Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN KEGIATAN SUMMER COURSE WORKSHOP

DAN SAYEMBARA BANGUNAN HIJAU – TEPAT GUNA


LAHAN

LAPORAN KERJA PRAKTIK


Program Studi Sarjana Teknik Arsitektur

Oleh
NICKLAUS ALEXANDER
03061281722021

Program Studi Arsitektur


Fakultas Teknik
Universitas Sriwijaya
Semester 9 Tahun 2020-2021
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KEGIATAN SUMMER COURSE WORKSHOP DAN SAYEMBARA


BANGUNAN HIJAU – TEPAT GUNA LAHAN

Diajukan untuk memenuhi persyaratan pendidikan sarjana strata 1 (S-1)

Program studi teknik arsitektur

Fakultas teknik

Universitas sriwijaya

Disusun oleh:

Nicklaus Alexander

03061281722021

Tempat, Tanggal

Menyetujui,

Dosen Pembimbing KP Koordinator KP

Dr. Maya Fitri Oktarini, S.T., M.T. Iwan Murawan Ibnu S.T., M.T.

NIP. 197409262006041002 NIP. 197003252002121002

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan hikmat, kekuatan, dan pengetahuan sehingga penulis bisa menyusun
laporan kegiatan ini. Laporan kegiatan ini merupakan rangkuman dari kegiatan
Summer Course Workshop dan Sayembara Bangunan Hijau – Tepat Guna
Lahan yang diselenggarakan oleh Ikatan Arsitek Lanskap Indonesia (IALI).

Di kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah mendukung dan membantu penulis dalam mengikuti kegiatan serta
menyelesaikan laporan ini, terkhusus kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa.
2. Keluarga yang telah memberikan dukungan moril maupun materil.
3. Ibu Dr. Maya Fitri Oktarini, S.T., M.T. selaku dosen koordinator kerja
praktek yang telah memberikan kesempatan kepada saya dalam
mengikuti mata kuliah praktek profesi.
4. Bapak Iwan Murawan Ibnu S.T., M.T. yang juga selaku dosen
koordinator kerja praktek atas kesempatan yang telah beliau berikan
kepada saya.
5. Seluruh staff pengajar dan tata usaha pada Program Studi Arsitektur
Universitas Sriwijaya.
6. Pihak penyelenggara Kegiatan Workshop dan Sayembara.

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii


DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... v
Bab I Pendahuluan ........................................................................................... 1
I.1 Latar Belakang Kegiatan .................................................................... 1
I.2 Maksud dan Tujuan Kegiatan ............................................................ 1
Bab II Laporan Kegiatan ................................................................................... 2
II.1 Bentuk Kegiatan ................................................................................ 2
II.2 Pelaksanaan Kegiatan ........................................................................ 2
II.1.1 Kegiatan Workshop .................................................................. 2
II.1.2 Kegiatan Sayembara............................................................... 19
Bab III Kesimpulan dan Saran .......................................................................... 20
III.1 Kesimpulan..................................................................................... 20
III.2 Saran ............................................................................................... 20
LAMPIRAN .......................................................................................................... 21

iv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Sertifikat Keikutsertaan Workshop...Error! Bookmark not defined.


Lampiran B Sertifikat Keikutsertaan Sayembara .....................................................
Lampiran C Credit Earning MBKM Mahasiswa .....................................................
Lampiran D Bukti Dokumentasi ..............................................................................

v
BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Kegiatan


Bangunan Hijau – Tepat Guna Lahan merupakan suatu konsep dasar yang
berfokus pada interaksi makhluk hidup dengan lingkungannya serta keberlanjutan
lahan atau kawasan yang akan dibangun. Terdapat banyak aspek yang menentukan
suatu kawasan dikategorikan hijau atau tidak. Aspek-aspek tersebut tentu saling
berkaitan agar menciptakan lingkungan hijau yang sehat dan berkualitas.
Pembangunan pada suatu tapak sering kali melupakan faktor lingkungan. Hal ini
justru dapat membawa masalah tidak hanya pada tapak dan bangunan di dalamnya,
tetapi berpotensi pada dampak yang lebih luas. Kurangnya pemahaman seorang
desainer tentang kegunaan lahan serta lingkungan di kawasannya menjadi salah
satu penyebab terciptanya lingkungan kehidupan yang tidak sehat dan menurunkan
kualitas kehidupan manusia. Di sisi lain, keadaan bumi yang semakin memburuk
perlu dilakukan tindakan yang meminimalisir dampak negatif terhadap lingkungan.
Oleh sebab itu, seorang desainer profesional harus memahami pengetahuan tentang
bangunan hijau dan kegunaan lahan tersebut. Melihat kebutuhan ini, maka Ikatan
Arsitek Lanskap Indonesia (IALI) beserta Program Studi Arsitektur SAPPK ITB
mengadakan kegiatan Summer Course Workshop dan Sayembara Bangunan Hijau
– Tepat Guna Lahan sehingga para peserta dapat saling bertukar pikiran dan
menambah wawasan akan pentingnya lingkungan dan keberlanjutan kawasan.

I.2 Maksud dan Tujuan Kegiatan


Summer Course Workshop dan Sayembara Bangunan Hijau – Tepat Guna Lahan
merupakan rangkaian kegiatan dimana peserta dapat memahami lebih dalam
tentang bangunan hijau dan tepat guna lahan melalui workshop serta mempraktekan
ilmu yang telah dipahami melalui kegiatan sayembara.

Tujuan dari kegiatan ini agar para peserta dapat menanamkan prinsip Bangunan
Hijau serta Tepat Guna Lahan dalam mendesain sebuah kawasan.

1
BAB II LAPORAN KEGIATAN

II.1 Bentuk Kegiatan


Workshop dan Sayembara Bangunan Hijau – Tepat Guna Lahan dilaksanakan
secara daring (online).

II.2 Pelaksanaan Kegiatan


1. Kegiatan Workshop dilaksanakan pada:
Hari : Senin - Jumat
Tanggal : 12 - 16 Juli 2021
Waktu : 09.00 – 16.30 WIB
Pelaksana Kegiatan : Ikatan Arsitek Lanskap Indonesia (IALI) dan
Program Studi SAPPK ITB
Sarana Kegiatan : Zoom Video Conference

Narasumber yang dihadirkan sebagai pemateri pada kegiatan workshop ini yaitu:
• Ir. Bintang Agus Nugroho, IALI
• Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA, IALI
• Anddys Firstanty, S.T., MA, GP, IALI
• Rahman Andra Wijaya, S.T., M.T., IALI
• Ir. Budi Faisal, MAUD, MLA, Ph.D., IALI
• Ir. Daisy Radnawati, M.Si., IALI
• Dr.Eng. Mochamad Donny Koerniawan, S.T., M.T. (SAPPK ITB)
• Dr. Firmansyah Murad, S.T., M.T., IALI (SAPPK ITB)
• Dewi Larasati, S.T., M.T., Ph.D. (SAPPK ITB)
• Dr. Ir. Katharina Oginawati, M.S. (FTSL ITB)
• Medria Shekar Rani, S.T., M.T., Ph.D. (SAPPK ITB
• Andri Santosa, SP., IALI
• Dr.GES. Mohammad Zaini Dahlan, S.P., M.Si., IALI (SAPPK ITB)
• Medha Baskara, SP., M.T., IALI
• Ir. Anggia Murni, GP, IALI
2
i. Senin, 12 Juli 2021
a) Materi 1
Judul : Seleksi Tapak
Pemateri : Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA, IALI

(Sumber: Dokumentasi Pribadi)


Ringkasan :
Seleksi Tapak mempunyai tahapan penting dan krusial sebagai penentu
keberlanjutan suatu tapak. Agar tapak menjadi Tepat Guna Lahan atau
Appropriate Site Development, maka tapak harus bersifat aman, sehat, dan
nyaman; berkelanjutan; dan menaikkan nilai lanskap serta lingkungan. Dalam
setiap model pembangunan, alam menjadi dasar dan manusia menjadi tujuan
utamanya. Kita sering lupa untuk memperhitungkan faktor lingkungan dalam
membangun suatu tapak. Dampak-dampak yang dapat timbul akibat
melewatkan faktor tersebut ialah hilangnya kawasan-kawasan alami,
menurunnya keragaman hayati, tercemarnya lingkungan sekitar, berubahnya
iklim dan suhu, berkurangnya ketersediaan air bersih, dan lain-lain. Oleh
karena itu pembangunan harus memiliki wawasan ramah lingkungan.
Tahap yang terbaik dalam melakukan pembangunan adalah mengenal dan
memahami kondisi alam pada tapak tersebut. Kemudian merencanakan
integrasi yang harmonis antara alam dan manusia di dalamnya. Tapak bukanlah
sesuatu yang statis dan berdiri sendiri. Oleh karena itu, kenalilah tapak mulai
dari tapak (makro-meso) yaitu bentuk awal dan karakteristik pada tapak.
Identifikasi jenis kawasan tapak tersebut lalu tentukan karakteristik tapak,

3
mana yang boleh dibangun dan mana yang tidak boleh dibangun. Maka
terciptalah perencanaan suatu tapak berdasarkan kondisi alamnya dengan tetap
mengikuti dan berfungsi sesuai pola alamnya (Environmentally responsive
landuse planning). Selanjutnya tapak (meso-mikro) yaitu proses menganalisa
elemen pembentuk keseimbangan alami tapak seperti kondisi tanah, topografi,
kemiringan, view, iklim, hidrologi, vegetasi, dan satwa. Hal-hal tersebut juga
berkaitan dengan kepekaan kita dalam mengantisipasi bahaya dan kelangkaan
hayati pada tapak. Bentuk dan ukuran ekologis tapak sangatlah mempengaruhi
dampak yang akan diberikan. Semakin luas area ekologis tapak maka semakin
stabil dan tahan terhadap gangguan. Sebaliknya, semakin kecil area maka
semakin rentan gangguan dan tidak stabil.
Setelah mengenal, memahami, dan menganalisa tapak tersebut maka
terwujudlah tapak baru yang diharapkan. Tapak baru ini merupakan tapak yang
memiliki keselarasan dan kualitas lingkungan yang baik sehingga mampu
mendukung keberlanjutan serta kualitas makhluk hidup yang mendiaminya.
Tapak yang baru ini juga diharapkan tidak mengganggu lingkungan sekitarnya,
baik secara fisik maupun ekologis.

b) Materi 2
Judul : Area Hijau Pada Lahan dan Bangunan
Pemateri : Ir. Bintang Agus Nugroho, IALI; Ir. Anggia Murni, GP, IALI

(Sumber: Dokumentasi Pribadi)


Ringkasan :

4
Kondisi bumi semakin terancam keberlanjutannya. Melalui pengamatan
pada hasil peradaban modern umat manusia, banyak pelajaran yang bisa
diambil. Pada zaman dahulu, manusia membuat tempat untuk berlindung dari
gangguan alam. Saat manusia belajar cara bertahan dari gangguan alam,
manusia pun mulai menguasai alam dengan pengetahuan dan teknologi. Hal
tersebut menyebabkan perubahan kondisi dari yang tadinya bangunan
merupakan tempat berlindung dari alam menjadi alam harus di lindungi dari
manusia dan bangunan. Perencanaan kota yang buruk menjadi salah satu
contoh manusia yang berusaha mengeliminasi alam dan menganggap alam
sebagai ‘gangguan’ terhadap kawasan kota. Konsep berpikir seperti itu
menciptakan sebuah kota yang tidak ramah untuk manusia tetapi untuk
kendaraan pribadi, minim ruang terbuka, dan ketidakjelasan struktur maupun
hirarki. Disinilah konsep Green Building diperlukan dalam rangka penyehatan
kembali bumi dan mendorong peradaban manusia yang lebih bertanggung
jawab.
Konsep Green Building berfokus pada kontribusi suatu bangunan pada
pemanasan global dan penurunan biocapacity bumi. Agenda utama Green
Building yaitu mencapai NetZero Carbon di tahun 2030 dan 2050. Untuk
mencapai agenda tersebut, maka diperlukan area hijau pada bangunan untuk
menyerap gas karbon serta meningkatkan kualitas lingkungan. Area hijau
terbagi menjadi lima kategori, yaitu: Landed, Green Roof, Vertical Greenery,
Basement, dan Interior Scape. Area Landed sering kita jumpai pada tepi jalan,
dan lanskap bangunan. Green roof dapat dijumpai pada bagian atas bangunan,
yang berfungsi sebagai penyaring panas terhadap bangunan. Vertical Greenery
banyak ditemukan pada bangunan-bangunan tinggi karena lahan yang sempit,
sehingga dibangunlah area vertical pada sisi bangunan sebagai area hijau.
Basement juga dapat menjadi area hijau dengan catatan perlunya cahaya
artifisial karena letaknya yang jauh dari cahaya matahari. Area hijau juga bisa
diletakan sebagai elemen interior (Interior Scape), yang membantu
menyejukan ruangan dan meningkatkan kualitas udara di dalam ruangan.
Tercapainya konsep Green Building pada suatu bangunan atau kawasan
ditentukan melalui rating tools atau penilaian khusus yang menjadi standar

5
tersendiri untuk mendapatkan status sebagai bangunan hijau. Fungsi rating
tools tentu agar seluruh dunia mempunyai standar yang kurang lebih sama
mengenai Green Building, sehingga pada tahun 2050 bumi kita dapat mencapai
target utamanya yaitu NetZero Carbon.

c) Materi 3
Judul : Aksesibilitas Komunitas
Pemateri : Anddys Firstanty, S.T., MA, GP, IALI

(Sumber: Dokumentasi Pribadi)


Ringkasan :
Aksesibilitas mengacu pada sejauh mana jalan memungkinkan orang untuk
mencapai, memasuki, menggunakan, dan mengelilingi tempat yang ingin
dituju. Terlepas dari gangguan fisik, sensorik, ataupun mental. Komunitas
diartikan sebagai user atau pengguna bangunan yang terdiri dari berbagai
macam usia, gender, dan kemampuan beraktivitas. Memberikan kemudahan
pencapaian bagi semua orang termasuk penyandang disabilitas, wanita, serta
lansia merupakan upaya dalam mewujudkan Universal Accsessibility atau
kesamaan kesempatan beraktivitas. Dalam penataan jalan, perlu perencanaan
yang sangat baik dalam pembagian akses kepada setiap pengguna jalan
termasuk kendaraan. Tujuannya adalah meningkatkan pencapaian penggunaan
gedung agar mempermudah masyarakat dalam menjalankan kegiatan sehari-
hari. Aksesibilitas sangat erat kaitannya dengan movement dan connectivity.
Para pengguna harus menempuh perjalanan (street journey) dari sebuah

6
gedung menuju ke fasilitas publik yang lainnya. Maka dibutuhkan akses yang
terintegrasi atau memiliki jaringan konektivitas antara satu tempat dengan
tempat lainnya. Saat akses sudah terintegrasi, maka para pengguna dapat
dengan nyaman berpergian menggunakan sepeda atau jalan kaki. Hal ini juga
dapat mengurangi penggunaan kendaraan bermotor, sehingga berkaitan dengan
keberlanjutan kawasan tersebut.

ii. Selasa, 13 Juli 2021


a) Materi 4
Judul : Transportasi Publik
Pemateri : Rahman Andra Wijaya, S.T., M.T., IALI

(Sumber: Dokumentasi Pribadi)


Ringkasan :
Transportasi publik merupakan semua alat transportasi yang dapat digunakan
secara umum yang bukan merupakan kendaraan sendiri. Di Indonesia sendiri
telah melewati banyak perubahan pada transportasi publik seiring dengan
perkembangan zaman dan teknologi. Dari transportasi kereta api yang
dibangun pada tahun 1864 hingga MRT yang dibangun pada tahun 2019.
Pada dasarnya, transportasi publik berperan sebagai transit yang
menghubungkan jarak antara rumah dan tujuan seperti kantor, tempat belanja,
sekolah, dan lain-lain. Pedestrian juga berfungsi sebagai jalur transit bagi
pejalan kaki. Ukuran blok dan lebar jalan berperan penting dalam
meningkatkan aksesibilitas pejalan kaki. Bagian muka bangunan yang

7
langsung berhadapan dengan pedestrian justru meningkatkan aksesibilitas,
sebaliknya bagian muka bangunan yang memiliki kedalaman atau tidak
langsung berhadapan dengan pedestrian cenderung menurunkan aksesibilitas.
Penggunaan ukuran blok yang lebar kurang efektif dalam meningkatkan
aksesibilitas pejalan kaki, karena proses menempuh perjalanan ke blok
berikutnya menjadi jauh dan memakan waktu lama. Hal yang sama berlaku
untuk lebar jalan, semakin lebar jalan maka semakin jauh jarak untuk
menyeberang ke blok berikutnya. Maka kesimpulannya, desain kawasan
dengan ukuran grid yang lebih kecil dan padat dapat meningkatkan
aksesibilitas pejalan kaki.
Saat ini, meningkatnya penggunaan kendaraan bermotor sangat berpotensi
menimbulkan kemacetan yang pada akhirnya menghambat pergerakan
transportasi. Maka dari itu, transportasi publik dapat menjadi solusi
menghindari kemacetan. Disaat masyarakat mulai beralih dari kendaraan
pribadi ke transportasi publik, maka akan berdampak pada perubahan desain
perkotaan. Karena desain kota yang berorientasi pada kendaraan pribadi sangat
berbeda dengan desain kota yang berorientasi pada makhluk hidup yang tinggal
di dalamnya.

b) Materi 5
Judul : Sistem dan Fasilitas Bersepeda
Pemateri : Ir. Budi Faisal, MAUD, MLA, Ph.D., IALI

(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

8
Ringkasan :
Pandemi global membawa dampak yang sangat besar bagi seluruh dunia.
Banyak orang mengalami masa sulit diberbagai aspek kehidupannya. Tetapi
selalu ada hikmah dibalik setiap permasalahan. Akibat pandemi yang
berlangsung, angka penjualan sepeda meningkat di beberapa negara. Bahkan
pada kota-kota yang tidak ramah bersepeda pun, tetap menunjukan kenaikan
minat bersepeda meningkat pada masa pandemi ini. Di Indonesia, kenaikan
minat bersepeda sangatlah terlihat. Pada bulan Juni 2020, angka pengguna
sepeda di daerah Thamrin dan Sudirman DKI Jakarta meningkat 1000 %.
Sebelum pandemi hanya sekitar 2 sepeda yang terjual setiap bulan, tetapi
selama masa pandemi mengalami peningkatan hingga 80-90 sepeda yang
terjual disetiap bulannya. Hal ini membawa dampak baik terhadap kualitas
udara khususnya di daerah ibukota. Seiring dengan agenda global yaitu
membangun kota yang berkelanjutan, sepeda termasuk dalam transportasi yang
memenuhi kriteria Green Transportation.
Bersepeda sangatlah disarankan dan didukung oleh pemerintah guna
memperbaiki kualitas kota yang kita diami, namun timbul kekhawatiran ketika
bersepeda di area yang belum Bycicle Friendly. Pesepeda rentan mengalami
kecelakaan sehingga banyak yang takut untuk memulai. Menanggapi hal
tersebut, maka perlunya fasilitas bersepeda yang memadai pada pembangunan
kota berkelanjutan dan konsep kota hijau. Indonesia dapat mencontoh dari
negara yang sudah lebih dulu memfasilitasi para pesepeda seperti Denmark dan
Jepang. Jika peningkatan minat masyarakat ini didukung dengan fasilitas yang
memadai, maka akan semakin banyak orang yang menggunakan sepeda.
Fasilitas yang diperlukan yaitu jalur khusus sepeda yang tidak terganggu oleh
kendaraan lainnya, tempat parkir khusus sepeda dengan sistem keamanan yang
baik pada fasilitas-fasilitas publik, shower room bagi pengguna sepeda pada
bangunan kantor dan sekolah, dan lain sebagainya.

c) Materi 6
Judul : Lanskap Pada Lahan
Pemateri : Ir. Daisy Radnawati, M.Si., IALI

9
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Ringkasan :
Pada umumnya arsitektur berfokus pada desain dan konstruksi sebuah
bangunan, sedangkan arsitektur lanskap berfokus pada tatanan lingkungan atau
ruang luar. Arsitektur dan arsitektur lanskap masuk kedalam rumpun ilmu
Architecture, design, and planning. Kolaborasi rumpun ilmu tersebut sangatlah
penting dalam membangun sebuah kawasan berkelanjutan. Perangkat penilaian
GREENSHIP Neighborhood menjadi suatu standar dalam penerapan dan
perwujudan kawasan berkelanjutan. Manfaat yang dapat diperoleh dengan
menerapkan GREENSHIP kawasan berupa peningkatan kualitas lingkungan,
meningkatkan kualitas iklim mikro, meningkatkan kemudahan aksesibilitas
pejalan kaki, menjaga keseimbangan antara kebutuhan dan ketersediaan
sumber daya di masa yang akan datang.
Dalam kehidupan sehari-hari, lahan merupakan bagian dari lingkungan
sebagai sumber daya alam yang sangat penting bagi manusia. Lahan juga
merupakan wadah yang menunjang aktivitas permukiman dengan kegiatan
yang kompleks. Tugas seorang arsitek adalah menyusun, menata, dan
mengolah lahan menjadi lingkungan yang fungsional, estetis, sekaligus
berkelanjutan. Oleh karena itu, perencanaan desain yang berbasis pada
ekologis akan berujung pada keselarasan, kesehatan, dan keberlanjutan.
Tahapan perencanaan lanskap meliputi kegiatan seperti Inventarisasi, Analisis-
sintesis, dan Konsep desain. Beberapa metode analisis dalam penelitian

10
arsitektur lanskap adalah Analisis Persepsi dan Preferensi Masyarakat, Analisis
Kualitas Visual Lanskap, dan Analisis Prioritas Pengembangan Lanskap.

iii. Rabu, 14 Juli 2021


a) Materi 7
Judul : Iklim dan Lingkungan Binaan
Pemateri : Dr.Eng. Mochamad Donny Koerniawan, S.T., M.T.

(Sumber: Dokumentasi Pribadi)


Ringkasan :
Cuaca adalah kondisi atau keadaan udara yang terjadi pada suatu daerah atau
wilayah dalam periode waktu tertentu. Cuaca mempunyai sifat yang cepat
berubah dan tidak stabil. Iklim adalah kondisi atau keadaan rata-rata cuaca pada
suatu daerah yang luas. Iklim mempunyai sifat yang stabil dan sulit berubah.
Ada 7 unsur pembentuk cuaca dan iklim yaitu Penyinaran matahari, Suhu
udara, Kelembaban udara, Penguapan, Tekanan udara, Arah dan kecepatan
angin, serta Presipitasi (hujan dan salju). Zona iklim secara garis besar
ditentukan oleh dua faktor yaitu temperatur dan curah hujan. Indonesia hampir
secara keseluruhan beriklim tropis. Hanya di beberapa daerah yang termasuk
dalam kategori iklim subtropical highland oceanic, oceanic, dan polar, tundra.
Kenyamanan termal adalah kepuasan terhadap kondisi termal di sekitar kita
dan sangat penting untuk dipertimbangkan saat proses perencanaan pada ruang
yang akan dihuni manusia. Terdapat 6 faktor kenyamanan termal lingkungan,
yaitu temperatur udara, suhu radiasi, kecepatan udara, kelembaban, dan

