Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

Insufisiensi ovarium adalah kondisi patofisiologi yang luas dimana fungsi ovarium
mengalami gangguan. Premature ovarian failure (POF) merupakan salah satu bagian dari
insufisiensi ovarium, dimana terjadi disfungsi ovarium yang menyebabkan hipoestrogenisme dan
habisnya folikel residual pada gonad berhubungan dengan oligo- atau amenorea (selama 4 bulan
atau lebih) dan subfertilitas atau infertilitas yang terjadi sebelum usia 40 tahun. POF juga dikenal
dengan nama lain yaitu premature ovarian insufficiency atau premature menopause.
Diantara wanita dengan amenorea primer, frekuensi POF adalah sebesar 10-28% dan pada
amenorea sekunder adalah 4-18%. Risiko terjadinya POF sebelum usia 40 tahun adalah 1%.
Prevalensi menopause bervariasi bergantung usia, yaitu 1:10.000 pada usia 18-25 tahun, 1:1000
pada wanita usia 25-30 tahun, dan 1:100 pada usia 35-40 tahun. Kejadian POF berhubungan
dengan turunan dari keluarga pada 15% kasus. Paling tinggi ditemukan pada etnis Kaukasian,
Afrika Amerika, dan Hispanik
Berdasarkan penyebabnya, POF dapat disebabkan oleh 2 mekanisme penyebab utama,
spontan dan diinduksi. POF spontan pertama kali ditemukan pada tahun 1930 ketika seorang
wanita mengalami amenorea dengan peningkatan kadar gonadotropin urin. POF spontan terjadi
pada kurang lebih 0.3% hingga 1.1% wanita usia reproduksif yang mengalami menopause secara
prematur. Pada wanita usia kurang dari 20 tahun, kurang dari 30 tahun, dan kurang dari 40 tahun,
insidensi POF meningkat seiring usia, yaitu 0.01%, 0.1% dan 1%, secara berurutan. Ooforektomi
bilateral bersamaan dengan isterektomi merupakan penyebab tersering POF yang diinduksi
karena operasi, terjadi pada lebih dari 200.000 wanita tiap tahunnya di Amerika Serikat.
Gejala yang ditimbulkan dapat bersifat transien atau intermiten dengan beratnya bervariasi
karena ada fluktuasi dari aktivitas ovarium pada saat awal POF spontan. Hal ini menunjukkan
adanya sindrom penarikan estrogen. Berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan laboratorium
dengan atau tanpa radiologi (ultrasonografi transvaginal) dapat menegakkan diagnosis POF.
Penyakit ini dapat mempengaruhi kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan fisik
maupun psikologis pasien serta berkurangnya kepuasan hidup seksual. Berbagai tatalaksana
dilakukan untuk mengatasi penyakit ini, mulai dari terapi hormonal dan yang terbaru dan masih
dalam tahap penelitian adalah transplantasi sel punca, injeksi intra-ovarium platelet-rich plasma,
transplantasi jaringan ovarium, ovarium artifisial, gamet artifisial, dan terapi pengganti
mitokondria. Oleh karena itu, pada tinjauan pustaka ini ingin membahas mengenai penyakit
premature ovarian failure (POF) pada wanita.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Insufisiensi ovarium adalah kondisi patofisiologi yang luas dimana fungsi ovarium
mengalami gangguan. Pasien dengan insufisiensi ovarium dapat dibagi menjadi 3 kategori
utama yaitu premature ovarian failure (POF), poor ovarian response (POR), dan
advanced maternal age (AMA) Premature ovarian failure (POF) merupakan salah satu
bagian dari insufisiensi ovarium, dimana terjadi disfungsi ovarium yang menyebabkan
hipoestrogenisme dan habisnya folikel residual pada gonad berhubungan dengan oligo-
atau amenorea (selama 4 bulan atau lebih) dan subfertilitas atau infertilitas yang terjadi
sebelum usia 40 tahun.

2.2 Etiologi
Penyebab pasti dari POF pada sebagian besar kasus tidak diketahui atau idiopatik.
Berdasarkan kejadiannya, penyebab POF dapat dibagi menjadi spontan dan diinduksi.

