Damai Nasution
Hak Cipta dan Hak Penerbitan dilindungi Undang-udangan ada pada
Universitas Terbuka - Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi
Jalan Cabe Raya, Pondok Cabe, Pamulang, Tangerang Selatan – 15418
Banten – Indonesia
Telp.: (021) 7490941 (hunting); Fax.: (021)
7490147; Laman: www.ut.ac.id
Edisi Kedua
Cetakan pertama, September 2011 Cetakan kelima, April 2014
Cetakan kedua, April 2012 Cetakan keenam, Juni 2014
Cetakan ketiga, Agustus 2012 Cetakan ketujuh, September 2014
Cetakan keempat, Maret 2014 Cetakan kedelapan, Juni 2015
657.42
NAS NASUTION, Damai
m Materi pokok akuntansi biaya; 1 – 9; EKMA4315/ 3
sks/ Damai Nasution. -- Cet.8; Ed.2 --. Tangerang Selatan:
Universitas Terbuka, 2015.
424 hal: ill.; 21 cm
ISBN: 978-979-011-634-4
1. akuntansi biaya
I. Judul
3 3
Daftar Isi
1
MODUL 1: AKUNTANSI KOS – PENGANTAR 1.1
Kegiatan Belajar 1:
Perusahaan Manufaktur dan Akuntansi Kos ...................................... 1.3
Latihan …………………………………………............................... 1.18
Rangkuman ………………………………….................................... 1.19
Tes Formatif 1 ……………………………..…….............................. 1.20
Kegiatan Belajar 2:
Pengertian dan Pengklasifikasian Kos ............................................... 1.23
Latihan …………………………………………............................... 1.35
Rangkuman ………………………………….................................... 1.37
Tes Formatif 2 ……………………………..…….............................. 1.37
Kegiatan Belajar 3:
Aliran Kos dan Laporan Kos Produksi ............................................... 1.41
Latihan …………………………………………............................... 1.46
Rangkuman ………………………………….................................... 1.48
Tes Formatif 3 ……………………………..…….............................. 1.48
Kegiatan Belajar 3:
Pengendalian dan Akuntansi Tenaga Kerja ....................................... 2.33
Latihan …………………………………………............................... 2.41
Rangkuman ………………………………….................................... 2.42
Tes Formatif 3 ……………………………..…….............................. 2.42
Kegiatan Belajar 2:
Penentuan Tarif Overhead-Departemen Tunggal .............................. 3.19
Latihan …………………………………………............................... 3.32
Rangkuman ………………………………….................................... 3.34
Tes Formatif 2 ……………………………..…….............................. 3.35
Kegiatan Belajar 2:
Alokasi Overhead Departemen Pendukung ke Departemen Produksi 4.12
Latihan …………………………………………............................... 4.30
Rangkuman ………………………………….................................... 4.34
Tes Formatif 2 ……………………………..…….............................. 4.35
Kegiatan Belajar 2:
Akuntansi Sistem Kos Pekerjaan – Order .......................................... 5.11
Latihan …………………………………………............................... 5.17
Rangkuman ………………………………….................................... 5.20
Tes Formatif 2 ……………………………..…….............................. 5.20
Kegiatan Belajar 3:
Akuntansi Produk Rusak, Cacat, Bahan Sisa, danm Bahan Sisa
Buangan .............................................................................................. 5.24
Latihan …………………………………………............................... 5.31
Rangkuman ………………………………….................................... 5.32
Tes Formatif 3 ……………………………..…….............................. 5.33
Kegiatan Belajar 2:
Akuntansi Sistem Kos Produksi dan Laporan Kos Produksi – Tanpa
PDP Awal dan Penambahan Bahan Baku .......................................... 6.22
Latihan …………………………………………............................... 6.35
Rangkuman ………………………………….................................... 6.40
Tes Formatif 2 ……………………………..…….............................. 6.40
Kegiatan Belajar 2:
Laporan Kos Produksi – Produk Dalam Proses Awal ....................... 7.15
Latihan …………………………………………............................... 7.30
Rangkuman ………………………………….................................... 7.37
Tes Formatif 2 ……………………………..…….............................. 7.37
Kegiatan Belajar 3:
Perlakuan Atas Penyusutan, Produksi Cacat, Produk Rusak, Bahan
Sisa, dan Bahan Sisa Buangan ........................................................... 7.43
Latihan …………………………………………............................... 7.52
Rangkuman ………………………………….................................... 7.52
Tes Formatif 3 ……………………………..…….............................. 7.53
Kegiatan Belajar 2:
Sistem Kos Produk Bersama .............................................................. 8.13
Latihan …………………………………………............................... 8.21
Rangkuman ………………………………….................................... 8.24
Tes Formatif 2 ……………………………..…….............................. 8.25
Kegiatan Belajar 3:
Sistem Kos Produk Sampingan ........................................................ 8.28
Latihan …………………………………………............................... 8.38
Rangkuman ………………………………….................................... 8.40
Tes Formatif 3 ……………………………..…….............................. 8.40
8 8
Kegiatan Belajar 2:
Analisis, Jurnal, dan Disposisi Variansi ............................................. 9.20
Latihan …………………………………………............................... 9.36
Rangkuman ………………………………….................................... 9.37
Tes Formatif 2 ……………………………..…….............................. 9.38
MODUL II.
9. membedakan bahan baku dan penolong;
10. mengidentifikasi komponen-komponen kos pemerolehan (acquiring)
bahan;
11. menjelaskan prosedur pengendalian umum yang digunakan membantu
manajemen menjaga kos sediaan pada tingkat minimum;
12. menghitung jumlah sediaan yang optimal;
13. mengukur produktivitas karyawan;
14. akuntansi tenaga kerja;
MODUL III.
15. memisahkan overhead pabrik yang bersifat variabel dan tetap pada
overhead pabrik campuran (mixed) dengan menggunakan beberapa
metode;
16. menghitung tarif overhead pabrik;
17. mengaplikasi overhead pabrik;
18. menyelesaikan overhead pabrik yang diaplikasi lebih atau kurang;
MODUL IV.
19. menjelaskan konsep departementalisasi;
20. membedakan departemen produksi dan pendukung;
21. memberi contoh kos departemen langsung dan tak langsung;
22. menghitung alokasi overhead pabrik;
23. mengakumulasi kos overhead departemen aktual;
24. melakukan jurnal alokasi kos tak langsung atau overhead departemen
pendukung ke departemen produksi;
MODUL V.
25. menjelaskan aliran kos dalam sistem kos pekerjaan;
26. menyebutkan berbagai dokumen yang digunakan dalam sistem kos
pekerjaan;
27. menghitung kos produksi dengan menggunakan sistem kos pekerjaan;
28. membuat jurnal yang terkait dengan sistem kos pekerjaan;
MODUL VI.
29. menjelaskan definisi sistem kos proses, tujuan, dan karakteristiknya;
30. menjelaskan perbedaan antara sistem kos pekerjaan, order, dan sistem
kos proses;
31. menjelaskan konsep unit ekuivalen;
32. menghitung kos produksi;
MODUL VII.
33. menjelaskan pengaruh penambahan bahan baku setelah departemen
pertama;
34. menyusun laporan kos produksi dengan penambahan bahan baku;
35. menyusun laporan kos produksi dengan metode rata-rata dan FIFO;
36. perlakuan akuntansi atas adanya produk rusak, cacat bahan sisa, dan
bahan sisa buangan;
MODUL VIII.
37. membedakan antara produk bersama dan produk sampingan;
38. menentukan kos bersama dan membedakannya dengan kos umum;
39. membedakan antara produk sampingan dan bahan sisa;
40. membuat jurnal yang dibutuhkan untuk pengakuntansian produk bersama
dan produk sampingan;
xiii
MODUL IX.
41. mendefinisi dan menjelaskan sistem kos standar;
42. menjelaskan kegunaan pengkosan standar;
43. menghitung standar untuk bahan baku, tenaga kerja langsung, dan
overhead pabrik;
44. menghitung variansi kos standar untuk bahan baku, tenaga kerja
langsung, dan overhead pabrik.
Modul 1
1
Akuntansi Kos – Pengantar
Damai Nasution, S.E., M.Si., Ak.
P EN D A H U L U A N
A kuntansi kos merupakan salah satu cabang dari ilmu akuntansi yang
memiliki posisi unik karena menghasilkan dan menyediakan informasi
yang digunakan baik oleh akuntansi keuangan maupun oleh akuntansi
manajemen. Selain itu, sistem akuntansi kos sangat membantu perusahaan
dalam meningkatkan keunggulan kompetitifnya dalam lingkungan persaingan
yang ketat saat ini. Oleh karena keunikan ini maka akuntansi kos sangat
dibutuhkan oleh perusahaan, baik perusahaan pemanufakturan maupun jasa.
Modul 1 ini membahas mengenai beberapa konsep dasar yang digunakan
pada pembahasan-pembahasan di modul-modul selanjutnya. Beberapa
konsep yang dibahas, di antaranya posisi akuntansi kos sebagai penyedia
informasi bagi akuntansi keuangan dan manajemen, kebergunaan akuntansi
kos, definisi akuntansi kos, pengertian kos, dan klasifikasi kos berdasarkan
beberapa basis. Selain itu, dibahas secara ringkas mengenai beberapa sistem
1
akumulasi kos . Setelah membaca dan memahami modul ini diharapkan
Anda mampu untuk:
1. menjelaskan hubungan antara akuntansi kos dengan akuntansi keuangan
dan manajemen;
2. menjelaskan kebergunaan data akuntansi kos;
3. memahami struktur organisasi perusahaan pemanufakturan;
4. menjelaskan akuntansi kos sebagai sebuah sistem;
5. menjelaskan bagian-bagian dari sistem akuntansi kos;
6. menjelaskan hubungan antara akuntansi kos dengan akuntansi keuangan
dan akuntansi manajemen;
7. menjelaskan pengertian kos;
1
Modul ini menggunakan istilah kos sebagai padan kata cost dan biaya sebagai
padan kata expense.
1.2 z EKMA4315/MODUL 1 Akuntansi Biaya z 1.2
Pelanggan
Gambar 1.1.
Proses Bisnis Perusahaan Perdagangan
2. Perusahaan Pemanufakturan
Perusahaan pemanufakturan adalah perusahaan yang mengonversi
(mengubah melalui proses produksi) bahan baku menjadi produk jadi (barang
jadi) dengan menggunakan tenaga kerja dan berbagai sumber daya lainnya di
departemen produksi atau sering disebut pabrik (factory). Selain produksi,
perusahaan pemanufakturan juga melaksanakan kegiatan pemasaran dan
administrasi. Perusahaan pemanufakturan harus melakukan banyak investasi
pada aset tetap, seperti bangunan pabrik, mesin-mesin, dan peralatan-
peralatan. Tidak seperti perusahaan perdagangan, perusahaan pemanu-
fakturan memiliki beberapa akun sediaan, yaitu:
a. sediaan bahan,
b. sediaan bahan habis pakai pabrik,
c. sediaan produk dalam proses, dan
2
d. sediaan produk jadi.
2
Modul 1 dan modul-modul selanjutnya tidak menggunakan kata sediaan untuk
produk dalam proses dan produk jadi. Ketika disebutkan produk dalam proses
dan produk jadi ini sudah mengacu pada sediaan tanpa perlu membubuhinya
dengan kata sediaan, tetapi tidak salah jika menambahkan kata sediaan di
awalnya.
Pemasok Gudang Bahan
Pabrik
Baku
Gambar 1.2.
Proses Bisnis Perusahaan Pemanufakturan
Tenaga Kerja
Overhead pabrik
Gambar 1.3.
Proses Produksi di Perusahaan Pemanufakturan
3. Perusahaan Jasa
Perusahaan jasa adalah perusahaan yang memberikan pelayanan atau
jasa pada pelanggannya. Sebagai contoh, kantor akuntan publik (KAP),
perusahaan konsultan manajemen, dan rumah sakit. Perusahaan ini dapat
berorientasi profit maupun tidak untuk profit (not-for-profit). Perusahaan
jenis ini hampir tidak memiliki sediaan dan output yang mereka hasilkan
umumnya takberwujud (intangible) meskipun beberapa memiliki wujud
seperti output dari KAP berbentuk laporan audit. Perusahaan jasa umumnya
memiliki jumlah tenaga kerja yang signifikan. Akun sediaan mereka
umumnya berupa sediaan bahan habis pakai (supplies) yang digunakan dalam
penyediaan jasa bagi pelanggannya. Perusahaan ini mungkin saja memiliki
akun jasa dalam proses, akan tetapi tidak memiliki akun jasa jadi.
Literatur-literatur akuntansi kos pada umumnya hanya membahas sistem
akuntansi kos pada perusahaan pemanufakturan, termasuk juga modul ini.
Latar belakang penalarannya adalah karena secara umum perusahaan
pemanufakturan memiliki sistem akuntansi kos yang relatif lebih kompleks
dibandingkan jenis perusahaan lain karena adanya kegiatan tambahan berupa
pengolahan atau produksi produk yang tempatnya disebut pabrik.
Pemahaman atas sistem akuntansi kos perusahaan pemanufakturan akan
mudah diadaptasi dan diterapkan pada jenis perusahaan non-pemanufakturan.
Gambar 1.4.
Bagan Organisasi Perusahaan Pemanufakturan
Ke-4 bagian ini diringkas dalam Gambar 1.5. Perlu dicatat bahwa
ilustrasi sistem akuntansi kos ini merupakan salah satu alternatif saja. Masih
terdapat banyak alternatif lainnya yang tentu saja sangat tergantung pada
kebutuhan perusahaan tersebut.
KARTU SEDIAAN
Tabel 1.1.
Perbedaan Sistem Perpetual dan Periodik
3
Modul ini menggunakan baik kos produk maupun kos produksi dengan makna
yang sama.
Prosedur-prosedur akuntansi kos menghasilkan data dan informasi yang
dapat digunakan untuk menentukan kos produk sehingga menghasilkan
makna pada laporan keuangan dan laporan-laporan lain yang relevan bagi
manajemen. Prosedur-prosedur ini dirancang untuk memungkinkan
penentuan kos produk per unit sekaligus juga kos produksi total. Sebagai
contoh, adanya kos tenaga kerja sebesar Rp50.000.000,00 pada bulan
Agustus tidak memiliki arti apa pun, tetapi jika dikaitkan dengan jumlah unit
produk yang dihasilkan pada bulan itu sebanyak 5.000 unit maka data kos
tenaga kerja tersebut menjadi bermakna, yaitu kos tenaga kerja yang
dibutuhkan untuk menghasilkan satu unit produk jadi adalah sebesar
Rp2.000,00. Data ini dapat dibandingkan dengan kos tenaga kerja bulan-
bulan lainnya dan dapat juga dibandingkan dengan kompetitor untuk
memastikan bahwa perusahaan telah beroperasi secara efisien.
Informasi kos per unit ini juga bermanfaat dalam pembuatan berbagai
keputusan terkait dengan pemasaran, antara lain berikut ini.
b. Memenangkan kompetisi
Lingkungan persaingan saat ini sangatlah ketat. Salah satu strategi
generik yang dapat diambil oleh perusahaan adalah memenangkan persaingan
dengan menggunakan harga jual sebagai keunggulan kompetitif. Jika harga
jual produk yang dijual perusahaan ternyata kalah bersaing dengan
kompetitor, informasi detail terkait kos produksi per unit dapat digunakan
untuk menentukan apakah harga jual produk dapat diturunkan dengan tujuan
mengalahkan kompetitor atau menurunkan biaya produksi (cut costs) dengan
beroperasi dengan lebih efisien, bahkan jika keduanya tidak dapat dilakukan
maka untuk menghindari rugi lebih besar (cut losses) dengan cara
mengeliminasi produk.
c. Penawaran untuk kontrak
Banyak perusahaan pemanufakturan yang harus mengirimkan proposal
penawaran yang kompetitif dengan tujuan mendapatkan kontrak tertentu.
Analisis kos produksi per unit terkait dengan pemroduksian produk tertentu
merupakan hal yang sangat penting dalam menentukan harga penawaran
dalam kontrak.
d. Penganalisisan profitabilitas
Informasi kos produksi per unit memungkinkan manajemen menentukan
jumlah keuntungan (profit) yang harus didapatkan dari setiap jenis produk
dan menunjukkan produk-produk mana saja yang harus dieliminasi karena
tidak mencapai standar atau tingkat profitabilitas tertentu. Hal ini harus
dilakukan agar manajemen dapat lebih mengonsentrasikan tenaganya untuk
produk yang dapat menghasilkan profit memadai. Akan tetapi, praktik yang
umum juga di banyak perusahaan untuk mempertahankan jenis produk
tertentu yang meskipun menghasilkan profit rendah bahkan merugi, dengan
tujuan memelihara keragaman produk yang dihasilkan dalam rangka menarik
pelanggan yang juga membeli jenis produk yang profitabel.
LAT I H A N
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,
kerjakanlah latihan berikut!
1) Jelaskan manfaat informasi kos bagi perusahaan, terutama terkait dengan
strategi memenangkan kompetisi!
2) Jelaskan perbedaan karakteristik perusahaan perdagangan, pemanu-
fakturan, dan jasa!
3) Jelaskan definisi akuntansi kos!
4) Jelaskan bagian-bagian dari sistem akuntansi kos!
5) Jelaskan kebergunaan dari informasi kos yang dihasilkan oleh akuntansi
kos!
6) Jelaskan mengapa literatur-literatur akuntansi kos sebagian besar hanya
membahas akuntansi kos di perusahaan pemanufakturan!
7) Jelaskan perbedaan antara akuntansi kos dengan akuntansi keuangan dan
akuntansi manajemen!
Petunjuk Jawaban Latihan
1) Untuk menjawab soal latihan nomor 1), Anda harus membaca dan
memahami bagian pengantar dalam Kegiatan Belajar 1.
2) Untuk menjawab soal latihan nomor 2), Anda harus membaca dan
memahami subjudul perusahaan pemanufakturan.
3) Untuk menjawab soal latihan nomor 3), Anda harus membaca dan
memahami subjudul akuntansi kos sebagai sebuah sistem.
4) Untuk menjawab soal latihan nomor 4), Anda harus membaca dan
memahami subjudul akuntansi kos sebagai sebuah sistem.
5) Untuk menjawab soal latihan nomor 5), Anda harus membaca dan
memahami subjudul kebergunaan akuntansi kos.
6) Untuk menjawab soal latihan nomor 6), Anda harus membaca dan
memahami subjudul perusahaan pemanufakturan.
7) Untuk menjawab soal latihan nomor 7), Anda harus membaca dan
memahami subjudul akuntansi kos dan akuntansi keuangan serta
akuntansi kos dan akuntansi manajemen.
RA N GK U MA N
TES FORMATIF 1
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
4) Berikut ini merupakan bagian dari sistem akuntansi kos, kecuali ....
A. basis pengukuran input
B. asumsi aliran kos
C. metode akumulasi kos
D. metode aliran proses produksi
6) Salah satu fungsi dari informasi kos adalah dalam perencanaan dan
pengendalian. Agar perencanaan dan pengendalian dapat berjalan secara
baik maka berikut ini merupakan beberapa hal yang harus dilakukan,
kecuali ....
A. penugasan pertanggungjawaban
B. pengambilan tindakan koreksi
C. pembandingan hasil dan rencana
D. penempatan manajer di setiap bagian
A. TERMINOLOGI KOS
Tabel 1.2.
Tabel Istilah
4
Untuk lebih jelas mengenai hal ini, disarankan pembaca untuk membaca artikel
yang ditulis oleh Dr. Suwardjono yang berjudul What Does Cost Really Mean yang
diterbitkan majalah Akuntansi edisi Mei 1991.
B. KOS DAN BIAYA (COST VERSUS EXPENSES)
Objek kos dapat berupa aktivitas apa pun, fungsi, proses, unit organisasi
atau item fisik yang menjadi kepentingan dan perhatian manajemen yang
mana pengukuran spesifik atas kos tersebut diinginkan. Ini merupakan terma
umum yang merujuk pada apa pun yang akan diakunkan. Terma ini
merupakan terma dasar, sama dengan konsep entitas pada akuntansi
keuangan. Jika kita diminta menentukan kos untuk memproduksi satu unit
produk maka unit produk tersebut adalah objek kos. Jika kita ingin
mengetahui berapa kos pemeliharaan departemen teknik maka departemen
adalah objek kos. Objek kos lainnya dapat berupa kos program jaminan
keselamatan, kos pengoperasian lini produk tertentu, kos listrik pabrik atau
kos pengiklanan produk tertentu.
D. KLASIFIKASI KOS
Tenaga Kerja (Labor). Tenaga kerja adalah tenaga fisik atau mental yang
digunakan dalam pemroduksian suatu produk. Tenaga kerja dapat dibagi
menjadi dua, yaitu sebagai berikut.
a. Tenaga kerja langsung (direct labor). Semua tenaga kerja yang
digunakan dalam pemroduksian suatu produk, yang dapat secara mudah
dilacak pada produk dan merepresentasi kos tenaga kerja terbesar dalam
pemroduksian produk. Sebagai contoh, pekerja yang melakukan
pemotongan kayu agar memiliki bentuk-bentuk yang siap dirakit
menjadi meja.
b. Tenaga kerja taklangsung (indirect labor). Semua tenaga kerja yang
digunakan dalam pemroduksian produk yang tidak dapat dikategori
sebagai tenaga kerja langsung. Tenaga kerja taklangsung dikategori
sebagai overhead pabrik. Sebagai contoh, pengawas pabrik merupakan
tenaga kerja taklangsung.
Overhead Pabrik (Factory Overhead Costs) merupakan akun yang
digunakan untuk mengakumulasi kos bahan penolong, tenaga kerja
taklangsung, dan semua kos pemanufakturan taklangsung. Contoh dari kos
overhead pabrik adalah selain bahan penolong dan tenaga kerja taklangsung,
sewa, listrik, air, dan depresiasi pabrik. Kos overhead pabrik selanjutnya
dapat diklasifikasi menjadi kos tetap, variabel, dan campuran (mixed).
Gambar 1.8 berikut menunjukkan kos diklasifikasi berbasis elemen produk.
Gambar 1.8.
Klasifikasi Kos Berbasis Elemen Produk
Berikut ini contoh kos produksi selama satu periode yang terjadi pada
perusahaan mebel Bahagia yang memproduksi meja kayu jati.
Bahan:
Kayu Jati Rp150.000.000,00
Lem 800.000,00
Paku dan Sekrup 1.000.000,00
Total Rp151.800.000,00
Tenaga Kerja:
Pemotongan Rp20.000.000,00
Perakitan 23.000.000,00
Pembersihan 9.000.000,00
Total Rp52.000.000,00
Total kos produksi Rp203.800.000,00
Berdasarkan data tersebut maka dapat diklasifikasi:
Kos bahan baku: kayu jati (Rp150.000.000,00)
Kos bahan pembantu: lem dan paku sekrup (Rp800.000,00 +
Rp1.000.000,00)
Kos tenaga kerja langsung: Pemotongan dan perakitan (Rp20.000.000,00
+ Rp23.000.000,00)
Kos tenaga kerja taklangsung: pembersihan (Rp9.000.000,00)
Gambar 1.9.
Klasifikasi Kos Berbasis Hubungan dengan Produk
Tabel 1.3.
Hubungan Volume Produksi dan Kos Total
Secara grafik, kos variabel total akan terlihat pada Gambar 1.10 sebagai
berikut.
Perilaku Kos Variabel Total
1200
1000
Rupiah (Ribu)
800
600
400
200
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Volum e Produk s i (puluhan)
120
Rupiah (puluhan Ribu)
100
80
60
40
20
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Volum e Pr oduk s i (puluhan)
Gambar 1.11.
Kos Variabel Per Unit
120
Rupiah (puluhan Ribu)
100
80
60
40
20
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Volum e Produk s i (puluhan)
120
100
Rupiah (Ribu)
80
60
40
20
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Volum e Produk s i
(puluhan)
Gambar 1.12.
Kos Tetap
1) Untuk menjawab soal latihan nomor 1), Anda harus membaca dan
memahami subjudul Kos vs. Biaya dalam Kegiatan Belajar 2 ini.
2) Untuk menjawab soal latihan nomor 2), Anda harus membaca dan
memahami subjudul klasifikasi kos dalam Kegiatan Belajar 2 ini.
3) Untuk menjawab soal latihan nomor 3), Anda harus membaca dan
memahami subjudul klasifikasi kos dalam Kegiatan Belajar 2 ini.
4) Untuk menjawab soal latihan nomor 4), Anda harus membaca dan
memahami subjudul klasifikasi kos dalam Kegiatan Belajar 2 ini.
5) Untuk menjawab soal latihan nomor 5), Anda harus membaca dan
memahami subjudul klasifikasi kos dalam Kegiatan Belajar 2 ini.
6) Cocokkan jawaban Anda dengan jawaban berikut ini.
a. Kos Prima:
Bahan baku digunakan Rp300.000.000
Tenaga kerja langsung 280.000.000
Total Rp580.000.000
b. Kos Konversi:
Bahan penolong digunakan Rp75.000.000
Tenaga kerja langsung 280.000.000
Tenaga kerja taklangsung 120.000.000
Listrik pabrik 80.000.000
Depresiasi gedung pabrik 25.000.000
Pajak bumi bangunan gedung pabrik 15.000.000
Perawatan dan pemeliharaan gedung 20.000.000
pabrik
Total Rp615.000.000
c. Kos Produk:
Bahan baku digunakan Rp300.000.000
Bahan penolong digunakan 75.000.000
Tenaga kerja langsung 280.000.000
Tenaga kerja taklangsung 120.000.000
Listrik pabrik 80.000.000
Depresiasi gedung pabrik 25.000.000
Pajak bumi bangunan gedung pabrik 15.000.000
Perawatan dan pemeliharaan gedung pabrik 20.000.000
Total Rp915.000.000
d. Kos Periode:
Biaya penjualan 100.000.000
Biaya administrasi 80.000.000
Total Rp180.000.000
RA NG K U MA N
Penggunaan kos sebagai padan kata cost telah tertera dalam buku
Norma Pemeriksaan Akuntan yang diterbitkan tahun 1984 oleh Ikatan
Akuntan Indonesia. Istilah ini lebih tepat digunakan daripada biaya.
Selain itu, istilah biaya lebih tepat sebagai padan kata expense
dibandingkan beban.
Kos setidaknya dapat diklasifikasi menjadi delapan kategori
berdasarkan basis yang digunakan. Basis tersebut adalah (1) elemen
produk; (2) keterlacakan (tracebility) terhadap produk; (3) hubungan
dengan produksi; (4) variabilitas; (5) area fungsional; (6) periode
dibebankan pada pendapatan; dan (7) hubungan dengan perencanaan,
pengendalian, dan pengambilan keputusan.
TES FORMATIF 2
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
7) Kos yang besarannya secara total tidak berubah berapa pun tingkat
volume produksi, tetapi secara per unit akan menurun mengikuti
kenaikan tingkat volume produksi adalah ....
A. kos tetap
B. kos variabel
C. kos campuran
D. jawaban A, B, dan C salah
8) Kos yang manajemen mampu untuk melacak kos ini pada produk,
departemen atau aktivitas tertentu yang menikmati kos tersebut
adalah kos ....
A. variabel
B. tetap
C. langsung
D. taklangsung
9) Kos yang manajemen sulit untuk melacaknya pada produk, departemen
atau aktivitas tertentu yang menikmati kos tersebut adalah kos ....
A. variabel
B. tetap
C. langsung
D. taklangsung
10) Manakah dari kos berikut ini yang terkategori sebagai kos campuran?
A. Sewa peralatan.
B. Listrik untuk mesin.
C. Gaji pengawas.
D. Asuransi pabrik.
A. ALIRAN KOS
Gambar 1.13.
Aliran Kos
2. Kos bahan baku yang digunakan dalam proses produksi akan mengalir
ke (sediaan) produk dalam proses dan dicatat dengan jurnal sebagai
berikut.
3. Kos tenaga kerja langsung yang terjadi akan mengalir ke akun (sediaan)
produk dalam proses dan dicatat dengan jurnal sebagai berikut.
Terakhir, (9) dan (10) ketika produk jadi terjual kepada pelanggan maka
kos produk jadi akan mengalir ke kos produk terjual dan sekaligus juga ini
merupakan saat ketika kos produk berubah menjadi kos periode. Jurnal yang
digunakan adalah sebagai berikut.
Overhead Pabrik
(4) Rpxxx (5) Rpxxx
Gambar 1.14.
Aliran Kos Berdasarkan Akun
Gambar 1.15.
Laporan Kos Produksi
Penjualan Rpxxx
Kos produk terjual:
Sediaan produk jadi awal Rpxxx
Ditambah: Kos produk diproduksi xxx
Produk tersedia dijual Rpxxx
Dikurangi: Produk jadi akhir xxx
Kos produk terjual Rpxxx
Laba kotor Rpxxx
Biaya umum, penjualan, dan administrasi xxx
Laba bersih Rpxxx
Gambar 1.16.
Laporan Laba–Rugi
K o s m a s u k k e p r o d u k s i s e la m a p e r i o d a :
B a h an b a k u Rpxx
x T e n a g a k e r j a la n g s u n g
x x x O v e r h e a d p a b r ik
x x x K o s to t a l m a s u k k e p r o d u k s i R
pxxx
D it a m b a h : P r o d u k d a la m p r o s e s a w a l p e r io d a xxx
K o s p r o d u k s i s e la m a p e r i o d a R px
xx
D ik u r a n g i : P r o d u k d a l a m p r o s e s a k h ir p e r io d a xxx
K o s pr o d u k di pr od uk s i Rpxxx
P e n ju a l a n R px x x
K o s p r o d u k t e r j u a l:
S e di aa n pr od uk j a d i aw al Rpx
x x D it a m b a h : K o s p r o d u k d i p r o d u k s i
x x x P r o d u k t e r s e d ia d i ju a l R
pxxx
D ik u r a n g i : P r o d u k ja d i a k h ir xxx
K o s p r o d u k t e r ju a l Rpxx
x
L a b a k o to r Rpxxx
B ia y a u m u m , p e n j u a la n , d a n a d m i n i s t r a s i xxx
La ba b e r s i h Rpxxx
Gambar 1.17.
Hubungan Laporan Kos Produksi dan Laporan Laba – Rugi
LAT I H A N
Penjualan Rp750.000.000
Kos Produk Terjual:
Sediaan produk jadi, 1 Jan 20XX Rp 22.500.000
Kos produk diproduksi selama 20XX 345.000.000
Tersedia dijual Rp457.500.000
Sediaan produk jadi, 31 Des 20XX 67.500.000
Kos produk terjual Rp390.000.000
Laba kotor Rp360.000.000
Biaya pemasaran dan administrasi 100.000.000
Laba Bersih Rp260.000.000
RA NG K U MA N
TES FORMATIF 3
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
1) Aliran kos bahan baku, tenaga kerja langsung, dan overhead pabrik yang
digunakan dalam proses produksi pasti akan selalu melalui akun ....
A. produk dalam proses
B. produk jadi
C. kos produk terjual
D. produk diproduksi
5) Besarnya kos produk terjual untuk periode tahun 20XX adalah ....
A. Rp400.000.000
B. Rp405.000.000
C. Rp410.000.000
D. Rp414.000.000
Moriarity, Shane and Carl P. Allen. (1991). Cost Accounting. Third Edition.
John Willey & Sons, Inc.
P EN D A H U L U A N
mentah penting karena sebagai elemen kos produksi yang signifikan. Setelah
bahan mentah dibeli dan disimpan sementara di gudang bahan mentah, pabrik
akan memproses menjadi produk jadi menggunakan pengeluaran yang
berwujud kos konversi, yaitu tenaga kerja langsung dan overhead pabrik. Jika
perusahaan berkarakteristik padat karya (labor-intensive) maka elemen kos
tenaga kerja akan memiliki jumlah yang signifikan. Ini berbeda dengan
perusahaan yang berkarakteristik pada modal (capital-intensive). Modul ini
akan mengeksplorasi perlakuan, akuntansi, dan pengendalian untuk bahan
mentah yang nantinya akan dipisahkan menjadi dua, yaitu bahan baku dan
bahan penolong.
Selain bahan baku, tenaga kerja memiliki peran penting dalam
perusahaan pemanufakturan yang berkarakteristik padat karya (labor-
intensive). Perusahaan-perusahaan ini umumnya mempekerjakan tenaga kerja
(karyawan/pegawai) dalam jumlah yang relatif besar sehingga produktivitas
karyawan menjadi penting karena memengaruhi produktivitas produksi dan
akhirnya ikut memengaruhi besaran laba yang diperoleh perusahaan. Dengan
melihat implikasi penting tenaga kerja pada produktivitas dan kelangsungan
hidup perusahaan maka perlakuan, pengendalian, dan akuntansi atasnya
menjadi penting.
Setelah mempelajari modul ini, diharapkan Anda mampu:
1. membedakan bahan baku dan penolong;
2. menjelaskan sistem pengadaan dan penggunaan bahan baku;
1
Dalam modul ini disebut juga hanya bahan.
2.2 z EKMA4315/MODUL 2 Akuntansi Biaya z 2.2
A. KLASIFIKASI BAHAN
B. BAHAN BAKU
Agar sediaan bahan yang dimiliki dan digunakan oleh perusahaan dapat
optimal dan ekonomis maka perusahaan harus menerapkan prosedur
pengendalian yang memadai. Sebagaimana yang telah kita bahas
sebelumnya, bahan merupakan elemen penting bagi produk, baik fungsinya
secara fisik maupun kos yang melekat padanya. Penerapan proses
pengendalian yang memadai akan menjamin kos sediaan pada tingkat
minimum dan proses produksi yang lancar tanpa adanya hambatan. Konsep
berikut dapat diterapkan dalam prosedur pengendalian.
1. Sediaan merupakan hasil pembelian bahan baku, bahan penolong, dan
bahan habis pakai.
2. Pengurangan sediaan merupakan hasil dari penggunaan normal dan
bukan karena kerusakan atau penggunaan yang tidak semestinya.
3. Investasi sediaan yang optimum didasarkan pada teknik-teknik
kuantitatif yang khusus dirancang untuk meminimalkan kos pengelolaan
bahan (carrying costs) dan kos pembelian kembali sediaan.
4. Pembelian, manajemen, dan investasi bahan yang efisien tergantung
pada akurasi peramalan penjualan dan skedul produksi.
5. Prediksi akan membantu menentukan kapan bahan akan dibeli.
6. Pengendalian sediaan lebih dari sekadar menjaga catatan sediaan.
Pengendalian dilakukan oleh individu yang membuat keputusan
berdasarkan pengalaman mereka dan keputusan itu selalu dijaga dalam
rerangka kebijakan dan tujuan perusahaan.
7. Metode pengendalian sediaan bervariasi tergantung seberapa mahal kos
bahan dan seberapa penting bahan tersebut dalam produksi. Semakin
mahal dan penting bahan maka semakin canggih atau kompleks juga
pengendalian yang diterapkan.
Sebelum bahan, baik bahan baku dan bahan penolong dapat digunakan
dalam proses produksi maka terlebih dahulu harus dilakukan pengadaan,
pemerolehan atau pembelian atas bahan tersebut. Dalam organisasi yang
relatif besar, pembelian bahan dilakukan oleh Departemen Pembelian, yang
dikepalai oleh seorang manajer. Departemen ini memiliki 4 tugas, yaitu
(1) menerima pemintaan pembelian dari seluruh departemen yang ada dalam
perusahaan, termasuk departemen produksi; (2) memelihara data terkait
dengan pemasok, harga, dan skedul pengiriman; (3) menyiapkan dan
mengirim surat order pembelian kepada pemasok; serta (4) mengirimkan
tembusan surat order pembelian pada bagian penerimaan dan departemen
akuntansi. Tugas-tugas ini dapat ditambahkan dengan tugas-tugas lainnya.
Meskipun proses produksi dan pengadaan bahan bervariasi tergantung pada
ukuran, jenis, dan karakteristik industri perusahaan, akan tetapi prosedur
pengadaan bahan umumnya melalui tahapan berikut ini.
1. Formulir Kebutuhan Bahan (Bill of Materials)
Untuk setiap produk, insinyur pabrik akan menentukan urutan-urutan
(tahap-tahap) proses produksi setiap produk yang akan dilakukan dan
mengisi formulir kebutuhan bahan yang berisi daftar kebutuhan bahan untuk
setiap tahap proses produksi.
No: 231
Tanggal: 20 Jan 20XX
Tanggal dibutuhkan: 28 Jan 20XX Departemen
yang meminta: Dep Pencampuran
Pekerjaan No: 564
Untuk
Akun No: 1482
Kuantitas Deskripsi
Gambar 2.1.
Permintaan Pembelian
ORDER PEMBELIAN
No: 432
Gambar 2.2.
Order Pembelian
5. Laporan Penerimaan (Receiving Report)
Sebagaimana telah disampaikan sebelumnya, rangkap dari order
pembelian akan ditembuskan pada bagian penerimaan bahan. Tembusan ini
ditujukan untuk memberitahukan adanya bahan yang akan dikirim oleh
pemasok. Ketika bahan datang maka bagian penerimaan harus menerimanya
secara langsung, membuka, menghitung atau menimbangnya, dan
mengujinya untuk melihat kesesuaian dengan informasi yang ada dalam
order pembelian. Jika bahan yang diterima terlalu teknis atau membutuhkan
pengetahuan khusus maka teknisi dari bagian produksi akan diundang untuk
menginspeksi bahan tersebut.
Pegawai bagian penerimaan akan menghitung dan mengidentifikasi
bahan yang diterima dan membuat laporan penerimaan bahan yang berisi
informasi mengenai nama pemasok, tanggal diterima, jenis, jumlah, dan
kondisi bahan yang diterima. Gambar 2.3 menunjukkan laporan penerimaan
bahan. Laporan ini dibuat tiga rangkap. Satu rangkap dikirim ke Departemen
Pembelian untuk memberitahukan bahwa bahan yang dipesan telah diterima,
rangkap kedua ke gudang disertai bahannya, ketiga menjadi arsip di bagian
penerimaan bahan.
LAPORAN PENERIMAAN
No: 534
Gambar 2.3.
Laporan Penerimaan
Gambar 2.4.
Ringkasan Pengendalian Pengadaan Bahan
PERMINTAAN BAHAN
Subtotal Rp2.520.000
(-) Retur 0
Total Rp2.520.000
Gambar 2.5.
Permintaan Bahan
2. Kartu Bahan (materials record cards) atau sering disebut kartu sediaan,
mencatat setiap penerimaan dan pengeluaran bahan, serta berfungsi
sebagai catatan sediaan perpetual. Informasi yang ada dalam kartu ini
harus selalu diperbaharui (update) oleh pegawai gudang. Gambar 2.6
menunjukkan contoh dari kartu sediaan bahan.
Deskrip NoRak
si:
JumlahMaksimu JumlahMinim Penyimpanan:
KodeBaha
m: um: n:
KodeAkunPemba
DalamPemesanan Diterima Dikeluarkanntu: Saldo
Tanggal NoOrder Kuantitas NoLaporan Kuantitas Kos Jumlah NoPermintaan Kuantitas Kos Jumlah Kuantita kos Jumlah
Pembelian Penerimaan Unit Bahan Unit s Unit
G. PERENCANAAN BAHAN
Contoh:
Diasumsikan kebutuhan bahan per unit per tahun sebanyak 2.400 unit.
Kos per unit adalah Rp750,00 kos per pesan adalah Rp20.000,00 dan kos
pengelolaan bahan adalah 20%. Besarnya EOQ adalah:
2 × 2.400 × Rp20.000,00
EOQ = = 800 unit
Rp750,00 × 20%
Contoh:
Direncanakan produk A akan diproduksi sebanyak 6.000 unit selama
setahun. Kos setup sebesar Rp62.000,00 kos produksi variabel sebesar
Rp2.000,00 per unit dan kos pengelolaan produk sebesar 20%. Maka tingkat
produksi optimal sekali produksi adalah:
2 × 6.000 × Rp62.000,00
EOQ = = 1.364 unit
Rp2.000,00× 20%
2. Order Point
EOQ meskipun berdaya guna dalam merencanakan jumlah pemesanan
bahan, akan tetapi belum menjawab kapan akan memesan. Order point
menjawab pertanyaan ini, yaitu kapan pesanan akan dilakukan. Pertanyaan
ini dipengaruhi oleh 3 hal, yaitu (a) waktu pengiriman yang dibutuhkan sejak
pemesanan sampai bahan diterima perusahaan (lead time); (b) tingkat sediaan
digunakan (usage); (c) sediaan aman (safety stock), seperti tingkat minimum
sediaan agar tidak terjadi kekurangan bahan. Berbeda dengan EOQ, tidak ada
rumus berterima umum dalam perhitungan order point. Beberapa rumus
dapat digunakan, yaitu:
Contoh:
Penggunaan normal selama seminggu adalah 200 unit. Lead time selama
4 minggu. Safety stock sebesar 1.200 unit. Maka order point adalah:
Order point = (200 × 4) + 1.200 = 2.000 unit
LAT I H A N
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,
kerjakanlah latihan berikut!
