Anda di halaman 1dari 10

 

Sekuen Stratigrafi Emery dkk (1996)
1
BAB 1PENDAHULUAN
1.1 APA SEKUEN STRATIGRAFI?
Sekuen stratigrafi secara sederhana dapat diartikan sebagai cabang stratigrafi yang mempelajari
paket-paket sedimen yangdibatasi oleh bidang ketidakselarasan ataubidang lain yang korelatif
dengan bidang ketidakselarasan tersebut.  Analisis sekuen stratigrafi akan menghasilkan
kerangka kronostratigrafi dari endapan yang dianalisa. Kerangka ituselanjutnya dapat dipakai
untuk mengkorelasikan dan memetakan fasies-fasies yang ada dalam endapan yang
dianalisis.Sekuen stratigrafi merupakan ancangan stratigrafi modern yang memanfaatkan
sejumlah metoda dan konsep yang telahada sebelumnya, terutamabiostratigrafi, seismik
stratigrafi, kronostratigrafi, dan sedimentologi. Perlu ditekankan disini bahwakonsep
litostratigrafi tidak memberikan sumbangan yang berarti dalam pengembangan konsep dan
metoda sekuen stratigrafi.Satuan litostratigrafi ditentukan berdasarkan kesamaan litologi dan
biasanya memotong garis waktu. Di lain pihak, satuansekuen stratigrafi pada hakekatnya
merupakan satuan kronostratigrafi yang sejajar dengan garis waktu (gambar 1-1).
1.2 SEJARAH PERKEMBANGAN SEKUEN STRATIGRAFI
Sekuen stratigrafi sering dipandang sebagai ilmu baru yang dikembangkan pada dasawarsa 1970-
an dari seismik stratigrafi.Sebenarnya tidak demikian. Konsep sekuen stratigrafi berakar pada
kontroversi selama berabad-abad mengenai faktor-faktor yang mengontrol terbentuknya daur
sedimen. Pertentangan itu terjadi antara kelompok yang berpendapat bahwa guntara
(eustasy)
merupakan faktor pengontrol terbentuknya daur sedimen dengan kelompok yang berpendapat
bahwa tektonikmerupakan faktor pengontrol terbentuknya daur sedimen. Sejarah perdebatan
panjang itu dipaparkan dalam buku yangdisunting oleh Dott (1992). Buku lain yang memiliki
kaitan penting dengan sejarah perkembangan sekuen stratigrafi adalah AAPG Memoir 26 yang
disunting oleh Payton (1977) serta SEPM Special Publication 42 yang disunting oleh Wilgus
dkk (1988).Mereka yang ingin mengetahui lebih jauh mengenai sejarah perkembangan konsep
ini dapat membaca buku-buku tersebut.Walau demikian, disini akan dikemukakan pula ringkasan
sejarah perkembangan tersebut.
1.2.1 Teori-Teori Sakral tentang Perubahan Muka Air Laut
Banjir besar jaman Nabi Nuh merupakan salah satu cerita yang memiliki kaitan dengan konsep
perubahan muka air laut.Bagi para peneliti jaman dulu, kebenaran adanya banjir itu tidak pernah
dipermasalahkan. Hal yang dipermasalahkan adalahasal mula terjadinya banjir. Topik itu tidak
hanya menarik perhatian para ilmuwan, namun juga kaum agamawan. Topik yangmenarik itu
telah melahirkan sejumlah teori, konsep, dan publikasi. Dua publikasi yang termashyur pada
waktu dulu adalah
Sacred Theory of the Earth
karya Burnet (1681) dan
Telliamed 
karya de Maillet (1742).Menurut de Maillet (1742), setelah bumi terbentuk akibat akrasi debu
kosmik, massa air yang menyelimuti bumi sedikit demisedikit berkurang volumenya sehingga
akhirnya timbul topografi seperti yang kita lihat kini. Jadi, dilihat dari kaca mata de
Maillet,perubahan muka air laut merupakan sebuah proses searah yang berskala global. Konsep
penurunan muka air laut seperti itudisebut teori neptunisme. Pengerosian rantai pegunungan
primitif dan pembentukan sejumlah paket sedimen yang mem-perlihatkan gejala sayupan