Tabel 1 Etiologi premature ovarian failure (POF)


Spontan Diinduksi
Idiopatik Ooforektomi bilateral, kistektomi
ovarium bilateral
Genetik Kemoterapi, agen alkilating dan
 Sindrom Turner (45XO) atau antrasiklin
mosaic Turner (45X/46XX)
 Trisomi X (47XXX atau
mosaic)
 Premutasi fragile X
 Galaktosemia (defisiensi
galactose-1-phosphate
uridyltransferase)
 Sindrom polyglandular
autoimun (tipe 1 dan 2)
 Mutasi reseptor Follicle-
stimulating hormone
 Defisiensi 17α-hydroxylase
 Defisiensi aromaterase
 Blefarofimosis, ptosis,
syndrom inversus epikantus
 Sindrom Bloom
 Ataksia telangiektasis
 Anemia Fanconi
Autoimun Sinar radiasi ekstrenal atau dalam
kavitas
Infeksi Toksin lingkungan
 Mumps ooforitis
 Tuberkulosis, malaria,
sitomegalovirus, varisela,
shigela
Embolisasi pembuluh darah pelvis

Ada beberapa alasan yang dapat menyebabkan POF, antara lain:


1. Abnormalitas genetik
Kelainan genetik berperan pada 10.8% kasus POF dan dapat dibagi menjadi
2, yaitu abnormalitas kromosomal dan gen. Abnormalitas kromosomal yang
paling sering adalah sindrom Turner, X-monosomi. Disisi lain adanya trisomi X
menyebabkan disfungsi ovarium. Abnormalitas gen dapat berhubungan dengam
mutase pada komosom X dan autosomal. Yang paling sering adalah premutasi
dari FMR 1 yang berlokasi pada kromosom X dengan meningkatkan ekspansi
kembar 3 dari CGG (55-199 kali) pada daerah yang tidak diterjemahkan. Mutasi
gen penting lainnya yang menyebabkan POF adalah BMP-15, yang terletak dalam
kromosom X, yang aktif dalam proses folikulogenesis, dan autosomal GD9,
merupakan faktor pertumbuhan yang disekresi oleh oosit yang mempengaruhi
diferensiasi oosit, granulosa, dan sel teka. Kelainan gen lainnya yang jarang
ditemukan adalah X inactivation-spesific transcript (XIST) yang terlibat dalam
inaktivasi salah satu kromosom X, POLG (mitochondrial DNA polymerase γ),
CENPI, PGMRC1, AR, FOX04, AGTR2, BHLHB9, FSHR, GNAS, FOXL2,
GALT, AIRE, STAR, CYP17A1, CYP19A1, elF2B, NOG, ATM, PMM1, dan
BMPR1B.
2. Gangguan metabolisme
Gangguan metabolisme yang menyebabkan POF adalah defisiensi 17-OH
dan galaktosemia klasik. Defisiensi 17-OH berhubungan dengan gangguan
diferensiasi seks, kariotipe 46,XX atau 46, XY, dengan gangguan enzyme
CYP17A1, yang memiliki aktivitas pada steroid 17α-hydroxylase dan 17-20-lyase
yang secara aktif bekerja di adrenal dan gonad. Galaktosemia klasik berhubungan
dengan mutasi gen GALT yang menyebabkan gangguan fungsi enzyme yaitu
galactose-1-phosphate uridylotransferase untuk metabolisme galaktosa. POF
merupakan komplikasi jangka panjang pada lebih dari 90% pasien dengan
galaktosemia.
3. Autoimun
Autoimun dilaporkan pada 30% kasus pasien dengan POF dan dapat muncul
secara tunggal atau bersama dengan penyakit autoimun lainnya, yaitu gangguan
endokrin (insufisiensi adrenal, tiroiditis Hashimoto, diabetes melitus tipe 1) dan
non endokrin (sindrom Sjogren, artritis reumatoid, sistemik lupus erimatosus,
penyakin inflamasi usus, multipel sklerosis, myasthenia gravis, dan alopesia).
Disfungsi ovarium ini merupakan komponen dari sindrom poliglandular
autoimun, yang dibagi menjadi tipe 1 (hipoparatiroid, insufisiensi adrenal,
kandidiasis mukokutaneus kronik, prevalensi POF sebesar 15%) dan tipe 2
(insufisiensi adrenal, penyakit tiroid autoimun, diabetes melitus tipe 1, dan POF
dengan frekuensi 3.6-10%). Pada pemeriksaan histologi, didapatkan adanya
ooforitis pada wanita yang terdapat autoantibodi adrenal atau ovarium yang
menyerang enzim steroidogenic (steroid-cell autoantibodies [SCA]) dengan
prevalensi 4-5%.
4. Iatrogenik
Gangguan iatrogenik dari jaringan gonad banyak ditemukan pada pasien
onkologi, yang terpapar radiasi dana gen kemoterapi. Risiko dari pengobatan
onkologi meningkatkan angka kejadian POF meningkat seiring usia setelah
pubertas, dengan dosis tinggi kemoterapi dan kombinasi terapi kemo-radiasi.
Bahan yang paling gonadotoksik adalah kombinasi kemoterapi dan penggunaan
agen alkilating sedangkan yang kurang gonadotoksik adalah antimetabolit,
antibiotik antrasiklik, vinka alkaloid. Pada radioterapi, dosis diatas 9 Gy
menyebabkan risiko tinggi insufisiensi ovarium. Operasi juga menyebabkan POF,
karena eksisi dari ovarium atau operasi pada pelvis yang menyebabkan
berkurangnya aliran darah ke gonad. Operasi endometrioma ovari berhubungan
dengan penurunan serum AMH dan berkurangnya cadangan ovarium.

Tabel 2 Paparan kemoterapi dan radiasi dan risiko POF


Agen kemoterapi Dosis radiasi dan usia saat paparan
Agen alkilating 20.3 Gy pada saat lahir
 Nitrogen mustard 18.4 Gy pada usia 10 tahun
 Klorambusil 16.5 Gy pada usia 20 tahun
 Siklofosfamid 14.3 Gy pada usia 30 tahun
 Busulfan 6.0 Gy pada usia 40 tahun atau lebih
 Melfalan
 Dakarbazin
Antrasiklin
 Doksorubisin
Hidrazine subtitusi
 Prokarbazine

5. Infeksi
POF dapat disebabkan oleh 2 virus utama, yaitu virus parotitis epidemika
dan human immunodeficiency virus (HIV). Virus parotitis epidemika
menyebabkan gondok ooforitis yang berefek pada kerusakan ovarium yang
bersifat reversibel. Pada kasus HIV, yang merusak ovarium adalah terapi
antiretrovirusnya. Selain itu, terdapat hubungan antara POF dan infeksi lainnya,
tuberkulosis, varisela, sitomegalovirus, malaria, namun kontribusinya masih
belum jelas.
6. Faktor lingkungan
Polutan dan racun lingkungan berperan dalam patogenesis POF. Substansi
penyebabnya adalah bisphenol A (plastik untuk pengepakan makanan),
hidrokarbon aromatic polisiklik, bifenil poliklorinated, pestisida, dioksin,
genistein, atau asap rokok. Sejauh ini efek yang jelas diketahui adalah pengaruh
asap rokok dengan POF.
2.3 Faktor Risiko
Berdasarkan penelitian retrospektif yang dilakukan di Tiongkok untuk menilai
hubungan antara karakteristik demografis, riwayat penyakit dahulu, dan kebiasaan hidup
terhadap kecenderungan POF pada 553 pasien didapatkan bahwa keturunan, operasi pelvis,
gondok, dan paparan agen kimia merupakan faktor risiko POF. Peningkatan risikonya
secara berurutan adalah OR 5.53 [2,15 - 14,23]; 3,26 [2,38 - 4,47]; 28,12 [8,84 - 89,46];
dan 4,47 [2,09 - 9,58]. Diet vegetarian, konsumsi teh dan air mineral menurunkan risiko
POF (OR 0,27 [0,19 - 0,37]; 0,04 [0,03 - 0,07]; 0,63 [0,47 - 0,85], masing-masing). Oleh
karena itu, diperlukan konsultasi genetik untuk membantu wanita yang memiliki garis
keturunan menopause dini untuk menghindari konsekuensi dari POF. Menghindari paparan
gangguan endokrin dan asupan flavonoid perlu dipertimbangkan.
Pada penelitian lainnya yang dilakukan terhadap 168 pasien dengan POF di Funing
County Hospital TCM untuk mengetahui risiko dan faktor protektif yang berhubungan
dengan POF. Abortus artifisial, riwayat penyakit mumps, perokok pasif, kualitas tidur yang
buruk berhubungan dengan faktor risiko POF, dan latihan fisik sebagai faktor protektif
POF. Insiden POF pada pasien usia 35-40 tahun lebih tinggi dibandingkan pada usia 17-24,
25-29 dan 30-34, dan terdapat signifikansi statistik (P <0,01). Ada signifikansi statistik
dengan perbandingan graviditas, waktu aborsi, riwayat mumps, riwayat operasi ovarium,
perokok pasif, olahraga, asupan produk kacang-kacangan, kualitas tidur, karakter tipe-A
dan perasaan banyak stres (P <0,05). Analisis regresi logistik multi-faktor lebih lanjut
menunjukkan bahwa aborsi buatan, riwayat mumps, perokok pasif, kualitas tidur yang
buruk merupakan faktor risiko independen untuk POF (OR = 5.555, 3.906, 4.031, 3.723,
5.912), dan olahraga termasuk dalam faktor protektif untuk POF (OR = 0,102).

