JUDUL
PENELITIAN
Ketua/Anggota Tim
Dibiayai oleh:
OKTOBER 2017
HALAMAN PENGESAHAN
.
Judul : ARSITEKTUR TRADISIONAL ACEH : SEBUAH
UPAYA PELESTARIAN RUMAH TRADISIONAL
ACEH SEBAGAI KEUNIKAN DAERAH
Peneliti/Pelaksana
Nama Lengkap : ERNA MEUTIA, M.T
Perguruan Tinggi : Universitas Syiah Kuala
NIDN : 0002096902
Jabatan Fungsional : Lektor
Program Studi : Arsitektur
Nomor HP : 081360415207
Alamat surel (e-mail) : ernameutia@yahoo.co.id
Anggota (1)
Nama Lengkap : Ir IZZIAH
NIDN : 0031076202
Perguruan Tinggi : Universitas Syiah Kuala
Anggota (2)
Nama Lengkap : DYAH ERTI IDAWATI M.T
NIDN : 0003076701
Perguruan Tinggi : Universitas Syiah Kuala
Institusi Mitra (jika ada)
Nama Institusi Mitra :-
Alamat :-
Penanggung Jawab :-
Tahun Pelaksanaan : Tahun ke 1 dari rencana 2 tahun
Biaya Tahun Berjalan : Rp 67,500,000
Biaya Keseluruhan : Rp 140,435,000
.
.
Mengetahui, Kota Banda Aceh, 20 - 10 - 2017
Dekan Fakultas Teknik Ketua,
.
.
.
.
(Dr. Ir. Taufiq Saidi, M.Eng) ( ERNA MEUTIA, M.T)
NIP/NIK 196309221990021001 NIP/NIK 196909021998022001
:
Menyetujui,
Ketua LPPM
.
.
.
.
(Prof. Dr. Ir. Hasanuddin, M.S)
NIP/NIK 196011141986031001
RINGKASAN
Desa Lubuk Sukun, Aceh Besar, telah ditunjuk oleh Pemerintah Aceh pada tahun 2012 menjadi
kawasan wisata tradisional. Sampai dengan saat ini desa Lubuk Sukun merupakan salah satu desa di
Aceh Besar yang pola pemukimannya masih mempertahankan nilai budaya tradisional Aceh. Rumah
tradisional Aceh masih menjadi pilihan utama bagi penduduk desa ini. Keunikan pemukiman desa ini
menjadi sebuah alasan yang kuat untuk menjadikan desa Lubuk sebagai desa wisata tradisional.
Namun, kondisi desa kawasan wisata tradisional ini pada tahun tahun terakhir mulai terjadi
perubahan. Hal ini disebabkan dengan hadirnya perubahan pada tampilan dari rumah-rumah
tradisional tersebut. Faktor utama terjadinya perubahan pada tampilan rumah dIsebabkan oleh
ekonomi dan perubahan budaya masyarakatnya. Untuk menghindari terjadinya perubahan yang lebih
signifikan sehingga melunturkan predikat kawasan wisata tradsional, perlunya campur tangan
Pemerintah untuk menjaga agar predikat kawasan wisata tradisional dapat dilestarikan. Hal inilah
yang menjadi alasan utama dilakukan penelitian ini.
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan usaha pelestarian terhadap bangunan tradisonal Aceh
yang sesuai dengan konteks kekinian sehingga mampu mempertahankan keunikan desa Lubuk
sebagai desa wisata Tradisional. Upaya pelestarian ini menjadi sangat penting sehubungan dengan
nilai sejarah dan budaya lokal yang terkandung didalamnya dan fungsi rumah tradisional yang
tanggap terhadap bencana gempa.
Waktu pelaksanaan penelitian ini direncanakan dalam dua tahun. Pada tahun pertama,
penelitian ini akan melakukan pemetaan arsitektur tradisional. Kegiatan yang dilakukan dalam
pemetaan adalah mengidentifikasi kondisi arsitektural dan struktural rumah tradisonal yang berjumlah
45 unit.
Pemetaan ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana arsitektur tradisional aceh dapat
dikembangkan sebagai arsitektur tradisional dalam konteks kekinian. Hasil Pemetaan arsitektur
tradisional akan dijadikan sebagai sebuah pedoman pelestarian rumah tradisional Aceh dalam konteks
kekinian khususnya bagi pemilik rumah.
Pada tahun kedua, penelitian ini akan difokuskan pada studi struktural untuk mendapatkan
model rumah tradisional aceh yang tetap memiliki keunikan arsitektur tradisional. Keunikan
Arsitektur tradisional Aceh yang berada di daerah jalur cincin api sebagai arsitektur yang mampu
beradaptasi terhadap gempa merupakan sebuah keunikan yang perlu dipertahankan. Model proporsi
struktural rumah tradisional Aceh akan dikaji dengan menggunakan sofware SAP 2000. Studi
dilakukan terhadap proporsi bangunan dan pemilihan penggunaan material yang mudah didapat di
Aceh. Penelitian ini diharapkan dapat mengeluarkan suatu komendasi terhadap penggunaan material
lokal pada rumah Aceh yang sesuai dengan konteks geografi Aceh yang berada di daerah jalur cincin
api.
Metode penelitian pada tahun pertama adalah survey lapangan dan wawancara. Analisa
pengolahan data akan dilakukan secara deskriptif kualitatif dengan menggunakan metode ‘Talk to The
Buiding’, yang mampu menggambarkan perubahan yang terjadi pada arsitektur tradisional Aceh
sesuai dengan kondisi kekinian. Metode penelitian pada tahun kedua adalah kuantatif, dimana dari
hasil pemetaan pada tahun pertama akan diuji kemampuan bangunan yang berada di jalur gempa
dengan menggunakan program SAP 2000. Rekomendasi model dan penggunaan material yang sesuai
akan mampu mempertahankan keunikan arsitektur tradisional Aceh sehingga masyarakat desa Lubuk
akan mampu mempertahankan kondisi permukimannya sebagai kawasan desa wisata tradisional.
iii
PRAKATA
Puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan kemudahan kepada tim
peneliti untuk bisa melaksanakan penelitian yang berjudul ‘Arsitektur Tradisional
Aceh: Sebuah Upaya Pelestarian Rumah Tradisional Aceh Sebagai Keunikan Daerah’
ini. Terimakasih yang sangat besar tim peneliti sampaikan kepada DIKTI dan
Lembaga Penelitian dan Pengambian Kepada Masyarakat Unsyiah yang telah
memfasilitasi pembiayaan dana penelitian ini yang masuk dalam skema hibah
penelitian Produk terapan hingga penelitian dapat dilaksanakan dengan baik.
Seperti yang termuat pada ringkasan sebelumnya bahwa penelitian ini untuk
melakukan usaha pelestarian terhadap bangunan tradisonal Aceh yang sesuai dengan
konteks kekinian sehingga mampu mempertahankan keunikan desa Lubuk sebagai
desa wisata Tradisional. Upaya pelestarian ini menjadi sangat penting sehubungan
dengan nilai sejarah dan budaya lokal yang terkandung didalamnya dan fungsi rumah
tradisional yang tanggap terhadap bencana gempa. Daerah penelitian bertempatkan
di Desa Lubok Sukun, Aceh Besar sebagai gambaran model hunian yang adaptif
terhadap kebutuhan kekinian dengan memperhatikan aspek bentuk, struktur dan
fungsi rumah tradisional Aceh. Dalam pelaksanaan pengumpulan data tersebut tim
peneliti mengucapkan terimakasih kepada 6 mahasiswa Teknik Arsitektur Unsyiah
yang dilibatkan pada penelitian ini (Iqbal, Sahwal, Irshyad, Denny, Uly dan Fiska).
Tim mahasiswa telah bekerja dengan baik dalam mengumpulkan data yang mencakup
survey data fisik rumah tradisional Aceh secara arsitektur dan struktural. Peneliti
mengharapkan penelitian ini bermanfaat untuk masyarakat Indonesia dan Aceh secara
khusus serta para peneliti dan civitas akademik.
iv
DAFTAR ISI
v
BAB 7. KESIMPULAN DAN SARAN ...............................................................................30
LAMPIRAN .............................................................................................................................
vi
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
ix
x
BAB I
PENDAHULUAN
Pada saat ini rumah tradisional Aceh masih dapat ditemukan di beberapa desa di
kawasan Aceh Besar yang masih digunakan sebagai hunian.1 Salah satunya adalah desa
Lubuk Sukun, Kecamatan Ingin Jaya, Kabupaten Aceh Besar. Keunikan pemukiman desa ini
menjadi sebuah alasan yang kuat untuk menjadikan desa Lubuk sebagai desa wisata
tradisional. Sebagai salah satu bangunan yang berada di daerah jalur gempa telah menjadikan
rumah Tradisional Aceh sebagai bangunan yang tahan terhadap gempa. Meskipun dibangun
dengan menggunakan teknologi yang sederhana namun bangunan ini sangat kokoh.
