Oleh
NICKLAUS ALEXANDER
03061281722021
Fakultas teknik
Universitas sriwijaya
Disusun oleh:
Nicklaus Alexander
03061281722021
Tempat, Tanggal
Menyetujui,
Dr. Maya Fitri Oktarini, S.T., M.T. Iwan Murawan Ibnu S.T., M.T.
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan hikmat, kekuatan, dan pengetahuan sehingga penulis bisa menyusun
laporan kegiatan ini. Laporan kegiatan ini merupakan rangkuman dari kegiatan
Summer Course Workshop dan Sayembara Bangunan Hijau – Tepat Guna
Lahan yang diselenggarakan oleh Ikatan Arsitek Lanskap Indonesia (IALI).
Di kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah mendukung dan membantu penulis dalam mengikuti kegiatan serta
menyelesaikan laporan ini, terkhusus kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa.
2. Keluarga yang telah memberikan dukungan moril maupun materil.
3. Ibu Dr. Maya Fitri Oktarini, S.T., M.T. selaku dosen koordinator kerja
praktek yang telah memberikan kesempatan kepada saya dalam
mengikuti mata kuliah praktek profesi.
4. Bapak Iwan Murawan Ibnu S.T., M.T. yang juga selaku dosen
koordinator kerja praktek atas kesempatan yang telah beliau berikan
kepada saya.
5. Seluruh staff pengajar dan tata usaha pada Program Studi Arsitektur
Universitas Sriwijaya.
6. Pihak penyelenggara Kegiatan Workshop dan Sayembara.
iii
DAFTAR ISI
iv
DAFTAR LAMPIRAN
v
BAB I PENDAHULUAN
Tujuan dari kegiatan ini agar para peserta dapat menanamkan prinsip Bangunan
Hijau serta Tepat Guna Lahan dalam mendesain sebuah kawasan.
1
BAB II LAPORAN KEGIATAN
Narasumber yang dihadirkan sebagai pemateri pada kegiatan workshop ini yaitu:
• Ir. Bintang Agus Nugroho, IALI
• Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA, IALI
• Anddys Firstanty, S.T., MA, GP, IALI
• Rahman Andra Wijaya, S.T., M.T., IALI
• Ir. Budi Faisal, MAUD, MLA, Ph.D., IALI
• Ir. Daisy Radnawati, M.Si., IALI
• Dr.Eng. Mochamad Donny Koerniawan, S.T., M.T. (SAPPK ITB)
• Dr. Firmansyah Murad, S.T., M.T., IALI (SAPPK ITB)
• Dewi Larasati, S.T., M.T., Ph.D. (SAPPK ITB)
• Dr. Ir. Katharina Oginawati, M.S. (FTSL ITB)
• Medria Shekar Rani, S.T., M.T., Ph.D. (SAPPK ITB
• Andri Santosa, SP., IALI
• Dr.GES. Mohammad Zaini Dahlan, S.P., M.Si., IALI (SAPPK ITB)
• Medha Baskara, SP., M.T., IALI
• Ir. Anggia Murni, GP, IALI
2
i. Senin, 12 Juli 2021
a) Materi 1
Judul : Seleksi Tapak
Pemateri : Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA, IALI
3
mana yang boleh dibangun dan mana yang tidak boleh dibangun. Maka
terciptalah perencanaan suatu tapak berdasarkan kondisi alamnya dengan tetap
mengikuti dan berfungsi sesuai pola alamnya (Environmentally responsive
landuse planning). Selanjutnya tapak (meso-mikro) yaitu proses menganalisa
elemen pembentuk keseimbangan alami tapak seperti kondisi tanah, topografi,
kemiringan, view, iklim, hidrologi, vegetasi, dan satwa. Hal-hal tersebut juga
berkaitan dengan kepekaan kita dalam mengantisipasi bahaya dan kelangkaan
hayati pada tapak. Bentuk dan ukuran ekologis tapak sangatlah mempengaruhi
dampak yang akan diberikan. Semakin luas area ekologis tapak maka semakin
stabil dan tahan terhadap gangguan. Sebaliknya, semakin kecil area maka
semakin rentan gangguan dan tidak stabil.