2.4 Diagnosis
Tanda klinis pertama dan utama dari insufisiensi ovarium adalah iregularitas siklus
menstruasi onset baru yang bervariasi dari tidak sering hingga terlalu sering sebelum
amenorea (siklus terlambat, amenorea primer, amenorea sekunder). Pada sebesar 76%
pasien dengan POF dapat mengalami siklus menstruasi regular pada saat pubertas dan
masa dewasa, diikuti dengan gangguan siklus dikemudian hari. Fungsi ovarium pada POF
tidak dapat diprediksi, dapat mengalami ovulasi spontan pada 20% kasus dan konsepsi
pada 5-10% wanita. Gejala klinis lainnya yang sering adalah hot flushes, keringat malam
hari, gejala vagina, dispareunia, kekeringan vagina, gangguan tidur, perubahan mood,
konsentrasi menurun, mata kering, gangguan frekuensi kencing, libido menurun, dan
menurunnya energi akibat dari penurunan kadar estrogen di darah dan terjadi menopause.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan depigmentasi atau hiperpigmentasi kulit
(menunjukkan gangguan autoimun) dan tanda hipoestrogenisme. Selain itu dapat
ditemukan tanda defisiensi estrogen yaitu berkurangnya atau keterlambatan munculnya
karakteristik seks sekunder (ketika POF muncul pada onset pubertas) atau gambaran atrofi
genital. Tanda-tanda gangguan kromosomal juga perlu dievaluasi, yaitu pendek, valgus
kubiti, dan punuk lemar servikal dorsum yang spesifik pada sindrom Turner.
Kriteria diagnosis dari POF adalah adanya amenorea selama minimal 4 bulan pada
wanita usia kurang dari 40 tahun dan peningkatan kadar FSH >25 IU/L (diulang pada
interval 4 minggu) dengan menurunnya kadar estradiol (E2) (<50 pg/mL). Kadar serum
FSH merupakan pemeriksaan standar baku dalam penegakan diagnosis POF. Berdasarkan
temuan klinis dan kadar serum FSH, POF dapat diklasifikasikan menjadi 5, yaitu:
a. Insufisiensi ovarium primer tersembunyi: infertilitas tidak dapat dijelaskan dan
kadar FSH serum basal normal
b. Insufisiensi ovarium primer biokimia: infertilitas tidak dapat dijelaskan dan terjadi
peningkatan kadar FSH serum basal
c. Insufisiensi ovarium primer nyata: siklus menstruasi tidak teratur dan terjadi
peningkatan kadar FSH serum basal
d. Kegagalan ovarium prematur: menstruasi tidak teratur atau sesekali selama
bertahun-tahun, kemungkinan hamil, dan ada peningkatan kadar FSH serum basal
e. Menopause dini: amenorea, infertilitas permanen, dan penipisan folikel primordial
Anti-Mullerian Hormone (AMH) harus diinterpretasikan bersamaan dengan kadar
FSH dan estrogen dimana kadar serum AMH yang rendah hingga tidak terdeteksi dengan
peningkatan kadar FSH dan menurunnya kadar E2 menegakkan kecurigaan kearah POF.
AMH menjadi pilihan utama periksaan pada awal saat terjadi iregularitas siklus menstruasi
karena pada saat ini kadar FSH masih fluktuasi aik dan turun sehingga dapat menunjukkan
hasil negatif palsu. Pemeriksaan ultrasonografi transvaginal dapat mengkonfirmasi adanya
gangguan pada ovarium, dengan temuan sebagai berikut: ekogenisitas endometrium tipis
(<4 mm), volume ovarium kecil, dan jumlah folikel antral rendah (<5). Pemeriksaan
ultrasonografi tidak terlalu penting dalam penegakan diagnosis POF.
Pada kasus amenorea sekunder, perlu dieksklusi kehamilan dengan menilai kadar
serum beta-HCG (human chorionic gonadotropin) dan memeriksakan kadar hormon
thyroid-stimulating hormone (TSH) dan prolaktin, untuk eksklusi penyakit endokrin.
Analisis kromosomal direkomendasikan pada seluruh wanita dengan POF dan pada insiden
gonadektomi kromosom Y, karena berisiko untuk mengalami neoplasia gonad (10-30%).
Pada seluruh wanita dengan POF dan keluarganya perlu dilakukan tes premutasi fragile-X.
Penting untuk dilakukan penilaian kadar antibodi adrenal (21OH-Ab) dan antibodi tiroid
(TPO-Ab) untuk menilai fungsi kelenjar endokrin.

Tabel 3 Pertimbangan pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis pada POF


Pemeriksaan laboratorium Kegunaan
Human Chorionic Gonadotropins Eksklusi kehamilan
Follicle-stimulating hormone Menilai aksis hipotalamus-pituitari-
Estradiol ovarium
Anti-mullerian hormone Menilai cadangan ovarium
Kariotipe, premutasi fragile X mental Menilai etiologi genetic
retardation 1 (FMR1)
Thyroid-stimulating hormone Menilai fungsi tiroid
Thyroid peroxidase antibody Menilai risiko disfungsi tiroid dan
21-hydroxylase antibody adrenal
Pemeriksaan radiologi Kegunaan
Ultrasonografi transvagina Menilai jumlah folikel antral untuk
menilai cadangan ovarium
Scan absorptiometry X-ray dual- Menilai densitas tulang
energy

Kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan pada wanita dengan POF
menurun karena terjadi peningkatan risiko kardiovaskular, berkurangnya densitas mineral
tulang sehingga menyebabkan osteoporosis, dan perubahan atrofi pada sistem
genitourinary. Penyakit ini memiliki dampak negatif terhadap kesejahteraan psikologis
pasien, berhubungan dengan kegagalan kehamilan, dan berkurangnya kepuasan hidup
seksual.
2.5 Tatalaksana
2.5.1 Terapi hormonal
Tujuan terapi hormonal pada POF adalah untuk menyamakan kadar endogen
hormon seks, yang mirip dengan kadar serum E2 yaitu sekitar 100 pg/mL untuk
mengurangi efek samping hipoestrogen. Ketika terapi hormonal diinisiasi maka harus
terus digunakan hingga usia menopause normal (kurang lebih usia 51 tahun). Terapi
hormonal dapan menurunkan risiko morbiditas janga lama. Pemilihan terapi
hormonal didasarkan pada dosis, rute, dan regimen.
Pemberian terapi hormonal disesuaikan berdasarkan onset waktu terjadinya
POF. POF yang terjadi pada usia sebelum pubertas, pemberian terapi hormonal
disesuaikan dengan fisiologi pubertas dimana terjadi peningkatan bertahap pada
kadar estrogen yang bersirkulasi. Tujuan terapi hormonal ini untuk mencapai paparan
peningkatan kadar estrogen secara progresif selama berbulan-bulan, dimulai dengan
dosis 17-β estradiol yang sangat rendah (6.25 μg/hari transdermal atau 0.25mg/hari
oral micronized). Dosis 17-β estradiol ditingkatkan secara bertahap setiap 3-6 bulan
selama 2 tahun hingga dosis dewasa tercapai atau menstruasi spontan terjadi dengan
penambahan regimen progesterone siklik (100 – 200 mg/ hari oral micronized selama
12-14 hari). Pada wanita usia muda tidak disarankan menggunakan kontrasepsi
hormonal hingga estrogen dapat menginduksi pubertas dapat tercapai karena
penggunaan kombinasi regimen hormonal dapat menyebabkan pembentukan
payudara tubular.
POF yang terjadi setelah pubertas membutuhkan dosis estrogen sistemik yang
lebih tinggi. Pemberian estrogen secara transdermal memberikan efek yang lebih
baik dibandingkan oral karena dapat mengurangi risiko kejadian tromboemboli dan
menjaga kadar estradiol di sirkulasi. Dosis awal estradiol yang diberikan secara
transdermal adalah 100 μg/hari, oral 1-2 mg/hari, atau estrogen konjugasi dengan
dosis 0.625-1.25 mg tiap hari. Penggunaan estrogen dapat dikombinasikan dengan
kontrasepsi hormonal untuk mengontrol gejala, perlu dilakukan pencegahan minggu
plasebo bebas hormon untuk meminimalisir kemungkinan kekambuhan gejala
hipoestrogenemia pada periode waktu bebas hormon. Pada pasien POF yang
menginginkan menggunakan kontrasepsi disarankan menggunakan kontrasepsi
barrier dan IUD. Pada pasien yang masih memiliki uterus, perlu ditambahkan
regimen progesterone untuk meminimalkan risiko hiperplasia endometrium atau
kanker endometrium. Regimen progesterone yang dapat digunakan adalah
medroxyprogesterone acetate 10 mg/hari selama 12 hari setiap bulannya dan oral
