Sumber:
Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS) atau yang biasa disebut sebagai anovulasi
hiperandrogenik (HA), atau sindrom Stein-Leventhal merupakan penyakit ginekologi
endokrin yang sering terjadi pada wanita usia produktif. 1 Prevalensi PCOS sebesar 15-20%
menurut ESHRE, yang mana banyak terjadi pada pasien yang berusia 15 – 30 tahun.
Penegakan diagnosis pada sindrom ini dapat menggunakan kriteria Rotterdam 2003 yaitu,
oligo-anovulasi atau anovulasi kronis, tanda klinis dan/atau biokimia hiperandrogenemia dan
gambaran ovarium polikistik. Populasi dan kriteria diagnosis menyebabkan beragamnya
prevalensi PCOS.2,3
Faktor eksternal dan internal berperan dalam perkembangan penyakit PCOS ini,
termasuk resistensi insulin (IR), hiperandrogenisme (HA), faktor lingkungan, genetik, dan
epigenetik. Selain itu, PCOS beresiko pada komplikasi penyakit kardiovaskular, diabetes
mellitus tipe 2, sindrom metabolik, depresi, dan kecemasan.4,5,6
Penyebab pasien datang ke dokter dengan berbagai keluhan, seperti : terdapat siklus
menstruasi yang terganggu (dengan sekitar 85-90% mengalami oligomenore dan dengan
sekitar 30-40% mengalami amenore sekunder), infertilitas terjadi sekitar 90%–95%, serta
keluhan lainnya seperti hirsutisme terjadi sekitar 70% dan jerawat (15-30%). Berdasarkan
pengamatan yang dilakukan oleh Sumapraja, pasien dengan PCOS yang memiliki masalah
dalam ovulasi dan ovarium polikistik yaitu sekitar 44,7%.3,7
Sumber:
1. El Hayek S, Bitar L, Hamdar LH, Mirza FG, Daoud G. Poly Cystic Ovarian
Syndrome: An Updated Overview. Front Physiol. 2016 Apr 5;7.
2. Nandi A, Chen Z, Patel R, Poretsky L. Polycystic ovary syndrome. Endocrin Metab
Clin 2014;43(1):123-47.
3. Sirmans S, Pate K. Epidemiology, diagnosis, and management of polycystic ovary
syndrome. Clin Epidemiol 2013;6(1):1-13.
4. Ganie M, Vasudevan V, Wani I, Baba M, Arif T, Rashid A. Epidemiology,
pathogenesis, genetics & management of polycystic ovary syndrome in India.
Indian J Med Res. 2019;150(4):333.
5. Glueck CJ, Goldenberg N. Characteristics of obesity in polycystic ovary syndrome:
Etiology, treatment, and genetics. Metabolism. 2019 Mar;92:108–20.
6. Damone AL, Joham AE, Loxton D, Earnest A, Teede HJ, Moran LJ. Depression,
anxiety and perceived stress in women with and without PCOS: a community-based
study. Psychol Med. 2019 Jul 22;49(09):1510–20.
7. Sumapraja K, Pangastuti N. Profile of Policystic Ovarian Syndrome Patients in Dr.
Cipto Mangunkusumo General Hospital Jakarta March 2009 - March 2010.
Indonesian Journal of Obstetrics and Gynecology 2011;35(1).