(offlapping)
, sebagaimana yang diimplikasikan oleh de Maillet, dilukiskan pada gambar 1-2.
1.2.2 Perkembangan pada Abad 18
Banyak analisis stratigrafi mendetil dilakukan pada abad 18. Pada 1788, Hutton untuk pertama
kali mengungkapkan artipenting ketidakselarasan sebagai ciri pemisah jenjang erosi,
pengangkatan, dan pengendapan. Ketidakselarasan juga di-gunakan oleh para ahli stratigrafi,
misalnya Sedgwick dan Murchison, sebagai bukti fisik untuk membagi waktu geologi.Di lain
pihak, pada waktu itu teori atau konsep yang terkait dengan teori neptunisme masih tetap
dikembangkan orang. Pada1823, William Buckland mengajukan teori diluvium. Dalam teori ini
produk-produk geologi yang terbentuk sebelum banjir besar Nabi Nuh disebut endapan pra-
diluvium, sedangkan produk-produk geologi setelah banjir besar Nabi Nuh disebut
endapanpasca-diluvium atau aluvium. Teori ini pernah populer, namun kemudian memudar
dengan munculnya banyak bukti geologiyang mengindikasikan bahwa proses geologi jauh lebih
kompleks dibanding satu peristiwa banjir yang dramatis.
1.2.3 Perkembangan pada Abad 19
Pada pertengahan abad 19, perdebatan antara pendukung guntara dengan pendukung tektonik sebagai faktor
pengontrolperubahan muka air laut mulai menghangat sejalan dengan munculnya teori glasiasi.
Lyell dan beberapa ahli lain, termasukLinneaus dan Celsius, menemukan bukti penurunan muka
air laut dalam singkapan-singkapan di pantai Scandinavia. Fakta ituditafsirkannya sebagai bukti
bahwa daratan telah mengalami penurunan secara lambat (Lyell, 1835). Pendapat itu
kemudiandidukung oleh Bravais pada 1840 setelah dia memperoleh tafsiran yang
sama berdasarkan fakta bahwa gisik di sepanjang fjordScandinavia telah miring. Di lain pihak,
pada waktu yang hampir bersamaan, Agassiz (1840) mengembangkan teori glasiasi.Pada 1842,
MacLaren mengemukakan pendapat bahwa proses pelelehan es seperti yang diungkapkan dalam
teori glasiasidapat menyebabkan penaikan muka air laut secara global. Sayang sekali, gagasan
Agassiz dan MacLaren itu tidak mendapattanggapan yang memadai selama sekitar dua
dasawarsa, sampai Croll (1864) mengajukan konsep glasiasi yang dijelaskannyaterjadi akibat
proses-proses yang berkaitan dengan pergerakan bumi.
1.2.4 Perkembangan pada Awal Abad 20
Pada akhir abad 19, teori glasiasi dipandang mampu menjelaskan perubahan muka air laut global
dan pengangkatanisostatis. Namun, kesahihan teori itu kemudian dipertanyakan lagi pada awal
abad 20.Pada 1906, Edward Suess memperkenalkan istilah guntara untuk menamakan proses
penurunan dan penaikan muka air laut yang terjadi secara global di seluruh permukaan bumi.
Suess menafsirkan bahwa penurunan muka air laut global itu terjadiakibat penurunan dasar laut,
sedangkan penaikannya terjadi akibat sedimentasi di laut dalam. Walau demikian, sebagian
ahligeologi yang hidup pada awal abad 20 masih tetap berpegang pada teori Lyell yang
menyatakan bahwa faktor utama yangmenyebabkan terjadinya perubahan muka air laut adalah
perubahan-perubahan tektonik di daratan.Pada waktu itu, sebagian ahli geologi Amerika mulai
mengembangkan berbagai konsep yang menjelaskan faktor-faktor yangmenyebabkan
terbentuknya ketidakselarasan global. Salah seorang pemuka kelompok ini adalah Chamberlin
yang pada 1898dan 1909 menerbitkan teorinya mengenai