Setelah mengenal, memahami, dan menganalisa tapak tersebut maka
terwujudlah tapak baru yang diharapkan. Tapak baru ini merupakan tapak yang
memiliki keselarasan dan kualitas lingkungan yang baik sehingga mampu
mendukung keberlanjutan serta kualitas makhluk hidup yang mendiaminya.
Tapak yang baru ini juga diharapkan tidak mengganggu lingkungan sekitarnya,
baik secara fisik maupun ekologis.
b) Materi 2
Judul : Area Hijau Pada Lahan dan Bangunan
Pemateri : Ir. Bintang Agus Nugroho, IALI; Ir. Anggia Murni, GP, IALI
4
Kondisi bumi semakin terancam keberlanjutannya. Melalui pengamatan
pada hasil peradaban modern umat manusia, banyak pelajaran yang bisa
diambil. Pada zaman dahulu, manusia membuat tempat untuk berlindung dari
gangguan alam. Saat manusia belajar cara bertahan dari gangguan alam,
manusia pun mulai menguasai alam dengan pengetahuan dan teknologi. Hal
tersebut menyebabkan perubahan kondisi dari yang tadinya bangunan
merupakan tempat berlindung dari alam menjadi alam harus di lindungi dari
manusia dan bangunan. Perencanaan kota yang buruk menjadi salah satu
contoh manusia yang berusaha mengeliminasi alam dan menganggap alam
sebagai ‘gangguan’ terhadap kawasan kota. Konsep berpikir seperti itu
menciptakan sebuah kota yang tidak ramah untuk manusia tetapi untuk
kendaraan pribadi, minim ruang terbuka, dan ketidakjelasan struktur maupun
hirarki. Disinilah konsep Green Building diperlukan dalam rangka penyehatan
kembali bumi dan mendorong peradaban manusia yang lebih bertanggung
jawab.
Konsep Green Building berfokus pada kontribusi suatu bangunan pada
pemanasan global dan penurunan biocapacity bumi. Agenda utama Green
Building yaitu mencapai NetZero Carbon di tahun 2030 dan 2050. Untuk
mencapai agenda tersebut, maka diperlukan area hijau pada bangunan untuk
menyerap gas karbon serta meningkatkan kualitas lingkungan. Area hijau
terbagi menjadi lima kategori, yaitu: Landed, Green Roof, Vertical Greenery,
Basement, dan Interior Scape. Area Landed sering kita jumpai pada tepi jalan,
dan lanskap bangunan. Green roof dapat dijumpai pada bagian atas bangunan,
yang berfungsi sebagai penyaring panas terhadap bangunan. Vertical Greenery
banyak ditemukan pada bangunan-bangunan tinggi karena lahan yang sempit,
sehingga dibangunlah area vertical pada sisi bangunan sebagai area hijau.
Basement juga dapat menjadi area hijau dengan catatan perlunya cahaya
artifisial karena letaknya yang jauh dari cahaya matahari. Area hijau juga bisa
diletakan sebagai elemen interior (Interior Scape), yang membantu
menyejukan ruangan dan meningkatkan kualitas udara di dalam ruangan.
Tercapainya konsep Green Building pada suatu bangunan atau kawasan
ditentukan melalui rating tools atau penilaian khusus yang menjadi standar
5
tersendiri untuk mendapatkan status sebagai bangunan hijau. Fungsi rating
tools tentu agar seluruh dunia mempunyai standar yang kurang lebih sama
mengenai Green Building, sehingga pada tahun 2050 bumi kita dapat mencapai
target utamanya yaitu NetZero Carbon.
c) Materi 3
Judul : Aksesibilitas Komunitas
Pemateri : Anddys Firstanty, S.T., MA, GP, IALI
6
gedung menuju ke fasilitas publik yang lainnya. Maka dibutuhkan akses yang
terintegrasi atau memiliki jaringan konektivitas antara satu tempat dengan
tempat lainnya. Saat akses sudah terintegrasi, maka para pengguna dapat
dengan nyaman berpergian menggunakan sepeda atau jalan kaki. Hal ini juga
dapat mengurangi penggunaan kendaraan bermotor, sehingga berkaitan dengan
keberlanjutan kawasan tersebut.