DIAGNOSIS
A. Kriteria Rotterdam
Menurut konsensus Rotterdam, sindrom ovarium polikistik (PCOS)
didefinisikan dengan adanya dua dari tiga kriteria berikut: oligo-anovulasi,
hiperandrogenisme, dan ovarium polikistik (≥ 12 folikel berukuran diameter 2-9 mm
dan/atau volume ovarium > 10 mL dalam setidaknya satu ovarium). 1
a) Oligo-Anovulasi
Disfungsi ovulasi adalah fitur diagnostik utama PCOS dengan siklus
menstruasi tidak teratur, sebagaimana tercermin dalam kriteria Rotterdam. Disfungsi
ovulasi dapat terjadi dengan siklus teratur. Suatu penilaian hormonal relevan jika
secara klinis dicurigai PCOS dan siklusnya teratur. Siklus yang tidak teratur dan
disfungsi ovulasi juga merupakan komponen normal dari transisi pubertas dan
menopause sehingga menentukan kelainan pada tahap kehidupan ini masih menjadi
tantangan. Memang, kontroversi terbesar dalam kriteria diagnostik ini adalah selama
transisi pubertas. Ketika siklus tidak teratur mencerminkan kematangan reproduksi
dan kemungkinan juga menunjukkan PCOS, diagnosis yang akurat perlu dilakukan
karena dapat terjadinya over-diagnosis. Terdapat suatu rekomendasi yang digunakan
untuk menegakkan diagnosis PCOS, yaitu :
1. Siklus menstruasi yang tidak teratur didefinisikan sebagai:
• Normal pada tahun pertama pasca menarche sebagai bagian dari transisi
pubertas
• > 1 sampai < 3 tahun pasca menarche: siklusnya < 21 atau > 45 hari
• > 3 tahun pasca menarche hingga perimenopause: siklusnya < 21 atau > 35
hari atau < 8 siklus per tahun
• > 1 tahun pasca menarche > 90 hari untuk satu siklus
• Amenore primer pada usia 15 atau > 3 tahun pasca thelarche (perkembangan
payudara)
2. Pada remaja dengan siklus menstruasi yang tidak teratur, waktu optimal penilaian
dan diagnosis PCOS harus didiskusikan dengan pasien, dengan
mempertimbangkan tantangan diagnostik pada tahap kehidupan ini dan faktor
psikososial dan budaya
3. Untuk remaja yang memiliki gambaran PCOS tetapi tidak memenuhi kriteria
diagnostik, dapat dipertimbangkan untuk melakukan penilaian ulang, disarankan
pada saat 8 tahun pasca menarche
b) Hiperandrogenisme
Tanda dan gejala kelebihan androgen yang parah dapat menyebabkan
virilisasi (misalnya kebotakan pola pria, hirsutisme parah, dan klitoromegali) dan
maskulinisasi. Virilisasi jarang terjadi. Bukti klinis menunjukkan bahwa yang paling
umum adalah kelebihan androgen ringan sampai sedang seperti hirsutisme, jerawat,
dan alopecia.2
Tanda klinis hiperandrogenisme yang paling sering dijumpai adalah adanya
rambut terminal seperti pria pada wanita atau "hirsutisme". Peningkatan androgen
terdeteksi pada sebagian besar (> 70%) wanita dengan hirsutisme. Alat penilaian
visual yang paling umum adalah Ferriman-Gallwey (mFG) yang dimodifikasi untuk
menilai rambut terminal (rambut yang akan tumbuh > 5mm jika dibiarkan tanpa
gangguan, biasanya berpigmen, dan bermedula). mFG menilai sembilan area tubuh,
yaitu: bibir atas, dagu dan leher, dada bagian atas (tidak termasuk puting susu), perut
bagian atas (di atas umbilikus), perut bagian bawah (juga dikenal sebagai lambang
pria), paha (depan dan/atau punggung), punggung atas, punggung bawah, dan lengan
atas. Setiap area dinilai secara visual dari nol (tidak ada rambut terminal yang
terlihat) hingga empat (rambut terminal konsisten seperti pria yang berkembang
dengan baik).2 Skor Ferriman Gallwey (mFG) yang dimodifikasi dengan hasil ≥ 4-6
yang menunjukkan hirsutisme
Sumber:
1. Smet ME, McLennan A. Rotterdam criteria, the end. Australas J Ultrasound Med. 2018
May 17;21(2):59-60. doi: 10.1002/ajum.12096. PMID: 34760503; PMCID:
PMC8409808.
2. Teede H, Misso M, Costello M, Dokras A, Laven J, Moran L, et al. International
evidence-based guideline for the assessment and management of polycystic ovary
syndrome 2018. National Health and Medical Research Council (NHMRC). 2018. 1–198
p.
3. Lizneva D, Suturina L, Walker W, Brakta S, Gavrilova-Jordan L, Azziz R. Criteria,
prevalence, and phenotypes of polycystic ovary syndrome. Fertil steril 2016; 106(1).
4. Dewailly D, Gronier H, Poncelet E, Robin G, Leroy M, Pigny P, et al. Diagnosis of
polycystic ovary syndrome (PCOS): revisiting the threshold values of follicle
count on ultrasound and of the serum AMH level for the definition of
polycystic ovaries. Hum Reprod 2011; 26: 3123–9.
