Case 1 Asma Bronkial

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 21

Case Asma Bronkial

Nama Peserta : dr. Reyki Yudho Husodo

Nama Wahana : RS Pertamina Prabumulih

Topik : Asma Bronkial

Tanggal (kasus) : 26 – 05 - 2016 No. RM : 061603672

Tanggal presentasi : 27 – 05 – 2016 Nama Pendamping : dr. Hendri Suryono

Tempat Presentasi : RS Pertamina Prabumulih

Obyektif presentasi :

 Keilmuan  Keterampilan  Penyegaran  Tinjauan pustaka

 Diagnostik  Manajemen  Masalah  Istimewa

 Neonatus  Bayi  Anak  Remaja  Dewasa  Lansia

 Deskripsi : Laki-laki, 21 tahun, keluhan utama sesak napas sejak ± 1 hari yg lalu.

 Tujuan : Menegakkan diagnosis dan tatalaksana pada pasien Asma Bronkial.


Bahan  Tinjauan
 Riset  Kasus
bahasan : pustaka
Cara  Presentasi dan
 Diskusi  Email
membahas diskusi
Data pasien Nama : Tn. RD No. Registrasi :

Nama klinik: RS Pertamina PBM Pekerjaan : - Terdaftar sejak : 26-05-2016

Data utama untuk bahan diskusi :


1. Diagnosis / gambaran klinis :
- Pasien datang ke IGD RSPP dengan keluhan sesak napas sejak 1 hari SMRS. Sesak
napas dirasakan terus menerus, sesak bertambah saat sedang beraktifitas.
- Pasien juga mengeluh batuk-batuk sejak ± 1 hari SMRS. Batuk bercampur lendir(+),
darah (-).
- Panas dirasakan sejak ± 1 hari SMRS.
- Pusing (+), sakit kepala (-).
- Riw. Asma dikeluarga (+), Riw. Asma sejak kecil (+).
- Riw. Merokok sejak umur 16 tahun, sampai sekarang.
- BAB dan BAK biasa.
2. Riwayat pengobatan : Pasien sebelumnya sudah pernah berobat untuk mengatasi
keluhan ini.

3. Riwayat kesehatan / penyakit : Pasien sudah pernah menderita keluhan seperti ini
sebelumnya.

4. Riwayat keluarga : kakek pasien mengalami keluhan yang sama dengan pasien.

5. Kondisi lingkungan sosial dan fisik : Pasien tinggal bersama orang tua.

6. Lain-lain : (PEMERIKSAAN FISIK, PEMERIKSAAN LABORATORIUM, dan


TAMBAHAN YANG ADA, sesuai dengan FASILITAS WAHANA)

a. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Kompos mentis
Tekanan darah : 132/66 mmHg
Nadi : 100 x/m
Respirasi : 28 x/m
Suhu badan : 36,7 0 C, aksila
Berat badan : 58 kg

Kepala : konjungtiva anemis (-), Sklera Ikterik (-)


Thoraks : Cor : Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas kanan : ICS III-IV Linea
parasternalis dekstra
Batas kiri : ICS V Linea midclavicula
sinistra
Auskultasi : S I-II normal, bising (-)
Pulmo: Inspeksi : Simetris kanan = kiri
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : sonor kanan = kiri
Auskultasi : Rhonki -/-, Wheezing +/+
Abdomen :
Inspeksi : datar, ikterik (-), sikatrik (-)
Palpasi : nyeri tekan suprapubik (-), distensi (-), defans muskular (-),
hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani (+), nyeri ketok CVA (-/-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat, Edema (-)
Genitalia : Tidak dilakukan

b. Laboratorium
Menunggu hasil DL, GDS
Daftar Pustaka :
Rick Hodder. Management Of Acute Asthma In Adultin The Emergency Department : Non
Ventylatory Management. 2010
Halim Mubin A. : Paduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam : Diagnosis dan Terapi, EGC,
Jakarta 2001, 471-474.
Hasil Pembelajaran :