faktor-faktor diastrofisme terhadap stratigrafi sebagai akibat perubahan muka air laut
global‖. Tiga diagram yang ditampilkan oleh Chamberlin dalam makalah
tahun 1898 diperlihatkan pada gambar 1-3. Ketigadiagram itu dewasa ini dipandang oleh para
ahli sebagai bentuk awal dari konsep-konsep sekuen stratigrafi modern.Gagasan-gagasan
Chamberlin kemudian dikembangkan oleh beberapa ahli geologi Amerika pada beberapa
dekadeberikutnya. Sebagian diantara ahli itu adalah Ulrich, Schuchert, dan Grabau. Sebuah
gagasan penting dari

kelompok guntara

 ini adalah teori pulsasi yang diformulasikan oleh Grabau. Pada dasarnya teori itu menyatakan
bahwa perselingan endapantransgresi dan regresi dalam rekaman stratigrafi terjadi karena
perubahan aliran panas dari dalam bumi. Menurut Grabau, dalam
The Rhythm of the Ages
(terbit tahun 1940),
―irama‖ denyut bumi memiliki periodisitas sekitar 30 juta tahun dan menyebabkan
terbentuknya ketidakselarasan global. Ketidakselarasan itu selanjutnya dapat digunakan untuk
membagi rekaman stratigrafi.

 
Sekuen Stratigrafi Emery dkk (1996)
3Sebelum
The Rhythm of the Age
diterbitkan, ahli-ahli geologi Eropa, khususnya Stille (1924), mengembangkan gagasanmengenai
ketidakselarasan global yang disebabkan oleh tektonik global. Dia juga menyatakan bahwa
tektonik global itu jugamenimbulkan perubahan muka air laut global.Pada awal abad 20 itu,
sebagian ahli mulai menemukan adanya gejala pendauran berskala kecil (hingga beberapa
meter)dalam sedimen pengandung batubara yang berumur Karbon di Illinois dan Kansas. Pada
1935, setelah melakukan penelitianterhadap perubahan-perubahan
glacio-eustatic 
Plistosen, Wanles dan Shepard berpendapat bahwa siklotem pada strata Karbonterbentuk akibat
akumulasi dan pelelehan gletser Gondwana. Pendapat ini mengangkat kembali konsep kontrol
glacio-eustatic 
 yang dicetuskan oleh Croll beberapa dekade sebelumnya.Sejak itu, konsep daur sedimen pada
berbagai skala mulai meruak ke permukaan. Namun, pada 1949 Gilully mengemuka-kan bahwa
orogenesis bukan merupakan proses episodik seperti yang dipahami para ahli geologi masa itu,
melainkan prosesyang menerus. Pendapat Gilully, seorang ahli geologi terpandang waktu itu,
banyak mempengaruhi pandangan para ahli geologilain. Akibatnya, siklotem kemudian
ditafsirkan ulang sebagai produk autosiklis, yaitu sebagai hasil perpindahan lobus delta
dariwaktu ke waktu. Inilah yang kemudian menyebabkan sedimentologi naik daun pada tahun
1960-an karena orang memandangbetapa pentingnya proses sedimentologi dalam menghasilkan
daur sedimen. Menarik sekali apa yang dikemukakan oleh Dott(1992) bahwa pada waktu itu
banyak ahli stratigrafi lebih menyukai menyebut dirinya sebagai ahli sedimentologi.
1.2.5 Pertengahan hingga Menjelang Akhir Abad 20
Pada 1949, Sloss, Krumbein, dan Dapples untuk pertama kalinya mengajukan konsep sekuen
stratigrafi dalam sebuahpertemuan dimana Gilully justru mengajukan pendapat seperti yang telah
dikemukakan di atas. Waktu itu ketiga ahli stratigrafitersebut mendefinisikan sekuen sebagai

