Edisi Kesatu
Cetakan pertama, Januari 2015
Cetakan kedua, Agustus 2015
Cetakan ketiga, Februari 2016
Cetakan keempat, Maret 2016
Cetakan kelima, Mei 2016
372.19
MAT MATERI pokok kebijakan dan pengembangan kurikulum pendidikan
dasar, 1 – 9/ MPDR5105/ 3 sks/ Said Hamid Hasan [et.al.],
-- Cet.5; Ed.1 --. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka, 2016.
488 hal; ill.; 21 cm
ISBN: 978-979-011- 934-5
Daftar Isi
Kegiatan Belajar 2:
Pendidikan Sebagai Konsumsi ........................................................... 1.19
Latihan ................................................................................................ 1.24
Rangkuman ......................................................................................... 1.24
Tes Formatif 2 .................................................................................... 1.25
Kegiatan Belajar 2:
Mutu dan Relevansi Pendidikan ......................................................... 2.14
Latihan ................................................................................................ 2.23
Rangkuman ......................................................................................... 2.24
Tes Formatif 2 .................................................................................... 2.25
iv
Kegiatan Belajar 3:
Akuntabilitas Publik ........................................................................... 2.26
Latihan ................................................................................................ 2.34
Rangkuman ......................................................................................... 2.35
Tes Formatif 3 .................................................................................... 2.36
Kegiatan Belajar 2:
Renstra Kemendiknas 2010-2014 ...................................................... 3.19
Latihan ................................................................................................ 3.52
Rangkuman ......................................................................................... 3.53
Tes Formatif 2 .................................................................................... 3.55
Kegiatan Belajar 2:
Penganggaran Berbasis Kinerja .......................................................... 4.22
Latihan ................................................................................................ 4.28
Rangkuman ......................................................................................... 4.29
Tes Formatif 2 .................................................................................... 4.30
Kegiatan Belajar 3:
Ujian Nasional .................................................................................... 4.31
Latihan ................................................................................................ 4.41
Rangkuman ......................................................................................... 4.41
Tes Formatif 3 .................................................................................... 4.42
Kegiatan Belajar 2:
Konten Kurikulum dan Mata Pelajaran ............................ 5.19
Latihan ................................................................................................ 5.42
Rangkuman ......................................................................................... 5.42
Tes Formatif 2 .................................................................................... 5.43
Kegiatan Belajar 2:
Landasan Pengembangan Kurikulum ................................................. 6.25
Latihan ................................................................................................ 6.46
Rangkuman ......................................................................................... 6.47
Tes Formatif 2 .................................................................................... 6.49
Kegiatan Belajar 2:
Jenis-jenis Bahan Ajar, Pemanfaatan dan Pengembangannya Dalam
Sistem Pembelajaran di Sekolah ........................................................ 7.22
Latihan ................................................................................................ 7.51
Rangkuman ......................................................................................... 7.53
Tes Formatif 2 .................................................................................... 7.54
Kegiatan Belajar 2:
Model-Model Pengembangan Bahan Ajar ......................................... 8.27
Latihan ................................................................................................ 8.47
Rangkuman ......................................................................................... 8.51
Tes Formatif 2 .................................................................................... 8.52
Kegiatan Belajar 2:
Evaluasi Kurikulum ............................................................................ 9.37
Latihan ................................................................................................ 9.48
Rangkuman ......................................................................................... 9.50
Tes Formatif 2 .................................................................................... 9.51
Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dan bobot sks mata kuliah
MPDR5105 Kebijakan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Dasar,
materi mata kuliah ini disajikan dalam Sembilan (9) modul, yang
pengorganisasiannya sebagai berikut.
Modul 1 Konsep Dasar Kebijakan Pendidikan
Modul 2 Prinsip Dasar Kebijakan Pendidikan Nasional
Modul 3 Proses Penyusunan Kebijakan Pendidikan Nasional
Modul 4 Evaluasi Efektivitas Kebijakan Pendidikan Nasional
x
PEN D A HU L UA N
Kegiatan Belajar 1
(higher productivity dan higher earning). Manusia sebagai modal dasar yang
diinvestasikan akan menghasilkan manusia terdidik yang produktif dan
meningkatnya penghasilan sebagai akibat dari kualitas kerja yang
ditampilkan oleh manusia terdidik tersebut. Dengan demikian, manusia yang
memperoleh penghasilan lebih besar akan membayar pajak dalam jumlah
yang besar. Dengan demikian, dengan sendirinya dapat meningkatkan
pendapatan negara.
Pemikiran ilmiah ini baru mengambil tanggal penting pada tahun 1960-
an ketika pidato Theodore Schultz pada tahun 1960 yang berjudul
“Investment in human capital” di hadapan The American Economic
Association merupakan letak dasar teori human capital modern. Pesan utama
dari pidato tersebut sederhana bahwa proses perolehan pengetahuan dan
keterampilan melalui pendidikan bukan merupakan suatu bentuk konsumsi
semata-mata, akan tetapi juga merupakan suatu investasi.
Schultz (1960) kemudian memperhatikan bahwa pembangunan sektor
pendidikan dengan manusia sebagai fokus intinya telah memberikan
kontribusi langsung terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara, melalui
peningkatan keterampilan dan kemampuan produksi dari tenaga kerja.
Penemuan dan cara pandang ini telah mendorong ketertarikan sejumlah ahli
untuk meneliti mengenai nilai ekonomi dari pendidikan.
Alasan utama dari perubahan pandangan ini adalah adanya pertumbuhan
minat dan interest selama tahun 1960-an mengenai nilai ekonomi dari
pendidikan. Pada tahun 1962, Bowman mengenalkan suatu konsep “revolusi
investasi manusia di dalam pemikiran ekonomis”. Para peneliti lainnya
seperti Becker (1993) dan yang lainnya turut melakukan pengujian terhadap
teori human capital ini.
Perkembangan tersebut telah mempengaruhi pola pemikiran berbagai
pihak, termasuk pemerintah, perencana, lembaga-lembaga internasional, para
peneliti dan pemikir modern lainnya, serta para pelaksana dalam
pembangunan sektor pendidikan dan pengembangan SDM. Di negara-negara
maju, pendidikan selain sebagai aspek konsumtif juga diyakini sebagai
investasi modal manusia (human capital investment) dan menjadi “leading
sektor” atau salah satu sektor utama. Oleh karena perhatian pemerintahnya
terhadap pembangunan sektor ini sungguh-sungguh, misalnya komitmen
politik anggaran sektor pendidikan tidak kalah dengan sektor lainnya,
keberhasilan investasi pendidikan berkorelasi dengan kemajuan
pembangunan makronya.
MPDR5105/MODUL 1 1.5
D. INVESTASI PEMERINTAH
Di mana:
AC = average cost (biaya rata-rata)
Q = jumlah siswa
Dummy = 1 Kota, 0 Kabupaten
Pertanyaan lebih lanjut adalah berapakah proporsi atau angka yang ideal.
Sampai saat ini belum ada suatu standar yang mutlak. Dengan kata lain,
masih diperlukan suatu studi lebih lanjut, misalnya, dengan melakukan
perbandingan secara regional di Asia saja. Sebagai patokan yang sangat
sederhana, barangkali angka 10-20% dari PDB sementara ini dapat dianggap
merupakan angka yang cukup memadai sebagai besaran anggaran pemerintah
dalam bidang pendidikan.
E. INVESTASI SWASTA
LAT IH A N 1
R A NG KU M AN
TES F OR M AT IF 1
Jawablah pertanyaan di bawah ini!
Kegiatan Belajar 2
LAT IH A N
1) Untuk dapat menjawab soal nomor 1, pelajari kembali modul ini pada
Kegiatan Belajar 2 terkait dengan definisi pendidikan sebagai konsumsi.
2) Pelajari kembali terkait dengan dasar hukum yang mendasari
keberlangsungan pendidikan di Indonesia, bahwa pendidikan merupakan
hak seluruh masyarakat Indonesia.
R A NG KU M AN
TES F OR M AT IF 2
Jawablah pertanyaan berikut ini!
Tes Formatif 1
1) Pengembangan SDM suatu negara adalah unsur pokok bagi kemakmuran
dan pertumbuhan dan untuk penggunaan yang efektif atas sumber daya
modal fisiknya. Investasi dalam bentuk modal manusia adalah suatu
komponen integral dari semua upaya pembangunan. Pendidikan harus
meliputi suatu spektrum yang luas dalam kehidupan masyarakat itu.
Sedikitnya terdapat tiga alasan untuk memprioritaskan pendidikan
sebagai investasi jangka panjang. Pendidikan adalah alat untuk
perkembangan ekonomi dan bukan sekadar pertumbuhan ekonomi. Pada
praksis manajemen pendidikan modern, salah satu dari lima fungsi
pendidikan adalah fungsi teknis-ekonomis baik pada tataran individual
hingga tataran global. Fungsi teknis-ekonomis merujuk pada kontribusi
pendidikan untuk perkembangan ekonomi. (skor 10)
2) Swasta dan rumah tangga dapat berperanserta dalam peningkatan
kualitas pendidikan, misalnya dengan banyaknya lembaga pendidikan
swasta, kerjasama sektor swasta, dan pemerintah dalam rangka
penyelenggaraan dan bantuan dana pendidikan, serta kontribusi sektor
rumah tangga sebagai stakeholders pendidikan. (skor 5)
(Total skor 15)
Tes Formatif 2
1) Karena pendidikan merupakan hak seluruh lapisan masyarakat
Indonesia, sesuai amanat UUD 1945 serta UU No.20/2003 tentang
sistem pendidikan nasional, maka pemerintah menyelenggarakan
program wajib belajar yang menggratiskan pendidikan, di mana biaya
sekolah disubsidi pemerintah dari alokasi anggaran pendidikan nasional
sebesar 20%. (skor 6)
2) Pendidikan juga dapat digolongkan sebagai barang swasta. Barang
swasta (private goods) adalah barang yang penyediaannya dilakukan
melalui mekanisme pasar. Termasuk ke dalam kategori ini adalah
pendidikan pada tingkat setelah pendidikan wajib belajar, yaitu SLTA
(SMU dan SMK), dan Perguruan Tinggi. Pada tingkat ini pengadaan
pendidikan bukan hanya didorong oleh motivasi-motivasi yang bersifat
keagamaan dan kebangsaan, tetapi juga didorong oleh pertimbangan-
1.28 Kebijakan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Dasar
Daftar Pustaka
Fitz-enz, Jac. Fitz-enz, 2000. The ROI of Human Capital, Measuring the
Economic Value of Employee Performance., New York: Amacom.
PEN D A HU L UA N
Kegiatan Belajar 1
LAT IH A N
R A NG KU M AN
TES F OR M AT IF 1
Kegiatan Belajar 2
A. MUTU PENDIDIKAN
1. Hasil tes kemampuan akademik yang berupa nilai ulangan umum, nilai
UN, dan UMPTN.
2. Prestasi di bidang lain seperti olahraga, kesenian, keterampilan,
mengarang dan lain-lain (Depdiknas Buku 1 MPBMS, 2001).
Gambar 2.1
Pelaksanaan Penjaminan Mutu Pendidikan
Sementara itu, alat serta data yang dapat digunakan dalam rangka
pelaksanaan penjaminan mutu pendidikan dapat dijelaskan pada gambar
berikut:
Gambar 2.2
Sumber Data dalam Penjaminan Mutu Pendidikan
2.20 Kebijakan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Dasar
D. RELEVANSI PENDIDIKAN
Peringkat itu memadukan hasil tes internasional dan data, seperti tingkat
kelulusan antara tahun 2006 dan 2010. Sir Michael Barber, penasihat
pendidikan utama Pearson, mengatakan, peringkat disusun berdasarkan
keberhasilan negara-negara memberikan status tinggi pada guru dan
memiliki "budaya" pendidikan.
Gambaran perpaduan itu meletakkan Inggris dalam posisi yang lebih kuat
dibandingkan dengan tes Pisa dari Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi
dan Pembangunan (OECD), yang juga merupakan salah satu tes dalam
proses penyusunan peringkat. Pertimbangan-pertimbangan dalam
peringkat ini diproduksi untuk Pearson oleh Economist Intelligence Unit.
2.22 Kebijakan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Dasar
Kompetisi global
Dua kekuatan utama pendidikan adalah Finlandia dan Korea Selatan, lalu
diikuti oleh tiga negara di Asia, yaitu Hongkong, Jepang, dan Singapura.
Inggris yang dianggap sebagai sistem tunggal juga dinilai sebagai ”di atas
rata-rata”, lebih baik daripada Belanda, Selandia Baru, Kanada, dan
Irlandia. Keempat negara itu juga berada di atas kelompok peringkat
menengah termasuk Amerika Serikat, Jerman, dan Prancis.
Perbandingan ini diambil berdasarkan tes yang dilakukan setiap tiga atau
empat tahun di berbagai bidang, termasuk matematika, sains, dan
kesusasteraan serta memberikan sebuah gambaran yang semakin menurun
dalam beberapa tahun terakhir. Akan tetapi, tujuan utamanya adalah
memberikan pandangan multidimensi dari pencapaian di dunia pendidikan
dan menciptakan sebuah bank data yang akan diperbaharui dalam sebuah
proyek Pearson bernama Learning Curve.
Ada banyak perbedaan di antara kedua negara teratas, yaitu Finlandia dan
Korea Selatan, menurut laporan itu, tetapi faktor yang sama adalah
keyakinan terhadap kepercayaan sosial atas pentingnya pendidikan dan
"tujuan moral".
Kualitas guru
Laporan itu juga menekankan pentingnya guru berkualitas tinggi dan
perlunya mencari cara untuk merekrut staf terbaik. Hal ini meliputi status
dan rasa hormat serta besaran gaji.
MPDR5105/MODUL 2 2.23
Peringkat itu menunjukkan bahwa tidak ada rantai penghubung jelas antara
gaji tinggi dan performa yang lebih baik. Ada pula konsekuensi ekonomi
langsung atas sistem pendidikan performa tinggi atau rendah, kata studi
itu, terutama di ekonomi berbasis keterampilan dan global. Namun, tidak
ada keterangan yang jelas mengenai pengaruh manajemen sekolah dengan
peringkat pendidikan.
LAT IH A N
R A NG KU M AN
TES F OR M AT IF 2
Jawablah pertanyaan berikut ini!
Kegiatan Belajar 3
Akuntabilitas Publik
A. DEFINISI AKUNTABILITAS
dalam pelaksanaannya. Menurut Slamet (2005) ada delapan hal yang harus
dikerjakan oleh sekolah untuk peningkatan akuntabilitas.
1. Sekolah harus menyusun aturan main tentang sistem akuntabilitas
termasuk mekanisme pertanggungjawaban.
2. Sekolah perlu menyusun pedoman tingkah laku dan sistem pemantauan
kinerja penyelenggara sekolah dan sistem pengawasan dengan sanksi
yang jelas dan tegas.
3. Sekolah menyusun rencana pengembangan sekolah dan menyampaikan
kepada publik/stakeholders di awal setiap tahun anggaran.
4. Sekolah menyusun indikator yang jelas tentang pengukuran kinerja
sekolah dan disampaikan kepada stakeholders.
5. Sekolah melakukan pengukuran pencapaian kinerja pelayanan
pendidikan dan menyampaikan hasilnya kepada publik/stakeholders di
akhir tahun.
6. Sekolah memberikan tanggapan terhadap pertanyaan dan pengaduan
publik.
7. Sekolah menyediakan informasi kegiatan sekolah kepada publik yang
akan memperoleh pelayanan pendidikan.
8. Sekolah memperbaharui rencana kinerja yang baru sebagai kesepakatan
komitmen baru.
Bimbingan olimpiade fiktif pun menjadi satu strategi jitu mafia sekolahan
dalam menggelembungkan dana. Di era agenda reformasi ini sudah
sepatutnya jika Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Aceh mewajibkan
publikasi penggunaan dana BOS. Laporan pertanggungjawaban dapat
dipublikasikan melalui website atau mading sekolah. Transparansi yang
dilakukan kepala sekolah merupakan sebuah bentuk pelayanan publik untuk
menjamin terwujudnya akuntabilitas sosial.
2.34 Kebijakan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Dasar
Penyelewengan dana sekolah kerap kali dimotori oleh oknum kepala sekolah
berjiwa bandit berwatak tikus. Yang terbawa ke ranah hukum dapat dihitung
dengan jari, kebanyakan malah “bergotong royong” dengan pejabat dinas
terkait. Kasus korupsi yang menimpa mantan Kepala SMPN 1 Lhokseumawe
salah satunya. Tuntutan pidana 4 tahun yang disampaikan JPU ternyata hanya
dihukum 2 tahun. Jika mafia-mafia ini terus dibiarkan, yakin, dan percayalah
pendidikan berkualitas di Aceh hanya akan menjadi haba cet langet alias
pemanis bibir pejabat semata. Wallahua’lam.
LAT IH A N
R A NG KU M AN
TES F OR M AT IF 3
Jawablah pertanyaan berikut ini!
Tes Formatif 1
1) Pemerataan pendidikan: semua penduduk usia sekolah telah memperoleh
kesempatan pendidikan, sedangkan, akses terhadap pendidikan telah adil
jika antarkelompok dapat menikmati pendidikan secara sama.
(Skor = 4)
2) Dimensi pemerataan pendidikan mencakup:
a. Equality of access
b. Equality of survival
c. Equality of output
d. Equality of outcome
(Skor = 4)
3) Pemerataan pendidikan telah diamanatkan dalam Garis-garis Besar
Haluan Negara (GBHN) Tahun 1999-2004 (TAP MPR No.
IV/MPR/1999). Selain itu, juga tertuang dalam UU No. 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 5 ayat (1) dan Undang-
Undang Dasar (UUD) 1945. (Skor = 3)
(Total Skor = 11)
Tes Formatif 2
1) Mutu Pendidikan: dalam konteks pendidikan pengertian kualitas
mengacu pada proses pendidikan dan hasil pendidikan. Dalam proses
pendidikan yang berkualitas terlibat berbagai input, seperti: bahan ajar
(kognitif, afektif, dan psikomotor), metodologi (bervariasi sesuai
kemampuan guru), sarana sekolah, dukungan administrasi, sarana
prasarana, sumber daya lainnya, dan penciptaan suasana yang kondusif.
Dalam konteks “hasil”, mutu pendidikan mengacu pada prestasi yang
dicapai sekolah. (Skor = 4)
2) Upaya peningkatan mutu pendidikan:
a. Menciptakan situasi “menang-menang” (win-win solution)
b. Perlunya ditumbuhkembangkan adanya motivasi instrinsik pada
setiap orang yang terlibat dalam proses meraih mutu.
c. Setiap pimpinan harus berorientasi pada proses dan hasil jangka
panjang.
d. Dalam menggerakkan segala kemampuan lembaga pendidikan untuk
mencapai mutu yang ditetapkan, harus dikembangkan adanya kerja
sama antarunsur pelaku proses mencapai hasil mutu. (Skor = 4)
2.38 Kebijakan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Dasar
Tes Formatif 3
1) Akuntabilitas: kewajiban-kewajiban dari individu-individu atau
penguasa yang dipercayakan untuk mengelola sumber-sumber daya
publik dan yang bersangkutan dapat menjawab hal-hal yang menyangkut
pertanggungjawabannya. (Skor = 3)
2) Tujuan akuntabilitas pendidikan: terciptanya kepercayaan publik
terhadap sekolah serta menilai kinerja sekolah dan kepuasan publik
terhadap pelayanan pendidikan yang diselenggarakan oleh sekolah,
untuk mengikutsertakan publik dalam pengawasan pelayanan pendidikan
dan untuk mempertanggungjawabkan komitmen pelayanan pendidikan
kepada publik. (Skor = 5)
3) Manfaat: Akuntabilitas mampu membatasi ruang gerak terjadinya
perubahan dan pengulangan, dan revisi perencanaan. Pelaksanaan
akuntabilitas ditekankan pada guru, administrator, orang tua siswa,
masyarakat, dan orang-orang luar lainnya.
4) Upaya peningkatan akuntabilitas pendidikan:
a. Menyusun aturan main tentang sistem akuntabilitas termasuk
mekanisme pertanggungjawaban
b. Menyusun pedoman tingkah laku dan sistem pemantauan kinerja
penyelenggara sekolah dan sistem pengawasan dengan sanksi yang
jelas dan tegas
c. Menyusun rencana pengembangan sekolah dan menyampaikan
kepada publik/stakeholders di awal setiap tahun anggaran
d. Menyusun indikator yang jelas tentang pengukuran kinerja sekolah
dan disampaikan kepada stakeholders
e. Melakukan pengukuran pencapaian kinerja pelayanan pendidikan
dan menyampaikan hasilnya kepada publik/stakeholders di akhir
tahun
MPDR5105/MODUL 2 2.39
Daftar Pustaka
PEN D A HU L UA N
K ebijakan Pendidikan yang ada di Negara kita terdiri dari 3 pilar, yakni
perluasan dan pemerataan akses pendidikan; peningkatan mutu,
relevansi, dan daya saing; serta peningkatan tata kelola, pencitraan, dan
akuntabilitas publik seperti yang telah dibahas pada modul sebelumnya.
Dalam UU Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional
(PROPENAS), dinyatakan bahwa ada tiga tantangan besar dalam bidang
pendidikan di Indonesia, yaitu:
1. mempertahankan hasil-hasil pembangunan pendidikan yang telah
dicapai;
2. mempersiapkan sumber daya manusia yang kompeten dan mampu
bersaing dalam pasar kerja global; dan
3. sejalan dengan diberlakukannya otonomi daerah, sistem pendidikan
nasional dituntut untuk melakukan perubahan dan penyesuaian sehingga
dapat mewujudkan proses pendidikan yang lebih demokratis,
memperhatikan keberagaman, memperhatikan kebutuhan daerah, dan
peserta didik, serta mendorong peningkatan partisipasi masyarakat.
Kegiatan Belajar 1
A. NASKAH AKADEMIK
potret atau peta tentang berbagai hal atau permasalahan yang ingin
dipecahkan melalui undang-undang yang akan dibentuk atau disahkan”.
Gambar 3.1
Bagan Proses Penyusunan Naskah Akademik
4. Melembagakan NA
UU No 10/2004 tidak mengatur posisi NA dan Perpres No 68/2005
hanya menempatkan NA sebagai norma fakultatif, bukan imperatif. Di
samping itu, sekarang sedang dibahas rencana perubahan UU No 10/2004.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, harus ada kemauan politik (political
will) menjadikan NA sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam proses
penyusunan peraturan perundang-undangan. Salah satu caranya,
memasukkan NA menjadi salah satu bagian (Bab atau Pasal, Ayat)
perubahan UU No 10/2004.
B. RUU/ RPP
RUU yang sudah disetujui bersama antara DPR dengan Presiden, paling
lambat 7 (tujuh) hari kerja disampaikan oleh Pimpinan DPR kepada Presiden
untuk disahkan menjadi undang-undang. Apabila setelah 15 (lima belas) hari
kerja, RUU yang sudah disampaikan kepada Presiden belum disahkan
menjadi undang-undang, Pimpinan DPR mengirim surat kepada Presiden
untuk meminta penjelasan. Apabila RUU yang sudah disetujui bersama tidak
MPDR5105/MODUL 3 3.13
disahkan oleh Presiden dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak
RUU tersebut disetujui bersama, RUU tersebut sah menjadi undang-undang
dan wajib diundangkan.
a. Perencanaan
Menurut Pasal 15 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, perencanaan penyusunan
Undang-Undang dilakukan dalam Program Legislasi Nasional, yang saat ini
diatur dengan Peraturan Presiden No. 61 Tahun 2005 tentang Tata Cara
Penyusunan dan Pengelolaan Program Legislasi Nasional, sedangkan
perencanaan penyusunan Peraturan Daerah dilakukan dalam suatu Program
Legislasi Daerah.
b. Persiapan
Menurut Pasal 17 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, rancangan undang-undang
dapat berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat, Presiden, atau dari Dewan
Perwakilan Daerah yang disusun berdasarkan Program Legislasi Nasional.
Untuk persiapan pembentukan Peraturan Daerah, Pasal 26 Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 2004 merumuskan bahwa rancangan peraturan daerah dapat
berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau Gubernur, atau
Bupati/Walikota.
d. Pembahasan
Sesuai dengan Pasal 32 sampai dengan Pasal 36 Undang-Undang Nomor
10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, saat
ini setiap rancangan undang-undang (baik yang berasal dari Pemerintah,
Dewan Perwakilan Rakyat, maupun Dewan Perwakilan Daerah) dibahas
dengan cara yang ditentukan dalam Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia No. 08/DPR RI/I/2005-2006 tentang Peraturan Tata
Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, khususnya Pasal 136,
Pasal 137, dan Pasal 136. Pembahasan suatu Peraturan Daerah di Dewan
Perwakilan Daerah sesuai ketentuan Pasal 40 dan Pasal 41 Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 2004, saat ini dilakukan dengan Peraturan Tata Tertib
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah setempat.
LAT IH A N 1
R A NG KU M AN
alternatif, yang disajikan dalam bentuk uraian yang sistematis dan dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmu hukum dan sesuai dengan politik
hukum yang telah digariskan.
Dalam Naskah Akademis, setidaknya tergambar unsur-unsur
sebagai berikut.
1. Hasil inventarisasi hukum positif;
2. Hasil inventarisasi permasalahan hukum yang dihadapi;
3. Gagasan-gagasan tentang materi hukum yang akan dituangkan ke
dalam rancangan peraturan perundang-undangan;
4. Konsepsi landasan, alas hukum, dan prinsip yang akan digunakan;
5. Pemikiran tentang norma-norma yang telah dituangkan ke dalam
bentuk pasal-pasal;
6. Gagasan awal naskah rancangan peraturan perundang-undangan
yang disusun secara sistematis: bab demi bab, serta pasal demi pasal
untuk memudahkan dan mempercepat penggarapan rancangan
peraturan perundang-undangan dimaksud.
TES F OR M AT IF 1
Jawablah pertanyaan berikut ini!
Kegiatan Belajar 2
Renstra Kemendiknas
2010-2014
b. Strategi II
Perluasan dan pemerataan akses pendidikan dasar universal bermutu dan
berkesetaraan gender di semua provinsi, kabupaten, dan kota
c. Strategi III
Perluasan dan pemerataan akses pendidikan menengah bermutu,
berkesetaraan gender, dan relevan dengan kebutuhan masyarakat di
semua provinsi, kabupaten, dan kota
d. Strategi IV
Perluasan dan pemerataan akses pendidikan tinggi bermutu, berdaya
saing internasional, berkesetaraan gender, dan relevan dengan kebutuhan
bangsa dan negara
e. Strategi V
Perluasan dan pemerataan akses pendidikan orang dewasa berkelanjutan
yang berkesetaraan gender dan relevan dengan kebutuhan masyarakat
f. Strategi VI
Penguatan tata kelola, sistem pengendalian manajemen, dan sistem
pengawasan intern
Melalui BOS, BKM, dan beasiswa telah terbukti dapat secara signifikan
menurunkan angka putus sekolah dan meringankan beban orang tua dalam
menyediakan biaya pendidikan bagi anak. Kegiatan ini telah menjadi best
practice yang diakui oleh UNESCO dan berdasarkan survei nasional yang
dilaksanakan oleh The Indonesian Research and Development Institute
(IRDI) pada Oktober 2008 terungkap bahwa 75,9% responden menyatakan
positif dan mendukung program BOS.