11
personal factors seperti insulasi pakaian serta panas tubuh. Kenyamanan
termal dapat mempengaruhi sensasi, persepsi, emosi, dan perilaku manusia.

b) Materi 8
Judul : Konservasi dan Efesiensi Energi
Pemateri : Dewi Larasati, S.T., M.T., Ph.D.

(Sumber: Dokumentasi Pribadi)


Ringkasan :
Efisiensi energi diperlukan guna menanggapi kondisi dunia dalam 40 tahun
kedepan dimana konsumsi energi menjadi dua kali lipat sehingga emisi gas
karbon perlu dikurangi setengahnya. Penggunaan energi meningkat 7,1 %
dalam waktu 10 tahun. Pembangunan dan operasional bangunan
menyumbangkan emisi CO2 sebanyak 30-40 % serta menggunakan total energi
sebanyak 40-50 %. Kebutuhan energi pada sektor hunian diperkirakan akan
terus meningkat hingga 5,8 % pada tahun 2050.
Di sisi lain, agenda Sustainable Development Goals mendorong negara-
negara PBB untuk fokus pada bangunan hemat energi dan energi terbarukan.
Dalam COP 21, Indonesia akan berkomitmen dalam penurunan CO2 hingga 29
%. Untuk mewujudkan itu, efisiensi energi melibatkan penggunaan teknologi
yang lebih hemat energi dengan fungsi dan performa yang sama c ontohnya
adalah pemanfaatan energi surya, turbin angin, micro-hydro, biogas, dan energi
gelombang laut. Dalam desain bangunan, dapat diterapkan konsep passive
design dan active design. Passive design fokus kepada fisik bangunan

12
(orientasi, material fasad, cahaya natural, bayangan, dan lain-lain), sedangkan
active design fokus kepada engineering involvement.

c) Materi 9
Judul : Manajemen Air Limpasan Hujan
Pemateri : Dr. Firmansyah Murad, S.T., M.T., IALI

(Sumber: Dokumentasi Pribadi)


Ringkasan :
Umumnya, lahan pembangunan mengganggu siklus hidrologi alami dengan
mempercepat limpasan dan mengurangi proporsi presipitasi yang meresap ke
dalam tanah dan vegetasi. Disinilah peran perencana untuk meminimalkan,
mengurangi, atau memperbaiki gangguan pada sistem ala mini dengan storm
water management yang baik. Tujuan dari manajemen air limpasan hujan
adalah mengurangi beban sistem drainase lingkungan dari kuantitas limpasan
air hujan dengan sistem manajemen air hujan secara terpadu. Salah satu upaya
manajemen air hujan adalah dengan memanfaatkannya sebagai salah satu
sumber air untuk mengurangi kebutuhan air dari sumber utama.
Jaringan infrastruktur air limpasan milik kota/kawasan akan terus mengalami
tekanan ambang batas daya tampungnya karena ketidakmampuan melayani
beban yang timbul akibat meningkatnya curah hujan dan rusaknya bangunan
air. Tidak adil jika semua beban tersebut harus menjadi tanggung jawab
pemerintah. Untuk itu, diperlukan solusi bersama dengan mengajak
masyarakat menerapkan konsep Zero Run Off yaitu konsep manajemen air

13
limpasan di dalam lahan yang membatasi diri untuk tidak mengeluarkan
limpasan di outletnya pada periode hujan 2 tahunan. Ada 3 langkah utama
dalam penerapan Zero Run off. Yang pertama adalah manfaatkan air limpasan
dengan menyaring air hujan menjadi air bersih dan mengurangi limpasan
massif dari atap serta menerapkan tahap lanjutannya yaitu membangun kolam
retensi. Langkah selanjutnya adalah meresapkan air hujan dengan vegetasi atau
lubang-lubang biopori dan sumur resapan untuk sistem peresapan yang teknis.
Yang ketiga adalah menahan air hujan sehingga outlet kawasan diatur untuk
mengurangi beban saluran penerima, khususnya pada puncak periode hujan.
Langkah tersebut membutuhkan sistem yang mampu menampung air hujan
kemudian mengosongkannya secara perlahan sehingga siap menampung
kembali.

iv. Kamis, 15 Juli 2021


a) Materi 10
Judul : Environment Management
Pemateri : Dr. Ir. Katharina Oginawati, M.S.

(Sumber: Dokumentasi Pribadi)


Ringkasan :
Definisi lingkungan hidup menurut UU No. 23 Tahun 1997 adalah kesatuan
ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk
manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan

14
dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Lingkungan
diklasifikasikan menjadi 5 jenis yaitu Lingkungan Udara, Lingkungan Air,
Lingkungan Tanah, Lingkungan Biologi, dan Lingkungan Sosial. Maka dari
itu, perlu adanya pengelolaan atau manajemen lingkungan hidup untuk
mencegah terjadinya pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup.
Jumlah penduduk dunia tahun 2019 mencapai angka 7,7 milyar orang. Setiap
manusia membutuhkan pasokan oksigen untuk hidup. Sumber daya alam hutan
sebagai paru-paru dunia memiliki peran yang sangat penting dalam
menyediakan oksigen. Kerusakan pada hutan tidak hanya berdampak pada
kurangnya oksigen, tetapi juga pada setiap makhluk hidup yang ada di
dalamnya. Kerusakan dapat disebabkan oleh faktor alam maupun manusia.
Perubahan tata guna lahan dapat menghilangkan hutan dengan luas 300 kali
lapangan sepakbola lenyap dalam waktu 1 jam. Pemanasan global menjadi
tidak dapat dihindari akibat kerusakan pada sumber daya alam hutan. Oksigen
yang dihasilkan oleh hutan telah tergantikan oleh gas dan bahan kimia yang
dihasilkan oleh perubahan tata guna lahan. Di perkotaan, penyebab
tercemarnya lingkungan diantara lain adalah asap dari pabrik, kendaraan yang
menyebabkan polusi udara, pembakaran sampah, dan sebagainya. Sebuah
sistem diperlukan untuk mengontrol lingkungan beserta sumber daya alamnya.
Strategi Eco-Design menjadi salah satu upaya untuk mengelola, mendaur
ulang, serta mengatur pemanfaatan energi dan air.

b) Materi 11
Judul : Area Hijau Untuk Publik
Pemateri : Medria Shekar Rani, S.T., M.T., Ph.D.

15
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Ringkasan :
Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur atau mengelompok, yang
sifat penggunaannya terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik secara alamiah
maupun ditanam. Saat ini kawasan perkotaan sudah mempunyai pedoman
penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau. Hal ini diatur karena kualitas
hidup manusia sangat bergantung pada ekosistem. Kesediaan dan kapasitas
ecosystem service sebagian besar dipengaruhi oleh kondisi ekosistem.
Beberapa studi menggunakan metode analisis ecosystem service untuk
menjelaskan pentingnya kontribusi area hijau perkotaan dan infrastruktur hijau.
Hal-hal yang perlu diperhatikan saat merancang area hijau adalah
menempatkan area hijau dekat dengan masyarakat agar masyarakat dapat
mengakses area hijau seluas 0.5 – 1 Ha dengan berjalan kaki selama 5 menit
dari hunian, fitur desain sederhana untuk meningkatkan kenyamanan dalam
penggunaan area hijau kota, dan pertimbangan perawatan.

c) Materi 12
Judul : Revitalisasi Lahan
Pemateri : Dr.GES. Mohammad Zaini Dahlan, S.P., M.Si., IALI

16
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Ringkasan :
Revitalisasi lahan memiliki tujuan untuk menghindari pembangunan di area
greenfield dan menghindari pembukaan lahan baru. Hal tersebut dapat dicapai
melalui revitalisasi dan pembangunan di atas lahan yang bernilai negatif dan
tak terpakai karena bekas pembangunan atau dampak negatif pembangunan di
dalam kawasan. Revitalisasi juga berguna untuk menghidupkan kembali
kawasan yang mengalami penurunan kualitas fisik dan non fisik. Proses
revitalisasi kawasan diantara lain yaitu, Studi dan pengembangan konsep >
Penyusunan rencana secara detail > Pelaksanaan konstruksi > Pengelolaan >
Pemasaran. Teknik Bioremediasi dan Fitoremediasi menjadi pilihan untuk
memperbaiki lahan yang tercemar.

v. Jumat, 16 Juli 2021


a) Materi 13
Judul : Optimalisasi Hayati dan Konservasi
Pemateri : Andri Santosa, SP., IALI

17
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Ringkasan :
Indonesia merupakan negara Biodiversity, mempunyai 13 tipe ekosistem
daratan dan 6 tipe perairan. Diperkirakan 80 % keanekaragaman hayati yang
bernilai penting berada di luar kawasan konservasi. Sebagian satwa liar
terperangkat pada wilayah-wilayah produksi yang bukan habitatnya. Muncul
tantangan pada konservasi keanekaragaman hayati yaitu degradasi hutan,
penegakan hukum yang lemah, kondisi kawasan konservasi dan hutan lindung
terfragmentasi sehingga mengancam kepunahan spesies, serta sumber daya
yang terbatas. Melihat kondisi tersebut, dibuatlah inisiatif-inisiatif konservasi
keanekaragaman hayati. Salah satu inisiatifnya berupa Taman Kehati yang
merupakan kawasan percadangan sumber daya alam hayati local di luar
kawasan hutan yang mempunyai fungsi konservasi in-situ dan ex-situ. Taman
Kehati dimanfaatkan untuk koleksi tumbuhan; pengembangbiakan tumbuhan
dan satwa pendukung penyedia bibit; sumber genetik tumbuhan dan tanaman
local; sarana pendidikan, penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan dan eko
wisata; sumber bibit dan benih; ruang terbuka hijau; dan penambahan tutupan
vegetasi.
Ada 6 kategori suatu area bernilai konservasi tinggi, yaitu mengandung
keanekaragaman spesies yang penting untuk dilestarikan, elemen bentang alam
yang mendukung populasi spesies, berisi ekosistem unik, langka atau rentan,
menyediakan jasa ekosistem, memiliki SDA yang menyediakan kebutuhan

18
pokok masyarakat lokal, dan memiliki identitas budaya tradisional yang
berkaitan dengan keanekaragaman hayati.

b) Materi 14
Judul : Lahan Produktif Perkotaan
Pemateri : Medha Baskara, SP., M.T., IALI

(Sumber: Dokumentasi Pribadi)


Ringkasan :
Lahan produktif merupakan lahan yang mempunyai elemen-elemen
pembentuk kemampuan dalam memproduksi atau menunjang produksi. Lahan
atau tanah bersifat non-produktif jika lahan tersebut belum dikelola atau belum
dimanfaatkan dan belum menghasilkan apapun. Rumah produktif merupakan
rumah yang digunakan untuk usaha atau kegiatan ekonomi. Terdiri dari tipe
campuran, berimbang, dan terpisah. Usaha berbasis Rumah Tangga (Home
base enterprise-HBE) merupakan kegiatan bersifat fleksibel, tidak terikat oleh
aturan-aturanyang berlaku termasuk jam kerja, hubungan modal dan tempat
kerja. Tujuan dari lahan produktif adalah mendorong produksi pangan lokal
dan mengurangi jejak karbon yang berasal dari emisi transportasi penyediaan
pangan.
Persoalan lingkungan pertanian Indonesia berupa degredasi lahan, perubahan
iklim, alih fungsi lahan, dan cara budidaya. Solusi atas permasalahan yang
terjadi terkait keberlanjutan agronomis di Indonesia yaitu urban farming atau
vertical farming, hydroponic system, dan aquaponic.

19
2. Kegiatan Sayembara dilaksanakan pada:
Hari/Tanggal : Sabtu, 17 - 31 Juli 2021
Pelaksana Kegiatan : Ikatan Arsitek Lanskap Indonesia (IALI) dan
Program Studi SAPPK ITB
Sarana Kegiatan : Link pengumpulan karya (bit.ly/SCGreenSubmission)

Juri pada kegiatan sayembara ini yaitu, Bapak Dian Heri Sofian (Ketua umum
IALI), Bapak Zaky Umara (IALI), Ibu Dewi Larasati (IAI).

20
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan
Merencanakan kegunaan lahan agar tepat guna dan bersifat bangunan hijau perlu
pemahaman yang sangat baik tentang makhluk hidup dan lingkungan hidup.
Summer Course Workshop dan Sayembara Bangunan Hijau – Tepat Guna Lahan
memberi pelajaran yang sangat berharga terkait dengan lahan berkelanjutan serta
memberi kesempatan para peserta untuk menguji pemahaman akan setiap materi
yang telah diberikan melalui kegiatan sayembara. Secara personal, penulis telah
memahami prinsip-prinsip bangunan hijau dan tepat guna lahan sebagaimana yang
telah dijelaskan melalui empat belas modul materi serta ruang diskusi yang telah
dibuka.

2. Saran
Dengan keterbatasan pengalaman dan persiapan, penulis menyadari kurangnya
pengembangan ide dalam pembuatan karya sayembara. Diharapkan agar penulis
dapat meningkatkan kemampuan serta pemahaman yang lebih dalam sehingga bisa
mengimplementasikan pengetahuan tentang bangunan hijau dan tepat guna lahan
ke dalam setiap proyek mendatang sebagai upaya mewujudkan agenda
pembangunan berkelanjutan.

21
LAMPIRAN

22

Anda mungkin juga menyukai