1) Jelaskan perbedaan antara bahan baku dan bahan penolong. Berilah
contoh dari masing-masing kategori bahan tersebut!
2) PT LEZAT merupakan sebuah perusahaan pastry roti yang
menghasilkan blackforest spesial. Bahan yang digunakan dalam
pembuatan blackforest tersebut adalah tepung terigu, telur, cokelat
bubuk, cokelat batangan, gula, pengembang, buah ceri tangkai, mentega,
margarin, dan susu cair. Tentukan manakah yang termasuk bahan baku
dan mana yang bahan penolong. Jelaskan alasannya!
3) Jelaskan mengapa pengendalian yang memadai perlu diterapkan dalam
pengadaan dan penggunaan bahan.
4) Jelaskan kegunaan dokumen-dokumen berikut ini.
a) Permintaan bahan.
b) Permintaan pembelian.
c) Order pembelian.
d) Laporan penerimaan bahan.
e) Kartu sediaan.
5) PT RIZQI menggunakan 1.000 unit komponen A setiap tahunnya dalam
proses produksi. Komponen tersebut memiliki harga beli Rp55.000,00
per unit. Data berikut masih terkait dengan komponen A:
Kos pemesanan Rp5.000,00 per order
Persentase kos pengelolaan sediaan 15%
Diminta: Hitunglah economic order quantity (EOQ).
6) Berikut ini data kos dan data lain terkait komponen yang digunakan
dalam proses produksi PT KUKUH:
RA N GK U MA N
1) Bahan yang dapat diidentifikasi secara jelas pada produk jadi dan
memiliki kos yang signifikan pada kos produksi dikategorikan sebagai
bahan ....
A. baku
B. penolong
C. utama
D. kunci
2) Bahan yang tidak dapat diidentifikasi secara jelas pada produk jadi,
tetapi memiliki kos yang signifikan pada kos produksi dikategorikan
sebagai bahan ....
A. baku
B. penolong
C. utama
D. kunci
Berikut ini data kos dan data lain terkait komponen yang digunakan
dalam proses produksi PT Kebahagiaan:
Akuntansi Bahan
Berapa kos sediaan bahan harus diakui oleh perusahaan? Kos sediaan
bahan harus Anda bedakan dengan kos bahan. Kos sediaan bahan adalah kos
yang digunakan oleh perusahaan untuk mengadakan bahan dan
menyimpannya di gudang. Kos bahan adalah kos yang dibebankan ke produk
saat bahan digunakan dalam proses produksi. Meskipun unit fisiknya sama,
akan tetapi pengertiannya berbeda. Secara prinsip, kos sediaan bahan akan
dicatat sebesar semua pengeluaran yang dilakukan perusahaan untuk
memperoleh bahan tersebut sampai bahan siap untuk digunakan dalam
2
produksi. Ini disebut sebagai kos pemerolehan . Kos sediaan bahan dapat
terdiri atas harga beli ditambah biaya angkut pembelian bahan dikurangi
potongan dan retur pembelian bahan. Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh
berikut ini: CV “ANEKA” membeli tepung terigu sebanyak 200 kg. Harga
per kg tepung terigu adalah Rp5.500,00. Oleh karena pembelian dalam
jumlah besar, CV “ANEKA” mendapatkan potongan sebesar 3%. Selain itu,
CV “ANEKA” dibebani biaya angkut sebesar Rp50.000,00. Berapakah kos
pemerolehan bahan baku tersebut? Kos pemerolehan bahan baku berupa
tepung terigu tersebut dapat dihitung sebagai berikut.
Ketika bahan digunakan dalam proses produksi maka kos bahan akan
dicatat sebesar kos pemerolehan bahan tersebut. Terlihat sederhana, tetapi
dalam praktiknya tidak sesederhana ini. Mengapa? Perusahaan sering kali
membeli bahan berkali-kali dengan kos pemerolehan yang berbeda-beda.
2
Buku-buku teks akuntansi sebagian menggunakan istilah harga perolehan.
Perbedaan kos pemerolehan ini dapat terjadi karena kenaikan atau inflasi dari
harga bahan tersebut atau terjadi penurunan dari harga bahan. Kemudian,
dalam gudang terdapat bahan yang sama, tetapi dengan kos pemerolehan
yang berbeda-beda maka manakah yang akan digunakan atau dibebankan
sebagai kos bahan ketika bahan digunakan atau dikeluarkan untuk diproses di
Departemen Produksi?
Secara akuntansi, penentuan kos bahan dapat menggunakan dua macam
metode, yaitu metode periodik dan metode perpetual.
B. METODE PERIODIK
3
Sistem kos pekerjaan – order akan dibahas di Modul 5.
C. METODE PERPETUAL
Deskripsi: No Rak
Penyimpanan: Jumlah Maksimum: Kode
Bahan:
Jumlah Minimum: Kode Akun Pembantu:
Gambar 2.8.
Penentuan Kos Produksi – MPKP
Pada Gambar 2.9 dapat Anda lihat bahwa pembebanan kos bahan
tanggal 20, 26, dan 29 berbeda dengan kos yang dibebankan dengan metode
MPKP.
Gambar 2.10.
Pembebanan Kos Bahan – Rata-rata Berbobot
Dengan metode rata-rata berbobot maka asal sediaan apakah dari baru
atau lama tidak lagi diperhatikan. Anda perhatikan pembelian bahan tanggal
15 April sebesar 1.000 unit. Pembelian ini mengakibatkan kos unit menjadi
berubah menjadi:
D. PENJURNALAN BAHAN
1) Untuk menjawab soal latihan nomor 1) dan 2), Anda harus membaca dan
memahami Kegiatan Belajar 2.
2) Selesaikan pembuatan kartu sediaan dengan 3 metode, kemudian
cocokkan jawaban Anda dengan jawaban berikut ini.
Metode Masuk Pertama Keluar Pertama
Tanggal Diterima Dikeluarkan Saldo
Kuantitas Kos Jumlah Kuantitas Kos Jumlah Kuantitas kos Jumlah
Unit Unit Unit
01-Jul 30.000 Rp3.000 Rp90.000.000
04-Jul 10.000 Rp3.200 Rp32.000.000 30.000 Rp3.000 Rp90.000.000
10.000 Rp3.200 Rp32.000.000
40.000 Rp122.000.000
05-Jul 30.000 Rp3.000 Rp90.000.000 10.000 Rp3.200 Rp32.000.000
08-Jul 50.000 Rp3.300 Rp165.000.000 10.000 Rp3.200 Rp32.000.000
50.000 Rp3.300 Rp165.000.000
60.000 Rp197.000.000
15-Jul 10.000 Rp3.200 Rp32.000.000 40.000 Rp3.300 Rp132.000.000
10.000 Rp3.300 Rp33.000.000
20.000 Rp65.000.000
22-Jul 25.000 Rp3.500 Rp87.500.000 40.000 Rp3.300 Rp132.000.000
25.000 Rp3.500 Rp87.500.000
65.000 Rp219.500.000
28-Jul 40.000 Rp3.300 Rp132.000.000 20.000 Rp3.500 Rp70.000.000
5.000 Rp3.500 Rp17.500.000
45.000 Rp149.500.000
TES FORMATIF 2
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
6) Jika metode yang digunakan adalah metode MPKP maka kos bahan total
yang akan dibebankan pada transaksi tanggal 21 Desember adalah ....
A. Rp17.664.000,00
B. Rp17.898.900,00
C. Rp 17.942.400,00
D. Rp18.375.680,00
7) Jika metode yang digunakan adalah metode MTKP maka kos bahan total
yang akan dibebankan pada transaksi tanggal 21 Desember adalah ....
A. Rp17.664.000
B. Rp17.898.900
C. Rp 17.942.400
D. Rp18.375.680
8) Jika metode yang digunakan adalah metode MPKP maka nilai atau kos
sediaan pada akhir Desember 20XX adalah ....
A. Rp35.177.120,00
B. Rp35.393.820,00
C. Rp36.001.100,00
D. Rp36.177.120,00
9) Jika metode yang digunakan adalah metode MTKP maka nilai atau kos
sediaan pada akhir Desember 20XX adalah ....
A. Rp35.177.120,00
B. Rp35.393.820,00
C. Rp36.001.100,00
D. Rp36.177.120,00
10) Jurnal yang digunakan untuk mencatat penggunaan bahan dengan asumsi
bahan dikategorikan sebagai bahan baku adalah ....
A. Debit: Produk dalam proses
Kredit: Sediaan bahan
B. Debit: Overhead pabrik
Kredit: Sediaan bahan
C. Debit: Kos bahan baku
Kredit: Sediaan bahan
D. Debit: Sediaan bahan
Kredit: Kos bahan
Tenaga kerja adalah usaha fisik atau mental yang diberikan dalam proses
produksi suatu produk. Kos tenaga kerja adalah harga yang dibayarkan atas
penggunaan sumber daya manusia ini. Kompensasi yang dibayar pada
4
pekerja yang terlibat dalam aktivitas terkait produksi merepresentasi kos
tenaga kerja.
Tenaga kerja dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu tenaga kerja langsung
(direct labor) dan tenaga kerja taklangsung (indirect labor). Tenaga kerja
langsung adalah:
1. semua tenaga kerja yang terlibat secara langsung dalam produksi produk
jadi;
2. dapat secara mudah dilacak atau diidentifikasi pada produk;
3. merepresentasi elemen kos tenaga kerja yang signifikan pada produk
jadi.
4
Modul ini menggunakan istilah pekerja, karyawan, dan tenaga kerja dengan
pengertian yang sama.
B. PENGENDALIAN TENAGA KERJA
Departemen Penggajian
1. Menghitung gaji dan upah.
2. Mengirim data kos ke dep kos
Departemen Kos
1. Mengalokasi kos tenaga kerja.
2. Menyusun laporan kos
Gambar 2.11.
Sistem Akuntansi Kos Tenaga Kerja
Nama: Joni D e p a r te m e n : P r o d u k s i A
N o m o r In d u k K a r y a w a n : 2 - 1 1 6 P e r io d a : M in g g u k e 2 A p r il
D io to r is a s i o le h : Gu n a r d i
Gambar 2.12.
Kartu Jam Kerja
Total 120.000
Karyawan: Joni
Disetujui oleh: Burhan
1. Upah Premium
Umum dalam praktik beberapa waktu kerja memiliki upah yang lebih
besar (upah premium) dari upah reguler. Sebagai contoh, waktu kerja di
pabrik dapat dibagi menjadi 3 kelompok waktu kerja, yaitu (a) jam
7:00–3:00; (b) jam 3:00–11.00; dan (c) jam 11:00–7:00. Untuk memotivasi
karyawan agar mau bekerja pada kelompok waktu 2 dan 3 umumnya
ditawarkan upah premium. Selisih antara upah premium dan reguler ini
dibebankan pada overhead pabrik kendali dan bukan pada produk dalam
proses. Sebagai contoh, PT Ampel memiliki tarif upah reguler Rp7.000,00
per jam dan tarif upah premium sebesar Rp8.000,00 per jam upah karyawan
yang bekerja pada kelompok jam 3:00–11:00. Asumsikan jam tenaga kerja
sebanyak 40 jam bekerja pada kelompok waktu upah premium. Maka terlebih
dahulu dihitung selisih antara upah premium dan reguler sebagai berikut.
3. Waktu Menganggur
Waktu menganggur adalah kondisi ketika karyawan tidak melakukan apa
pun, tetapi tetap dibayar atas waktu mereka di perusahaan. Sering kali waktu
menganggur ini tidak dapat dihindarkan akibat diperlukannya setup mesin.
Jika waktu menganggur tersebut normal maka upah yang dibayarkan saat
waktu menganggur akan dibebankan pada akun overhead pabrik kendali.
Akan tetapi, apabila waktu menganggur akibat tidak normal atau akibat
inefisiensi maka harus dibebankan pada akun rugi dari waktu menganggur.
Tabel 2.1.
Sistem Upah Minimum dan Insentif
LAT I H A N
Untuk mengerjakan soal 1)–6) Anda harus membaca dan memahami apa
yang dibahas dan didiskusikan dalam Kegiatan Belajar 3.
RA NG K U MA N
Tenaga kerja merupakan bagian takterpisah dari sebuah perusahaan
manufaktur. Tenaga kerja digunakan untuk mengkonversi bahan mentah
menjadi produk. Pada perusahaan dengan karakteristik labor-intensive
maka proporsi kos tenaga kerja terhadap kos produksi menjadi besar.
Akan tetapi, pada perusahaan dengan karakteristik technology-intensive
maka umumnya proporsi tenaga kerja terhadap kos produksi relatif kecil
karena pekerjaan tenaga kerja digantikan oleh mesin atau teknologi.
Tenaga kerja dikategori menjadi dua, yaitu tenaga kerja langsung
dan tenaga kerja taklangsung. Tenaga kerja langsung memiliki
karakteristik memiliki keterkaitan langsung dalam pemrosesan produk
dan memiliki proporsi kos yang relatif besar. Tenaga kerja yang tidak
memenuhi karakteristik tersebut dikategori sebagai tenaga kerja
taklangsung. Perbedaan kategori ini berdampak pada pencatatan secara
akuntansi yang berbeda. Tenaga kerja langsung akan dibebankan pada
akun produk dalam proses, sedangkan tenaga kerja taklangsung
dibebankan pada akun overhead pabrik kendali.
Terdapat dua buah dokumen yang terkait dengan pengendalian
tenaga kerja, yaitu kartu jam kerja dan kartu jam pekerjaan. Kartu jam
kerja adalah dokumen yang mencatat berapa lama waktu karyawan
berada di perusahaan, sedangkan kartu jam pekerjaan adalah dokumen
yang mencatat berapa lama waktu yang dicurahkan oleh karyawan pada
pekerjaan, departemen atau produk tertentu.
TES FORMATIF 3
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
1) Dokumen yang digunakan untuk mencatat lamanya waktu kerja
karyawan pada suatu pekerjaan, produk atau departemen adalah kartu ....
A. jam pekerjaan
B. jam kerja
C. kendali kerja
D. detail kerja
2) Dokumen yang digunakan untuk mencatat lamanya waktu karyawan
berada di perusahaan adalah kartu ....
A. jam pekerjaan
B. jam kerja
C. kendali kerja
D. detail kerja
6) Selisih antara upah lembur dengan upah reguler pada tenaga kerja
langsung akan dibebankan pada ....
A. overhead pabrik kendali
B. biaya tenaga kerja
C. produk dalam proses
D. biaya administrasi
Berikut ini data unit dan tarif upah per unit untuk tenaga kerja langsung
PT Sinar Sejahtera pada bulan Maret 20XX:
8) Upah yang akan diterima oleh Agus Sanjaya untuk bulan Maret
adalah ....
A. Rp561.000,00
B. Rp570.000,00
C. Rp600.000,00
D. Rp660.000,00
9) Upah yang diterima oleh Akhir Zaman untuk bulan Maret adalah ....
A. Rp660.000,00
B. Rp684.750,00
C. Rp700.000,00
D. Rp784.750,00
10) Besarnya upah yang akan dibebankan pada akun overhead pabrik
kendali adalah ....
A. Rp140.250,00
B. Rp165.000,00
C. Rp660.000,00
D. Rp1.320.000,00
Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 3 yang
terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar.
Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan
Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 3.
th
Moriarity, Shane and Carl P. Allen. (1991). Cost Accounting. 3 Edition.
John Willey & Sons, Inc.
Overhead Pabrik
Damai Nasution, S.E., M.Si., Ak.
P EN D A H U L U A N
Overhead Pabrik
1. Bahan Penolong
Bahan penolong adalah bahan yang digunakan dalam proses produksi
tetapi tidak dapat diidentifikasi secara langsung pada produk jadi atau kos
dari bahan ini tidak signifikan terhadap kos produk. Sebagai contoh, pada
perusahaan konveksi, benang yang digunakan merupakan bahan penolong
karena kos atau nilainya tidak signifikan terhadap kos produk. Pada
perusahaan roti, ragi yang digunakan untuk mengembangkan adonan akan
terkategori sebagai bahan penolong karena tidak dapat diidentifikasi pada
produk jadi dan nilainya tidak signifikan terhadap kos produk.
Pertama, Tidak seperti bahan baku dan tenaga kerja, overhead pabrik
tidak dapat diidentifikasi pada produk jadi. Sebagai contoh, depresiasi
gedung pabrik yang menggunakan metode garis lurus. Depresiasi ini tidak
dapat secara langsung dikaitkan dengan volume unit yang diproduksi. Berapa
pun besarnya volume produksi, tidak mempengaruhi besaran dari depresiasi
bangunan. Pada perusahaan yang berkarakteristik padat karya, umumnya
memiliki kos overhead pabrik hampir seimbang dengan kos tenaga kerja
langsung. Akan tetapi, pada perusahaan yang padat modal (capital
/technology intensive), kos overhead pabrik memiliki proporsi yang semakin
besar terhadap kos produksi total, sedangkan kos tenaga kerja langsung
menurun.
Kedua, overhead pabrik memiliki beberapa jenis pola perilaku hubungan
terkait dengan volume produksi, yaitu sebagai berikut.
a. Tetap. Overhead pabrik tetap ini memiliki sifat tetap, yaitu besarnya
tidak terkait dengan volume produksi. Berapa pun jumlah unit yang
diproduksi maka besaran kos overhead pabrik tidak terpengaruh,
contohnya pajak bumi bangunan pabrik, depresiasi peralatan dan
bangunan pabrik dengan metode garis lurus, sewa gedung pabrik, gaji
manajer pabrik, dan asuransi.
b. Variabel. Overhead pabrik yang memiliki pola perilaku variabel adalah
overhead pabrik yang besaran kosnya berbanding lurus dengan volume
produksi. Semakin banyak jumlah unit diproduksi maka semakin besar
kos overhead pabrik ini, contohnya listrik, depresiasi peralatan, dan
bangunan dengan metode jumlah output.
c. Campuran. Sering juga disebut sebagai semivariabel atau semitetap.
Perilaku dari overhead pabrik ini adalah bisa memiliki salah satu dari
dua sifat berikut, yaitu sebagai berikut.
1) Berubah pada saat tingkat produksi tertentu terlewati. Sebagai
contoh, overhead pabrik akan tetap besarannya, tetapi jika jumlah
unit diproduksi melebihi 10.000 unit maka terdapat kenaikan
overhead pabrik. Pola ini disebut juga kos bersifat variabel bertahap.
Contoh adalah kos inspeksi dan pengawasan pabrik.
2) Berubah atau bervariasi mengikuti volume produksi, tetapi tidak
dalam proporsi yang sama, contohnya kos utilitas dan pemeliharaan
peralatan pabrik.
Pada umumnya, kos campuran ini dinyatakan dalam bentuk
persamaan linier, yaitu:
Y = a + bX
Dalam hal ini Y: kos campuran; a: kos tetap; b: kos variabel per
basis aktivitas; dan X: volume aktivitas. Sebagai contoh, didapatkan
persamaan kos campuran adalah sebagai berikut.