atau vagina micronized progesterone 100 mg/hari atau 200 mg/hari selama 10-12 hari
tiap bulan.
2.5.2 Transplantasi sel punca
Sel punca merupakan spektrum luas dari sel dalam tubuh manusia yang belum
terdiferensiasi dan memiliki kemampuan untuk memperbaharui diri, proliferasi, dan
diferensiasi menjadi beberapa organ dan jenis sel spesifik terhadap jaringannya. Pada
beberapa penelitian menemukan bahwa sel punca multipotent terutama sel punca
mesenkimal memiliki efek terapeutik potensial untuk insufisiensi ovarium. Sel punca
ini mengurangi risiko rejeksi dan tumorigenik dan meningkatkan angka
kelangsungan hidup sel punca sehingga terapi lebih efisien dan aman. Kegunaan lain
dari sel punca adalah sel ini dapat migrasi ke jaringan atau organ yang rusak dan
berdiferensiasi menjadi sel spesifik jaringan, memperbaiki jaringan, dapat berfungsi
sebagai modulator parakrin yang mensekresikan faktor pertumbuhan (TGF-α, TGF-
β, EGF, IGF-1) dan sitokin anti-inflamasi (IL, TNF, INF-γ), kemokin, dan protein
mitogenik dan mempromosikan vaskularisasi dan proliferasi. Sejauh ini efek
samping yang paling berbahaya yang dapat timbul adalah keganasan akibat
proliferasi sel yang berlebihan.
Pada pasien wanita dengan POF yang mendapatkan transplantasi sumsum
tulang didapatkan bahwa wanita tersebut dapat mengalami konsepsi natural pada
beberapa penelitian oleh karena sel punca dari sumsum tulang yang migrasi ke
ovarium. Terjadi peningkatan fertilitas dan kelahiran hidup. Pada penelitian
eksperimental terhadap hewan didapatkan bahwa sel punca pada tikus yang
mengalami insufisiensi ovarium dapat membaik, sekresi estrogen membaik, dan
reaktivasi pertumbuhan folikel, apoptosis sel granulosa dikurangi, dan munculnya
angiogenesis.
2.5.3 Injeksi intra-ovarium platelet-rich plasma
Platelet-rich plasma (PRP) merupakan komponen penting untuk mekanisme
perbaikan dasar pada individu yang sehat. Mekanisme fisiologis yang bekerja adalah
proliferasi, angiogenesis, kematian sel yang terprogram, dan migrasi sel, yang
semuanya dipengaruhi oleh vascular endothelial growth factors (VEGF), platelet-
derived growth factor AB (PDGF-AB), dan TGF-b1. Kelebihan dari PRP adalah
karena sifatnya autologous, maka dapat meminimalisir efek samping pemberian.
Tindakan PRP adalah tindakan invasive yang perlu kewaspadaan dalam
pelaksanaannya dan bergantung pada dokter yang mengerjakan. Selain itu diperlukan
injeksi lebih dari 1 kali.
Injeksi intra-ovarium dari PRP pada hewan meningkatkan produksi oosit,
perkembangan folikel, dan penurunan kejadian apoptosis. Pada penelitian didapatkan
bahwa pasien yang diterapi dengan injeksi PRP intraovarium mengalami restorasi
fungsi ovarium dan siklus menstruasi 1-3 bulan setelah terapi. Didapatkan perbaikan
dari hormone setelah injeksi PRP.
2.5.4 Transplantasi jaringan ovarium
Kriopreservasi jaringan ovarium masih dalam tahap eksperimen. Teknik
transplantasinya juga masih dipelajari, namun disebutkan bahwa transplantasi
ortotopik merupakan cara yang optimal untuk perkembangan folikel. Namun, ada
keterbatasan jumlah fragmen jaringan yang dapat ditransfer karena ruang yang
sempit, sementara tingkat invasi merupakan keterbatasan mayor yaitu adesi pelvis
berat. Metode ini dapat dilakukan secara teknis karena jaringan ovarium yang
digunakan dikarakteristikkan oleh struktur matriks ekstraseluler padat dengan
kompleks selularitas. Kekurangannya dari transplantasi autologous adalah risiko
memperkenalkan kembali sel kanker pada ovarium yang telah ditangani. Rejeksi oleh
karena imunitas menjadi masalah utama pada pendekatan ini. Selain itu, komplikasi
lainnya adalah iskemia karena kurangnya anastomosis pembuluh darah saat prosedur