7
langsung berhadapan dengan pedestrian justru meningkatkan aksesibilitas,
sebaliknya bagian muka bangunan yang memiliki kedalaman atau tidak
langsung berhadapan dengan pedestrian cenderung menurunkan aksesibilitas.
Penggunaan ukuran blok yang lebar kurang efektif dalam meningkatkan
aksesibilitas pejalan kaki, karena proses menempuh perjalanan ke blok
berikutnya menjadi jauh dan memakan waktu lama. Hal yang sama berlaku
untuk lebar jalan, semakin lebar jalan maka semakin jauh jarak untuk
menyeberang ke blok berikutnya. Maka kesimpulannya, desain kawasan
dengan ukuran grid yang lebih kecil dan padat dapat meningkatkan
aksesibilitas pejalan kaki.
Saat ini, meningkatnya penggunaan kendaraan bermotor sangat berpotensi
menimbulkan kemacetan yang pada akhirnya menghambat pergerakan
transportasi. Maka dari itu, transportasi publik dapat menjadi solusi
menghindari kemacetan. Disaat masyarakat mulai beralih dari kendaraan
pribadi ke transportasi publik, maka akan berdampak pada perubahan desain
perkotaan. Karena desain kota yang berorientasi pada kendaraan pribadi sangat
berbeda dengan desain kota yang berorientasi pada makhluk hidup yang tinggal
di dalamnya.
b) Materi 5
Judul : Sistem dan Fasilitas Bersepeda
Pemateri : Ir. Budi Faisal, MAUD, MLA, Ph.D., IALI
8
Ringkasan :
Pandemi global membawa dampak yang sangat besar bagi seluruh dunia.
Banyak orang mengalami masa sulit diberbagai aspek kehidupannya. Tetapi
selalu ada hikmah dibalik setiap permasalahan. Akibat pandemi yang
berlangsung, angka penjualan sepeda meningkat di beberapa negara. Bahkan
pada kota-kota yang tidak ramah bersepeda pun, tetap menunjukan kenaikan
minat bersepeda meningkat pada masa pandemi ini. Di Indonesia, kenaikan
minat bersepeda sangatlah terlihat. Pada bulan Juni 2020, angka pengguna
sepeda di daerah Thamrin dan Sudirman DKI Jakarta meningkat 1000 %.
Sebelum pandemi hanya sekitar 2 sepeda yang terjual setiap bulan, tetapi
selama masa pandemi mengalami peningkatan hingga 80-90 sepeda yang
terjual disetiap bulannya. Hal ini membawa dampak baik terhadap kualitas
udara khususnya di daerah ibukota. Seiring dengan agenda global yaitu
membangun kota yang berkelanjutan, sepeda termasuk dalam transportasi yang
memenuhi kriteria Green Transportation.
Bersepeda sangatlah disarankan dan didukung oleh pemerintah guna
memperbaiki kualitas kota yang kita diami, namun timbul kekhawatiran ketika
bersepeda di area yang belum Bycicle Friendly. Pesepeda rentan mengalami
kecelakaan sehingga banyak yang takut untuk memulai. Menanggapi hal
tersebut, maka perlunya fasilitas bersepeda yang memadai pada pembangunan
kota berkelanjutan dan konsep kota hijau. Indonesia dapat mencontoh dari
negara yang sudah lebih dulu memfasilitasi para pesepeda seperti Denmark dan
Jepang. Jika peningkatan minat masyarakat ini didukung dengan fasilitas yang
memadai, maka akan semakin banyak orang yang menggunakan sepeda.
Fasilitas yang diperlukan yaitu jalur khusus sepeda yang tidak terganggu oleh
kendaraan lainnya, tempat parkir khusus sepeda dengan sistem keamanan yang
baik pada fasilitas-fasilitas publik, shower room bagi pengguna sepeda pada
bangunan kantor dan sekolah, dan lain sebagainya.
c) Materi 6
Judul : Lanskap Pada Lahan
Pemateri : Ir. Daisy Radnawati, M.Si., IALI
9
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Ringkasan :
Pada umumnya arsitektur berfokus pada desain dan konstruksi sebuah
bangunan, sedangkan arsitektur lanskap berfokus pada tatanan lingkungan atau
ruang luar. Arsitektur dan arsitektur lanskap masuk kedalam rumpun ilmu
Architecture, design, and planning. Kolaborasi rumpun ilmu tersebut sangatlah
penting dalam membangun sebuah kawasan berkelanjutan. Perangkat penilaian
GREENSHIP Neighborhood menjadi suatu standar dalam penerapan dan
perwujudan kawasan berkelanjutan. Manfaat yang dapat diperoleh dengan
menerapkan GREENSHIP kawasan berupa peningkatan kualitas lingkungan,
meningkatkan kualitas iklim mikro, meningkatkan kemudahan aksesibilitas
pejalan kaki, menjaga keseimbangan antara kebutuhan dan ketersediaan
sumber daya di masa yang akan datang.
Dalam kehidupan sehari-hari, lahan merupakan bagian dari lingkungan
sebagai sumber daya alam yang sangat penting bagi manusia. Lahan juga
merupakan wadah yang menunjang aktivitas permukiman dengan kegiatan
yang kompleks. Tugas seorang arsitek adalah menyusun, menata, dan
mengolah lahan menjadi lingkungan yang fungsional, estetis, sekaligus
berkelanjutan. Oleh karena itu, perencanaan desain yang berbasis pada
ekologis akan berujung pada keselarasan, kesehatan, dan keberlanjutan.
Tahapan perencanaan lanskap meliputi kegiatan seperti Inventarisasi, Analisis-
sintesis, dan Konsep desain. Beberapa metode analisis dalam penelitian
10
arsitektur lanskap adalah Analisis Persepsi dan Preferensi Masyarakat, Analisis
Kualitas Visual Lanskap, dan Analisis Prioritas Pengembangan Lanskap.
11
personal factors seperti insulasi pakaian serta panas tubuh. Kenyamanan
termal dapat mempengaruhi sensasi, persepsi, emosi, dan perilaku manusia.
b) Materi 8
Judul : Konservasi dan Efesiensi Energi
Pemateri : Dewi Larasati, S.T., M.T., Ph.D.
12
(orientasi, material fasad, cahaya natural, bayangan, dan lain-lain), sedangkan
active design fokus kepada engineering involvement.
c) Materi 9
Judul : Manajemen Air Limpasan Hujan
Pemateri : Dr. Firmansyah Murad, S.T., M.T., IALI
13
limpasan di dalam lahan yang membatasi diri untuk tidak mengeluarkan
limpasan di outletnya pada periode hujan 2 tahunan. Ada 3 langkah utama
dalam penerapan Zero Run off. Yang pertama adalah manfaatkan air limpasan
dengan menyaring air hujan menjadi air bersih dan mengurangi limpasan
massif dari atap serta menerapkan tahap lanjutannya yaitu membangun kolam
retensi. Langkah selanjutnya adalah meresapkan air hujan dengan vegetasi atau
lubang-lubang biopori dan sumur resapan untuk sistem peresapan yang teknis.
Yang ketiga adalah menahan air hujan sehingga outlet kawasan diatur untuk
mengurangi beban saluran penerima, khususnya pada puncak periode hujan.
Langkah tersebut membutuhkan sistem yang mampu menampung air hujan
kemudian mengosongkannya secara perlahan sehingga siap menampung
kembali.
14
dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Lingkungan
diklasifikasikan menjadi 5 jenis yaitu Lingkungan Udara, Lingkungan Air,
Lingkungan Tanah, Lingkungan Biologi, dan Lingkungan Sosial. Maka dari
itu, perlu adanya pengelolaan atau manajemen lingkungan hidup untuk
mencegah terjadinya pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup.
Jumlah penduduk dunia tahun 2019 mencapai angka 7,7 milyar orang. Setiap
manusia membutuhkan pasokan oksigen untuk hidup. Sumber daya alam hutan
sebagai paru-paru dunia memiliki peran yang sangat penting dalam
menyediakan oksigen. Kerusakan pada hutan tidak hanya berdampak pada
kurangnya oksigen, tetapi juga pada setiap makhluk hidup yang ada di
dalamnya. Kerusakan dapat disebabkan oleh faktor alam maupun manusia.
Perubahan tata guna lahan dapat menghilangkan hutan dengan luas 300 kali
lapangan sepakbola lenyap dalam waktu 1 jam. Pemanasan global menjadi
tidak dapat dihindari akibat kerusakan pada sumber daya alam hutan. Oksigen
yang dihasilkan oleh hutan telah tergantikan oleh gas dan bahan kimia yang
dihasilkan oleh perubahan tata guna lahan. Di perkotaan, penyebab
tercemarnya lingkungan diantara lain adalah asap dari pabrik, kendaraan yang
menyebabkan polusi udara, pembakaran sampah, dan sebagainya. Sebuah
sistem diperlukan untuk mengontrol lingkungan beserta sumber daya alamnya.
Strategi Eco-Design menjadi salah satu upaya untuk mengelola, mendaur
ulang, serta mengatur pemanfaatan energi dan air.
b) Materi 11
Judul : Area Hijau Untuk Publik
Pemateri : Medria Shekar Rani, S.T., M.T., Ph.D.
15
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Ringkasan :
Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur atau mengelompok, yang
sifat penggunaannya terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik secara alamiah
maupun ditanam. Saat ini kawasan perkotaan sudah mempunyai pedoman
penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau. Hal ini diatur karena kualitas
hidup manusia sangat bergantung pada ekosistem. Kesediaan dan kapasitas
ecosystem service sebagian besar dipengaruhi oleh kondisi ekosistem.
Beberapa studi menggunakan metode analisis ecosystem service untuk
menjelaskan pentingnya kontribusi area hijau perkotaan dan infrastruktur hijau.
Hal-hal yang perlu diperhatikan saat merancang area hijau adalah
menempatkan area hijau dekat dengan masyarakat agar masyarakat dapat
mengakses area hijau seluas 0.5 – 1 Ha dengan berjalan kaki selama 5 menit
dari hunian, fitur desain sederhana untuk meningkatkan kenyamanan dalam
penggunaan area hijau kota, dan pertimbangan perawatan.
c) Materi 12
Judul : Revitalisasi Lahan
Pemateri : Dr.GES. Mohammad Zaini Dahlan, S.P., M.Si., IALI
16
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Ringkasan :
Revitalisasi lahan memiliki tujuan untuk menghindari pembangunan di area
greenfield dan menghindari pembukaan lahan baru. Hal tersebut dapat dicapai
melalui revitalisasi dan pembangunan di atas lahan yang bernilai negatif dan
tak terpakai karena bekas pembangunan atau dampak negatif pembangunan di
dalam kawasan. Revitalisasi juga berguna untuk menghidupkan kembali
kawasan yang mengalami penurunan kualitas fisik dan non fisik. Proses
revitalisasi kawasan diantara lain yaitu, Studi dan pengembangan konsep >
Penyusunan rencana secara detail > Pelaksanaan konstruksi > Pengelolaan >
Pemasaran. Teknik Bioremediasi dan Fitoremediasi menjadi pilihan untuk
memperbaiki lahan yang tercemar.