Y = Rp40.000.000,00 + Rp3.400,00.X per jam mesin
Jika diketahui bahwa dalam suatu periode terdapat 12.000 jam
mesin maka kos campuran total adalah sebesar Rp80.800.000,00
(berasal dari: Y = Rp40.000.000+(Rp3.400,00×12.000 jam mesin))
Y = Rp40.000.000 – Rp40.800.000
Y = Rp80.800.000
Jika kos overhead pabrik tetap dan variabel sudah jelas perlakuan dan
sifatnya maka kos overhead pabrik campuran memiliki unsur tetap dan
variabel. Dalam pembuatan anggaran dan penentuan tarif overhead pabrik
maka unsur ini harus dipisahkan satu dengan lainnya sehingga pembuatan
anggaran akan lebih akurat. Keakuratan anggaran ini akan berdampak pada
akurasi tarif overhead yang ditetapkan. Berikut ini beberapa metode yang
dapat digunakan untuk memisahkan unsur tetap dan variabel dari kos
overhead pabrik campuran, yaitu sebagai berikut.
a. Metode observasi
Metode observasi mengandalkan kemampuan pengamat untuk
mendeteksi pola perilaku kos dengan cara mereviu data kos dan volume masa
lalu. Reaksi perubahan kos akibat adanya perubahan volume produksi
diobservasi dan berdasarkan itu ditentukan apakah kos tersebut termasuk kos
tetap atau variabel, tergantung pada kemiripan pola perilaku yang
dimilikinya. Tentu saja kelebihan metode ini adalah pada kemudahannya,
tetapi kelemahan utama adalah rendahnya akurasi ketepatan pemisahan kos
sebagai bersifat tetap maupun variabel. Hal ini dikarenakan pengamat akan
kesulitan secara tepat untuk memisahkan besaran kos tetap dan variabel dari
suatu kos campuran.
Tahap yang harus dilakukan untuk memisahkan antara kos tetap dan
variabel adalah pertama, memplot data pada diagram dengan data kos pada
garis vertikal atau Y dan data penggunaan listrik pada garis horizontal atau
X. Tahap kedua, memplot keseluruhan data berdasarkan kategori garis
vertikal dan horizontal yang telah ditetapkan (Gambar 3.1) sehingga setiap
poin dalam diagram merepresentasi 1 dari 12 observasi.
Rp80.000 Garis tren
Rp70.000
Rp60.000
Rp50.000
Kos variabel
Kos
Rp40.000
Rp30.000
Kos tetap
Rp10.000
Rp0
0 10.000 20.000 30.000 40.000 50.000
Volume (jam mesin)
Gambar 3.1.
Diagram Serak Observasi Kos Campuran
Tahap ketiga, menarik garis tren baik secara matematis maupun secara
visual. Secara visual adalah dengan cara menarik garis lurus yang sebanyak
mungkin mengenai atau sedapat mungkin mendekati plot dalam diagram.
Setelah garis dibuat maka dapat terlihat bahwa terdapat daerah kos tetap dan
kos variabel. Pada Gambar 3.1 terlihat bahwa kos tetap sebesar
Rp40.000.000,00 sehingga apabila kita ingin mengetahui berapa besarnya
kos variabel dihitung dengan cara:
Y = Rp480.000.000 + Rp716,16.X
Berikut ini perincian kos variabel dan tetap pada kos campuran dengan
metode tinggi-rendah.
Data berikut berasal dari PT Sempurna:
Titik tinggi: 45.000 jam mesin dengan kos Rp72.000.000
atau (45.000; Rp72.000.000)
Titik rendah: 20.000 jam mesin dengan kos Rp54.200.000
atau (20.000; Rp54.200.000)
f. Analisis regresi
Penggunaan teknik-teknik statistika untuk menganalisis perilaku kos
telah banyak dilakukan. Metode ini memberikan analisis yang lebih ilmiah
dibandingkan metode-metode lainnya. Salah satu teknik statistika yang dapat
digunakan adalah metode regresi sederhana atau sering disebut juga sebagai
metode kuadrat terkecil (least square method). Metode ini sederhana, tetapi
efektif. Kelebihan lain metode ini jika dibandingkan metode tinggi-rendah
adalah metode regresi memanfaatkan seluruh data yang ada, tidak hanya titik
tertinggi dan terendah. Konsekuensinya, hasilnya lebih handal karena
mempertimbangkan fluktuasi seluruh data yang tersedia.
Metode kuadrat terkecil merupakan metode yang paling banyak
digunakan. Metode ini didasarkan pada persamaan garis lurus, yaitu Y = a +
bX. Dalam hal ini, Y merepresentasi kos, a merepresentasi kos tetap,
b merepresentasi kos variabel per basis aktivitas yang digunakan, dan
X merepresentasi volume. Untuk kos yang bersifat variabel maka baik
a maupun b akan memiliki nilai yang positif.
Untuk mendapatkan persamaan Y = a + bX maka harus ditentukan
terlebih dahulu besaran a dan b. Tahap yang harus dilakukan adalah pertama
menentukan terlebih dahulu besaran b dengan rumus:
∑ ΧΥ
b = 2
∑Χ
Tabel 3.2.
Metode Kuadrat Terkecil
Bulan (1) (2) (3) (4) (2) × (4)
X (1) - Rata-rata Y 3 - rata-rata (2) dikuadratkan XY
Januari 35.000 2.000 Rp65.000 1.367 4.000.000 2.733.333
Februari 28.000 -5.000 59.800 -3.833 25.000.000 19.166.667
Maret 34.000 1.000 64.100 467 1.000.000 466.667
April 42.000 9.000 67.800 4.167 81.000.000 37.500.000
Mei 37.000 4.000 70.000 6.367 16.000.000 25.466.667
Juni 30.000 -3.000 61.300 -2.333 9.000.000 7.000.000
Juli 25.000 -8.000 57.800 -5.833 64.000.000 46.666.667
Agustus 22.000 -11.000 55.600 -8.033 121.000.000 88.366.667
September 20.000 -13.000 54.200 -9.433 169.000.000 122.633.333
Oktober 37.000 4.000 71.000 7.367 16.000.000 29.466.667
November 45.000 12.000 72.000 8.367 144.000.000 100.400.000
Desember 41.000 8.000 65.000 1.367 64.000.000 10.933.333
Total 396.000 0 Rp763.600 0 714.000.000 490.800.000
Rata-rata 33.000 Rp63.633
∑ Rp490.800.000.000
b = b = = Rp687,4 per JM
ΧΥ 714.000.000
2
∑Χ
Y = a + bX
Rp63.633.000 = a + (Rp687,4 × 33.000)
Rp63.633.000 = a + Rp22.684.200
a = Rp63.633.000 – Rp22.684.200
a = Rp40.948.800
Dalam sistem kos aktual, kos produksi hanya dicatat ketika kos tersebut
terjadi. Teknik ini umumnya dapat digunakan untuk pencatatan bahan baku
dan tenaga kerja langsung karena keduanya dapat secara mudah dilacak dan
identifikasi pada pekerjaan spesifik, produk atau departemen (process
costing). Akan tetapi, ini tidak mudah diterapkan pada overhead pabrik
karena kos ini tidak dapat dilacak dan diidentifikasi pada pekerjaan spesifik,
produk atau departemen. Sebagai contoh, depresiasi gedung pabrik yang
diakui setiap akhir bulan. Bagaimana membebankan depresiasi ini ke produk
atau pekerjaan? Untuk mengatasi hal ini maka perlu modifikasi atas sistem
kos aktual agar overhead dapat secara mudah dibebankan. Modifikasian ini
disebut sebagai sistem kos normal (normal costing), yaitu bahan baku dan
tenaga kerja langsung dicatat sebesar aktual kosnya, sedangkan overhead
dicatat sebesar penggunaan input aktual dikalikan tarif overhead (overhead
pabrik dibebankan/factory overhead applied).
Perlu dipahami terlebih dahulu bahwa ketika kita berbicara sistem kos
aktual, normal, dan nanti di Modul 9 sistem kos standar, ini bukan
merupakan sistem akumulasi kos sebagaimana yang dibahas di Modul 5, 6,
dan 7, yaitu sistem kos pekerjaan – order dan sistem kos proses. Sistem kos
aktual dan normal ini terkait dengan pengukuran kos yang akan dibebankan
ke produk.
Penggunaan tarif overhead ini memungkinkan dilakukannya alokasi
overhead secara konsisten dan logis pada unit-unit produk yang diproduksi
maupun pada pekerjaan-pekerjaan pesanan. Metode dengan menggunakan
tarif yang telah ditetapkan di awal periode (predetermined overhead rate)
inilah yang paling fisibel atau layak diterapkan untuk menghitung kos
overhead. Penerapan tarif overhead pabrik akan memberikan manfaat berikut
ini, yaitu sebagai berikut.
1. Membantu manajemen dalam menentukan kos produksi. Tanpa harus
menunggu kos tersebut terjadi, manajemen dapat menentukan kos
produksi estimasian. Ini sangat penting terutama dalam sistem kos
pekerjaan – order karena pada saat pelanggan memberikan order,
perusahaan telah menentukan dan memberitahukan berapa harga dari
produk yang diorder tersebut.
2. Membantu manajemen menentukan harga jual produk.
3. Identifikasi ketakefisiensi. Dengan ditentukannya tarif overhead pabrik
di awal periode maka jumlah overhead pabrik dibebankan (yaitu
overhead pabrik berdasarkan tarif) dapat dibandingkan dengan overhead
pabrik aktual atau yang sesungguhnya terjadi. Jika terjadi variansi
(selisih) antara overhead pabrik aktual dan dibebankan maka dapat
menjadi indikasi adanya ketakefisienan. Jika jumlah variansi signifikan
maka manajemen harus menginvestigasi penyebabnya dan mengambil
tindakan yang dibutuhkan untuk mengoreksinya.
4. Melandaikan fluktuasi bulanan akibat adanya kos overhead aktual yang
hanya terjadi pada waktu-waktu tertentu saja. Sebagai contoh, pajak
bumi bangunan gedung pabrik hanya dibayarkan sekali setahun pada
waktu tertentu. Jika sistem tarif tidak digunakan maka akan
menimbulkan kebingungan bagaimana membebankan pajak tersebut
pada produk.
LAT I H A N
1) Untuk menjawab soal latihan nomor 1) – 6), Anda harus membaca dan
memahami Kegiatan Belajar 1 terlebih dahulu.
2) Cocokkanlah jawaban Anda untuk soal nomor 6) dengan jawaban
berikut ini.
a) Metode tinggi-rendah:
Tertinggi: (10.000; Rp226.960.000,00)
Terendah: (3.000; Rp151.000.000,00)
∑ ΧΥ
b = 2 b = Rp402.840.000.000 = Rp11.190 per hunian
∑Χ 36.000.000
Y = a + bX
Rp178.440.000 = a + (Rp11.190 × 6.000)
Rp178.440.000 = a + Rp67.140.000
a = Rp178.440.000 – Rp67.140.000
a = Rp111.300.000
Estimasi kos campuran total Y = Rp111.300.000 + Rp11.190.X
RA NG K U MA N
TES FORMATIF 1
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
4) Kos overhead pabrik yang memiliki pola perilaku akan meningkat sesuai
dengan peningkatan volume produksi merupakan overhead pabrik yang
berpola perilaku ....
A. tetap
B. variabel
C. semivariabel
D. semitetap
Data soal 6) – 7)
Berikut ini adalah data observasi kos dan volume tenaga kerja pada
PT Guyup Raharjo:
Jam Tenaga
Bulan Kos
Kerja Langsung
Januari–Februari 100.000 Rp140.000.000,00
Maret–April 75.000 80.000.000,00
Mei–Juni 130.000 170.000.000,00
Juli–Agustus 25.000 62.500.000,00
September–Oktober 60.000 110.000.000,00
November–Desember 90.000 157.500.000,00
6) Dengan menggunakan metode tinggi-rendah, besaran kos variabel per
jam kerja langsung adalah ....
A. Rp1.024
B. Rp1.234
C. Rp1.340
D. Rp1.424
Penentuan tarif
overhead pabrik Pengaplikasian tarif overhead Akumulasi dan
pabrik saat periode berjalan pencatatan overhead
pabrik aktual
Penentuan variansi
overhead pabrik
dibebankan dan aktual
Gambar 3.2.
Tarif Overhead Pabrik
Tabel 3.3.
Pengaruh Berbagai Tingkat Kapasitas pada
Tarif Overhead Pabrik yang Ditetapkan
Aktual
Teoretis Praktikal Ekspektasian Normal
% dari kapasitas 100% 85% 80% 75%
teoretis
Jam mesin 10.000 jam 8.500 jam 8.000 jam 7.500 jam
Overhead
dianggarkan:
Tetap Rp12.000.000 Rp12.000.000 Rp12.000.000 Rp12.000.000
Variabel 8.000.000 6.800.000 6.400.000 6.000.000
Total Rp20.000.000 Rp18.800.000 Rp18.400.000 Rp18.000.000
Tarif overhead
tetap per jam Rp1.200 Rp1.410 Rp1.500 Rp1.600
mesin
Tarif overhead
variabel per jam 800,00 800,00 800,00 800,00
mesin
Tarif overhead
total per jam Rp2.000 Rp2.210 Rp2.300 Rp2.400
mesin
Diketahui:
Kapasitas normal, dalam unit 250.000
Kapasitas normal, dalam jam kerja langsung (2 jam kerja langsung 500.000
per unit)
Kos overhead pabrik:
Kos overhead pabrik variabel:
Bahan penolong, rata-rata per unit Rp500
Kos tenaga kerja taklangsung, rata-rata per jam Rp5.000
Jam kerja taklangsung (3% dari jam kerja langsung) 15.000
Solar untuk mesin pabrik, rata-rata per jam mesin Rp3.000
Jam mesin yang dibutuhkan (3% dari jam kerja langsung) 15.000
Kos overhead pabrik tetap:
Sewa gedung pabrik Rp100.000.000
Depresiasi peralatan pabrik Rp 50.000.000
* dapat dinyatakan per unit, per jam, per rupiah. Untuk basis yang
dinyatakan dalam rupiah, tarif harus dikalikan dengan 100 agar
didapatkan hasil berupa persentase.
** disebut juga kos overhead pabrik estimasian.
Basis ini membebankan kos overhead pabrik dengan jumlah yang sama
untuk setiap unit produk yang dihasilkan dan ini cocok ketika perusahaan
hanya memproduksi satu jenis produk.
Penggunaan basis ini logis ketika terdapat hubungan erat antara kos
overhead dengan kos tenaga kerja langsung dan upah per jam kerja langsung
sama untuk pekerjaan yang sama pada setiap pekerja. Basis ini tidak tepat
digunakan ketika:
a. Depresiasi mesin termasuk bagian dari overhead pabrik.
b. Kos tenaga kerja langsung berasal dari tarif upah yang berbeda-beda
antarpekerja dengan jenis pekerjaan yang sama.
5. Jam Mesin
Jika mesin digunakan secara ekstensif maka basis jam mesin merupakan
basis yang tepat digunakan untuk menentukan tarif overhead pabrik. Basis ini
menggunakan jam mesin yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan
yang sama. Jam mesin total ekspektasian yang digunakan untuk menghitung
tarif sebagai berikut.
Kos overhead pabrik teranggarkan
Tarif overhead pabrik per JM =
Jam mesin estimasian
6. Transaksi
Kelompok kos dapat terkait dengan aktivitas tertentu yang mungkin
tidak dapat direpresentasi secara tepat menggunakan basis-basis yang telah
dibahas di atas. Sebagai contoh, kos setup dapat dibebankan lebih tepat pada
produk berdasarkan tarif per setup sehingga setiap setup dipandang sebagai
sebuah transaksi, dengan kos dibebankan pada produk atau kelompok produk
berdasarkan jumlah transaksi yang dibutuhkan. Pendekatan transaksi ini
dapat juga diaplikasi pada aktivitas-aktivitas, seperti penjadwalan
(scheduling), inspeksi, pemindahan bahan, serta perubahan dalam produk dan
pemrosesan.
Semakin besar diversitas dan kompleksitas dalam lini produk maka
semakin besar juga jumlah transaksi. Transaksi tertentu sering kali
bertanggung jawab atas persentase yang besar dari overhead pabrik dan kunci
untuk mengelola overhead adalah dengan mengendalikan transaksi yang
menyebabkannya muncul.
Pendekatan basis transaksi untuk mengalokasi overhead pabrik dikenal
dengan istilah pengkosan berbasis aktivitas (activity-base costing/ABC).
ABC mengakui bahwa kos overhead yang signifikan bisa jadi tidak
disebabkan atau tidak berhubungan dengan volume dari output yang
dihasilkan, tetapi disebabkan oleh kompleksitas lini produk.
Tarif overhead dihitung dan ditentukan pada awal periode. Tarif yang
telah dihitung berdasarkan tingkat aktivitas tertentu dan basis yang paling
tepat akan digunakan untuk menghitung besaran overhead pabrik dibebankan
yang akan dibebankan sepanjang periode berjalan. Overhead pabrik
dibebankan merupakan akun yang digunakan untuk mengakumulasi
overhead sebesar tarif yang telah ditetapkan sebelumnya dikalikan dengan
input yang digunakan. Overhead pabrik dibebankan ini merupakan bagian
dari kos produksi. Untuk menghitungnya dapat digunakan rumus sebagai
berikut.
1
Literatur bahasa Inggris menambahkan kata kontrol pada akun overhead
pabrik sehingga dapat ditranslasikan menjadi overhead pabrik - kendali
sehingga dengan menggunakan contoh di atas, penutupan akun overhead
pabrik dibebankan akan dicatat sebagai berikut (dengan asumsi saldo akun
overhead pabrik dibebankan dan kendali adalah sama):
Tarif overhead tetap ditentukan pada saat awal periode dan kemudian
bersama berjalannya proses produksi dibebankan pada produk. Selain itu,
overhead pabrik aktual juga harus dicatat sebesar overhead pabrik yang
aktual atau sesungguhnya dikeluarkan oleh perusahaan. Overhead pabrik
aktual diakumulasi pada akun kontrol, yaitu akun overhead pabrik kendali.
Pada saat dilakukan pencatatan atas overhead pabrik aktual yang terjadi maka
dijurnal sebagai berikut.
Overhead Pabrik
Overhead pabrik dibebankan Overhead pabrik kendali
Jika kita gunakan contoh sebelumnya maka akun overhead pabrik akan
berisi:
Overhead Pabrik
Rp380.000.000 Rp355.000.000
Gambar 3.3.
Variansi Overhead Pabrik
LAT I H A N
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,
kerjakanlah latihan berikut!
1) Jelaskan apa yang dimaksud dengan overhead pabrik dibebankan?
2) Jelaskan tahapan dalam penentuan tarif overhead pabrik!
3) Jelaskan manfaat dari penetapan tarif overhead pabrik!
4) Jelaskan mengenai tingkat kapasitas produksi pabrik!
5) Jelaskan faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan
basis untuk menentukan tarif overhead pabrik!
6) PT Rahayu mengestimasi overhead pabrik untuk tahun depan sebesar
Rp225.000.000. Diestimasi 5.000 unit akan diproduksi, dengan kos
bahan baku sebesar Rp500.000.000. Jam konversi yang dibutuhkan
diestimasi sebesar 56.250 jam kerja langsung dengan tarif per upah per
jam sebesar Rp8.000 dan 75.000 jam mesin.
Hitunglah tarif overhead yang digunakan dalam overhead pabrik
dibebankan jika perusahaan menggunakan basis berikut ini.
a) Unit diproduksi.
b) Jam kerja langsung.
c) Kos bahan baku.
d) Kos tenaga kerja langsung.
e) Jam mesin.
7) PT Kusuma menerapkan overhead pabrik berbasis jam kerja langsung.
Tarif overhead yang ditetapkan adalah Rp4.650 per JKL. Pada bulan
November 20XX jam kerja aktual adalah sebesar 8.100 JKL dan
overhead pabrik aktual sebesar Rp39.200.000.
Diminta:
a) Buatlah jurnal untuk mencatatnya overhead pabrik dibebankan dan
overhead pabrik aktual.
b) Buatlah jurnal untuk mencatat variansi overhead pabrik pada bulan
November.
c) Disposisi variansi overhead pabrik pada produk dalam proses.
1) Soal nomor 1)−7) dapat Anda jawab dengan terlebih dahulu membaca
dan memahami Kegiatan Belajar 2.