Sejalan dengan amanat Pasal 31 Ayat (1) dan (2) amandemen UUD 1945
bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan dan setiap warga
negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya. Pada tahun 2010- 2014 Kemdikbud akan mempertahankan
kegiatan pendanaan pendidikan yang telah terbukti efektif, yaitu (a) BOS
bagi pendidikan dasar, (b) BKM bagi pendidikan dasar dan menengah, (c)
beasiswa untuk pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi, dan (d)
bantuan biaya operasional penyelenggaraan (BOP) bagi pendidikan anak usia
dini dan nonformal. Khusus untuk pendidikan dasar, Kemdikbud melakukan
kerjasama dengan pemerintah daerah akan meneruskan program sekolah
gratis untuk mendorong terciptanya pendidikan dasar gratis di seluruh
Indonesia.
Permasalahan dalam pendistribusian dan pemanfaatan pendanaan massal
ini akan diselesaikan dengan meningkatkan fungsi pengendalian dan
pengawasan dengan melibatkan Badan Pemeriksa Keuangan Pembangunan
(BPKP), Inspektorat Daerah, serta didukung oleh peranserta masyarakat
khususnya melalui Komite Sekolah dan Dewan Pendidikan.
1) pemberian beasiswa S-1 dan S-2 bagi kepala sekolah dan pengawas
sekolah serta pemberian beasiswa S-2 untuk quality assurance dan
school leadership melalui sandwich program antara LPTK dan
perguruan tinggi di luar negeri;
2) diklat manajemen dan kepemimpinan untuk kepala sekolah, diklat
pengawasan bagi pengawas sekolah, dan diklat-diklat teknis bagi tenaga
perpustakaan, laboratorium, dan administrasi sekolah;
3) revitalisasi organisasi profesi tenaga kependidikan, seperti Asosiasi
Pengawas Sekolah Indonesia (APSI), Asosiasi Kepala Sekolah Indonesia
(AKSI), Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS), Kelompok Kerja
Kepala Sekolah (KKKS), Musyawarah Kerja Pengawas Sekolah
(MKPS), Kelompok Kerja Pengawas Sekolah (KKPS), dan organisasi
profesi tenaga perpustakaan sekolah, tenaga laboratorium sekolah dan
tenaga administrasi sekolah serta tenaga fungsional pendidikan lainnya;
serta
4) subsidi rumah dinas kepada tenaga kependidikan di daerah khusus dan
tertinggal.
3) Akreditasi Pendidikan
Salah satu reformasi di bidang pendidikan yang dituangkan ke dalam UU
Sisdiknas adalah akreditasi pendidikan sebagai bentuk penjaminan mutu
dan akuntabilitas program dan/atau satuan pendidikan. Akreditasi
pendidikan dilakukan oleh lembaga independen melalui proses penilaian
terhadap mutu layanan dan proses pendidikan pada program dan/atau
satuan pendidikan berdasarkan standar yang telah ditetapkan. Apabila
standar telah dipenuhi maka status akreditasi akan diberikan terhadap
program dan/atau satuan pendidikan tersebut. Umumnya di kebanyakan
negara, akreditasi dilakukan oleh pemerintah dan lembaga akreditasi
independen. UU Sisdiknas mengamanatkan bahwa pemerintah
melakukan akreditasi pada setiap jenjang dan satuan pendidikan untuk
menentukan kelayakan program dan/atau satuan pendidikan. Akreditasi
dapat dilakukan oleh lembaga mandiri yang mendapat kewenangan dari
pemerintah. Sebagai akuntabilitas publik, akreditasi dilakukan secara
objektif, adil, transparan, dan komprehensif dengan menggunakan
instrumen dan kriteria yang mengacu pada SNP.
Akreditasi oleh Pemerintah dilakukan oleh: (i) Badan Akreditasi
Nasional Sekolah/Madrasah (BANS/BANM) terhadap program dan/atau
satuan pendidikan dasar dan menengah jalur pendidikan formal; (ii)
Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi terhadap program dan/atau
satuan pendidikan tinggi; dan (iii) Badan Akreditasi Nasional Pendidikan
Nonformal (BAN PNF) terhadap program dan/atau satuan pendidikan
jalur nonformal. Peringkat akreditasi terdiri atas A, B, C, dan D masing-
masing untuk peringkat yang paling tinggi hingga ke peringkat paling
rendah. Dalam melaksanakan akreditasi, BANS/BANM dibantu oleh
badan akreditasi provinsi yang dibentuk oleh gubernur.
Lembaga mandiri yang melakukan akreditasi pendidikan harus berbadan
hukum Indonesia yang bersifat nirlaba dan memiliki tenaga ahli yang
berpengalaman di bidang evaluasi pendidikan.
Proses akreditasi difokuskan pada kelayakan kurikulum dan isi
pembelajaran, proses belajar mengajar, pencapaian standar kelulusan,
manajemen dan organisasi kelembagaan, sarana dan prasarana, guru dan
tenaga kependidikan, pembiayaan, serta sistem penilaian pendidikan
sebagaimana ditetapkan dalam SNP. Proses akreditasi pada sekolah dan
madrasah difokuskan pada kurikulum dan proses belajar mengajar,
manajemen sekolah, organisasi/kelembagaan sekolah, sarana dan
3.32 Kebijakan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Dasar
2) Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning/CTL)
merupakan proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi
siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya
dengan mengaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka
sehari-hari sehingga siswa memiliki pengetahuan/keterampilan yang
secara fleksibel dapat diterapkan dari satu permasalahan/konteks ke
permasalahan/konteks lainnya. CTL dapat dipahami sebagai konsep
belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang
diajarkannya dengan situasi dunia nyata dan mendorong pembelajar
membuat hubungan antara materi yang diajarkannya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan
masyarakat.
Kebijakan tentang pembelajaran kontekstual dilaksanakan melalui
kegiatan:
(a) pengembangan model dan sarana pembelajaran kontekstual pada
beberapa sekolah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah;
(b) pelatihan guru dan kepala sekolah untuk mengelola
penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran kontekstual; serta
(c) pemberdayaan partisipasi orang tua peserta didik dalam
penyelenggaraan proses pembelajaran kontekstual.
3.38 Kebijakan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Dasar
3. Kerangka Implementasi
suku, ras, agama, jenis kelamin, dan kemampuan atau status sosial-
ekonomi. Prinsip efisiensi dilakukan dengan mengoptimalkan akses,
mutu, relevansi, dan daya saing pelayanan pendidikan. Prinsip
transparansi dilakukan dengan memenuhi asas kepatutan dan tata kelola
yang baik oleh Pemerintah, pemerintah daerah, penyelenggara
pendidikan yang didirikan masyarakat, dan satuan pendidikan sehingga
dapat diaudit atas dasar standar audit yang berlaku, dan menghasilkan
opini audit wajar tanpa perkecualian; serta dapat dipertanggungjawabkan
secara transparan kepada pemangku kepentingan pendidikan, dan prinsip
akuntabilitas publik dilakukan dengan memberikan pertanggungjawaban
atas kegiatan yang dijalankan oleh penyelenggara atau satuan pendidikan
kepada pemangku kepentingan pendidikan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Untuk memperkuat penyediaan dan pengelolaan dana pendidikan,
pemerintah melalui UU No. 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum
Pendidikan (BHP) menetapkan bahwa seluruh satuan pendidikan formal
harus berbentuk BHP. Setiap BHP mengelola dana secara mandiri yang
didasarkan pada prinsip nirlaba, yaitu prinsip kegiatan yang tujuan
utamanya tidak mencari laba, sehingga seluruh sisa hasil usaha dari
kegiatan badan hukum pendidikan, harus ditanamkan kembali ke dalam
badan hukum pendidikan untuk meningkatkan kapasitas dan/atau mutu
layanan pendidikan.
Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang pendanaan
pendidikan mengatur pembagian tanggung jawab pendanaan pendidikan
untuk jenjang pendidikan dasar, menengah dan tinggi antara pemerintah,
pemerintah daerah, dan masyarakat termasuk satuan pendidikan. Dalam
hal ini ada komponen pendanaan yang menjadi tanggung jawab penuh
pemerintah, pemerintah daerah, serta tanggung jawab pemerintah dan
pemerintah daerah
Selain oleh penyelenggara dan satuan pendidikan, pendanaan pendidikan
juga menjadi tanggung jawab peserta didik, orang tua dan/atau wali
peserta didik. Tanggung jawab tersebut meliputi (a) biaya pribadi peserta
didik; (b) pendanaan biaya investasi selain lahan untuk satuan
pendidikan bukan pelaksana program wajib belajar, baik formal maupun
nonformal, yang diperlukan untuk menutupi kekurangan pendanaan yang
disediakan oleh penyelenggara dan/atau satuan pendidikan; (c)
pendanaan biaya personalia pada satuan pendidikan bukan pelaksana
3.42 Kebijakan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Dasar
ditindaklanjuti oleh unit kerja yang terkait. Dalam menjalankan tugasnya unit
pengawasan internal melakukan audit reguler dan audit khusus di semua unit
kerja yang mengimplementasikan program dan kegiatan Renstra Kemdikbud.
Sebagai organisasi pemerintah, pengawasan internal di lingkungan
Kemdikbud, Kemenag, dan Kementerian lain yang mengimplementasikan
Renstra pendidikan nasional tidak semata-mata dilakukan dengan prinsip
ekonomi yang dianut sektor swasta, karena salah satu tugas pemerintah
adalah menyediakan barang dan jasa yang tidak dapat disediakan oleh sektor
swasta.
Pada umumnya pengawasan internal di dalam sektor publik dilaksanakan
oleh dua pihak, yaitu: (i) atasan langsung; dan unit pengawasan independen.
Pengawasan atasan langsung termasuk yang dilakukan oleh unit pengawasan
Kementerian. Sedangkan unit pengawasan independen adalah seperti Badan
Pemeriksaan Keuangan Pembangunan (BPKP) yang bertanggung jawab
kepada Presiden, dan Badan Pemeriksa Keuangan yang bertanggung jawab
kepada DPR-RI.
Kegiatan pengawasan oleh atasan langsung ini biasa disebut juga dengan
supervisi atau pengawasan melekat. Dalam supervisi dapat terjadi tindakan
langsung oleh atasan terhadap bawahan. Fungsi ini melekat pada semua
pimpinan di setiap tingkat manajemen. Kegiatan tersebut menetapkan 6
(enam) sarana dan sasaran pelaksanaan pengawasan internal, yaitu: (i)
penciptaan struktur organisasi; (ii) penyusunan kebijaksanaan pelaksanaan;
(iii) penyusunan rencana kerja; (iv) penyelenggaraan pencatatan dan
pelaporan; (v) pembinaan personil; serta (vi) prosedur kerja. Oleh karena itu,
jumlah temuan bukanlah indikator kinerja kunci keberhasilan pengawasan,
tapi keberhasilan dalam mencapai peningkatan efektivitas dan efisiensi dari
keenam sarana dan sasaran pengawasan tersebut untuk menciptakan good
governance.
Selain itu, hasil pemantauan dan evaluasi juga dapat digunakan sebagai
masukan bagi BSNP, BAN-SM, BAN-PT, BAN-PNF, dan lembaga
sertifikasi kompetensi untuk meningkatkan kinerja badan-badan tersebut
dalam melaksanakan standarisasi, akreditasi, penjaminan dan pengawasan
mutu, serta pemantauan dan evaluasi program, kegiatan, dan hasil belajar
tingkat nasional.
3.52 Kebijakan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Dasar
LAT IH A N 2
R A NG KU M AN
TES F OR M AT IF 2
Tes Formatif 1
1) Dengan NA, setidak-tidaknya suatu rancangan undang-undang (RUU)
dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah terutama mengenai konsepsi
yang berisi: latar belakang, tujuan penyusunan, sasaran yang ingin
diwujudkan dan lingkup, jangkauan objek atau arah pengaturan. Dalam
proses penyusunan suatu RUU, NA merupakan potret atau peta tentang
berbagai hal atau permasalah yang ingin dipecahkan melalui undang-
undang yang akan dibentuk atau disahkan. (Skor = 5)
2) Tahapan penyusunan NA:
a. Persiapan: Identifikasi stakeholder, pembentukan tim penyusun NA
serta pengumpulan data dan informasi
b. Pelaksanaan penyusunan: kajian kerangka konsep NA dan
penyusunan draft
c. Konsultasi dan diskusi publik
d. Analisis dan formulasi draft NA
e. Penetapan atau finalisasi draft NA
f. Pembahasan pembentukan Perda (Skor = 10)
3) Penyusunan RUU dibutuhkan sebagai dasar hukum pelaksanaan
kebijakan pendidikan. (Skor = 2)
(Total Skor = 17)
Tes Formatif 2
1) Sebagai acuan pelaksanaan program pendidikan nasional. (Skor = 2)
2) Capaian renstra 2010-2014:
a) Reformasi Pendanaan Pendidikan
b) Reformasi Pendidik dan Tenaga Kependidikan
c) Penerapan TIK untuk e-Pembelajaran dan e-Administrasi
d) Pembangunan dan Rehabilitasi Prasarana Pendidikan
e) Penyediaan Sarana Pendidikan
f) Reformasi Perbukuan secara Mendasar
g) Peningkatan Mutu dan Daya Saing Pendidikan dengan Pendekatan
Komprehensif
h) Perbaikan Rasio Peserta Didik SMK:SMA dan Pendidikan Vokasi
i) Otonomisasi Satuan Pendidikan
3.58 Kebijakan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Dasar
j)
Intensifikasi dan Ekstensifikasi Pendidikan Nonformal dan Informal
untuk Menggapaikan Layanan Pendidikan kepada Peserta Didik
yang Tak Terjangkau Pendidikan Formal (Reaching The
Unreached)
k) Penguatan Tata Kelola, Akuntabilitas, dan Citra Publik Pendidikan
dengan Pendekatan Komprehensif
l) Reformasi Pembelajaran yang Mendidik dan Dialogis
m) Partisipasi Masyarakat di Bidang Pendidikan
n) Pendidikan Kreatif dan Kewirausahaan
o) Program dan Kegiatan Pokok Departemen Pendidikan Nasional
Tahun 2010—2014. (Skor = 7,5)
3) Strategi pencapaian renstra:
a) Strategi I: Perluasan dan pemerataan akses PAUD bermutu dan
berkesetaraan gender di semua provinsi, kabupaten, dan kota
b) Strategi II: Perluasan dan pemerataan akses pendidikan dasar
universal bermutu dan berkesetaraan gender di semua provinsi,
kabupaten, dan kota
c) Strategi III: Perluasan dan pemerataan akses pendidikan menengah
bermutu, berkesetaraan gender, dan relevan dengan kebutuhan
masyarakat di semua provinsi, kabupaten, dan kota
d) Strategi IV: Perluasan dan pemerataan akses pendidikan tinggi
bermutu, berdaya saing internasional, berkesetaraan gender, dan
relevan dengan kebutuhan bangsa dan negara
e) Strategi V: Perluasan dan pemerataan akses pendidikan orang
dewasa berkelanjutan yang berkesetaraan gender dan relevan
dengan kebutuhan masyarakat
f) Strategi VI: Penguatan tata kelola, sistem pengendalian manajemen,
dan sistem pengawasan intern (Skor = 3)
4) Tujuan penyusunan Renstra adalah: (a) memberikan arah kebijakan di
masa yang akan datang; (b) menjadi pembimbing penentuan prioritas
dalam penggunaan sumberdaya organisasi; (c) menentukan standards of
excellence sebagai IKK; (d) mengatasi perubahan dan ketidakpastian
kondisi lingkungan; serta (e) memberikan basis yang objektif dalam
pengendalian dan evaluasi hasil program dan kegiatan organisasi.
(Skor = 2,5)
(Total Skor = 15)
MPDR5105/MODUL 3 3.59
Daftar Pustaka
Ramli, RM (2008). Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No.
M.HH-01.PP.01.01.
Undang-Undang No 10/2004.
Evaluasi Efektivitas
Kebijakan Pendidikan Nasional
Dr. Taufani C. Kurniatun M.Si.
PEN D A HU L UA N
K ebijakan Pendidikan Nasional yang terdiri dari tiga pilar pada renstra
Kemendiknas 2004-2009, yang selanjutnya menjadi lima pilar pada
Renstra Kemendiknas 2010-2014 terus dilaksanakan secara kontinu guna
mencapai target-target yang telah ditetapkan. Pendidikan sebagai suatu
sistem meliputi beberapa kegiatan yang dilakukan dan saling berkaitan satu
sama lain, di antaranya yaitu perencanaan, pelaksanaan, serta evaluasi.
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa suatu hasil senantiasa dipengaruhi
oleh perencanaan yang matang, begitu pun pelaksanaan juga memiliki peran
yang sangat dominan. Selain itu, kedua hal tersebut akan terlihat manakala
proses evaluasi berjalan dengan baik. Dengan demikian, evaluasi dari
pelaksanaan program pendidikan, khususnya dalam ranah kebijakan
pendidikan yang telah disusun dan ditetapkan pemerintah serta
diimplementasikan di semua wilayah di Indonesia ini hendaknya
dipersiapkan dengan seksama.
Paparan tersebut menunjukkan bahwa begitu pentingnya peranan
evaluasi pada sejauh mana efektivitas kebijakan pendidikan tersebut.
Merujuk pada kebutuhan di atas maka dibutuhkan suatu pemahaman yang
menyeluruh dan terstruktur tentang evaluasi efektivitas kebijakan pendidikan
nasional yang berlangsung di Indonesia.
Setelah mempelajari modul ini Anda diharapkan dapat mengevaluasi
efektivitas kebijakan pendidikan nasional.
Adapun kompetensi khusus yang diharapkan dapat Anda capai setelah
mempelajari modul ini yaitu Anda diharapkan dapat:
1. menjelaskan program otonomi pendidikan
2. mengevaluasi efektivitas pelaksanaan program otonomi pendidikan.
3. menjelaskan penganggaran berbasis kinerja
4.2 Kebijakan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Dasar
Kegiatan Belajar 1
Otonomi Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu aspek yang sangat penting dan krusial
dalam rangka membangun sumber daya manusia yang berkualitas. Akan
tetapi, pada kenyataannya di lapangan, kondisi sumber daya yang dimiliki
setiap daerah tidak merata untuk seluruh Indonesia. Hal tersebut tentu saja
berkaitan dengan sumber daya alam, sumber daya manusia, serta hal-hal lain
yang akan digunakan dalam rangka pembangunan daerah tersebut. Untuk itu,
pemerintah daerah dapat melibatkan tokoh-tokoh masyarakat, ilmuwan,
pakar kampus, dan pakar yang dimiliki Pemerintah Daerah Kota/Kabupaten
sebagai Brain Trust atau Think Thank untuk turut membangun daerahnya,
tidak hanya sebagai pengamat, pemerhati, dan pengecam kebijakan daerah.
Sebaliknya, lembaga pendidikan juga harus membuka diri, lebih banyak
mendengar opini publik, serta berkinerja dan bertanggungjawabnya dalam
turut serta memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat.
dengan warga sekolah dan dedikasi tanggung jawab bersama untuk kemajuan
sekolah dengan tidak mengurangi otonomi sekolah, demi kepentingan-
kepentingan pribadi atau kelompok untuk menguasai sekolah tanpa
partisipasi warga sekolah dan masyarakat (http://blogarulfifahoke.
blogspot.com/p/blog-page.html, diunduh 23 Februari 2012.).
Otonomi diartikan kemandirian, artinya otonomi sekolah adalah
kewenangan sekolah untuk mengatur dan mengurus kebutuhan warga sekolah
yang didukung kemampuan tertentu sesuai dengan peraturan perundang-
undangan pendidikan nasional yang berlaku.
Pengambilan keputusan bersama merupakan cara pengambilan
keputusan melalui penciptaan lingkungan yang terbuka dan demokratis di
mana warga sekolah langsung terlibat dalam pengambilan keputusan.
Sekolah dapat memberdayakan warga sekolah berupa pemberian
kewenangan, tanggung jawab, kebersamaan dalam pemecahan masalah serta
pemberian kepercayaan dan penghargaan.
Manajemen Berbasis Sekolah memiliki karakteristik yang harus
dipahami oleh sekolah yang akan menerapkannya yang meliputi komponen
pendidikan dan perlakuannya pada setiap tahap pendidikan input, proses, dan
outputnya. Pada hasil pendidikan (output) diharapkan mendapatkan prestasi
akademik dan non akademik. Prestasi akademik misalnya NEM, lomba karya
ilmiah, olimpiade, siswa berprestasi. Sedangkan non-akademik berupa
kesenian, olah raga, kejujuran, kerajinan, pramuka dan lain-lain.
efektif bagi para murid. Dengan demikian, pada dasarnya MBS adalah upaya
memandirikan sekolah dengan memberdayakannya.
MBS juga dipandang dapat meningkatkan prestasi belajar murid jika
manajemen pendidikan dipusatkan di sekolah ketimbang pada tingkat daerah.
Para kepala sekolah cenderung lebih peka dan sangat mengetahui kebutuhan
murid dan sekolahnya ketimbang para birokrat di tingkat pusat atau daerah.
Lebih lanjut dinyatakan bahwa reformasi pendidikan yang bagus sekalipun
tidak akan berhasil jika para guru yang harus menerapkannya tidak berperan
serta merencanakannya.
Penerapan MBS yang efektif secara spesifik mengidentifikasi beberapa
manfaat spesifik dari penerapan MBS yaitu sebagai berikut (Gunawan,
2010).
1) Memungkinkan orang-orang yang kompeten di sekolah untuk
mengambil keputusan yang akan meningkatkan pembelajaran
2) Memberi peluang bagi seluruh anggota sekolah untuk terlibat dalam
pengambilan keputusan penting
3) Mendorong munculnya kreativitas dalam merancang bangun program
pembelajaran
4) Mengarahkan kembali sumber daya yang tersedia untuk mendukung
tujuan yang dikembangkan di setiap sekolah
5) Menghasilkan rencana anggaran yang lebih realistik ketika orang tua dan
guru makin menyadari keadaan keuangan sekolah, batasan pengeluaran,
dan biaya program-program sekolah
6) Meningkatkan motivasi guru dan mengembangkan kepemimpinan baru
di semua level
dan otonomi ilmu pengetahuan (UU No. 2 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional). Proses menuju otonomi perguruan tinggi antara lain
berkaitan dengan pengembangan budaya profesionalisme dengan ciri-ciri:
memiliki keahlian (expertise), tanggung jawab (responsibility), dan
kesejawatan (corporateness). Budaya profesionalisme ini akan mempunyai
dampak pada keluaran (output) perguruan tinggi, yaitu menghasilkan sarjana-
sarjana profesional dan diharapkan dapat menjadi agen perubahan
masyarakat dan mampu menjadi modernising force dalam kehidupan
masyarakat secara luas (Afia, 2003 dalam http://berkarya.um.ac.id/?p=2126
diunduh 25 Februari 2012).
Berkaitan dengan implementasi BHP, sebetulnya semenjak 15 tahun
yang silam, persisnya pada bulan Oktober 1989, di Lima (ibu kota Peru)
sudah didengungkan pentingnya Kebebasan Akademik dan Otonomi
Perguruan Pendidikan Tinggi oleh rektor-rektor seluruh dunia. Mengacu pada
Deklarasi Lima tentang ―Academic Freedom and Autonomy of Higher
Education―, dapat dikemukakan di sini beberapa butir prinsip dan substansi
yang layak dicermati agar pemahaman kita semua menjadi lebih lengkap.
Prinsip dan substansi tersebut berkaitan dengan hal-hal berikut.
a. Otonomi perguruan tinggi mengandung pengertian bahwa lembaga
perguruan tinggi harus memiliki independensi atau kebebasan dalam
mengambil keputusan dan merumuskan kebijakan yang menyangkut
pengelolaan administrasi, keuangan, pendidikan, penelitian, pengabdian
pada masyarakat, kerja sama, dan aktivitas lain yang berkaitan, tanpa
campur tangan (intervensi) pemerintah atau kekuatan lain.
b. Seluruh anggota masyarakat akademik memiliki hak untuk menjalankan
tugasnya tanpa diskriminasi dan tanpa rasa takut akan adanya gangguan,
larangan, atau represi dari mana pun.
c. Para peneliti dari kalangan kampus memiliki hak untuk melakukan
kegiatan penelitian tanpa kekangan atau campur tangan dari pihak lain,
berdasarkan prinsip dan metode penelitian ilmiah yang universal.
Mereka juga berhak untuk mengomunikasikan, menyebarluaskan, atau
mempublikasikan hasil-hasil temuannya tanpa adanya sensor dari pihak
mana pun.
d. Semua lembaga pendidikan tinggi wajib berupaya memenuhi hak-hak
ekonomi, sosial, kultural, dan politik dari masyarakat serta mencegah
penyalahgunaan ilmu dan teknologi yang menyalahi hak-hak tersebut.
4.14 Kebijakan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Dasar
Komersialisasi Pendidikan
Pada praktiknya, otonomi pengelolaan perguruan tinggi di perguruan
tinggi BHMN menciptakan permasalahan. Otonomi pengelolaan
perguruan tinggi melahirkan praktik komersialisasi pendidikan di
perguruan tinggi BHMN. Dalam 5 tahun terakhir, biaya masuk kuliah di
perguruan tinggi BHMN semakin mahal. Mahalnya biaya masuk kuliah di
perguruan tinggi BHMN menyebabkan masyarakat marjinal (miskin) sulit
untuk mengenyam pendidikan di perguruan tinggi BHMN.
Beban biaya masuk kuliah yang mahal akan menutup peluang bagi
masyarakat marjinal untuk mengakses pendidikan di perguruan tinggi. Hal
itu sangat bertentangan dengan UUD 1945 Amandemen Ke-4 Bab XIII
Pasal 31 Ayat 1 bahwa tiap warga negara berhak mendapat pendidikan
dan UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 Bab III Pasal 4 Ayat 1 tentang
Penyelenggaraan Pendidikan, di mana pendidikan mesti diselenggarakan
secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan
menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan
kemajemukan bangsa.
Masa depan RUU Perguruan Tinggi akan semakin menindas
masyarakat marjinal sehingga pembahasan RUU Perguruan Tinggi di
Komisi X DPR mesti segera diawasi dan dievaluasi masyarakat. Hal itu
mengingat substansi RUU Perguruan Tinggi adalah otonomi pengelolaan
perguruan tinggi yang telah menyebabkan masyarakat marjinal sengsara
dan sulit mengakses pendidikan di perguruan tinggi BHMN. Semoga!
LAT IH A N 1
1) Pelajari kembali Kegiatan Belajar 1 pada modul ini, kemudian kaji dan
analisis terkait manajemen berbasis sekolah dari sisi kebijakan dan
kemukakan pendapat Anda terkait efektivitas penyelenggaraannya.
2) Anda dapat mencari data pendukung terkait hasil implementasi otonomi
perguruan tinggi di Indonesia dari berbagai sumber. Kemudian analisis
apakah pelaksanaannya berhasil atau tidak, serta kemukakan kelemahan
dan kelebihannya.
R A NG KU M AN
TES F OR M AT IF 1
Jawablah pertanyaan berikut ini!
Kegiatan Belajar 2
A. MASA SENTRALISASI
B. MASA DESENTRALISASI
2. Disiplin anggaran
Pendapatan yang direncanakan merupakan perkiraan yang terukur secara
rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan. Sementara
itu, belanja yang dianggarkan pada setiap pos/pasal merupakan batas
tertinggi pengeluaran belanja. Penganggaran pengeluaran harus
didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam
jumlah yang cukup dan tidak dibenarkan melaksanakan kegiatan/proyek
yang belum/tidak tersedia anggarannya. Dengan kata lain, bahwa
penggunaan setiap pos anggaran harus sesuai dengan kegiatan/proyek
yang diusulkan.
3. Keadilan anggaran
Perguruan tinggi wajib mengalokasikan penggunaan anggarannya secara
adil agar dapat dinikmati oleh seluruh kelompok sivitas akademika dan
karyawan tanpa diskriminasi dalam pemberian pelayanan karena
pendapatan perguruan tinggi pada hakikatnya diperoleh melalui peran
serta masyarakat secara keseluruhan.
4. Efisiensi dan efektivitas anggaran
Penyusunan anggaran hendaknya dilakukan berlandaskan asas efisiensi,
tepat guna, tepat waktu pelaksanaan, dan penggunaannya dapat
dipertanggungjawabkan. Dana yang tersedia harus dimanfaatkan dengan
sebaik mungkin untuk dapat menghasilkan peningkatan dan
kesejahteraan yang maksimal untuk kepentingan stakeholders.
5. Disusun dengan pendekatan kinerja
Anggaran yang disusun dengan pendekatan kinerja mengutamakan
upaya pencapaian hasil kerja (output/outcome) dari perencanaan alokasi
biaya atau input yang telah ditetapkan. Hasil kerja harus sepadan atau
lebih besar dari biaya atau input yang telah ditetapkan. Selain itu,
pencapaian hasil kerja harus mampu menumbuhkan profesionalisme
kerja di setiap organisasi kerja yang terkait.
LAT IH A N 2
R A NG KU M AN
TES F OR M AT IF 2
Kegiatan Belajar 3
Ujian Nasional
Sejak tahun 1984 sampai dengan tahun 2001 yang lalu kita telah
mengetahui serta mengenal yang disebut dengan EBTA (Evaluasi Belajar
Tahap Akhir). EBTA merupakan suatu penilaian akhir terhadap sebuah
jenjang pendidikan untuk menentukan kelulusan atau ketamatan seseorang.
EBTA ini berlaku bagi jenjang pendidikan dari SD, SMP/yang sederajat,
SMU dan SMK/yang sederajat (http://umayaika.wordpress.com/
2012/04/08/analisis-kebijakan-pelaksanaan-ujian-nasional/diunduh 25 Mei
2012).
Berdasarkan asal usul soal, ada dua macam EBTA yaitu EBTA dengan
soal yang berasal dari Kemdikbud Pusat atau yang disebut dengan istilah
EBTANAS (Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional). Soal yang digunakan
telah terstandar sehingga para siswa diharapkan dapat mengetahui tingkat
kualitas pendidikan di setiap sekolah, baik daerah maupun wilayah. Selain
soal yang berasal dari Depdiknas Pusat, juga ada soal EBTA yang
dikembangkan oleh pihak sekolah masing-masing. EBTA dengan soal seperti
ini sering disebut dengan EBTA sekolah. Dalam hubungannya dengan hal ini
terutama mengenai mata pelajaran yang akan diujikan, ada beberapa mata
pelajaran yang di EBTANAS-kan yang tentunya sudah ditentukan oleh pusat.
Sejalan dengan perkembangan pendidikan dalam rangka untuk
meningkatkan mutu pendidikan maka sejak tahun ajaran 2001/2002 istilah
EBTA diganti dengan Ujian Akhir Nasional (UAN) atau sekarang Ujian
Nasional (UN). Pada tahun ajaran 2002/2003 Ujian Nasional tetap
diselenggarakan bahkan hingga sekarang, namun ada beberapa perubahan
dalam setiap tahunnya terutama menyangkut jumlah mata pelajaran, standar
nilai, dan lainnya.
Ujian Nasional (UN) adalah kegiatan penilaian hasil belajar peserta didik
yang telah menyelesaikan jenjang pendidikan pada jalur sekolah/madrasah
yang diselenggarakan secara nasional. Jadi, berdasarkan pengertian tersebut,
dapat disimpulkan bahwa yang disebut Ujian Nasional (UN) itu merupakan
suatu kegiatan yang dilakukan oleh sekolah/madrasah terhadap kegiatan
siswa berupa penilaian hasil belajar yang diikuti oleh para siswa yang telah
menyelesaikan jenjang pendidikan atau siswa yang telah berada pada kelas
MPDR5105/MODUL 4 4.33
akhir sebagai salah satu syarat mengetahui mutu atau kemampuan siswa
dalam menguasai ilmu pengetahuan yang telah diajarkan dan siswa yang
telah melakukan kegiatan tersebut memiliki hak untuk melanjutkan
pendidikan ke jenjang berikutnya jikalau hasil yang diperoleh adalah
memutuskan demikian.
Adapun UN (Ujian Nasional) menurut Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional RI Nomor 20 Tahun 2005 Pasal 4, dijadikan pertimbangan untuk:
1. penentuan kelulusan peserta didik dari suatu satuan pendidikan,
2. seleksi masuk jenjang pendidikan selanjutnya,
3. pemetaan mutu satuan dan/atau program pendidikan,
4. akreditasi satuan pendidikan, serta
5. pembinaan dan pemberian bantuan pada satuan pendidikan dalam upaya
peningkatan mutu pendidikan.
―Saya kira kita sudah melihat jelas, saya yakin pemerintah juga tahu.
Anak didik kita saat ini diformat untuk mampu lulus UN. Bukan lagi
penanaman nilai agar kelak mereka bisa melanjutkan keberlangsungan
bangsa ini,‖ katanya.
Pada akhirnya, kata dia, mereka hanya menjadi objek pembuat
kebijakan pendidikan. Di samping itu, sudah sering dilihat di media dan
beberapa informasi yang diterimanya bahwa praktik ketidakjujuran itu
terjadi ketika UN berlangsung.
―Jika demikian adanya maka UN telah membuat bangsa ini semakin
tidak jujur,‖ kata anggota DPR dari Fraksi PKS itu.
Menurut dia, kasus yang menimpa Ny Siami adalah bentuk nyata
betapa UN telah menciptakan ketegangan sosial di tengah masyarakat.
Suasana ini telah menciptakan keresahan di tengah masyarakat.
Ironisnya lagi, kata dia, UN ini telah mengakibatkan konflik di tengah
masyarakat seperti yang dialami ibu Siami.
―Persoalan yang menimpa ibu Siami tidak bisa dipandang sebelah
mata. Kemdiknas harus menjadikan ini sebagai bahan pertimbangan untuk
mempertimbangkan keberadaan UN. Jangan sampai UN ini jadi teror baru
di tengah dunia pendidikan nasional,‖ katanya.
Idealnya pendidikan menciptakan keselarasan sosial, dan bukan
sebaliknya menciptakan keresahan sosial, dan saat ini UN sudah
menciptakan keresahan sosial, kata Rohmani.
Oleh karena itu, ia berpendapat bila UN harus dikaji ulang, terlebih
setelah kasus yang menimpa ibu Siami ini terjadi.
Sejak awal, pihaknya sudah melakukan sikap kritis terhadap
kebijakan UN sebagai penentu kebijakan kelulusan. ―Ini momentum bagi
kami untuk memperjuangkan kembali bila UN bukan penentu kelulusan,‖
katanya. (Ant/wt/X-12)
Sumber: http://newberkeley.wordpress.com/2011/07/02/kasus-kecurangan-
ujian-nasional/, diunduh 23 Maret 2012.
MPDR5105/MODUL 4 4.41
LAT IH A N 3
1) Pelajari kembali Kegiatan Belajar 3 pada modul ini, baik terkait konsep
maupun implementasi pelaksanaan ujian nasional. Lalu analisis oleh
Anda keterkaitannya dengan mutu pendidikan.
2) Analisis data-data pendukung mengenai implementasi ujian nasional di
Indonesia, kemudian kemukakan pendapat Anda mengenai
keberhasilannya.
3) Anda dapat mengkaji permasalahan yang terkait dengan implementasi
ujian nasional dari berbagai referensi yang ada.
R A NG KU M AN
TES F OR M AT IF 3
Jawablah pertanyaan berikut ini!
1) Apa yang melatarbelakangi pelaksanaan Ujian Nasional? Jelaskan
menurut pemahaman Anda!
2) Apa pentingnya pelaksanaan ujian nasional?
3) Kendala apa saja yang sering terjadi pada pelaksanaan ujian nasional?
MPDR5105/MODUL 4 4.43
Tes Formatif 1
1) Otonomi pendidikan adalah manajemen yang memberi ruang gerak yang
lebih luas kepada pengelolaan pendidikan untuk menemukan strategi
berkompetisi dalam era kompetitif mencapai output pendidikan yang
berkualitas dan mandiri. (Skor = 5)
2) MBS menyebabkan pejabat pusat dan kepala dinas serta seluruh
jajarannya lebih banyak berperan hanya sebagai fasilitator pengambilan
keputusan di tingkat sekolah. (Skor = 3)
3) Kendala MBS: masih banyak sekolah yang belum memahami konsep
dan implementasi MBS, masih banyaknya sekolah yang
menggantungkan semua pengambilan kebijakan pada pusat, kurangnya
dukungan dan partisipasi stakeholders. (Skor = 5)
4) Kendala otonomi perguruan tinggi: adanya keprihatinan berbagai pihak
terkait dengan komersialisasi pendidikan apabila diterapkan konsep
otonomi pendidikan tinggi. (Skor = 2)
(Total Skor = 15)
Tes Formatif 2
1) Pada masa sentralisasi pendidikan, pendekatan penyusunan anggaran
yang digunakan adalah pendekatan tradisional. Dalam anggaran dengan
pendekatan tradisional tidak ada muatan indikator (ukuran) kinerja,
untuk mencapai tujuan dan sasaran layanan publik. Sementara pada masa
desentralisasi, dalam Undang-Undang 17/2003 diperkenalkan
perencanaan pengeluaran jangka menengah dan konsep penganggaran
berbasis kinerja. (Skor = 6)
2) Anggaran Berbasis Kinerja (ABK) diartikan sebagai penyusunan
anggaran yang didasarkan pada target kinerja tertentu. Anggaran disusun
sesuai dengan beban target kinerja. (Skor = 4)
3) Prinsip-prinsip penganggaran berbasis kinerja adalah:
a. transparansi dan akuntabilitas anggaran,
b. disiplin anggaran,
c. keadilan anggaran,
d. efisiensi dan efektivitas anggaran,
e. disusun dengan pendekatan kinerja. (Skor = 5)
(Total Skor = 15)
MPDR5105/MODUL 4 4.45
Tes Formatif 3
1) Latar belakang diselenggarakannya ujian nasional adalah sebagai sebuah
inovasi atau reformasi dalam sebuah sistem pendidikan yang selama ini
dinilai tidak sepatutnya dipergunakan lagi dalam dunia pendidikan.
(Skor = 3)
2) Pentingnya pelaksanaan ujian nasional dapat dilihat dari fungsi UN
antara lain:
a. Alat pengendali mutu pendidikan secara nasional
b. Pendorong peningkatan mutu pendidikan
c. Bahan dalam menentukan kelulusan peserta didik. (Skor = 3)
3) Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan ujian nasional adalah masih
adanya perdebatan keberadaannya yang dikarenakan masalah mutu dan
akses terhadap pendidikan di Indonesia yang belum merata antara daerah
satu dengan daerah yang lain. Masalah tersebut menyebabkan terjadinya
kesenjangan kualitas pendidikan antardaerah. (Skor = 5)
(Total Skor = 11)
4.46 Kebijakan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Dasar
Daftar Pustaka
PE NDA HULUA N
Kegiatan Belajar 1
A. ISTILAH KURIKULUM
Istilah kurikulum berasal dari kata “curere” yang dalam bahasa lain
artinya adalah lintas balap yang harus diselesaikan (Nasution, 2002). Curere
ini yang berkembang dalam bahasa Inggris menjadi “curriculum”. Dalam
dunia pendidikan Indonesia, istilah tersebut belum digunakan ketika bangsa
ini menyatakan dirinya merdeka dan berdaulat atas wilayah yang dulunya
dinamakan Hindia Belanda apalagi ketika Pemerintah Hindia Belanda
memperkenalkan sistem pendidikan barat sebagai politik balas budi di
Indonesia. Istilah yang digunakan pada waktu itu adalah leerplan atau
rencana pelajaran untuk kurikulum dan leervak untuk mata pelajaran. Istilah
Rencana Pelajaran terus digunakan setelah Indonesia merdeka sampai pada
tahun 70-an. Pada tahun 1967 dunia pendidikan Indonesia masih
menggunakan istilah Rencana Pelajaran dan Susunan Mata Pelajaran (untuk
Struktur Kurikulum) (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1996).
Kenyataan seperti itu bukanlah eksklusif terjadi di Indonesia karena di negara
5.4 Kebijakan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Dasar
Gambar 5.1
Domain Kurikulum
B. PENGERTIAN KURIKULUM
2. Dimensi Kurikulum
Sebagaimana telah disebutkan di bagian terdahulu, secara kategorial
pengertian kurikulum sebagai program pendidikan diberi arti dalam dimensi
kurikulum sebagai:
a. ide,
b. dokumen tertulis,
c. proses pembelajaran, dan
d. hasil belajar.
Gambar 5.2
Keterkaitan Keempat Dimensi Kurikulum
C. DEFINISI KURIKULUM
definisi kurikulum. Perhatian khusus dan yang terkait dengan salah satu
dimensi kurikulum menyebabkan kurikulum diidentikkan dengan dimensi
yang didefinisikan. Tentu saja fokus pada salah satu dimensi menyebabkan
proses pengembangan kurikulum menjadi lebih mudah dan prosedur
pengembangan dapat dirinci dalam langkah-langkah yang cukup teknis.
Kelemahan definisi pada salah satu dimensi adalah keutuhan konstruk
kurikulum tidak tergambarkan.
Perbedaan pandangan terjadi karena ketidakutuhan persepsi terhadap
dimensi kurikulum dan juga oleh teori pendidikan yang digunakan untuk
memahami salah satu dimensi tersebut. Perbedaan-perbedaan tersebut
melahirkan kenyataan adanya perbedaan definisi mengenai salah satu
dimensi kurikulum dan perbedaan definisi karena perbedaan dimensi
kurikulum yang dikaji. Konsekuensi dari perbedaan tersebut sering
melahirkan istilah-istilah teknis yang berbeda seperti misalnya kurikulum
sebagai yang diajarkan guru (as taught), kurikulum sebagai kenyataan yang
dialami peserta didik (as learned), dan kurikulum sebagai realisasi dari
rancangan (as reality, as implemented).
Berbagai definisi kurikulum sebagai praksis pendidikan dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
1. Kurikulum sebagai rangkaian hasil belajar.
2. Kurikulum sebagai rangkaian rencana bahan ajar.
3. Kurikulum sebagai pengalaman belajar.
yang dikembangkan sebagai rencana dan apa yang seharusnya terjadi dalam
proses pembelajaran. Definisi tersebut mengakui bahwa proses pembelajaran
adalah proses pelaksanaan dari apa yang direncanakan tetapi ada pengakuan
yang implisit bahwa apa yang terjadi dalam proses tidak harus sama persis
dengan apa yang direncanakan. Definisi tersebut memberikan keluasan
bahwa dalam kondisi tertentu di suatu lingkungan belajar, sekolah dapat
mengubah dan harus mengubah apa yang sudah direncanakan. Kondisi
terjadinya perbedaan (discrepancy) antara apa yang direncanakan dalam
kurikulum sebagai dokumen dengan apa yang terjadi dalam proses sangat
dimengerti dan dipahami oleh para ahli kurikulum. Dalam buku yang
berjudul “Making Change” Mann (1978:46) memberi ilustrasi adanya
discrepancy tersebut melalui lukisan tentang ayunan yang serupa tapi tidak
sama antara apa yang direncanakan dengan apa yang dibuat (dibangun).
Sebagai suatu kegiatan pendidikan yang terencana, kurikulum harus
berupa dokumen yang disusun secara sistematis. Dokumen tersebut berisikan
komponen yang dinyatakan dalam UU Sisdiknas terdiri atas tujuan, isi, bahan
pelajaran, dan cara atau proses.
Definisi kurikulum yang dirumuskan dalam Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah rumusan yang
digunakan dalam modul ini. Penggunaan rumusan itu didasarkan atas
berbagai pertimbangan berikut ini:
a. Modul ini membicarakan mengenai pengembangan kurikulum di
Indonesia. Kemampuan pengembangan kurikulum yang dirancang dalam
modul ini adalah juga yang harus digunakan dalam konteks
pengembangan kurikulum di Indonesia. Oleh karena itu, maka
pelaksanaan pengembangan kurikulum harus mengacu pada pengertian
kurikulum resmi yang telah ditetapkan dalam suatu dokumen legal resmi
pada tingkat undang-undang.
b. Rumusan yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2003
melingkupi paling tidak dua dimensi kurikulum yaitu kurikulum sebagai
dokumen dan kurikulum sebagai proses. Kedua dimensi kurikulum ini
adalah tanggung jawab sekolah. Sedangkan kurikulum sebagai ide
dirumuskan pada tingkat nasional yaitu yang ditetapkan melalui
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 22
Tahun 2005 dengan judul Standar Isi. Mahasiswa yang belajar modul ini
adalah mereka yang secara langsung mau pun tidak langsung akan
terlibat dalam pengembangan dimensi dokumen kurikulum dan dalam
5.16 Kebijakan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Dasar
LA TIHA N
RA NG K UMA N
TE S F O RMA TIF 1
Jawablah pertanyaan di bawah ini!
Kegiatan Belajar 2
A. KONTEN KURIKULUM
1. Pengetahuan
Materi pengetahuan merupakan materi yang sering kali menjadi fokus
utama sehingga mengalahkan posisi materi kemampuan berpikir, nilai dan
sikap, serta keterampilan. Namun demikian, pengetahuan bukan tujuan walau
pun sering kali dijumpai tujuan kurikulum dan tujuan pembelajaran
mengkerdil hanya menjadi penguasaan pengetahuan. Semakin banyak
pengetahuan dimiliki seseorang semakin berhasil suatu kurikulum dan suatu
pendidikan. Dominasi tes, ulangan, dan ujian yang terfokus pada
pengetahuan merupakan indikasi peranan utama pengetahuan dalam dunia
pendidikan. Di sini harus dijelaskan bahwa pengetahuan adalah konten
kurikulum bersifat normatif dan bukan tujuan tetapi ketika dirumuskan
sebagai suatu yang harus dikuasai dan pengetahuan apa yang harus dimiliki
maka rumusan tersebut adalah tujuan. Dalam pendekatan kurikulum
berdasarkan kompetensi yang digunakan pada saat sekarang maka
pengetahuan itu adalah bagian dari suatu kompetensi dan adalah konten
kurikulum sedangkan apabila dirumuskan sebagai pengetahuan dari suatu
kompetensi yang harus dimiliki peserta didik maka pengetahuan tertentu dari
kompetensi tertentu adalah tujuan.
Menurut Anderson dkk. (2001) pengetahuan terdiri atas:
a. Pengetahuan Faktual,
b. Pengetahuan Konseptual,
c. Pengetahuan Prosedural, dan
d. Pengetahuan Metacognitif.
MPDR5105/MODUL 5 5.21
2. Kemampuan Berpikir
Kemampuan berpikir adalah kemampuan manusia yang sangat berharga
sehingga para antropolog menyatakan bahwa yang membedakan manusia
sebagai homo sapiens dari yang lain adalah kemampuan berpikirnya.
Manusia hidup dikendalikan oleh pengetahuan, emosi, sikap, nilai,
keterampilan fisik, dan kemampuan berpikir. Kurikulum adalah suatu
rancangan dan kegiatan mengembangkan berbagai potensi manusia untuk
kehidupan kemanusiaannya maka Kemampuan Berpikir sudah seharusnya
menjadi konten kurikulum yang penting. Sayangnya, seperti yang dinyatakan
Kizlik (2012) konten kurikulum ini terabaikan. Tradisi konten kurikulum
yang berfokus pada pengetahuan telah menyebabkan kemampuan berpikir
tidak mendapat tempat sebagaimana mestinya sebagai konten kurikulum. Hal
ini sejalan dengan konsep bahwa manusia cerdas adalah mereka yang
memiliki banyak pengetahuan. Kelemahan dalam desain konten kurikulum
diperburuk oleh kebijakan mengenai penilaian hasil belajar yang tidak
memiliki validitas dalam menguji kemampuan berpikir peserta didik.
Kenyataan yang demikian menyebabkan kemampuan berpikir tidak
dipelajari secara sistematis dan terencana sehingga kemampuan berpikir tidak
dikuasai peserta didik sebagaimana seharusnya. Sebagai konten kurikulum
yang penting, kemampuan berpikir sudah seharusnya dikembangkan pada
setiap kegiatan belajar di setiap pertemuan kelas dan dalam setiap mata
pelajaran. Kemampuan berpikir dapat digunakan menjadi pengikat konten
pengetahuan sehingga terjadi integrasi konten pengetahuan dari setiap mata
pelajaran. Seperti dinyatakan Ackerman dan Perkins (2001) sebagai pakar
dalam pendidikan berpikir “in its broadest sense curriculum integration
embraces not just the interweaving of subjects (e.g., science and social
studies) but of any curriculum elements (e.g., skills and content) that might
be taught more effectively in relation to each other than separately”.
Memang harus diakui bahwa kemampuan berpikir adalah konten kurikulum
yang “ininertia” jika berdiri sendiri dan memerlukan konten pengetahuan
untuk mempelajari dan menguasainya.
Dalam argumentasinya mengapa kemampuan berpikir adalah konten
kurikulum penting, Kizlik (2012) menyatakan “there is no question
whatsoever that thinking skills are learned. Human beings are not born with
not much more than rudimentary thinking skills. Thinking skills are one of
the most important, yet inadequately implemented areas of the curriculum”.
Tiga hal penting tentang kemampuan berpikir yang dikemukakan oleh Kizlik
MPDR5105/MODUL 5 5.27
behaviors, information, and situation through our own cultural lenses; these
lenses operate involuntarily, below the level of conscious awareness, making
it seems that our own view is simply the way it is,” Ungkapan-ungkapan itu
memberi dasar bahwa kemampuan berpikir yang menjadi konten kurikulum
perlu berangkat dari budaya yang ada. Pada gilirannya kemampuan berpikir
yang dikembangkan kurikulum menjadi masukan baru bagi perkembangan
budaya dari masyarakat yang dilayani kurikulum.
Dari berbagai literatur (Fleithen, 2009; Fisher, 2012) dan kajian terhadap
berbagai dokumen kurikulum, kemampuan berpikir yang penting dipelajari
peserta didik sebagai konten kurikulum terdiri atas kemampuan:
a. mengenal dan merumuskan masalah (problem identification),
b. mengumpulkan informasi (information seeking and validation),
c. mengolah informasi (information processing; critical thinking),
d. mengembangkan konsep/struktur termasuk berpikir induktif,
e. menggunakan pengetahuan termasuk berpikir deduktif (apply to new
context), dan
f. menghasilkan berpikir kreatif (creative thinking).
3. Keterampilan Belajar
Keterampilan Belajar adalah konten kurikulum yang juga penting karena
keterampilan belajar mengembangkan kemampuan peserta didik dalam
belajar sehingga mencapai kebiasaan belajar. Keterampilan Belajar
merupakan salah satu dasar utama bagi peserta didik untuk belajar sepanjang
hayat. Dengan keterampilan belajar yang dimiliki dari pendidikan di sekolah
maka peserta didik mampu meneruskan kegiatan belajarnya setelah berada di
luar sistem pendidikan formal. Artinya, dengan keterampilan belajar yang
dimilikinya seseorang akan memiliki kesempatan untuk belajar mandiri dan
dengan diperkuat oleh rasa ingin tahu maka orang tersebut selalu dapat
mengembangkan dirinya.
Keterampilan Belajar adalah konten penting bagi kurikulum SD karena
kurikulum SD meletakkan fondasi bagi pengembangan seluruh potensi
peserta didik. Kurikulum SD meletakkan dasar-dasar kemampuan membaca,
menulis, berhitung yang merupakan kemampuan awal yang perlu dimiliki
peserta didik untuk mengembangkan Keterampilan Membaca. Kurikulum SD
juga meletakkan dasar untuk peserta didik memiliki “curiosity mind” yang
menjadi pendorong bagi mereka untuk selalu ingin tahu dan rasa ingin tahu
itu dapat diwujudkan melalui keterampilan membaca yang mereka miliki.
Keterampilan belajar dikembangkan melalui proses pembelajaran pada
setiap mata pelajaran yang terdapat pada sebuah kurikulum. Konten
kurikulum yang terdapat pada setiap mata pelajaran diorganisasikan secara
khusus dan spesifik ketika berkenaan dengan pengetahuan tetapi
diorganisasikan secara lintas konten mata pelajaran oleh keterampilan
berpikir, keterampilan belajar, nilai dan sikap. Dia dipelajari dan
dikembangkan melalui kajian terhadap pengetahuan yang terdapat pada
setiap mata pelajaran.
MPDR5105/MODUL 5 5.33
Tabel 5.1
Nilai untuk Konten Kurikulum
Semangat kebangsaan:
Cara berpikir, bertindak, dan wawasan
yang menempatkan kepentingan bangsa
dan negara di atas kepentingan diri dan
kelompoknya.
5.36 Kebijakan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Dasar
5. Keterampilan Psikomotorik
Konten psikomotorik adalah konten kurikulum yang sangat rumit. Sering
kali konten ini dianggap sebagai sesuatu yang dikuasai secara alami karena
kematangan perkembangan fisik atau apa yang disebut dengan “bakat”.
Konten psikomotorik berkembang dari suatu gerakan otot yang sederhana
dan dikendalikan oleh kemampuan kognitif dan perasaan untuk
menyelesaikan suatu pekerjaan sampai pada gerakan yang sangat kompleks.
Gerakan itu bukan spontan atau alami dan juga bukan gerakan refleks yang
bukan merupakan hasil belajar. Gerakan psikomotorik adalah gerakan yang
dipelajari melalui suatu proses pendidikan. Gerakan psikomotorik tersebut
adalah gerakan motorik suatu bagian tubuh yang dipelajari dan dihasilkan
berdasarkan kontrol yang dihasilkan pengolahan informasi (kognitif) dan
sikap (afektif). Gerakan psikomotorik berupa gerakan tangan, kaki, ekpresi
wajah, dan gerakan tubuh. Wessman (2012) menyebutkan gerakan ini dengan
istilah “fine-tuning physical skills”. “Fine-tuning” dihasilkan oleh kontrol
terhadap suatu gerakan yang pada dasarnya adalah hasil belajar untuk
mengendalikan arah, kekuatan, dan bentuk gerakan psikomotorik.
Sebagai suatu keterampilan, psikomotorik dikembangkan melalui
berbagai tahap dan apa yang dikemukakan dalam taksonomi oleh Dave mau
pun Simpson menggambarkan tahap-tahap kemampuan yang dapat
dikembangkan oleh kurikulum. Hirst (2012) menyatakan bahwa keterampilan
psikomotorik harus dikembangkan secara bertahap dan jenjang-jenjang yang
dikemukakan Dave mau pun Simpson merupakan tahap-tahap yang
dimaksudkan Hirst. Keduanya menyatakan bahwa tingkat tertinggi dari
proses pengembangan keterampilan psikomotorik adalah suatu keterampilan
yang menjadi milik dirinya yang oleh Dave disebut dengan istilah
“naturalization” sedangkan Simpson menggunakan istilah “originalization”.
Keduanya menyatakan bahwa gerakan tersebut telah menjadi bagian dari
dirinya.
Sedangkan apa yang dikembangkan oleh Harrow adalah lebih mengarah
pada bentuk-bentuk kemampuan psikomotorik yang dapat dikembangkan
kurikulum. Vinson (2012) menyatakan konten psikomotorik terdiri atas
gerakan-gerakan berikut ini.
a. Action (elementary movement)
b. Coordination (synchronized movement)
c. Formation (bodily movement)
d. Production (combine verbal and nonverbal movement)
MPDR5105/MODUL 5 5.37
Kurikulum sering diartikan salah sebagai mata pelajaran atau daftar mata
pelajaran. Ucapan yang sering terdengar seperti kurikulum IPA, IPS, Bahasa
Indonesia, Matematika, Sejarah, dan sebagainya menggambarkan
kesalahpahaman tersebut. Praktek yang terjadi memang demikian sehingga
setiap mata pelajaran tersebut terpisah dari mata pelajaran lain sehingga apa
yang dilakukan guru di suatu mata pelajaran bersifat eksklusif dan tidak
terkait dengan materi mata pelajaran lain. Peserta didik dibiarkan untuk
mencernakan dan mengoordinasikan semua pengalaman belajar yang
diperolehnya pada hari itu sebagai hasil belajar dirinya.
Sebagaimana dibahas di bagian terdahulu modul ini, kurikulum adalah
kurikulum satuan pendidikan atau satu jenjang pendidikan. Mata pelajaran
adalah satuan organisasi konten kurikulum yang menghimpun konten
pengetahuan spesifik yang memiliki keterkaitan yang erat, konten berpikir,
afektif, dan psikomotor. Hasil belajar adalah hasil belajar kurikulum yang
bersifat akumulatif dari berbagai mata pelajaran dari tahun pelajaran awal ke
tahun pelajaran terakhir di satu satuan pendidikan atau jenjang pendidikan,
bukan hasil satu atau beberapa mata pelajaran. Oleh karena itu, praktek
sebagaimana terjadi pada saat sekarang di mana peserta didik dianggap lulus
dari satuan pendidikan ketika sudah menguasai konten pengetahuan dari satu
atau lebih mata pelajaran. Peserta didik dinyatakan selesai dari pendidikan
suatu satuan atau jenjang pendidikan apabila telah menguasai konten
kurikulum yang diorganisasikan pada semua mata pelajaran. Penguasaan
MPDR5105/MODUL 5 5.39
Tabel 5.2
Komponen Konten Suatu Mata Pelajaran
Mata Pelajaran
Komponen
Bah.
Konten Pancasila Agama Mat IPA IPS Lain
Indonesia
Pengetahuan
Kemampuan
Kognitif
Nilai, Sikap,
Kebiasaan
Keterampilan
Psikomotorik
LA TIHA N
RA NG K UMA N
TE S F O RMA TIF 2
Jawablah pertanyaan berikut ini!
No.
Kunci Jawab Skor
Soal
5. Ide berisikan berbagai prinsip pengembangan yang 2
sesuai dengan model yang digunakan.
Σ = 10
1. Dokumen kurikulum berisikan ide kurikulum. 3
2. Dokumen dikembangkan dari model kurikulum. 3
3. Dokumen kurikulum berisikan komponen tujuan, isi, 3
proses belajar, penilaian hasil belajar, dan lain-lain.
5
4. Dokumen kurikulum adalah dasar bagi guru untuk 3
mengembangkan perencanaan pembelajaran.
5. Dokumen kurikulum adalah “expected curriculum”. 3
Σ = 15
1. Menjelaskan pengertian kurikulum sebagai rangkaian 3
hasil belajar
2. Menjelaskan pengertian kurikulum sebagai rangkaian 3
6 rencana bahan ajar
3. Menjelaskan pengertian kurikulum sebagai 3
pengalaman belajar
Σ=9
1. Mengutip pendapat Oliva 1
2. Menyebutkan faktor waktu, masyarakat, politik, 1
pendidikan, psikologi, ilmu, dan kepemimpinan
3. Menjelaskan faktor waktu 2
4. Menjelaskan faktor saling terkait antara kurikulum 2
dan perkembangan sosial
5. Menjelaskan faktor saling terkait antara kurikulum 2
7 dan perkembangan ilmu pendidikan
6. Menjelaskan faktor saling terkait antara kurikulum 2
dengan psikologi pendidikan dan psikologi belajar
7. Menjelaskan faktor saling terkait antara kurikulum 2
dengan ilmu
8. Menjelaskan peran kepemimpinan dalam mengubah 2
kurikulum
Σ = 14
1. Menjelaskan rancangan guru sebagai “expected 2
curriculum”
8 2. Menjelaskan apa yang dilakukan guru di kelas sebagai 2
“taught curriculum”
MPDR5105/MODUL 5 5.47
No.
Kunci Jawab Skor
Soal
3. Menjelaskan apa yang dialami peserta didik dalam 2
proses pembelajaran di kelas sebagai “learned
curriculum”
4. Menjelaskan keterkaitan antara “taught curriculum” 2
dan “learned curriculum”
5. Menjelaskan keterkaitan antara “learned curriculum” 2
dengan hasil belajar
Σ = 10
1. Mengutip definisi kurikulum berdasarkan UU 1
Sisdiknas
2. Menjelaskan alasan menggunakan rumusan tersebut 2
3. Mendiskusikan pengertian rencana dan pengaturan 2
9
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara
4. Menjelaskan posisi kurikulum untuk mencapai tujuan 2
pendidikan nasional
Σ=7
1. Sebagai dasar legal pengembangan kurikulum, setiap 2
pengembangan kurikulum mengacu kepada definisi
tersebut.
10 2. Sebagai dasar teknis pengembangan kurikulum maka 2
komponen pengaturan tujuan, bahan ajar, proses,
perencanaan untuk pembelajaran menjadi aspek yang
harus terpenuhi dalam pengembangan kurikulum. Σ=4
Total skor 100
Tes Formatif 2
No.
Kunci Jawab Skor
Soal
1. Menjelaskan mengenai pengetahuan sebagai konten 2
kurikulum
2. Menjelaskan kemampuan berpikir sebagi konten 2
kurikulum
3. Menjelaskan keterampilan belajar sebagai konten 2
1
kurikulum
4. Menjelaskan pengertian nilai dan sikap sebagai konten 2
kurikulum
5. Menjelaskan mengenai keterampilan psikomotorik 2
sebagai konten kurikulum
5.48 Kebijakan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Dasar
No.
Kunci Jawab Skor
Soal
6. Membedakan kelima konten tersebut dengan 5
memberikan contoh-contoh
Σ = 15
1. Menjelaskan keterkaitan filosofi dengan tujuan 3
kurikulum
2. Menjelaskan keterkaitan antara filosofi esensialisme, 3
2
perenialisme, rekonstruksi sosial, dan humanisme
dengan konten mata pelajaran
Σ=6
1. Menjelaskan definisi konten sebagai materi yang 3
harus dipelajari
3 2. Menguraikan keterkaitan antara konten langsung 3
dengan tujuan
Σ=6
1. Menjelaskan keterkaitan antara filosofi dengan label 3
mata pelajaran
2. Menjelaskan sumber konten adalah pengetahuan yang 3
sudah jadi dari suatu disiplin ilmu
4
3. Menjelaskan sumber konten rekonstruksi sosial dari 3
disiplin ilmu dan masyarakat, berupa pengetahuan
yang belum jadi
Σ=9
1. Menjelaskan pengetahuan adalah konten yang 3
diperlukan untuk mengembangkan kemampuan
kognitif, nilai dan sikap, serta kemampuan
psikomotorik
5
2. Menjelaskan bahwa pengetahuan terdiri atas 3
pengetahuan faktual, konseptual, prosesual, dan meta
kognitif
Σ=6
1. Desain kurikulum untuk konten pengetahuan diatur 2
dalam pertemuan tunggal atau beberapa pertemuan
untuk suatu mata pelajaran
2. Desain kurikulum untuk konten yang bersifat 4
6
berkembang (developmental content) harus dirancang
dalam suatu keterkaitan yang saling memperkuat baik
secara vertikal mau pun horizontal
Σ=6
MPDR5105/MODUL 5 5.49
No.
Kunci Jawab Skor
Soal
1. Menyebutkan pengertian belajar sepanjang hayat 2
2. Menyebutkan rasa ingin tahu, kemampuan membaca, 2
kemampuan belajar, dan kemampuan berkomunikasi
untuk mendukung kemampuan belajar sepanjang
hayat.
7
3. Menjelaskan konten rasa ingin tahu 2
4. Menjelaskan konten kemampuan membaca 2
5. Menjelaskan konten kemampuan belajar 2
6. Menjelaskan konten kemampuan berkomunikasi 2
Σ = 12
1. Menjelaskan definisikan mata pelajaran sebagai 3
organisasi konten kurikulum terkecil
2. Menjelaskan mata pelajaran sebagai sumber untuk 3
8 merancang proses pembelajaran
3. Menguraikan fungsi mata pelajaran sebagai unit 3
penguasaan kemampuan terkecil
Σ=9
1. Menjelaskan bahwa konten kurikulum terlalu luas dan 3
oleh karenanya itu perlu diorganisasikan dalam unit
yang kecil
9 2. Menjelaskan konten spesifik suatu mata pelajaran dan 3
tugas para pengembang kurikulum, yang fokus pada
konten yang ada pada mata pelajaran
Σ=6
1. Menjelaskan kedudukan mata pelajaran sebagai 3
bagian dari kurikulum dan totalitas keseluruhan
konten mata pelajaran adalah kurikulum
2. Konten kurikulum seperti nilai, sikap, kemampuan 3
10
berpikir, dan kemampuan belajar adalah konten yang
harus dikembangkan oleh setiap mata pelajaran dan
tidak eksklusif konten satu mata pelajaran
Σ=6
5.50 Kebijakan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Dasar
Daftar Pustaka
Longstreet, W.S. dan Shane, H.G. 1993. Curriculum for a New Millenium.
Boston: Allyn and Bacon
Oliva, P.F. 1997. Developing the Curriculum, 4th ed., New York: Longman
Model-model Kurikulum
dan Landasan Pengembangan
Kurikulum
Dr. Asep Herry Hernawan, M.Pd.
PE NDA HULUA N
Selamat beraktivitas !
6.4 Kebijakan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Dasar
Kegiatan Belajar 1
D alam Kegiatan Belajar 1 ini Anda akan mengkaji beberapa hal yang
berkaitan dengan model pengembangan kurikulum menurut beberapa
ahli kurikulum dan pendekatan pengembangan kurikulum menurut beberapa
sudut pandang. Setelah mengikuti Kegiatan Belajar 1 ini Anda diharapkan
dapat mencapai tujuan khusus yang pertama dan kedua dalam Modul 6 ini.
Dengan menguasai substansi materi yang dibahas dalam Kegiatan Belajar 1
ini, Anda akan lebih mantap dalam melakukan kajian mengenai model-model
dan pendekatan yang diterapkan dalam pengembangan kurikulum pendidikan
dasar dewasa ini. Oleh karena itu, seyogianya Anda pelajari uraian di bawah
ini dengan cermat, kerjakan tugas-tugas/latihan dan diskusikan dengan teman
sejawat, serta kerjakan tes formatif untuk menguasai tingkat penguasaan
Anda terhadap isi modul ini. Kedisiplinan Anda dalam mengerjakan tugas-
tugas yang terintegrasi dalam uraian modul akan sangat membantu
keberhasilan Anda.
Gambar 6.1
Disain Kurikulum Tyler – Pendekatan Perilaku
6.8 Kebijakan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Dasar
Gambar 6-2
Disain Kurikulum Beauchamp – Pendekatan Manajerial
6.10 Kebijakan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Dasar
Gambar 6-3
Disain Kurikulum Saylor, dkk – Pendekatan Administratif
Dari Gambar 6.3 di atas dapat kita lihat bahwa penetapan tujuan umum
dan tujuan khusus dipengaruhi oleh dua hal yaitu kekuatan eksternal dan
landasan kurikulum. Kekuatan eksternal mencakup persyaratan legal, data
hasil penelitian, pertimbangan asosiasi profesi, dan peraturan atau kebijakan
pemerintah, sedangkan landasan kurikulum mencakup aspek masyarakat,
peserta didik, dan ilmu pengetahuan. Selanjutnya, pengembang kurikulum
menetapkan desain kurikulum, strategi implementasi kurikulum, dan
prosedur evaluasi sebagai umpan balik untuk memaksimalkan pencapaian
tujuan umum yang berpengaruh terhadap proses pembelajaran. Secara lebih
spesifik, kegiatan-kegiatan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
a. Desain kurikulum melibatkan keputusan yang dibuat oleh tim atau
panitia penyusun kurikulum yang bertanggung jawab kepada pihak
MPDR5105/MODUL 6 6.11
yaitu: the dualistic model, the interlocking model, the concentric model, dan
the ciclical model.
LA TIHA N
Saat ini pada jenjang pendidikan dasar di Indonesia (SD dan SMP)
sedang diimplementasikan Kurikulum Tahun 2013. Bahkan mungkin saja
6.22 Kebijakan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Dasar
RA NG K UMA N
TE S F O RMA TIF 1
Pertanyaan:
1. Persamaan apa yang dapat Anda cermati dari empat model kurikulum
yang telah dikembangkan oleh Ralph W. Tyler, J. Galen Saylor dkk.
Hilda Taba, dan Peter F. Oliva ?
2. Bagaimana gambaran mengenai pendekatan pengembangan kurikulum
dilihat dari sudut pandang secara umum tentang proses pengembangan
kurikulum?
Kegiatan Belajar 2
yang kokoh, maka yang cepat ambruk/hancur adalah gedung itu sendiri,
tetapi apabila landasan pendidikan/kurikulum yang lemah dan tidak kokoh,
maka yang dipertaruhkan adalah manusianya (peserta didik).
Dalam konteks pengembangan kurikulum di negara kita, terbitnya
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
merupakan landasan legal-formal dalam mengembangkan, mengelola, dan
melaksanakan pendidikan. Dalam undang-undang tersebut, Pemerintah
menetapkan berbagai standar nasional pendidikan yang berlaku di seluruh
wilayah Indonesia. Kurikulum yang dikembangkan harus mengacu kepada
standar nasional dan diarahkan untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional dan dalam rangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Lebih
lanjut, ditetapkan juga isi kurikulum yang harus ada pada kurikulum setiap
satuan pendidikan.
Secara khusus berkaitan dengan implementasi Kurikulum Tahun 2013,
selain undang-undang di atas, aspek legal lainnya yang dijadikan landasan
dalam pengembangan kurikulum yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 32
Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, terutama yang terkait dengan
standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, dan standar penilaian.
Keempat standar tersebut saat ini sudah dituangkan menjadi Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud), yaitu Permendikbud
Nomor 54 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Lulusan, Permendikbud
Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses, Permendikbud Nomor 66
Tahun 2013 tentang Standar Penilaian, dan mengenai standar isi untuk
pendidikan dasar dituangkan ke dalam Permendikbud Nomor 67 tahun 2013
tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Dasar/Madrasah
Ibtidaiyah dan Permendikbud Nomor 68 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar
dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah.
Sementara itu, peraturan pelaksanaan dalam implementasi kurikulum
dituangkan ke dalam Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013 tentang
Implementasi Kurikulum.
Jika Anda perhatikan Gambar 6-4 di atas, maka terlihat dengan jelas
bahwa agar kurikulum dengan komponen-komponennya yang terdiri atas
tujuan (aims, goals, objectives), isi/bahan (content), aktivitas belajar
(learning activities), dan evaluasi (evaluation), memiliki tingkat relevansi
6.28 Kebijakan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Dasar
dan fleksibilitas yang tinggi/memadai perlu ditopang oleh lima landasan atau
fondasi. Landasan utama dari kurikulum tersebut yaitu asumsi-asumsi
filosofis (philosophycal assumptions) yang mendasari aspek-aspek lainnya
(epistemologi/hakikat ilmu pengetahuan, masyarakat dan kebudayaan,
individu/peserta didik, serta teori-teori belajar).
Sejalan dengan pandangan Robert S. Zais di atas, berdasarkan hasil studi
dari beberapa sumber, secara umum terdapat empat aspek pokok yang
mendasari pengembangan kurikulum, yaitu landasan filosofis, psikologis,
sosial-budaya, dan perkembangan ilmu pengetahuan/teknologi. Landasan
filosofis dimaksudkan pentingnya filsafat dalam membina dan
mengembangkan kurikulum pada suatu lembaga pendidikan. Filsafat ini
menjadi landasan utama bagi aspek-aspek lainnya. Perumusan tujuan dan isi
kurikulum pada dasarnya bergantung pada pertimbangan-pertimbangan
filosofis. Pandangan filosofis yang berbeda akan memengaruhi dan
mendorong aplikasi pengembangan kurikulum yang berbeda pula.
Landasan psikologis terutama berkaitan dengan psikologi/teori belajar
dan psikologi perkembangan. Psikologi perkembangan diperlukan terutama
dalam menentukan isi kurikulum yang diberikan kepada peserta didik agar
tingkat keluasan dan kedalamannya sesuai dengan tarap perkembangan
peserta didik tersebut. Psikologi belajar memberikan kontribusi dalam hal
bagaimana kurikulum itu disampaikan kepada peserta didik dan bagaimana
pula peserta didik harus mempelajarinya, dengan kata lain berkenaan dengan
penentuan strategi kurikulum.
Landasan sosial-budaya dijadikan sebagai salah satu aspek yang harus
dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum karena pendidikan selalu
mengandung nilai yang harus sesuai dengan nilai yang berlaku dalam
masyarakat. Di samping itu, keberhasilan suatu pendidikan dipengaruhi oleh
lingkungan. Kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik dan
kekayaan budayanya, menjadi dasar dan acuan bagi pendidikan/kurikulum.
Landasan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK)
diperlukan dalam pengembangan kurikulum sebagai upaya menyelaraskan isi
kurikulum dengan perkembangan dan kemajuan yang terjadi dalam dunia
IPTEK yang menyebabkan pula perkembangan dunia pendidikan, baik secara
langsung maupun tidak langsung.
Untuk lebih memperjelas pemahaman Anda, berikut ini diuraikan
mengenai berbagai aspek pokok yang melandasi pengembangan kurikulum
mencakup landasan filosofis, psikologis, sosiologis (sosial-budaya), dan
MPDR5105/MODUL 6 6.29
1. Landasan Filosofis
Landasan filosofis mengacu pada pentingnya filsafat dalam
melaksanakan, membina dan mengembangkan kurikulum di sekolah. Dalam
beberapa literatur, filsafat dimaknai sebagai cara berpikir yang radikal,
menyeluruh dan mendalam atau suatu cara berpikir yang mengupas sesuatu
sedalam-dalamnya. Filsafat dapat juga diartikan sebagai ilmu pengetahuan
tentang kebenaran. Filsafat berupaya mengkaji berbagai permasalahan yang
dihadapi manusia, termasuk masalah pendidikan dan kurikulum.
Filsafat pendidikan pada dasarnya merupakan penerapan dari pemikiran-
pemikiran filosofis untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan.
Sukmadinata (2007: 445-447) mengemukakan ada beberapa pandangan
filsafat yang banyak mendasari konsep dan pelaksanaan kurikulum, di
antaranya pandangan Positivisme-empirisme, Pragmatisme, dan
Eksistensialisme. Rangkuman dari ketiga pandangan filosofis tersebut dapat
diuraikan sebagai berikut.
a. Positivisme atau Empirisme banyak mendasari perkembangan disiplin
ilmu, terutama ilmu-ilmu kealaman (natural science).Pengembangan
kurikulum subjek akademis atau kurikulum berbasis ilmu, banyak
didasari oleh pemikiran-pemikiran positivisme atau empirisme. Aliran
filsafat ini memandang pendidikan sebagai pewarisan atau penerusan
ilmu, keterampilan, dan nilai-nilai kepada generasi muda. Pendidikan
lebih menekankan pada penguasaan bahan ajaran yang diambil dari
disiplin-disiplin ilmu. Para pengembang kurikulum dalam menyusun isi
kurikulum tinggal memilih dan mengambil bahan-bahan ajaran dari
berbagai disiplin ilmu yang ada, disesuaikan dengan tahap
perkembangan peserta didik. Misalnya, isi kurikulum Biologi untuk
SMP, tinggal diambil dari materi Biologi, dan bahan yang diambil
disesuaikan dengan tingkat perkembangan, kemampuan, dan kebutuhan
peserta didik usia SMP. Demikian juga dengan mata-mata pelajaran lain
pada jenjang yang lainnya. Bahan ajaran yang akan menjadi isi
kurikulum tidak usah disusun atau dikembangkan oleh guru atau para
pengembang kurikulum sendiri, sebab sudah dikembangkan oleh para
ahli jauh sebelumnya.
6.30 Kebijakan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Dasar
2. Landasan Psikologis
Pendidikan berkaitan dengan perilaku manusia. Dalam proses
pendidikan itu terjadi interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya,
baik lingkungan yang bersifat fisik maupun lingkungan sosial. Melalui
pendidikan ini diharapkan adanya perubahan perilaku peserta didik menuju
kedewasaan, baik fisik, mental/intelektual, moral, maupun sosial. Namun
demikian, perlu juga diingatkan bahwa tidak semua perubahan perilaku
peserta didik tersebut mutlak sebagai akibat intervensi dari program
pendidikan. Ada juga yang dipengaruhi oleh kematangan peserta didik itu
sendiri atau pengaruh dari lingkungan di luar program pendidikan.
Kurikulum sebagai alat untuk mencapai tujuan/program pendidikan sudah
pasti berkenaan dengan proses perubahan perilaku peserta didik tersebut di
atas. Melalui kurikulum tersebut diharapkan dapat terbentuk tingkah laku
baru berupa kemampuan-kemampuan aktual dan potensial dari para peserta
MPDR5105/MODUL 6 6.35
memahami uraian ini, diharapkan Anda akan memahami juga mengapa kedua
hal tersebut menjadi landasan dalam mengembangkan suatu kurikulum.
perkembangan yang dimaksud adalah tugas yang secara nyata harus dipenuhi
oleh setiap anak/individu sesuai dengan taraf/tingkat perkembangan yang
dituntut oleh lingkungannya. Apabila tugas-tugas itu tidak terpenuhi, maka
pada taraf perkembangan berikutnya anak/individu tersebut akan mengalami
masalah. Melalui tugas-tugas perkembangan ini, anak akan berkembang
dengan baik dan beroperasi secara kumulatif dari yang sederhana menuju ke
arah yang lebih kompleks. Namun demikian, objek penelitian yang dilakukan
oleh Havighurst ini adalah anak-anak Amerika. Jadi, kebenarannya masih
perlu diteliti dan dikaji dengan cermat untuk anak-anak Indonesia yang tentu
saja memiliki kondisi lingkungan yang berbeda.
Pandangan tentang anak sebagai makhluk yang unik sangat berpengaruh
terhadap pengembangan kurikulum persekolahan. Setiap anak merupakan
pribadi tersendiri, memiliki perbedaan di samping persamaannya. Implikasi
dari hal tersebut terhadap pengembangan kurikulum di sekolah yaitu:
1) setiap peserta didik diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan
bakat, minat, dan kebutuhannya;
2) kurikulum memuat isi/materi pelajaran baik yang sifatnya umum atau
inti maupun yang dapat dipilih sesuai dengan minat dan bakat peserta
didik, juga yang sifatnya akademik maupun keterampilan; serta
3) kurikulum memuat tujuan-tujuan yang mengandung pengetahuan,
nilai/sikap, dan keterampilan yang menggambarkan keseluruhan pribadi
yang utuh.
Teori koneksionisme atau teori asosiasi adalah teori yang paling awal
dari rumpun behaviorisme. Menurut teori ini kehidupan tunduk pada hukum
stimulus-respons atau aksi-reaksi. Belajar pada dasarnya merupakan
hubungan antara stimulus dan respons atau aksi-reaksi. Belajar pada dasarnya
merupakan upaya untuk membentuk hubungan stimulus-respons sebanyak-
banyaknya. Tokoh utama dari teori ini yaitu Edward L. Thorndike yang
memunculkan tiga hukum belajar (law of learning) yang sangat terkenal,
yaitu: law of readiness, law of exercise, dan law of effect. Menurut hukum
kesiapan (readiness), hubungan antara stimulus dengan respons akan
terbentuk atau mudah terbentuk apabila telah ada kesiapan pada sistem syaraf
individu. Hukum latihan atau pengulangan (exercise/repetition) menyatakan
bahwa hubungan antara stimulus dan respons akan terbentuk apabila sering
dilatih atau diulang-ulang. Hukum akibat (effect) menyatakan bahwa
hubungan stimulus dan respons akan terjadi apabila ada akibat yang
menyenangkan.
Teori belajar yang ketiga yaitu teori organismik atau gestalt. Teori ini
mengacu kepada pengertian bahwa keseluruhan lebih bermakna daripada
bagian-bagian. Keseluruhan bukan kumpulan dari bagian-bagian. Manusia
dianggap sebagai makhluk atau organisme yang melakukan hubungan timbal
balik dengan lingkungan secara keseluruhan. Hubungan ini dijalin oleh
stimulus dan respons. Menurut teori ini, stimulus yang hadir itu diseleksi
menurut tujuannya, kemudian individu melakukan interaksi dengannya,
selanjutnya terjadilah perbuatan belajar. Bertentangan dengan teori
koneksionisme/asosiasi, peran guru yaitu sebagai pembimbing bukan
penyampai pengetahuan. Peserta didik berperan sebagai pengolah bahan
pelajaran. Belajar berlangsung berdasarkan pengalaman yaitu kegiatan
interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya. Belajar menurut teori
ini bukanlah menghafal akan tetapi memecahkan masalah, dan metode
belajar yang dipakai adalah metode ilmiah dengan cara peserta didik
dihadapkan pada berbagai permasalahan, merumuskan hipotesis atau
praduga, mengumpulkan data yang diperlukan untuk memecahkan masalah,
menguji hipotesis yang telah dirumuskan, dan pada akhirnya para peserta
didik dibimbing untuk menarik kesimpulan-kesimpulan. Prinsip-prinsip dari
teori belajar Gestalt ini banyak memengaruhi praktek implementasi
Kurikulum 2013 di SD dan SMP.
6.40 Kebijakan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Dasar
3. Landasan Sosiologis
Landasan sosilogis mengarahkan kajian mengenai kurikulum yang
dikaitkan dengan aspek masyarakat dan kebudayaan (society and culture).
Sebagai suatu rancangan atau program, kurikulum sangat menentukan
pelaksanaan dan hasil pendidikan. Pendidikan akan mempersiapkan peserta
didik sebagai generasi muda untuk dapat hidup dalam lingkungan
masyarakat. Oleh karenanya, pendidikan harus memberikan bekal
pengetahuan, keterampilan, serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan
mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat. Hal itu menjadikan
pengembangan program pendidikan (kurikulum) harus dilandasi dan
mengacu pada kehidupan masyarakat dengan segala karakteristik dan
kekayaan budayanya.
Untuk lebih jelasnya, coba cermati uraian berikut ini dengan seksama,
kemudian Anda diskusikan dengan mahasiswa lainnya untuk memperoleh
pemahaman yang lebih mendalam.
1) Ide, konsep, gagasan, nilai, norma, dan peraturan. Wujud kebudayaan ini
bersifat abstrak dan adanya dalam alam pikiran manusia dan warga
masyarakat di tempat kebudayaan itu berada.
2) Kegiatan, yaitu tindakan berpola dari manusia dalam bermasyarakat.
Tindakan ini disebut sistem sosial. Dalam sistem sosial, aktivitas
manusia sifatnya konkret, dapat dilihat dan diobservasi. Tindakan
berpola manusia tentu didasarkan oleh wujud kebudayaan yang pertama.
Artinya sistem sosial dalam bentuk aktivitas manusia merupakan refleksi
dari ide, konsep, gagasan, nilai, dan norma yang telah dimilikinya.
3) Benda hasil karya manusia. Wujud kebudayaan yang ketiga ini ialah
seluruh fisik perbuatan atau hasil karya manusia di masyarakat. Oleh
karena itu, wujud kebudayaan ini disebut kebudayaan fisik. Sudah
barang tentu wujud kebudayaan yang ketiga ini adalah produk dari
wujud kebudayaan yang pertama dan kedua.
Bangsa Indonesia yang sangat majemuk, terdiri atas lebih dari 300 suku
bangsa, sampai saat ini masih memelihara kebudayaan daerahnya, seperti
tradisi dan bahasa daerah. Keadaan seperti ini menciptakan kebudayaan
Indonesia yang sangat beraneka ragam, dan menjadi kekayaan tersendiri bagi
bangsa ini yang perlu dipupuk dan dikembangkan, khususnya di lingkungan
sekolah/lembaga pendidikan. Faktor kebudayaan yang beraneka ragam
tersebut merupakan bagian yang penting dalam pengembangan kurikulum di
Indonesia. Namun demikian, perlu dipikirkan bahwa untuk membingkai
persatuan dan kesatuan perlu ditetapkan aspek-aspek kebudayaan yang
sifatnya umum dan berlaku secara nasional. Pendidikan umum yang ada di
sekolah pada dasarnya bermaksud mendidik peserta didik agar dapat hidup
berintegrasi dengan anggota masyarakat yang lain, sekalipun berbeda bahasa
dan suku bangsa. Hal ini membawa implikasi bahwa kurikulum sebagai salah
satu alat mencapai tujuan pendidikan bermuatan kebudayaan yang bersifat
umum pula, mencakup nilai-nilai, sikap-sikap, pengetahuan, kecakapan, dan
kegiatan yang bersifat umum yang sangat penting bagi kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Selain pendidikan yang bermuatan
kebudayaan yang bersifat umum, terdapat pula pendidikan yang bermuatan
kebudayaan khusus, yaitu untuk aspek-aspek kehidupan tertentu dan
berkenaan dengan kelompok masyarakat tertentu. Keadaan seperti itu
menuntut kurikulum yang bersifat khusus pula.
MPDR5105/MODUL 6 6.43
4. Landasan Teknologis
Landasan teknologis mengarahkan kajian mengenai kurikulum yang
dikaitkan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK).
Lebih tegasnya lagi, bahwa pengembangan program pendidikan (kurikulum)
harus dilandasi dan mengacu pada perkembangan dan kemajuan IPTEK.
Untuk lebih jelasnya, coba cermati uraian berikut ini dengan seksama,
kemudian Anda diskusikan dengan mahasiswa lainnya untuk memperoleh
pemahaman yang lebih mendalam.
Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan dua hal yang tidak dapat
dipisahkan. Ilmu adalah pengetahuan sistematis yang diperoleh dengan
metode ilmiah, sedangkan teknologi merupakan aplikasi dari ilmu-ilmu
pengetahuan dan ilmu-ilmu lainnya untuk memecahkan masalah-masalah
praktis. IPTEK berkembang teramat pesat seiring dengan lajunya
perkembangan masyarakat. Pengaruh dari perkembangan IPTEK ini cukup
luas, meliputi segala bidang kehidupan, seperti politik, ekonomi, sosial,
budaya, keagamaan, keamanan, dan pendidikan. Beberapa bidang ilmu dan
teknologi yang memiliki pengaruh sangat kuat terhadap pendidikan, baik
langsung maupun tidak langsung, terutama ilmu dan teknologi informasi dan
komunikasi. Kemajuan di bidang informasi dan komunikasi sangat
berpengaruh terhadap pendidikan. Salah satunya, perkembangan media
massa saat ini sebagai alat informasi dan komunikasi telah banyak
dimanfaatkan dalam dunia pendidikan, karena media massa juga merupakan
media pendidikan. Proses pendidikan dapat berlangsung melalui media
massa.
6.44 Kebijakan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Dasar
cara mendidik yang harus didasarkan atas nilai-nilai yang baik. Demikian
juga dengan kurikulum yang selalu diarahkan pada pencapaian tujuan yang
bersifat normatif. Isi atau materi kurikulum terdiri atas ilmu, pengetahuan,
dan kemampuan yang sejalan dengan norma. Proses pembelajaran juga
menggunakan pendekatan yang selalu normatif.
Setelah membaca dan mencermati isi Kegiatan Belajar 2 ini apakah
Anda sudah merasa memperoleh pemahaman yang memadai mengenai
berbagai landasan yang harus dipertimbangkan dalam mengembangkan suatu
kurikulum? Jika merasa pemahaman Anda belum memadai sebaiknya coba
baca dan cermati kembali uraian di atas sampai Anda betul-betul memahami
arah dari semua uraian tersebut, bahkan akan lebih baik lagi jika Anda
mencoba untuk mengembangkannya lebih lanjut dengan membaca literatur
lainnya yang memuat informasi yang sama.
LA TIHA N
Gambar 6.5
Kontribusi Landasan Pengembangan Kurikulum
RA NG K UMA N
TE S F O RMA TIF 2
Pertanyaan:
1. Mengapa pengembangan kurikulum perlu mempertimbangkan filsafat
pendidikan?
2. Mengapa pengembangan kurikulum perlu mempertimbangkan teori
belajar dan teori perkembangan peserta didik?
3. Mengapa pengembangan kurikulum perlu mempertimbangkan
kebutuhan dan tuntutan masyarakat?
4. Mengapa pengembangan kurikulum perlu mempertimbangkan
perkembangan IPTEK?
Tes Formatif 1
Kunci Jawaban dari Pertanyaan ke 1: (Skor Maksimal = 8)
1) Semua model bersifat linear yaitu mengajukan suatu urutan mengenai
langkah-langkah pengembangan kurikulum yang berbeda. (Skor = 2)
2) Model yang dikembangkan Tyler, Saylor, dan Oliva sama-sama
mengajukan langkah pengembangan kurikulum dari yang umum ke yang
lebih spesifik (deduktif). (Skor = 2)
3) Mengombinasikan skema pengembangan kurikulum dengan desain
pembelajaran. (Skor = 2)
4) Semua model menyarankan apa yang harus dilakukan dalam
mengembangkan kurikulum (preskriptif). (Skor = 2)
Tes Formatif 2
Kunci Jawaban dari Pertanyaan ke 1: (Skor Maksimal = 8)
1) Filsafat pendidikan merupakan penerapan dari pemikiran-pemikiran
filosofis untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan dan
kurikulum. (Skor = 2)
2) Filsafat pendidikan merupakan rujukan utama dalam pengembangan
kurikulum pendidikan dasar. (Skor = 2)
MPDR5105/MODUL 6 6.51
berbagai macam alat dan bahan yang secara langsung atau tidak
langsung dibutuhkan dalam pendidikan. Kegiatan pendidikan
membutuhkan dukungan dari penggunaan alat-alat hasil industri.
(Skor = 2)
3) Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menimbulkan kebutuhan
aspirasi, dan sikap hidup yang baru yang berpengaruh terhadap sistem
dan isi pendidikan. (Skor = 2)
4) Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara langsung akan
menjadi isi/materi kurikulum dan cara penyampaiannya. (Skor = 2)
MPDR5105/MODUL 6 6.53
Daftar Pustaka
Miller, J.P and Seller, W. 1985. Curriculum, Perspective and Practice. New
York. Longmans Publisher.
Oliva, P. F. 2009. Developing the curriculum (7th ed.). Boston, MA: Allyn
and Bacon.
Zais, R.S. 1976. Curriculum: Principles and Foundations. New York: Harper
and Row Publisher.
Modul 7
PE NDA HULUA N
Kegiatan Belajar 1
Memahami pengertian bahan ajar, tidak bisa lepas dari tiga konsep
mendasar yakni belajar, mengajar dan pembelajaran. Untuk kepentingan itu
sebaiknya Anda pahami terlebih dahulu pengertian dari ketiga konsep
tersebut. Berikut ini akan dijelaskan esensi dari ketiganya.
Dewasa ini terjadi perkembangan yang sangat cepat dalam berbagai
aspek kehidupan masyarakat yang mempengaruhi dunia pendidikan dan
pembelajaran dengan sejumlah tantangan kontroversial. Tantangan yang
bersifat universal tersebut menurut UNESCO (1996) harus dihadapi secara
universal juga. Adapun gagasan yang ditawarkan dikenal dengan empat pilar
belajar (four Pillars of Learning), yaitu belajar untuk mengetahui (learning to
know), belajar untuk bekerja (learning to do), belajar untuk hidup
berdampingan dan berkembang bersama (learning to live together), dan
belajar untuk menjadi manusia seutuhnya ( learning to be).
Implementasi keempat pilar pendidikan tersebut harus terwujud sebagai
paradigma pengembangan pembelajaran di sekolah. Adapun paradigma
dimaksud ialah :
1. Penyelenggaraan pembelajaran dinyatakan sebagai suatu proses
pembudayaan dan pemberdayaan siswa yang berlangsung sepanjang
hayat, Di dalam proses tersebut harus ada guru yang memberikan
keteladanan dan mampu membangun kemauan, serta mengembangkan
potensi dan kreativitas siswa.
2. Pembelajaran harus mampu membentuk siswa sebagai manusia
seutuhnya yang memiliki karakteristik personal yang memahami
dinamika psikososial dan lingkungan kulturalnya. Sehingga proses
pembelajaran mencakup: (a) penumbuhkembangan keimanan dan
ketakwaan, (b) pengembangan wawasan kebangsaan, kenegaraan,
demokrasi, dan kepribadian, (c) penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi, (d) pengembangan, penghayatan dan apresiasi, dan ekspresi
seni, serta (e) pembentukan siswa yang sehat jasmani dan rohani.
3. Pembelajaran mencerminkan pentahapan aktualisasi intelektual,
emosional, dan spiritual siswa dalam memahami sesuatu, mulai dari
MPDR5105/MODUL 7 7.5
harus mampu mendorong agar siswa aktif belajar secara fisik maupun mental
sesuai dengan minat, motivasi dan gaya belajar mereka. Semuanya dapat
dirancang baik melalui pembelajaran klasikal dalam kelompok kelas besar,
kelompok kelas kecil dan bahkan belajar mandiri. Namun demikian
mengingat sasaran akhir adalah bagaimana setiap individu dapat belajar,
maka tekanan dalam menentukan kondisi belajar adalah siswa secara
individu.
Sumber-sumber belajar. Sumber belajar berkaitan dengan segala sesuatu
yang memungkinkan siswa dapat memperoleh pengalaman belajar. Di
dalamnya meliputi lingkungan fisik seperti tempat belajar, bahan dan alat
yang digunakan, orang yang berpengaruh baik langsung maupun tidak
langsung untuk keberhasilan meraih pengalaman belajar, misalnya guru,
petugas laboratorium dan ahli media. Dalam kemajuan teknologi seperti
sekarang ini memungkinkan siswa dapat belajar dari mana saja dan kapan
saja dengan memanfaatkan hasil-hasil teknologi. Oleh karena itu, peran dan
tugas guru bergeser dari peran sebagai sumber belajar menjadi pengelola
sumber belajar.
Hasil belajar. Hasil belajar berkaitan dengan pencapaian dalam
memperoleh kemampuan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Tugas utama
guru dalam hal ini adalah merancang dan menggunakan instrumen yang
dapat mengumpulkan data, dan menyusun kriteria keberhasilan yang jelas.
Berdasarkan data tersebut dapat dikembangkan program perbaikan
pembelajaran.
Berdasarkan kajian terhadap hakikat pembelajaran sebagai sistem
dengan komponen-komponennya tersebut diperoleh gambaran bahwa ada
keterkaitan dan ketergantungan antara komponen satu dengan yang lainnya,
Oleh karena itu, arah dan tujuan pembelajaran harus direncanakan dengan
jelas dan prosedur yang sistematis dengan optimalisasi segala potensi dan
sumber daya yang tersedia dan harus mampu memberikan umpan balik.
Dengan demikian dapat dikatakan keberhasilan sistem pembelajaran adalah
keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran.
Dari kedua pendapat tersebut diakui pula bahwa sumber belajar
merupakan salah satu komponen penting yang mempengaruhi pencapaian
tujuan pembelajaran. Bahkan dalam perspektif teknologi pendidikan menurut
Nasution (1987), sumber belajar adalah komponen terpenting dalam
pembelajaran. Apalagi dalam pembelajaran yang mempertimbangkan
perbedaan individu yang memberi kebebasan kepada siswa untuk belajar
MPDR5105/MODUL 7 7.11
sesuai dengan minat, gaya belajar dan kebutuhannya, sumber belajar menjadi
sangat strategis dalam mencapai tujuan belajar. Pembelajaran dengan
pendekatan tersebut dikenal dengan “resource-based learning”. Pendekatan
pembelajaran tersebut dewasa ini semakin menguat seiring dengan
perkembangan ilmu dan teknologi media komunikasi.
Pada tahap implementasi, pembelajaran berbasis siswa (student-base
learning) tersebut dapat diperkaya dengan pendekatan pembelajaran berbasis
sumber belajar (resource-based learning). Adapun ciri-ciri pembelajaran
berbasis sumber belajar menurut Nasution (1987) adalah sebagai berikut.
1. Memanfaatkan secara optimal segala sumber informasi sebagai sumber
pembelajaran dengan mempertimbangkan sumber-sumber yang tersedia.
2. Memberi pengertian dan pilihan kepada siswa tentang keanekaragaman
sumber-sumber informasi yang dapat dimanfaatkan untuk belajar.
3. Mendorong siswa belajar aktif dan mengurangi pasivitas mereka dalam
pembelajaran.
4. Meningkatkan motivasi belajar siswa dengan menyajikan berbagai
bentuk bahan ajar sebagai medium komunikasi siswa-guru.
5. Memberi peluang bagi siswa untuk belajar menurut kecepatan dan
kesanggupannya.
6. Lebih fleksibel dalam penggunaan waktu dan ruang belajar.
7. Mengembangkan kepercayaan akan kemampuan diri sendiri dalam
belajar.
(message), (2) orang (people), (3) bahan (materials), (4) peralatan (device),
(5) teknik (technic), dan (6) lingkungan (setting).
Untuk kepentingan pemahaman yang lebih dalam, silakan Anda
menyimak dengan baik penjabaran dari komponen sumber belajar berikut ini.
1. Pesan (message), merupakan sumber belajar yang meliputi pesan formal
yakni pesan yang dikeluarkan oleh lembaga resmi, seperti pemerintah
atau pesan yang disampaikan guru dalam pembelajaran. Pesan-pesan ini
selain disampaikan secara lisan juga dibuat dalam bentuk dokumen
seperti perundangan, peraturan pemerintah, kurikulum, silabus, RPP dan
lain sebagainya. Pesan non-formal yaitu pesan yang ada di lingkungan
masyarakat luas yang dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran
misalnya cerita rakyat, prasasti, kitab-kitab kuno, dan lain sebagainya.
2. Orang (people) adalah semua orang sesungguhnya dapat berperan
sebagai sumber pembelajaran, namun secara umum dapat dibagi dua
kelompok. Pertama kelompok orang yang didesain khusus sebagai
sumber belajar utama yang dididik secara profesional untuk mengajar,
seperti guru, konselor, widyaiswara, instruktur, termasuk kepala sekolah,
laboran, pustakawan da teknisi sumber belajar. Kelompok kedua adalah
orang yang memiliki profesi selain tenaga yang berada di lingkungan
pendidikan dan profesinya tidak terbatas.
3. Bahan (materials) merupakan suatu format yang digunakan untuk
menyimpan pesan pembelajaran, seperti buku paket, buku teks, modul,
program video, film, over head transparency (OHT), program slide, alat
peraga dan lain sebagainya (biasa disebut perangkat lunak -software).
4. Alat (device) adalah benda-benda yang berbentuk fisik sering disebut
perangkat keras- hardware. Alat ini berfungsi untuk menyajikan bahan-
bahan pada butir 3 di atas. Di dalamnya mencakup multimedia projector,
slide projector, over head projektor, film, tape recorder, opaqe
projector, LCD dan lain-lain.
5. Teknik (technic) adalah cara atau prosedur yang digunakan orang dalam
memberikan pembelajaran guna mencapai tujuan pembelajaran. Di
dalamnya mencakup ceramah, simulasi, sosiodrama, tanya jawab,
diskusi, inkuiri, demonstrasi dan lain sebagainya.
6. lingkungan (setting) adalah latar atau lingkungan yang berada di dalam
sekolah maupun lingkungan yang berada di luar sekolah.
MPDR5105/MODUL 7 7.13
Perlu Anda ketahui bahwa komponen bahan dan alat tersebut di atas erat
kaitannya dengan apa yang disebut dengan bahan ajar. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa bahan ajar merupakan bagian penting dari sumber
belajar. Bahkan lebih jauh dikatakan oleh Seel dan Rechey (1994:9) dalam
Haryanto (2007), bahwa dalam tahapan pengembangan bahan ajar tidak
hanya bagian penting dalam usaha untuk memenuhi fungsi pengembangan
sumber belajar, tetapi bisa menjadi bagian dari upaya memecahkan masalah
belajar dan mempengaruhi proses dan keberhasilan pembelajaran.
Setelah Anda menyimak paparan tentang hakikat pembelajaran dan
sumber ajar, maka pada bagian berikut akan disajikan uraian tentang
pengertian bahan ajar.
LA TIHA N
RA NG K UMA N
TE S F O RMA TIF 1
Kegiatan Belajar 2
Merujuk pada pola klasifikasi tersebut, maka jenis bahan ajar secara
umum dapat berupa bahan ajar cetak dan non cetak.
1. Bahan ajar cetak antara lain: handouts, modul, buku, lembar kerja
siswa, brosur, leaflet, wallchart.
2. Bahan ajar non cetak:
Audio seperti: radio, kaset, CD audio, Piringan Hitam
Visual: foto, gambar, model/maket.
Audio Visual antara lain: video/film, VCD
3. Bahan ajar interaktif:
CD interaktif, computer based, internet
Perlu Anda ketahui bahwa setiap jenis bahan ajar memiliki kekuatan
maupun kelemahan. Pada bagian berikut kita akan mengeksplorasi kekuatan
dan kelemahan dari masing-masing jenis bahan ajar.
Bahan ajar cetak dapat ditampilkan dalam berbagai bentuk. Adapun ciri-
ciri bahan cetak menurut Yusup Hasim (2002) adalah:
1. Menawarkan kemudahan secara luas dan kreativitas bagi individu
2. Simbol-simbol seperti huruf, perkataan, tanda baca dan angka yang
disusun menjadi teks di atas satu permukaan yang disebut halaman
3. Memungkinkan mempunyai gambar atau ilustrasi dalam bentuk gambar
foto, carta, jadwal, grafik dan lain-lain
4. Lebih banyak digunakan oleh individu
5. Bahan tertulis biasanya menampilkan daftar isi, sehingga memudahkan
guru untuk menunjukkan kepada siswa bagian mana yang sedang
dipelajari
6. Bisa dicetak ulang
5. Bisa dilihat sepintas lalu dan kemudian ditandai untuk dibaca kembali
lebih seksama pada waktu dan kesempatan berbeda.
Keunggulan modul:
a. Memungkinkan siswa mampu membelajarkan diri sendiri, tidak
tergantung pada pihak lain (Self-Instructional)
b. Seluruh materi pembelajaran dari satu unit kompetensi atau sub
kompetensi yang dipelajari terdapat di dalam satu modul secara utuh
(Self-Contained)
c. Modul yang dikembangkan tidak tergantung pada media lain atau tidak
harus digunakan bersama-sama dengan media lain (stand alone)
d. Modul hendaknya memiliki daya adaptif yang tinggi terhadap
perkembangan ilmu dan teknologi (adabtif)
e. Modul hendaknya juga memenuhi kaidah bersahabat/akrab dengan
pemakainya (User friendly)
f. Memperjelas dan mempermudah penyajian pesan agar tidak terlalu
bersifat verbal.
7.28 Kebijakan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Dasar
g. Mengatasi keterbatasan waktu, ruang, dan daya indera, baik siswa atau
maupun guru/instruktur.
2. Handouts
Handouts menurut Jones, Bagford dan Wallen (1979) adalah bahan
tertulis yang disiapkan oleh seorang guru untuk mengomunikasikan materi
dalam bentuk out line, studi kasus, masalah, data dan kesimpulan, yang
diberikan biasanya kepada para siswa untuk personal retention (mengulang
secara pribadi/individu) yang diarahkan memperkaya pengetahuan siswa.
Materi biasanya diambilkan dari berbagai literatur yang memiliki relevansi
dengan materi yang diajarkan/kompetensi dasar dan materi pokok yang harus
dikuasai oleh siswa.
Keuntungan penggunaan handouts sebagai bahan ajar adalah:
a. Setiap siswa lebih mudah melihat salinan materi secara permanen.
b. Materi yang diberikan kepada siswa berdasarkan tataan yang sistematis.
MPDR5105/MODUL 7 7.29
Saat ini handouts dapat diperoleh dengan berbagai cara, antara lain
dengan cara download dari internet, atau menyadur dari sebuah buku.
Brosur, leaflet, dan wallchart biasanya masuk dalam kategori alat bantu
mengajar (teaching aids), namun dalam hal ini semua didesain sebagai bahan
ajar. Sebagai bahan ajar, brosur, leaflet, dan wallchart harus memenuhi
kriteria sebagai bahan ajar, antara lain memiliki kejelasan tentang kompetensi
dasar dan materi pokok yang harus dikuasai oleh siswa, diajarkan untuk
berapa lama, dan bagaimana cara menggunakannya.
Kekuatan brosur, leaflet, dan wallchart dapat menjadi bahan ajar yang
menarik, karena bentuknya yang menarik dan praktis. Mudah dibawa karena
hanya satu lembar. Ilustrasi yang ditambahkan dengan warna-warna yang
menarik perhatian (eyecatching) akan menambah menarik minat siswa untuk
menggunakannya.
Sementara kelemahan dari bahan ajar ini hanya bisa digunakan untuk
menyampaikan satu sub topik yang singkat mengingat lembaran yang
tersedia biasanya tidak lebih dari satu lembar dengan paling banyak
memanfaatkan kedua muka yang ada, dan didesain hanya memuat satu
kompetensi dasar saja. Karena hanya memuat materi spesifik maka tidak bisa
digunakan kembali, dan mudah dilupakan. Sekalipun demikian brosur,
leaflet, dan wallchart bisa dijadikan salah satu pilihan bahan ajar.
5. Buku
Buku secara umum maupun buku teks sering kali lebih di anggap
sebagai media daripada bahan ajar. Buku adalah sejumlah lembaran kertas
baik cetakan maupun kosong yang dijilid dan diberi kulit Sebagai bahan ajar
yang berisi suatu ilmu pengetahuan hasil analisis terhadap kurikulum dalam
bentuk tertulis. Oleh pengarangnya isi buku didapat dari berbagai cara
misalnya: hasil penelitian, hasil pengamatan, aktualisasi pengalaman,
otobiografi, atau hasil imajinasi seseorang yang disebut sebagai fiksi.
Sekalipun jenis bahan ajar lain terus dikembangkan sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan khususnya berkaitan dengan sumber dan
media pembelajaran yang menggunakan teknologi informasi yang semakin
canggih, namun hingga saat ini di Indonesia, buku adalah bahan ajar yang
paling mudah di akses oleh sekolah sehingga bisa dikatakan buku adalah
bahan ajar yang paling akrab dengan siswa.
Buku yang baik adalah buku yang ditulis dengan menggunakan bahasa
yang baik dan mudah dimengerti, disajikan secara menarik serta dilengkapi
dengan gambar dan keterangan-keterangannya, isi buku juga
menggambarkan sesuatu yang sesuai dengan ide penulisannya. Buku
7.32 Kebijakan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Dasar
pelajaran berisi tentang ilmu pengetahuan yang dapat digunakan oleh siswa
untuk belajar, Buku fiksi akan berisi tentang pikiran-pikiran fiksi si penulis,
dan seterusnya.
6. Foto/Gambar
Foto/gambar memiliki makna yang lebih baik dibandingkan dengan
tulisan. Foto/gambar sebagai bahan ajar tentu saja diperlukan satu rancangan
yang baik agar setelah selesai melihat sebuah atau serangkaian foto/gambar
siswa dapat melakukan sesuatu yang pada akhirnya menguasai satu atau lebih
kompetensi dasar. Melihat sebuah foto/gambar lebih tinggi maknanya
daripada membaca atau mendengar. Oleh karena itu, pemilihannya harus
benar-benar dipertimbangkan dan yang pasti tidak membahayakan upaya
pengembangan karakter positif siswa. Foto/gambar yang didesain secara baik
dapat memberikan pemahaman yang lebih baik. Bahan ajar ini dalam
menggunakannya harus dibantu dengan bahan tertulis.
Sebuah foto/gambar yang bermakna sebagai bahan ajar paling tidak
memiliki kriteria sebagai berikut:
a. Mengandung sesuatu yang dapat dilihat dan penuh dengan
informasi/data. sehingga tidak hanya sekadar foto/gambar yang tidak
mengandung arti atau tidak ada yang dapat dipelajari
b. Bermakna dan dapat dimengerti. sehingga, si pembaca foto/gambar
benar-benar mengerti, tidak salah pengertian
c. Lengkap, relevan dan rasional untuk digunakan dalam proses
pembelajaran
d. Bahannya diambil dari sumber yang benar
7. Kaset
Sebelum era penggunaan kaset dan teknologi digital menjadi umum bagi
dunia pendidikan, ada yang disebut Pringan Hitam yang digunakan sebagai
bahan ajar. Namun sekarang alat tersebut sudah tergantikan dengan kaset dan
compactdisk atau cakram padat.
Sebuah kaset direncanakan sedemikian rupa sehingga menjadi sebuah
program yang dapat dipergunakan sebagai bahan ajar. Media kaset dapat
menyimpan suara yang dapat secara berulang-ulang diperdengarkan kepada
siswa yang menggunakannya sebagai bahan ajar. Bahan ajar kaset biasanya
banyak digunakan untuk pembelajaran bahasa atau pembelajaran musik,
sekalipun demikian bisa didesain sebagai bahan ajar. Misalnya pemutaran
pidato tokoh-tokoh penting yang mengubah dunia di sekolah-sekolah yang
MPDR5105/MODUL 7 7.33
belum dilengkapi komputer untuk memutar CD, kaset akan menjadi pilihan
yang tepat. Bahan ajar kaset memang benar tidak dapat berdiri sendiri. Oleh
karena itu, dalam penggunaannya memerlukan bantuan alat dan bahan
lainnya seperti tape recorder dan jangan lupa dilengkapi dengan lembar
seskenario guru.
Kelebihan kaset sebagai bahan ajar adalah:
a. harganya murah dan mudah di dapat;
b. mudah pula penggunaannya, bisa dihidupkan dan dimatikan sesuai
dengan kepentingannya;
c. mudah dipindah-pindahkan sehingga bisa dibawa ke manapun baik
untuk kegiatan merekam atau mendengarkan di luar maupun dalam
ruangan; serta
d. tidak memerlukan tempat yang luas untuk menyimpannya dibandingkan
dengan piringan hitam.
9. Video/Film/VCD
Beberapa keuntungan yang didapat jika bahan ajar disajikan dalam
bentuk video/film/VCD, antara lain sebagai berikut.
a. Seseorang dapat belajar sendiri
b. Menyajikan situasi yang komunikatif dan dapat diulang-ulang
c. Menampilkan sesuatu yang detail dari benda yang bergerak, kompleks
yang sulit dilihat dengan mata
d. Dapat dipercepat maupun diperlambat
e. Dapat diulang pada bagian tertentu yang perlu lebih jelas
f. Dapat diperbesar
g. Memungkinkan untuk membandingkan antara dua adegan berbeda
diputar dalam waktu yang bersamaan
h. Dapat digunakan sebagai tampilan nyata dari suatu adegan dan
menampilkan satu percobaan yang berproses
menyampaikan informasi lebih cepat, efektif dan efisien kepada siswa, dan
siswa dapat berinteraksi dengan bahan ajar sesuai dengan prosedur dan
petunjuk operasionalnya.
Komputer telah memungkinkan guru memberikan pengalaman belajar
interaktif kepada siswa, sekaligus menjalankan tanggung jawabnya sebagai
perancang perencanaan pembelajaran dengan bahan ajar interaktif yang
memadukan unsur grafik, teks, suara dan gambar atau animasi secara
komprehensif dan bermakna bagi pencapaian tujuan pembelajaran.
Bahan ajar interaktif (interactive teaching material) memanfaatkan
perangkat yang memungkinkan pemakai berinteraksi, berkreasi, dan
berkomunikasi sehingga dapat menciptakan presentasi yang dinamis dan
interaktif artinya bersifat saling mempengaruhi. Pengguna (user) dan media
(program) ada hubungan timbal balik, Pengguna memberikan respons
terhadap permintaan/tampilan program, kemudian dilanjutkan dengan
penyajian informasi/konsep berikutnya yang disajikan oleh media (program)
tersebut. Pengguna harus berperan aktif dalam pembelajaran berbantuan
komputer ini. Pada perkembangan mutakhir teknologi informasi, bahan ajar
interaktif sudah dikembangkan dengan berbasis web (web based learning
materials ).
Saat ini sudah mulai banyak orang memanfaatkan bahan ajar ini, karena
di samping menarik juga memudahkan bagi penggunanya dalam mempelajari
suatu bidang tertentu. Biasanya bahan ajar multimedia dirancang secara
lengkap mulai dari petunjuk penggunaannya hingga penilaian. Salah satu
kelemahan dari bahan ajar interaktif adalah dalam menyiapkannya diperlukan
pengetahuan dan keterampilan pendukung yang memadai terutama dalam
mengoperasikan peralatan seperti komputer, kamera video, dan kamera foto.
Bahan ajar interaktif biasanya disajikan dalam bentuk compact disk (CD).
Di samping komponen-komponen bahan ajar dan ilustrasi, bahan ajar
yang baik dan menarik mempersyaratkan penulisan yang menggunakan
ekspresi tulis yang efektif. Ekspresi tulis yang baik akan dapat
mengomunikasikan pesan, gagasan, ide, atau konsep yang disampaikan
dalam bahan ajar kepada pembaca/pemakai dengan baik dan benar. Ekspresi
tulis juga dapat menghindarkan salah tafsir atau pemahaman.
7.36 Kebijakan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Dasar
Dewasa ini pemikiran bahwa siswa lebih penting dari guru, bahan ajar,
kurikulum metode dan evaluasi sudah menjadi paradigma umum dalam dunia
pendidikan di Indonesia. Pemikiran tersebut menempatkan siswa sebagai
pusat dari pembelajaran. Oleh karenanya baik kurikulum, bahan ajar, metode
mengajar, dan evaluasi harus dirancang atau didesain untuk kepentingan
siswa. Dan ini adalah menjadi tanggung jawab guru untuk mengecek dan
melihat apakah semua elemen dalam proses pembelajaran berjalan dengan
benar untuk para siswa dan menyesuaikannya jika mereka tidak dapat
mencapainya dengan sukses. Peranan guru, ini adalah untuk membantu siswa
belajar. Dalam konteks pembelajaran, guru harus mengikuti kurikulum dan
mengkaji, membuat, atau memilih bahan ajar. Mereka bisa mengadaptasi,
melengkapi (supplement), dan menjabarkan bahan ajar dan juga memonitor
perkembangan dan kebutuhan siswa dan akhirnya melakukan evaluasi.
Salah satu masalah penting yang sering dihadapi oleh guru dalam
kegiatan pembelajaran adalah memilih atau menentukan bahan ajar atau
materi pembelajaran yang tepat dalam rangka membantu siswa mencapai
kompetensi. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa dalam kurikulum atau
silabus, materi bahan ajar hanya dituliskan secara garis besar dalam bentuk
materi pokok. Menjadi tugas guru untuk menjabarkan materi pokok tersebut
sehingga menjadi bahan ajar yang lengkap.
Memahami bahwa dalam mengembangkan bahan ajar ada dua prinsip
utama yang harus dipahami oleh guru yakni perkembangan siswa dan
pembelajaran itu sendiri, Oleh karena itu, sebelum lebih jauh mengkaji
tentang pengembangan dan penggunaan bahan ajar dalam konteks
pembelajaran di SD, sebaiknya Anda memahami terlebih dahulu karakter
umum siswa dan juga karakter pembelajarannya. Untuk itu simaklah dengan
baik paparan berikut ini.
2. Karakteristik Pembelajaran SD
Pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan menggabungkan
eksplorasi aktif dan aktivitas, dengan asumsi (1) siswa menyusun
pengetahuan berdasarkan pengalaman mereka sebelumnya dan menampilkan
skema, (2) pengetahuan tidak pernah dikirimkan secara otomatis, (3)
penyusunan pengetahuan dan integrasi dengan struktur mental terkini
merupakan cara pembelajaran dilakukan, dan (4) lingkungan sosial
merupakan hal penting
Berdasarkan asumsi tersebut di atas pembelajaran di SD dimaknai.
Tujuan pengembangan pembelajaran SD pada dasarnya merujuk pada dua
landasan utama yang tertuang dalam lampiran Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 23 Tahun 2006, tentang Standar Kompetensi Lulusan
Satuan Pendidikan Dasar (SKL). SKL dikembangkan berdasarkan tujuan
pendidikan sekolah dasar yakni “meletakkan dasar kecerdasan pengetahuan,
kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan
mengikuti pendidikan lebih lanjut”. Sementara itu, Standar Kompetensi
Lulusan Satuan Pendidikan SD adalah sebagai berikut:
a. Menjalankan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap
perkembangan anak.
b. Mengenal kekurangan dan kelebihan diri sendiri
c. Mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku di lingkungannya
d. Menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial
ekonomi di lingkungan sekitarnya
e. Menggunakan informasi tentang lingkungan sekitar secara logis, kritis,
dan kreatif
f. Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, dan kreatif dengan
bimbingan guru/pendidik
g. Menunjukkan rasa keinginan yang tinggi dan menyadari potensinya
h. Menunjukkan kemampuan memecahkan masalah sederhana dalam
kehidupan sehari- hari
i. Menunjukkan kemampuan mengenali gejala alam dan sosial di
lingkungan sekitar
j. Menunjukkan kecintaan dan kepedulian terhadap lingkungan
MPDR5105/MODUL 7 7.43
Kenyataan yang masih sering kita temukan adalah bahwa siswa oleh
para orang tua atau pembimbing maupun kesepakatan masyarakat untuk
tunduk, menerima buku teks yang telah disusun oleh para pengembang
kurikulum sebagai satu-satunya sumber utama menggantikan guru. Guru
menyerahkan sepenuhnya pembelajaran kepada siswa dan buku teks.
Sehingga terciptalah suatu iklim pembelajaran yang tidak seharusnya di mana
peran guru sebagai fasilitator maupun motivator tidak dijalankan dengan
tepat. Dapat Anda bayangkan ketimpangan suasana pembelajaran yang hanya
melibatkan buku teks dan bukan bahan ajar.
Bahan ajar berbeda dengan buku teks. Perbedaan antara bahan ajar
dengan buku teks tidak hanya terletak pada format, tata letak, dan
perwajahannya, tetapi juga pada orientasi dan pendekatan yang digunakan
dalam penyusunannya. Buku teks biasanya ditulis dengan orientasi pada
struktur dan urutan berdasarkan bidang ilmu (content oriented) untuk
dipergunakan oleh guru dalam mengajar (teaching oriented). Artinya buku
teks merupakan sumber informasi yang disusun dengan struktur dan urutan
berdasar bidang ilmu tertentu yang seharusnya lebih dimaknai sebagai bagian
dari kelengkapan guru dalam mengajar, sementara bahan ajar merupakan
bahan atau materi pembelajaran yang disusun secara sistematis yang
digunakan guru dan siswa dalam kegiatan pembelajaran. Oleh karenanya
sangat jarang buku teks dipergunakan untuk belajar mandiri, karena memang
tidak dirancang untuk itu.
Salah satu persepsi yang juga berkembang di masyarakat tentang buku
teks adalah sama dengan buku pelajaran dan sama dengan kurikulum.
Sehingga tidak heran jika ada penyempurnaan atau perubahan kurikulum,
identik dengan penyempurnaan dan perubahan buku teks (buku ajar).
Pendapat tersebut sebagai akibat kecenderungan ketika terjadi perubahan
kurikulum, selalu diikuti oleh perubahan buku pelajaran.
Tentu gambaran tersebut di atas adalah sebuah kesalahan! Penggunaan
buku teks tetap memerlukan guru yang berfungsi sebagai penerjemah yang
menyampaikan isi buku tersebut bagi siswa. Demikian juga perubahan
kurikulum tidak hanya ditandai dengan perubahan buku pelajaran, tetapi
lebih merupakan kebutuhan untuk menyesuaikan dengan tuntutan
perkembangan masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahkan
7.48 Kebijakan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Dasar
Tabel 7.1
Perbandingan Bahan Ajar dan Buku Teks
Sedangkan manfaat bagi guru jika menyusun bahan ajar sendiri adalah:
a. memperkaya wawasan karena dikembangkan dengan menggunakan
berbagai referensi;
b. menambah khasanah pengetahuan dan pengalaman guru dalam menulis
bahan ajar;
c. membangun komunikasi pembelajaran yang efektif antara guru dengan
siswa karena siswa akan merasa lebih percaya kepada gurunya;
d. menambah angka kredit jika dikumpulkan menjadi
LA TIHA N
RA NG K UMA N
TE S F O RMA TIF 2
Ada telah melakukan kegiatan latihan dan menjawab soal-soal
berdasarkan hasil bacaan Anda pada KB2! Untuk lebih memantapkan
pemahaman Anda mengenai KB2 dalam Modul 7 ini maka kerjakanlah soal-
soal dalam kegiatan Tes Formatif 2. Jawaban anda hendaknya diuraikan
dengan ringkas dan jelas!
1) Bahan ajar berdasarkan sifatnya dikembangkan dalam beragam bentuk di
antaranya print technologies, audio technologies, audiovisual
technologies, computer-based technologies, dan integrated technologies.
Jelaskan klasifikasi bentuk-bentuk bahan ajar tersebut!
2) Salah satu bahan ajar yang dikembangkan adalah bahan ajar cetak.
Identifikasi kelebihan dan kekurangan bahan ajar cetak masing-masing
minimal 3 penjelasan!
3) Deskripsikan pengertian jenis-jenis bahan ajar cetak berikut!
a. Modul c. Lembar Kerja Siswa
b. Hand out d. Buku
4) Identifikasi penggunaan modul dan LKS sebagai bahan ajar! Bandingkan
kelebihan kedua jenis bahan ajar tersebut, perbandingan hendaknya
dengan menguraikan kelebihan masing-masing bahan ajar kemudian
uraikan persamaan dan perbedaannya!
5) Bagaimana bahan ajar interaktif digunakan dalam kegiatan
pembelajaran? Uraikan proses penggunaannya beserta kelebihan dan
kekurangan bahan ajar interaktif!
MPDR5105/MODUL 7 7.55
Tes Formatif 1
NO ASPEK JAWABAN SKOR
1 Jawaban harus mencantumkan 4 pilar belajar yang
dikemukakan UNESCO (1996):
Belajar untuk mengetahui (learning to know) 1
Belajar untuk bekerja (learning to do) 1
Belajar untuk hidup berdampingan dan berkembang 1
bersama (learning to live together)
Belajar untuk menjadi manusia seutuhnya (learning 1
to be)
Skor Maksimal 4
2 Menjelaskan definisi pendekatan sistem pembelajaran: 2
Satu kesatuan komponen atau unsur yang satu sama lain
saling berkaitan dan saling berinteraksi untuk mencapai suatu
hasil yang diharapkan secara optimal, sesuai dengan tujuan
yang telah ditetapkan.
Hasil identifikasi unsur pendekatan sistem pembelajaran: 2
Manusiawi
Material
Fasilitas
Perlengkapan dan prosedur
Analisis-deskripsi mengenai unsur-unsur pendekatan sistem 6
pembelajaran
Skor Maksimal 10
3 Deskripsi komponen utama sistem pembelajaran 3
meliputi:
Siswa
Kondisi
Tujuan
Sumber-sumber belajar
Hasil belajar
Deskripsi penjelasan lanjutan mengenai:
Hakikat masing-masing komponen sistem pembelajaran 4
Contoh implementasi masing-masing komponen 4
Skor Maksimal 11
4 Uraian hubungan antar komponen pembelajaran:
Arah dan tujuan pembelajaran harus direncanakan dengan 3
MPDR5105/MODUL 7 7.57
Tes Formatif 2
NO ASPEK JAWABAN SKOR
1 Deskripsi klasifikasi bentuk bahan ajar meliputi :
Print technologies, berupa sejumlah bahan cetak 2
(printed) yang disiapkan dalam kertas yang dapat
berfungsi untuk keperluan pembelajaran atau
penyampaian informasi.
Audio technologies, menghasilkan bahan audio yang 2
menggunakan sistem sinyal radio secara langsung dan
dapat didengar atau dimainkan oleh orang lain.
Audiovisual technologies, menghasilkan bahan audio 2
visual yang memanfaatkan sinyal radio dan
dikombinasikan dengan gambar bergerak secara
sekuensial.
Computer-based technologies dan integrated 2
technologies, menghasilkan bahan ajar interaktif
(interactive teaching material) yang mengombinasikan
beberapa media baik audio, gerak, grafik, gambar,
animasi dan video.
Skor Maksimal 8
2 Kekuatan bahan ajar cetak meliputi:
Tidak memerlukan alat canggih untuk penggunaannya 1
Bisa dan mudah dibawa ke mana saja, cepat digunakan 1
dan dapat dengan mudah dipindah-pindahkan
Pembaca dapat mengatur tempo secara mandiri 1
Memotivasi pembaca untuk melakukan aktivitas, seperti 1
menandai, mencatat, membuat sketsa, informasi atau
konsep penting bisa digaris atau diwarnai
Bisa dilihat sepintas lalu dan kemudian ditandai untuk 1
dibaca kembali lebih seksama pada waktu dan
kesempatan berbeda
Kekurangan bahan ajar cetak:
Tidak bergerak seperti video sehingga memiliki 1
kemungkinan membosankan
Tidak melibatkan siswa dalam pembuatannya sehingga 1
kurang memiliki ikatan secara emosional dan berjarak
Hanya sesuai bagi pengajaran individu 1
Untuk kepentingan kelompok besar harus diperbanyak 1
dan tentu memakan biaya yang tidak sedikit
Skor Maksimal 9
7.60 Kebijakan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Dasar
Daftar Pustaka
Model-Model Pengembangan
Bahan Ajar
Prof. Dr. Hj. Hansiswany Kamarga, M.Pd.
Dr. Erlina Wiyanarti, M.Pd.
PEN D A HU L UA N
M odul ini merupakan modul kedelapan dari mata kuliah Kebijakan dan
Pengembangan Kurikulum Pendidikan Dasar. Dari apa yang telah
dibahas dalam Modul 7, tentu Anda sudah memahami tentang hakikat bahan
ajar, tujuan, fungsi dan manfaatnya. Dalam Modul 8 ini, Anda kami ajak
untuk memahami tentang karakteristik bahan ajar dan model-model
pengembangan bahan ajar Pendidikan Dasar.
Sebagaimana ditetapkan di dalam Pasal 13 Undang-undang No. 2 Tahun
1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu Pendidikan Dasar
diselenggarakan untuk mengembangkan sikap dan kemampuan serta
memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk
hidup di dalam masyarakat serta mempersiapkan peserta didik yang
memenuhi persyaratan untuk mengikuti pendidikan menengah. Sedangkan
berkenaan dengan tujuan operasional pendidikan SD khususnya, dinyatakan
di dalam kurikulum Pendidikan Dasar yaitu memberi bekal kemampuan
dasar membaca, menulis dan berhitung, pengetahuan dan keterampilan dasar
yang bermanfaat bagi siswa sesuai dengan tingkat perkembangannya, serta
mempersiapkan mereka untuk mengikuti pendidikan di SLTP.
Peraturan-peraturan tersebut menjadi acuan untuk pengembangan
kurikulum, pembelajaran dan bahan ajar pada Pendidikan Dasar. Sekolah
Dasar sebagai bagian dari satuan pendidikan dasar memiliki karakteristik
yang berbeda dengan satuan pendidikan lainnya. Sejak dilaksanakannya
wajib belajar pendidikan 9 tahun, fungsi pendidikan SD telah mengalami
perubahan yang mendasar. Fungsi pendidikan SD tidak lagi hanya
menjalankan fungsi terminal melainkan menjalankan fungsi transisional
(Hasan, 1989). Artinya pendidikan di SD bukan lagi sebagai kondisi akhir
dari pendidikan formal yang diharapkan, melainkan sebagai tujuan antara
8.2 Kebijakan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Dasar
Kegiatan Belajar 1
Whitebread, maka bahan ajar untuk kelas rendah ( kelas 1,2 dan 3) harus
lebih bersifat konkret, sementara untuk kelas tinggi (kelas 4, 5 dan kelas
6) di samping bersifat konkret dapat dilengkapi dengan materi yang
bersifat abstrak (formal).
2. Memahami bahwa anak SD pada umumnya menurut Doddington dan
Hilton (2010) memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan tertarik akan dunia
sekitar yang mengelilingi mereka dalam kehidupan sehari-hari serta, juga
mereka akan merasa efektif belajar secara puas ketika mereka senang
dengan situasi yang terjadi. Oleh karena itu, bahan ajar harus memuat
informasi materi yang bersifat kontekstual. Seiring anak tumbuh dan
berkembang dalam kebudayaan, mereka menjadi semakin sadar bahwa
pengalaman dunia mereka dikomunikasikan tidak hanya melalui
pengalaman langsung, tetapi juga melalui sistem tanda yang rumit.
Tanda itu mengumpul, dan terbentuk oleh, pengalaman representasi
masing-masing. Dengan kata lain, bersamaan dengan pengalaman dunia
nyata dan indera, tanda itu menjalankan versi kompleks pengalaman
virtual. Contohnya ketika anak membaca buku atau menonton film, pada
hakikatnya mereka dibekali pemahaman tentang dunia alternatif yang
mengandalkan kemiripan dengan kenyataan yang disertai dampak
emosionalnya pada konversi semiotik (makna), sistem simbolik, bahasa
tubuh, dan suara. Agar anak dapat memahami dan berkomunikasi
melalui sistem makna yang berbeda, mereka harus menggunakan materi
simbol untuk menyusun gagasan bagi diri sendiri. Oleh karena itu, bahan
ajar yang bermakna dalam sistem pembelajaran yang berpusat pada
anak, tidak hanya mendasarkan kreativitas pada pengalaman nyata saja
tetapi juga mengakui kategorisasi yang lebih simpatik, empati mengenai
pengalaman virtual anak – pengalaman yang akan membentang meliputi
sistem semiotik dan meraih pengalaman melalui berbagai fungsi
teknologi komunikasi dalam kebudayaan kita sekarang ini. Di sini,
pengalaman pembelajaran berwujud akan menantang anak secara
intelektual dengan cara melibatkan emosi mereka. Dengan kata lain,
pemaknaan kontekstual tidak terbatas pada aspek-aspek yang
menyangkut pengalaman nyata, tetapi dapat juga dalam dunia virtual
yang relevan, cocok dan bermakna bagi siswa dalam mencapai standar
kompetensi dan kompetensi dasar yang telah ditetapkan. Pemahaman
terhadap berbagai pemikiran tersebut mengimplikasikan perlunya bahan
ajar yang memberi tempat layak dan tepat bagi pemuasan rasa ingin tahu
MPDR5105/MODUL 8 8.9
lainnya. Dengan kata lain, bahan ajar SD tidak boleh terlepas dari konteks
pengembangan maupun implementasi kurikulum SD dalam pembelajaran.
Setelah Anda memahami karakter kurikulum SD pada modul-modul
sebelumnya, maka mari kita kaji implikasinya dalam pengembangan bahan
ajar. Sebagai langkah awal, silakan simak dengan hati-hati paparan berikut
ini.
1. Memahami bahwa kurikulum memberikan kontribusi secara penuh
kepada instansi sekolah, termasuk sekolah dasar, yang dianggap tahu
betul tentang kondisi dan karakteristik siswa, pengelolaan sekolah, serta
sarana prasarana pembelajaran di SD. Hal tersebut mengimplikasikan
perlunya analisis kebutuhan dan daya dukung serta kemampuan sekolah
dalam penyusunan, perancangan, dan perencanaan bahan ajar.
2. Memahami prinsip-prinsip pengembangan kurikulum SD,
mengimplikasikan adanya keperluan akan bahan ajar SD yang
dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip umum dan khusus berikut.
a. Prinsip Umum:
1) Peningkatan keimanan, budi pekerti luhur, dan penghayatan
nilai-nilai budaya yang digali dan diamalkan untuk
mewujudkan karakter dan martabat bangsa
2) Keseimbangan etika, logika, etika dan estetika dalam
pengalaman belajar siswa
3) Penguatan integritas nasional melalui upaya
menumbuhkembangkan pemahaman dan penghargaan terhadap
perkembangan budaya dan peradaban bangsa Indonesia yang
mampu memberikan sumbangan pada dunia.
4) Perkembangan pengetahuan dan teknologi informasi yang
berubah dengan cepat diantisipasi dengan upaya yang diarahkan
pada pengembangan kemampuan berpikir dan belajar dengan
cara mengakses, memilih, dan menilai pengetahuan untuk
mengatasi situasi yang cepat berubah dan penuh ketidakpastian.
5) Pengembangan kecakapan hidup yang mencakup keterampilan
diri, keterampilan berpikir rasional, keterampilan sosial,
keterampilan akademik, keterampilan vokasional siswa SD
melalui pembudayaan membaca, menulis, dan berhitung; sikap
dan perilaku adaptif, kreatif, kooperatif, dan kompetitif.
6) Pilar pendidikan melalui pengembangan empat pilar utama
yakni (1) belajar untuk memahami, (2) belajar untuk berbuat
8.12 Kebijakan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Dasar
Pada dasarnya berbagai cara dapat diikuti untuk menentukan bahan ajar.
Cara yang dipilih banyak bergantung pada nilai-nilai yang dijunjung tinggi
oleh para pengembang kurikulum, baik dari kalangan ilmuwan maupun guru.
Jika mereka berpendirian bahwa sekolah harus menyampaikan kebudayaan
masa lampau yang diwariskan oleh para pendahulu, maka mereka akan
mencari unsur-unsur kebudayaan yang dianggap penting bagi perkembangan
anak. Jika mereka menganggap bahwa sekolah harus mempersiapkan anak
dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan dalam masyarakat, maka bahan
ajar yang penting adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan orang dewasa
dalam kehidupannya. Materi bahan ajar akan berbeda pula jika yang
diutamakan adalah perkembangan mental atau intelektual atau pembangunan
masyarakat baru. Jadi serasi atau tidaknya bahan ajar tergantung pada tujuan
yang ingin dicapai.
Adapun tujuan pendidikan di SD, merujuk kepada Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 adalah meletakkan dasar
kecerdasan pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk
hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut (Depdiknas, 2006).
Dengan demikian, pemilihan bahan ajar SD mengandung prinsip: (1)
mengembangkan kecerdasan pengetahuan, (2) mengembangkan kepribadian
dan akhlak mulia, (3) mengembangkan keterampilan hidup mandiri dan
bertanggung jawab, serta (4) mengembangkan materi yang memiliki
kesinambungan dan relevansi dengan materi pembelajaran di pendidikan
lebih lanjut.
Prinsip-prinsip tersebut dapat dijabarkan dalam substansi pokok kriteria
pemilihan bahan ajar di SD. Kriteria dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Berharga bagi siswa dalam hidupnya
2. Sesuai dengan kebutuhan dan minat siswa
MPDR5105/MODUL 8 8.17
berbagai upaya agar perbedaan tersebut tidak merugikan, untuk itu bahan
ajar perlu diberikan menurut sequence (urutan) yang sesuai dengan
kesanggupan anak.
5. Minat anak. Minat anak menjadi faktor utama dalam penentuan bahan
dan urutannya di sekolah yang “child centered”. Minat anak berubah-
ubah. Ada minat yang timbul karena perkembangan anak, misalnya
minat terhadap alam sekitar, untuk keadaan sosial, untuk agama, dan ide-
ide. Sedangkan minat yang dipengaruhi oleh lingkungan misalnya minat
untuk meneliti lingkungan sekitar, minat untuk olahraga, minat untuk
membuat sesuatu, dan lain sebagainya. Menurut Nasution (1995) minat
karena perkembangan harus mendapat perhatian dalam merancang bahan
ajar.
LAT IH A N
R A NG KU M AN
TES F OR M AT IF 1
Kegiatan Belajar 2
harga yang terkadang turun naik (IPS), serta beberapa materi pelajaran
lainnya. Sebaliknya, materi pelajaran yang tidak saling terkait merupakan hal
yang abstrak bagi anak. Oleh karena itu, pembelajaran tematik akan
dirasakan lebih bermakna bagi diri anak.
Proses pemahaman anak terhadap suatu konsep dalam peristiwa/objek
sangat bergantung pada pengetahuan yang sudah dimiliki anak sebelumnya.
Masing-masing anak selalu membangun sendiri pemahaman terhadap suatu
konsep/pengetahuan baru. Anak merupakan “arsitek” atau pembangun
gagasan, sedangkan guru dan orang tua biasanya hanya sebagai “fasilitator”
(mempermudah/membantu), sehingga peristiwa belajar dapat berlangsung.
Anak baru dapat membangun gagasan/pengetahuan baru, karena materi yang
disajikan saling terkait satu sama lain.
Kegiatan pembelajaran akan lebih bermakna apabila materi pelajaran
yang sudah dipelajari/dipahami oleh siswa dapat dimanfaatkan untuk
mempelajari materi berikutnya. Pembelajaran yang terpadu sangat
berpeluang dalam membantu dan memanfaatkan pengetahuan anak yang
telah dimiliki sebelumnya.
Pembelajaran tematik memberi peluang kepada anak untuk
mengembangkan tiga ranah sasaran pendidikan secara bersama. Ketiga ranah
sasaran pendidikan ini meliputi sikap (jujur, teliti, tekun, terbuka terhadap
gagasan ilmiah), keterampilan (memperoleh, memilih, dan memanfaatkan
informasi, menggunakan alat, mengamati, membaca grafik, termasuk juga
keterampilan sosial seperti bekerja sama dan kepemimpinan), dan wawasan
kognitif (seperti gagasan konseptual tentang lingkungan dan alam sekitar).
Pembelajaran tematik memberi peluang kepada anak untuk membangun
sinergi kemampuan, sehingga tujuan utuh pendidikan (mandiri, peka, dan
bertanggung jawab) dapat dicapai. Kemampuan yang diperoleh dari satu
mata pelajaran akan saling memperkuat kemampuan yang diperoleh dari
mata pelajaran lain. Sehingga guru dapat lebih menghemat waktu dalam
menyusun rencana pembelajaran. Tidak hanya siswa, guru pun belajar lebih
bermakna terhadap konsep-konsep sulit yang akan ajarkan.
Meningkatkan realita sehari-hari dalam kegiatan pembelajaran dapat
meningkatkan keterlibatan siswa secara aktif dalam kegiatan pembelajaran.
Beberapa realita sehari-hari antara lain: berkebun, membersihkan rumah,
belanja bersama ibu di pasar, pengalaman di posyandu, memancing di sungai
ataupun bermain ding dong. Semua realita sehari-hari tidak berdiri sendiri
dalam tatanan konsep-konsep pada satu mata pelajaran. Dengan demikian,
MPDR5105/MODUL 8 8.33
ajar terpadu dapat dikemas dengan TEMA atau TOPIK. Melalui bahan ajar
terpadu siswa diharapkan memperoleh pengalaman dan menambah kekuatan
untuk tumbuhnya minat mencari, menggali dan menemukan konsep dan
prinsip secara holistik, relevan, bermakna, autentik dan aktif (Wilson, dkk.,
1991)
Adapun prinsip-prinsip pengembangan bahan ajar, menurut Puskur
(2008) antara lain sebagai berikut:
4. Edukatif
Bahan ajar yang dikembangkan guru/tutor merupakan alat atau kegiatan
yang memungkinkan anak didik memperoleh pengetahuan, keterampilan dan
sikap. Bahan ajar tersebut mempunyai tujuan untuk memberikan perubahan
ke arah yang lebih baik dalam arti anak memperoleh tatanan nilai, sikap dan
perilaku sebagai bagian dari pendidikan. Nilai edukatif bahan ajar ini dapat
dipergunakan dalam suatu proses pembelajaran yang diberikan secara sadar
dan disusun secara sistematis.
6. Keterpaduan
Guru di dalam mengembangkan bahan ajar pada anak didik prinsip
keterpaduan menjadi salah satu komponen penting dalam mencapai tujuan
pembelajaran. Di mana antara tema dengan kompetensi di setiap aspek
bidang pengembangan saling berkaitan (terintegrasi). Sehingga pembelajaran
menjadi integrated learning.
mata pelajaran yang dipelajari akan membentuk skema, sehingga siswa akan
memperoleh keutuhan dan kebulatan pengetahuan. Selain itu, pengembangan
bahan ajar tematik, akan sangat membantu siswa, karena sesuai dengan tahap
perkembangannya yang masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan.
Bentuk keterkaitan atau keterpaduan ini dapat diartikan sebagai
pemberdayaan materi pelajaran satu pada waktu menyajikan materi pelajaran
lain yang diikat oleh satu tema. Melalui bahan pembelajaran tematik,
pemahaman konsep selalu diperkuat karena adanya sinergi pemahaman antar-
konsep yang dikemas dalam tema. Pembelajaran dan bahan ajar tematik
memiliki satu tema yang aktual, dekat dengan dunia siswa dan ada dalam
kehidupan sehari-hari. Tema ini menjadi alat pemersatu materi yang beragam
dari beberapa materi pelajaran. Pembelajaran tematik perlu memilih materi
beberapa mata pelajaran yang mungkin dan saling terkait. Materi-materi
dalam pembelajaran tematik yang dipilih dapat mengungkapkan tema secara
bermakna. Misalnya ada materi pengayaan horizontal dalam bentuk contoh
aplikasi yang tidak termuat dalam SK/KD. Namun penyajian materi
pengayaan seperti ini perlu dibatasi dengan mengacu pada tujuan maupun
indikator pembelajaran.
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam pengembangan bahan ajar
tematik adalah tidak boleh bertentangan dengan tujuan kurikulum, tetapi
sebaliknya harus mendukung pencapaian tujuan utuh kegiatan pembelajaran
terpadu yang termuat dalam kurikulum. Materi pembelajaran yang dapat
dipadukan dalam satu tema selalu mempertimbangkan karakteristik siswa
seperti minat, kemampuan, kebutuhan, dan pengetahuan awal. Materi
pelajaran yang dipadukan tidak perlu dipaksakan. Artinya, materi yang tidak
mungkin dipadukan tidak usah dipadukan.
Mata pelajaran atau bidang studi terpisah dapat dipadukan, khususnya di
SD dapat disajikan secara terpadu atau tematik. Tentu saja materi yang
dipilih merupakan materi yang saling kait mengait. Misalnya, pada waktu
akan membahas golongan darah (IPA) guru dapat menugaskan untuk
menyelidiki penyebaran golongan darah A,B, O, dan AB masing-masing
siswa. Setelah data terkumpul, siswa dapat menyajikan pengelompokan
golongan darah ini dengan beragam grafik (matematika). Pembahasan
tentang ciri-ciri siswa yang memiliki golongan darah tertentu dapat
dideskripsikan dalam bentuk karangan lucu (bahasa Indonesia).
Pembelajaran tematik ini menuntut guru untuk bekerja keras membaca
beberapa buku acuan, mencatat segala gejala-gejala alam dan peristiwa yang
8.40 Kebijakan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Dasar
terjadi di masyarakat. Guru perlu juga mengkaji standar isi beberapa mata
pelajaran yang mungkin dapat dipadukan dalam satu tema. Namun perlu
diingat, bahwa dalam pembelajaran tematik tidak harus memadukan semua
mata pelajaran. Melalui pengkajian antar-materi pelajaran, maka dapat
diketahui bahwa beberapa topik/konsep dari dua atau lebih mata pelajaran
dapat dipadukan dan dirangkai ke dalam satu tema.
Pembelajaran tematik tidak menuntut adanya perubahan jadwal pelajaran
yang telah ada. Pembelajaran tematik dapat memanfaatkan jadwal pelajaran
yang telah ada, sehingga guru belum perlu mengubah jadwal pelajaran.
Artinya pelajaran tetap diberikan sesuai jadwal pelajaran sehari-hari yang
ada. Begitu juga tujuan pembelajaran dan alokasi waktu yang tersedia tidak
perlu diubah sesuai dengan yang tertuang dalam Silabus. Untuk materi yang
sulit dipadukan, dituntut kerja keras dari guru dengan mengerahkan seluruh
kemampuan, pengalaman, dan pengetahuan yang dimilikinya serta mengkaji
berbagai sumber acuan media yang ada. Memang ada kalanya pembelajaran
tematik di lapangan sering kali membutuhkan sistem persekolahan yang
memiliki otoritas tinggi untuk membuat keputusan sendiri berkaitan dengan
perencanaan dan pelaksanaan gagasan inovatif seperti pembelajaran dan
bahan ajar tematik yang memungkinkan terjadinya perubahan jadwal dan
perubahan target program kelas. Namun demikian, jika untuk kepentingan
kesuksesan pencapaian tujuan pembelajaran mengapa kita tidak siap
melakukan perubahan dan mengembangkan kebijakan demi masa depan
anak-anak.
Namun sekalipun keterpaduan dimungkinkan dalam tahap pembelajaran
maupun bentuk bahan ajar, guru perlu menyadari, bahwa tidak semua materi
dapat dipadukan dalam suatu tema, namun untuk materi/topik yang
direncanakan untuk diajarkan secara tematik, pilihlah materi-materi yang
dapat dipadukan dalam satu tema aktual yang ada di sekitar siswa. Misalnya
krisis ekonomi, bahaya narkoba, derita gempa bumi, korban banjir, dan
sebagainya.
Bahan ajar tematik ini sangat sesuai diterapkan di SD, karena guru SD
pada umumnya merupakan guru kelas. Artinya, dengan kewenangannya
mengajar semua mata pelajaran (kecuali mata pelajaran Agama dan
Olahraga), guru dapat mengatur dirinya sendiri, cara menyajikan beberapa
mata pelajaran disesuaikan dengan ketersediaan alat pelajaran, ketersediaan
waktu, ketersediaan buku pelajaran, dan kondisi minat serta kemampuan
siswa.
MPDR5105/MODUL 8 8.41
Langkah 1
Menentukan jenis mata pelajaran yang akan dipadukan, misalnya
Matematika, IPA, IPS, dan Bahasa Indonesia. Anda dapat pula memadukan
beberapa mata pelajaran yang lain di luar keempat mata pelajaran di atas.
Pada saat Anda menetapkan beberapa mata pelajaran yang akan dipadukan,
Anda sebaiknya sudah memiliki alasan/rasional yang berkaitan dengan
keberhasilan dan kebermaknaan siswa belajar.
Langkah 2
Menyusun daftar konsep/pokok bahasan/subpokok bahasan/
pembelajaran masing-masing mata pelajaran yang diambil dari kurikulum.
Perumusan pokok bahasan dapat disingkat dengan satu atau dua kata atau
beberapa kata, misalnya:
MPDR5105/MODUL 8 8.43
Langkah 3
Membaca sambil mengkaji uraian SK/KD/Konsep/Pembelajaran setiap
mata pelajaran untuk mempertimbangkan SK/KD mana yang dapat
dikaitkan/dipadukan.
Langkah 4
Memberi tanda pada SK/KD yang dianggap dapat dikaitkan dan
kemudian menghubungkannya, misalnya dengan cara menggaris bawahi
SK/KD tersebut dan menghubungkannya dengan garis.
Langkah 5
Menentukan tema pemersatu mata pelajaran yang dipadukan. Tema
dapat diambil dari salah satu SK/KD Bahasa Indonesia atau di luar SK/KD
mata pelajaran formal, asalkan bersifat dekat/dikenal siswa, seperti Gunung
Meletus.
Mata Pel.
Matematika IPA IPS Bahasa Indonesia
Tema
Air Volume Air Provinsi setempat ........... (kaji sendiri)
Waktu Peta Indonesia
Pembagian Sejarah
NEGERIKU Panjang Tanah Kerajaan Hindu-Budha ...........
Pecahan (kaji sendiri)
GUNUNG Volume Bantuan Sriwijaya ............ (kaji sendiri)
MELETUS Penjumlahan Mataram Hindu
Majapahit
8.44 Kebijakan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Dasar
Langkah 6
Mengurai lebih lanjut SK/KD yang dikaitkan menjadi kegiatan nyata
yang akan dilakukan siswa. Rumusan kegiatan harus mengandung
kemampuan yang dipelajari dan berkaitan dengan tema yang dipilih. Uraian
harus mengacu pada uraian masing-masing SK/KD.
Langkah 7
Membuat satuan pelajaran setiap mata pelajaran. Penyusunan satuan
pelajaran ini masih tetap dalam kemasan keterpaduan dengan mengacu pada
satu tema yang sudah ditetapkan.
Siklus keterpaduan keterampilan, tema, konsep, dan topik melalui lintas
kurikulum, ketika beberapa persamaannya terperhatikan. Kaitan ini
dimanfaatkan untuk meningkatkan pembelajaran secara menyeluruh ketika
siswa berupaya membuat hubungan dari gagasan/konsep pada suatu mata
pelajaran ke gagasan/konsep pada mata pelajaran lain. Intinya, keterpaduan
antar-topik/konsep baik dalam satu mata pelajaran maupun dalam lintas mata
pelajaran perlu dilakukan untuk mencapai sasaran dan tujuan pembelajaran
secara keseluruhan.
Keberhasilan pembelajaran tematik sangat ditentukan oleh seberapa jauh
pembelajaran tematik/terpadu direncanakan dan dikemas sesuai dengan
kondisi peserta didik seperti minat, bakat, kebutuhan, dan kemampuan.
Karena topik/konsep yang terdapat dalam standar isi sudah disusun atas
berbagai pertimbangan, guru cukup mengkaji topik/konsep dalam standar isi,
sehingga topik/konsep-konsep itu dapat dipadukan dalam satu tema
pemersatu. Pilihlah tema yang aktual dalam wilayah pengalaman siswa.
Bahan ajar biasanya dilengkapi dengan pedoman untuk siswa dan guru.
Pedoman berguna untuk mempermudah siswa dan guru mempergunakan
bahan ajar. Beberapa ciri khas dari pembelajaran tematik antara lain: (1)
Pengalaman dan kegiatan belajar sangat relevan dengan tingkat
perkembangan dan kebutuhan anak usia (SD); (2) Kegiatan-kegiatan yang
dipilih dalam pelaksanaan pembelajaran tematik bertolak dari minat dan
kebutuhan peserta didik; (3) Kegiatan belajar akan lebih bermakna dan
berkesan bagi siswa sehingga hasil belajar dapat bertahan lebih lama; (4)
Membantu mengembangkan keterampilan berpikir; (5) Menyajikan kegiatan
belajar yang bersifat pragmatis sesuai dengan permasalahan yang sering
ditemui dalam lingkungannya; dan (6) Mengembangkan keterampilan sosial,
seperti kerja sama, toleransi, komunikasi, dan tanggap terhadap gagasan
orang lain.
MPDR5105/MODUL 8 8.45
e. Bersifat fleksibel
Bahan ajar tematik bersifat luwes (fleksibel) di mana pendidik dapat
mengaitkan bahan ajar dari satu mata pelajaran dengan mata pelajaran yang
lainnya, bahkan mengaitkannya dengan kehidupan peserta didik dan keadaan
lingkungan.
Model yang terakhir berbentuk panduan belajar untuk buku teks. Bahan
ajar ini berisi overview dan rangkuman dari topik yang harus dipelajari. Buku
teks sering kali berisi satu cakupan materi dalam satu bidang ilmu, sehingga
perlu dibuatkan peta atau diagram kaitan antar-topik yang perlu dipelajari
untuk memandu ketercapaian kompetensi. Juga perlu dibuat daftar bacaan
tambahan sebagai bahan pengayaan dan penjelasan tambahan baik dalam
bentuk tertulis atau lisan/direkam untuk memberikan koreksi bagian dari
topik yang salah, bias, kadaluwarsa, dan membingungkan pengguna. Prinsip
pengembangan model bahan ajar adalah sangat penting di dalam sistem
pembelajaran yang berkelanjutan, aktual, dan sesuai dengan kebutuhan dan
kondisi satuan pendidikan yang bersangkutan. Pengembangan model ini
perlu dilakukan sehingga satuan pendidikan dapat menerapkan dan
menjalankan secara efektif dan efisien kurikulum sesuai dengan Standar
Nasional Pendidikan.
LAT IH A N
c.
Berbasis pada lingkungan sekitar
Pengembangan bahan ajar berbasis lingkungan dilakukan dengan
mengelaborasi sumber belajar yang ada di lingkungan sekitar.
Prinsip pengembangan bahan ajar dapat memberikan kesempatan
pada anak untuk mencari, mengolah, menemukan dan
memanfaatkan bahan-bahan yang ada di sekitar anak.
d. Edukatif
Bahan ajar yang dikembangkan memungkinkan anak didik
memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap. Bahan ajar
tersebut mempunyai tujuan untuk memberikan perubahan ke arah
yang lebih baik, dalam arti anak memperoleh tatanan nilai, sikap,
dan perilaku sebagai bagian dari pendidikan.
e. Efektif dan efisien
Bahan ajar yang dikembangkan guru/tutor harus diarahkan pada
tujuan pembelajaran pada berbagai aspek bidang perkembangan.
f. Keterpaduan
Dalam pengembangan bahan ajar, prinsip keterpaduan menjadi salah
satu komponen penting dalam mencapai tujuan pembelajaran.
g. Melibatkan fungsi panca indera
Anak belajar melalui panca inderanya. Melalui matanya anak
melihat, melalui telinganya anak mendengar, melalui hidung anak
dapat membedakan bau, melalui kulit anak dapat merasakan panas
dan dingin, dan melalui indera perasa anak dapat merasakan
berbagai rasa.
5) Sebagai suatu model bahan ajar di SD, bahan ajar tematik memiliki
karakteristik sebagai berikut:
a. Berpusat pada peserta didik
Bahan ajar tematik berpusat pada siswa (student centered). Hal ini
sesuai dengan pendekatan belajar modern yang lebih banyak
menempatkan siswa sebagai subjek belajar.
b. Memberikan pengalaman langsung
Bahan ajar tematik dapat memberikan pengalaman langsung kepada
siswa (direct experiences). Dengan pengalaman langsung ini, siswa
dihadapkan pada sesuatu yang nyata (konkret) sebagai dasar untuk
memahami hal-hal yang lebih abstrak.
MPDR5105/MODUL 8 8.51
R A NG KU M AN
TES F OR M AT IF 2
Ada telah melakukan kegiatan latihan dan menjawab soal-soal
berdasarkan hasil bacaan Anda pada KB 2! Untuk lebih memantapkan
pemahaman Anda mengenai KB 2 dalam Modul 8 ini maka kerjakanlah soal-
soal dalam kegiatan Tes Formatif 2. Jawaban Anda hendaknya diuraikan
dengan ringkas dan jelas!
1) Syaodih (2004) mengemukakan lima pendekatan yang sering digunakan
dalam pembelajaran yakni pendekatan kontekstual, bermakna,
pengalaman, terpadu, dan kooperatif. Jelaskan implementasi pendekatan
tersebut dalam kegiatan pembelajaran!
2) Anak merupakan subjek independen yang mampu membangun gagasan
dan pengetahuan berkaitan dengan kehidupannya sehari-hari. Untuk
memfasilitasi kemampuan anak tersebut maka dikembangkan model
pembelajaran tematik. Berikan analisis Anda mengenai independensi
anak dalam membangun gagasannya! Sintesiskan dengan pengembangan
model pembelajaran tematik!
MPDR5105/MODUL 8 8.53
Tes Formatif 1
NO ASPEK JAWABAN SKOR
1 Deskripsi mengenai pengertian pendekatan Holistik dan
Konstruktivistik:
Pendekatan konstruktivistik, menuntut siswa menemukan 3
sendiri, mentransformasikan informasi kompleks,
mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama, dan
merevisinya apabila aturan-aturan tersebut tidak sesuai
lagi.
Pendekatan holistik, menuntut produk pembelajaran tidak 3
dilihat dampaknya terhadap salah satu aspek individual
siswa, melainkan harus dari keseluruhan aspek yang
mencakup dimensi fisik, sosial, kognitif, emosi, moral
dan kepribadian secara terpadu dan utuh
Analisis implementasi proses pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan holistik dan konstruktivistik
meliputi:
Prosedur pengembangan kegiatan pembelajaran 4
Contoh pelaksanaan kegiatan pembelajaran 4
Skor Maksimal 14
2 Lima prinsip pendekatan pembelajaran holistik:
Pengalaman memahami (insight) 1
Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning) 1
Perilaku bertujuan (purposive behavior) 1
Ruang hidup (life space) 1
Transfer dan transformasi dalam pembelajaran terpadu. 1
Skor Maksimal 5
3 Implikasi karakter perkembangan siswa SD dalam bahan
ajar:
Ada perbedaan kemampuan siswa SD secara individu 1
dalam ranah kognitif, sosial-emosional dan moral, dan
psikomotorik.
Memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan tertarik akan 1
dunia sekitar
8.56 Kebijakan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Dasar
Skor Maksimal 6
7 Penjelasan harus memuat:
Uraian penjelasan mengenai prosedur-prosedur yang 7
harus dilakukan dalam penyusunan bahan ajar
Argumentasi pribadi mengenai tingkat urgensi 6
memahami prosedur penyusunan bahan ajar bagi seorang
guru
Skor Maksimal 13
8 Mengidentifikasi prosedur yang lazim digunakan dalam
pengembangan bahan ajar meliputi: 6
Prosedur menerima otoritas para ahli
Prosedur ekperimental
Prosedur ilmiah atau analisis
Prosedur konsensus
Prosedur fungsi-fungsi sosial
Prosedur “presistent life situation”
Prosedur kebutuhan atau masalah pemuda
Tes Formatif 2
NO ASPEK JAWABAN SKOR
1 Penjelasan harus memuat lima pendekatan yang sering
digunakan dalam pembelajaran beserta implementasinya
menurut Syaodih (2004) meliputi:
Pendekatan kontekstual, menekankan pada komponen- 2
komponen yang saling terkait.
Pendekatan bermakna, menekankan arti atau makna dari 2
bahan dan kegiatan yang diberikan bagi kepentingan
siswa.
Pendekatan pengalaman, dengan fokus bahan ajar pada 2
pengalaman siswa, baik pengalaman intelektual,
emosional, sosial, maupun fisik-motorik.
Pendekatan terpadu, menempatkan fokus dan penekanan 2
pada bahan ajar yang disusun terpadu dan dirumuskan
dalam tema-tema pembelajaran.
Pendekatan kooperatif, berangkat dari pemahaman dasar 2
bahwa manusia adalah makhluk sosial, yang dalam
kehidupannya memiliki sifat dasar selalu berada bersama
orang lain, saling tergantung dan membutuhkan.
Skor Maksimal 10
2 Deskripsi mengenai independensi anak dalam
membangun gagasan pengetahuannya memuat
penjelasan mengenai:
Kemampuan anak dalam melihat peristiwa atau objek yang di 3
dalamnya memuat sejumlah konsep/materi beberapa mata
pelajaran. Proses pemahaman anak terhadap suatu konsep
dalam peristiwa/objek sangat bergantung pada pengetahuan
yang sudah dimiliki anak sebelumnya. Kegiatan
pembelajaran akan lebih bermakna apabila materi pelajaran
yang sudah dipelajari/dipahami oleh siswa dapat
dimanfaatkan untuk mempelajari materi berikutnya.
Analisis-sintesis independensi anak dengan
pengembangan model pembelajaran tematik harus
memuat aspek:
Deskripsi definisi pembelajaran tematik 3
Prosedur pelaksanaan pembelajaran tematik 4
Implementasi pembelajaran tematik yang memfasilitasi 7
independensi anak
Skor Maksimal 17
8.60 Kebijakan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Dasar
Skor Maksimal 6
4 Konsep desain bahan ajar yang dikembangkan
berdasarkan pemikiran Robin Fogarti (1991) yaitu:
Bahan ajar dengan desain terpisah (fragmented). Inilah 1
pola bahan ajar yang selama ini digunakan. Topik atau
tema berisi bahan ajaran yang terpisah atau terlepas
antara satu dengan lainnya sehingga pembahasan hanya
mencakup satu aspek dari topik yang dipilih.
Bahan ajar dengan desain terhubung (connected). Bahan 1
ajar dalam satu mata pelajaran atau bidang studi didesain
dengan cara menghubungkan satu topik dengan topik
lainnya, satu konsep dengan konsep lainnya pada
semester atau tahun yang sama atau berbeda.
Bahan ajar dengan desain sarang (nested), masih dalam 1
satu mata pelajaran atau bidang studi. Satu topik bahasan
diarahkan untuk menguasai beberapa kemampuan atau
keterampilan.
Bahan ajar dengan desain paralel (sequence). 1
Pengembangan topik atau tema berdasarkan adanya
hubungan keterkaitan dan kesamaan yang dimiliki oleh
beberapa mata pelajaran atau bidang studi pada waktu
bersamaan.
Bahan ajar dengan desain berbagi (shared). Topik yang 1
dikreasi dari beberapa mata pelajaran atau bidang studi
yang didesain bersama (team works) oleh guru-guru
sehingga menghasilkan topik yang relevan dan berkaitan.
Skor Maksimal 5
MPDR5105/MODUL 8 8.61
Skor Maksimal 7
6 Analisis jawaban harus memuat penjelasan mengenai:
Definisi konsep belajar sambil melakukan (learning by 4
doing)
Prosedur pelaksanaan belajar sambil melakukan 5
(learning by doing)
Implementasi pengembangan bahan ajar tematik dalam 7
pelaksanaan belajar sambil melakukan (learning by
doing)
Skor Maksimal 16
8.62 Kebijakan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Dasar
Daftar Pustaka
Cartledge, G & J.F Milburn. 1995. Teaching Social Skills to Children and
Youth. London: Allyn and Bacon.
PEN D A HU L UA N
Kegiatan Belajar 1
Implementasi Kurikulum
Tabel 9.1
Cakupan Kelompok Mata Pelajaran
Kelompok Mata
No Cakupan
Pelajaran
1. Agama dan Akhlak Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia dimaksudkan
Mulia untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak
mulia. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, atau moral
sebagai perwujudan dari pendidikan agama.
2. Kewarganegaraan Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian
dan Kepribadian dimaksudkan untuk peningkatan kesadaran dan wawasan peserta
didik akan status, hak, dan kewajibannya dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta peningkatan
kualitas dirinya sebagai manusia.
Kesadaran dan wawasan termasuk wawasan kebangsaan, jiwa
dan patriotisme bela negara, penghargaan terhadap hak-hak asasi
manusia, kemajemukan bangsa, pelestarian lingkungan hidup,
kesetaraan gender, demokrasi, tanggung jawab sosial, ketaatan
pada hukum, ketaatan membayar pajak, dan sikap serta perilaku
anti korupsi, kolusi, dan nepotisme.
3. Ilmu Pengetahuan Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada
dan Teknologi SD/MI/SDLB dimaksudkan untuk mengenal, menyikapi, dan
mengapresiasi ilmu pengetahuan dan teknologi, serta
menanamkan kebiasaan berpikir dan berperilaku ilmiah yang
kritis, kreatif dan mandiri.
Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada
SMP/MTs/SMPLB dimaksudkan untuk memperoleh kompetensi
dasar ilmu pengetahuan dan teknologi serta membudayakan
berpikir ilmiah secara kritis, kreatif dan mandiri.
Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada
SMA/MA/SMALB dimaksudkan untuk memperoleh kompetensi
MPDR5105/MODUL 9 9.5
Kelompok Mata
No Cakupan
Pelajaran
lanjut ilmu pengetahuan dan teknologi serta membudayakan
berpikir ilmiah secara kritis, kreatif dan mandiri.
Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada
SMK/MAK dimaksudkan untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan
teknologi, membentuk kompetensi, kecakapan, dan kemandirian
kerja.
4. Estetika Kelompok mata pelajaran estetika dimaksudkan untuk
meningkatkan sensitivitas, kemampuan mengekspresikan dan
kemampuan mengapresiasi keindahan dan harmoni. Kemampuan
mengapresiasi dan mengekspresikan keindahan serta harmoni
mencakup apresiasi dan ekspresi, baik dalam kehidupan
individual sehingga mampu menikmati dan mensyukuri hidup,
maupun dalam kehidupan kemasyarakatan sehingga mampu
menciptakan kebersamaan yang harmonis.
5. Jasmani, Olahraga Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan pada
dan Kesehatan SD/MI/SDLB dimaksudkan untuk meningkatkan potensi fisik serta
menanamkan sportivitas dan kesadaran hidup sehat.
Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan pada
SMP/MTs/SMPLB dimaksudkan untuk meningkatkan potensi fisik
serta membudayakan sportivitas dan kesadaran hidup sehat.
Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan pada
SMA/MA/SMALB/SMK/MAK dimaksudkan untuk meningkatkan
potensi fisik serta membudayakan sikap sportif, disiplin, kerja
sama, dan hidup sehat.
Budaya hidup sehat termasuk kesadaran, sikap, dan perilaku
hidup sehat yang bersifat individual ataupun yang bersifat kolektif
kemasyarakatan seperti keterbebasan dari perilaku seksual
bebas, kecanduan narkoba, HIV/AIDS, demam berdarah,
muntaber, dan penyakit lain yang potensial untuk mewabah.
Sumber : Pedoman KTSP 2008
Struktur Kurikulum
Struktur kurikulum merupakan pola dan susunan mata pelajaran yang
harus ditempuh oleh peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Kedalaman
muatan kurikulum pada setiap mata pelajaran pada setiap satuan pendidikan
dituangkan dalam kompetensi yang harus dikuasai peserta didik sesuai
dengan beban belajar yang tercantum dalam struktur kurikulum. Kompetensi
yang dimaksud terdiri atas standar kompetensi dan kompetensi dasar yang
dikembangkan berdasarkan standar kompetensi lulusan. Muatan lokal dan
kegiatan pengembangan diri merupakan bagian integral dari struktur
kurikulum pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Tabel 9.2
Struktur Kurikulum SD/MI
Tabel 9.3
Struktur Kurikulum SDLB Tunanetra
Tabel 9.4
Struktur Kurikulum SDLB Tunarungu
Tabel 9.5
Struktur Kurikulum SDLB Tunadaksa
Tabel 9.6
Struktur Kurikulum SDLB Tunalaras
1. Pengembangan Silabus
Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok
mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi
dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator
pencapaian kompetensi untuk penilaian, penilaian, alokasi waktu, dan sumber
belajar (Panduan Penyusunan KTSP, Depdiknas, 2006). Silabus merupakan
penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi pokok,
kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi dan penilaian.
Dengan demikian, silabus pada dasarnya menjawab pertanyaan-pertanyaan
sebagai berikut: (1) Apa kompetensi yang harus dicapai siswa, yang
dirumuskan dalam standar kompetensi, kompetensi dasar dan materi pokok?
(2) Bagaimana cara mencapainya yang dijabarkan dalam kegiatan
pembelajaran beserta alokasi waktu dan alat/sumber belajar yang diperlukan?
(3) Bagaimana mengetahui pencapaian kompetensi yang ditandai dengan
penyusunan indikator sebagai acuan dalam menentukan jenis dan aspek yang
akan dinilai?
5) Memadai
Cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber
belajar, dan sistem penilaian cukup untuk menunjang pencapaian
kompetensi dasar.
6) Aktual dan Kontekstual
Cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber
belajar, dan sistem penilaian memperhatikan perkembangan ilmu,
teknologi, dan seni mutakhir dalam kehidupan nyata dan peristiwa
yang terjadi.
7) Fleksibel
Keseluruhan komponen silabus dapat mengakomodasi variasi
peserta didik, pendidik, serta dinamika perubahan yang terjadi di
sekolah dan tuntutan masyarakat.
8) Menyeluruh
Komponen silabus mencakup keseluruhan ranah kompetensi
(kognitif, afektif, psikomotor).
Format 1
SILABUS
Sumber/
Kompetensi Materi Kegiatan Alokasi
Indikator Penilaian Bahan
Dasar Pokok Pembelajaran Waktu
Ajar
Format 2
SILABUS
Sumber/
Standar Kompetensi Materi Kegiatan Alokasi
Indikator Penilaian Bahan
Kompetensi Dasar Pokok Pembelajaran Waktu
Ajar
MPDR5105/MODUL 9 9.19
Format 3
SILABUS
Catatan:
1) Dalam memahami KD perlu kita temukan fokus utama atau kata kunci
dari KD, mana yang esensial dan perlu dikembangkan dalam
pembelajaran.
2) Materi pokok merupakan materi yang akan dibahas, berupa konsep, data
atau fakta sebagai pendukung kompetensi yang ingin dikuasai. Bukan
alat atau benda lainnya.
3) Kegiatan Pembelajaran adalah kegiatan spesifik (diskusi, eksperimen,
peragaan, pengamatan) yang dilakukan siswa untuk mencapai SK dan
KD.
4) Indikator merupakan ciri-ciri atau tanda-tanda yang menunjukkan
penguasaan KD oleh siswa. Indikator bukan proses mencapai
kompetensi. Indikator juga merupakan indikator penilaian, jadi harus
terukur.
5) Penilaian. Bagaimana agar kompetensi yang telah dikuasai siswa dapat
diukur secara akurat dengan menggunakan alat ukur yang sesuai
kompetensi yang akan diukur. Penilaian dapat berbentuk: tes tertulis,
lisan, unjuk kerja, penugasan, pengamatan kinerja, dan pengamatan.
6) Alokasi waktu: dihitung termasuk alokasi penilaian yang terintegrasi
dengan pembelajaran (n × 35 menit).
9.20 Kebijakan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Dasar
Contoh :
SILABUS
Contoh :
SILABUS
g. Penilaian
Penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh,
menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar
peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan,
sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan
keputusan. Berdasarkan pada PP Nomor 19 tahun 2005, penilaian hasil
belajar oleh pendidik terdiri atas ulangan harian, ulangan tengah
9.24 Kebijakan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Dasar
h. Alokasi Waktu
Penentuan alokasi waktu pada setiap kompetensi dasar didasarkan pada
jumlah minggu efektif dan alokasi waktu mata pelajaran per minggu
dengan mempertimbangkan jumlah kompetensi dasar, keluasan,
kedalaman, tingkat kesulitan, dan tingkat kepentingan kompetensi dasar.
Alokasi waktu yang dicantumkan dalam silabus merupakan perkiraan
waktu rerata untuk menguasai kompetensi dasar yang dibutuhkan oleh
peserta didik yang beragam. Alokasi waktu termasuk alokasi penilaian
yang terintegrasi dalam pembelajaran.
i. Menentukan Sumber Belajar Sumber belajar adalah rujukan, objek
dan/atau bahan yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran, yang
berupa media cetak dan elektronik, narasumber, serta lingkungan fisik,
alam, sosial, dan budaya. Penentuan sumber belajar didasarkan pada
standar kompetensi dan kompetensi dasar serta materi
pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian
kompetensi.
b. Menentukan tema
1) Cara menentukan tema dapat dilakukan dengan dua cara yakni: (1)
mempelajari standar kompetensi dan kompetensi dasar yang
terdapat dalam masing-masing mata pelajaran, dilanjutkan dengan
menentukan tema yang sesuai; atau (2) menetapkan terlebih dahulu
tema-tema pengikat keterpaduan, untuk menentukan tema tersebut,
guru dapat bekerja sama dengan peserta didik sehingga sesuai
dengan minat dan kebutuhan anak.
2) Prinsip Penentuan tema
Dalam menetapkan tema perlu memperhatikan beberapa prinsip
yaitu:
■ memperhatikan lingkungan yang terdekat dengan siswa;
■ dari yang termudah menuju yang sulit;
■ dari yang sederhana menuju yang kompleks;
■ dari yang konkret menuju ke yang abstrak;
■ tema yang dipilih harus memungkinkan terjadinya proses
berpikir pada diri; serta
■ ruang lingkup tema disesuaikan dengan usia dan perkembangan
siswa, termasuk minat, kebutuhan, dan kemampuannya.
c. Identifikasi dan analisis Standar Kompetensi/Kompetensi Dasar dan
Indikator yang cocok untuk setiap tema sehingga semua standar
kompetensi, kompetensi dasar dan indikator terbagi habis.
MPDR5105/MODUL 9 9.27
Catatan:
a. Silabus tematis disusun sesuai dengan format silabus mata pelajaran.
b. Dalam menyusun silabus tematis, ciptakan berbagai kegiatan yang sesuai
dengan kompetensi dan tema. Kegiatan-kegiatan itu misalnya:
■ Mengadakan kunjungan ke pertanian, pasar, warung, pabrik
■ Membawa narasumber ke sekolah, misalnya polisi, dokter, pak pos,
tukang sayur, dan lain-lain
■ Memanfaatkan cerita dari buku atau majalah anak-anak
c. Dimungkinkan terjadi penggabungan kompetensi dasar lintas semester.
d. Kompetensi dasar yang tidak dapat dipadukan, jangan dipaksakan untuk
dipadukan. Kompetensi dasar yang tidak diintegrasikan dibelajarkan
secara tersendiri.
e. Kompetensi dasar yang tidak tercakup pada tema tertentu harus tetap
diajarkan baik melalui tema lain maupun disajikan secara tersendiri.
f. Kegiatan pembelajaran ditekankan pada kemampuan membaca, menulis,
dan berhitung serta penanaman nilai-nilai moral.
g. Tema-tema yang dipilih disesuaikan dengan karakteristik siswa, minat,
lingkungan, dan daerah setempat.
9.28 Kebijakan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Dasar
1. Pengertian RPP
Sebagaimana ditegaskan dalam PP nomor 19 tahun 2005 pasal 20 bahwa
perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan
pembelajaran. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sekurang-
kurangnya memuat tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran,
sumber belajar, dan penilaian hasil belajar. Rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) dijabarkan dari silabus, dan merupakan skenario proses
pembelajaran untuk mengarahkan kegiatan belajar siswa dalam upaya
mencapai KD. RPP memuat identitas mata pelajaran, SK, KD, indikator
pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, materi pokok, metode
pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, alat dan sumber belajar, serta
penilaian. Di dalam RPP tercermin langkah yang harus dilakukan guru dan
siswa untuk mencapai kompetensi dasar. Komponen RPP:
a. Identitas Mata Pelajaran
b. Standar Kompetensi
c. Kompetensi Dasar
d. Indikator Pencapaian Kompetensi
e. Tujuan Pembelajaran
f. Materi Ajar (Materi Pokok)
g. Metode Pembelajaran
h. Langkah-langkah Pembelajaran
i. Alat/Bahan/Sumber Belajar
j Penilaian
2) Kegiatan Inti
Kegiatan inti merupakan proses di mana siswa mendapatkan fasilitas
atau bantuan untuk mengembangkan potensi anak secara optimal
dengan mencerna dan mempelajari materi dan/atau struktur
pembelajaran melalui pengaktifan respons dan kinerja siswa disertai
penguatan dan umpan balik positif. Dalam merencanakan
pelaksanaan proses pembelajaran pada tahapan kegiatan inti,
pendidik perlu:
■ Menetapkan model, strategi, metode atau teknik pembelajaran
sesuai dengan pendekatan yang berfokus pada siswa, ranah
pembelajaran, serta karakteristik lima kelompok mata pelajaran.
Model, strategi, metode atau teknik yang dipilih harus
interaktif, inspiratif, menantang, menyenangkan, memotivasi,
dan mendorong minat siswa untuk secara mandiri, kritis, kreatif
dan berkelanjutan menemukan sendiri pengetahuan, sikap, dan
keterampilan yang harus dikuasai.
■ Menyusun tugas-tugas yang harus dikerjakan siswa secara
individual maupun kelompok sebagai bagian terpadu dari
pengalaman belajar siswa. Tugas yang dikembangkan
hendaknya dapat menumbuhkan kreativitas, kemandirian, dan
kemampuan berpikir kritis siswa, sesuai dengan karakteristik
individu dan karakteristik tiap-tiap mata pelajaran. Beragam
pendekatan dan metode yang harus digunakan untuk mencapai
pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan.
3) Kegiatan Akhir
Kegiatan ini dilakukan untuk mengakhiri suatu aktivitas
pembelajaran. Kegiatan akhir yang dapat dilakukan oleh pendidik
dan siswa, antara lain:
■ Membuat rangkuman tentang apa yang telah dibahas atau
dipelajari
■ Melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap apa yang sudah
dipelajari
■ Melaksanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk
pembelajaran remedial, penguatan, program pengayaan, atau
penugasan baik secara individual maupun kelompok
9.32 Kebijakan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Dasar
LAT IH A N
R A NG KU M AN
TES F OR M AT IF 1
Kegiatan Belajar 2
Evaluasi Kurikulum
teratur tentang manfaat atau guna beberapa objek. Rutman and Mowbray
1983 mendefinisikan evaluasi sebagai penggunaan metode ilmiah untuk
menilai implementasi dan outcomes suatu program yang berguna untuk
proses membuat keputusan. Chelimsky (1989) mendefinisikan evaluasi
sebagai suatu metode penelitian yang sistematis untuk menilai rancangan,
implementasi dan efektivitas suatu program (Silver H, [Online]. Tersedia:
outh.ac.uk/resined/evaluation/index.htm, diakses 9 November 2012). Dari
definisi evaluasi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa evaluasi adalah
penerapan prosedur ilmiah yang sistematis untuk menilai rancangan,
implementasi dan efektivitas suatu program.
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,
isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu (Pasal 1 Butir 19 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional). Menurut Grayson (1978), kurikulum adalah suatu perencanaan
untuk mendapatkan keluaran (out-comes) yang diharapkan dari suatu
pembelajaran. Perencanaan tersebut disusun secara terstruktur untuk suatu
bidang studi, sehingga memberikan pedoman dan instruksi untuk
mengembangkan strategi pembelajaran. Materi di dalam kurikulum harus
diorganisasikan dengan baik agar sasaran (goals) dan tujuan (objectives)
pendidikan yang telah ditetapkan dapat tercapai.
Uraian secara terpisah mengenai evaluasi dan kurikulum tersebut
memberikan penjelasan pada kita mengenai hakikat masing-masing konsep
tersebut secara terpisah. Adapun pemahaman mengenai pengertian evaluasi
kurikulum didasarkan pada pengertian kurikulum yang bervariasi menurut
para pakar kurikulum. Sebagaimana dikutip dari Hasan (2008), berikut
beberapa pengertian evaluasi kurikulum berdasarkan pendapat tokoh.
1. Tyler (1949)
Evaluasi kurikulum adalah upaya untuk menentukan tingkat perubahan
yang terjadi pada hasil belajar (behavior).
2. Orint, M. (1993)
Evaluasi kurikulum adalah memberikan pertimbangan berdasarkan
kriteria yang disepakati dan data yang diperoleh dari lapangan.
MPDR5105/MODUL 9 9.39
3. Cronbach (1980)
Evaluasi kurikulum adalah proses pemeriksaan sistematis terhadap
peristiwa yang terjadi pada waktu suatu kurikulum dilaksanakan dan akibat
dari pelaksanaan pengembangan kurikulum tersebut.
4. Meyer (1989)
Evaluasi kurikulum sebagai suatu usaha untuk memahami apa yang
terjadi dalam pelaksanaan dan dampak dari kurikulum.
masuk pada model kuantitatif dan model kualitatif (Hasan, 2006). Berikut
uraian singkat mengenai model-model kurikulum tersebut.
Kelemahan dari model Tyler ini adalah tidak sejalan dengan pendidikan
karena fokus pada hasil belajar dan mengabaikan dimensi proses. Padahal
hasil belajar adalah produk dari proses belajar. Evaluasi yang mengabaikan
proses berarti mengabaikan komponen penting dari kurikulum. Adapun
kelebihan dari model Tyler ini adalah kesederhanaannya. Evaluator dapat
memfokuskan kajian evaluasinya hanya pada satu dimensi kurikulum yaitu
dimensi hasil belajar. Sementara itu, dimensi dokumen dan proses tidak
menjadi fokus evaluasi.
b. Model Illuminatif
Model ini mendasarkan dirinya pada paradigma antropologi sosial.
Model ini juga memberikan perhatian tidak hanya pada kelas di mana suatu
inovasi kurikulum dilaksanakan. Dua konsep dasar yang digunakan model ini
adalah:
1) Sistem instruksi
Sistem instruksional diartikan sebagai laporan-laporan kependidikan
yang secara khusus berisi berbagai macam rencana dan pernyataan yang
resmi berhubungan dengan pengaturan suatu pengajaran. KTSP sebagai
hasil pengembangan standar isi dan standar kompetensi lulusan di suatu
satuan pendidikan adalah suatu sistem instruksi.
2) Lingkungan belajar
Lingkungan belajar ialah lingkungan sosial-psikologis dan materi di
mana guru dan peserta didik berinteraksi.
LAT IH A N
a.
Evaluasi kurikulum berkenaan dengan fenomena-fenomena yang
terus berubah.
b. Objek evaluasi kurikulum adalah sesuatu yang berubah-ubah sesuai
dengan konsep yang digunakan.
c. Evaluasi kurikulum merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh
manusia yang sifatnya juga berubah.
4) Macam-macam model evaluasi yang dipergunakan bertumpu pada
aspek-aspek tertentu yang diutamakan dalam proses pelaksanaan
kurikulum. Model evaluasi yang bersifat komparatif berkaitan erat
dengan tingkah laku individu. Evaluasi yang menekakan tujuan berkaitan
erat dengan kurikulum yang menekankan pada bahan ajar atau isi
kurikulum.
5) Jawaban berdasarkan pilihan Anda mengenai model evaluasi kurikulum
R A NG KU M AN
TES F OR M AT IF 2
7) Fungsi evaluasi kurikulum yang terdiri dari fungsi formatif dan sumatif.
Uraikan masing-masing fungsi kurikulum tersebut berdasarkan
pemahaman Anda!
8) Tujuan dan fungsi evaluasi kurikulum tidak terlepas dari peranan
evaluasi kurikulum dalam pendidikan. Jelaskan peranan evaluasi
kurikulum dalam pendidikan!
9) Model-model evaluasi kurikulum pada dasarnya dikategorikan pada dua
kategori utama yaitu model yang masuk pada model kuantitatif dan
model kualitatif. Deskripsikan kedua model evaluasi kurikulum tersebut!
10) Pilihlah salah satu model evaluasi kurikulum! Mengapa Anda memilih
model tersebut? Deskripsikan prosedur pelaksanaan evaluasi kurikulum
tersebut!
Tes Formatif 1
NO ASPEK JAWABAN SKOR
1 Analisis jawaban harus memuat penjelasan aspek-aspek
berikut:
■ Faktor-faktor pendorong perubahan kurikulum 4
■ Deskripsi perkembangan masyarakat Indonesia yang 6
bersifat dinamis meliputi dinamika perkembangan
masyarakat, kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, seni
dan budaya.
■ Korelasi perubahan kurikulum dengan perkembangan 4
masyarakat Indonesia yang dinamis
Skor Maksimal 14
2 Struktur kurikulum SD/MI meliputi:
a. Memuat 8 mata pelajaran, muatan lokal, dan 1
pengembangan diri
b. Substansi mata pelajaran IPA dan IPS pada SD/MI 1
merupakan “IPA Terpadu” dan “IPS Terpadu”.
c. Pembelajaran pada Kelas I s.d. III dilaksanakan melalui 1
pendekatan tematik, sedangkan pada Kelas IV s.d. VI
dilaksanakan melalui pendekatan mata pelajaran.
d. Jam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran 1
dialokasikan sebagaimana tertera dalam struktur
kurikulum. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah
maksimum empat jam pembelajaran per minggu secara
keseluruhan.
e. Alokasi waktu satu jam pembelajaran adalah 35 menit. 1
f. Minggu efektif dalam satu tahun pelajaran (dua 1
semester) adalah 34-38 minggu.
Skor Maksimal 6
3 Analisis jawaban memuat: 7
Kurikulum yang berpusat pada peserta didik, dikembangkan
berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi
sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
9.54 Kebijakan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Dasar
Skor Maksimal 12
9.56 Kebijakan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Dasar
c. Sistematis
d. Konsisten
e. Memadai
f. Aktual dan Kontekstual
g. Fleksibel
h. Menyeluruh
Tes Formatif 2
NO ASPEK JAWABAN SKOR
1 Analisis jawaban harus memuat penjelasan mengenai: 6
Evaluasi dan kurikulum tidak memiliki keterkaitan berangkat
dari konsep yang terpisah. Adapun keterkaitan antara
keduanya merupakan hubungan sebab akibat yang bersifat
organis dan prosesnya berlangsung secara evolusioner.
Skor Maksimal 6
2 Faktor-faktor yang mempengaruhi sulitnya perumusan
evaluasi kurikulum di antaranya:
a. Evaluasi kurikulum berkenaan dengan fenomena- 3
fenomena yang terus berubah
b. Objek evaluasi kurikulum adalah sesuatu yang berubah- 3
ubah sesuai dengan konsep yang digunakan
c. Evaluasi kurikulum merupakan suatu usaha yang 3
dilakukan oleh manusia yang sifatnya juga berubah
Skor Maksimal 9
3 Definisi Evaluasi:
a. Joint Committee 1981 mendefinisikan evaluasi sebagai 1
penelitian yang sistematik atau yang teratur tentang
manfaat atau guna beberapa objek.
b. Rutman and Mowbray 1983 mendefinisikan evaluasi 1
sebagai penggunaan metode ilmiah untuk menilai
implementasi dan outcomes suatu program yang berguna
untuk proses membuat keputusan.
c. Chelimsky 1989 mendefinisikan evaluasi sebagai suatu 1
metode penelitian yang sistematis untuk menilai
rancangan, implementasi, dan efektivitas suatu program.
Definisi Kurikulum:
a. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan 1
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang
9.60 Kebijakan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Dasar
Skor Maksimal 9
9 ■ Evaluasi kurikulum model kuantitatif:
a. Model kuantitatif ditandai oleh ciri yang menonjol 1
khususnya dalam penggunaan prosedur untuk
mengumpulkan data sebagai konsekuensi penerapan
pemikiran paradigma positivistis.
b. Fokus evaluasi model kuantitatif adalah dimensi 1
kurikulum sebagai hasil belajar.
c. Menelaah mengenai dimensi kurikulum sebagai 1
proses untuk menjelaskan unsur “mengapa” dari
hasil belajar.
d. Ciri yang menonjol adalah penggunaan prosedur 1
kuantitatif untuk mengumpulkan data sebagai
konsekuensi penerapan pemikiran paradigma
positivisme.
MPDR5105/MODUL 9 9.63
Daftar Pustaka
Dick, W., Carey, L., dan Carey, J.O. (2005) The Systematic Design of
Instruction. Edisi VI. Boston: Pearson.