Pada tanggal 15 Oktober 2012, Pemerintah Aceh melalui Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata mencanangkan desa Lubuk Sukun sebagai Desa Wisata Tradisioanal
(www.aceh.com). Pemberian predikat tersebut dikarenakan masyarakat desa Lubuk Sukun ini
masih menjaga adat dan budaya tradisional Aceh. Hal ini terlihat pada tata letak dan tata
ruang rumah tradisional Aceh yang masih tetap dipertahankan. Pemerintah Aceh
mengharapkan dengan adanya penetapan kawasan desa Lubuk Sukun sebagai Desa Wisata
akan dapat menjadikan desa ini sebagai tempat pembelajaran budaya tradisional aceh,
khususnya rumah tradisional Aceh, sebuah bentukan Arsitektur yang muncul sebagai bagian
dari budaya masyarakat dan pengaruh lingkungan setempat.
1
Berdasarkan hasil survey yang dilakukan untuk penelitian sebelumnya “Kajian elemen-elemen pembentuk
sistem struktur Rumah Tradisional Aceh dalam Merespon Gempa”
1
Namun demikian kondisi rumah tradisional didesa ini pada tahun tahun terakhir mulai
terjadi pergeseran terhadap nilai-nilai tradisional yang berdampak pada pola hunian
masyarakat setempat. Faktor utamanya adalah perkembangan ekonomi dan perubahan budaya
di Aceh. Kesulitan untuk mendapatkan material kayu dengan mutu yang baik berdampak
pada perubahan penggunaan material rumah. Sementara itu, dalam hal perubahan budaya,
masyarakat lokal dizaman moderen cenderung memilih cara hidup praktis yang berdampak
pada terjadinya perubahan pada hunian.
Oleh karena itu perlu dilakukan suatu studi yang dapat memberikan strategi untuk
mempertahankan rumah tradisional Aceh yang tetap memiliki bentuk, struktur, fungsi, serta
ragam hias yang sesuai dengan budaya tradisional Aceh. Strategi ini diharapkan dapat
menjadi pedoman bagi masyarakat setempat untuk melestarikan arsitektur rumah tradisional
Aceh dalam konteks kekinian khususnya bagi pemilik rumah.
1.2 Permasalahan
Berdasarkan latar belakang tersebut, permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian
ini adalah :
2
1.3 Tujuan Penelitian
Dari permasalahan yang akan dikaji, maka penelitian ini bertujuan untuk memetakan kondisi
arsitektural dan struktural rumah tradisonal sehingga dapat memberikan gambaran model
hunian yang adaptif terhadap kebutuhan kekinian dengan memperhatikan aspek bentuk,
struktur dan fungsi rumah tradisional Aceh di pemukiman tradisional Desa Lubuk Sukun.
3
1.5 Rencana Target capaian
8 Buku (ISBN)9) V
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kerangka konseptual dari penelitian ini berisi konsep atau teori yang dipakai sebagai
landasan penelitian dengan merujuk studi-studi sebelumnya yang fokus pada studi eksplorasi
dan tipologi arsitektur tradisional Aceh, studi eksplorasi model proporsi arsitektur tradisional.
Secara skematik kerangka konseptual (state of the art) dari penelitian adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Kerangka konseptual penelitian
Judul Peneliti Tahun Hasil
The Traditional Acehnese Greg Dall 1982 Membuat gambar dan deskripsi
House detail prinsip-prinsip konstruksi
rumah tradisional Aceh serta
menjelaskan kehidupan masyarakat
dan hubungan kekerabatan.
Potensi Arsitektur dalam Erna Meutia 2010 Kajian tentang perubahan ruang
konteks masa kini seperti terjadinya penambahan
ataupun pengurangan pada Rumah
Tradisional Aceh yang disesuaikan
dengan konteks kehidupan dan
kebutuhan masyarakatnya saat ini.
Architecture and the Politics of Izziah 2010 Sebuah thesis PhD yang membahas
Identity in Indonesia: A study tentang perkembangan Arsitektur
of the Cultural History of Aceh dari masa ke masa, serta membahas
pengaruh budaya dan politik di
dalam Arsitektur.
Undersatnding the Well being Santosa H, 2012 Kajian yang membahas tentang
of Household in an informal Potangaroa R, Quality of Life, kesejahteraan yang
Settlement in Surabaya, Siregar H berkelanjutan dalam bagi masyrakat,
Indonesia melakukan pemetaan untuk
menidentifikasi fungsi sebuah rumah
yang berkaitan dengan lingkungan
luar dan ruang dalam melalui
metodologi Talk to the Building
Model Proporsi Tipe Bangunan Gatot Adi Susilo 2014 Kajian terhadap Arsitektur
Arsitektur Tradisional tradisional Ponorogo yang fokus
Ponorogo pada detail sistem struktur dan
ukurannya untuk menetapkan
rumusan proporsi dalam menetukan
model proporsi tipe bangunan
arsitektur tradisional ponorogo yang
dapat dijadikan identitas bangunan
khas Ponorogo
Studi Sistem Struktur dan Erna Meutia, 2015 Pembahasan penelitian dilihat dari
Konstruksi Rumah Tradisional Laina Hima Sari, tiga aspek, yaitu: aspek bentuk dan
5
Aceh: di Daerah Pesisir dan Izziah, Mirza konfigurasi, material dan dimensi
Pegunungan Irwansyah dan detail sistem sambungan
konstruksi. Hasil penelitian ini
memberikan gambaran persamaan
terhadap aspek bentuk dan
konfigurasi rumah tradisional,
Sistem struktur sambungan yang
digunakan adalah sistem struktur
yang dapat dibongkar pasang, namun
dalam proses konstruksi terdapat
perbedaan penggunaan elemen
struktur sebagai pembentuk
arsitektural.
Usaha pelestarian menjadi meningkat sejak awal tahun 80an setelah adanya teori teori
Barat yang menekankan upaya pelestarian budaya untuk menciptakan kararteristik suatu
daerah (Oliver, 1997). Pemerintah Indonesia melalui Undang Undang Republik Indonesia
nomor 5 tahun 1992 yang membahas tentang benda cagar budaya dengan tegas mendukung
usaha pelestarian
6
Budiharjo (1997) setuju dengan usaha pelestarian, ia melihat bahwa Indonesia yang dilatar
belakangi oleh berbagai etnis seharusnya tetap menjaga keunikan dari budaya traditional
demi keutuhan bangsa dan norma yang berlaku sejak dahulu.
Lebih lanjut Budiharjo berpendapat bahwa upaya pelestarian dapat diterapkan sesuai dengan
sifat, kondisi dan fungsi serta keadaan-keadaan yang dapat menyebabkan kerusakan terhadap
bangunan yang akan dilestarikan. Pelaksanaan perbaikan, pemugaran, perlindungan, serta
pemeliharaan atas bangunan gedung dan lingkungannya hanya dapat dilakukan sepanjang
tidak mengubah nilai dan/atau karakter cagar budaya yang dikandungnya dan dilaksanakan
secara tertib administratif, menjamin kelaikan fungsi bangunan gedung dan lingkungannya
sesuai dengan peraturan undang–undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2002 tentang
Bangunan Gedung pasal 38.
Study tentang Rumah tradisional Aceh telah banyak dibahas. Izziah, (2010) dalam
thesis PhD nya telah banyak membahas perkembangan dan fungsi Rumah tradisional Aceh
ini. Dengan mengambil sumber dari tulisan pada abad ke 17 sampai abad ke 20, Izziah
menjelaskan bahwa masyarakat lokal telah mampu mendirikan rumah tinggal yang nyaman
dengan memperhatikan kondisi dan situasi lokal. Dengan mengacu berbagai sumber, Izziah
melihat bahwa konstruksi bangunan dibuat sedemikian rupa sehingga terlihat adanya usaha
untuk bersahabat dengan lingkungan sekaligus mengantisipasi dari pengaruh iklim maupun
binatang buas. Rumah Aceh berdiri diatas sejumlah tiang-tiang setinggi sampai 2 m diatas
tanah. Hal ini dikarenakan untuk menghindar dari banjir dan juga dari gangguan binatang
buas. Lantai kayu yang dipasang dengan jarak tertentu, dan adanya pembukaan pembukaan
pada dinding dan bagian atap (gable), dapat tercipta ventilasi silang secara horizontal dan
vertical. Hal ini menghasilkan udara sejuk didalam ruang rumah.
Rumah Aceh terdiri dari beberapa tipe. Tipe rumah traditional dilihat berdasarkan
banyaknya tiang tiang yang membentuk ruang. Tipe Jumlah tiang tiang rumah, antara satu
7
rumah dengan yang lainnya, tidak selalu sama. Semakin besar rumah semakin banyak tiang
yang menumpu badan rumah. Tipe rumah yang umum dijumpai adalah tipe tipe Rumoh
limong ruweueng (Rumah lima ruang) mempunyai 24 tiang, rumoh peut ruweueng
mempunyai 20 tiang, dan rumoh lhee ruweueng mempunyai 16 tiang, dapat dilihat pada
gambar 1.
Sehubungan dengan alat ukur, dalam membangun rumah tradicional Aceh, utoh
(tukang yang membangun rumah) menggunakan anggota badan untuk mengukur panjang,
lebar, maupun tinggi dari bangunan rumah yang hendak dibangun.
Selain dari ruangan depan, ruangan tengah, dan ruangan belakang, juga terdapat ruangan
khusus untuk dapur yang disebut rumoh dapu. Rumoh dapu terletak di belakang ruangan
belakang dan lebih brendah dari ruangan belakang.
Salah satu keistimewaan konsep rumah Aceh tahan terhadap gempa. Masing-masing
elemen pembentuk rumah Aceh saling mempertahankan diri dalam merespon gempa. Joint-
joint pada rumah Aceh diperkuat oleh pasak sebagai penahan elemen-elemen yang saling
berhubungan dalam merespon gempa dalam arah memanjang maupun melintang.1
1
Erna Meutia, Kajian Elemen-Elemen Pembentuk Struktur RumahTradisional Aceh Dalam Merespon
Gempa, Jurnal Tekstur, Arsitektur Unsyiah, 2010
8
Perilaku
elemen dalam merespon gempa arah memanjang dan melintang ditentukan oleh hubungan
yang terbentuk pada sambungan antara balok toi, ro’,pasak, peulangan dan tameh, yang
merupakan bagian badan. Pada rangka atap kemampuan konstruksi merespon gempa dalam
arah memanjang dan melintang terbentuk dari hubungan antara tameh, bara panyang, bara
linteung, diri, geseu gantoeng dan indreung, yang merupakan bagian kepala.
9
2.4 ROAD MAP PENELITIAN
Penelitian ini merupakan lanjutan dari beberapa penelitian yang telah dilakukan
pengusul sebelumnya. Topik penelitian tersebut berupa kajian terhadap potensi, terutama
pada struktur dan kenyamanan yang ada pada rumah tradisional Aceh. Kajian lainnya adalah
melihat perubahan fungsi rumah tradisional dalam konteks kehidupan masa kini.
Tahun 2010: Potensi Arsitektur dalam konteks masa kini (Meutia, 2010). Yang dikaji:
Studi perubahan ruang seperti terjadinya penambahan ataupun pengurangan pada Rumah
Tradisional Aceh yang disesuaikan dengan konteks kehidupan dan kebutuhan
masyarakatnya saat ini.
Tahun 2015: Studi Sistem Struktur dan Konstruksi Rumah Tradisional Aceh: di Daerah
Pesisir dan Pegunungan (Meutia, 2015). Yang dikaji: Pembahasan penelitian dilihat dari
tiga aspek, yaitu: aspek bentuk dan konfigurasi, material dan dimensi dan detail sistem
sambungan konstruksi Sistem struktur sambungan yang digunakan adalah sistem struktur
yang dapat dibongkar pasang, namun dalam proses konstruksi terdapat perbedaan
penggunaan elemen struktur sebagai pembentuk arsitektural.
Tahun 2016: Pemetaan Sistem Struktur Konstruksi Rumah Tradisional Aceh dalam
Merespon Gempa (Meutia, 2016). Yang dikaji: Kajian tentang bagian-bagian pembentuk
Rumah Tradisional Aceh di hubungkan dengan sambungan menerus yang diperkuat dengan
pasak dan ikatan tali ijuk. Masing-masing bagian ini saling mendukung untuk
mempertahankan konstruksinya dari goncangan gempa yang terjadi. Rumah tradisional
Aceh memiliki keunggulan secara struktural dalam merespon gempa.
10
BAB 3
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
11
• Inventaris data yang menjadi acuan dari konsep rumah tradisional Aceh secara
arsitektural dan struktural terhadap perubahan yang terjadi pada Rumoh Aceh
di Desa Lubuk.
• Menentukan konsep rumah tradisional Aceh yang adaptif.
• Memberikan strategi mempertahankan nilai-nilai filosofi dan karakter rumoh
Aceh sebagai bentuk hunian.
12
BAB IV METODE PENELITIAN
Penelitian ini akan dilakukan dalam waktu 2 tahun. Pendekatan tahun pertama
dilakukan dengan studi lapangan melalui metode deskriptif kuantitatif. Sedangkan
tahun kedua penelitian dikembangkan melalui pendekatan eksperimen. Bagan alur
penelitian dijelaskan sebagai berikut:
Tujuan tahun 1: fokus pada pemetaan rumah Tujuan tahun 2 : akan mendukung kajian
tradisional aceh di desa Lubuk secara arsitektural penelitian di tahun pertama, dari hasil pemetaan
dan struktural. Kajian ini akan memberi gambaran perkembanngan konsep hunian rumah
perkembangan konsep rumah tradisional Aceh tradisional aceh akan didesain model struktural
secara arsitektural dan perubahan struktural rumah tradisional aceh yang sesuai dalam
sehingga memberi konsep hunian arsitektur konteks kekinian yang ditinjau terhadap
tradisional dalam konteks kekinian material yang digunakan.
Pemetaan dalam bentuk nventarisasi data yang Pengembangan studi melalui pemodelan
menjadi acuan terhadap dari perkembangan rumah tradisional Aceh secara struktural yang
konsep rumah tradisional aceh akan dilakukan dengan software SAP 2000.
Menentukan konsep rumah tradisional aceh Identifikasi material yang sesuai dengan
yang sesuai dengan konteks kekinian karakteristi Rumah Tradisional Aceh yang
tahan gempa
Membuat guideline pola hunian arsitektur
rumah tradisional yang tetap mempertahankan Rekomendasi model Arsitektur Tradisional
nilai-nilai filososfi dan karakter daerah yang dapat diterapkan di Kabupaten lainnya
dalam provinsi Aceh
13
Penelitian diawali dengan studi literatur, selanjutnya dilakukan pengumpulan
data primer dan data sekunder. Dilakukan penyiapan pengumpulan data; data yang
telah dikumpulkan, diedit, dan diolah, kemudian disiapkan untuk disusun menjadi
data masukan pedoman strategi pelestarian rumah tradisional Aceh.
Data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan
data sekunder.
b. Data sekunder
Data sekunder diperoleh dari studi literatur yang terkait.
14
3.2 Rancangan Form Survey
15
Tabel. pola identifikasi ‘Talk to The Building’
Pattern Definition
1. Inhabiting the space If the form of the house doesn’t begin by responding to the
site, house and the site may well end up in conflict with each
other
2. Creating rooms, outside and in A lively balance of indoor and outdoor rooms
3. places in between Places that allow you to inhabited the edge, that offer enough
exposure to make you aware of your surroundings, and that
provide just enough protection to make that awareness
comfortable
4. refuge and outlook At its simple we are inside looking out
5. private edges, common core A good home balance private and communal space
throughout
6. the flow through the rooms Movement through a room affects the rooms it self
7. composing with material Choosing its materials-to support, frame, fill, cover colour
and texture space-is the act of composing the home
8. sheltering roof More than any other element, the form of the roof- as
experienced both outside and in-carries the look and meaning
of shelter and home
9. Parts in proportion A home is a hierarchy of parts in proportion
10. capturing light Good home capture light-filter it, reflect it-in ways that, no
matter the season or time of day, delight their inhabitants
16
Data
base
kondisi
Sosialisasi
Rumah
tradisional
kepada
pihak
Aceh
di
Desa
Lubuk
terlibat
dan
Sukun
Rekomendasi
Teknis
terkait
tentang
komponen
Arsitektural:
Tata
Ruang,
rumah
yang
perlu
Disain
Bangunan
dan
dilestarikan
dan
Ornamentasi
pengembangan
bangunannya
Desain Model
Study
Inventarisasi
FISH BONE DIAGRAM PENELITIAN
17
BAB 5
HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI
Lokasi penelitian berada di desa Lubuk Sukun Kecamatan Ingin Jaya, Kabupaten
Aceh Besar. Pemerintah Aceh melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata telah
mencanangkan desa Lubuk Sukun sebagai desa wisata pada tanggal 15 Oktober
2012.
Pengumpulan data dilakukan pada 12 unit rumah yang tersebar di desa Lubuk
Sukun meliputi rumah tradisional santeut dan rambat seperti yang terlihat pada
peta dibawah ini:
18
pekerjaan sebagai Pegawai Negeri Sipil, sehingga hal ini menjadi kendala dalam
pengambilan data.
Rumah-rumah tipe santeut dan rambat yang terdapat di desa Lubuk Sukun, Aceh
Besar.
Tabel 5.2 : Karakteristik Rumah Tradisional Aceh di Desa Lubuk
Rumah Foto Keterangan
Tradisional
Aceh/Tipe
RTA1/Tipe • Karakter rumah:
Rambat Rumah dengan model 4 rueng. Fungsi
bangunan saat ini sebagai galeri/ruang
pamer dan kegiatan budaya. Rumah
masih terbuat dari material tradisional
kayu sebagai pondasi, kolom dan dinding
serta daun rumbia sebagai atap.
Rumah aktif dipakai sebagai rumah
tinggal, sehingga mengalami penambahan
fungsi ruang seperti ruang bawah yang
dijadikan kamar dan garasi.
19
sebagai dapur, penambahan teras dibagian
atas dan penambahan kamar mandi yang
ditempatkan di bagian atas bangunan.
RTA4/Tipe • Karakter rumah:
Santeut Rumah dengan model 4 rueng. Rumah
masih terbuat dari material tradisional
kayu sebagai pondasi, kolom dan dindin
namun material atap sudah diganti
dengan seng. Rumah ini mengalami
perubahan tipe rambat menjadi tipe
santeut dan mengalami penambahan
dapur dibagian belakang sehingga rumah.
Perluasan ruang tidur/kamar di bagian
atas rumah Aceh dilakukan untuk
mendapatkan ruang yang lebih besar.
bagian Atas (rumah kayu) tidak
digunakan untuk kegiatan sehari-hari,
hanya pada momen-momen tertentu
misalnya kenduri perayaan Maulid Nabi
Besar Muhammad SAW dan home stay.
RTA5/Tipe • Karakter rumah:
Santeut Rumah dengan model 4 rueng. Rumah
terbuat dari material tradisional kayu
sebagai pondasi, kolom dan dinding.
Namun material atap sudah diganti
dengan seng. Rumah ini juga mengalami
peerubahan tipe bangunan dari tipe
rambat berubah menjadi santeut, sehingga
rumoh inong (kamar) diperlebar. Rumah
aktif dipakai sebagai rumah tinggal,
sehingga mengalami penambahan,
dengan dibangunnya dapur dari bahan
beton tepat dibelakang bangunan. Bagian
bawah bangunan menjadi tempat parkir
dan berkumpul serta tempat menjemur
padi dan rempah-rempah.
RTA6/Tipe • Karakter rumah:
Santeut Rumah dengan model 3 rueng. Rumah ini
awalnya merupakan rumah dengan tipe
Rambat, kemudian dirubah lantainya
diratakan menjadi rumah Santeut. Rumah
terbuat dari material tradisional kayu
sebagai pondasi, kolom dan dinding.
Namun material atap sudah diganti
dengan seng. Rumah aktif dipakai sebagai
rumah tinggal, sehingga mengalami
penambahan. Penambahan dapur dibagian
belakang bangunan dan kamar di bagian
kolong rumah. Sebahagian kolong
dijadikan tempat pengajian anak-anak.
RTA7/Tipe • Karakter rumah:
Rambat Rumah dengan model 4 rueng. Rumah
terbuat dari material tradisional kayu
sebagai pondasi, kolom dan dinding.
Namun material atap sudah diganti
dengan seng. Rumah hanya difungsikan
sebagai tempat istirahat pada malam hari
dan sebagai ruang bermain anak-anak.
Penambahan bangunan lain di belakang
Rumah Tradisional Aceh.
20
RTA8/Tipe • Karakter rumah:
Rambat Rumah dengan model 3 rueng. Rumah
terbuat dari material tradisional kayu
sebagai pondasi, kolom dan dinding.
Namun material atap sudah diganti
dengan seng. Rumah ini telah mengalami
pengecatan. Rumah tidak aktif dipakai
sebagai rumah tinggal. Di belakang
bangunan ditambahkan ruang dapur dan
kamar, sehingga aktifitas sehari-hari
berada di ruang dapur. Permukaan lantai
pada Bagian kolong masih berupa tanah
dasar. Kolong difungsikan sebagai
tempat menyimpan kayu-kayu dan
barang-barang.
RTA9/Tipe • Karakter rumah:
Santeut Rumah dengan model 3 rueng. Rumah
terbuat dari material tradisional kayu
sebagai pondasi, kolom dan dinding.
Namun material atap sudah diganti
dengan seng. Rumah tidak aktif dipakai
sebagai rumah tinggal. Terjadi perubahan
pada bagian Dapur dimana bangunan
dapur merupakan bangunan beton dan
berada di bagian belakang dan
penambahan ruang tidur di bagian
kolong rumah Aceh.
RTA10/Tipe • Karakter rumah:
Rambat Rumah dengan model 3 rueng. Rumah
ini awalnya merupakan rumah dengan
tipe Rambat. Rumah terbuat dari material
tradisional kayu sebagai pondasi, kolom
dan dinding. Namun material atap sudah
diganti dengan seng. Rumah aktif
dipakai sebagai rumah tinggal. Aktifitas
sehari-hari pemilik dilakukan di bagian
bangunan yang baru yang dibangun tepat
dibelakang rumah Aceh. Penambahan
ruang yaitu dapur dan kamar. Bagian
kolong hanya berfungsi sebagai ruang
berkumpul dimana pada bagian lantai
sudah disemen.
RTA11/Tipe • Karakter rumah:
Rambat Rumah dengan model 3 rueng. Rumah
terbuat dari material tradisional kayu
sebagai pondasi, kolom dan dinding.
Namun material atap sudah diganti
dengan seng. Rumah aktif dipakai
sebagai rumah tinggal. Aktifitas sehari-
hari pemilik dilakukan di bagian
bangunan yang baru yang dibangun tepat
dibelakang rumah Aceh. Penambahan
ruang yaitu dapur dan kamar. Bagian
kolong hanya berfungsi sebagai ruang
berkumpul.
RTA12/Tipe • Karakter rumah:
Rambat Rumah dengan model 3 rueng. Rumah
terbuat dari material tradisional kayu
sebagai pondasi, kolom dan dinding.
Namun material atap sudah diganti
dengan seng. Rumah aktif dipakai
sebagai rumah tinggal. Penambahan
ruang yaitu dapur, kamar dan kamar
mandi.
21
5.2 Konsep Hunian Arsitektur tradisional Aceh
Gambar 5.3. Bentuk Analogi Konstruksi Rumah tradisional Aceh tipe 4 rueng
Sumber: Sari (2015)
22
Rumah Aceh didirikan di atas sejumlah tiang-tiang bulat yang membentuk
kolong pada bagian bawah rumah. Kolong rumah membuat sirkulasi udara
mengalir ke atas dengan lebih optimal. Bagian dinding dan gable (‘tuelak angen’)
penuh dengan ukiran tembus yang memungkinkan udara sejuk menghapus udara
panas di dalam ruangan sehingga ruangan terasa lebih sejuk (leigh, 1989).
Bukaan berupa jendela terdapat pada sisi bangunan yang menghadap ke arah utara
dan selatan merupakan sisi yang lebih panjang sehingga mampu mengalirkan
udara sejuk lebih optimal ke dalam bangunan.
Bentuk bangunan membujur ke arah Timur-Barat dengan sisi yang lebih
pendek sehingga sangat memungkinkan bangunan dapat menahan tiupan angin
yang ekstrim dari arah Barat. Material penutup atap berupa daun rumbia yang
memiliki heat transmittance yang rendah sekitar 0,93 W/m2K dan dan time lag 1,6
jam, menunjukkan kemampuan materia menahan laju panas dan melepaskannya
dengan lebih cepat memungkinkan terjadinya aliran sejuk dalam ruang (Meutia,
2010).
Gambar 5.4. bagian-bagian dari Rumah Tradisional Aceh yang memberi kontribusi kenyamanan
thermal
Sumber: Meutia (2010)
23
Gambar 5.4. Tektonika Konstruksi rumah tradisional Aceh
Sumber: Meutia (2016)
Kajian ini akan membahas beberapa hal yang berkaitan dengan bentuk dan pola
hunian, yang tersebut dibawah:
1. Konsep Ruang
Dari hasil pengumpulan data di Desa Lubuk terhadap rumah tradisional
Aceh terdapat dua tipe bangunan yaitu tipe rambat dan tipe santeut. Tipe rambat
merupakan bangunan yang memiliki perbedaan lantai atau biasa dikenal dengan
lantai naik turun. Perbedaan lantai terletak pada ruang depan (seuramoe keu),
ruang belakang (seuramoe likot) dengan ruang tengah (rumoh inong). Sedangkan
tipe santeut adalah bangunan yang memiliki lantai yang sama tingginya. Sebagian
dari rumah-rumah tradisional Aceh di desa Lubuk Sukun telah berubah dari rumah
24
rambat menjadi rumah santeut. Perubahan lantai ini dilakukan untuk memudahkan
penghuni dalam melakukan aktivitas sehari-hari dan lebih efisien dalam
pengaturan ruang.
Bentuk dasar konstruksi Rumah Tradisional Aceh dimulai dari 3 rueng, 4
rueng dan 5 rueng. Rumah-rumah tradisional Aceh di Desa Lubuk Sukun terdiri
dari model 3 rueng dan 4 rueng. Pada masing-masing model rumah ini hanya
memiliki 1 kamar tidur yang berada di rumoh inong.
Pembagian ruang pada rumah tradisional Aceh di Desa Lubuk Sukun
belum mengalami perubahan. Setiap rumah masih mengikuti konsep dasar
pembagian ruang yaitu ruang depan (seuramoe keu), ruang tengah (rumoeh inong),
ruang belakang (seuramoe likot). Untuk memudahkan aktifitas sehari-hari masing-
masing pemilik rumah melakukan penambahan ruang pada bangunan beton yang
ditambahkan dibelakang ataupun di samping rumah Aceh. Pada bangunan ini
ditambahkan ruang dapur, kamar mandi dan kamar tidur.
Gambar 5.6 Bagian kolong yang mengalami perubahan fungsi dan aktifitas
25
2. Konsep Kenyamanan
Filosofi rumah tradisional Aceh sangat memperhatikan factor kenyamanan
bagi penghuni terutama kenyamann thermal. Penempatan bukaan/jendela yang
berada pada sisi utara dan selatan mampu mengalirkan aliran udara ke dalam
bangunan. Penggunaan Tombak layar/Tulak Angen pada sisi timur dan barat juga
difungsikan sebagai bagian untuk mengalirkan udara sejuk ke dalam bangunan.
Material Atap menggunakan daun rumbia menahan laju panas dari matahari
sehingga ruang yang berada dibawahnya tetap terasa nyaman. Namun saat ini
hamper 80% rumah Aceh di Desa Lubuk Sukun sudah mengganti material atap
dari daun rumbia dan menggunakan atap seng. Material seng memiliki nilai
energy density 279,54 MJ/m, sedangkan daun Rumbia memiliki nilai energy
density 30,07 MJ/m (Sari dkk, 2014), menunjukkan material seng memiliki
kemampuan menerima panas lebih tinggi sehingga ruang yang berada di bawah
atap seng menjadi tidak nyaman. Bagian bawah rumah/kolong juga memudahkan
aliran udara mengalir menuju keruang diatas. Namun beberapa kondisi interior
pada lantai rumah Aceh telah ditutup dengan bahan plastik karpet. Hal ini
membuat tertutupnya aliran udara ke lanatai atas rumah Aceh.
26
matahari sulit masuk kedalam. Teritisan Atap rumah Aceh yang panjang
membentuk bayangan dan mengurangi jumlah cahaya yang masuk. Bagian
tombak layar dan dinding pada sisi Timur dan Barat masih memungkinkan cahaya
matahari masuk melalui ukiran-ukiran tembus yang terdapat pada bagian-bagian
tersebut.
27
Tabel 5.4 Respon Struktur Rumah Aceh terhadap Gempa
Sumber Meutia (2016)
28
29
BAB VI
RENCANA TAHAP BERIKUTNYA
Rencana tahap berikutnya, penelitian ini akan dikembangkan untuk memperkaya dan
mendukung hasil kajian pada tahun pertmana. Pada tahun kedua, penelitian ini akan
difokuskan pada studi model arsitektural dan struktural untuk mendapatkan desain
rumah tradisional aceh yang tetap memiliki keunikan arsitektur tradisional. Desain
arsitektural akan memberikan gambaran desain pengembangan Arsitektur rumah
Aceh yang mampu untuk menyesuaikan dengan kehidupan moderen. Keunikan
Arsitektur tradisional Aceh yang berada di daerah jalur cincin api sebagai arsitektur
yang mampu beradaptasi terhadap gempa merupakan sebuah keunikan yang perlu
dipertahankan. Model proporsi struktural rumah tradisional Aceh akan dikaji dengan
menggunakan sofware SAP 2000. Studi dilakukan terhadap proporsi bangunan dan
pemilihan penggunaan material yang mudah didapat di Aceh. Penelitian ini
diharapkan dapat mengeluarkan suatu rekomendasi desain rumoh Aceh yang
mengikuti perkembangan budaya lokal dan penggunaan material lokal pada rumah
Aceh yang sesuai dengan konteks geografi Aceh yang berada di daerah jalur cincin
api.
Tujuan tahun kedua:Mengkaji perubahan yang terjadi pada rumah traditional Aceh
sesuai dengan konteks kekinian dikarenakan perkembangan budaya. Penelitian ini
akan mengkaji perubahan yang terjadi terhadap fungsi ruang pada rumah traditional
dan mengusulkan material bangunan utk rumah traditional Aceh yang cocok dengan
kondisi saat ini. Mendesain dan membuat model rumah traditional yang sesuai
dengan konteks kekinian.
Material alternatif pengganti Survey, simulasi SAP untuk Alternatif material yang ringan
material tradisional menentukan material yang pengganti kayu dan material
mampu beradaptasi terhadap yang nyaman terhadap thermal
gempa
Indikator capaian akhir dari keseluruhan studi selama 2 tahun adalah: Alternatif desain Rumah
Tradisional Aceh yang berkembang sesuai perkembangan budaya setempat dan tetap memiliki ciri khas
keunikan lokal.
Rekomendasi model Arsitektur Tradisional yang dapat diterapkan di kabupaten lainnya dalam provinsi
Aceh.
29
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
30
semi publik. Peningkatan ekonomi menyebabkan terbentuknya bangunan baru yang
menempel di belakang rumah Aceh yang terbuat dari beton bertulang. Perubahan
sosial dan budaya dalam kehidupan sehari-hari membuat penghuni melakukan
perubahan pada hunian yang lebih adaptif terhadap kecenderungan manusia untuk
beraktifitas secara nyaman dan menyesuaikan dengan konteks kekinian.
Perkembangan teknologi turut merubah konsep hunian yang merubah penggunaan
material alam dengan material pabrikasi.
31
DAFTAR PUSTAKA
32
ARSITEKTUR TRADISIONAL ACEH: TIM PENGUSUL
ERNA MEUTIA, ST, MT / NIDN 0002096902
SEBUAH UPAYA PELESTARIAN RUMAH TRADISIONAL IR. IZZIAH, M.SC, PHD / NIDN 0031076202
Dr. DYAH ERTI IDAWATI/NIDN 0003076701
ACEH SEBAGAI KEUNIKAN DAERAH
Sementara itu, dalam hal perubahan budaya, masyarakat lokal dizaman moderen cenderung
Rumah Tradisional Aceh, seperti juga bangunan tradisional lainnya di Indonesia, adalah bangunan memilih cara hidup praktis yang berdampak pada terjadinya perubahan pada hunian.
arsitektur tradisional dimana bentuk, struktur, fungsi, ragam hias, dan cara pembuatannya diwariskan secara
turun temurun. Pemerintah Daerah dalam hal ini Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh telah berusaha untuk Oleh karena itu perlu dilakukan suatu studi yang dapat memberikan strategi untuk
melakukan kegiatan Workshop Inventarisasi dan Dokumentasi Arsitektur Rumah Tradisional Etnis di Aceh mempertahankan rumah tradisional Aceh yang tetap memiliki bentuk, struktur, fungsi, serta ragam
yang diselenggarakan pada 5-6 Mei 2015 di Banda Aceh. Tujuan kegiatan ini diselenggarakan untuk menggali hias yang sesuai dengan budaya tradisional Aceh. Strategi ini diharapkan dapat menjadi pedoman
orisinalitas, filosofi dan sosialisasi dari Arsitektur Tradisional Aceh, sehingga semua informasi yang di peroleh bagi masyarakat setempat untuk melestarikan arsitektur rumah tradisional Aceh dalam konteks
dijadikan sebuah dokumen lengkap Arsitektur Tradisional di Provinsi Aceh. kekinian khususnya bagi pemilik rumah.
Pada saat ini rumah tradisional Aceh masih dapat ditemukan di beberapa desa di kawasan Aceh Besar Bagaimana mewujudkan Rumoh Aceh yang adaptif terhadap kebutuhan kekinian
yang masih digunakan sebagai hunian. Salah satunya adalah desa Lubuk Sukun, Kecamatan Ingin Jaya, masyarakat Aceh menjadi tantangan yang perlu diwujudkan untuk melestarian Rumoh Aceh
Kabupaten Aceh Besar. Keunikan pemukiman desa ini menjadi sebuah alasan yang kuat untuk menjadikan desa sebagai salah satu identitas dan memperkaya variasi arsitektur masyarakat Aceh moderen (J. Nas,
Lubuk sebagai desa wisata tradisional. Sebagai salah satu bangunan yang berada di daerah jalur gempa telah 2003).
menjadikan rumah Tradisional Aceh sebagai bangunan yang tahan terhadap gempa. Meskipun dibangun
dengan menggunakan teknologi yang sederhana namun bangunan ini sangat kokoh. Pada tanggal 15 Oktober
2012, Pemerintah Aceh melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata mencanangkan desa Lubuk Sukun sebagai
Desa Wisata Tradisioanal (www.aceh.com). Pemberian predikat tersebut dikarenakan masyarakat desa Lubuk
Sukun ini masih menjaga adat dan budaya tradisional Aceh. Hal ini terlihat pada tata letak dan tata ruang rumah
tradisional Aceh yang masih tetap dipertahankan. Pemerintah Aceh mengharapkan dengan adanya penetapan
kawasan desa Lubuk Sukun sebagai Desa Wisata akan dapat menjadikan desa ini sebagai tempat pembelajaran
budaya tradisional aceh, khususnya rumah tradisional Aceh, sebuah bentukan Arsitektur yang muncul sebagai
bagian dari budaya masyarakat dan pengaruh lingkungan setempat. Dari permasalahan yang akan dikaji, maka penelitian ini bertujuan untuk memetakan kondisi
Namun demikian kondisi rumah tradisional didesa ini pada tahun tahun terakhir mulai terjadi pergeseran arsitektural dan struktural rumah tradisonal sehingga dapat memberikan gambaran model hunian
terhadap nilai-nilai tradisional yang berdampak pada pola hunian masyarakat setempat. Faktor utamanya adalah yang adaptif terhadap kebutuhan kekinian dengan memperhatikan aspek bentuk, struktur dan
perkembangan ekonomi dan perubahan budaya di Aceh. Kesulitan untuk mendapatkan material kayu dengan fungsi rumah tradisional Aceh di pemukiman tradisional Desa Lubuk Sukun.
mutu yang baik berdampak pada perubahan penggunaan material rumah.
RTA1/Tipe Santeut RTA2/Tipe Santeut RTA3/Tipe Rambat RTA4/Tipe Santeut RTA5/Tipe Rambat
Karakter rumah: Karakter rumah: Karakter rumah: Karakter rumah: Karakter rumah:
Rumah dengan model 3 rueng. Rumah masih Rumah dengan model 4 rueng. Rumah terbuat Rumah dengan model 4 rueng. Rumah terbuat Rumah dengan model 4 rueng. Rumah ini Rumah dengan model 5 rueng. Rumah terbuat
terbuat dari material tradisional kayu sebagai dari material tradisional kayu sebagai pondasi, dari material tradisional kayu sebagai pondasi, awalnya merupakan rumah dengan tipe dari material tradisional kayu sebagai
pondasi, kolom dan dindin namun material atap kolom dan dinding. Namun material atap sudah kolom dan dinding. Namun material atap sudah Rambat, kemudian dirubah lantainya diratakan pondasi, kolom dan dinding. Namun material
sudah diganti dengan seng. Rumah ini diganti dengan seng. Rumah ini juga mengalami diganti dengan seng. Rumah aktif dipakai menjadi rumah Santeut. Rumah terbuat dari atap sudah diganti dengan seng. Rumah ini
mengalami perubahan tipe rambat menjadi tipe peerubahan tipe bangunan dari tipe rambat sebagai rumah tinggal, sehingga mengalami material tradisional kayu sebagai pondasi, telah mengalami pengecatan. Rumah tidak
santeut dan mengalami penambahan dapur berubah menjadi santeut, sehingga rumoh inong penambahan. Penambahan dapur dibagian kolom dan dinding. Namun material atap sudah aktif dipakai sebagai rumah tinggal. Di
dibagian belakang sehingga rumah bagian Atas (kamar) diperlebar. Rumah aktif dipakai sebagai belakang bangunan dan kamar mandi di bagian diganti dengan seng. Rumah aktif dipakai belakang bangunan ditambahkan ruang dapur
(rumah kayu) tidak digunakan untuk kegiatan rumah tinggal, sehingga mengalami rumah atas. sebagai rumah tinggal. Fungsi kolong saat ini dan kamar, sehingga aktifitas sehari-hari
sehari-hari, hanya pada momen-momen tertentu penambahan. Penambahan ruang adalah dengan menjadi tempat pengajian ibu-ibu dan anak-anak berada di ruang dapur dan yub moh. Fungsi
misalnya kenduri perayaan Maulid Nabi Besar dibangunnya dapur dari bahan beton tepat perempuan, sehingga ditambahkan sekat. kolong saat ini menjadi tempat berkumpul,
Muhammad SAW dan home stay. dibelakang bangunan. Bagian bawah bangunan parker dan menjemur.
menjadi tempat parker dan berkumpul serta
tempat menjemur padi dan rempah-rempah.
RTA6/Tipe Santeut RTA7/Tipe Santeut RTA8/Tipe Santeut RTA9/Tipe Santeut RTA10/Tipe Santeut
Karakter rumah: Karakter rumah: Karakter rumah: Karakter rumah Karakter rumah:
Rumah dengan model 5 rueng. Rumah terbuat Rumah dengan model 3 rueng. Rumah ini Rumah dengan model 4 rueng. Rumah terbuat Rumah dengan model 3 rueng. Rumah terbuat Rumah dengan model 3 rueng. Rumah terbuat
dari material tradisional kayu sebagai pondasi, awalnya merupakan rumah dengan tipe Rambat. dari material tradisional kayu sebagai pondasi, dari material tradisional kayu sebagai pondasi, dari material tradisional kayu sebagai pondasi,
kolom dan dinding. Namun material atap sudah Rumah terbuat dari material tradisional kayu kolom dan dinding. Namun material atap sudah kolom dan dinding. Namun material atap sudah kolom dan dinding. Namun material atap
diganti dengan seng. Rumah tidak aktif dipakai sebagai pondasi, kolom dan dinding. Namun diganti dengan seng. Rumah aktif dipakai diganti dengan seng. Rumah aktif dipakai sudah diganti dengan seng. Rumah aktif
sebagai rumah tinggal. Terjadi perubahan pada material atap sudah diganti dengan seng. sebagai rumah tinggal. Aktifitas sehari-hari sebagai rumah tinggal. Bagian atas rumah yang dipakai sebagai rumah tinggal. Penambahan
bagian Dapur dimana bangunan dapur Rumah tidak aktif dipakai sebagai rumah pemilik dilakukan di bagian bangunan yang berada dibagian anjong barat diperluas. Aktifitas ruang yaitu dapur yang dibagian belakang
menggunakan materian beton dan tepat di tinggal. Aktifitas sehari-hari pemilik dilakukan baru yang dibangun tepat dibelakang rumah sehari-hari pemilik dilakukan di bagian rumah Aceh. Bagian kolong terjadi
belakang rumah Aceh. di bagian bangunan yang baru yang dibangun Aceh. Penambahan ruang yaitu dapur dan bangunan yang baru yang dibangun tepat penambahan ruang.
tepat dibelakang rumah Aceh. Penambahan kamar. Bagian kolong hanya berfungsi sebagai dibelakang rumah Aceh. Penambahan ruang
ruang yaitu dapur dan kamar. Bagian kolong ruang berkumpul. yaitu dapur dan kamar. Bagian kolong hanya
hanya berfungsi sebagai ruang berkumpul. berfungsi
4th, October 2017
Thank you for your interest and participation of International Conference on The Reinvention of Local Tradition
and New Technology for Sustainability. We look forward to seeing you in Banda Aceh – Indonesia in October
18-19th, 2017. The schedule for your presentation is attached along with this letter.
Yours sincerely,
Organizer: Co-Organizer:
Architecture and Planning Department, Engineering Faculty, Faculty of Architecture Planning & Surveying, Universiti
Syiah Kuala University, Indonesia Teknologi MARA
Perak Branch, Malaysia
INTERNATIONAL CONFERENCE ON REINVENTION LOCAL TRADITION AND NEW TECHNOLOGY FOR
SUSTAINABILITY
HERMES HOTEL, BANDA ACEH 18-19th OCTOBER 2017
CONFERENCE SCHEDULE
DAY 1 CONFERENCE ( OCTOBER 18th, 2017)
8.00 Registration
8.30 Reciting Holy Qur’an (Armiya)
8.40 Chair Person’s Report Speech (Dr.Izziah)
8.45 Opening Remarks by Rector of Unsyiah
8.50 Souvenir
8.55 Du’a
9.00 Foto session
KEYNOTE SPEECHES
(Chair: Dr. Mirza Irwansyah)
09.20 1. Smart City of Surabaya, Tri Rismaharini (Mayor of Surabaya, Indonesia)
09.40 2. Investment in Green Concept Facilities, Assoc. Prof. Sr Dr Md. Yusof Hamid
(Rector of UiTM Malaysia)
INVITED SPEAKER
10.00 3. The ’Aceh Method’ as a Mode of ‘Seeing’ Vernacular Knowledge, Darren
Fong (University of South Australia)
10.20 Discussion
10.45 Coffee breaks
PANEL SESSION 1
(Chair: Dr. Irin)
11.10 1. Bring Back History Alive Through Transformation of Old Building into
Museum in Malaysia Norashikin Abdul Karim, (Universiti Teknologi MARA
(UiTM) Perak, Malaysia)
11.20 2. Probabilistic Analysis of The Carbonation of A Concrete Structure in
Indonesian Tropical Climate, Herry Prabowo, Position Head of Laboratory for
Construction, Innovative Structures, and Building Physics, Indonesia
11.30 3. Architectural Heritage in Post Disaster Society: A tool for Resilience in
Banda Aceh after the 2004 Tsunami, Cut Dewi, unsyiah
11.40 4. Exploring Local Wisdom System at the Acehnese Traditional House in
Relation to Disaster Mitigation, Izziah, Laina H. Sari, Erna Mutia, Unsyiah,
Indonesia
11.50 5. The development of Acehnese Traditional Architecture in Lubuk Village
Based on Local Knowledge, Erna Meutia, Izziah, Dyah Erti Idawati, Department
of Architecture and Planning, Unsyiah, indonesia
12.00 Discussion
12.30 Breaks
CONFERENCE SCHEDULE
PANEL SESSION 2
(Chair: Dr. Dyah)
14.00 1. The Reinstallation and Conservation Projects of Malay Traditional Timber
Buildings in Malaysia, Afzanizam Muhammad, Universiti Teknologi MARA
(UiTM) Perak, Malaysia
14.10 2. Development of Measurement System in Payango (A Traditional Building
Planning System) to Measure Complex Building Shapes, Abdi Gunawan
Djafar, Gorontalo State University
14.20 3. The adaptive settlements for Flooding on the Banks of Krueng Meureudu
river, is it possible? Mirza Irwansyah, Cut Nursaniah, Laila Qadri, Department of
Architecture and Planning, Unsyiah, indonesia
14.30 4. Issues And Challenges In Urban Tree Management: Case Study At Kajang
Local Authority. Helmi Bin Hamzah, Malaysia
14.40 5.Community Resilience Criteria To Enhance Community Resilience Towards
Natural Disaster, Ezzat Fahmi bin Ahmad, Universiti Teknologi MARA (Perak)
15.00 6. Design Of Pedestrian With Behavior Approach Based On Analysis Of
Scenic Beauty Estimation, Nunik Hasriyanti, State Polytechnic Of Pontianak,
West Kalimantan, Indonesia
15.15 Discussion
15.45 Breaks
PANEL SESSION 3
(Chair: Dr. Norashikin)
16.15 1. Green Building Materials: Sustainability Energy Performance Through
Application For Low‐ Energy Indoor Eco‐Friendly, Anas Zafirol Bin Abdullah
Halim, Universiti Teknologi Mara (Perak)
16.30 2. A Review of Spatial Comfort in Shophouse in Humid Tropics, Laina hilma
Sari, Siti Zulfa Yuzni, Evalina.z., M. Haiqal, Unsyiah
16.45 3. Thermal Comfort In Rumah Kutai, Husna Mohamad Afifi, Universiti Teknologi
Mara (Uitm)
17.00 4. Thermal Performance In Worship Space Of Old Mosque ‐ Sang Cipta Rasa,
Keraton Kasepuhan , Cirebon, Amirani Ritva, Unpar, Indonesia
17.15 5. The Meaning of Culturally-Based Sasadu Traditional House Spaces A Case
Study on the Sahu Community in West Halmahera North Maluku,
Hikmansyah, Undip, Indonesia
17.30 Discussion
18.00 DAY 1 CLOSED
CONFERENCE SCHEDULE
PANEL SESSION 6
(Chair: Dr. Siti Jamiah)
15.10 1. The Fundamental Research Of Inner Branding In Workplace Focus On
Relationship Between Organization Culture And Specific Things In
Workplace, Yuki Katagiri, Kyoto Institute of Technology
15.20 2. The Design of Glow in the Dark Stepping Stone for Attractive Garden
Decoration, Siti Hajar Binti Ismail, Universiti Teknologi MARA (UiTM), Malaysia
15.30 3. Does Building Density Influence Snatch Theft Incidents? Anith Nabilah
Binti Mustafa, Uitm Perak, Seri Iskandar Campus
15.40 4. A Review of Authenticity in adaptive reuse of heritage buildings in
Malaysia, Hasni Suryani Mat Hasan, Lilawati Ab Wahab, Dzulkarnaen Ismail,
Universiti Teknologi MARA (Perak), Malaysia
15.50 Discussion
16.10 Breaks
16.40 Closing Ceremony and Announcement on Best paper and Presenter
The Development Of Acehnese Traditional Architecture In
Lubuk Sukun Village Based On Local Knowledge
Erna Meutia1, Izziah2, Dyah Erti Idawati3
1
Department of Architecture and Planning, Faculty of Engineering, Syiah Kuala University,
Darussalam, Banda Aceh
2
Department of Architecture and Planning, Faculty of Engineering, Syiah Kuala University,
Darussalam, Banda Aceh
3
Department of Architecture and Planning, Faculty of Engineering, Syiah Kuala University,
Darussalam, Banda Aceh
ABSTRACT
Local wisdom in creating the built environment is a cultural heritage which capable to
produce a concept which growth and evolve continuously in the community. Traditional
Architecture concept which is currently well-preserved in Lubuk Village, Aceh Besar can
become a model of built environment which adaptive to the current needs architecturally as
well as structurally. The paper is aimed to examine and explore the form of conserving
Architecture of traditional houses via local wisdom that is held and used by the community
in Lubuk Village, Aceh Besar. This study utilizes descriptive qualitative methods as an
approach. Local wisdom of Aceh traditional houses or “rumoh aceh” is one of traditional
architecture will be studied. Thus can described the whole picture of traditional Acehnese
houses in the modern context. The data collection employs observation, documentation, and
interviews with related stake holder. The data will be analyzed qualitatively based on data
reduction, presentation of data, and drawing conclusion based on data verification. The
result of this study shows that the effort to conserve traditional value exercised by the
community of Lubuk village is to preserve the form and the use of local material, to
transform the form and material of houses, to add and reduce the space. Thus, the
community can preserve the existence of Acehnese Traditional houses which are handed
down from generation to generation.
BACKGROUND
Lubuk Sukun Village, Ingin Jaya district, The Aceh Besar Regency is a village which has been
granted a prestigious position by Aceh Government as a tourist traditional village in 2012, Lubuk village
is very exceptional because it conserves traditional Acehnese culture and settlement pattern. The spatial
arrangement of the houses and the neighborhood are based on local cultural values. Most of the houses
are traditional Acehnese house which is still the main preference for these villagers. Traditional House of
Aceh, is one of Architectural creation that was native from the culture and local wisdom. These houses
have shapes, decorations, structures, and how to make are inherited by generations.
The formation of traditional architecture cannot be separated from local knowledge of the local
environment. The traditional architecture is influenced by several factors such as material availability, the
type of climate and environmental circumstances surrounding the site and the topography, the economic
ability, mastery of technology, daily necessities of life, symbolism and meaning (Setyowati, 2008).
Traditional communities utilize knowledge and local wisdom that has handed down through the
generations to build a traditional building through trials and errors and changes are set in accordance with
natural conditions, symbol, technological advances and others. (Soedigdo, 2014).
As one of the buildings located in the earthquake area, Aceh Traditional houses are considered as
buildings resistant to earthquakes. Hurgronje (1985) observes that traditional Acehnese house has been
adapted to the earthquakes and floods threats. In addition, Lombard (2006) has reviewed that the
settlements in Banda Aceh (used to be called Kutaradja) and Aceh Besar, since 1600 the Acehnese have
1
been that the geographical location of the city they are less perfect. Meutia (2006) conducted a study that
show each element of Acehnese traditional houses defend themselves in response to the earthquake. The
behavior of the element in responding to the earthquake lengthwise and crosswise direction is determined
by the relationships formed by each system structure on the stable condition and each joint formed
structural system of “rumoh aceh” are well tied.
Traditional house building techniques based only on knowledge and intuition which obtained from
local natural conditions and experience passed down from generation to generation. Along with social and
cultural development of the community in the recent year, There has been a shift in traditional values
which influences in the pattern of the built environment. The main factor of the shifting is the
development of economic and the cultural values in Aceh. The difficulty to obtain wood with good
quality plays significant role for the altering the use of material in building houses. In addition, there is
also a shift in terms of culture, where modern community tend to follow practical approach which
influences the change of their living pattern. The challenge is how to comprehend “Rumoh Aceh” that
retains traditional values but is also adaptive to the community current needs. Thus, “Rumoh Aceh” needs
to be conserved as our identity and add the variety of Architecture in the Modern Aceh (Nas,2003). There
is a need to study the traditional value that is adaptive to modern Aceh particularly in the customs of
Lubuk Sukun community. The study that can bring to the surface the local values that is still exercised in
community daily life. This strategy can be implemented by local people to serve as a guidelines for local
people to preserve traditional Aceh in the modern context.
LITERATURE REVIEW
“na saboeh cieceum, di poe u barat, sayep jieh dua,, gaki namlah”
This poem has the meaning of Acehnese Traditional House is an analogous to such a bird that flew
westward, had two wings and sixteen legs. This knowledge was used by a carpenter (utoeh) to determine
the direction of building orientation based on the location of the building which is longitudinal from east
to west (to determine the direction of prayer). The building construction has two surface of roof in east
and in west (its analogous to wings), and the number of building construction poles amounted to 16
pieces, that describes the basic form of construction of the Acehnese Traditional House, which is has 3
rueng (distance between the poles in the longitudinal direction), where then this form develops into a
house 4 rueng, 5 rueng, and 7 rueng. Of course this is related to social, cultural and economy’s home
owners.
2
Bukaan pada rumah
tradisional Aceh baik pada
dinding, lantai, tolak angin
dan atap memenuhi kritera
cross ventilation
memberikan kontribusi
kenyamanan termal bagi
The house was build on a number of round pillars that formed under the house. The down house make
the air circulation to flow up more optimally. Part of wall and gable (‘tuelak angen’) filled with
translucent engraving that allows cool air remove the hot air in the room so the room feels cooler (leigh,
1989). Form longitudinal building towards the East-West eith a shorter side making it possible buildings
can withstand extreme winds from the West. Root cover material in the form of Rumbia leaf that has low
heat transmittance of about 0,93 W/m2K and time lag 1,6 hours, shows the material’s ability to withstand
the heat rate and release it more quickly allows for a cool flow in space (Meutia, 2010).
The architecture of the traditional house of Aceh is the result of the creation of the wisdom of the
people of Aceh in addressing nature and belief (religious). Tectonically the frame construction of houses
aperture on the traditional house of Aceh good on walls, floors, winds and the roof meets the criteria cross
ventilation give contribution to forming space, which is divided a the foot of the building, the midlle
buildings from the body of the building and the top (roof) to form the head.
3
RESEARCH METHODS
This study is uses qualitative descriptive as a research approach. Data collection is done through
observation, documentation, and interviews with several resource persons. Data analysis qualitatively
based on data reduction, data presentation, and the conclusions based on verification.
The study area is Lubuk Sukon village, Ingin Jaya as a sub-district, Aceh Besar. The village is located
about 13,8 km from the city of Banda Aceh. The area covers 112 Ha, this area is passed by the river
Krueng Aceh with a width of 30-50 meters which limits the village of Lubuk Sukun with the main road.
The data collection is conducted by observation, documentation, and interviews. Observation and
documentation is done by observing directly traditional houses within area of study as sample of
traditional houses. Based on an interview with one of stakeholder in Lubuk Sukun village, there are 56
traditional houses. These houses are undergo changes. There are 12 traditional houses selected for this
study.
The village place of Lubuk Sukun is crossed by Aceh’s river which is the main of transportation in the
beginning became a Lubuk Sukun Village. The important of this river is become useful for community to
their field of agriculture while take a place in long of the river. In developing of Aceh government in
1989 Aceh’s river got large to recycle flood that often happen in every year. Based on result of interview
that has done for community that they are staying in Lubuk Sukun village hereditary beside of the houses
they having are very protecting from blood disaster. The buildings that were staying right now are estates
of ancestor has given from generation to the next generation, this building is rumah panggung. (rumoh
Aceh faces in two model, rumoh Rambat and rumoh santeut.
(a) (b)
4
The structuring of the building in Lubuk Sukun Village is based on brotherhood connecting. In 11th of
Aceh government (1967-1978) Muzakir Walad who was the first the native people of Lubuk sukun
Village. He gave the pointing of structuring to protecting the ideas of their ancestor. At that Time Street
of village was built, the roof of that house is built by leaf of sago. Planting of tea as the gate of the house.
The planting of rambutan and Bali’s orange in each of the yard houses. Structuring of spread out area
with the pebbles. This situation is still maintained by several local societies. Street becomes a restraint
between people houses. The entire house that was pointing to east and west direction, so the head of
houses faces to the street.
Picture 7. (a). House using Rumbia’s Roof, (b). Rambutan plants in the yard,
(c). Tea plants as a guardrail
The changing of situation that occurred in that village from farmer to civil servant it influence the
community which appears of modern house to change Aceh House. The first came modern house in 1980,
although there were several traditional houses was maintain, it to facilitated activity of their daily activity
for adding building concrete which has position in behind, beside of Aceh traditional house.
Planting of the plans in the house yard was the most important element, which was, maintain by
Lubuk Sukun Village community. Connecting with the nature was very good keeping in this village. The
orientation of building to east and west was the local wisdom that was still maintaining by community
because they realize the condition of west wind is very extreme in Aceh. Using of pebble material in the
yard of the house is still defended by community whereas this thing has done by ancestor to know the
guest of other people that come to the house when they coming to the yard. The using of sogo roof has
chance to zinc roof. The societies ability in keeping and cost that was needed the first factor in changing
roof material. In order to get impact comfortable thermal in building.
Traditionally the house for Aceh community was called Inong house, it courses the house made for
women. In order making room division of Rumoh Aceh there are:
1. Seramoe keu was place which mastered by man to do the activity to accept the guest, discussion,
reciting room for man and for sleeping room.
2. Seramoe Tengeh was made for parent and daughter that with had a new family. This room is
private. In this place there was a room in the west. When the daughter use this room,the parent
makes the other room that called was yup moh. This place is called Rumoh inong whereas the
man out of mahram was for bidden to enter this room.
3. Seramoe likot was made for woman in doing daily activity such as cocking and guiding children.
5
Some traditional model of Aceh house in Lubuk Sukun was 3 rooms and 4 rooms, so the seramoe
tengeh room was 1 room only. Seramoe keu still use as place for accepting the guest either man and
woman and the function of seramoe likot has been change as studying room for children and there was
some adding room that beside of Inong house. Traditionally kitchen has position in seramoe likot, that
why the soecity of Lubuk Sukun village made kitchen in modern building which take place behind
traditional Aceh house. In this new building accept the kitchen room there was also bath room and dining
room are made for people that getting hard in doing activity up and down of ladder.
(a) (b)
Traditionally all of community still maintains that Seramoe keu as place for accepting the guest and
discussion. Inong house or seramoe tengoh was also maintain as the characteristic of dividing room in
Aceh traditional house, it cause in tradition the house brotherhood was for women.
Gambar 11. The lower part of the house turns into a room and receives guests
The other parts of traditional Aceh house usually called Yub moeh was opening place, this part usually
use for collecting of rice barn and as the livestock. In this case has change function from this room that
was till now as a meeting room, garage and adding of room. Although seramoe keu still maintain the
faction as for accepting guest, the other part of this house use as place for accepting the guest.
6
(a) (b)
Some elements in this face of building likes door, window and gable (tulak angen) still need to
comfort thermal. Kinds of window have change, which wood window to glass. It important to needed
lightning and dwellers. The last material of roof in traditional Aceh house in Lubuk has change very
significant, some traditional house in Lubuk use zinc material. This factor is uncomfortable thermal for
dwellers; Aceh traditional house is not use for place at noon.
CONCLUSION
Traditional architecture become from local wisdom of community and it related to environment it self.
Traditional community to build of traditional building the community use knowledge within generation to
generation and it has been correcting (trial and error) and changing with suitable of nature condition,
symbol and technology. The cause that occurred in traditional value it gets changing of people in their
place it becomes development of economic factor and Aceh culture. Nowadays local community in this
era has choose partially life that impact to happening of changing people until become Aceh traditional
house in village of Lubuk faces need of modern community.
The result of this research point to community of Lubuk that maintain traditional as the ancestor
heritages that must defend. Some of them do this thing to adding knowledge from generation to
generation in using of sogo leaf, planting of local plants and pebble spreading in the yard of the house.
The orientation of this building point to the east and west, so some part of the house faces to north of
Aceh, to faces Aceh as place for them. In this case the community of lubuk village all of them still
maintain Aceh traditional house as place for them to stay. Because of that to facilitate their activity they
adding theirs house which concrete. In traditional Aceh house has change roof material and room faction,
the knowledge local tradition in the place traditionally has develop until the architecture got variation in
modern of Aceh house.
REFERENCE
Hadjah, Abdul, Drs dan tim Arsitektur Tradisional Provinsi Daerah Istimewa Aceh, Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Cetakan II, 1985.
Leigh, Barbara, Tangan-tangan Terampil, 58, Djambatan, Jakarta, 1989
Meutia, Erna dan Zahriah, Evaluasi Kenyamanan Thermal Ruang Dalam Pada Rumoh Aceh di Tinjau
terhadap temperature permukaan bidang ruangan, Raut. J, ISSN: 2085-0905, Volume 2
No.1/Januari 2010.
Meutia, Erna, Thermal Performance in Adapted-Acehnese traditional House, Proceeding
International Conference on SENVAR 14, Banda Aceh, 2013
Meutia, Erna, Sustainable Architecture Within The Local Wisdom Concept of The Acehnese traditional
House, Proceeding International Conference on SENVAR 12, Universitas Brawijaya, Malang, 2011
7
Soedigdo, Doddy, Ave Harrysakti, tari Budayanti Usop, Elemen-elemen Pendorong kearifan Lokal pada
Arsitektur Nusantara, Perspektif Arsitektur J, ISSN:1907-8536, Volume 9/No.1, Juli 2014.
Suparmini, Sriadi Setyawati, Dyah Respati Suryo Sumunar, Pelestarian Lingkungan Masyarakat Baduy
Berbasis kearifan Lokal, Penelitian Humaniora J, Volume 18, No. 1, 8-22, April 2013
Issana meria Burhan, Antariksa, Christia Meidiana, Pola Tata Ruang Permukiman tradsional Lubuk
Sukon, Kabupaten Aceh Besar, Arsitektur e-Journal, Volume 1 No. 3, November 2008
8
ARSITEKTUR TRADISIONAL ACEH:
SEBUAH UPAYA PELESTARIAN
RUMAH TRADISIONAL ACEH
SEBAGAI KEUNIKAN DAERAH
Disusun oleh:
Erna Meutia,S.T., M.T.
Ir.Izziah, M.Sc., Ph.D.
Dr. Ir. Dyah Erti idawati, M.T.