2) Cocokkanlah jawaban Anda untuk soal nomor 6) dengan jawaban
berikut ini.
a) Basis unit diproduksi:
Rp225.000.000
Tarif overhead pabrik = = Rp45.000 per unit
5.000 unit
b) Basis jam kerja langsung:
Rp225.000.000
Tarif overhead pabrik = = Rp4.000 per JKL
56.250 JKL
c) Basis kos bahan baku:
Rp225.000.000
Tarif overhead pabrik =
Rp500.000.000
= 45% dari kos bahan baku
d) Basis kos tenaga kerja langsung:
Rp225.000.000
Tarif overhead pabrik = = 50% dari kos TKL
Rp450.000.000
e) Basis jam mesin:
Rp225.000.000
Tarif overhead pabrik = = Rp3.000 per JM
75.000 JM
3) Cocokkan jawaban Anda untuk soal nomor 7) dengan jawaban berikut
ini.
a) Jurnal yang dibuat:
Produk dalam proses 37.665.000
Overhead pabrik dibebankan 37.665.000
RA NG K U MA N
TES FORMATIF 2
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
7) Saldo overhead pabrik dibebankan untuk periode tahun 20XX adalah ....
A. Rp38.250.000
B. Rp40.162.500
C. Rp40.500.000
D. Rp42.525,000
8) Saldo overhead pabrik aktual untuk periode tahun 20XX adalah ....
A. Rp38.250.000
B. Rp40.162.500
C. Rp40.500.000
D. Rp42.525,000
Moriarity, Shane and Carl P. Allen. (1991). Cost Accounting. Third Edition.
John Willey & Sons, Inc.
P EN D A H U L U A N
Departementalisasi dan
Pengklasifikasian Kos Departemen
A. DEPARTEMENTALISASI
Kos overhead pabrik terdiri atas semua kos yang tidak dapat dilacak atau
diidentifikasi pada produk, aktivitas atau pekerjaan tertentu. Meskipun tidak
dapat dilacak secara langsung pada produk, aktivitas atau pekerjaan tertentu,
banyak overhead pabrik yang dapat dilacak atau diidentifikasi pada
departemen tertentu. Kos overhead ini, yang tidak dapat dilacak secara
langsung pada produk atau pekerjaan tertentu, tetapi dapat dilacak pada
departemen tempat terjadinya kos, disebut sebagai kos departemen langsung.
Kos langsung departemen ini dapat dikategori sebagai berikut.
1. Pengawas, tenaga kerja taklangsung, dan upah lembur.
2. Tunjangan pekerja.
3. Bahan penolong dan bahan habis pakai.
4. Perbaikan dan perawatan.
5. Depresiasi peralatan dan sewa.
Tabel 4.1.
Kos Departemen Taklangsung dan Basis Alokasi
LAT I H A N
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,
kerjakanlah latihan berikut!
1) Jelaskan apa yang dimaksud dengan departementalisasi!
2) Jelaskan perbedaan antara departemen produksi dan pendukung!
3) Berilah contoh departemen produksi dan departemen pendukung pada
suatu perusahaan manufakturan yang Anda ketahui!
4) Jelaskan perbedaan antara kos departemen langsung dan taklangsung!
5) PT KAWI menyewa sebuah gedung yang digunakan sebagai pabrik
perusahaan. Besarnya sewa adalah Rp102.700.000. Gedung tersebut
digunakan oleh empat departemen, yaitu A, B, C, dan D. Luas lantai
yang digunakan oleh setiap departemen berbeda-beda dan harga pasar
untuk sewa setiap departemen diketahui, yaitu Rp50.000.000 untuk
departemen A, Rp50.000.000 untuk departemen B, Rp 25.000.000 untuk
departemen C, dan Rp5.000.000 untuk departemen D. Hitunglah
besarnya alokasi sewa ke masing-masing departemen dengan
menggunakan basis harga pasar sewa.
1) Soal latihan nomor 1)–4) dapat Anda jawab dengan terlebih dahulu
membaca dan memahami Kegiatan Belajar 1.
2) Soal nomor 5) dapat Anda jawab dengan terlebih dahulu membaca dan
memahami Kegiatan Belajar 1. Jika telah Anda jawab, cocokkanlah
jawaban Anda dengan jawaban berikut ini.
Departemen Harga Pasar Sewa Ratio
A Rp 50.000.000 50/130
B Rp 50.000.000 50/130
C Rp 25.000.000 25/130
D Rp 5.000.000 5/130
Total Rp130.000.000
RA NG K U MA N
Departemen Lu as Lantai
m (m2) Ja m Perawatan (ja ) Listrik (jam kilowatt)
A 1.400 80 2.200
B 1.500 80 2.000
C 800 75 800
D 1.300 65 1.000
Gambar 4.2.
Mekanisme Alokasi Kos Overhead Pabrik Departemen Pendukung
ke Produk (Mekanisme Dua Tahap)
Periode Berjalan
Alokasi dilakukan Alokasi dilakukan
berbasis teranggarkan berbasis aktual
Penggunaan tarif overhead
Pabrik bebanan
Gambar 4.3.
Saat Alokasi Overhead Pabrik Departemen Pendukung
ke Departemen Produksi
1. Metode Langsung
Metode langsung merupakan metode yang paling umum digunakan.
Dalam metode ini, kos overhead departemen pendukung langsung
didistribusi atau dialokasi ke departemen produksi dengan asumsi tidak ada
(mengabaikan) layanan yang diberikan oleh departemen pendukung ke
departemen pendukung lainnya. Metode ini paling mudah secara matematis
dan mudah diaplikasi. Akan tetapi, keakuratannya sangat kurang karena tidak
mampu menghitung secara akurat overhead total masing-masing departemen,
baik departemen produksi maupun pendukung dalam kondisi terdapat saling
dukung antar departemen pendukung.
Gambar 4.4 berikut menjelaskan distribusi overhead departemen
pendukung ke produksi.
Departemen Pendukung Departemen Produksi
X A
B
Y
Gambar 4.4.
Metode Langsung
Berikut ini contoh pengalokasian atau pendistribusian kos overhead
departemen pendukung ke departemen produksi dengan metode langsung.
PT ABADI JAYA adalah perusahaan manufaktur yang menghasilkan
produk sarung tangan kulit untuk olahraga golf. Perusahaan memiliki dua
departemen produksi, yaitu Departemen Pemotongan (A) dan Departemen
Penjahitan (B). Selain itu, terdapat 2 departemen pendukung, yaitu
Departemen Pemeliharaan gedung (X) dan Departemen Administrasi Umum
(Y). Berikut ini adalah overhead pabrik teranggarkan total perusahaan:
Perhitungan
Alokasi dari Departemen X:
Overhead Departemen Y
= Rp15.000.000 = Rp3.750 per jam kerja
Jam kerja Dep A dan B total 4.000 jam
Tabel alokasi dan tarif overhead pabrik per departemen adalah sebagai
berikut.
Departemen Pendukung Departemen Produksi
Departemen X Departemen Y Departemen A Departemen B
Teranggarkan Rp20.000.000 Rp15.000.000 Rp73.000.000 Rp89.200.000
Alokasian ke (20.000.000) 5.000.000 15.000.000
departemen A dan B (15.000.000) 10.500.000 4.500.000
Teranggarkan Rp0 Rp0 Rp88.000.000 Rp108.700.000
setelah alokasian
Tarif overhead per Rp48.889 Rp114.421
jam kerja langsung
2. Metode Bertahap
Metode pengalokasi overhead departemen pendukung ke departemen
produksi dengan menggunakan metode langsung memiliki kelemahan.
Kelemahan ini akibat pengabaian adanya jasa yang diberikan oleh satu
departemen produksi ke departemen produksi lainnya. Akibatnya, alokasi
yang dihasilkan tidak cukup baik akurasinya. Salah satu metode yang
berusaha mengatasi kelemahan ini adalah metode bertahap.
Metode bertahap ini mendistribusikan kos di departemen pendukung
dalam tahapan sekuensial, berdasarkan urutan yang telah ditetapkan
sebelumnya. Metode ini disebut juga metode sekuensial. Sekali kos telah di
distribusi dari departemen pendukung, tidak ada kos dari departemen lainnya
yang akan di distribusi pada urutan sebelumnya. Untuk menggunakan metode
ini, urutan tertentu harus ditetapkan terlebih dahulu untuk distribusi kos
departemen pendukung karena urutan yang berbeda akan menyebabkan
hasilnya juga akan berbeda.
Secara detail, pengalokasian kos departemen pendukung dengan metode
bertahap adalah sebagai berikut.
a. Kos dianggarkan departemen pendukung yang memberikan jasa atau
layanan dengan jumlah terbesar pada departemen pendukung lainnya
umumnya dialokasikan pertama.
b. Kos dianggarkan departemen pendukung yang memberikan layanan
terbesar berikutnya pada departemen pendukung dialokasi kemudian.
Setiap kos dianggarkan yang diperoleh dari alokasi pertama ditambahkan
pada departemen pendukung yang menerima dan seluruhnya dialokasi ke
departemen pendukung berikutnya.
c. Departemen pendukung yang telah mengalokasi kosnya tidak akan
mendapat alokasi dari departemen pendukung lainnya.
d. Urutan ini akan dilakukan secara kontinu, tahap per tahap, sampai semua
kos departemen pendukung telah dialokasi ke departemen produksi.
Departemen pendukung yang telah mengalokasi kos dianggarkannya
harus memiliki total sebesar Rp0.
X A
B
Y
Gambar 4.5.
Metode Bertahap
Perhitungan
Alokasi dari Departemen X:
Overhead Departemen Y
= Rp20.000.0200 = Rp4.444 per m 2
Luas lantai Dep Y, A, dan B total 4.500 m
Tabel alokasi dan tarif overhead pabrik per departemen adalah sebagai
berikut.
X A
Y B
Gambar 4.6.
Metode Aljabar
Perhitungan
Departemen X Departemen Y
(dialokasi berdasar (dialokasi berdasarkan
luas lantai) jam kerja total)
Departemen Pendukung:
X - 1.000
Y 500 -
Departemen Produksi:
A 1.000 2.800
B 3.000 1.200
Total 4.500 5.000
Proporsi yang diterima X dari Y (Y → X) adalah sebesar:
Jam kerja Departemen X 1.000 jam kerja
Jam kerja total* = 5.000 jam kerja total = 0,2 → 0,2Y
* pada kasus ini informasi jam kerja untuk departemen Y tidak diberikan
sehingga jam kerja total adalah penjumlahan jam kerja di Departemen X,
A, dan B. Jika informasi tersebut tersedia maka tetap informasi jam kerja
di Departemen Y akan diabaikan untuk menentukan jumlah total.
X = 20.000.000 + 0,2Y
Y = 15.000.000 + 0,1111X
Tabel alokasi dan tarif overhead pabrik per departemen adalah sebagai
berikut.
Departemen Pendukung Departemen Produksi
Departemen X Departemen Y Departemen A Departemen B
Teranggarkan Rp20.000.000 Rp15.000.000 Rp73.000.000 Rp89.200.000
Teralokasi ke
departemen Y, A (23.522.602) 2.613.620 5.227.240 15.681.742
dan B
Teralokasi ke
departemen X, A 3.522.600 (17.613.009) 9.863.280 4.227.129
dan B
Teranggarkan total Rp0 Rp0 Rp88.090.520 Rp109.108.871
Tarif overhead per Rp48.939,18 Rp114.851,44
jam kerja langsung
Jika yang terjadi adalah underapplied atau terbeban kurang maka jurnal
adalah sebagai berikut.
Overhead pabrik dibebankan – Departemen A xxx
Overhead pabrik kendali – Departemen A xxx
Overhead pabrik terbeban kurang – Departemen A xxx
LAT I H A N
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,
kerjakanlah latihan berikut!
1) Jelaskan manfaat alokasi overhead pabrik dari departemen pendukung ke
departemen produksi!
2) Jelaskan konsep alokasi overhead pabrik departemen pendukung ke
departemen produksi dengan metode langsung!
3) Jelaskan metode alokasi kos departemen pembantu dengan metode
bertahap!
4) Jelaskan metode alokasi kos departemen pembantu dengan metode
simultan!
5) PT PURNAMA menggunakan metode langsung untuk mengalokasi kos
di departemen pendukung ke departemen produksi. Kos di departemen
pendukung 1 (S1) didistribusi dengan basis jumlah pekerja. Di
departemen pendukung 2 (S2) dengan basis luas lantai. Tarif overhead
pabrik di departemen produksi 1 (P1) dan departemen produksi 2 (P2)
berbasis jam kerja langsung. Berikut ini data terkait.
Departemen Produksi Departemen Pendukung
P1 P2 S1 S2
Overhead Rp346.000.000 Rp368.000.000 Rp100.000.000 Rp50.000.000
dianggarkan
Jumlah pekerja 60 190 20 28
Luas lantai (m2) 5.000 3.000 500 500
Jam kerja langsung 35.000 100.000
1) Soal latihan nomor 1)–5) dapat Anda kerjakan dengan terlebih dahulu
memahami dan membaca bahasan dalam Kegiatan Belajar 2.
2) Cocokkanlah jawaban Anda untuk soal nomor 5) dengan jawaban
berikut ini.
a) Metode langsung:
Rp100.000.000
Tarif alokasi Departemen S1 = = Rp400.000 per pekerja
250 pekerja
Teralokasi ke Departemen P1 = 60 × Rp400.000 = Rp24.000.000.
Teralokasi ke Departemen P2 = 190 × Rp400.000 = Rp76.000.000.
Rp50.000.000 2
Tarif alokasi Departemen S2 = 2 = Rp6.250 per m
8.000 m
Teralokasi ke Departemen P1 = 5.000 × Rp6.250 = Rp31.250.000.
Teralokasi ke Departemen P2 = 3.000 × Rp6.250 = Rp18.750.000.
Rp346.000.000 + Rp24.000.000 + Rp31.250.000
Tarif overhead pabrik Departemen P1 =
35.000 JKL
= Rp11.464,2 per JKL
b) Metode bertahap:
Rp100.000.000
Tarif alokasi Departemen S1 = = Rp359.712,23 per pekerja
278 pekerja
Teralokasi ke Departemen S2 = 28 × Rp359.712,23 = Rp10.071.942*.
Teralokasi ke Departemen P1 = 60 × Rp359.712,23 = Rp21.582.734*.
Teralokasi ke Departemen P2 = 190 × Rp359.712,23 = Rp68.345.324*.
*pembulatan
Rp50.000.000 + Rp10.071.942
Tarif alokasi Departemen S2 = 2
8.000 m
2
= Rp7.508,99 per m
Teralokasi ke Departemen P1 = 5.000 × Rp7.508,99 = Rp37.544.950.
Teralokasi ke Departemen P2 = 3.000 × Rp7.508,99 = Rp22.526.994.*
*pembulatan
Rp346.000.000 + Rp21.582.734 + Rp37.544.950
Tarif overhead pabrik Departemen P1 =
35.000 JKL
= Rp11.575,07 per JKL
Rp368.000.000 + Rp68.345.324 + Rp22.526.994
Tarif overhead pabrik Departemen P2 =
100.000 JKL
= Rp4.588,72 per JKL
c) Metode aljabar:
28
S1 → S2 = = 0,1 → 0,1S1
278
500
S2 → S1 = = 0,0588 → 0,0588S2
8.500
S1 = a + 0,0588S2 → S1 = 100.000.000 + 0,0588S2
S2 = a + 0,1S1 → S2 = 50.000.000 + 0,1 S1
S1 = 100.000.000 + 0,0588(50.000.000 + 0,1 S1)
= 100.000.000 + 2.940.000 + 0,00588S1
S1 – 0,00588S1 = 102.940.000
0,99412S1 = 102.940.000
S1 = 102.940.000/0,99412
S1 = 103.548.867
S2 = 50.000.000 + 0,1(103.548.867)
S2 = 60.354.887
Rp103.548.867
Tarif alokasi overhead Departemen S1 =
278
= Rp372.477,94 per pekerja
Alokasi ke Departemen S2 = 28 × Rp372.477,94 = Rp10.429.382
Alokasi ke Departemen P1 = 60 × Rp372.477,94 = Rp22.348.676
Alokasi ke Departemen P2 = 190 × Rp372.477,94 = Rp70.770.809
Rp60.354.887
Tarif alokasi overhead Departemen S2 = 2
8.500 m
2
= Rp7.100,57 per m
Alokasi ke Departemen S1 = 500 × Rp7.100,57 = Rp 3.550.285.
Alokasi ke Departemen P1 = 5.000 × Rp7.100,57 = Rp35.502.850.
Alokasi ke Departemen P2 = 3.000 × Rp7.100,57 = Rp21.301.752.
Rp346.000.000 + Rp22.348.676 + Rp35.502.850
Tarif overhead pabrik Departemen P1 =
35.000 JKL
= Rp11.538,62 per JKL
Rp368.000.000 + Rp70.770.809 + Rp21.301.752
Tarif overhead pabrik Departemen P2 =
100.000 JKL
= Rp4.600,73 per JKL
RA NG K U MA N
rd
Moriarity, Shane and Carl P. Allen. (1991). Cost Accounting. 3 Edition.
John Willey & Sons, Inc.
P EN D A H U L U A N
M 1
odul 5 ini akan dibahas mengenai sistem kos pekerjaan - order (job
order costing system) atau dalam beberapa literatur akuntansi kos
berbahasa Indonesia disebut sebagai sistem kos pesanan atau sistem harga
pokok pesanan. Dalam modul ini, terkadang digunakan hanya istilah sistem
kos pekerjaan saja. Secara sederhana dapat didefinisikan bahwa sistem kos
pekerjaan - order adalah sistem akuntansi yang digunakan untuk menentukan
kos produksi dari setiap pekerjaan atau order yang diproduksi. Sistem kos
pekerjaan - order ini pada umumnya diterapkan pada perusahaan-perusahaan
manufaktur yang proses produksinya akan berjalan ketika terdapat pekerjaan
order atau pesanan dari pelanggan, contohnya dari perusahaan yang cocok
menggunakan sistem kos pekerjaan, antara lain percetakan, konstruksi,
bengkel, kantor konsultan, dan kantor akuntan publik.
Sistem ini harus diterapkan karena proses produksi setiap order atau
pesanan memiliki perbedaan kebutuhan dalam bahan baku dan konversi.
Setiap produk akan diproduksi sesuai dengan spesifikasi yang diminta oleh
pelanggan dan harga yang disepakati harus mendekati kos produksi karena
harga telah ditetapkan di awal. Selain itu, produk yang dihasilkan merupakan
pesanan maka kos produksi harus betul-betul dapat dilacak pada setiap
produk atau melekat pada setiap produk.
Agar sistem kos pekerjaan - order ini dapat berfungsi dengan baik, sesuai
dengan tujuannya maka harus dimungkinkan untuk memisahkan dan
mengidentifikasi setiap pekerjaan secara fisik (produknya) dan juga kos yang
diserap oleh produk tersebut. Hal ini berarti setiap produk harus memiliki
catatan kos produksi masing-masing dengan menggunakan kartu kos
1
Sistem kos ini dapat juga disebut sebagai sistem kos pekerjaan, sistem kos order
atau sistem kos pesanan. Untuk argumen lengkap penggunaan istilah sistem kos
pekerjaan - order dapat dilihat Suwardjono, (2003).
5.2 z EKMA4315/MODUL 5 Akuntansi Biaya z 5.2
pekerjaan (job order cost sheet). Dengan menggunakan kartu kos pekerjaan
ini maka manajemen akan dapat memperoleh informasi mengenai kos produk
setiap order atau pekerjaan dan sekaligus juga mengetahui berapa laba untuk
setiap order atau pekerjaan.
Setelah mempelajari dan memahami modul ini, Anda diharapkan mampu
untuk:
1. menjelaskan sistem kos pekerjaan dan memberi contoh jenis-jenis
perusahaan yang seharusnya menggunakan sistem kos ini;
2. menjelaskan aliran kos dalam sistem kos pekerjaan;
3. menyebutkan berbagai dokumen yang digunakan dalam sistem kos
pekerjaan;
4. menghitung kos produksi dengan menggunakan sistem kos pekerjaan;
5. membuat jurnal-jurnal terkait dengan sistem kos pekerjaan;
6. mengalokasi kos yang terjadi akibat produk rusak, produk cacat, bahan
sisa, dan bahan sisa buangan.
Kegi ata n Bela j a r
1
Tabel
Karakteristik Sistem Kos Pesanan - Order
Karakteristik Keterangan
Penjualan/Produksi Penjualan dilakukan sebelum produksi dimulai; produksi
dilakukan untuk memenuhi pesanan tertentu.
Sediaan bahan baku Jumlah material yang dibutuhkan sering kali sulit diestimasi;
bagian gudang menyiapkan sediaan dalam jumlah minimal.
Sediaan produk jadi Jumlah sediaan produk jadi relatif sedikit karena setelah produk
selesai diproduksi sesegera mungkin diserahkan pada
pelanggan.
Waktu produksi Jangka pendek; umumnya tidak berjalan kontinu karena
menunggu pesanan, jumlah unit yang diproduksi tergantung
pada order spesifik yang diterima.
Sistem kos Kos unit ditentukan secara perpetual (saat pekerjaan selesai);
kos diakumulasi berdasarkan pekerjaan.
Varietas jenis produk Varietas jenis produksi tinggi karena disesuaikan dengan
spesifikasi dari pelanggan.
Gambar 5.1.
Sistem Kos Pesanan – Order
A. DOKUMEN
Total 120.000
Karyawan: Joni
Disetujui oleh: Burhan
Departemen:
Bahan Baku Tenaga Kerja Langsung Overhead Pabrik
Tanggal Nomor Jumlah Tanggal Jumlah Tanggal Basis Jumlah
Permintaan (Rp) (Rp) Alokasi (Rp)
Bahan
Ringkasan:
Harga Jual xxx
Kos Produksi:
Bahan baku xxx
Tenaga Kerja xxx
Overhead Pabrik xxx (xxx)
Laba kotor xxx
Biaya penjualan dan administrasi (xxx)
Profit estimasian xxx
Gambar 5.4.
Kartu Kos Pekerjaan – Order
LAT I H A N
1) Untuk menjawab latihan nomor 1) dan 2), Anda harus kembali membaca
dan memahami bagian awal dari Kegiatan Belajar 1 ini.
2) Untuk menjawab latihan nomor 3), 4), dan 5), Anda harus membaca
bagian mengenai dokumen-dokumen yang digunakan dalam sistem kos
pekerjaan - order. Khusus untuk perhitungan kos per unit Anda harus
mencermati kartu kos pekerjaan.
RA N GK U MA N
TES FORMATIF 1
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
1) Berikut ini adalah jenis perusahaan yang cocok menggunakan sistem kos
pekerjaan - order, kecuali perusahaan ....
A. konsultan
B. akuntan publik
C. pengalengan ikan tuna
D. konstruksi
7) Untuk menghitung besaran kos unit dan profit yang dihasilkan dari
pekerjaan tertentu, informasi yang digunakan berasal dari ....
A. Kartu Kos Pekerjaan
B. Permintaan Bahan
C. Kartu Jam Pekerjaan
D. Formulir Order Pembelian
9) Berikut ini merupakan informasi yang ada dalam kartu jam pekerjaan,
kecuali ....
A. nama pegawai
B. tarif upah per jam
C. kos produksi per unit
D. nomor pekerjaan yang dikerjakan
10) Berikut ini merupakan informasi yang ada dalam kartu kos pekerjaan,
kecuali ....
A. nama pelanggan
B. kuantitas pekerjaan
C. kos bahan baku
D. nama pegawai yang mengerjakan
A. BAHAN
Bahan baku, bahan penolong, dan bahan habis pakai (supplies) yang
digunakan dalam proses produksi dipesan oleh departemen pembelian. Bahan
ini disimpan dalam gudang dengan pengawasan oleh pegawai yang
ditugaskan dan bahan hanya dikeluarkan jika terdapat dokumen atau formulir
permintaan bahan yang disetujui atau diotorisasi oleh pegawai yang
berwenang. Jika bahan yang diminta tersedia dan mencukupi jumlahnya di
gudang maka bahan tersebut akan langsung dikirim ke departemen produksi.
Akan tetapi, apabila bahan tidak tersedia atau jumlahnya tidak mencukupi
maka bagian gudang terlebih dahulu menerbitkan dokumen permintaan
pembelian yang ditujukan ke departemen pembelian dengan tujuan agar
departemen pembelian melakukan order atau pembelian atas bahan yang
dimaksud.
Berikut ini merupakan contoh pembelian bahan pada tanggal 21 Juli
20XX yang dilakukan oleh departemen pembelian. Pembelian dilakukan
secara kredit dan jatuh tempo pada 30 hari ke depan.
Jurnal 1:
Sediaan bahan 22.000.0000
Utang dagang 22.000.000
Bahan yang diminta terdiri dari bahan baku dan bahan penolong.
Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Modul 2, akuntansi untuk bahan
baku dan bahan penolong berbeda. Bahan baku akan dicatat pada akun
Barang Dalam Proses (dengan penambahan nomor pekerjaan atau order yang
menggunakannya), sedangkan bahan penolong akan dicatat pada akun
Overhead Pabrik - Departemen Produksi sehingga permintaan dan
penggunaan bahan tersebut untuk pekerjaan nomor 212 akan dijurnal sebagai
berikut.
Jurnal 2:
Produk dalam proses - #212 5.000.000
Overhead pabrik kendali – Dep. Produksi 220.000
Sediaan bahan 5.220.000
B. TENAGA KERJA
Bagian akuntansi pabrik akan mencatat kos tenaga kerja tersebut sebagai
berikut.
Jurnal 3:
Produk dalam proses - #212 3.200.000
Overhead pabrik kendali – Dep. Produksi 1.600.000
Utang gaji dan upah 4.800.000
C. OVERHEAD PABRIK
Elemen ketiga dari kos produksi yang harus ikut diakumulasi dalam
Kartu Kos Pekerjaan - Order adalah overhead pabrik. Dokumen yang
digunakan untuk mencatat overhead pabrik dalam sistem kos pekerjaan -
order adalah Kartu Kos Overhead Pabrik, yang akan digunakan oleh setiap
departemen yang ada dalam pabrik. Kartu ini merupakan akun pembantu
untuk akun Overhead Pabrik Kendali. Secara periodik jumlah total akun
pembantu dan akun Overhead Pabrik Kendali harus direkonsiliasi untuk
memeriksa ketepatan pencatatan. Jika terdapat selisih maka merupakan
indikasi adanya kesalahan.
Berikut ini merupakan kos overhead yang digunakan untuk
memproduksi produk pekerjaan nomor 212:
Depresiasi - mesin Rp 200.000
Depresiasi - gedung 320.000
Utilitas 410.000
Lain-lain 750.000
Total Rp 1.680.000
Jurnal 4:
Overhead pabrik kendali - Dep. Produksi 1.680.000
Depresiasi akumulasian - mesin 200.000
Depresiasi akumulasian - gedung 320.000
Utang utilitas 410.000
Utang lain-lain 750.000
Jurnal 6:
Sediaan produk jadi 10.600.000
Produk dalam proses - #212 10.600.000
Jurnal untuk mencatat penyerahan pekerjaan nomor 212 pada pelanggan yang
memesannya digunakan jurnal sebagai berikut.
Jurnal 7:
Piutang dagang 14.200.000
Kos produk terjual 10.600.000
Sediaan produk jadi 10.600.000
Penjualan 14.200.000
Gambar 5.5 berikut menjelaskan aliran kos pekerjaan nomor 212 dengan
menggunakan sistem kos pekerjaan - order:
Sediaan bahan Produk dalam proses Sediaan produk jadi
(1) 22.000 (2) 5.000 (2) 5.000 (6) 10.600 (6) 10.600 (7) 10.600
(2) 220 (3) 3.200
(5) 2.400
Hutang dagang
(1) 22.000
(4) 1.160
Gambar 5.5.
Aliran Kos Pekerjaan Nomor 212
Jika terdapat selisih antara saldo akun Overhead pabrik kendali dan
Overhead pabrik dibeban maka selisihnya dapat dibebankan pada akun kos
produk terjual (lihat kembali Modul 3). Sebagai contoh, pada pekerjaan
nomor 212 terdapat selisih antara saldo Overhead pabrik kendali dengan
Overhead pabrik dibebankan sebesar Rp1.100.000 maka selisih ini akan
dicatat dalam jurnal sebagai berikut.
Jurnal 8:
Overhead pabrik dibebankan 2.400.000
Overhead pabrik terbeban kurang 1.100.000
Overhead pabrik kendali 3.500.000
1) Untuk menjawab soal nomor 1), 2), dan 3) Anda harus membaca
kembali dan memahami bahasan mengenai bahan, tenaga kerja, dan
overhead pabrik dalam Kegiatan Belajar 2.
2) Kartu kos pekerjaan untuk pekerjaan nomor 555 adalah:
PT ANUGRAH
KARTU KOS PEKERJAAN - ORDER
Departemen:
Bahan Baku Tenaga Kerja Langsung Overhead Pabrik
Tanggal Nomor Jumlah Tanggal Jumlah Tanggal Basis Jumlah
Permintaan (Rp) (Rp) Alokasi (Rp)
Bahan
Jan 78 5.500.000 28-03 Jan 412.500 Jan TKL 330.000
TES FORMATIF 2
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
1) Bahan yang merupakan unsur utama atau memiliki nilai dengan proporsi
material dalam produk disebut sebagai bahan ....
A. baku
B. penolong
C. riil
D. utama
Berikut ini adalah informasi untuk soal nomor 7) sampai dengan 10)
9) Berapakah besaran Kos Produk terjual yang akan dicatat pada saat
produk diserahkan pada Tuan Budiman? Perusahaan memiliki kebijakan
untuk membebankan selisih overhead pada Kos produk terjual ....
A. Rp2.847.500.
B. Rp2.887.500.
C. Rp3.217.500.
D. Rp2.517.500.
10) Berapakah profit dihasilkan dari pekerjaan nomor 2012 jika Biaya
administrasi dan penjualan sebesar Rp210.000?
A. Rp2.132.500.
B. Rp2.112.500.
C. Rp1.782.500.
D. Rp1.902.500.
D alam akuntansi kos terdapat beberapa istilah yang memiliki arti dan
makna spesifik dan tidak bisa digunakan saling ganti. Istilah tersebut,
antara lain produk rusak (spoiled), produk cacat (defective), bahan sisa
(scrap), dan bahan sisa buangan (waste). Berikut ini adalah arti dan makna
dari istilah-istilah tersebut.
A. PRODUK RUSAK
Produk rusak adalah produk yang tidak memenuhi standar produksi dan
dijual sesuai nilai sisanya atau dibuang. Jika dalam suatu proses penjaminan
kualitas ditemukan adanya produk rusak maka produk rusak tersebut akan
dikeluarkan dari produksi dan tidak ada pekerjaan tambahan yang digunakan
untuk memperbaikinya. Contohnya, apabila undangan yang dicetak ternyata
tintanya luntur maka undangan tersebut akan dikeluarkan dari produksi dan
tidak ada tindakan apa pun pada undangan tersebut.
B. PRODUK CACAT
C. BAHAN SISA
Bahan sisa adalah bahan baku yang merupakan sisa dari proses produksi,
yang tidak dapat digunakan lagi dalam proses produksi untuk tujuan yang
sama. Akan tetapi, bahan sisa ini masih dapat digunakan untuk tujuan lain
atau dijual ke pihak luar perusahaan. Sebagai contoh, pada perusahaan
furnitur, kayu sisa yang digunakan bisa jadi masih dapat digunakan untuk
tujuan lain atau dijual ke pihak luar.
Jika produk rusak terjual secara tunai sesuai dengan nilai sisanya maka
jurnal yang digunakan adalah sebagai berikut.
Kas 200.000
Produk rusak 200.000
Perbedaan antarproduk rusak dan produk cacat adalah pada produk cacat
masih mungkin dilakukan perbaikan pada produk tersebut sehingga masih
ada harapan produk akan menjadi produk normal. Untuk memperbaiki
produk rusak tersebut digunakan bahan dan konversi berupa tenaga kerja dan
overhead pabrik. Sebagaimana produk rusak, produk cacat dikategori sebagai
produk cacat normal dan abnormal. Pengategorian ini menggunakan metode
yang sama seperti produk rusak. Produk cacat disebut normal jika jumlahnya
masih dalam batas toleransi yang ditetapkan oleh manajemen. Sebaliknya,
apabila jumlahnya di atas batas toleransi maka terkategori abnormal.
Hasil akhir dari penjurnalan ini adalah adanya peningkatan saldo produk
dalam proses dan pengurangan saldo sediaan bahan. Akun overhead pabrik
dibebankan dan overhead pabrik kendali saling mengeliminasi.
2. Dibebankan pada Pekerjaan Tertentu
Pada metode ini, kos perbaikan tidak dibebankan pada overhead pabrik
kendali, tetapi langsung didebit pada akun produk dalam proses. Sebagai
contoh, produk cacat yang dihasilkan dari proses produksi pekerjaan
nomor 221 memerlukan perbaikan. Kos perbaikan tersebut meliputi:
Kas 210.000
Overhead pabrik kendali 210.000
Metode ini sederhana dan tepat digunakan jika hampir seluruh pekerjaan
menghasilkan bahan sisa.
Kas 210.000
Produk dalam proses - #432 210.000
Umumnya bahan sisa tidak dicatat pada akun khusus, yaitu sediaan
bahan sisa. Akun ini hanya digunakan jika bahan sisa memiliki nilai yang
material.
Bahan sisa buangan adalah bahan sisa yang berasal dari proses produksi
dan tidak dapat digunakan lagi maupun dijual. Perusahaan tidak mendapatkan
kas dari bahan sisa buangan ini karena memang tidak memiliki harga,
sebaliknya perusahaan harus mengeluarkan biaya untuk membuang bahan
sisa ini. Sebagaimana akuntansi bahan sisa, terdapat dua metode perlakuan
bahan sisa buangan ini, yaitu biaya untuk membuang bahan sisa ini
dibebankan ke seluruh pekerjaan dan hanya dibebankan pada pekerjaan
tertentu. Jurnal yang digunakan adalah sebagai berikut.
LAT I H A N
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,
kerjakanlah latihan berikut!
1) Jelaskan apa yang dimaksud dengan produk rusak dan berikan
contohnya!
2) Jelaskan apa yang dimaksud dengan produk cacat dan berikan
contohnya!
3) Jelaskan apa yang dimaksud bahan sisa dan berikan contohnya!
4) Jelaskan apa yang dimaksud dengan bahan sisa buangan dan berikan
contohnya!
5) PT Tajam Abadi menerima pesanan pembuatan 2.000 pisau dengan
desain khusus dari CV Lading Landep. Berikut ini adalah kos produksi
per unit untuk memproduksi 2.000 unit pisau:
1) Untuk menjawab soal nomor 1), 2), 3), dan 4) Anda harus melihat dan
memahami kembali definisi produk rusak, produk cacat, bahan sisa, dan
bahan sisa buangan di awal Kegiatan Belajar 2. Usahakan berikan contoh
yang belum dijelaskan dalam pembahasan.
2) Perhitungan kos perbaikan kembali adalah sebagai berikut.
Kos perbaikan per unit = tenaga kerja langsung Rp4.000 + overhead
pabrik dibebankan (20% × Rp4.000) Rp800 = Rp4.800.
Kos perbaikan total = kos perbaikan per unit × jumlah unit yang
diperbaiki
= Rp4.800 × 150 unit = Rp720.000
Jika produk cacat terkategori normal maka kos perbaikan total dapat
dibebankan pada overhead pabrik atau pada pekerjaan tertentu.
Sebaliknya, apabila produk terkategori abnormal maka rugi dari produk
cacat abnormal.
RA NG K U MA N
TES FORMATIF 3
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
1) Produk yang tidak lolos pengujian kualitas dan produk tersebut tidak
dapat diperbaiki lagi menjadi produk normal disebut produk ....
A. gagal
B. rusak
C. cacat
D. sampingan
2) Produk yang tidak lolos pengujian kualitas dan produk tersebut masih
dapat diperbaiki lagi menjadi produk normal disebut produk ....
A. gagal
B. rusak
C. cacat
D. sampingan
3) Bahan yang tersisa dari suatu proses produksi dan masih dapat
digunakan untuk tujuan produksi lain atau dijual disebut sebagai
bahan ....
A. sisa
B. sisa buangan
C. gagal
D. cacat
4) Bahan yang tersisa dari suatu proses produksi dan tidak dapat digunakan
untuk tujuan produksi lain atau tidak memiliki nilai sisa disebut sebagai
bahan ....
A. sisa
B. sisa buangan
C. gagal
D. cacat
5) Jurnal yang digunakan untuk mencatat kos bahan baku yang dikeluarkan
untuk memperbaiki produk cacat normal dan dibebankan pada pekerjaan
tertentu adalah debit ....
A. overhead pabrik kendali dan kredit overhead pabrik dibebankan
B. overhead pabrik kendali dan kredit sediaan bahan
C. produk dalam proses dan kredit overhead pabrik dibebankan
D. produk dalam proses dan kredit sediaan bahan
6) Jurnal yang digunakan untuk mencatat kos bahan baku yang dikeluarkan
untuk memperbaiki produk cacat abnormal adalah debit ....
A. overhead pabrik kendali dan kredit sediaan bahan
B. overhead pabrik dibebankan dan kredit sediaan bahan
C. rugi dari produk cacat abnormal dan kredit sediaan bahan
D. produk dalam proses dan kredit sediaan bahan
10) Jurnal yang dibutuhkan untuk mencatat produk rusak abnormal adalah:
A.
Produk rusak 240.000
Overhead pabrik kendali 960.000
Produk dalam proses - #4 1.200.000
B.
Produk rusak 240.000
Overhead pabrik dibebankan 960.000
Produk dalam proses - #4 1.200.000
C.
Produk rusak 960.000
Overhead pabrik kendali 240.000
Produk dalam proses - #4 1.200.000
D.
Produk rusak 300.000
Rugi dari produk rusak abnormal 1.200.000
Produk dalam proses - #4 1.500.000
Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 3 yang
terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar.
Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan
Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 3.
Jumlah Jawaban yang Benar
Tingkat penguasaan = × 100%
Jumlah Soal
rd
Moriarity, Shane and Carl P. Allen. (1991). Cost Accounting. 3 Edition.
John Willey & Sons, Inc.
P EN D A H U L U A N
1
Pengertian dan tujuan dari pembentukan departemen telah kita bahas dalam
Modul 4. Silakan Anda baca kembali modul tersebut untuk mengingat kembali
mengenai departementalisasi.
6.2 z EKMA4315/MODUL 6 Akuntansi Biaya z 6.2
sediaan produk dalam proses awal dan adanya produk rusak, cacat, bahan
sisa, dan bahan sisa buangan.
Setelah mempelajari dan memahami modul ini, diharapkan Anda mampu
untuk:
1. menjelaskan definisi sistem kos proses, tujuan, dan karakteristiknya;
2. menjelaskan perbedaan antara sistem kos pekerjaan - order dan sistem
kos proses;
3. menjelaskan konsep unit ekuivalen;
4. menghitung kos produksi berdasarkan laporan kos produksi dengan
metode empat tahap;
5. menyesuaikan kos per unit ketika bahan ditambahkan dalam produksi
setelah departemen pertama.
Kegi ata n Bela j a r
1
Sistem kos proses bertujuan untuk menentukan atau menghitung kos per
unit produk yang dihasilkan dan membebankan kos produksi pada produk
dalam proses di akhir periode. Alokasi kos dalam departemen hanya
merupakan tahap antara, tujuan utama adalah menghitung kos unit total untuk
penentuan penghasilan (income). Selama periode tertentu, sejumlah unit
produk akan mulai diproduksi, akan tetapi tidak selesai pada akhir periode
tersebut. Sebagai akibat, setiap departemen harus menentukan seberapa besar
kos total yang terjadi di departemen tersebut harus dibebankan pada unit
produk yang masih dalam proses dan seberapa besar yang harus dibebankan
pada produk jadi. Sebagai contoh, asumsikan selama bulan Juli terdapat
3.000 unit yang mulai diproses produksi di Departemen A. Selama bulan Juli
tersebut kos yang terjadi adalah sebagai berikut: bahan baku Rp4.000.000;
tenaga kerja langsung Rp1.450.000; dan overhead pabrik Rp740.000. Pada
akhir bulan, 2.200 unit selesai diproses dan ditransfer ke Departemen B.
Tujuan sistem kos proses adalah menentukan seberapa besar kos
produksi yang terjadi di Departemen A yang harus dibebankan pada unit
yang selesai diproses dan ditransfer ke Departemen B (2.200 unit) dan
seberapa besar yang harus dibebankan pada produk dalam proses (800 unit)
yang masih ada di Departemen A. Pada Kegiatan Belajar 2 akan kita pelajari
laporan kos produksi yang harus dibuat oleh setiap departemen dalam rangka
menentukan besarnya kos yang harus dibebankan pada produk yang
ditransfer ke departemen lain (atau produk jadi) dan seberapa besar yang
dibebankan pada produk dalam proses. Gambar 6.1 mengilustrasi akumulasi
kos dalam sistem kos proses.
Penambahan Penambahan
kos Rp500 kos Rp600 Kos
ribu ribu produksi
total
Kos = Kos = Rp1 Kos = 1,5
Rp2,1 juta
Rp1 juta juta rupiah
Gambar 6.1.
Akumulasi Kos Sistem Kos Proses
Berikut ini merupakan karakteristik yang dimiliki oleh sistem kos proses,
yaitu sebagai berikut.
1. Kos diakumulasi berdasarkan departemen atau pusat kos.
2. Setiap departemen di pabrik memiliki akun Produk Dalam Proses. Akun
ini didebit ketika kos produksi terjadi di departemen bersangkutan dan
dikredit ketika produk ditransfer ke departemen berikutnya atau
ditransfer ke gudang produk jadi.
3. Unit ekuivalen digunakan untuk menyatakan Produk Dalam Proses
dalam pengertian produk jadi pada akhir periode. Penjelasan mengenai
unit ekuivalen akan menyusul.
4. Kos per unit ditentukan oleh departemen atau pusat kos setiap periode.
5. Unit yang selesai diproses di departemen tertentu akan ditransfer ke
departemen tahap pemrosesan berikutnya disertai dengan kos yang
melekat pada unit produk tersebut.
6. Kos total dan kos unit untuk setiap departemen secara periodik
dijumlahkan, dianalisis, dan dihitung dengan tujuan pembuatan laporan
kos produksi setiap departemen.
Departemen 1
Pencampuran
Departemen 2
Pembentukan
Departemen 3
Peragian
Departemen 4
Pengovenan
Departemen 5
Pengemasan
Gambar 6.2.
Aliran Produk Sekuensial
Departemen 1 Departemen 3
Pemotongan Wiring
Departemen 2 Departemen 4
Pewarnaan Pengujian
Departemen 5
Penggabungan
Departemen 6
Pengemasan
Sediaan
Produk Jadi
Departemen 1
Minyak Mentah
Tabel 6.1.
Perbedaan Sistem Kos Proses dan Sistem Kos Pekerjaan – Order
Gambar 6.5.
Aliran Kos Sistem Kos Proses
Bahan Baku Tenaga Kerja Overhead Pabrik
Langsung
2
Disebut juga produksi ekuivalen atau ekuivalen unit penuh.
3
Unit produk dalam proses awal -
Unit selesai 1.000
Unit produk dalam proses akhir4 (25% tingkat
F F 600
5
penyelesaian )
Kos produksi total Rp11.500.000
Berapakah jumlah output bulan Juli? Jika Anda menjawab 1.000 unit
maka Anda mengabaikan adanya 600 unit yang masih dalam proses.
Sebaliknya, apabila Anda menjawab 1.600 unit maka Anda mengabaikan
bahwa 600 unit baru mendapatkan 25% proses produksi. Artinya, 1.000 unit
selesai tidak dapat disamakan dengan 600 unit produk dalam proses. Output
harus dinyatakan dalam ukuran yang merefleksi usaha yang telah dicurahkan
untuk menghasilkan baik produk selesai maupun yang masih dalam proses.
Solusi untuk menjawab berapa jumlah output di Departemen A adalah
dengan menggunakan pendekatan unit ekuivalen. Unit ekuivalen adalah unit
selesai yang dapat diproduksi dalam suatu periode berdasarkan sumber daya
yang dicurahkan dalam periode tersebut untuk menyelesaikan produk jadi.
Sumber daya untuk membuat produk adalah bahan baku, tenaga kerja
langsung, dan overhead pabrik sehingga konsep ini juga dapat diterapkan
pada masing-masing sumber daya atau elemen-elemen produk tidak hanya
pada tingkat produk selesai. Konsep ini terlihat membingungkan, akan tetapi
pada praktiknya mudah. Dalam bahasa yang lebih sederhana, unit ekuivalen
berkaitan dengan pertanyaan jika terdapat sejumlah X unit produk selesai dan
X unit dalam proses akhir maka seluruh unit tersebut setara (ekuivalen)
dengan berapa unit produk selesai? Salah satu cara untuk menghitung
ekuivalen ini adalah dengan melihat tingkat penyelesaian yang telah
didapatkan oleh unit tersebut. Tingkat penyelesaian adalah pecahan atau
persentase bahan baku, tenaga kerja, dan overhead pabrik yang telah
digunakan untuk memproses suatu produk yang masih belum selesai
diproses. Sebagai contoh, untuk memproduksi 1 unit produk dibutuhkan
bahan baku sebanyak 4 kg, tenaga kerja langsung 3 jam kerja langsung
3
Lengkapnya adalah unit produk dalam proses di awal periode.
4
Lengkapnya adalah unit produk dalam proses di akhir periode.
5
Suatu proses dikatakan lengkap atau selesai ketika unit telah menerima 100%
tingkat penyelesaian (proses produksi) yang dibutuhkan. Tingkat penyelesaian
tidak hanya dapat dinyatakan dalam bentuk persentase, tetapi juga bisa dalam
bentuk pecahan (1/4, 2/4, dsb.).
(JKL), dan overhead pabrik sebanyak 12 jam mesin (JM). Pada akhir periode
terdapat produk dalam proses akhir sejumlah 100 unit yang telah
menggunakan 320 kg bahan baku, 150 JKL, dan 600 JM. Berapakah tingkat
penyelesaian yang telah dinikmati 100 unit produk dalam proses akhir
tersebut? Tingkat penyelesaian 100 unit produk tersebut dapat ditentukan
sebagai berikut.
Keterangan:
Kebutuhan bahan baku: 100 unit × 4kg per unit = 400kg.
Kebutuhan tenaga kerja langsung: 100 unit × 3 JKL per unit = 300 JKL
Kebutuhan overhead pabrik: 100 unit × 12 JM per unit = 1.200 JM
=
100 unit selesai 100 unit ekuivalen
*
200 PDP akhir, tingkat 100 unit ekuivalen
penyelesaian 50%
Gambar 6.7.
Unit Ekuivalen Produk
Bahan baku:
50.000 + (15.000 × 100%) = 65.000 unit ekuivalen
Jumlah 50.000 unit di bahan baku berasal dari unit selesai dan
ditambahkan dengan tingkat penyelesaian bahan baku dan konversi.
Bagaimana perhitungan kos per unit? Untuk menghitung kos per unit terlebih
dahulu harus dihitung kos per unit per sumber daya, yaitu sebagai berikut.
Kos
Kos Unit =
Unit Ekuivalen
Rp78.975.000
Bahan Baku = = Rp1.215
65.000
Rp63.000.000
Tenaga Kerja Langsung = =Rp1.050
60.000
Rp59.400.000
Overhead Pabrik = = Rp990
60.000
6
BB = Bahan Baku
Kos total per unit = Rp1.215 + Rp1.050 + Rp990 = Rp3.255 per unit
7
sehingga kos produksi yang dibebankan ke produk selesai adalah 50.000 ue
8
× Rp3.255 = 162.750.000. Untuk nilai dari PDP akhir adalah (15.000 ue ×
9
Rp1.215) + (10.000 ue × 1.050) + (10.000 ue × Rp990) = Rp38.625.000.
LAT I H A N
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,
kerjakanlah latihan berikut!
1) Jelaskan jenis perusahaan pemanufakturan yang umumnya menerapkan
sistem kos proses!
2) Identifikasi sistem kos yang paling tepat untuk perusahaan-perusahaan
berikut ini. Sertakan juga alasan Anda.
a) Perusahaan perakitan mobil.
b) Perusahaan mainan.
c) Perusahaan pembuatan lemari berdasarkan pesanan.
d) Perusahaan perakitan komputer.
e) Perusahaan furnitur.
f) Perusahaan furnitur berdasarkan pesanan.
g) Klinik jasa dokter gigi.
h) Rumah sakit.
i) Perusahaan kertas.
j) Perusahaan bengkel mobil.
k) Perusahaan arsitektur.
l) Perusahaan penghasil lampu.
3) Jelaskan tujuan dari sistem kos proses!
4) Sebutkan karakteristik sistem kos proses!
5) Jelaskan perbedaan sistem kos pekerjaan - order dan sistem kos proses!
6) Jelaskan dalam bahasa sederhana pengertian dari unit ekuivalen.
Mengapa konsep ini penting dalam sistem kos proses?
7) Jelaskan mengapa produk selesai akan memiliki unit ekuivalen setara
dengan jumlah produk selesai tersebut, tanpa ada penurunan jumlah?
8) Jelaskan tiga bentuk aliran produk dalam sistem kos proses!
7
Ue = unit ekuivalen
8
Unit ekuivalen BB = 15.000 × 100%
9
Unit ekuivalen konversi = 15.000 × 2/3
9) Berikut ini adalah data produk yang diproses di Departemen 1 selama
bulan Maret:
PDP awal −
Unit selesai 2.500
PDP akhir (tingkat penyelesaian 60%) 1.000
Kos produksi total Rp38.750.000
Diminta: Hitunglah:
a) Jumlah unit ekuivalen.
b) Kos unit.
c) Kos unit untuk produk selesai dan PDP akhir.
10) Selama bulan Agustus kos yang terjadi di Departemen Pencampuran
adalah sebagai berikut: bahan baku Rp59.000.000; tenaga kerja langsung
Rp39.900.000 dan overhead pabrik Rp22.800.00. Untuk informasi
mengenai jumlah produk yang diproses adalah sebagai berikut.
Unit selesai dan ditransfer ke Departemen Pencetakan 50.000
PDP akhir (90% BB 10 , dan 70% konversi)
F F 10.000
Unit total 60.000
Diminta: Hitunglah:
a) Jumlah unit ekuivalen.
b) Kos unit untuk produk selesai dan PDP akhir.
1) Untuk menjawab soal latihan nomor 1), Anda harus membaca dan
memahami subjudul sistem kos proses, Kegiatan Belajar 1.
2) Untuk menjawab soal latihan nomor 1), Anda harus membaca dan
memahami subjudul sistem kos proses, Kegiatan Belajar 1.
3) Untuk menjawab soal latihan nomor 2), Anda harus membaca dan
memahami subjudul tujuan sistem kos proses, Kegiatan Belajar 1.
4) Untuk menjawab soal latihan nomor 3), Anda harus membaca dan
memahami subjudul karakteristik sistem kos proses, Kegiatan Belajar 1.
5) Untuk menjawab soal latihan nomor 4), Anda harus membaca dan
memahami subjudul perbedaan sistem kos proses dan sistem kos
pekerjaan - order, Kegiatan Belajar 1.
10
BB = Bahan Baku
6) Untuk menjawab soal latihan nomor 5), Anda harus membaca dan
memahami subjudul unit ekuivalen, Kegiatan Belajar 1.
7) Untuk menjawab soal latihan nomor 6), Anda harus membaca dan
memahami subjudul unit ekuivalen, Kegiatan Belajar 1.
8) Untuk menjawab soal latihan nomor 6), Anda harus membaca dan
memahami subjudul sistem kos proses, Kegiatan Belajar 1.
9) Jumlah unit ekuivalen = 2.500 + (1.000 × 60%) = 3.100 unit ekuivalen.
Rp38.750.000
Kos Unit = = Rp12.500
3.100
Kos unit produk selesai = 2.500 × Rp12.500 = Rp31.250.000
Kos PDP akhir = 600 × Rp12.500 = Rp7.500.000
10) Unit ekuivalen:
Bahan baku:
50.000 + (10.000 × 90%) = 59.000 unit ekuivalen
Tenaga kerja dan overhead pabrik:
50.000 + (10.000 × 70%) = 57.000 unit ekuivalen
Kos unit:
Rp59.000.000
Bahan Baku = = Rp1.000
59.000
Rp39.900.000
Tenaga Kerja Langsung = = Rp700
57.000
Rp22.800.000
Overhead Pabrik = = Rp400
57.000
Kos Unit produk selesai = 50.000 eu × (Rp1.000 + Rp700 + Rp400) =
Rp105.000.000.
Kos PDP akhir = (9.000 ue BB × Rp1.000) + (7.000 ue TKL × Rp700) +
(7.000 ue OP × Rp400) = Rp16.700.000.
RA N GK U MA N
TES FORMATIF 1
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
5) Berikut ini merupakan perbedaan antara sistem kos proses dan sistem
kos pekerjaan - order adalah, kecuali ....
A. sistem kos proses membebankan kos berdasarkan departemen atau
pusat kos, sedangkan sistem kos pekerjaan - order berdasarkan
pekerjaan
B. variasi produk dalam sistem kos proses cenderung homogen,
sedangkan sistem kos pekerjaan - order cenderung heterogen
C. sistem kos proses mengakumulasi kos produksi dengan
menggunakan akun PDP, sedangkan sistem kos pekerjaan - order
menggunakan kartu kos pekerjaan
D. dalam sistem kos proses, produk jadi segera diserahkan pada
pelanggan, sedangkan sistem kos pekerjaan disimpan terlebih
dahulu di gudang produk jadi
6) Konsep yang berusaha menyetarakan unit PDP akhir dengan unit produk
selesai disebut ....
A. unit diproduksi
B. produksi total
C. perkiraan produksi
D. unit ekuivalen
7) Jumlah unit ekuivalen bahan baku pada PDP akhir adalah ....
A. 200
B. 100
C. 300
D. 900
8) Jumlah unit ekuivalen tenaga kerja dan overhead pabrik pada PDP akhir
adalah ....
A. 200
B. 100
C. 300
D. 900
10) Kos produksi yang dibebankan pada PDP akhir adalah ....
A. Rp1.670.000
B. Rp2.620.000
C. Rp3.340.000
D. Rp4.213.333
B. BAHAN BAKU
D. OVERHEAD PABRIK
Dalam sistem kos proses, sebagaimana yang telah kita pelajari di sistem
kos proses, penggunaan kos normal tetap dibenarkan. Untuk mengalokasi
overhead pabrik ke akun produk dalam proses kita menggunakan akun
overhead pabrik dibebankan. Untuk mencatat overhead pabrik sesungguhnya
kita gunakan akun overhead pabrik kendali. Sebagai contoh, dengan
mendasarkan pada informasi tenaga kerja langsung di atas, tarif overhead
pabrik ditentukan sebesar 80% dari kos tenaga kerja langsung. Jurnal yang
digunakan adalah sebagai berikut.
LAPORAN PRODUKSI
Keterangan
Supervisor
Gambar 6.8.
Laporan Produksi – Satu Departemen
Keterangan
Supervisor
Gambar 6.9.
Laporan Produksi – Beberapa Departemen
Berikut ini merupakan data produksi pada PT Buana Suci selama bulan
Maret 20XX.
Departemen A
Unit:
Unit dimasukkan ke proses 5.100
Ditransfer ke produk jadi 4.900
Produk dalam proses akhir:
Departemen A (BB 100%; Konversi 40%) 200
Kos:
Bahan baku Rp10.200.000
Tenaga kerja langsung 5.478.000
Overhead pabrik (dibebankan) 2.739.000
Kuantitas
Unit dipertanggungjawabkan:
Unit dimasukkan ke proses 5.100
Unit pertanggungjawaban:
Unit selesai dan ditransfer 4.900
Produk dalam proses akhir 200 5.100
Ekuivalen Produksi
Bahan Kos
Baku Konversi
Unit selesai dan ditransfer 4.900 4.900
Produk dalam proses akhir:
200 × 100% 200
200 × 40% 80
Unit ekuivalen Total 5.100 4.980
Kos Dipertanggungjawabkan
Kos ÷ Unit = Kos
Total Ekuivalen Unit
Kos ditambahkan ke departemen: Bahan baku
Tenaga kerja langsung Rp10.200.000 5.100 Rp2.000
Overhead pabrik 5.478.000 4.980 1.100
Kos total dipertanggungjawabkan 2.739.000 4.980 550
Rp18.417.000 Rp3.650
Kos Pertanggungjawaban
Gambar 6.10.
Aliran Produksi PT Berkah Ilahi
Berikut ini data produksi PT Berkah Ilahi pada bulan Maret 20XX:
Departemen A Departemen B
Unit:
Unit dimasukkan ke proses 75.000
Diterima dari Departemen A 60.000
Ditransfer ke Departemen B 60.000
Ditransfer ke produk jadi 55.000
Produk dalam proses akhir:
Departemen A (BB 100%; Konversi 40%) 15.000
Departemen B (Konversi 30%) 5.000
Kos:
Bahan baku Rp300.000.000
Tenaga kerja langsung 171.600.000 Rp161.025.000
Overhead pabrik (dibebankan) 85.800.000 81.360.000
Kuantitas
Unit dipertanggungjawabkan:
Unit dimasukkan ke proses 75.000
Unit pertanggungjawaban:
Unit selesai dan ditransfer ke Departemen B 60.000
Produk dalam proses akhir 15.000 75.000
Ekuivalen Produksi
Bahan Kos
Baku Konversi
Unit selesai dan ditransfer ke Departemen B 60.000 60.000
Produk dalam proses akhir:
15.000 × 100% 15.000
15.000 × 40% 6.000
Unit ekuivalen Total 75.000 66.000
Kos Dipertanggungjawabkan
Kos ÷ Unit = Kos
Total Ekuivalen Unit
Kos ditambahkan ke departemen:
Bahan baku Rp300.000.000 75.000 Rp4.000
Tenaga kerja langsung 171.600.000 66.000 2.600
Overhead pabrik 85.800.000 66.000 1.300
Kos total dipertanggungjawabkan Rp557.400.000 Rp7.900
Kos Pertanggungjawaban
Kuantitas
Unit dipertanggungjawabkan:
Unit diterima dari Departemen A 60.000
Unit pertanggungjawaban:
Unit selesai dan ditransfer ke Produk Jadi 55.000
Produk dalam proses akhir 5.000 60.000
Ekuivalen Produksi
Kos
Konversi
Unit selesai dan ditransfer ke Produk Jadi 55.000
Produk dalam proses akhir:
5.000 × 30% 1.500
Unit ekuivalen Total 56.500
Kos Dipertanggungjawabkan
Kos ÷ Unit = Kos
Total Ekuivalen Unit
Kos transferan dari Departemen A:
Tranfer-masuk Rp474.000.000 60000 Rp7.900
Kos ditambahkan ke departemen:
Tenaga kerja langsung 161.025.000 56.500 2.850
Overhead pabrik 81.360.000 56.500 1.440
Kos total ditambahkah Rp242.385.000 Rp4.290
Kos total dipertanggungjawabkan Rp716.385.000 Rp12.190
Kos Pertanggungjawaban
Dari Tabel 6.4 yang perlu Anda perhatikan adalah skedul ekuivalen
produksi. Karena tidak ada penambahan bahan baku di Departemen B maka
yang perlu ditentukan unit ekuivalennya adalah konversi yang terdiri dari
tenaga kerja langsung dan overhead pabrik. Skedul ekuivalen produksi
menunjukkan unit ekuivalen total sebesar 56.500 unit.
Selain itu, yang perlu diperhatikan berikutnya adalah skedul kos
dipertanggungjawabkan. Kos dan unit ekuivalen transfer masuk berasal dari
Laporan Produksi Departemen A di skedul kos dipertanggungjawabkan. Di
skedul tersebut terdapat informasi mengenai kos transferan ke Departemen B
beserta jumlah unit transferan.
Terakhir mengenai skedul kos pertanggungjawaban. Unit yang ditransfer
ke gudang produk jadi sebanyak 55.000 unit. Sisa unit sejumlah 5.000
(60.000 – 55.000) adalah unit yang berasal dari transferan Departemen A.
Sehingga ketika menghitung kos PDP akhir yang berasal dari Departemen A
adalah 5.000 unit × Rp7.900. Ingat, Rp7.900 merupakan kos per unit yang
berasal dari transferan Departemen A.
