menyebar. ”Comprehensive City
Planning; Introduction and
DAFTAR PUSTAKA Explanation”, The Planners
Press of The American Planning
Anthony J. Catanese, dkk (1989), Association, Chicago.
”Pengantar Sejarah Menno S. dan Mustamin Alwi (1991),
Perencanaan Perkotaan, ”Antroplogi Perkotaan”,
sebuah kumpulan karangan Rajawali Pers, Jakarta.
(terjemahan)”, Intermatra, Paul D. Spreiregen (1981), ”Urban
Bandung. Design; The Architecture of
Arthur B. Gallion dan Simon Eisener Towns and Cities”,Robert E.
(1992), ”Pengantar Kreiger Publishing Company,
Perancangan Kota, Desain dan Florida.
Perencanaan Kota Rob Krier (1991), ”Urban Space”,
(terjemahan)”, Penerbit Erlangga, Academy Editions, London.
Jakarta.
Diana Conyer and Peter Hills (1984),
”An Introduction to
Development in the Third

PROSES PERENCANAAN DESAIN TAMAN KOTA DAN RUANG PUBLIK

66
SARGA, Volume XVI, Edisi 3; November 2010

PENGARUH REJIM ALIRAN TERHADAP MODEL


KOEFISIEN PINDAH MASSA PADA PROSES
EKSTRAKSI CAIR-CAIR DALAM KOLOM ISIAN

Priyono Kusumo
email : priyo330@yahoo.com

Abstrak

Ekstraksi cair-cair merupakan salah satu metode pemisahan campuran yang


melibatkan proses pemindahan massa solut antara fasa cair yang tidak saling melarut.
Dalam proses ekstraksi cair-cair secara kontinyu salah satu cairan didispersikan ke
cairan lainnya agar terjadi kontak yang intim antara kedua cairan tersebut.
Perpindahan massa solut dari satu fasa cair ke fasa cair lainnya sangat dipengaruhi
oleh karakteristik isian, luas permukaan kontak serta diameter gelembung. Untuk
keperluan perancangan atau evaluasi unjuk kerja kolom isian, diperlukan informasi
besarnya harga koefisien pindah massa baik di fasa dispersi maupun di fasa kontinyu.
Saat ini korelasi untuk meramalkan besarnya harga koefisien pindah massa baik di
fasa dispersi maupun di fasa kontinyu diturunkan untuk gelembung tunggal baik pada
kondisi gelembung bersirkulasi atau tak bersirkulasi.
Untuk dapat mengetahui korelasi yang dapat digunakan untuk meramalkan besarnya
koefisien pindah massa proses ekstraksi cair-cair dalam kolom isian, dilakukan
pengamatan ekstraksi sistem air–MEK–n-heksan. Dalam sistem ini air sebagai fasa
kontinyu, MEK sebagai solut, dan n-heksan sebagai fasa dispersi. Pengamatan
ekstraksi pada temperatur dan tekanan ruang, dilakukan dalam sebuah kolom
berdiameter 5 cm, tinggi 126 cm yang berisi bola kaca.
Hasil pengamatan menunjukan bahwa gabungan korelasi model Handloss-Baros (HB)
– dan model Garner-Foord-Tayeban (GFT) memberikan hasil yang cukup sesuai pada
rentang gelembung bersirkulasi (pada harga Re : 10-200). Berdasarkan model
tersebut, penyimpangan terbesar dalam peramalan tinggi isian mencapai harga 1,53
kali dari tinggi sebenarnya.

Kata kunci: ekstraksi cair-cair, kolom isian, koefisien pindah massa

Pendahuluan kecil. Ekstraksi cair-cair saat ini telah


Ekstraksi cair-cair merupakan digunakan pada skala komersial
salah satu cara pemisahan campuran misalnya pada industri petroleum
cair yang pada kondisi tertentu dimana proses ini dimanfaatkan untuk
memiliki beberapa keunggulan bila penghilangan senyawa-senyawa
dibandingkan dengan menggunakan aromatik, sulfur, lilin dan resin pada
cara pemisahan lain, seperti distilasi pembuatan minyak pelumas.
atau adsorpsi. Keunggulan tersebut Pemisahan campuran fasa cair
antara lain ialah proses pemisahan dapat terjadi akibat perpindahan
dapat berjalan pada kondisi ruang salah satu senyawa dalam campuran
dengan kebutuhan energi yang relatif ke fasa cair lain yang kontak dengan
PENGARUH REJIM ALIRAN TERHADAP MODEL KOEFISIEN PINDAH MASSA PADA PROSES EKSTRAKSI CAIR-CAIR DALAM KOLOM ISIAN

67
SARGA, Volume XVI, Edisi 3; November 2010

campuran cair tersebut. Agar proses pindah massa yang dinyatakan dalam
pemisahan berlangsung dengan besaran koefisien pindah massa.
cepat dan sempurna, kontak antara Besaran koefisien pindah massa
kedua cairan tersebut harus intim tersebut akan menggambarkan
yaitu memiliki luas area permukaan mudah tidaknya senyawa yang akan
kontak sangat luas serta hambatan diekstraksi (solute) berpindah dari
perpindahan massa antar fasa cair- salah satu cairan ke cairan yang
cair sangat rendah. Hal ini dapat lainnya.
dicapai bila salah satu cairan
terdispersi di dalam cairan yang Tinjauan Pustaka
lainnya. Cairan yang terdispersi Ekstraksi cair-cair atau
dalam bentuk tetesan disebut fasa ekstraksi solven adalah ekstraksi dari
terdispersi, sedangkan cairan yang larutan fasa cair dengan
lainnya yang mendispersi disebut menggunakan pelarut fasa cair lain
fasa kontinyu. sebagai media pemisah. Secara
Dinamika tetesan tersebut sederhana peristiwa ekstraksi cair-
sangat berpengaruh terhadap cair dapat digambarkan dalam skema
besarnya luas area permukaan sebagai berikut:
kontak serta besarnya hambatan

Pelarut II Ekstrak

Rafinat

Pelarut I Zat Terlarut

Gambar 1. Skema Proses Ekstraksi Cair-Cair

PENGARUH REJIM ALIRAN TERHADAP MODEL KOEFISIEN PINDAH MASSA PADA PROSES EKSTRAKSI CAIR-CAIR DALAM KOLOM ISIAN

68
SARGA, Volume XVI, Edisi 3; November 2010

Proses pemisahan zat yang cair-cair terjadi berdasarkan pindah


ada dalam larutan asal ke dalam massa akibat kontak antara larutan
yang dialirkan secara kontinyu (fasa
pelarut merupakan proses pindah
kontinyu) dengan pelarut yang
massa yang memerlukan luas dialirkan secara terdispersi (fasa
permukaan kontak yang besar, oleh terdispersi). Fasa kontinyu dialirkan
dari bagian atas kolom isian yang
sebab itu pelarut didispersikan dalam
kemudian mengalir turun. Selama
bentuk tetesan-tetesan kecil ke dalam mengalir di sepanjang kolom, cairan
larutan asal, atau sebaliknya pelarut mengisi celah-celah kosong dan
membentuk lapisan tipis pada
asal yang didispersikan kedalam
permukaan bahan isian. Fasa
pelarut. Dengan demikian dalam terdispersi dialirkan dari bagian
proses ekstraksi cair-cair dikenal dua bawah kolom isian yang selama
fasa saling kontak yaitu fasa mengalir di sepanjang kolom
dimungkinkan mengalami proses-
terdispersi yang merupakan cairan proses berikut :
yang didispersikan dan fasa yang  Melewati celah-celah kosong
merupakan cairan yang bertindak  Menembus bahan isian
 Mengalami perpecahan
sebagai medium dispersi.
menjadi gelembung dengan ukuran
Mekanisme pemisahan yang lebih kecil akibat bertumbukan
digambarkan secara sederhana dengan bahan isian
dalam Gambar 2, dengan ekstraksi

Larutan/fasa Ekstrak
kontinyu

Pelarut/fasa
terdispersi
Rafinat
Gambar 2. Ekstraksi Cair-Cair dalam Kolom Isian

PENGARUH REJIM ALIRAN TERHADAP MODEL KOEFISIEN PINDAH MASSA PADA PROSES EKSTRAKSI CAIR-CAIR DALAM KOLOM ISIAN

69
SARGA, Volume XVI, Edisi 3; November 2010

Melalui berbagai proses Laju perpindahan zat terlarut yang


tersebut terjadilah kontak dengan terjadi antar larutan dibatasi oleh
fasa kontinyu yang mengalir adanya tahanan (resistance) yang
kebawah, kontak yang terjadi menghalangi proses perpindahan
menyebabkan zat terlarut berpindah yang terjadi secara molekuler. Proses
dari fasa kontinyu ke fasa terdispersi. perpindahan zat terlarut antar larutan
Zat terlarut dapat berpindah karena dapat dirumuskan secara sederhana
adanya driving force antara pelarut dalam persamaan sebagai berikut :
yang satu dengan pelarut yang lain.
driving force
Laju Perpindahan Massa  (1.)
resistance
Driving force pada laju perpindahan resistance yang menghambat proses
massa zat terlarut adalah perbedaan perpindahan adalah invers dari
konsentrasi antar larutan, sedangkan difusivitas zat terlarut dalam larutan.

Neraca massa zat terlarut dalam fasa kontinyu


Uc Ud
Ccin Cdout
Fasa Kontinyu
Cdi

Cd

Cc
Z
Cci Z+? z

Fasa Terdispersi

Uc Ud
Ccout Cdin

Gambar 3. Neraca massa zat terlarut dalam fasa kontinyu

Melalui Gambar 3 fasa terdispersi mengalir melintang


diilustrasikan proses terjadinya kolom pada tiap luas penampang
pindah massa dari fasa kontinyu ke melintang kolom (m3/jam.m2), Cdout
fasa terdispersi dalam kolom isian. konsentrasi zat terlarut di fasa
Uc adalah kecepatan zat terlarut di terdispersi. Sedangkan a adalah luas
fasa kontinyu yang mengalir masuk kontak antar fasa (interfacial area)
dari atas melalui luas penampang antara fasa terdispersi dan fasa
melintang kolom (m3/jam.m2), Ccin kontinyu per satuan volum kolom.
konsentrasi zat terlarut. Ud kecepatan Bila diambil segmen kolom setinggi
PENGARUH REJIM ALIRAN TERHADAP MODEL KOEFISIEN PINDAH MASSA PADA PROSES EKSTRAKSI CAIR-CAIR DALAM KOLOM ISIAN

70
SARGA, Volume XVI, Edisi 3; November 2010

Δz, maka dapat disusun neraca sebagai berikut:


massa pada segmen volum A.Δz

Laju alir masuk – laju alir keluar + laju perpindahan massa = akumulasi (2.)
dCc
AU cCc z  AU cCc z  z  kc a(Cc  Cci )dZ  Az (3.)
dt
dC c
Apabila sistem mencapai keadaan tunak maka akumulasi atau  0 , dievaluasi untuk Δz -> 0
dt
 kc ai Cc  Cci 
diperoleh persamaan dCc
Uc
(4.) dz
Perssamaan (4) merupakan dari luas pindah massa (ai) dan
persamaan yang menggambarkan koefisien pindah massa (kc). Dengan
perubahan konsentrasi zat terlarut di cara yang sama untuk fasa
fasa kontinyu sepanjang kolom z. terdispersi dapat dituliskan
Laju perpindahan massa tergantung

 kd ai Cdi  Cd 
dCd
Ud
(5.) dz

Apabila persamaan (5) ini diintegrasikan maka akan dapat diperoleh tinggi kolom Z
cdin
U dCd
(6.)
Z d
kd ai  C
Cdout di  Cd 

Untuk memperoleh tinggi kolom Z, ai dan koefidien pindah massa fasa


dipengaruhi oleh laju alir fasa terdispersi kd. Koefisien pindah
terdispersi Ud, konsentrasi zat terlarut massa fasa terdispersi kd diperoleh
dalam fasa terdispersi Cd, luas korelasinya dari para peneliti
terjadinya kontak untuk pindah massa terdahulu.