17
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Ringkasan :
Indonesia merupakan negara Biodiversity, mempunyai 13 tipe ekosistem
daratan dan 6 tipe perairan. Diperkirakan 80 % keanekaragaman hayati yang
bernilai penting berada di luar kawasan konservasi. Sebagian satwa liar
terperangkat pada wilayah-wilayah produksi yang bukan habitatnya. Muncul
tantangan pada konservasi keanekaragaman hayati yaitu degradasi hutan,
penegakan hukum yang lemah, kondisi kawasan konservasi dan hutan lindung
terfragmentasi sehingga mengancam kepunahan spesies, serta sumber daya
yang terbatas. Melihat kondisi tersebut, dibuatlah inisiatif-inisiatif konservasi
keanekaragaman hayati. Salah satu inisiatifnya berupa Taman Kehati yang
merupakan kawasan percadangan sumber daya alam hayati local di luar
kawasan hutan yang mempunyai fungsi konservasi in-situ dan ex-situ. Taman
Kehati dimanfaatkan untuk koleksi tumbuhan; pengembangbiakan tumbuhan
dan satwa pendukung penyedia bibit; sumber genetik tumbuhan dan tanaman
local; sarana pendidikan, penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan dan eko
wisata; sumber bibit dan benih; ruang terbuka hijau; dan penambahan tutupan
vegetasi.
Ada 6 kategori suatu area bernilai konservasi tinggi, yaitu mengandung
keanekaragaman spesies yang penting untuk dilestarikan, elemen bentang alam
yang mendukung populasi spesies, berisi ekosistem unik, langka atau rentan,
menyediakan jasa ekosistem, memiliki SDA yang menyediakan kebutuhan
18
pokok masyarakat lokal, dan memiliki identitas budaya tradisional yang
berkaitan dengan keanekaragaman hayati.
b) Materi 14
Judul : Lahan Produktif Perkotaan
Pemateri : Medha Baskara, SP., M.T., IALI
19
2. Kegiatan Sayembara dilaksanakan pada:
Hari/Tanggal : Sabtu, 17 - 31 Juli 2021
Pelaksana Kegiatan : Ikatan Arsitek Lanskap Indonesia (IALI) dan
Program Studi SAPPK ITB
Sarana Kegiatan : Link pengumpulan karya (bit.ly/SCGreenSubmission)
Juri pada kegiatan sayembara ini yaitu, Bapak Dian Heri Sofian (Ketua umum
IALI), Bapak Zaky Umara (IALI), Ibu Dewi Larasati (IAI).
20
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Merencanakan kegunaan lahan agar tepat guna dan bersifat bangunan hijau perlu
pemahaman yang sangat baik tentang makhluk hidup dan lingkungan hidup.
Summer Course Workshop dan Sayembara Bangunan Hijau – Tepat Guna Lahan
memberi pelajaran yang sangat berharga terkait dengan lahan berkelanjutan serta
memberi kesempatan para peserta untuk menguji pemahaman akan setiap materi
yang telah diberikan melalui kegiatan sayembara. Secara personal, penulis telah
memahami prinsip-prinsip bangunan hijau dan tepat guna lahan sebagaimana yang
telah dijelaskan melalui empat belas modul materi serta ruang diskusi yang telah
dibuka.
2. Saran
Dengan keterbatasan pengalaman dan persiapan, penulis menyadari kurangnya
pengembangan ide dalam pembuatan karya sayembara. Diharapkan agar penulis
dapat meningkatkan kemampuan serta pemahaman yang lebih dalam sehingga bisa
mengimplementasikan pengetahuan tentang bangunan hijau dan tepat guna lahan
ke dalam setiap proyek mendatang sebagai upaya mewujudkan agenda
pembangunan berkelanjutan.
21
LAMPIRAN
22