5. Lujan ME, Jarrett BY, Brooks ED, Reines JK, Peppin AK, Muhn N, et al. Updated
ultrasound criteria for polycystic ovary syndrome: reliable thresholds for
elevated follicle population and ovarian volume. Hum Reprod 2013; 28: 1361–
8.
6. Dewailly D, Lujan ME, Carmina E, Cedars MI, Laven J, Norman
RJ, et al. Definition and significance of polycystic ovarian morphology: a task
force report from the Androgen Excess and Polycystic Ovary Syndrome
Society. Hum Reprod Update 2014; 20(3): 334–52.
7. Coelho Neto MA, Ludwin A, Borrell A, Benacerraf B, Dewailly D, Da Silva Costa
F, et al. Counting ovarian follicles by ultrasound: a practical guide. Ultrasound
Obstet Gynecol 2018; 51: 10–20.
8. Seifer, D.B. and D.T. MacLaughlin, Mullerian Inhibiting Substance is an ovarian growth
factor of emerging clinical significance. Fertility and Sterility. 2007; 88(3): p. 539-546.
TATALAKSANA
A. Non-Farmakologi
Intervensi gaya hidup adalah pengobatan lini pertama, termasuk strategi
perilaku, diet dan olahraga. Perilaku gaya hidup sehat yang mencakup makan sehat dan
aktivitas fisik teratur harus direkomendasikan pada semua penderita PCOS untuk
mencapai dan/atau mempertahankan berat badan yang sehat, memperbaiki kondisi
hormonal, kesehatan umum, dan kualitas hidup.2
Umumnya 30-75% wanita yang menderita PCOS di seluruh dunia mengalami
kondisi berat badan yang berlebihan atau obesitas. Oleh karena itu, pengobatan lini
pertama untuk wanita dengan PCOS dengan indeks massa tubuh (BMI) ≥ 25 kg/m2
adalah pengurangan berat badan, dan wanita PCOS yang memiliki BMI ≤25 kg/m2
disarankan untuk menjaga berat badan mereka untuk menghindari komplikasi dari
obesitas. Sehingga, keduanya disarankan untuk membatasi asupan makanan serta
olahraga sebagai pengobatan lini pertama untuk PCOS.1 Telah dilaporkan bahwa
penurunan berat badan 2-5% dapat secara signifikan meningkatkan fungsi metabolisme
dan reproduksi, termasuk meningkatkan konsenterasi SHBG, yang dapat menyebabkan
penurunan kadar androgen bebas dan meningkatkan fungsi dari ovulasi.1 Bagi pasien
dengan obesitas, harus melakukan penurunan berat badan sekitar 5 sampai 10 % dari
berat badan awal.55 Intervensi nutrisi untuk menurunkan berat badan meliputi defisit
kalori 30% atau 500 -750 kkal/hari (1.200 hingga 1.500 kkal/hari) dengan komposisi
yang seimbang disertai dengan tinggi serat.2
Jenis olahraga yang sebaiknya dilakukan adalah olahraga dengan intensitas
sedang, seperti jalan cepat, lari, berenang, bersepeda, dan aerobik. Durasi (Durasi)
latihan minimal 30 menit. Untuk menurunkan berat badan, frekuensi olahraga yang
disarankan adalah 3 sampai 5 kali seminggu. Sebuah hasil penelitian menunjukkan,
modifikasi gaya hidup yang baik dapat memicu perbaikan pada profil antropometrik,
gejala hirsutisme, dan kadar insulin.3
B. Farmakologi
1. Combined Oral Contraceptive Pills (COCP)
Penatalaksanaan gangguan menstruasi pada pasien PCOS tidak hamil
adalah dengan menggunakan kontrasepsi kombinasi. Kontrasepsi kombinasi,
termasuk pil kontrasepsi oral, biasanya diresepkan untuk orang dewasa dan remaja
dengan PCOS untuk memperbaiki gejala klinis dan gangguan hormonal yang terkait.
Efek COCPs pada siklus menstruasi, hirsutisme, penurunan berat badan, rasio
pinggang/pinggul, konsentrasi testosteron, profil lipid dan kadar gula darah
dilaporkan secara bervariasi dan tergantung pada jenis COCP yang digunakan, durasi
penggunaan, keparahan presentasi/fenotipe, kepatuhan terhadap rejimen, dan di
antara faktor-faktor lainnya. Berbagai kombinasi COCP tersedia dengan preparat
estrogen dan progestin heterogen dengan berbagai sifat farmakologis dan klinis.