PENGARUH REJIM ALIRAN TERHADAP MODEL KOEFISIEN PINDAH MASSA PADA PROSES EKSTRAKSI CAIR-CAIR DALAM KOLOM ISIAN

71
SARGA, Volume XVI, Edisi 3; November 2010

Model koefisien pindah massa  Bilangan reynold gelembung


Model koefisien pindah massa lebih dari 200
sangat dipengaruhi oleh rejim aliran.  Di dalam pergerakannya ke
Rejim aliran dipengaruhi oleh atas, gelembung mengalami
bilangan Reynoldnya. Ada tiga kembang kempis.
keadaan bilangan Reynold yang  Mekanisme pergerakan
menyebabkan perbedaan rejim aliran gelembung yang berosilasi
khususnya di fasa terdispersi yang disebabkan oleh adanya
juga mempengaruhi pergerakan vortex, yaitu ada gerakan ke
tetesan didalam kolom isian. arah .
Perbedaan itu dinyatakan dengan  Osilasi yang normal tidak
1. Gelembung diam menyebabkan gelembung
 bilangan reynold gelembung pecah.
kurang dari 10  Kecepatan jatuhnya
 gelembung bergerak di bawah gelembung berosilasi tidak
kecepatan turbulennya. berdampak pada frekuensi
 Pergerakan gelembung ke osilasi.
atas diam tidak bergerak baik  Fasa dispersi mempunyai
berotasi maupun berosilasi. pengaruh yang kecil terhadap
2. Gelembung bersirkulasi osilasi, kecuali jika
viskositasnya sangat tinggi.
 Bilangan reynold gelembung
 Osilasi oblate-prolate tidak
antara 10-200.
menyebabkan gelembung
 Laju pergerakannya di bawah
pecah ketika ukuran
kecepatan maksimum
gelembung di bawah
 Gelembung bergerak sambil
maksimum.
berotasi terhadap porosnya
Secara keseluruhan model pindah
3. Gelembung berosilasi
massa berdasarkan bilangan
Reynoldnya ditabelkan berikut ini

PENGARUH REJIM ALIRAN TERHADAP MODEL KOEFISIEN PINDAH MASSA PADA PROSES EKSTRAKSI CAIR-CAIR DALAM KOLOM ISIAN

72
SARGA, Volume XVI, Edisi 3; November 2010

Tabel 1. Model koefisien pindah massa berdasar pada bilangan Reynold

Keadaan Reynold Model koefisien Model koefisien


tetesan tetesan perpindahan massa perpindahan massa fasa kontinyu
fasa terdispersi
Treybal Rowe
Stagnan
(diam)
Re < 10  2 2 Dd
kd  

 Shc  2,076Re 
0,5
S 
c
0, 5

 3d 
Kroning dan Brink (KB) Garner Foord Tayeban (GFT)
k d  17,9Dd 
Shc  0,45 126  1,8Re 
0, 5
 S c 
0, 5

Handlos dan Baron
Sirkulasi 10 < Re < (HB) Higbie
200    4 DcU 
  kc   
 0,00375.U    dc 
kd 
 d 
 1 
 c 
Rose Kintner (RK)
k d  0,45Dd  Garner – Tayeban (GT)
0, 5

Shc  50  0,0085Re S c 


0, 7
Osilasi Re > 200
Angelo – Lightfoot
4Dd 1   0
k d

Pada penelitian ini dipilih menghitung tinggi kolom Z


koefisien pindah massa gabungan diperhitungkan dengan koefisien
HB-GFT (Handloss-Baros – Garner pindah massa secara keseluruhan.
Foord Tayeban), difasa terdispersi Koefisien pindah massa keseluruhan
dan fasa kontinyu. Pemilihan ini atas (Ko, over all) diperoleh dengan
dasar kenyataan bahwa tetesan menggabungkan kedua koefisien
tidaklah stagnant tapi terus bergerak pindah massa dikedua fasa.
sepanjang kolom isian. Dengan Koefisien pindah massa keseluruhan
memvariasikan laju alir fasa bisa dinyatakan dengan basis fasa
terdispersi diharapkan model kontinyu maupun basis fasa
gabungan ini mampu untuk terdispersi. Untuk basis fasa kontinyu
menghitung koefisien pindah massa dinyatakan dengan persamaan
dikedua fasa tersebut. Untuk
1 1 1
 
K oc kc mkd (7.)

PENGARUH REJIM ALIRAN TERHADAP MODEL KOEFISIEN PINDAH MASSA PADA PROSES EKSTRAKSI CAIR-CAIR DALAM KOLOM ISIAN

73
SARGA, Volume XVI, Edisi 3; November 2010

Sedangkan untuk fasa terdispersi dengan perssamaan


1 1 m
 
K od k d kc
(8.)
dengan
Cci  Cc *
m
(9.) Cdi  Cd
Eksperimen
Eksperimen untuk validasi fasa dispersi maupun di fasa
model yang diusulkan, dilakukan kontinyu. Dalam eksperimen ini,
dalam kolom berbentuk silinder yang divariasikan laju alir cairan fasa
diisi dengan bola kaca sebagai bahan terdispersi dan fasa kontinyu
isian. Kolom memiliki sampling port (pengamatan pada berbagai rejim
pada jarak ketinggian yang pendek, aliran). Variasi laju alir ditabelkan
sehingga dimungkinkannya diperoleh berikut ini
profil konsentrasi zat terlarut baik di

Tabel 2. Variasi laju alir fasa kontinyu dan fasa terdispersi


No Fc Fd
Jenis Packing 3 3
Run (cm /s) (cm /s)
1 1,929 4,545
2 3,858 4,545
3 5,787 4,545
Bola Kaca 4 1,929 9,09
5 3,858 9,09
6 5,787 9,09
7 1,929 13,635
8 3,858 13,635
9 5,787 13,635

PENGARUH REJIM ALIRAN TERHADAP MODEL KOEFISIEN PINDAH MASSA PADA PROSES EKSTRAKSI CAIR-CAIR DALAM KOLOM ISIAN

74
SARGA, Volume XVI, Edisi 3; November 2010

Hasil dan pembahasan


Koefisien pindah massa fasa kontinyu kc
0.0900

0.0850

0.0800

0.0750

0.0700
kc cm/s

0.0650

0.0600

0.0550

0.0500

0.0450

0.0400

1 2.25 3.5 4.75 6


Fc cm3/s

Fd = 4,54 cm3/s Fd = 9,09 cm3/s Fd = 13,63 cm/s

Gambar 4. Pengaruh laju alir fasa kontinyu dan fasa terdispersi terhadap koefisien pindah
massa fasa kontinyu kc
Koefisien perpindahan massa kontak yang terjadi. Pengaruh laju alir
fasa kontinyu diambil dari model yang kedua fasa dalam peristiwa pindah
dikembangkan oleh Garner Foord massa fasa kontinyu disampaikan
Tayeban dengan penghertian bahwa dalam Gambar 4.
di dalam kolom isian fasa kontinyu Koefisien pindah massa fasa
akan mengalir mememenuhi kolom kontinyu lebih dominan dipengaruhi
beserta isiannya dan mengalir oleh laju alir fasa kontinyu.
kebawah. Selama dalam perjalanan Perubahan laju alir kedua fasa
mengalir kebawah dalam kolom menyebabkan perubahan pada
bertemu dengan fasa terdispersi yang koefisien pindah massanya.
mengalir naik dengan bentuk tetes- Perubahan yang terjadi senantiasa
tetes fasa terdispersi. Saat sama (berimpit). Keadaan ini
bertemunya fasa kontinyu dan fasa disebabkan pada fasa terdispersi
dispersi disitulah terjadinya tidak atau sedikit sekali mengandung
perpindahan massa. Perpindahan sat yang bisa berpindah dari fasa
massa dari fasa terdispersi ke fasa terdispersi ke fasa kontinyu.
kontinyu dipengaruhi oleh waktu

PENGARUH REJIM ALIRAN TERHADAP MODEL KOEFISIEN PINDAH MASSA PADA PROSES EKSTRAKSI CAIR-CAIR DALAM KOLOM ISIAN

75
SARGA, Volume XVI, Edisi 3; November 2010

Koefisien pindah massa fasa terdispersi


0.0224

0.0222

0.0220

0.0218

0.0216
kd cm/s

0.0214

0.0212

0.0210

0.0208

0.0206

1 2.25 3.5 4.75 6


Fc cm3/s

Fd = 4,54 cm3/s Fd = 9,09 cm3/s Fd = 13,63 cm3/s

Gambar 5. Pengaruh laju alir fasa kontinyu dan fasa terdispersi terhadap koefisien pindah
massa fasa terdispersi kd

Koefisien pindah massa fasa terdispersi. Koefisien pindah massa


terdispersi diambil dari model yang fasa terdispersi sangat dipengaruhi
dikembangkan oleh Handlos-Baron oleh laju alir kedua fasa dalam kolom
dengan asumsi bahwa di dalam tetes isian. Semakin tinggi laju alir salah
terjadi sirkulasi penuh, yaitu kondisi satu fasa atau bahkan keduanya
tetes mendekati tetes berosilasi. Oleh membuat koefisien pindah massanya
karena itu perpindahan massa secara menurun. Sebab pada laju alir yang
difusi jauh lebih besar daripada tinggi terjadi turbulensi pada aliran
perpindahan secara molekuler. yang menyebabkan perubahan
Korelasi ini memperhitungkan bilangan Reynold. Perubahan
parameter viskositas dan kecepatan bilangan Reynold berarti terjadi
tetesan sehingga keberlakuan model perubahan rejim aliran, perubahan
ini lebih tepat pada gelembung rejim aliran menyebabkan model
bersirkulasi dengan rentang bilangan koefisien perpindahan massa dari
Reynold, Re :10-200. Handlos-Baron tidak akurat lagi,
Pada Gambar 5 menunjukkan sebab model ini hanya bisa akurat
perubahan laju alir kedua fasa pada rentang bilangan Reynold 10 –
menyebabkan perubahan pada 200 saja. Laju alir yang lebih lambat
koefisien pindah massa fasa menyebabkan aliran yang laminer,

PENGARUH REJIM ALIRAN TERHADAP MODEL KOEFISIEN PINDAH MASSA PADA PROSES EKSTRAKSI CAIR-CAIR DALAM KOLOM ISIAN

76
SARGA, Volume XVI, Edisi 3; November 2010

aliran laminer bilangan Reynoldnya perpindahan massa zat terlarut dari


kecil. fasa kontinyu ke lapisan batas sama
dengan perpindahan massa zat
Koefisien pindah massa terlarut dari lapisan batas ke fasa
keseluruhan Kod terdispersi. Keadaan ini bisa diikuti
Koefisien pindah massa pada Gambar 6 Pada laju alir fasa
keseluruhan dapat dinyatakan dalam kontinyu yang lebih rendah koefisien
basis fasa kontinyu ataupun fasa pindah massa mempunyai nilai
terdispersi. Pada penelitian ini besar, namun pada laju alir yang
dinyatakan dalam basis fasa lebih cepat koefisien pindah
terdispersi, Kod. Koefisien massanya menurun. Perubahan nilai
perpindahan massa keseluruhan kosfisien pindah massa karena
merupakan gabungan model HB-GFT perubahan laju alir fasa terdispersi
(Handloss Baros – Garner Foord hampir selalu berimpit hal ini
Tayeban). Model ini berlaku akurat disebabkan karena perpindahan
pada rentang bilangan Reynold 10 – massa zat terlarut dari fasa kontinyu
200. Koefisien pindah massa ke lapisan batas sama dengan
keseluruhan dapat didefinisikan perpindahan massa zat terlarut dari
berdasarkan teori dua lapisan. lapisan batas ke fasa terdispersi
Berdasarkan teori dua lapisan, fluks

PENGARUH REJIM ALIRAN TERHADAP MODEL KOEFISIEN PINDAH MASSA PADA PROSES EKSTRAKSI CAIR-CAIR DALAM KOLOM ISIAN

77
SARGA, Volume XVI, Edisi 3; November 2010

0.0250

0.0240

0.0230

0.0220

0.0210
Kod cm/s

0.0200

0.0190

0.0180

0.0170

0.0160

1 2.25 3.5 4.75 6


Fc cm3/s

Fd = 4,5 cm3/s Fd = 9,09 cm3/s Fd = 13,63 cm3/s

Gambar 6. Pengaruh laju alir fasa kontinyu dan fasa terdispersi terhadap koefisien pindah
massa keseluruhan Kod

Perhitungan tinggi kolom, Z


4.50

4.00

3.50

3.00
Zhitung/Znyata

2.50

2.00

1.50

1.00

0.50

0.00
0 0.02 0.04 0.06
K(od)
Re = 35 ; Run 1, 4, 7 Re = 70 ; Run 1, 4, 7 Re = 175 ; Run 1, 4, 7
Re = 350 ; Run 1, 4, 7 model Re = 35 model Re = 70
model Re = 175 model Re = 350

Gambar 7. Tinggi kolom Z pada berbagai bilangan Reynold

Tinggi kolom dihitung dengan Garner Foord Tayeban) untuk


menggunakan model koefisien pindah berbagai rejim aliran yang dinyatakan
massa keseluruhan gabungan dari dengan bilangan Reynold. Gambar 7
model HB-GFT (Handloss-Baros – menjelaskan perihal perbandingan
PENGARUH REJIM ALIRAN TERHADAP MODEL KOEFISIEN PINDAH MASSA PADA PROSES EKSTRAKSI CAIR-CAIR DALAM KOLOM ISIAN

78
SARGA, Volume XVI, Edisi 3; November 2010

tinggi kolom perhitungan


menggunakan model koefisien pindah
massa gabungan HB-GFT (Handloss- Daftar notasi
Baros – Garner Foord Tayeban) d = diameter tetesan, mm
dengan tinggi nyata. Perubahan dvs = diameter rata-rata tetesan,
bilangan Reynold atau rejim aliran mm
menyebabkan perubahan pada Re = bilangan Reynold.
koefisien pindah massa fasa Sc = bilangan Schmidt.
terdispersi dan kontinyu serta koefisien Sh = bilangan Sherwood.
pindah massa keseluruhan. Sebagai U = laju alir, cm3/dtk
akibatnya pada perhitungan tinggi ε = fraksi kosong packing dalam
kolom memberikan hasil yang tidak model angelo-light foot.
akurat. Pada bilangan Reynold kc = koefisien pindah masssa fasa
berkisar 35 sampai 175 masih kontinu, cm/dtk
memberikan hasil yang sesuai namun kd = koefisien pindah masssa fasa
pada bilangan Reynold 375 dispersi, cm/dtk
perhitungan sudah melambung tinggi, m = koefisien distribusi
ini menunjukkan model gabungan HB- kesetimbangan.
GFT (Handloss-Baros – Garner Foord Koc = koefisien pindah massa
Tayeban) tidak cocok bila digunakan keseluruhan basis fasa kontinyu,
pada bilangan Reynold diatas 200. cm/dtk
Kod = koefisien pindah massa
Kesimpulan keseluruhan basis fasa terdispersi,
Untuk meramalkan atau cm/dtk
mernghitung tinggi kolom dengan rejim ω = kecepatan angular.
aliran yang relatif laminer model v = kecepatan fasa kontinu.
koefisien pindah massa gabungan HB- cm/dtk
GFT (Handloss-Baros – Garner Foord ρ = massa jenis fasa kontinu,
Tayeban) lebih cocok digunakan. g/cm3
Untuk rejim yang lebih turbulen perlu μ = viskositas cairan, cP
model koefisien pindah massa yang σ = tegangan antar muka,
lain. dyne/cm

PENGARUH REJIM ALIRAN TERHADAP MODEL KOEFISIEN PINDAH MASSA PADA PROSES EKSTRAKSI CAIR-CAIR DALAM KOLOM ISIAN

79
SARGA, Volume XVI, Edisi 3; November 2010

c = fasa kontinu.
d = fasa dispersi.
Z = tinggi kolom, m
Bn = konstanta model kronig-brink.
g = percepatan gravitasi.

Daftar Pustaka
Laddha, G.S. , Degaleesan, T.E.
“Transport Phenomena ini Liquid
Extraction”, Mc Graw Hill, New York,
1978.
Mansyur, Y. dan Hervianto, B.C.
“Hidrodinamika Kolom Isian untuk
Proses Ekstraksi Cair-Cair”,
Thesis ITB, 2004.
Putranto, Aditya, “Kajian
Hidrodinamika Ekstraksi Cair-Cair
pada kolom Isian”, Thesis ITB,
2004.
Treyball, “Liquid-liquid Extraction”, Mc
Graw Hill, New York, 1950.
Treyball, “Mass Transfer Operations”,
Mc Graw Hill, New York, 1980

PENGARUH REJIM ALIRAN TERHADAP MODEL KOEFISIEN PINDAH MASSA PADA PROSES EKSTRAKSI CAIR-CAIR DALAM KOLOM ISIAN

80
SARGA, Volume XVI, Edisi 3; November 2010

REKAYASA PROSES PENGERING ENDLESS CHAIN VACUUM


(ECV) SEBAGAI ALTERNATIF PENINGKATAN
SENYAWA POLIFENOL PADA PRODUKSI TEH HIJAU
BERKATEKIN TINGGI

Mega Kasmiyatun
Program Studi Teknik Kimia Fakultas Teknik Untag Semarang
Jl. Pawiyatan Luhur, Bendan Dhuwur Semarang, tilp. (024)8310920

ABSTRAK

Katekin (C6H6O2) dalam teh adalah komponen utama yang menentukan mutu, baik
cita rasa, kenampakan, maupun warna air seduhan. Katekin merupakan kerabat
tanin terkondensasi yang sering disebut polifenol, mempunyai manfaat bagi
kesehatan manusia. Untuk menghasilkan teh hijau dengan kadar katekin tinggi perlu
proses pengeringan pada suhu rendah supaya senyawa polifenol tidah berubah
menjadi theaflavin dan isomer-isomernya. Jenis pengering Endless Chain Vacuum
(ECV) merupakan alat yang dapat dipakai untuk tujuan ini. Tujuan penelitian ini
adalah: (1) Membuat rancang bangun alat pengering ECV yang dapat mereduksi
kandungan air, menginaktivasi enzimatis, dan menghindari peristiwa epimerisasi
katekin untuk produksi teh hijau berkatekin tinggi; (2) Uji eksperimetal alat pengering
ECV untuk mengkaji pengaruh temperatur, laju alir udara panas, dan waktu tinggal
terhadap kandungan air dan katekin dalam teh hijau yang dihasilkan; dan (3)
Menyusun model empirik laju pengeringan dari pengering ECV. Langkah penelitian
meliputi: Perancangan dan pabrikasi alat pengering ECV; Uji eksperimental alat
pengering untuk mengetahui seberapa jauh kinerja pengering EVC melalui
pengkajian pengaruh temperatur, laju alir udara panas, dan waktu tinggal terhadap
kandungan air dan katekin yang dihasilkan; pemodelan dan uji model. Hasilnya
menunjukkan bahwa rancang bangun alat pengering ECV mampu mengeringkan teh
hijau dengan kadar katekin 14,57%. Temperatur dan lajualir udara pengering
berpengaruh pada kurve laju pengeringan atau waktu pengeringan, sedangkan waktu
tinggal berpengaruh pada proses pengeringan ECV dan hasil katekin yang didapat.
Disamping itu, dihasilkan model matematis yang menunjukkan hubungan antara
berat daun teh sebagai fungsi waktu pengeringan, dimana dari uji validasi model
menunjukkan tingkat ketepatan yang cukup baik.

Kata kunci : Endless Chain Vacuum, katekin, pengeringan, teh hijau.

I. PENDAHULUAN perkebunan besar negara, dan 22%


perkebunan besar swasta. Pasar teh
Teh sebagai bahan minuman dunia dibayangi gejala kelebihan
penyegar dan menyehatkan pasokan dan biaya produksi yang
merupakan salah satu komoditi cenderung meningkat, mengharuskan
unggulan perkebunan Indonesia. Areal para produsen teh untuk meningkatkan
teh Indonesia seluas 157.000 ha terdiri daya saing dan nilai tambah. Akhir-
atas 54% perkebunan rakyat, 24% akhir ini, aspek kesehatan teh disorot
REKAYASA PROSES PENGERING ENDLESS CHAIN VACUUM (ECV) SEBAGAI ALTERNATIF PENINGKATAN SENYAWA POLIFENOL PADA PRODUKSI
TEH HIJAU BERKATEKIN TINGGI

81
SARGA, Volume XVI, Edisi 3; November 2010

tajam sejalan dengan kecenderungan 80% diolah menjadi teh hitam,


masyarakat mengkonsumsi makanan sedangkan sisanya diolah menjadi teh
atau minuman substitusi sebagai hijau. Teh hitam lebih sedikit
imbangan diet kaya lemak dan mengandung katekin daripada teh
kolesterol (Yulianto dkk., 2005; Utami hijau karena dalam proses pengolahan
dkk., 2005). teh hitam dirancang agar katekin
Senyawa Katekin (C6H6O2) dalam teh mengalami oksidasi untuk
merupakan komponen utama dalam memperbaiki warna, rasa, dan
teh yang mendominasi sekitar 30% aromanya.
berat kering. (Bokuchava dan Efek menyehatkan pada teh terletak
Skobeleva, 1969; Lunder, 1989; pada senyawa katekin yang
Graham, 1992; Price dan Spitzer, dikandungnya (Copeland et al., 1998;
1993; Wang dan Helliwell, 2000). Wanasundara dan Shahidi, 1998;
Katekin adalah kerabat tanin Zandi dan Gordon, 1999; Nwuha et al.,
terkondensasi yang sering disebut 1999; Wang dan Helliwell, 2000; dan
polifenol karena banyaknya gugus Sava et al., 2001). Penelitian dengan
fungsi hidroksil yang dimilikinya. teh hijau Jepang menunjukkan bahwa
Katekin merupakan senyawa utama katekin mempunyai banyak manfaat
yang menentukan mutu, baik cita rasa, yaitu dapat mengurangi resiko
kenampakan, maupun warna air terjangkitnya kanker, menjaga
seduhan (Graham, 1992). kesehatan jantung, bersifat anti
Kandungan katekin pada pucuk oksidan, anti mikroba, dan bahkan
tanaman teh (Camellia sinensis) mampu memperpanjang masa
varietas assamica lebih banyak menopouse (Oguni, 1993; Bruneman,
dibandingkan varietas sinensis 1991; Chen, 1991; Fujiki, 1991; Fung,
(Yamanashi, 1995). Namun demikian, 1991; Hayatsu, 1991). Menurut
varietas sinensis memiliki aroma yang Bambang (1995, 1996) kandungan
lebih baik karena memiliki kandungan katekin pada daun teh Indonesia lebih
asam amino lebih tinggi. Tanaman teh banyak dibanding katekin daun teh
yang dibudidayakan di Indonesia Jepang, sehingga teh Indonesia
hampir 100% merupakan varietas diduga mempunyai daya potensi
assamica. Pucuk teh yang dihasilkan menyehatkan lebih tinggi. Keunggulan

REKAYASA PROSES PENGERING ENDLESS CHAIN VACUUM (ECV) SEBAGAI ALTERNATIF PENINGKATAN SENYAWA POLIFENOL PADA PRODUKSI TEH HIJAU
BERKATEKIN TINGGI

82
SARGA, Volume XVI, Edisi 3; November 2010

ini membuka peluang bagi industri teh terbatas, tidak cocok untuk bahan
Indonesia untuk memproduksi teh yang mudah menggumpal (lengket),
hijau berkatekin tinggi sebagai bahan dan produk teh hijau yang dihasilkan
baku preparat katekin dan functional memiliki kadar air relatif tinggi. Kadar
food yang mulai populer air yang masih tinggi ini,
pemakaiannya dewasa ini. memungkinkan terjadinya proses
Pengolahan teh hijau pada prinsipnya oksidasi enzimatik polifenol, yang
dilakukan dengan menginaktifkan mengakibatkan kadar katekin teh hijau
enzim polifenol oksidase, yaitu dengan yang dihasilkan relatif rendah. Untuk
cara steaming (pemberian uap panas) itu perlu dicari alternatif jenis
dan cara panning (penggarangan). pengering lain, yaitu dengan
Teknologi inaktivasi enzim polifenol menggunakan Endless Chain Pressure
dengan pemberian uap panas lebih (ECP) Drier.
banyak memiliki keunggulan. Studi fundamental tentang ECP telah
Meskipun demikian, untuk dilakukan pada skala laboratorium
menghasilkan teh hijau yang siap dengan kajian perpindahan panas dan
dikonsumsi dengan kadar katekin massa. Hasil telaah menunjukkan
tinggi dan kadar air sekitar 2 – 3%, bahwa ECP sangat potensial dalam
masih diperlukan tahapan proses menginaktifkan enzim polifenol
lanjut yaitu pengeringan, di mana oksidase dan mereduksi kandungan
selain mengurangi kadar air juga untuk air, sehingga dihasilkan teh hijau
menghentikan proses oksidasi berkatekin tinggi (Utami dkk., 2005;
enzimatik polifenol apabila masih Setiawan dkk., 2007). Meskipun
terdapat enzim yang masih aktif (Utami demikian, ternyata masih ada masalah
dkk., 2005). yaitu terjadinya peristiwa epimerisasi
Selama ini untuk pengolahan teh hijau, katekin menjadi isomer-isomer seperti
menggunakan jenis pengering produk intermediet theaflavin dan
fluidized bed drier (FBD). Pengering ini degradasi termal katekin. Hal ini terjadi
masih bersifat konvensional, karena karena temperatur pengering yang
memerlukan kecepatan udara relatif tinggi, sehingga menyebabkan
pengering cukup tinggi (0,5 – 0,75 senyawa-senyawa polifenol berubah
m/s), ukuran dan densitas bahan menjadi theaflavin dan isomer-

REKAYASA PROSES PENGERING ENDLESS CHAIN VACUUM (ECV) SEBAGAI ALTERNATIF PENINGKATAN SENYAWA POLIFENOL PADA PRODUKSI TEH HIJAU
BERKATEKIN TINGGI

83
SARGA, Volume XVI, Edisi 3; November 2010

isomernya. Akibatnya, kadar katekin kondisi proses yang optimum, yaitu:


(senyawa polifenol) teh hijau yang (1) Membuat rancang bangun alat
dihasilkan relatif berkurang. Atas dasar pengering ECV ; (2) Uji eksperimetal
itulah proses pengeringan sebaiknya alat pengering ECV untuk mengkaji
dilakukan pada temperatur yang relatif pengaruh temperatur, laju alir udara
rendah dengan cara pemvakuman panas, dan waktu tinggal terhadap
atau merendahkan tekanan operasi kandungan air dan katekin dalam teh
alat pengering, sebagaimana yang hijau yang dihasilkan; (3) Menyusun
bterjadi pada alat pengering jenis ECV. model empirik laju pengeringan dari
Keunggulan pengering ECV adalah: pengering ECV.
luas permukaan kontak bahan dengan
udara panas lebih besar, laju Model Perpindahan Panas dan
perpindahan panas dan massa lebih Massa pada Pengeringan Daun Teh
besar, medium pengering besar Perpindahan panas dalam proses
sehingga kapasitas pengeringannya pengeringan terjadi karena perbedaan
besar, suhu sepanjang hamparan tekanan uap air dari tempat yang
seragam sehingga peristiwa case berbeda. Proses tersebut mirip dengan
hardening pada teh jarang terjadi, dan pindah panas akibat perbedaan
gesekan antar partikel teh relatif temperatur (Hall, 1971). Hasil
kecil.Selain itu, peristiwa epimerisasi penelitian pada proses pengeringan
katekin dan degradasi termal dalam pengolahan tembakau
kemungkinan dapat dihindari (Utami menunjukkan bahwa untuk bahan
dkk., 2005; Setiawan dkk., 2007). berstruktur seluler seperti daun
Atas dasar keunggulan-keunggulan tembakau, kadar air kritis dimulai pada
tersebut, maka perlu penelaahan periode laju pengeringan menurun
pengering ECV dalam mereduksi cukup tinggi, sehingga seluruh
kandungan air, menginaktivasi enzim penelitian mengenai pengeringan
polifenol, dan mencegah peristiwa hanya dilakukan pada periode laju
epimerisasi katekin serta degradasi menurun, dengan perpindahan massa
termal, agar diperoleh produk teh hijau yang dikendalikan oleh mekanisme
berkatekin tinggi. Kajian dititikberatkan difusi (Legros, et al., 1994). Proses
pada perancangan pengering ECV dan pengolahan teh hijau menggunakan

REKAYASA PROSES PENGERING ENDLESS CHAIN VACUUM (ECV) SEBAGAI ALTERNATIF PENINGKATAN SENYAWA POLIFENOL PADA PRODUKSI TEH HIJAU
BERKATEKIN TINGGI

84
SARGA, Volume XVI, Edisi 3; November 2010

bahan dasar daun teh yang juga


berstruktur seluler, sehingga (2)
diperkirakan fenomena yang akan Persamaan 2 adalah persamaan
terjadi pada proses pengeringan teh diferensial parsial yang memerlukan
hijau juga akan didominasi oleh kondisi awal dan kondisi batas.
mekanisme difusi. Berdasarkan fenomena yang terjadi,
Dalam penelitian ini, teh syarat batas dapat ditetapkan sebagai
diasumsikan berbentuk slab (lempeng berikut:
dengan panjang tak berhingga) karena Kondisi awal, M(x, 0) = Mo
tebal teh jauh lebih kecil dari (3)
diameternya. Pengeringan bahan Kondisi batas
berbentuk lempeng tak berhingga  L 
M  , t   0
 2 
dapat diterangkan dengan persamaan
(4)
kontinuitas (1) dari benda berbentuk
M(-x, t) = M(x, t)
lempeng dengan kerapatan dan
(5)
koefisien difusivitas yang konstan
Dengan menggunakan metode
(Incropera dan DeWitt, 1990; dan
pemisahan variabel, diperoleh
Sanjuan et al., 1999).
penyelesaian persamaan difusi:
M  2M 2M 2M 
 D 2   

t  x y 2 z 2  Mt  Me  1n1
 2n  1 
 8 Dt 
 ex p 2n  12 2 2 
Mo  Me  2 2
 L 
n 1
(1)
Jika bentuk lempeng tak berhingga,
(6)
difusi air hanya dianggap terjadi
Penyelesaian persamaan (6) dalam
M M
kearah sumbu x, berarti  0,
y z bentuk deret dinyatakan oleh Crank,
sehingga Pers.(1) dapat disederhana- 1975; Henderson dan Perry, 1976; Mc-
kan menjadi: Cabe et al., 1993; Bird et al., 1994
M  2M  sebagai berikut:
 D 2 
t  x 
 

(2)   
2
 
2
 
2

Mt  Me 8  D  L  .t 1 9D L  .t 1 25D  L  .t 
 e  e  e  .......... 
Mo  Me  2  9 25 
 

(7)
REKAYASA PROSES PENGERING ENDLESS CHAIN VACUUM (ECV) SEBAGAI ALTERNATIF PENINGKATAN SENYAWA POLIFENOL PADA PRODUKSI TEH HIJAU
BERKATEKIN TINGGI

85
SARGA, Volume XVI, Edisi 3; November 2010

Suku yang dominan dari Pers (7) Perancangan dan pabrikasi prototipe
adalah suku pertama. Suku-suku lain pengering ECV.
hanya akan berpengaruh pada nilai t Uji eksperimental alat pengering ECV

yang sangat kecil, [ 4Dt  0,1 ] (Mc- Pengembangan model empirik dan
2
L
validasi model
Cabe, et al., 1993). Dengan demikian,
hampir seluruh nilai t Persamaan 16
dapat disederhanakan menjadi,
Mt  Me 8
 2 e k .t Perancangan dan Pabrikasi
Mo  Me 
pengering ECV.
(8)
Perancangan dan pabrikasi alat
pengering ECV dikerjakan di
Workshop Teknik Mesin UNDIP
Semarang. (Gambar 1). Rangkaian
(18)
alat pengering yang digunakan untuk
dengan :
proses inaktivasi enzim polifenol
k = D(/L)2
oksidase dan de-epimerisasi katekin.
(9)
Rangkaian alat ini terdiri dari
Persamaan (8) diselesaikan dengan
pengering dengan pompa vakum, yang
cara numerik dan dapat digunakan
dilengkapi dengan termokopel,
untuk menghitung nilai difusivitas
manometer yang terhubung dengan
massa D.
komputer dan alat pencatat waktu.

II. EKSPERIMENTAL
2.1 Kerangka Penelitian
Penelitian tentang inaktivasi enzim
polifenol oksidase dan studi de-
epimeriasasi katekin melalui proses
pengering untuk menghasilkan teh
hijau berkatekin tinggi diinvestigasi
baik secara eksperimen maupun
pemodelan, meliputi :

REKAYASA PROSES PENGERING ENDLESS CHAIN VACUUM (ECV) SEBAGAI ALTERNATIF PENINGKATAN SENYAWA POLIFENOL PADA PRODUKSI TEH HIJAU
BERKATEKIN TINGGI

86
SARGA, Volume XVI, Edisi 3; November 2010

pencatat (multipoint recorder) serta


alat pencatat waktu.

Gambar 5. Alat pengering tipe


Endless Chain Vacuum (ECV)
n panas dan massa proses
pengeringan berdasarkan kajian
teoritis, studi fundamental pada
banyak penelitian sebelumnya, yang
dilakukan di Laboratorium Komputasi Tabel 1. Lubang trays pada pengering
Proses Teknik Kimia Fakultas Teknik ECV
UNTAG. Model yang dipostulasi, LUBANG TRAYS
kemudian diturunkan untuk Mesh (mm)
memperoleh persamaan yang nantinya ayakan Tray Tray Tray
akan diuji dengan menggunakan data basah atas tenga bawa
yang diperoleh dari eksperimental. h h
No. 4 3,0 2,8 2,2
2.2 Bahan Penelitian No. 5 dan 2,2 2,0 1,8
Bahan utama untuk penelitian berupa 6
daun teh yang diperoleh dari Kebun No. 6 dan 2,0 2,0 1,8
Teh PT. Rumpun Sari Medini- 7
Limbangan Kendal. Bahan bakar solar
dibeli dari pom bensin di Semarang. Peralatan yang digunakan untuk
Bahan-bahan kimia untuk keperluan analisa kadar air adalah oven. Alat
analisa diperoleh dari PT. Bratachem High Performance Liquid
Semarang. Chromatography (HPLC) digunakan
2.3 Peralatan Penelitian untuk keperluan analisa katekin.
Peralatan yang digunakan dalam Higrometer digunakan untuk mengukur
penelitian adalah pengering tipe ECV, kelembaban sistem. Peralatan lain
yang karakteristiknya tersaji pada yang digunakan adalah cawan kecil,
Tabel 1. Alat ini dilengkapi dengan erlen meyer, pipet, buret, labu ukur,
termokopel yang dihubungkan dengan serta timbangan analitis.

REKAYASA PROSES PENGERING ENDLESS CHAIN VACUUM (ECV) SEBAGAI ALTERNATIF PENINGKATAN SENYAWA POLIFENOL PADA PRODUKSI TEH HIJAU
BERKATEKIN TINGGI

87
SARGA, Volume XVI, Edisi 3; November 2010

2.4 Variabel Proses input untuk membangun model dalam


Variabel penelitian yang divariasikan bentuk persamaan empiris dengan
adalah suhu (80, 85 dan 90oC), laju alir menggunakan program Matlab.
udara panas (15, 20, dan 30 l/menit).
Suhu divariasikan pada rentang III. HASIL DAN PEMBAHASAN
tersebut, karena merupakan suhu Pengeringan adalah penurunan kadar
inaktivasi enzim polifenol oksidase. air bahan sampai batas tertentu
Tekanan ditetapkan, 60 mmHg, karena sehingga bahan tersebut bebas dari
merupakan kondisi tidak terjadi serangan mikrobia, enzim, dan insekta
epimerisasi katekin dan degradasi yang merusak. Sebagai media
termal katekin. Kecepatan belt pembawa panas dan massa uap
pengering ECV divariasi antara 4,2 biasanya digunakan udara dengan
sampai 9,2 cm/menit. entalpi dan tekanan uap tertentu.
Udara yang dipanaskan menyediakan
2.5 Prosedur Penelitian panas untuk memenuhi kebutuhan
Daun teh yang berasal dari proses panas sensibel dan panas latent
steaming serta penggilingan, penguapan air dari bahan. Panas yang
dimasukkan kedalam pengering ECV dibutuhkan dalam pengeringan
dan dipanaskan dengan udara panas bertujuan untuk menaikkan suhu
dalam keadaan vakum dengan tujuan bahan (panas sensibel) dan untuk
mengurangi kadar air, menginaktifkan penguapan massa uap air (panas
enzim polifenol oxidase, de- latent penguapan). Panas dipasok dari
epimerisasi katekin dan mencegah udara panas dengan entalpi tertentu,
degradasi katekin pada berbagai dan uap dihantarkan ke udara dengan
variabel. Proses pengeringan tekanan uap parsial tertentu, kemudian
berlangsung selama 20 menit. Sampel dibawa oleh aliran udara secara
tiap interval 2 menit diambil, dan konveksi.
diukur kadar katekin serta kadar
airnya. Hasil pengukuran digunakan 3.1 Pengaruh Lama Pengeringan
sebagai data untuk memvalidasi model Gambar 2. menunjukkan hubungan
yang telah disusun. Dari data-data waktu pengeringan terhadap kadar air
yang telah diukur, digunakan sebagai teh hijau pada berbagai suhu. Semakin

REKAYASA PROSES PENGERING ENDLESS CHAIN VACUUM (ECV) SEBAGAI ALTERNATIF PENINGKATAN SENYAWA POLIFENOL PADA PRODUKSI TEH HIJAU
BERKATEKIN TINGGI

88
SARGA, Volume XVI, Edisi 3; November 2010

lama pengeringan, kadar air teh hijau adalah berat air (kg) yang diuapkan
semakin menurun. Hal ini terjadi, setiap satuan waktu (jam), setiap
karena semakin lama waktu satuan luas (m2). Gambar 3
pengeringan menyebabkan kontak menunjukkan hasil kurve laju
udara panas dengan teh hijau lebih pengeringan dari daun teh hijau pada
lama, sehingga laju perpindahan suhu 80, 85, dan 90 oC, dengan laju
panas meningkat, akibatnya air yang alir udara tetap sebesar 15 liter/menit.
berada dalam daun teh relatif banyak Ketiga kurve tersebut mempunyai pola
yang menguap. Begitu pula dengan yang sama yaitu mempunyai constant
suhu pengeringan, semakin besar drying rate dan falling drying rate
suhu menyebabkan persentase kadar periods. Makin tinggi temperatur
air semakin menurun. Hal ini sesuai pengeringan, makin besar harga laju
pernyataan Leniger dkk (1975), yang pengeringan konstan, makin pendek
menyebutkan bahwa laju pengeringan periodenya, dan makin besar harga
teh dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu critical moisture content nya. Hal ini
suhu, kelembaban dan kecepatan dapat dipahami karena makin tinggi
aliran udara. suhu media pengering maka lebih
kalor atau panas sensibel yang
60 dikandungnya, sehingga lebih banyak
50 80 oC
panas yang dipindahkan ke bahan
Kadar air (%)

85 oC
40
90 oC
30 basah untuk menguapkan airnya
20
10 (sebanyak panas latennya). Akibatnya
0
0 10 20 30 40 50 60 harga laju pengeringannya menjadi
Waktu Pengeringan (menit)
besar.
Gambar 2. Grafik perubahan kadar air
terhadap waktu pada berbagai suhu 80 oC 85 oC 90 oC
4
Laju pengeringan

3
(kg/jam.m2)

3.2 Kurve Laju Pengeringan 2

Kurve laju pengeringan merupakan 1

hubungan antara laju pengeringan (N) 0


0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6
dan fraksi moisture (X) dalam bahan Kadar moisture (X)

(dalam basis kering). Laju pengeringan

REKAYASA PROSES PENGERING ENDLESS CHAIN VACUUM (ECV) SEBAGAI ALTERNATIF PENINGKATAN SENYAWA POLIFENOL PADA PRODUKSI TEH HIJAU
BERKATEKIN TINGGI

89
SARGA, Volume XVI, Edisi 3; November 2010

Gambar 3. Kurve laju pengeringan dikandungnya juga semakin tinggi.


pada berbagai temperatur (laju alir
Kurve laju pengeringan untuk laju
udara pengering 15 liter/menit)
udara 20 liter/menit dan 30 liter/menit
Dari kurve laju pengeringan ini juga hampir berimpit, sehingga laju alir
dapat diketahui kadar air pada kondisi udara 20 liter/menit merupakan laju alir
kesetimbangan (equilibrium moisture yang optimum.
content) untuk daun teh hijau sebesar
0,02 %, di mana harga ini sama untuk 15 l/menit 20 l/menit 30 l/menit
4

Laju pengeringan
ketiga temperatur percobaan. 3

(kg/jam.m2)
Perbedaan kurve laju pengeringan 2
o o
untuk suhu 80 C dan 85 C cukup 1

signifikan, sedangkan untuk suhu 85 0


0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6
o o Kadar moisture (X)
C dan 90 C perbedaannya tidak
begitu nyata. Oleh karena itu suhu 85
oC merupakan suhu yang optimal. Gambar 4. Kurve laju pengeringan
pada berbagai laju alir udara
Gambar 4 menunjukkan hasil kurve
pengering (temperatur 85 oC).
laju pengeringan dari daun teh hijau
pada laju alir udara pengering 15, 20,
dan 30 liter/menit, dengan suhu tetap 3.3. Kadar Katekin dan Kadar Air
85 oC. Sebagaimana seperti Gambar Gambar 5 menunjukkan hubungan
5.3, ketiga kurve juga mempunyai pola antara waktu tinggal bahan di dalam
yang sama yaitu mempunyai constant pengering ECV terhadap kadar katekin
drying rate dan falling drying rate dan kadar air teh hijau yang dihasilkan.
periods. Makin tinggi laju alir udara Kadar katekin terbesar dicapai pada
pengering, makin besar harga laju waktu tinggal 3000 detik yaitu sebesar
pengeringan konstan, makin pendek 14,6 %. Makin lama waktu tinggal,
periodenya, dan makin besar harga kadar katekin mengalami kenaikan,
critical moisture content nya. Hal ini dan sampai batas waktu tertentu
dapat dipahami karena makin tinggi mencapai harga maksimum dimana
laju alir udara pengering pada suhu apabila waktu tinggal ditambah maka
yang sama, maka makin besar kadar katekinnya justru mengalami
massanya panas sensibel yang penurunan.

REKAYASA PROSES PENGERING ENDLESS CHAIN VACUUM (ECV) SEBAGAI ALTERNATIF PENINGKATAN SENYAWA POLIFENOL PADA PRODUKSI TEH HIJAU
BERKATEKIN TINGGI

90
SARGA, Volume XVI, Edisi 3; November 2010

Nilai koefisien pengeringan dan faktor


20 bentuk bahan diperoleh berdasarkan
KATEKIN
16 H2O
nilai kadar air awal bahan (%bk), kadar
Kadar (% w/w)

12
air keseimbangan bahan (%bk), kadar
8

4 air bahan selama proses pengeringan


0 (%bk), dan waktu pengeringan (menit)
0 1000 2000 3000 4000
Waktu tinggal (detik) dengan menggu-nakan metode
kuadrat terkecil, sehingga model laju
Gambar 5. Pengaruh waktu tinggal pengeringan seperti pada persamaan
di pengering ECV terhadap kadar (8) dapat terbentuk.
katekin dan moisture pada teh
yang dihasilkan. Nilai koefisien pengeringan, faktor
bentuk bahan, dan model matematis
Dengan makin lamanya waktu tinggal
laju pengeringan teh dapat dilihat pada
akan menyebabkan pemanasan lanjut
Tabel 2. Dari Tabel 2 terlihat bahwa
sehingga sebagian katekin akan
model matematis memiliki nilai
mengurai. Namun tidak demikian
koefisien pengeringan dan faktor
dengan kadar airnya, yang
bentuk bahan yang berbeda pada
menunjukkan kalau waktu tinggal
masing-masing perlakuan. Hal ini
diperbesar maka kadar air teh hijau
disebabkan faktor suhu dan
akan turun.
kelembaban udara selama
pengeringan sangat berpengaruh pada
3.4 Model Matematis Laju
Pengeringan Teh Hijau desorpsi teh sehingga terjadi
perbedaan nilai tersebut.

REKAYASA PROSES PENGERING ENDLESS CHAIN VACUUM (ECV) SEBAGAI ALTERNATIF PENINGKATAN SENYAWA POLIFENOL PADA PRODUKSI TEH HIJAU
BERKATEKIN TINGGI

91
SARGA, Volume XVI, Edisi 3; November 2010

Tabel 2. Model matematika laju pengering-an teh hijau dengan pengering ECV

SUHU KOEFISIEN FAKTOR BENTUK MODEL MATEMATIS


(OC) PENGERINGAN BAHAN
80 0,6767 3,6451 Mt  Me
 3.6451.e 0.6767t
Mo  Me
85 0,6905 3,8318 Mt  Me
 3.8318.e 0.6905t
Mo  Me
90 0,8655 4,6776 Mt  Me
 4.6776.e 0.8655t
Mo  Me

Pengujian Terhadap Model Keterangan: *) 0 – 5 = sangat tepat, 5


Pengujian terhadap model laju – 10 = tepat, 0 = tidak tepat
pengeringan teh, dimaksudkan untuk
mengetahui keabsahan (kesahihan) Dari hasil pengujian, terlihat bahwa

model dalam kaitannya sebagai model matematik yang diperoleh,

formula untuk memprediksi laju dapat memberi gambaran pengeringan

pengeringan teh pada alat pengering yang sesungguhnya pada alat

tipe ECP drier Hasil pengujian dapat pengering ECV, sehingga dapat

dilihat pada Tabel 4. digunakan untuk mengevaluasi setiap


proses pengeringan teh hijau memakai

Tabel 4. Hasil pengujian terhadap alat pengering yang sejenis.

model
V. KESIMPULAN

SUH MODUL TINGKAT R2 Temperatur dan lajualir udara

U US KETEPATA pengering berpengaruh pada kurve

(OC) DEVIASI N *) laju pengeringan atau waktu

90 5,78 Tepat 0,95 pengeringan, sedangkan waktu tinggal

95 4,34 Sangat tepat 0,96 berpengaruh pada proses pengeringan

100 6,12 Tepat 0,94 ECV dan hasil katekin yang didapat.

REKAYASA PROSES PENGERING ENDLESS CHAIN VACUUM (ECV) SEBAGAI ALTERNATIF PENINGKATAN SENYAWA POLIFENOL PADA PRODUKSI TEH HIJAU
BERKATEKIN TINGGI

92
SARGA, Volume XVI, Edisi 3; November 2010

Secara Matematis laju pengeringan (Telfairia occidentalis) leaves.


teh hijau dengan alat pengering ECV Journal of Food Processing and
dapat diformulasikan sebagai berikut: Preservation, 21. 21-32.
Mt  Me Ariwibowo, D.,Yulianto, M.E., & Arifan,
 3.6451.e 0.6767t untuk suhu 80
Mo  Me
F. 2005, Kajian perpindahan panas
o Mt  Me
C  3.8318.e 0.6905t ;untuk suhu 85 proses steaming inaktivasi enzim
Mo  Me
o dalam pengolahan teh hijau.
C Mt  Me ;untuk suhu 90
 4.6776.e 0.8655t
Mo  Me Majalah Teknik, ke XXVII, ISSN :
o
C 0852 – 1697.
Model matematis ini cukup tepat dalam Bambang, K., dan T. Suhartika. 1995.
menggambarkan laju pengeringan teh Potensi teh Indonesia ditinjau dari
hijau dengan ECV dan dapat dipakai aspek kesehatan. Lap. Hasil
untuk mengevaluasi setiap proses Penelitian dan Pengembangan
pengeringan teh hijau memakai alat Teknik Produksi dan Pasca Panen
pengering sejenis. Teh dan Kina. TA. 1994/1995.
Bambang, K., T. Suhartika., Supria,
UCAPAN TERIMA KASIH dan Tanjung, S. 1996. Katekin
Pada kesempatan ini Penulis pucuk teh segar dan perubahannya
menyampaikan terima kasih kepada selama pengolahan. Hasil
Direktorat Penelitian dan Pengabdian Penelitian dan Pengembangan
Masyarakat (DP2M) Ditjen Dikti Teknik Produksi dan Pasca Panen
Depdiknas yang telah memberi hibah Teh dan Kina. TA. 1995/1996.
untuk biaya penelitian ini. Bambang,K., Abas, T., Affandi, A.,
Sumantri, S., dan Suryatmo, F. A.
DAFTAR PUSTAKA 2000. Rancang bangun proses teh
Anonim. 2001. Safety data for hijau berkadar katekin tinggi.
catechin. Laporan Akhir. Proyek Pengkajian
http://phschem.ox.ac.uk./MSDS/. Teknologi Pertanian Partisipatif.
Ariahu, C. C., Adekunle, D. E., & Gambung.
NKPA, N. N. 1997. Kinetics of Bhirud, P. R., & Sosulski, F. W. 1993.
heat/enzymic degradation of Thermal inactivation kinetics of
ascorbic acid in fluted pumpkin

REKAYASA PROSES PENGERING ENDLESS CHAIN VACUUM (ECV) SEBAGAI ALTERNATIF PENINGKATAN SENYAWA POLIFENOL PADA PRODUKSI TEH HIJAU
BERKATEKIN TINGGI

93
SARGA, Volume XVI, Edisi 3; November 2010

wheat germ Lipoxygenase. Journal Daemen, A. L. H. 1983. The


of Food Science, 58. 1095-1098. destruction of enzymes and
Bird, R. B., Stewart, W. E., & Lighfoot, bacteria during spray drying of milk
E. N. 1994. Transport phenomena. and whey. 3. Analysis of the drying
John Wiley & Sons, Inc., London. process according to the stages in
Brodkey, R. S., & Hershey, H. C. 1988. which the destruction occurs. Neth.
Transport phenomena: A unified Milk Dairy J., 37. 213-28.
approach. McGraw-Hill Daemen, A. L. H., & van der Stege.
International Editions. New York. 1982. The destruction of enzymes
Bruneman, K. 1991. Teas and tea and bacteria during spray drying of
components as inhibibitors of milk and whey. 2. The effect of the
carcinogen formation in model drying conditions . Neth. Milk Dairy
system and man. Symp. Phs. And J., 36. 211-29.
Pahrm. Effects of Camellia Erkmen, O. 2000. Inactivation kinetics
Sinensis. New York 3-5 March of Listeria monocytogenes in
1991. Turkish White cheese during the
Copeland, E. I., Clifford, M. N., & ripening period. Journal of Food
Williams, C. M. 1998. Preparation Engineering, 46. 127-131.
of (-)-epigallocatechin gallate from Ganthavorn, C., Nagel, C. W., &
commercial green tea by caffeine Powers, J. R. 1991. Thermal
precipitation and solvent partition. inactivation of asparagus
Food Chemistry, 61. 81-87. lipoxygenase and peroxidase.
Crank, J. 1975. The mathematics of Journal of Food Science, 56. 47-49.
diffusion. Clarendon Press. Oxford. Geankoplis, C. J. 1983. Transport
Daemen, A. L. H. 1981. The processes: Momentum, heat, and
destruction of enzymes and mass. Allyn and Bacon, Inc.
bacteria during spray drying of milk London.
and whey. 1. The thermoresistance Graham, H. N. 1992. Green tea
of some enzymes and bacteria in composition, consumption, and
milk and whey with various total polyphenol chemistry. Preventative
solids contents. Neth. Milk Dairy J., Medicine, 21. 334-350.
35. 133-44.

REKAYASA PROSES PENGERING ENDLESS CHAIN VACUUM (ECV) SEBAGAI ALTERNATIF PENINGKATAN SENYAWA POLIFENOL PADA PRODUKSI TEH HIJAU
BERKATEKIN TINGGI

94
SARGA, Volume XVI, Edisi 3; November 2010

Gregory, R., & Bendall, D. 1966. The Legros, R., Millington, M. A., & Clift, R.
purification and some properties of 1994. Drying of tobacco particles in
polyphenol oxidase from tea. a mobilized bed. Drying
Biochem. J. 101. 569-581. Technology, 12(3). 517-544.
Hall, C. W. 1971. Farm drying crops. Lievense, L. C., Verbeek, M. A. M.,
The Avi Publ. Comp., Inc. Westport. Taekema, T., Meerdink, G., & Riet,
Connecticut. K. V. 1992. Modelling the
Hanna, O. T., dan Sandal, O.C. 1995. inactivation of Lactobacillus
Computational methods in chemical Plantarum during a drying process.
engineering. Prentice Hall. New Chemical Engineering Science,
Jersey. 47(1). 87-97.
Incropera, F. P., & DeWitt, D.I. 1990. Luyben, K. Ch. A. M., Liou, J. K., &
Fundamentals of heat and mass Bruin, S. 1982. Enzyme
transfer. New York. Wiley. degradation during drying.
Kerkhof, P. J. A. M. & Schoeber, W. J. Biotechnology and Bioengineering,
A. H. 1974. Theoretical modelling XXIV. 533-552.
of the drying behaviour of droplets Martens, M., Scheerlinck, N., Belie, N.
in spray driers. In Advances in D., & Baerdemaeker, J. D. 2001.
Preconcentration and Dehydration Numerical model for the combined
of Foods, ed. A. Spicer, Applied simulation of heat transfer and
Science Publishers. London. 349- enzyme inactivation kinetics in
97. cylindrical vegetables. Journal of
Kerkhof, P. J. A. M., & Coumans, W. J. Food Engineering, 47. 185-193.
1990. Drying of foods: Transferring McCabe, W. L., Smith, C. S., &
inside insights to outside outlooks. Harriott, P. 1993. Unit operation of
Paper Prensented at the 7th Int. chemical engineering. Mc. Graw-
Drying Symp., Praque. Hill. Int. Book Co.
Kieviet, F. 1997. Modelling quality in Meerdink, G. 1993. Drying of liquid
spray drying. PhD Thesis. food droplets: Enzyme inactivation
Eindhoven University of and multicomponent diffusion. PhD
Technology. The Netherlands. Thesis. Agricultural University
Wageningen. The Netherlands.

REKAYASA PROSES PENGERING ENDLESS CHAIN VACUUM (ECV) SEBAGAI ALTERNATIF PENINGKATAN SENYAWA POLIFENOL PADA PRODUKSI TEH HIJAU
BERKATEKIN TINGGI

95
SARGA, Volume XVI, Edisi 3; November 2010

Meerdink, G., & Riet, K. V. 1991. individual flavanol in a range of


Inactivation of a thermostable - green tea. Food Chemistry. 47.
Amylase during drying. Journal of Riggs, J. B. 1988. An introduction to
Food Engineering, 14. 83-102. numerical methods for chemical
M. J., Sokhansanj, S., & Tutek, Z. engineers. Texas Tech University
1992. Determination of heat and Press. USA.
mass transfer coefficients in thin Roberts, E. A. H. 1961. The nature of
layer drying of grain. American the phenolic oxidation products in
Society of Agricultural Engineers, manufactured black tea. Tea Quart.
35(6). 1853-1858. 33. 190-200.
Nunes, R. V., Swartzel, K. R., & Ollis, Ruan, J. 2005. Quality related
D. F. 1993. Thermal evaluation of constituents in tea (Camellia
food processes: the role of a sinensis(L) O. kuantze) as effected
reference temperature. Journal of by the form and concenttration of
Food Engineering, 20. 1-15. nitrogen and the supply of chloride.
Owusu, R. K., & Makhzoum, A. 1992. Disertation.
Heat inactivation of lipase from Saguy, I. 1983. Computer-aided
psychrotrophic Pseudomonas techniques in food technology.
fluore-scens P38: Activation Marcel Dekker, Inc. New York and
parameters and enzyme stability at Basel.
low or ultra-high temperatures. Sanderson, G. W. 1965a. On the
Food Chemistry, 44. 261-268. chemical basis of quality in black
Popov, V. P. 1956. Oxidation of amino tea. Tea Qouart., 36. 172-181.
acids in the presence of tannins Sanderson, G. W. 1965b. On the
and polyphenols of tea. Biokhimiya. nature of the enzyme catechol
21. 383-387. oxidase in Tea Plants. UART. 36.
Press., W. H., Flannery, B. P., 103-111.
Teukolsky, S. A., & Vetterling, W. T. Sanjuan, N., Simal, S., Bon, J., &
1989. Numerical recipes in Pascal. Mulet, A. 1999. Modelling of
Cambridge Univ. Press. broccoli stems rehydration process.
Price, W. E., & Spitzer, J. C. 1993. Journal of Food Engineering, 42.
Variations in the amount of 27-31.

REKAYASA PROSES PENGERING ENDLESS CHAIN VACUUM (ECV) SEBAGAI ALTERNATIF PENINGKATAN SENYAWA POLIFENOL PADA PRODUKSI TEH HIJAU
BERKATEKIN TINGGI

96
SARGA, Volume XVI, Edisi 3; November 2010

Sava, V. M., Yang, S. M., Hong, M. Y., Verhey, J. P. G. 1973. Vacoule


Yang, P. C., & Huang, G. S. 2001. formation in spray powder particles.
Isolation an characterization of 3. Atomization and droplet drying.
melanic pigments derived from tea Neth. Milk Dairy J., 27. 3-18.
and tea polyphenols. Food Wijlhuizen, A. E., Kerkhof, P. J. A. M. &
Chemistry, 73. 177-184. Bruin, S. 1979. Theoritical study of
Senin. Yulianto, M. E. & Ariwibowo, D. the inactivation of phosphatase
2006. Model Perpindahan Panas during spray drying of skim milk.
Teknologi Steaming Proses Chemical Engineering Science. 34.
Inaktivasi Enzim Polifenol Oksidase 651-60.
Dalam Pengolahan Teh Hijau Yamamoto, S., & Sano, Y. 1992.
Berkatekin Tinggi, Laporan Drying of enzymes: enzyme
Penelitian Fundamental DIKTI. retention during drying of a single
Setiawan, J.D. Yulianto, M.E. & Arifan, droplet. Chemical Engineering
F. 2007. Model Perpindahan Panas Science, 47(1). 177-183.
Dan Massa Pada Pengering Yulianto, M.E., Ariwibowo, D., dan
Endless Chain Pressure (ECP) Hartati, I.,2006. Model Perpindahan
Untuk Inaktivasi Enzim Polifenol Panas dan Massa Pada Pengering
Oksidase, Laporan Sementara Endless Chain Pressure (ECP)
Penelitian Fundamental DIKTI Untuk Inaktivasi Enzim Polifenol
Sriwatanapongse, A., Balaban, M., & Oksidase, Majalah Ilmiah Dinamika
Teixera, A. 2000. Thermal Sains Universitas Pandanaran
inactivation kinetics of bromelain in Semarang, Volume 3 No. 5,
pineapple juice. Transaction of the Agustus 2006, hal 35 -50, ISSN :
ASAE, 43. 1703-1708. 1412-8489.
Trautner, E. M. & Roberts, E. A. H. Yulianto, M.E., Handayani, D., dan
1950. The chemical mechanism of Setiawan, J.D.,2007.
the oxidative deamination of amino Pengembangan Proses Inaktivasi
acids by catechol and Enzim Polifenol Oksidase Melalui
polyphenolase. Aust. J. Sci. Res. Teknologi Steaming Untuk
Ser. B. 3. 356-380. Produksi Teh Hijau Berkatekin

REKAYASA PROSES PENGERING ENDLESS CHAIN VACUUM (ECV) SEBAGAI ALTERNATIF PENINGKATAN SENYAWA POLIFENOL PADA PRODUKSI TEH HIJAU
BERKATEKIN TINGGI

97
SARGA, Volume XVI, Edisi 3; November 2010

Tinggi. Laporan Sementara


Penelitian Terapan Ristek.

REKAYASA PROSES PENGERING ENDLESS CHAIN VACUUM (ECV) SEBAGAI ALTERNATIF PENINGKATAN SENYAWA POLIFENOL PADA PRODUKSI TEH HIJAU
BERKATEKIN TINGGI

98
SARGA, Volume XVI, Edisi 3; November 2010

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TAPIOKA


MENJADI SUMBER ENERGI ALTERNATIF BIO-
ETANOL MENGGUNAKAN ZEOLIT SEBAGAI
MOLECULAR
*
SIEVE
**
Retno Ambarwati SL , Santa Monica , dan Yanastri Putri**D
*) Dosen Teknik Kimia, Fakultas Teknik **) Mahasiswa Teknik Kimia, Fakultas Teknik
Universitas 17 Agustus 1945 Semarang; Jl. Pawiyatan Luhur, Bendhan Dhuwur Semarang
Telp. (024)8310920, Email retnol@yahoo.com

Abstrak
Pada industri Tapioka yang banyak terdapat di daerah Pati Jawa Tengah,
selama ini air dari proses pengendapan langsung dialirkan ke selokan yang
selanjutnya mengalir ke sungai. Padahal dengan masih adanya
kandungan pati yang terdapat di dalam limbah cair tersebut, seharusnya
dapat diolah kembali menjadi produk yang lebih bermanfaat , salah
satunya adalah Bioetanol, yang mempunyai nilai ekonomis dan juga dapat
menjadikannya sebagai salah satu sumber energi alternatif.
Pengolahan limbah cair Tapioka menjadi bioetanol dilakukan pada
berbagai kadar gula dengan cara memfermentasi limbah yang telah
disterilkan dengan bantuan khamir atau yeast di dalam alat fermentor.
Hasilfermentasi selanjutnya dipisahkan dari residu dengan cara destilasi I
pada suhu 100o C. Bioetanol hasil destilasi ini selanjutnya ditingkatkan
kadarnya dengan destilasi menggunakan alat HETP yang berlangsung
pada suhu 80o C. Untuk meningkatkan kadar alkohol yang diperoleh
selanjutnya dilakukan proses dehidrasi menggunakan zeolit.
Dari hasil penelitian pengolahan limbah cair tapioka dari hasil
fermentasi dan destilasi I diperoleh bioetanol dengan kadar tertinggi 35 %
yang diperoleh dari limbah dengan kadar gula 17 %. Sedangkan dari
pemurnian lebih lanjut terhadap bioetanol tersebut dengan destilasi
menggunakan alat HETP diperoleh peningkatan bioetanol dari 35%
menjadi 93 %. Dengan pemurnian lebih lanjut terhadap bioetanol hasil
dengan cara dehidrasi menggunakan zeolit diperoleh bioetanol dengan
kadar 97 %.

Kata kunci : limbah cair Tapioka. Bioetanol, energi alternatif,


zeolit,molekuler- sieve

Latar Belakang sederhana, dapat diartikan bahwa


tapioka ini dibuat dengan cara
Tapioka adalah tepung yang dibuat mengekstrak sebagian umbi dari
dengan menggunakan singkong singkong tersebut kemudian diambil
sebagai bahan baku . Secara patinya sehingga diperoleh tepung

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TAPIOKA MENJADI SUMBER ENERGI ALTERNATIF BIO-ETANOL MENGGUNAKAN ZEOLIT SEBAGAI MOLECULAR SIEVE

99
SARGA, Volume XVI, Edisi 3; November 2010

tapioka. Tapioka ini merupakan salah dikeluhkan keberadaannya antara lain


satu bahan untuk keperluan industri limbah padat, limbah gas dan limbah
makanan, industri farmasi, industri cair. Limbah cair industri tapioka
tekstil, industri perekat, dan lain-lain. dihasilkan dari proses pembuatan, baik
Dengan beberapa kegunaan itulah, dari pencucian bahan baku sampai
peranan singkong di Indonesia pada proses pemisahan pati dari
menjadi sangat besar baik pada airnya atau proses pengendapan.
industri skala kecil/ rumah tangga Penanganan yang kurang tepat
maupun industri dengan skala besar/ terhadap hasil buangan limbah padat
pabrik. dan limbah cair akan menghasilkan
Industri tapioka di Indonesia mulai gas yang dapat mencemari udara.
marak pada tahun 1980-an. Teknologi Limbah industri tapioka apabila tidak
yang digunakan pada industri tepung diolah dengan baik dan benar dapat
tapioka, dapat dikelompokkan menjadi menimbulkan berbagai masalah yaitu :
tiga yaitu tradisional, semi modern, timbulnya penyakit gatal-gatal, bau
dan full otomate. Secara tradisional, yang tidak sedap, dan bila masuk
pengolahan tapioka mengandalkan tambak menyebabkan ikan mati.
sinar matahari dan produksinya sangat Pada industri Tapioka yang banyak
tergantung pada musim. Sementara terdapat di daerah Pati Jawa Tengah,
secara semi modern, di dalam selama ini air dari proses
pengolahannya menggunakan mesin pengendapan langsung dialirkan ke
pengering (oven) dalam melakukan selokan yang selanjutnya mengalir ke
proses pengeringan. Sedangkan full sungai. Padahal dengan masih
otomate pengolahannya adanya kandungan pati yang terdapat
menggunakan mesin dari proses awal di dalam limbah cair tersebut,
sampai produk jadi. seharusnya dapat diolah kembali
Namun seiring dengan semakin menjadi produk yang lebih bermanfaat
pesatnya produksi tapioka seperti , salah satunya adalah Bioetanol, yang
sekarang ini, semakin banyak pula mempunyai nilai ekonomis dan juga
dikeluhkan tentang proses dapat menjadikannya sebagai salah
penanganan limbah dari tapioka. satu sumber energi alternatif. Dari
Beberapa limbah yang sering hasil pengolahan limbah cair tapioka

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TAPIOKA MENJADI SUMBER ENERGI ALTERNATIF BIO-ETANOL MENGGUNAKAN ZEOLIT SEBAGAI MOLECULAR SIEVE

100
SARGA, Volume XVI, Edisi 3; November 2010

menjadi bioetanol dimungkinkan dengan cara mekanis, yaitu


bioetanol yang diperoleh kadarnya menggunakan saringan bergetar.
rendah, sehingga belum memenuhi Saringannya berupa kasa halus.
standart pasar. Untuk itu diperlukan Diatas saringan bergetar tersebut air
suatu teknologi untuk memperoleh disemprotkan melalui pipa-pipa kecil.
bioetanol dengan konsentrasi tinggi Untuk memberikan tekanan yang tinggi
dengan menggunakan penyerap air digunakan pompa yang digerakkan
berupa zeolit. dengan mesin diesel.
Pengendapan pati dilakukan di dalam
Tapioka bak-bak pengendapan. Bak
Tapioka adalah tepung yang pengendapan biasanya terbuat dari
dibuat dengan menggunakan singkong kayu, pasangan batu bata yang dilapisi
sebagai bahan baku pembuatannya. porselin, pasangan batu bata biasa
Secara sederhana, dapat diartikan atau beton, bahkan ada bak
bahwa tapioka ini dibuat dengan cara pengendap yang dasarnya diberi alas
mengekstrak sebagian umbi dari kaca atau kayu. Lama pengendapan
singkong tersebut kemudian yang baik adalah empat jam dan
memisahkan patinya sehingga pembuangan air tidak boleh lebih dari
diperoleh tepung tapioka. satu jam, karena setelah lima jam
Teknologi pembuatan tapioka pada sudah mulai terjadi pembusukan.
industri kecil adalah sebagai berikut: Setelah pengendapan dianggap
Pengupasan kulit dengan tenaga cukup, air yang di atas dibuang
manusia, dengan menggunakan pisau. sebagai limbah cair dan tepung
Pencucian dengan cara tapioka basah diambil. Beberapa
menyemprotkan air bersih. pengrajin menambah bak pengendap
Pemarutan dilakukan secara mekanis lagi untuk mengendapkan limbah cair
yang digerakkan dengan mesin diesel. sebelum dibuang. Hasil endapannya
Hasil parutan adalah bubur ketela. dinamakan lindur atau elot yaitu pati
Pada tahap ini air ditambahkan agar yang kualitasnya jelek. Cara ini dapat
proses pemarutan lebih lancar. menekan beban pencemaran.
Pemerasan dan penyaringan Setelah pati diambil, diletakkan pada
(pengekstrakan), dapat dilakukan tampi-tampi bambu, atau ditaruh di

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TAPIOKA MENJADI SUMBER ENERGI ALTERNATIF BIO-ETANOL MENGGUNAKAN ZEOLIT SEBAGAI MOLECULAR SIEVE

101
SARGA, Volume XVI, Edisi 3; November 2010

atas lantai yang diplester untuk dengan beberapa metode diantaranya


dijemur di bawah sinar matahari. dengan hidrolisis asam dan secara
Pati hasil pengeringan masih kasar, enzimatis. Metode hidrolisis secara
sehingga perlu digiling dan dilakukan enzimatis lebih sering digunakan
penngayaan untuk menghasilkan karena lebih ramah lingkungan
tapioka halus. Rendemen pati dibandingkan dengan katalis asam.
biasanya berkisar antara 19% - 25%. Glukosa yang diperoleh selanjutnya
(www.bppt.com/pengolahan tepung dilakukan proses fermentasi atau
tapioka.htm) peragian dengan menambahkan yeast
atau ragi sehingga diperoleh bioetanol
Selain menghasilkan tepung, sebagai sumber energi.
pengolahan tapioka juga menghasilkan Bahan baku pembuatan bioetanol ini
limbah, padat maupun limbah cair. dibagi menjadi tiga kelompok yaitu:
Limbah padat seperti kulit singkong Bahan sukrosa, yaitu bahan - bahan
dapat dimanfaatkan untuk pakan seperti nira, tebu, nira nipati, nira
ternak dan pupuk, sedangkan onggok sargum manis, nira kelapa, nira aren,
(ampas) yang berkualitas baik selama dan sari buah mete.
ini diambil oleh industri lain untuk Bahan berpati, yaitu bahan - bahan
diolah menjadi saos makanan. Limbah yang mengandung pati atau
cair dapat dimanfaatkan untuk karbohidrat, antara lain tepung –
pengairan sawah dan ladang. tepung ubi ganyong, sorgum biji,
jagung, cantel, sagu, ubi kayu, ubi
Bioetanol jalar, dan lain - lain.
Bioetanol merupakan cairan hasil Bahan berselulosa (lignoselulosa ),
proses fermentasi gula dari sumber yaitu bahan tanaman yang
karbohidrat (pati) menggunakan mengandung selulosa (serat), antara
bantuan mikroorganisme (Anonim, lain kayu, jerami, batang pisang, dan
2007) dan dilanjutkan proses distilasi. lain-lain.
Produksi bioetanol dari tanaman yang
mengandung pati atau karbohidrat, Proses destilasi dapat menghasilkan
dilakukan melalui proses konversi etanol dengan kadar 95% volume,
karbohidrat menjadi gula (glukosa) bietanol ini biasa digunakan untuk

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TAPIOKA MENJADI SUMBER ENERGI ALTERNATIF BIO-ETANOL MENGGUNAKAN ZEOLIT SEBAGAI MOLECULAR SIEVE

102
SARGA, Volume XVI, Edisi 3; November 2010

industri. Sedangkan untuk keperluan fermentasi menggunakan


sebagai bahan bakar (biofuel) perlu mikroorganisme tertentu (Mursyidin,
lebih dimurnikan lagi hingga mencapai 2007).
99% yang lazim disebut fuel grade
ethanol (FGE). Proses pemurnian Fermentasi
dengan prinsip dehidrasi umumnya Proses fermentasi sering
dilakukan dengan metode Molecular didefinisikan sebagai proses
Sieve, untuk memisahkan air dari pemecahan karbohidrat dan asam
senyawa etanol. Dalam penelitian ini amino secara aerobik, yaitu tanpa
digunakan zeolit sebagai molecular memerlukan oksigen. Senyawa yang
sieve. ( Musanif J). Bioetanol yang dapat dipecah dalam proses
digunakan sebagai bahan bakar fermentasi terutama adalah
mempunyai beberapa kelebihan, karbohidrat, sedangkan asam amino
diantaranya lebih ramah lingkungan, hanya dapat difermentasi oleh
karena bahan bakar tersebut memiliki beberapa jenis bakteri tertentu
nilai oktan 92 lebih tinggi dari premium (Fardiaz, 1992). Prinsip dasar
nilai oktan 88, dan pertamax nilai oktan fermentasi adalah mengaktifkan
94. Hal ini menyebabkan bioetanol kegiatan mikroba tertentu dengan
dapat menggantikan fungsi zat aditif tujuan mengubah sifat bahan agar
yang sering ditambahkan untuk dihasilkan suatu yang bermanfaat
memperbesar nilai oktan. Zat aditif (Widayati dan Widalestari, 1996).
yang banyak digunakan seperti metal Perubahan tersebut karena dalam
tersier butil eter dan Pb, namun zat proses fermentasi jumlah mikroba
aditif tersebut sangat tidak ramah diperbanyak dan digiatkan
lingkungan dan bisa bersifat toksik. metabolismenya didalam bahan
Bioetanol juga merupakan bahan tersebut dalam batas tertentu
bakar yang tidak mengakumulasi gas (Santoso, 1989).
karbon dioksida (CO2) dan relatif Tahap proses fermentasi untuk
kompetibel dengan mesin mobil mengkonversi glukosa (gula) yang
berbahan bakar bensin. Kelebihan lain terdapat di dalam limbah cair tapioka
dari bioetanol ialah cara tersebut menjadi etanol dan CO2. Pada
pembuatannya yang sederhana yaitu proses fermentasi ini, khamir yang

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TAPIOKA MENJADI SUMBER ENERGI ALTERNATIF BIO-ETANOL MENGGUNAKAN ZEOLIT SEBAGAI MOLECULAR SIEVE

103
SARGA, Volume XVI, Edisi 3; November 2010

digunakan adalah Saccaromyces disebut sebagai jasad sakarolitik, yaitu


cerevisiae. Dan pada proses ini, menggunakan gula sebagai sumber
dilakukan proses pemeraman atau karbon untuk metabolisme
penyimpanan selama 3 hari pada suhu (Alexopoulus dan Mims, 1979).
o o
kamar ± 25 C – 32 C. Sesuai dengan Saccharomyces cerevisiae mampu
reaksi berikut ini : menggunakan sejumlah gula,
Reaksi : C6H1206 --------- diantaranya sukrosa, glukosa,
2C2H5OH + 2CO2 fruktosa, galaktosa, mannosa, maltosa
khamir
dan maltotriosa (Lewis dan Young,
1990). Saccharomyces cerevisiae
Yeast merupakan fungsi uniseluler merupakan mikrobia yang paling
yang melakukan reproduksi secara banyak digunakan pada fermentasi
pertunasan (budding) atau alkohol karena dapat berproduksi
pembelahan (fission). Yeast tidak tinggi, tahan terhadap kadar alkohol
berklorofil, tidak berflagella, berukuran yang tinggi, tahan terhadap kadar gula
lebih besar dari bakteri, tidak dapat yang tinggi dan tetap aktif melakukan
membentuk miselium berukuran bulat, aktivitasnya pada suhu 4 – 32oC
bulat telur, batang, silinder seperti (Kartika et.al.,1992). Pembentukan
buah jeruk, kadang-kadang dapat alkohol dari gula dilakukan oleh khamir
mengalami diforfisme, bersifat saprofit, penghasil alkohol. Gula yang
namun ada beberapa yang bersifat ditambahkan pada sari buah bertujuan
parasit (Van Rij, 1984). untuk memperoleh kadar alkohol yang
Saccharomyces cerevisiae merupakan lebih tinggi, tetapi bila kadar gula
yeast yang termasuk dalam kelas terlalu tinggi aktifitas khamir dapat
Hemiascomycetes, ordo terhambat. (Galih, 2010)
Endomycetales, famili
Saccharomycetaceae, Sub famili Dehidrasi Air dalam Alkohol
Saccharoycoideae, dan genus Zeolit adalah senyawa alumino-silikat
Saccharomyces (Frazier dan Westhoff, hidrat. Secara umum, zeolit memiliki
1978). Saccharomyces cerevisiae melekular sruktur yang unik, dimana
merupakan organisme uniseluler yang atom silikon dikelilingi oleh 4 atom
bersifat makhluk mikroskopis dan oksigen sehingga membentuk

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TAPIOKA MENJADI SUMBER ENERGI ALTERNATIF BIO-ETANOL MENGGUNAKAN ZEOLIT SEBAGAI MOLECULAR SIEVE

104
SARGA, Volume XVI, Edisi 3; November 2010

semacam jaringan dengan pola yang METODE PENELITIAN


teratur. Bahan dan Alat Penelitian
Zeolit juga sering disebut sebagai Bahan :
'molecular sieve'/ 'molecular mesh' 1. Limbah cair tapioka, diambil dari
(saringan molekuler) karena zeolit industri Tapioka di daerah Pati Jawa
memiliki pori-pori berukuran melekuler Tengah
sehingga mampu 2. Ragi/ yeast, dibeli di toko Miskasari
memisahkan/menyaring molekul Semarang
dengan ukuran tertentu. Zeolit 3. Glukosa, dibeli di toko Indrasari
mempunyai beberapa sifat antara lain : Semarang
mudah melepas air akibat pemanasan, 4. Zeolit, dibeli di toko Indrasari
tetapi juga mudah mengikat kembali Semarang
molekul air dalam udara lembab. Oleh
sebab sifatnya tersebut maka zeolit Alat :
banyak digunakan sebagai bahan Alat Sterilisasi , dari bahan Stainlis Stell
pengering. Disamping itu zeolit juga dengan kapasitas 10 Liter.

mudah melepas kation dan diganti Alat Destilasi dari bahan gelas

dengan kation lainnya, misal zeolit diameter 3 cm, tinggi 1 m dengan

melepas natrium dan digantikan bahan isian plastik

dengan mengikat kalsium atau Alat Fermentasi , berupa stoples dari

magnesium. Sifat ini pula bahan plastik, yang bagian tutupnya

menyebabkan zeolit dimanfaatkan diberi lubang kecil dan diberi selang

untuk melunakkan air. Zeolit dengan untuk keluarnya karbondioksida hasil

ukuran rongga tertentu digunakan pula reaksi fermentasi

sebagai katalis untuk mengubah Alat ukur kadar gula dan alat ukur

alkohol menjadi hidrokarbon sehingga kadar alkohol

alkohol dapat digunakan sebagai Termometer

bensin. Zeolit di alam banyak Ph meter

ditemukan di India, Siprus, Jerman dan


Amerika Serikat.(www.wikipedia.org)

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TAPIOKA MENJADI SUMBER ENERGI ALTERNATIF BIO-ETANOL MENGGUNAKAN ZEOLIT SEBAGAI MOLECULAR SIEVE

105
SARGA, Volume XVI, Edisi 3; November 2010

Cara Penelitian berlangsung, kondisi operasi harus


Tahap Awal Proses Penelitian dijaga sekitar 35o C, dengan pH= 4.5
Memanaskan limbah cair sampai suhu – 5.5. Selama 6 – 24 jam akan muncul
100oC sambil diaduk , gas CO2 dengan ditandai adanya
mempertahankan suhu pada gelembung di dalam larutan tersebut,
temperatur tersebut selama 60 menit. ini berarti bahwa proses fermentasi
Kemudian didinginkan larutan hingga sudah mulai terjadi. Apabila
mencapai suhu 34oC. gelembung gas CO2 sudah habis atau
Membuat starter dari limbah cair larutan tersebut sudah tidak
tapioka yang telah steril ( 10 % dari bergelembung, ini berarti bahwa
volume limbah cair yang akan diproses proses fermentasi telah selesai dan
dengan kadar gula tertentu ditambah larutan tersebut sudah siap untuk
ragi dengan jumlah tertentu, dicampur didestilasi.
kemudian didiamkan selama 24 jam Proses ditilasi I:
4. Menghitung jumlah mikrobia Memasukkan larutan hasil fermentasi
dari starter ( mengatur supaya jumlah ke dalam evaporator.
mikroorganisme minimal 6 juta/ml) Memanaskan evaporator hingga
mencapai suhu 100oC.
Langkah-langkah proses Setelah mencapai suhu yang
fermentasi: diinginkan, maka air dan alkohol akan
Setelah suhu larutan mencapai 34oC, menguap keatas selanjutnya melewati
memasukkan larutan kedalam tangki pendingin hingga mengembun dan
fermentor. Melakukan test pH larutan menetes sebagai destilat.
dan pH larutan yang diharapkan Dari proses distilasi ini akan diperoleh
sekitar 4,5 sampai 5. etanol dengan kadar yang masih
Menambahkan larutan ragi ( yang rendah
memiliki konsentrasi 106 Mengetes kadar alkohol yang
mikroorganisme/ml ) ke dalam tangki diperolah dengan alat alkoholmeter
fermentor dan diaduk hingga merata. Dan untuk mendapatkan high purity
Membiarkan larutan di dalam ethanol product atau Bioetanol, maka
fermentor selama 40-58 jam, agar ragi kita lakukan proses dehidrasi dengan
bekerja. Selama proses fermentasi menggunakan zeolit.

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TAPIOKA MENJADI SUMBER ENERGI ALTERNATIF BIO-ETANOL MENGGUNAKAN ZEOLIT SEBAGAI MOLECULAR SIEVE

106
SARGA, Volume XVI, Edisi 3; November 2010

Proses ditilasi II:


1. Memasukkan larutan hasil destilasi
I ke dalam evaporator. HASIL PENELITIAN DAN
Memanaskan evaporator hingga PEMBAHASAN
o
mencapai suhu 100 C, dan suhu
puncak 80 o C. A. Pengaruh Kadar Gula Air Limbah
Setelah mencapai suhu yang terhadap Kadar Alkohol
diinginkan, alkohol menguap keatas Dari penelitian pembuatan
selanjutnya melewati pendingin hingga bioetanol dari limbah cair Tapioka
mengembun dan menetes sebagai yang diambil dari pengrajin Tapioka di
destilat, sedangkan air tetap di bawah daerah Pati Jawa Tengah, yang
Untuk mendapatkan high purity selanjutnya diatur kadar gulanya
ethanol product atau Bioetanol, dengan cara menambahkan glukosa
selanjutnya dilakukan proses dehidrasi anhidrous, setelah dilakukan
dengan menggunakan zeolit. fermentasi menggunakan yeast
Dehidrasi Bioetanol dengan perbandingan tertentu dan
Bioetanol yang diperoleh dari proses dilanjutkan pemurnian dengan destilasi
destilasi II dengan alat HETP I diperoleh hasil sebagai berikut
selanjutnya dimurnikan dengan seperti pada tabel 1:
dehidrasi menggunakan zeolit.
Tabel 1. Kadar Alkohol hasil Fermentasi dan Distilasi I
Kadar Gula Kadar Alkohol
GRAFIK HASIL FERMENTASI DAN DISTILASI I
Air Limbah Hasil Destilasi
40
KADAR ALKOHOL HASIL

% I 35
30
DESTILASI I

25
% 20
Series1
Series2
15
11 2 10
5

14 3 0
1 2 3 4 5 6 7
KADAR GULA AIR LIMBAH
16 15
17 35 Gambar 1. Grafik Hubungan
Kadar Gula dengan Kadar
18 14 Alkohol

20 4
23 2

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TAPIOKA MENJADI SUMBER ENERGI ALTERNATIF BIO-ETANOL MENGGUNAKAN ZEOLIT SEBAGAI MOLECULAR SIEVE

107
SARGA, Volume XVI, Edisi 3; November 2010

Dari tabel 1dan gambar 1, nampak pengurai, sehingga alkohol yang


bahwa pada kadar gula 11 % hingga dihasilkan sedikit. Kadar gula optimal
17 % diperoleh alkohol dengan dengan dicapai pada 17%, pada saat ini
kadar yang meningkat, hal ini diperoleh alkohol dengan kadar 35%
dikarenakan semakin tinggi kadar gula hal ini dikarenakan pada kondisi ini
dalam air limbah akan diperoleh kadar gula air limbah pada kondisi
alkohol yang besar pula. Tetapi dari optimal untuk proses peruraian
tabel 1 dan gambar 1 juga nampak aldehid menjadi keton oleh khamir.
bahwa pada kadar gula air limbah
B. Kadar Bioetanol setelah Proses Destilasi II
lebih dari 17 % , alkohol yang
dengan HETP
diperoleh kadarnya menurun, hal ini
Bioetanol yang dihasilkan dari
dikarenakan pada air limbah dengan distilasi I, selanjutnya dimurnikan lagi dengan
kadar gula yang tinggi dapat destilasi II menggunakan alat HETP, dan dari
menghambat pertumbuhan khamir penelitian pada berbagai kadar alkohol yang
diproses diperoleh peningkatan alkohol
atau yeast sebagai mikroorganisme
sebagai berikut seperti pada tabel 2.

Tabel 2. Hasil Destilasi II dengan HETP GRAFIK HASIL DESTILASI II DENGAN HETP

Kadar Alkohol Kadar Alkohol 100


KADAR ALKOHOL HASIL

80
DESTILASI II

Hasil Destilasi Hasil Destilasi II 60 Series1


40 Series2
I 20

0
3 21 1 2 3 4 5
KADAR ALKOHOL HASIL DESTILASI I

4 24
Gambar 2
14 93
15 93
30 93

Dari Tabel 2 dan gambar 2, nampak masuk proses destilasi tahap 2


bahwa kanikan kadar alkohol yang dengan alat HETP menunjukkan
PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TAPIOKA MENJADI SUMBER ENERGI ALTERNATIF BIO-ETANOL MENGGUNAKAN ZEOLIT SEBAGAI MOLECULAR SIEVE

108
SARGA, Volume XVI, Edisi 3; November 2010

bahwa kenaikan kadar alkohol


memberikan hasil output yang C. Kadar Bioetanol setelah Proses
eksponensial, yaitu meskipun kadar Dehidrasi dengan Zeolit
alkohol yang masuk proses destilasi Bioetanol yang diperoleh dari hasil
HETP semakin tinggi , kadar alkohol destilasi II dengan alat HETP
output setelah mencapai 93 % akan selanjutnya ditingkatkan kadar
konstan dan tidak naik lagi, hal ini alkoholnya dengan cara dehidrasi
dikarenakan kemampuan alat HETP menggunakan zeolit, dan dari hasil
hanya dapat memprose pemurnian penelitian dari bioetanol yang memiliki
maksimum sampai memperoleh kadar kadar 93 % setelah didehidrasi pada
93 %. berbagai waktu diperoleh hasil
sebagai berikut seperti pada tabel 3.
Tabel 3. Hasil Alkohol setelah Proses Dehidrasi dengan Zeolit
Kadar Alkohol Waktu Kadar Alkohol
Hasil Destilasi Dehidrasi Hasil Destilasi
I menit II
93 60 95
93 120 95
93 180 96
93 240 97
93 300 97

GRAFIK HASIL ALKOHOL SETELAH PROSES


DEHIDRASI ZEOLIT

350
HASIL DESTILASI II
KADAR ALKOHOL

300
250
200 Series1
150 Series2
100
50
0
1 2 3 4 5
WAKTU DEHIDRASI MENIT

Gambar 3. Grafik Hasil Alkohol Setelah Proses Dehidrasi dengan Zeolit

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TAPIOKA MENJADI SUMBER ENERGI ALTERNATIF BIO-ETANOL MENGGUNAKAN ZEOLIT SEBAGAI MOLECULAR SIEVE

109
SARGA, Volume XVI, Edisi 3; November 2010

Dari tabel 3 dan gambar 3, nampak Konsentrasi maksimal bioetanol yang


bahwa pada dehidrasi pada bioetanol diperoleh dar pengolahan air limbah
menggunakan zeolit dari kadar alkohol tanpa dehidrasi adala 35 % dengan
93 % dapat ditingkatkan kadarnya destilasi I, dan 93 % dengan destilasi II
menjadi 97 %, hal ini menunjukkan (HETP)
bahwa proses peningkatan kadar Dengan penggunaan zeolit sebagai
bioetanol diatas 95 % dapat dilakukan penyerap hasil destilasi dapat
dengan dehidrasi menggunakan zeolit. meningkatkan konsentrasi bioetanol
hingga 97 %

KESIMPULAN DAN SARAN


DAFTAR PUSTAKA
Dari hasil penelitian
pengolahan limbah cair Tapioka Suprapti, M. Lies, 2005. Tepung
menjadi Bioetanol yang dilakukan Tapioka: Pembuatan dan
dengan fermentasi air limbah yang Pemanfaatannya. Kanisius.
diatur kadarnya dengan Yogyakarta.
menambahkan glukosa kering , dan www.bppt.com/pengolahan tepung
dlanjutkan proses pemurnian secara tapioka.htm
destilasi I, destilasi II dengan HETP, www.bppt.com/Departemen
dan dehidrasi menggunakan zolit Lingkungan hidup(limbah tapioka).htm
diperoleh hasil sebagai berikut : Balai Besar Teknologi Pati-BPPT,
Limbah cair Tapioka dapat diolah 2005. Kelayakan Tekno-Ekonomi Bio-
menjadi Bioetanol Ethanol Sebagai BahanBakar Alternatif
Semakin tinggi kadar gula pada air Terbarukan.
limbah, maka semakin tinggi pula Galih,A.R., 2010, Pengaruh
konsentrasi bioetanol yang dihasilkan, Penambahan Gula Pasir Terhadap
hingga mencapai kondisi optimum, Kadar Alkohol Dan Kadar Vitamin C
tetapi bila kadar gula melebihi Pada Pembuatan Sari Buah Belimbing
optimum, kadar alkohol kan menurun Manis (Averrhoa Carambola) Yang
Difermentasikan

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TAPIOKA MENJADI SUMBER ENERGI ALTERNATIF BIO-ETANOL MENGGUNAKAN ZEOLIT SEBAGAI MOLECULAR SIEVE

110
SARGA, Volume XVI, Edisi 3; November 2010

Alexopoulus, C.J and C.W. Mims. Assegaf F.2009, Prospek Produksi


1979. Introductory Technology. John Bioetanol Bonggol Pisang
Wiley and Sons. New York. 632 PP. (MusaParadisiacal) Menggunakan
Anonim. 2008. Bioetanol Bahan baku Metode Hidrolisis Asam danEnzimatis,
Singkong. The Largest Aceh makalah Lomba Karya Tulis.
Community. Aceh.

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TAPIOKA MENJADI SUMBER ENERGI ALTERNATIF BIO-ETANOL MENGGUNAKAN ZEOLIT SEBAGAI MOLECULAR SIEVE

111

Anda mungkin juga menyukai