transplantasi jaringan.
2.5.5 Ovarium artifisial
Pembentukan jaringan ovarium artifisial adalah tempat pertumbuhan dan
“panen” oosit. Sampai sekarang, pendekatan ini dilakukan pada hewan di mana
kompleks sel-oosit granulosa dikumpulkan dan dilakukan kultur in vitro 3D.
Mengikuti proliferasi standar, hasil oosit lebih tinggi daripada yang dapat dicapai
dengan pendekatan IVF konvensional. Demikian juga, pembuatan ovarium artifisial
3D telah dicoba untuk mengatur, dan memungkinkan pematangan oosit manusia.
Tiga jenis sel ovarium dimasukkan yaitu sel teka, granulosa dan oosit. Dengan
memasukkan sel teka sebagai komponen fundamental dari ovarium 3D, produksi
hormonal tercapai. Dalam keadaan ini, pematangan dan perkembangan oosit
primordial dapat dimungkinkan.
Strategi bioteknologi untuk memulihkan kesuburan dan mengatasi insufisiensi
ovarium meliputi transplantasi jaringan ovarium baru atau kriopreservasi dan
rekayasa jaringan yang melibatkan implementasi faktor pertumbuhan, sel punca, sel
punca pluripotent, sel punca mesenkimal, dan biomaterial. Berbagai upaya yang
berhasil dalam melakukan kriopreservasi jaringan ovarium dan transplantasi.
Berkenaan dengan konsep ovarium artifisial, pertimbangan lebih lanjut harus
dipertimbangkan. Perlu diwaspadai bahwa mengekspos jaringan pada lingkungan
luar dapat menimbulkan masalah bioetika.
2.5.6 Gamet artifisial
Jenis sel yang digunakan untuk pembentukan gamet artifisial adalah turunan
sel punca germinal, induced pluripotent stem cells (iPSCs), somatic cell nuclear
transfer to embryonic stem cells (SCNT), dan SNCT terhadap donor oosit. Penelitian
menggunakan gamet artifisial hanya didapatkan keberhasilan implementasinya pada
hewan namun belum pada manusia. Tatalaksana ini dapat digunakan sebagai pilihan
alternative pada pasien yang kurang potensi untuk memproduksi gamet fungsional
yaitu pada wanita dengan insufisiensi ovarium prematur.
2.5.7 Terapi pengganti mitokondria
Mitokondria merupakan sumber energi sel yang fungsinya dalam preimplantasi
dan implantasi embrio sedang dipelajari dalam beberapa dekade terakhir. Proses
fertilisasi dan perkembangan embrio membutuhkan sejumlah besar adenosine
triphosphate (ATP) yang diproduksi dari mitokondria. Komponen DNA mitokondria
oosit (mtDNA) berhubungan dengan kualitas oosit yang jelek dan insufisiensi
ovarium. Pada penelitian yang menggunakan mitokondria dari donor wanita muda
mendapatkan hipotesis bahwa mitokondria memperbai preimplantasi embrio dengan
perkembangan yang lebih baik pada stadium awal. Penelitian penggunaan metode ini
hanya dilakukan pada binatang dan tidak didapatkan efek samping dari interaksi
mitonukleus, namun belum ada penelitian terhadap manusia. Jadi efektivitas dan
keamanan dari metode ini pada manusia perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.
Transfer mitokondria ini menggunakan sistem autologous germline
mitochondrial energy transfer (AUGMENT), dimana mengisolasi mitokondria dari
donor, diproses, dan diinjeksikan ke oosit resipien. Hasil yang didapat dari teknik
AUGMENT ini pada salah satu penelitian adalah angka kehamilan meningkat
sebanyak 35%. Selain itu dapat dilakukan transfer mitokondria heterologous atau
terapi pengganti mitokondria yang dilakukan untuk menghindari transmisi penyakit
mitokondria. Terdapat 4 protokol untuk transper pengganti mitokondria, yaitu
pronuclear transfer (PNT), polar body transfer (PBT), maternal spindle transfer
(MST), dan germinal vesicle transfer (GVT). PNT memerlukan penggunaan donor
zigot saat pengeluaran pronucleus dan badan polar, sedangkan PBT MST dan GVT
memerlukan oosit MII enukleasi donor.
BAB III