Dengan demikian, kemanjuran dan konsekuensi COCP pada PCOS dapat bervariasi.
Beberapa sediaan juga mengandung estrogen alami sebagai pengganti etinilestradiol
sintetik (EE) dengan manfaat dan kontraindikasi yang dianggap serupa. 2 Pengunaan
COCP disarankan pada wanita dewasa dengan PCOS untuk pengelolaan
hiperandrogenisme dan/atau siklus menstruasi yang tidak teratur. Dosis terendah
esterogen yang efektif adalah, 20-30 mikrogram etinilestradiol atau setara.
Pertimbangan efek samping diperlukan sebelum meresepkan COCP.
Kontraindikasi absolut untuk penggunaan COCP menurut (WHO), yaitu :
riwayat migrain dengan aura, deep vein thrombosis (DVT)/pulmonary emboli (PE),
mutasi trombogenik, beberapa faktor risiko penyakit kardiovaskular, riwayat
penyakit jantung iskemik atau stroke, penyakit katup jantung yang rumit, kanker
payudara, neuropati, sirosis berat dan tumor hati ganas Bukti saat ini menunjukkan
bahwa COCPs yang mengandung levonorgestrel, norethisterone dan norgestimate
dikaitkan dengan risiko relatif terendah DVT. Juga, WHO merekomendasikan bahwa
COCPs dengan 35 mikrogram EE dan cyproterone acetate hanya boleh digunakan
ketika mengobati hirsutisme atau jerawat sedang hingga parah karena risiko DVT
yang lebih tinggi. Untuk kontrasepsi, siklus menstruasi yang tidak teratur dan
hirsutisme ringan sampai sedang, preparat berisiko rendah lainnya direkomendasikan
sebagai lini pertama.4
2. Klomifen Sitrat
Klomifen sitrat adalah pengobatan lini pertama untuk menginduksi
ovulasi selama siklus ovulasi dengan tingkat keberhasilan 70-80%. Tingkat
kehamilan pada penderita PCOS yang berespon terhadap klomifen sitrat rata-rata
15% per siklus. Persyaratan penggunaan klomifen sitrat adalah terdapatnya axis
hipotalamus-hipofisis yang normal untuk terjadinya suatu ovulasi. Mekanisme
klomifen sitrat adalah dengan cara mengikat reseptor estrogen di hipotalamus,
menghasilkan umpan balik positif estrogen ke hipotalamus. Blokade pada reseptor
estrogen ini akan menyebabkan peningkatan produksi GnRH hipotalamus, yang
selanjutnya akan merangsang pertumbuhan folikel.5 Klomifen sitrat awalnya
diberikan 50 mg/hari secara oral selama 5 hari dari hari ke-2 hingga hari ke 5 siklus
menstruasi. Dosis dapat dinaikan menjadi 100 mg/hari jika tidak terdapat respon atau
diturunkan dosisnya menjadi 25 mg/hari jika ada respons yang berlebihan. Resistensi
klomifen sitrat terjadi jika ovulasi tidak ada setelah menerima klomifen sitrat selama
enam siklus berturut-turut dengan dosis 150 mg.5
3. Insulin Sensitizer
Mengingat hubungan yang erat dan kemungkinan hubungan patofisiologi
antara resistensi insulin dan PCOS, sensitizer insulin mulai berperan lebih besar
dalam pengobatan PCOS, salah satunya metformin. Metformin bekerja dengan
menurunkan glukoneogenesis, lipogenesis dan meningkatkan pengambilan glukosa di
hati, otot rangka, jaringan adiposa dan ovarium. Dengan demikian, kadar insulin
dapat menurun, sehingga terjadi penurunan kadar androgen. Mengkonsumsi
metformin dapat mengubah keseimbangan hormonal menuju ovulasi dan kehamilan.
Metformin tidak boleh diberikan pada pasien dengan gangguan ginjal (kreatinin
serum >1,4 mg/dL), gagal jantung kongestif, atau disfungsi hati. Dosis metformin
yang paling umum digunakan adalah antara 1.500 dan 2.000 mg per hari
C.
Sumber: