Case 1 Asma Bronkial
Case 1 Asma Bronkial
Case 1 Asma Bronkial
Obyektif presentasi :
Deskripsi : Laki-laki, 21 tahun, keluhan utama sesak napas sejak ± 1 hari yg lalu.
3. Riwayat kesehatan / penyakit : Pasien sudah pernah menderita keluhan seperti ini
sebelumnya.
4. Riwayat keluarga : kakek pasien mengalami keluhan yang sama dengan pasien.
5. Kondisi lingkungan sosial dan fisik : Pasien tinggal bersama orang tua.
a. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Kompos mentis
Tekanan darah : 132/66 mmHg
Nadi : 100 x/m
Respirasi : 28 x/m
Suhu badan : 36,7 0 C, aksila
Berat badan : 58 kg
b. Laboratorium
Menunggu hasil DL, GDS
Daftar Pustaka :
Rick Hodder. Management Of Acute Asthma In Adultin The Emergency Department : Non
Ventylatory Management. 2010
Halim Mubin A. : Paduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam : Diagnosis dan Terapi, EGC,
Jakarta 2001, 471-474.
Hasil Pembelajaran :
1. Subjektif
Keluhan Utama : Sesak napas sejak ± 1 hari SMRS.
Riwayat penyakit sekarang :
- Pasien datang ke IGD RSPP dengan keluhan sesak napas sejak 1 hari SMRS.
Sesak napas dirasakan terus menerus, sesak bertambah saat sedang beraktifitas.
- Pasien juga mengeluh batuk-batuk sejak ± 1 hari SMRS. Batuk bercampur
lendir(+), darah (-).
- Panas dirasakan sejak ± 1 hari SMRS.
- Pusing (+), sakit kepala (-).
- Riw. Asma dikeluarga (+), Riw. Asma sejak kecil (+).
- Riw. Merokok sejak umur 16 tahun, sampai sekarang.
BAB dan BAK biasa.
2. Objektif
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Kompos mentis
Tekanan darah : 132/66 mmHg
Nadi : 100 x/m
Respirasi : 28 x/m
Suhu badan : 36,7 oC, aksila
Berat badan : 58 kg
3. Assesment
DEFINISI
Asma didefinisikan menurut ciri-ciri klinis, fisiologis dan patologis. Ciri-
ciri klinis yang dominan adalah riwayat episode sesak, terutama pada malam
hari yang sering disertai batuk. Pada pemeriksaan fisik tanda yang sering
ditemukan adalah mengi. Ciri-ciri utama fisiologis adalah episode obstruksi
saluran napas, yang ditandai oleh keterbatasan arus udara pada ekspirasi,
sedangkan ciri-ciri patologis yang dominan adalah inflamasi saluran napas yang
kadang disertai dengan perubahan struktur saluran napas.
Asma dipengaruhi oleh dua faktor yaitu genetik dan lingkungan,
mengingat patogenesisnya tidak jelas, asma didefinisikan secara deskripsi yaitu
penyakit inflamasi kronik saluran napas yang menyebabkan hipereaktivitas
bronkus terhadap berbagai rangsangan, dengan gejala episodic berulang berupa
batuk, sesak napas, mengi dan rasa berat di dada terutama pada malam dan atau
dini hari, yang umumnya bersifat reversibel baik dengan atau tanpa pengobatan.
Karena dasar penyakit asma adalah inflamasi maka obat- obat antiinflamasi
berguna untuk mengurangi reaksi inflamasi pada saluran napas. Kortikosteroid
merupakan obat antiinflamasi yang paten dan banyak digunakan dalam
penatalaksanaan asma. Obat ini dapat diberikan secara oral, inhalasi maupun
sistemik.
EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), hingga saat ini
jumlah penderita asma di dunia diperkirakan mencapai 300 juta orang dan
diperkirakan angka ini akan terus meningkat hingga 400 juta penderita pada
tahun 2025. Asma dapat ditemukan pada laki-laki dan perempuan di segala usia,
terutama pada usia dini. Perbandingan laki-laki dan perempuan pada usia dini
adalah 2:1 dan pada usia remaja menjadi 1:1. Prevalensi asma lebih besar pada
wanita usia dewasa. Laki-laki lebih memungkinkan mengalami penurunan gejala
di akhir usia remaja dibandingkan dengan perempuan.
Di Indonesia, prevalensi asma belum diketahui secara pasti. Hasil
penelitian pada anak sekolah usia 13-14 tahun dengan menggunakan kuesioner
ISAAC (International Study on Asthma and Allergy in Children) tahun 1995
melaporkan prevalensi asma sebesar 2,1%, sedangkan pada tahun 2003
meningkat menjadi 5,2%. Hasil survey asma pada anak sekolah di beberapa
kota di Indonesia (Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang,
Yogyakarta, Malang dan Denpasar) menunjukkan prevalensi asma pada anak SD
(6 sampai 12 tahun) berkisar antara 3,7-6,4%, sedangkan pada anak SMP di
Jakarta Pusat sebesar 5,8%. Berdasarkan gambaran tersebut, terlihat bahwa asma
telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang perlu mendapat perhatian
serius.
PATOFISIOLOGI
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah factor antara
lain alergen, virus, dan iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi akut.
Asma dapat terjadi melalui 2 jalur, yaitu jalur imunologis dan saraf otonom.
Jalur imunologis didominasi oleh antibodi IgE, merupakan
reaksihipersensitivitas tipe I (tipe alergi), terdiri dari fase cepat dan fase lambat.
Reaksi alergi timbul pada orang dengan kecenderungan untuk membentuk
sejumlah antibodi IgE ab-normal dalam jumlah besar golongan ini disebut atopi.
Pada asma alergi, antibodi IgE terutama melekat pada permukaan sel mast pada
interstisial paru, yang berhubungan erat dengan bronkiolus dan bronkus kecil.
Bila seseorang menghirup alergen, terjadi fase sensitisasi, antibodi IgE orang
tersebut meningkat. Alergen kemudian berikatan dengan antibodi IgE yang
melekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini berdegranulasi mengeluarkan
berbagai macam mediator. Beberapa mediator yang dikeluarkan adalah histamin,
leukotrien, faktor kemotaktik eosinofil dan bradikinin. Hal itu akan
menimbulkan efek edema lokal pada dinding bronkiolus kecil, sekresi mukus
yang kental dalam lumen bronkiolus, dan spasme otot polos bronkiolus,
sehingga menyebabkan inflamasi saluran napas. Pada reaksi alergi fase cepat,
obstruksi saluran napas terjadi segera yaitu 10-15 menit setelah pajanan alergen.
Spasme bronkus yang terjadi merupakan respons terhadap mediator sel mast
terutama histamin yang bekerja langsung pada otot polos bronkus. Pada fase
lambat, reaksi terjadi setelah 6-8 jam pajanan allergen dan bertahan selama 16--
24 jam, bahkan kadang-kadang sampai beberapa minggu. Sel-sel inflamasi
seperti eosinofil, sel T, sel mast dan Antigen Presenting Cell(APC) merupakan
sel-sel kunci dalam patogenesis asma. Pada jalur saraf otonom, inhalasi alergen
akan mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag alveolar, nervus vagus dan
mungkin juga epitel saluran napas. Peregangan vagal menyebabkan refleks
bronkus, sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan
makrofag akan membuat epitel jalan napas lebih permeabel dan memudahkan
alergen masuk ke dalam submukosa, sehingga meningkatkan reaksi yang terjadi.
Kerusakan epitel bronkus oleh mediator yang dilepaskan pada beberapa keadaan
reaksi asma dapat terjadi tanpa melibatkan sel mast misalnya pada
hiperventilasi, inhalasi udara dingin, asap, kabut dan SO2. Pada keadaan tersebut
reaksi asma terjadi melalui refleks saraf. Ujung saraf eferen vagal mukosa yang
terangsa menyebabkan dilepasnya neuropeptid sensorik senyawa P, neurokinin
A dan Calcitonin Gene-Related Peptide (CGRP). Neuropeptida itulah yang
menyebabkan terjadinya bronkokonstriksi, edema bronkus, eksudasi plasma,
hipersekresi lendir, dan aktivasi sel-sel inflamasi.
FAKTOR RISIKO.
1. Faktor Genetik
a. Atopi/alergi
Hal yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya. Penderita dengan penyakit alergi biasanya
mempunyai keluarga dekat yang juga alergi. Dengan adanya bakat alergi ini,
penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkial jika terpajan
dengan faktor pencetus.
b. Hipereaktivitas bronkus
Saluran napas sensitif terhadap berbagai rangsangan alergen maupun
iritan.
c. Jenis kelamin
Pria merupakan risiko untuk asma pada anak. Sebelum usia 14 tahun,
prevalensi asma pada anak laki-laki adalah 1,5-2 kali dibanding anak
perempuan. Tetapi menjelang dewasa perbandingan tersebut lebih kurang sama
dan pada masa menopause perempuan lebih banyak.
d. Ras/etnik
e. Obesitas
Obesitas atau peningkatan Body Mass Index (BMI), merupakan faktor
risiko asma. Mediator tertentu seperti leptin dapat mempengaruhi fungsi saluran
napas dan meningkatkan kemungkinan terjadinya asma. Meskipun
mekanismenya belum jelas, penurunan berat badan penderita obesitas dengan
asma, dapat memperbaiki gejala fungsi paru, morbiditas dan status kesehatan.
2. Faktor lingkungan
a. Alergen dalam rumah (tungau debu rumah, spora jamur, kecoa, serpihan kulit
binatang seperti anjing, kucing, dan lain-lain).
b. Alergen luar rumah (serbuk sari, dan spora jamur).
3. Faktor lain
a. Alergen makanan, contoh: susu, telur, udang, kepiting, ikan laut, kacang
tanah, coklat, kiwi, jeruk, bahan penyedap pengawet, dan pewarna makanan.
b. Alergen obat-obatan tertentu, contoh: penisilin, sefalosporin, golongan beta
lactam lainnya, eritrosin, tetrasiklin, analgesik, antipiretik, dan lain-lain.
c. Bahan yang mengiritasi, contoh: parfum, household spray, dan lain-lain.
d. Ekspresi emosi berlebih
Stres/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga
dapat memperberat serangan asma yang sudah ada. Di samping gejala asma
yang timbul harus segera diobati, penderita asma yang mengalami
stres/gangguan emosi perlu diberi nasihat untuk menyelesaikan masalah
pribadinya. Karena jika stresnya belum diatasi, maka gejala asmanya lebih sulit
diobati.
e. Asap rokok bagi perokok aktif maupun pasif
Asap rokok berhubungan dengan penurunan fungsi paru. Pajanan asap rokok,
sebelum dan sesudah kelahiran berhubungan dengan efek berbahaya yang dapat
diukur seperti meningkatkan risiko terjadinya gejala serupa asma pada usia dini.
f. Polusi udara dari luar dan dalam ruangan
g. Exercise-induced asthma
Pada penderita yang kambuh asmanya ketika melakukan aktivitas/olahraga
tertentu. Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan
aktivitas jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat paling mudah
menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktivitas biasanya terjadi
segera setelah selesai aktivitas tersebut.
h. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.
Atmosfer yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan
asma. Serangan kadang-kadang berhubungan dengan musim, seperti: musim
hujan, musim kemarau, musim bunga (serbuk sari beterbangan).
i. Status ekonomi.
KLASIFIKASI
Tabel 1. Klasifikasi derajat asma berdasarkan gambaran klinis secara umum
pada orang dewasa.
Tabel 2. Klasifikasi asma menurut derajat serangan.
DIAGNOSIS
Anamnesis
Allergen.
Infeksi saluran napas, terutama oleh virus seperti Respiratory syncitial,
parainfluensa dan sebagainya.
Kegiatan jasmani/ olahraga, seperti lari.
Ketegangan atau tekanan jiwa.
Obat-obatan, seperti penyekat beta, salisilat, kodein, AINS dan
sebagainya.
Polusi udara atau bau yang merangsang, seperti asap rokok, semprot
nyamuk, parfum dan sebagainya.(2,4)
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan darah
2. Pemeriksaan Radiologis
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Akan tetapi bila terdapat
komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
– Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.
– Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru
6. Elektrokardiografi
DIAGNOSIS BANDING
1. Bronkitis kronik
Bronkitis kronik ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan sputum 3
bulan dalam setahun untuk sedikitnya 2 tahun. Gejala utama batuk yang
disertai sputum dan perokok berat. Gejala dimulai dengan batuk pagi, lama
kelamaan disertai mengi dan menurunkan kemampuan jasmani.
2. Emfisema paru Sesak napas merupakan gejala utama emfisema, sedangkan
batuk dan mengi jarang menyertainya.
3. Gagal jantung kiri Dulu gagal jantung kiri dikenal dengan asma kardial dan
timbul pada malam hari disebut paroxysmal nocturnal dispnea. Penderita
tiba-tiba terbangun pada malam hari karena sesak, tetapi sesak menghilang
atau berkurang bila duduk. Pada pemeriksaan fisik ditemukan kardiomegali
dan edema paru.
4. Emboli paru Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli paru adalah gagal
jantung. Disamping gejala sesak napas, pasien batuk dengan disertai darah
(haemoptoe).
KOMPLIKASI
Komplikasi terjadi akibat :
1. Keterlambatan penanganan.
2. Penanganan yang tidak adekuat.
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah :
1. Akut : dehidrasi, gagal napas, infeksi saluran nafas.
2. Kronis : kor-pulmonale, PPO kronis, Pneumothorax
PENATALAKSANAAN
Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan
mempertahankan kualiti hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa
hambatan dalam melakukan aktiviti sehari-hari. Penatalaksanaan asma bertujuan
untuk mengontrol penyakit, disebut sebagai asma terkontrol. Asma terkontrol
adalah kondisi stabil minimal dalam waktu satu bulan.
Penatalaksanaan asma bronkial terdiri dari pengobatan non-medikamentosa dan
pengobatan medikamentosa :
a. Pengobatan non-medikamentosa
Penyuluhan
Menghindari faktor pencetus
Pengendali emosi
Pemakaian oksigen
b. Pengobatan Medikamentosa, terdiri atas :
Asma Intermiten
Edukasi :
Beberapa hal yang perlu dikrtahui dan dikerjakan oleh pasien dan keluarganya, yaitu :
Istirahat yang cukup
Memahami sifat-sifat dari penyakit asma
Memahami faktor yang menyebabkan serangan atau memperberat serangan
Memahami factor-faktor yang mempercepat kesembuhan, membantu
perbaikan, dan mengurangu serangan
Memahami kegunaan dan cara kerja pemberian obat-obatan yg diberikan
oleh dokter
HALAMAN PENGESAHAN
Diajukan Oleh:
Disahkan Oleh:
Pembimbing, Pembimbing,
Pada hari ini tanggal 27 Mei 2016 telah dipresentasikan portofolio oleh:
Disahkan Oleh:
Pembimbing, Pembimbing,
Case
ASMA BRONKIAL PERSISTEN RINGAN
Disusun Oleh :
Pendamping :
2016