Diagnosis Asma Bronkial

Tatalaksana Asma Bronkial

Edukasi untuk Penderita Asma Bronkial

1. Subjektif
Keluhan Utama : Sesak napas sejak ± 1 hari SMRS.
Riwayat penyakit sekarang :
- Pasien datang ke IGD RSPP dengan keluhan sesak napas sejak 1 hari SMRS.
Sesak napas dirasakan terus menerus, sesak bertambah saat sedang beraktifitas.
- Pasien juga mengeluh batuk-batuk sejak ± 1 hari SMRS. Batuk bercampur
lendir(+), darah (-).
- Panas dirasakan sejak ± 1 hari SMRS.
- Pusing (+), sakit kepala (-).
- Riw. Asma dikeluarga (+), Riw. Asma sejak kecil (+).
- Riw. Merokok sejak umur 16 tahun, sampai sekarang.
BAB dan BAK biasa.
2. Objektif
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Kompos mentis
Tekanan darah : 132/66 mmHg
Nadi : 100 x/m
Respirasi : 28 x/m
Suhu badan : 36,7 oC, aksila
Berat badan : 58 kg

Kepala : Konjungtiva anemis (-), Sklera Ikterik (-)


Thoraks : Cor : Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas kanan : ICS III-IV Linea
parasternalis dekstra
Batas kiri : ICS V Linea
midclavicula sinistra
Auskultasi : S I-II normal, bising (-)
Pulmo : Inspeksi : Simetris kanan = kiri
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : sonor kanan = kiri
Auskultasi : Rhonki -/-, Wheezing +/+
Abdomen : Inspeksi : datar, ikterik (-), sikatrik (-).
Palpasi : nyeri tekan suprapubik (-), distensi (-), defans
muskular (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani (+), nyeri ketok CVA (-/-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat, Edema (-)
Genitalia : Tidak dilakukan

3. Assesment
DEFINISI
Asma didefinisikan menurut ciri-ciri klinis, fisiologis dan patologis. Ciri-
ciri klinis yang dominan adalah riwayat episode sesak, terutama pada malam
hari yang sering disertai batuk. Pada pemeriksaan fisik tanda yang sering
ditemukan adalah mengi. Ciri-ciri utama fisiologis adalah episode obstruksi
saluran napas, yang ditandai oleh keterbatasan arus udara pada ekspirasi,
sedangkan ciri-ciri patologis yang dominan adalah inflamasi saluran napas yang
kadang disertai dengan perubahan struktur saluran napas.
Asma dipengaruhi oleh dua faktor yaitu genetik dan lingkungan,
mengingat patogenesisnya tidak jelas, asma didefinisikan secara deskripsi yaitu
penyakit inflamasi kronik saluran napas yang menyebabkan hipereaktivitas
bronkus terhadap berbagai rangsangan, dengan gejala episodic berulang berupa
batuk, sesak napas, mengi dan rasa berat di dada terutama pada malam dan atau
dini hari, yang umumnya bersifat reversibel baik dengan atau tanpa pengobatan.
Karena dasar penyakit asma adalah inflamasi maka obat- obat antiinflamasi
berguna untuk mengurangi reaksi inflamasi pada saluran napas. Kortikosteroid
merupakan obat antiinflamasi yang paten dan banyak digunakan dalam
penatalaksanaan asma. Obat ini dapat diberikan secara oral, inhalasi maupun
sistemik.

EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), hingga saat ini
jumlah penderita asma di dunia diperkirakan mencapai 300 juta orang dan
diperkirakan angka ini akan terus meningkat hingga 400 juta penderita  pada
tahun 2025. Asma dapat ditemukan pada laki-laki dan perempuan di segala usia,
terutama pada usia dini. Perbandingan laki-laki dan perempuan  pada usia dini
adalah 2:1 dan pada usia remaja menjadi 1:1. Prevalensi asma lebih besar pada
wanita usia dewasa. Laki-laki lebih memungkinkan mengalami penurunan gejala
di akhir usia remaja dibandingkan dengan  perempuan.
Di Indonesia, prevalensi asma belum diketahui secara pasti. Hasil
penelitian pada anak sekolah usia 13-14 tahun dengan menggunakan kuesioner
ISAAC (International Study on Asthma and Allergy in Children) tahun 1995
melaporkan prevalensi asma sebesar 2,1%, sedangkan pada tahun 2003
meningkat menjadi 5,2%. Hasil survey asma  pada anak sekolah di beberapa
kota di Indonesia (Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang,
Yogyakarta, Malang dan Denpasar) menunjukkan prevalensi asma pada anak SD
(6 sampai 12 tahun) berkisar antara 3,7-6,4%, sedangkan pada anak SMP di
Jakarta Pusat sebesar 5,8%. Berdasarkan gambaran tersebut, terlihat bahwa asma
telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang perlu mendapat perhatian
serius.

PATOFISIOLOGI
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah factor antara
lain alergen, virus, dan iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi akut.
Asma dapat terjadi melalui 2 jalur, yaitu jalur imunologis dan saraf otonom.
Jalur imunologis didominasi oleh antibodi IgE, merupakan
reaksihipersensitivitas tipe I (tipe alergi), terdiri dari fase cepat dan fase lambat.
Reaksi alergi timbul pada orang dengan kecenderungan untuk membentuk
sejumlah antibodi IgE ab-normal dalam jumlah besar golongan ini disebut atopi.
Pada asma alergi, antibodi IgE terutama melekat pada permukaan sel mast pada
interstisial paru, yang berhubungan erat dengan bronkiolus dan bronkus kecil.
Bila seseorang menghirup alergen, terjadi fase sensitisasi, antibodi IgE orang
tersebut meningkat. Alergen kemudian berikatan dengan antibodi IgE yang
melekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini berdegranulasi mengeluarkan
berbagai macam mediator. Beberapa mediator yang dikeluarkan adalah histamin,
leukotrien, faktor kemotaktik eosinofil dan bradikinin. Hal itu akan
menimbulkan efek edema lokal pada dinding bronkiolus kecil, sekresi mukus
yang kental dalam lumen bronkiolus, dan spasme otot polos bronkiolus,
sehingga menyebabkan inflamasi saluran napas. Pada reaksi alergi fase cepat,
obstruksi saluran napas terjadi segera yaitu 10-15 menit setelah pajanan alergen.
Spasme bronkus yang terjadi merupakan respons terhadap mediator sel mast
terutama histamin yang bekerja langsung pada otot polos bronkus. Pada fase
lambat, reaksi terjadi setelah 6-8 jam pajanan allergen dan bertahan selama 16--
24 jam, bahkan kadang-kadang sampai beberapa minggu. Sel-sel inflamasi
seperti eosinofil, sel T, sel mast dan Antigen Presenting Cell(APC) merupakan
sel-sel kunci dalam patogenesis asma. Pada jalur saraf otonom, inhalasi alergen
akan mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag alveolar, nervus vagus dan
mungkin juga epitel saluran napas. Peregangan vagal menyebabkan refleks
bronkus, sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan
makrofag akan membuat epitel jalan napas lebih permeabel dan memudahkan
alergen masuk ke dalam submukosa, sehingga meningkatkan reaksi yang terjadi.
Kerusakan epitel bronkus oleh mediator yang dilepaskan pada beberapa keadaan
reaksi asma dapat terjadi tanpa melibatkan sel mast misalnya pada
hiperventilasi, inhalasi udara dingin, asap, kabut dan SO2. Pada keadaan tersebut
reaksi asma terjadi melalui refleks saraf. Ujung saraf eferen vagal mukosa yang
terangsa menyebabkan dilepasnya neuropeptid sensorik senyawa P, neurokinin
A dan Calcitonin Gene-Related Peptide (CGRP). Neuropeptida itulah yang
menyebabkan terjadinya bronkokonstriksi, edema bronkus, eksudasi plasma,
hipersekresi lendir, dan aktivasi sel-sel inflamasi.

Hipereaktivitas bronkus merupakan ciri khas asma, besarnya


hipereaktivitas bronkus tersebut dapat diukur secara tidak langsung, yang
merupakan parameter objektif beratnya hipereaktivitas bronkus. Berbagai cara
digunakan untuk mengukur hipereaktivitas bronkus tersebut, antara lain dengan
uji provokasi beban kerja, inhalasi udara dingin, inhalasi antigen, maupun
inhalasi zat nonspesifik.

FAKTOR RISIKO.
1. Faktor Genetik
a. Atopi/alergi
Hal yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya. Penderita dengan penyakit alergi biasanya
mempunyai keluarga dekat yang juga alergi. Dengan adanya bakat alergi ini,
penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkial jika terpajan
dengan faktor pencetus.
b. Hipereaktivitas bronkus
Saluran napas sensitif terhadap berbagai rangsangan alergen maupun
iritan.
c. Jenis kelamin
Pria merupakan risiko untuk asma pada anak. Sebelum usia 14 tahun,
prevalensi asma pada anak laki-laki adalah 1,5-2 kali dibanding anak
perempuan. Tetapi menjelang dewasa perbandingan tersebut lebih kurang sama
dan pada masa menopause perempuan lebih banyak.
d. Ras/etnik
e. Obesitas
Obesitas atau peningkatan Body Mass Index (BMI), merupakan faktor
risiko asma. Mediator tertentu seperti leptin dapat mempengaruhi fungsi saluran
napas dan meningkatkan kemungkinan terjadinya asma. Meskipun
mekanismenya belum jelas, penurunan berat badan penderita obesitas dengan
asma, dapat memperbaiki gejala fungsi paru, morbiditas dan status kesehatan.
2. Faktor lingkungan
a. Alergen dalam rumah (tungau debu rumah, spora jamur, kecoa, serpihan kulit
binatang seperti anjing, kucing, dan lain-lain).
b. Alergen luar rumah (serbuk sari, dan spora jamur).
3. Faktor lain
a. Alergen makanan, contoh: susu, telur, udang, kepiting, ikan laut, kacang
tanah, coklat, kiwi, jeruk, bahan penyedap pengawet, dan pewarna makanan.
b. Alergen obat-obatan tertentu, contoh: penisilin, sefalosporin, golongan beta
lactam lainnya, eritrosin, tetrasiklin, analgesik, antipiretik, dan lain-lain.
c. Bahan yang mengiritasi, contoh: parfum, household spray, dan lain-lain.
d. Ekspresi emosi berlebih
Stres/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga
dapat memperberat serangan asma yang sudah ada. Di samping gejala asma
yang timbul harus segera diobati, penderita asma yang mengalami
stres/gangguan emosi perlu diberi nasihat untuk menyelesaikan masalah
pribadinya. Karena jika stresnya belum diatasi, maka gejala asmanya lebih sulit
diobati.
e. Asap rokok bagi perokok aktif maupun pasif
Asap rokok berhubungan dengan penurunan fungsi paru. Pajanan asap rokok,
sebelum dan sesudah kelahiran berhubungan dengan efek berbahaya yang dapat
diukur seperti meningkatkan risiko terjadinya gejala serupa asma pada usia dini.
f. Polusi udara dari luar dan dalam ruangan
g. Exercise-induced asthma
Pada penderita yang kambuh asmanya ketika melakukan aktivitas/olahraga
tertentu. Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan
aktivitas jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat paling mudah
menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktivitas biasanya terjadi
segera setelah selesai aktivitas tersebut.
h. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.
Atmosfer yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan
asma. Serangan kadang-kadang berhubungan dengan musim, seperti: musim
hujan, musim kemarau, musim bunga (serbuk sari beterbangan).
i. Status ekonomi.

KLASIFIKASI
Tabel 1. Klasifikasi derajat asma berdasarkan gambaran klinis secara umum
pada orang dewasa.
Tabel 2. Klasifikasi asma menurut derajat serangan.
DIAGNOSIS

Anamnesis

Anamnesis pada penderita asma sangatlah penting. Tujuannya, selain


untuk menegakkan diagnosis dan menyingkirkan diagnosis banding, anamnesis
juga berguna untuk menyusun srategi pengobatan pada penderita asma. Pada
anamnesis akan kita jumpai adanya keluhan, batuk, sesak, mengi dan atau rasa
berat di dada yang timbul secara tiba-tiba dan hilang secara spontan atau dengan
pengobatan. Tetapi adakalanya juga penderita hanya mengeluhkan batuk-batuk
saja yang umumnya timbul pada malam hari atau sewaktu kegiatan jasmani
ataupun hanya pada musim-musim tertentu saja. Disamping itu, mungkin adanya
riwayat alergi baik pada penderita maupun pada keluarganya, seperti rhinitis
alergi, dermatitik atopic dapat membantu menegakkan diagnosis. Yang perlu
juga diketahui adalah faktor-faktor pencetus serangan, dengan mengetahui factor
pencetus kemudian menghindarinya, diharapkan gejala asma dapat dicegah.

Faktor-faktor pencetus pada asma, terdiri dari:

 Allergen.
 Infeksi saluran napas, terutama oleh virus seperti Respiratory syncitial,
parainfluensa dan sebagainya.
 Kegiatan jasmani/ olahraga, seperti lari.
 Ketegangan atau tekanan jiwa.
 Obat-obatan, seperti penyekat beta, salisilat, kodein, AINS dan
sebagainya.
 Polusi udara atau bau yang merangsang, seperti asap rokok, semprot
nyamuk, parfum dan sebagainya.(2,4)

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik, selain berguna untuk menegakkan diagnosis dan


menyingkirkan diagnosis banding, juga berguna untuk mengetahui penyakit-
penyakit yang mungkin menyertai asma. Pemeriksaan fisik meliputi seluruh
badan, mulai dari kepala sampai ke kaki. Kelainan fisik pada penderita asma
tergantung pada obstruksi saluran napas (beratnya serangan) dan saat
pemeriksaan. Pada saat serangan, tekanan darah bisa naik, frekuensi pernapasan
dan denyut nadi juga meningkat, mengi (wheezing) sering dapat terdengar tanpa
statoskop, ekpirasi memanjang (lebih dari 4 detik atau 3 kali lebih panjang dari
inspirasi) disertai ronki kering dan mengi. Hiperinflasi paru yang terlihat dengan
peningkatan diameter anteroposterior rongga dada, dimana pada perkusi akan
terdengan hipersonor. Pernapasan cepat dan susah, ditandai dengan pengaktifan
otot-otot bantu pernapasan, sehingga tanpak retraksi suprasternal, supraklavicula
dan sel iga dan pernapasan cuping hidung. Dalam praktek, jarang dijumpai
kesulitan dalam menegakkan diagnosis asma, tetapi batuk, sesak ataupun mengi
(wheezing) tidak hanya dijumpai pada penderita asma, untuk itu, perlu dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut lagi untuk menegakkan diagnosis,.

Pemeriksaan penunjang

1.   Pemeriksaan Laboratorium

 Pemeriksaan sputum
 Pemeriksaan darah

2.   Pemeriksaan Radiologis

Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Akan tetapi bila terdapat
komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:

–     Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.

–     Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen


akan semakin bertambah.

–     Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru

–     Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.

–     Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan


pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-
paru.

3.   Pemeriksaan tes kulit

Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang


dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma. Pemeriksaan menggunakan
tes temple. Tes ini hanya menyokong anamnesis, karena allergen yang
menunjukkan tes kulit positif tidak selalu merupakan pencetus serangan asma,
demikian pula sebaliknya.
4.   Spirometri

Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan napas reversible, cara yang


paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan
dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah
pemberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik.
Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis
asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan
spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting
untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Banyak penderita tanpa
keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi. Apabila tes
spirometri dengan bronkodilator hasilnya diragukan dapat dilakukan tes
pemantauan faal paru untuk jangka waktu 1-3 minggu dengan Miniright Peak
Flowmeter, dimana APE diukur 3    kali sehari ditambah ekstra pada saat
munculnya sesak. Apabila selisih APE yang tertinggi dengan yang terendah 20%
atau lebih merupakan petanda asma.

5.   Tes Provokasi Brokial

Jika pemeriksaan spirometri normal, untuk menunjukkan adanya


hiperaktivitas bronkus dilakukan tes provokasi bronkus. Tes ini tidak dilakukan
apabila tes spirometri menunjukkan    resersibilitas 20% atau lebih. Ada
beberapa cara yang dilakukan untuk tes provokasi bronchial seperti tes
provokasi histamine, metakolin, allergen, kegiatan jasmani, hiperventilasi
dengan udara dingin bahkan inhalasi dengan aqua destila. Penurunan FEV1
sebesar 20% atau lebih setelah tes provokasi merupakan pertanda adanya
hiperaktivitas bronkus.

6.   Elektrokardiografi

Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi


menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada
empisema paru yaitu :
–     Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan
clockwise rotation.

–     Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB


(Right bundle branch block).

–     Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan


VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.

DIAGNOSIS BANDING
1. Bronkitis kronik 
Bronkitis kronik ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan sputum 3
bulan dalam setahun untuk sedikitnya 2 tahun. Gejala utama batuk yang
disertai sputum dan perokok berat. Gejala dimulai dengan batuk pagi, lama
kelamaan disertai mengi dan menurunkan kemampuan jasmani.
2. Emfisema paru Sesak napas merupakan gejala utama emfisema, sedangkan
batuk dan mengi jarang menyertainya.
3. Gagal jantung kiri Dulu gagal jantung kiri dikenal dengan asma kardial dan
timbul pada malam hari disebut paroxysmal nocturnal dispnea. Penderita
tiba-tiba terbangun pada malam hari karena sesak, tetapi sesak menghilang
atau berkurang bila duduk. Pada pemeriksaan fisik ditemukan kardiomegali
dan edema paru.
4. Emboli paru Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli paru adalah gagal
jantung. Disamping gejala sesak napas, pasien batuk dengan disertai darah
(haemoptoe).

KOMPLIKASI
Komplikasi terjadi akibat :
1. Keterlambatan penanganan.
2. Penanganan yang tidak adekuat.
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah :
1. Akut : dehidrasi, gagal napas, infeksi saluran nafas.
2. Kronis : kor-pulmonale, PPO kronis, Pneumothorax

PENATALAKSANAAN
Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan
mempertahankan kualiti hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa
hambatan dalam melakukan aktiviti sehari-hari. Penatalaksanaan asma bertujuan
untuk mengontrol penyakit, disebut sebagai asma terkontrol. Asma terkontrol
adalah kondisi stabil minimal dalam waktu satu bulan.
Penatalaksanaan asma bronkial terdiri dari pengobatan non-medikamentosa dan
pengobatan medikamentosa :
a. Pengobatan non-medikamentosa
 Penyuluhan
 Menghindari faktor pencetus
 Pengendali emosi
 Pemakaian oksigen
b. Pengobatan Medikamentosa, terdiri atas :

Asma Intermiten

Pada asma intermiten ini, tidak diperlukan pengobatan pencegahan


jangka panjang. Tetapi obat yang dipakai untuk menghilangkan gejala yaitu
agonis b2 inhalasi, obat lain tergantung intensitas serangan, bila berat dapat
ditambahkan kortikosteroid oral.

Asma Persisten Ringan

Pengobatan jangka panjang terdiri dari: inhalasi kortikosteroid 200-500


mikrogram, kromoglikat, nedocromil atau teofilin lepas lambat. Dan jika
diperlukan, dosis kortikosteroid inhalasi dapat ditingkatkan sampai 800
mikrogram atau digabung dengan bronkodilator kerja lama (khususnya
untuk gejala malam), dapat juga diberikan agonis b2 kerja lama inhalasi atau
oral atau teofilin lepas lambat. Sedangkan untuk menghilangkan gejala
digunakan: agonis b2 inhalasi bila perlu tapi tidak melebihi 3-4 kali per hari
dan obat pencegah setiap hari.
Asma Persisten Sedang

Pengobatan jangka panjang terdiri dari: inhalasi kortikosteroid 800-2000


mikrogram, bronkodilator kerja lama, khususnya untuk gejala malam:
inhalasi atau oral agonis beta 2 atau teofilin lepas lambat. Sedangkan obat
yang digunakan untuk menghilangkan gejala, terdiri dari: agonis b2 inhalasi
bila perlu tapi tidak melebihi 3-4 kali per hari dan obat pencegah setiap hari.

Asma Persisten Berat

Pengobatan jangka panjang terdiri dari: inhalasi kortikosteroid 800-2000


migrogram atau lebih ; bronkodilator kerja lama (inhalasi agonis beta 2 kerja
lama, teofilin lepas lambat, dan atau agonis b2 kerja lama tablet atau sirup;
kortikosteroid kerja lama tablet atau sirup. Sedangkan, obat yang digunakan
untuk menghilangkan gejala, agonis b2 inhalasi bila perlu dan obat pencegah
setiap hari.

Jadi, pada prinsipnya pengobatan asma dimulai sesuai dengan tingkat


beratnya asma, bila asma tidak terkendali lanjutkan ke tingkat berikutnya.
Tetapi sebelum itu perhatikan dulu, apakah teknik pengobatan, ketaatan
berobat serta pengendalian lingkungan (menghindari factor pencetus) telah
dilaksanakan dengan baik. Setelah asma terkendali dengan baik, paling tidak
untuk waktu 3 bulan, dapat dicoba untuk menurunkan obat-obat anti asma
secara bertahap, sampai mencapai dosis minimum yang dapat
mengandalikan gejala. Akhir-akhir ini diperkenalkan terapi anti IgE untuk
asma alergi yang berat. Penelitian menunjukkan anti IgE dapat menurunkan
berat asma, pemakaian obat anti asma serta kunjungan ke gawat darurat
karena serangan asma akut dan kebutuhan rawat inap.

Diagnosis : Asma Bronkial persisten ringan-sedang episodik akut


Pengobatan :
 Nebulizer Ventolin 2,5mg 1 amp + NS 2,5 cc per 8 jam
 Salbutamol 3 x 4mg
 Methylprednisolone 3 x 4mg
 Paracetamol 3 x 500mg
 Ambroksol 3 x 30mg

Edukasi :
Beberapa hal yang perlu dikrtahui dan dikerjakan oleh pasien dan keluarganya, yaitu :
 Istirahat yang cukup
 Memahami sifat-sifat dari penyakit asma
 Memahami faktor yang menyebabkan serangan atau memperberat serangan
 Memahami factor-faktor yang mempercepat kesembuhan, membantu
perbaikan, dan mengurangu serangan
 Memahami kegunaan dan cara kerja pemberian obat-obatan yg diberikan
oleh dokter
HALAMAN PENGESAHAN

Diajukan Oleh:

dr. Reyki Yudho Husodo

Telah dipresentasikan dan disetujui presentasi portofolio:

Asma Bronkial persisten ringan-sedang episodik akut

Hari/Tanggal : 27 Mei 2016


Tempat : RS Pertamina Prabumulih

Disahkan Oleh:
Pembimbing, Pembimbing,

dr. Hendri Suryono dr. Meza Kurniawan


BERITA ACARA PRESENTASI PORTOFOLIO

Pada hari ini tanggal 27 Mei 2016 telah dipresentasikan portofolio oleh:

Nama Peserta : dr. Reyki Yudho Husodo


Dengan Judul/Topik : Asma Bronkial persisten ringan-sedang
Nama Pendamping : dr. Hendri Suryono
Nama Wahana : RS Pertamina Prabumulih

No Nama Peserta Presentasi No Nama Peserta Presentasi


1 6
2 7
3 8
4 9
5 10
Berita acara ini ditulis sesuai dengan yang sesungguhnya.

Disahkan Oleh:
Pembimbing, Pembimbing,

dr. Hendri Suryono dr. Meza Kurniawan

Case
ASMA BRONKIAL PERSISTEN RINGAN

Disusun Oleh :

Dr. Reyki Yudho Husodo

Pendamping :

Dr. Hendri Suryono

Dr. Meza Kurniawan

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Badan Pengembangan Dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan

Komite Internsip Dokter Indonesia

2016

Anda mungkin juga menyukai