kumpulan strata dan formasi

yang dibatasi oleh ketidakselarasan inter-regional.Meskipun konsep sekuen tidak mendapat
tanggapan yang menggembirakan, Sloss (1963) memperlihatkan contoh penerapankonsep itu
dengan menyajikan sejumlah sekuen pada Kraton Amerika Utara. Konsep tersebut kemudian
dikembangkan lagi olehmurid-murid Sloss di Northwestern University. Peter Vail, yang dewasa
ini dipandang sebagai pencetus konsep sekuenstratigrafi modern, adalah salah seorang diantara
murid Sloss.Salah satu karya tulis terpenting pada waktu itu adalah buah tangan Wheeler (1958)
mengenai konsep kronostratigrafi. Isimakalah itu masih tetap digunakan hingga saat ini dan
merupakan salah satu kunci dari konsep sekuen stratigrafi modern.
1.2.6 Seismik Stratigrafi
Terobosan penting dalam bidang stratigrafi terjadi pada dasawarsa 1960-an dan 1970-an, sejalan
dengan keberhasilanteknologi perekaman dan pengolahan data seismik.Pada 1977, dalam AAPG
Memoir 26, Vail dkk mengemukakan konsep-konsep sekuen dan perubahan muka air laut
globalsebagai faktor utama yang mengontrol pembentukan sekuen. Tahun itu juga menandai
pergantian tongkat kepemimpinanpengembangan konsep stratigrafi modern dari kalangan
akademisi ke kalangan industri. Pada tahun-tahun berikutnya konsepsekuen dikembangkan lebih
jauh sehingga tidak hanya diterapkan pada data seismik, namun juga pada data bor
dan singkapan(Vail dkk, 1984). Pada 1985, dalam AAPG Memoir 39, Hubbard dkk mengajukan
konsep megasekuen dan mengemukakanbahwa paket-paket endapan seperti itu terbentuk akibat
proses-proses tektonik. Dengan demikian, perdebatan antara parapendukung tektonik
dan guntara sebagai faktor pengontrol pembentukan sekuen kembali menghangat.Pada 1987,
Haq dkk menerbitkan kurva perubahan muka air laut global. Kurva itu mungkin merupakan salah
satu gambar paling kontroversial yang pernah diterbitkan oleh

kelompok Exxon,
‖ terutama karena data pendukung gagasan yang terkandung
dalam diagram itu tidak pernah diterbitkan. Banyak ahli masih bertanya-tanya apakah koreksi-
koreksi terhadap pengangkatan

 
Sekuen Stratigrafi Emery dkk (1996)
24
topsets
. Dalam
core
,
well log,
atau singkapan, perpindahan
coastal onlap
seperti itu jarang terlihat. Karena itu, dalam rekamanlubang pengeboran atau singkapan, gejala
perpindahan seperti itu perlu dicari (gambar 2-27).
Facies dislocation
adalah suatu bidang di atas mana terdapat fasies laut dangkal, sedangkan di bawah bidang itu
terdapatfasies lingkungan yang jauh lebih dalam. Dengan demikian, gejala perubahan fasies yang
berangsur seperti yang diimplikasikanoleh Hukum Walther telah "terdislokasi". Gejala dislokasi
ini mungkin jelas terlihat, misalnya ketika suatu lapisan batubaraterletak di atas batulumpur
paparan luar. Walau demikian, gejala inipun mungkin tidak tampak jelas, misalnya ketika
lower shoreface facies
ditindih langsung oleh
upper shoreface facies
, tanpa adanya endapan transisi yang berupa
middle shorefacefacies
. Dalam tatanan laut dangkal, gejala dislokasi fasies sering berasosiasi dengan terjadinya
perubahan besar butir yang tiba-tiba. Dislokasi fasies mengindikasikan terjadinya penurunan
muka air laut relatif dan pembentukan ketakselarasan daratan.Walau demikian, jejak-jejak dari
kedua peristiwa itu akan lebih jelas terlihat di daerah yang terletak lebih dekat dengan daratan.Di
lain pihak, gejala dislokasi fasies sendiri lebih jelas terlihat pada
highstand topsets
yang terletak lebih dekat dengan pusatcekungan serta pada
highstand clinoform
. Keseluruhan gejala tersebut di atas mencirikan bidang ketakselarasan ataukeselarasan yang
korelatif dengannya dan, oleh karena itu, juga menjadi ciri-ciri batas sekuen.Lembah torehan
(incised valley)
telah dijelaskan oleh Van Wagoner dkk (1990) sebagai sistem fluvial yang alurnyamemasuki
wilayah yang semula berupa paparan dan bekerja di tempat itu sebagai bentuk tanggapan sistem
tersebut terhadappenurunan muka air laut relatif. Di daerah paparan, endapan
lowstand 
pengisi lembah torehan bagian bawahnya dibatasi olehbatas sekuen, sedangkan di bagian atasnya
dibatasi oleh bidang transgresi. Gejala dislokasi fasies mungkin terjadi di bagiandasar lembah
torehan. Untuk membuktikan keberadaaan lembah torehan, kita perlu melakukan pengamatan
yang seksamaterhadap singkapan berukuran besar atau terhadap data-data sumur
yang rapat.Lembah torehan dibedakan dari alur sungai biasa dari ukurannya yang lebih dalam
dan lebih besar dibanding individu alur biasa, bahkan dari satu individu sabuk alur sungai. Level
lembah torehan lebih rendah dibanding level alur di muara sungai.Lembah itu sering diisi oleh
fasies aluvial yang merupakan bagian proksimal dari bagian akhir 
lowstand prograding wedge
.Walau demikian, lembah itu mungkin pula diisi oleh fasies estuarium atau fasies bahari yang
diendapkan sebagai bagian dari
highstand systems tract 
.Pada daerah yang terletak diantara lembah torehan dan daerah proksimal, batas sekuen
kemungkinan sangat sukar dikenal.Bukti-bukti penyingkapan permukaan seperti paleosol, gejala
oksidasi, dan gejala-gejala pelapukan hanya terjadi pada bagianterluar dari batuan sehingga
kemungkinan akan tersapu pada waktu terjadi erosi yang berasosiasi dengan transgresi.
Bidangyang menandai terjadinya erosi seperti itu disebut bidang erosi-transgresi
(E/T surface)
(Walker dan Eyles, 1991). Satu-satunyabukti yang mungkin dapat digunakan adalah
transgressive lag
yang sering memiliki besar butir jauh lebih besar dibandingendapan yang terletak dibawahnya
atau mengandung partikel-partikel lain yang bukan berasal dari endapan dibawahnya.Pada kasus
tertentu yang jarang ditemui, batas sekuen dapat dikenal dari gejala pemancungan parasekuen di
bagian bawah(lihat contoh yang diberikan oleh Van Wagoner dkk, 1990). Walau demikian,
kriteria ini hendaknya diterapkan dengan ekstrahati-hati, mengingat batas-batas parasekuen
sendiri bersifat erosional.
2.5.6
Maximum Flooding Surface
 
Dalam
well log
,
core
, atau singkapan,
maximum flooding surface
dikenal keberadaannya sebagai bidang utama yangmemisahkan endapan transgresi
(retrogradational parasequence sets)
dari endapan regresi
(progradational parasequence sets)
 yang terletak diatasnya. Di daerah proksimal,
maximum flooding surface
mungkin terletak di atas
aggradational parasequencesets
, sedangkan di daerah distal bidang ini dapat diwakili oleh
condensed section
.
Condensed section
sendiri dapat dicirikanoleh
log facies
atau litofasies yang khas seperti horizon yang kaya akan glaukonit, lapisan rijang, lapisan
batugamping, ataulapisan serpih dengan kadar radioaktif tinggi atau berkecepatan seismik
rendah. Keunikan
condensed section
dan tersebar 
 
Sekuen Stratigrafi Emery dkk (1996)
25luasnya endapan yang ekivalen dengan
condensed section
menyebabkan bidang tersebut menjadi tipe bidang sekuen stratigrafiyang paling mudah dikenal
keberadaannya (Loutit dkk, 1988). Istilah
condensed section
sinonim dengan istilah bidang hiatus
(hiatal surface)
yang digunakan oleh Galloway (1989) sebagai batas
genetic stratigraphic unit 
.Perlu dicamkan bahwa ada sejumlah
condensed section
yang tidak ekivalen dengan
maximum flooding surface
, misalnya
condensed section
yang memisahkan kipas dasar cekungan dengan kipas lereng,
condensed section
yang memisahkan kipaslereng dengan
lowstand prograding wedge
, serta
condensed section
yang merupakan bidang avulsi utama dalam suatu
systemstract 
.
2.5.7
Ravinement Surface
 
Ravinement surface
adalah bidang erosi yang terbentuk selama berlangsungnya transgresi.Swift (1968) memaparkan
bahwa paket-paket endapan transgresi dalam
cratonic basin
umumnya terletak
disconformably 
diatas strata yang terletak dibawahnya. Strata yang terletak di bawah paket-paket endapan
transgresi itu dapat berupa endapanyang telah terbentuk sebelumnya. Walau demikian, strata itu
umumnya berupa endapan laut tepian yang satu generasi denganpaket-paket endapan transgresi
yang menindihnya.Orang yang pertama-tama menyadari kebenaan bidang
disconformity 
seperti tersebut adalah Stamp (1921). Dalam makalahyang disusunnya, dia memperlihatkan
bahwa
surf zone
dari laut yang sedang bertransgresi dapat menyebabkan tertorehnyaendapan di daerah pantai.
Disconformity 
yang dihasilkan oleh proses seperti itu kemudian dinamakannya
ravinement 
.Salah satu mekanisme pembentukan bidang
ravinement 
adalah bermigrasinya gisik atau gosong pesisir ke arah daratan.Ketika muka air laut naik,
sedimen di bagian
upper shoreface
akan tererosi, kemudian diendapkan di bagian
lower shoreface
, dilepas pantai sebagai endapan badai, atau dalam laguna sebagai
washover fan
(gambar 2-29).Luas penyebaran bidang erosi yang terbentuk di daerah pesisir tergantung pada
laju penaikan muka air laut. Di daerah yanglaju subsidensinya tinggi atau laju penaikan muka air
lautnya tinggi, endapan transgresi yang lengkap akan dapat terawetkan. Dilain pihak, pada
daerah yang laju subsidensinya rendah atau laju penaikan muka air lautnya rendah, bidang erosi
menjadi lebih jelas terlihat dan paket endapan transgresi tidak terawetkan dengan lengkap
(Fischer, 1961).Selama berlangsungnya transgresi,
ravinement surface
berlaku seperti sabuk fasies yang bergerak sejajar dengan sabukfasies pantai. Dengan cara seperti
itu,
ravinement surface
kemungkinan menjadi bidang pembatas parasekuen atau parasekuenset.
Ravinement surface
utama dapat menjadi bidang penciri transgresi (yakni sebagai pembatas antara
lowstand systems tract 
 dan
transgressive systems tract 
).
2.5.8 Masalah dan Ranjau dalam Penerapan Sekuen Stratigrafi Resolusi Tinggi
Penerapan konsep-konsep sekuen stratigrafi resolusi tinggi terhadap sejumlah data bawah
permukaan tidak mudahdilakukan. Ada beberapa permasalahan yang perlu dipecahkan, yaitu:1.
 
1. Pengenalan parasekuen, dan tatanan pengendapan dari paket endapan yang diteliti, sukar
untuk dilakukan apabila kita tidakmemiliki core control, kontrol biostratigrafi yang baik, atau
indikator seismik dari tatanan cekungan.
2. Korelasi parasekuen mungkin tidak dapat dilakukan secara langsung. Parasekuen sering
sangat mirip satu sama lain.Pengkorelasian ini akan lebih mudah dilakukan apabila jarak
sumur cukup dekat, jika parasekuen yang akan dikorelasikanmemiliki bentuk log yang
khas, atau jika parasekuen itu mengandung lapisan penciri litologi, misalnya lapisan
batubara
3. Pengenalan batas sekuen tidak mudah dilakukan untuk daerah-daerah yang terletak
diantara lembah torehan dan untukbatas-batas sekuen yang tersisip diantara sejumlah
parasekuen.
4. Pembedaan antara lembah torehan dengan alur yang bukan merupakan lembah torehan
seringkali sukar dilakukan. Untukitu, Van Wagoner dkk (1990) memberi beberapa petunjuk untuk
membedakannya
5. Batas systems tract dapat dikenal karena merupakan bidang terminasi dari garis-garis
korelasi parasekuen. Bidang itusecara garis besar dibedakan menjadi tiga tipe: (a) bidang
onlap ; (b) bidang pemancungan, dan (c) bidang pembajian.Dalam prakteknya, kita sering
tidak tahu bidang terminasi seperti apa yang sedang kita hadapi dan, oleh karena itu, kita
jugatidak mengetahui khuluk dari bidang tersebut.
6. Dalam singkapan, sekuen stratigrafi resolusi tinggi relatif lebih mudah dilakukan. Dalam
singkapan sejumlah besar informasifasies dapat diperoleh dan bidang-bidang yang ada
dapat ditelusuri penyebarannya dengan cara yang relatif mudah. Walaudemikian,
pembedaan antara lembah torehan dengan lembah yang bukan merupakan lembah
torehan masih sukar untukdilakukan, walaupun idealnya dasar dari lembah torehan dapat
ditelusuri secara lateral hingga berakhir pada bidangpenyingkapan atau bidang erosi.
Singkapan di bumi ini umumnya tidak menerus dan pengkorelasian antar singkapan
tidak jarang juga menimbulkan permasalahan. Dalam singkapan ini tidak ada data
seismik yang memungkinkan kita untukmengetahui geometri strata secara umum. Walau
demikian, tebing-tebing berukuran raksasa kadangkala memberikaninformasi mengenai
geometri strata itu (sebagai contoh, lihat karya Boselini, 1984

Anda mungkin juga menyukai