KESIMPULAN

Premature ovarian failure (POF) merupakan masalah medis dibidang kebidanan dan
kandungan yang berat dan secara signifikan mempengaruhi kehidupan pasien. POF berhubungan
dengan menopause dini (kurang dari 40 tahun) yang menyebabkan gangguan keseimbangan
hormonal (FSH, estrogen). Etiopatologi POF dalam banyak kasus tetap tidak dapat dijelaskan.
Bukti penyebab genetik yang berkembang baru-baru ini menunjukkan adanya mutasi baru, yang
mungkin menjadi penyebab dari kondisi yang sejauh ini dikenal sebagai "POF idiopatik". Selain
genetik, etiologi penyebabnya adalah gangguan metabolisme, autoimun, iatrogenik, infeksi, dan
faktor lingkungan. Diagnosis dan evaluasi POF, selain kadar hormon (FSH, estrogen, AMH),
mencakup kondisi lain yang menyebabkan amenorea, seperti kariotipe, kehamilan, penyakit
kelenjar tiroid, atau hiperprolaktinemia. Bagian penting dari evaluasi ini adalah penilaian
kemungkinan penyakit autoimun yang mungkin menyertai POF. Dapat dilakukan pemeriksaan
radiologi meskipun bukan standar baku penegakan diagnosis.
Terlepas dari etiologinya, POF adalah keadaan kekurangan estrogen yang memiliki dampak
jangka pendek dan panjang terhadap kesehatan dan kesejahteraan psikososial. Beberapa upaya
penelitian yang sedang berlangsung dilakukan untuk penatalaksanaan pasien pada saat ini selain
terapi hormonal, yaitu transplantasi sel punca, injeksi intra-ovarium platelet-rich plasma,
transplantasi jaringan ovarium, ovarium artifisial, gamet artifisial, dan terapi pengganti
mitokondria. Inisiasi terapi hormonal (estrogen dengan atau tanpa progesterone) tepat waktu dan
pendekatan multi-disiplin merupakan landasan efektif mengelola penyakit ini. Memastikan
bahwa kesehatan fisik, psikologis, dan emosional yang dihasilkan terpenuhi dan kesejahteraan
jangka pendek dan jangka panjang para wanita dengan POF dapat dioptimalkan

Anda mungkin juga menyukai