D epar te m en B :
PD P aw al
U ni t dit e ri m a dari D e p A 60. 00 0 R p4 74. 000. 00 0
Ko s Pe rioda ini:
B aha n ba k u
T e n ag a k e r j a l an g s u ng 16 1. 02 5 .0 0 0
O verhea d pab r ik 81 .3 60. 00 0
Sel es ai dan di tr ans fer k e Pr oduk J adi R p12. 19 0 55.000 670.450. 000
PD P akhir 5 . 000 45.935. 000
T o ta l 60. 00 0 60.000 R p7 16. 3 85. 00 0 716.385. 000
Ju m lah Total
R in g ka sa n :
Bahan bak u:
D e p a r te m e n A D R p 300. 0 00. 00 0
e p a r te m e n B R p 300 . 0 00 . 0 00
O v er he a d pab r ik : D
e p a r te m e n A D e 85 .8 00. 00 0
p a r te m e n B 81 .3 60. 00 0 167 . 1 60 . 0 00
K o s p r o d u k s i t o ta l b u l a n M a r e t:
R p 799 . 7 85 . 0 00
D i ku r ang i pr od uk d a la m pr os es a k hi r M a re t :
D e p a r te m e n A 83 .4 00. 00 0
D e p a r te m e n B 45 .9 35. 00 0 129 . 3 35 . 0 00
LAT I H A N
1) Untuk menjawab soal latihan nomor 1), Anda harus membaca dan
memahami subjudul Laporan Kos Produksi di Kegiatan Belajar 2 ini.
2) Untuk menjawab soal latihan nomor 2), Anda harus membaca dan
memahami subjudul Laporan Kos Produksi di Kegiatan Belajar 2 ini.
3) Untuk menjawab soal latihan nomor 3), Anda harus membaca dan
memahami subjudul Laporan Kos Produksi di Kegiatan Belajar 2 ini.
4) Pelajarilah subjudul laporan kos produksi dan akuntansi sistem kos
proses.
Laporan Kos Produksi Departemen Pemotongan:
PT Karunia
Laporan Kos Produksi
Untuk Bulan yang berakhir 31 Maret 20XX
Kuantitas
Unit dipertanggungjawabkan:
Unit dimasukkan ke proses 3.900
Unit pertanggungjawaban:
Unit selesai dan ditransfer ke Departemen Perakitan 3.000
Produk dalam proses akhir 900 3.900
Ekuivalen Produksi
Bahan Tenaga Overhead
Baku Kerja Pabrik
Unit selesai dan ditransfer ke Dep. Perakitan 3.000 3.000 3.000
Produk dalam proses akhir:
900 × 80% 720
900 × 60% 540
900 × 50% 450
Unit ekuivalen Total 3.720 3.540 3.450
Kos Dipertanggungjawabkan
Kos ÷ Unit = Kos
Total Ekuivalen Unit
Kos ditambahkan ke departemen:
Bahan baku Rp95.232.000 3.720 Rp25.600
Tenaga kerja langsung 48.321.000 3.540 13.650
Overhead pabrik 32.430.000 3.450 9.400
Kos total dipertanggungjawabkan Rp175.983.000 Rp48.650
Kos Pertanggungjawaban
Kuantitas
Unit dipertanggungjawabkan:
Unit diterima dari Departemen Pemotongan 3.000
Unit pertanggungjawaban:
Unit selesai dan ditransfer ke Produk Jadi 2.700
Produk dalam proses akhir 300 3.000
Ekuivalen Produksi
Tenaga Overhead
Kerja Pabrik
Unit selesai dan ditransfer ke Produk Jadi 2.700 2.700
Produk dalam proses akhir:
300 × 50% 150
300 × 40% 120
Unit ekuivalen Total 2.850 2.820
Kos Dipertanggungjawabkan
Kos ÷ Unit = Kos
Total Ekuivalen Unit
Kos transferan dari Dep Pemotongan:
Tranfer-masuk Rp145.950.000 Rp3.000 Rp48.650
Kos ditambahkan ke departemen:
Tenaga kerja langsung 24.225.000 2.850 8.500
Overhead pabrik 17.907.000 2.820 6.350
Kos total ditambahkah Rp42.132.000 Rp14.850
Kos total dipertanggungjawabkan Rp188.082.000 Rp63.500
Kos Pertanggungjawaban
TES FORMATIF 2
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
2) Aliran unit fisik yang masuk dan keluar dari departemen ditunjukkan
dalam skedul ....
A. kuantitas
B. unit ekuivalen
C. kos dipertanggungjawabkan
D. kos pertanggungjawaban
Moriarity, Shane and Carl P. Allen. (1991). Cost Accounting. Third Edition.
John Willey & Sons, Inc.
P EN D A H U L U A N
P ada Modul 6 kita telah membahas mengenai sistem kos proses, terutama
mengenai konsep sistem kos proses, perbedaan sistem kos proses dan
sistem kos pekerjaan - order, akuntansi sistem kos proses, unit ekuivalen, dan
laporan kos produksi. Laporan kos produksi yang dibahas di Modul 6 masih
merupakan laporan kos produksi dengan kondisi yang disederhanakan.
Penyederhanaan ini terkait dengan tidak dipertimbangkan adanya produk
dalam proses awal dan juga tidak adanya penambahan bahan di departemen
berikutnya. Dalam dunia nyata tentu saja kondisi yang terjadi sering kali
lebih kompleks daripada yang telah kita bahas di Modul 6.
Pada Modul 7 ini, kita akan membahas lebih mendalam mengenai sistem
kos produksi, terutama pada penyusunan laporan kos produksi. Penyusunan
laporan kos produksi di modul ini akan membahas mengenai kondisi adanya
produk dalam proses awal, penambahan bahan di departemen berikutnya, dan
perlakuan atas produk rusak, produk cacat, bahan sisa, dan bahan sisa
buangan. Dengan mempertimbangkan kondisi-kondisi tersebut maka secara
otomatis akan menambah kompleksitas laporan kos produksi yang disusun.
Sebagai orang yang bertugas menyusun laporan kos produksi, kondisi-
kondisi tersebut harus Anda pertimbangkan agar dalam penentuan kos
produksi produk selesai atau jadi dan produk dalam proses akhir tidak
mengalami kekeliruan dan informasi yang diberikan merupakan informasi
yang akurat yang dapat digunakan oleh manajemen baik untuk tujuan
perencanaan, pengendalian, evaluasi maupun pengambilan keputusan.
Modul ini juga untuk menangani adanya produk dalam proses awal,
dalam penyusunan laporan kos produksi akan digunakan dua metode. Metode
pertama adalah rata-rata berbobot (weighted average) dan masuk pertama
keluar pertama atau first-in-first-out (FIFO).
7.2 z EKMA4315/MODUL 7 Akuntansi Biaya z 7.2
Bagian terakhir dari modul ini akan membahas mengenai produk rusak,
produk cacat, bahan sisa, dan bahan buangan. Bagaimana perlakuan dari hal-
hal tersebut secara akuntansi dalam sistem kos proses akan dibahas.
Setelah mempelajari modul ini, diharapkan Anda mampu untuk:
1. menjelaskan pengaruh penambahan bahan baku setelah departemen
pertama;
2. menyusun laporan kos produksi dengan adanya penambahan bahan
baku;
3. menyusun laporan kos produksi dengan kondisi adanya produk dalam
proses awal, baik dengan menggunakan metode rata-rata berbobot
(weighted average) maupun dengan metode masuk pertama keluar
pertama (MPKP) atau first-in-first-out (FIFO);
4. perlakuan akuntansi atas adanya produk rusak, produk cacat, bahan sisa,
dan bahan sisa buangan.
Kegi ata n Bela j a r
1
Berikut ini adalah laporan produksi (Gambar 7.1 dan 7.2) dan data kos
Departemen A dan B pada bulan April 20XX.
LAPORAN PRODUKSI
Untuk bulan yang berakhir 30 Ap ril
Departemen 20XX A
Keterangan
-
Roni
Supervisor
Gambar 7.1.
Laporan Produksi Departemen A bulan April 20XX
LAPORAN PRODUKSI
Untuk bulan yang berakhir 30 Ap r il
Departemen 2 0XX B
Keterangan
-
Amin
Supervisor
Gambar 7.2.
Laporan Produksi Departemen B bulan April 20XX
Departemen
A B
Produk dalam proses akhir:
Departemen A (BB 100%, konversi 20%) 10.000
Departemen B (BB 100%, konversi 70%) 5.000
Kos:
Bahan baku Rp300.000.000 Rp120.000.000
Tenaga kerja langsung 168.000.000 97.000.000
Overhead pabrik 84.000.000 48.500.000
Tabel 7.1.
Laporan Kos Produksi Departemen A
PT Segar Manis
Laporan Kos Produksi
Untuk Bulan yang berakhir 30 April 20XX
Kuantitas
Unit dipertanggungjawabkan:
Unit dimasukkan ke proses 50.000
Unit pertanggungjawaban:
Unit selesai dan ditransfer ke Departemen B 40.000
Produk dalam proses akhir 10.000 50.000
Ekuivalen Produksi
Bahan Kos
Baku Konversi
Unit selesai dan ditransfer ke Departemen B 40.000 40.000
Produk dalam proses akhir:
10.000 × 100% 10.000
10.000 × 20% 2.000
Unit ekuivalen Total 50.000 42.000
Kos Dipertanggungjawabkan
Kos ÷ Unit = Kos
Total Ekuivalen Unit
Kos ditambahkan ke departemen: Bahan
baku Rp300.000.000 50.000 Rp6.000
Tenaga kerja langsung 168.000.000 42.000 4.000
Overhead pabrik 84.000.000 42.000 2.000
Kos total dipertanggungjawabkan Rp552.000.000 Rp12.000
Kos Pertanggungjawaban
Kuantitas
Unit dipertanggungjawabkan:
Unit diterima dari Departemen A 40.000
Unit ditambahkan ke produksi 10.000 50.0
Unit pertanggungjawaban:
Unit selesai dan ditransfer ke Produk Jadi 45.000
Produk dalam proses akhir 5.000 50.00
Ekuivalen Produksi
Tenaga Overhead
Kerja Pabrik
Unit selesai dan ditransfer ke Produk Jadi 45.000 45.000
Produk dalam proses akhir:
5.000 × 100% 5.000
5.000 × 70% 3.500
Unit ekuivalen Total 50.000 48.500
Kos Dipertanggungjawabkan
Unit Kos ÷ Unit = Kos
Total Ekuivalen Unit
Kos transferan dari Dep A:
Tranfer-masuk 40.000 Rp480.000.000 40.000 Rp12.000
Unit ditambahkan ke produksi 10.000
Unit dan kos unit disesuaikan 50.000 50.000 Rp9.600
Kos ditambahkan ke departemen:
Bahan baku Rp120.000.000 50.000 Rp2.400
Tenaga kerja langsung 97.000.000 48.500 2.000
Overhead pabrik 48.500.000 48.500 1.000
Kos total ditambahkah Rp265.500.000 Rp5.400
Kos total dipertanggungjawabkan Rp745.500.000 Rp15.000
Kos Pertanggungjawaban
Kos produksi:
Bahan baku Rp132.280.000 Rp63.800.000
Tenaga kerja langsung 120.600.000 41.190.000
Overhead pabrik 80.400.000 27.460.000
Diminta:
a) Hitunglah unit produk dalam proses akhir Departemen 1 dan 2.
b) Buatlah laporan kos produksi Departemen 1 dan 2.
Kuantitas
Unit dipertanggungjawabkan:
Unit dimasukkan ke proses 7.200
Unit pertanggungjawaban:
Unit selesai dan ditransfer ke Departemen 2 6.500
Produk dalam proses akhir 700 7.200
Ekuivalen Produksi
Bahan Kos
Baku Konversi
Unit selesai dan ditransfer ke Departemen 2 6.500 6.500
Produk dalam proses akhir:
700 × 1/5 150
700 × 2/7 200
Unit ekuivalen Total 6.650 6.700
RA NG K U MA N
TES FORMATIF 1
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
Berikut ini adalah data produksi dan kos produksi PT Gesit pada bulan
November 20XX.
Departemen
A B
Unit:
Masuk ke proses 52.000
Ditransfer ke Departemen B ?
Diterima dari Departemen A 45.000
Tambahan unit ke produksi ?
Produk dalam proses akhir ? 12.000
Ditransfer ke produk jadi 43.000
3) Berapakah unit produk yang ditransfer dari Departemen A ke
Departemen B?
A. 52.000.
B. 45.000.
C. 33.000.
D. 12.000.
Kuantitas
Unit dipertanggungjawabkan:
Unit diterima dari Departemen B 54.000
Unit ditambahkan ke produksi 24.330 78.330
Unit pertanggungjawaban:
Unit selesai dan ditransfer ke Produk Jadi 58.330
Produk dalam proses akhir 20.000 78.330
Ekuivalen Produksi
Bahan Baku Tenaga
Kerja
Unit selesai dan ditransfer ke Produk Jadi 58.330 58.330
Produk dalam proses akhir:
bahan baku 6.670
Konversi 1.670
Unit ekuivalen Total 65.000 60.000
Kos Dipertanggungjawabkan
Unit Kos ÷ Unit = Total Kos
Ekuivalen Unit
Kos transferan dari Dep B:
Tranfer-masuk 54.000 Rp391.650.000 54.000 Rp7.253
Unit ditambahkan ke produksi
Unit dan kos unit disesuaikan (6)
Kos ditambahkan ke departemen:
Bahan baku 80.000.000 65000 1.231
Tenaga kerja langsung 60.000.000 60000 1.000
Overhead pabrik 90.000.000 60000 1.500
Kos total ditambahkah 230.000.000 3.731
Kos total dipertanggungjawabkan 621.650.000
Kos Pertanggungjawaban
6) A. Rp7.253.
B. Rp7.000.
C. Rp5.253.
D. Rp5.000.
7) A. Rp621.650.000.
B. Rp509.265.769.
C. Rp391.650.000.
D. Rp230.000.000.
8) A. B. C. D. Rp 80.000.000. Rp 90.000.000. Rp100.000.000.
Rp110.000.000.
S istem kos proses merupakan sistem kos yang umumnya diterapkan pada
perusahaan dengan karakteristik proses produksi yang berjalan secara
kontinu atau berkelanjutan. Kontinu di sini dapat diartikan bahwa proses
produksi akan terus berjalan dari satu periode waktu ke periode waktu
berikutnya dan produk yang diproses mengalir dari satu departemen ke
departemen lain. Kontinuitas proses produksi ini akan menyebabkan
departemen memiliki unit-unit dengan beragam tingkat penyelesaian, yaitu
sebagai berikut.
1. Unit masuk ke proses dan selesai selama periode waktu sekarang.
2. Unit telah diproses di periode sebelumnya dan selesai pada periode
waktu sekarang.
3. Unit masuk ke proses dan belum selesai pada periode waktu sekarang.
Dari modul dan kegiatan belajar sebelumnya telah kita ketahui bahwa
pada akhir periode ketika laporan kos produksi disusun, masih terdapat
produk dalam proses akhir (periode). Oleh karena proses produksi berjalan
secara kontinu maka produk dalam proses akhir (periode) ini akan menjadi
produk dalam proses awal (periode). Sebagai contoh, di Departemen A pada
periode bulan Maret (31 Maret 20XX) terdapat produk dalam proses akhir
sebanyak 5.500 unit. Maka produk dalam proses akhir ini akan menjadi
produk dalam proses awal bulan April 20XX. Tabel 7.3 mengilustrasi
kontinuitas proses produksi.
Tabel 7.3.
Kontinuitas Proses Produksi Departemen A
Departemen A
Maret April Mei
Unit:
PDP awal - 5.500 6.000
Masuk ke proses 30.000 35.000 37.500
Produk selesai/jadi 24.500 34.500 43.500
PDP akhir 5.500 6.000 5.600
Keberadaan produk dalam proses awal menyebabkan masalah dalam
sistem kos proses karena beberapa hal berikut harus dipertimbangkan, yaitu
sebagai berikut.
1. Haruskah dibuat perbedaan tingkat penyelesaian antara produk selesai/
jadi yang berasal dari produk dalam proses awal dan produk masuk ke
proses periode tersebut? Sebagai contoh, PDP awal sebesar 1.000 unit
(BB 80%, Konversi 50%). Produk masuk ke proses sebanyak 19.000
unit. Produk jadi di periode tersebut adalah 18.000 unit. Kalau Anda
perhatikan maka 18.000 unit produk jadi ini di dalamnya mengandung
1.000 unit yang berasal dari PDP awal dan 17.000 unit berasal dari
produk masuk ke proses. Tingkat penyelesaian yang 1.000 unit dan
17.000 unit tentu berbeda. PDP awal 1.000 unit hanya membutuhkan
penyelesaian dengan bahan baku 20% dan konversi 50%. Produk masuk
ke proses membutuhkan penyelesaian bahan baku 100% dan konversi
100%. Pertanyaan nomor 1 ini terkait dengan apakah harus dibuat
perbedaan tingkat penyelesaian dari produk jadi tersebut?
2. Haruskah semua unit selesai selama periode waktu tertentu akan
dianggap 100% dalam unit ekuivalen dengan mengabaikan tingkat
penyelesaian produk dalam proses awal? Kembali ke contoh di nomor
satu. Produk jadi sebanyak 18.000 unit tersebut apakah akan memiliki
unit ekuivalen 18.000 juga? Mengingat 1.000 unit yang berasal dari PDP
awal membutuhkan penyelesaian yang berbeda dengan yang produk
masuk proses.
3. Haruskah kos produksi yang berasal dari produk dalam proses
digabungkan dengan kos produksi ditambahkan periode sekarang (dalam
skedul kos dipertanggungjawabkan) untuk mendapatkan besaran kos
ditambahkan ke departemen? Sebagai contoh, kos produksi PDP awal
sebesar Rp45.000.000 dan kos ditambahkan periode ini sebesar
Rp235.980.000. Haruskah yang Rp45.000.000 digabungkan dengan
Rp235.980.000?
Unit Ekuivalen = Unit Selesai dan Ditransfer - (PDP Awal × Tingkat Penyelesaian)
+(PDP Awal × Tingkat Penyelesaian yang Dibutuhkan) + (PDP Akhir × Tingkat
Penyelesaian)
Rp155.600.000 + Rp608.000.000
Kos rata-rata bobotan =
1.840 unit ekuivalen
= Rp415.000 per unit
Unit Ekuivalen = 1.800 Produk Selesai - 800 PDP awal + (800 PDP Awal ×
60%)
+(200 PDP Akhir × 20%) = 1.520 unit
ekuivalen
Rp608.000.000
Kos Unit = = Rp400.000 per unit
1.520 unit ekuivalen
Kos produksi:
Proporsi kos transferan dalam PDP awal
F F 0 Rp60.000.000
Proporsi kos produksi ditambahkan untuk PDP
awal oleh Departemen:
Bahan baku Rp21.000.000 Rp18.000.000
Tenaga kerja langsung 9.840.000 15.420.000
Overhead pabrik 16.500.000 6.900.000
Total Rp47.340.000,00 Rp100.320.000
Tabel 7.5 dan 7.6 menunjukkan laporan kos produksi Departemen A dan
B diikuti dengan penjelasan masing-masing tahap penyusunan laporan kos
produksi dengan menggunakan metode rata-rata berbobot.
Departemen A
Langkah 1: Kuantitas. Dalam penyusunan skedul kuantitas tetap mengikuti
prosedur yang telah dibahas di modul dan kegiatan belajar sebelumnya. Unit
fisik secara total merupakan penjumlah produk dalam proses awal dan
produk masuk ke proses di Departemen tersebut di bulan Oktober.
1
Kos yang berasal dari Departemen A atau kos ditransfer dari Departemen A.
Langkah 2: Unit ekuivalen. Perhitungan unit ekuivalen pun tidak berbeda
prosedurnya dengan yang telah kita bahas. Hal ini dikarenakan dalam metode
rata-rata berbobot unit produk yang berasal dari produk dalam proses awal
dan masuk ke proses periode sekarang tidak dipisahkan atau digabungkan.
Tidak dilakukan pembedaan asal periode unit produksi dan tidak melihat
tingkat penyelesaian yang dibutuhkan oleh produk dalam proses awal. Baik
produk dalam proses awal maupun unit masuk ke proses periode sekarang
dianggap membutuhkan dan menikmati bahan baku 100% dan konversi
100% untuk menjadi produk selesai atau jadi. Untuk mendapatkan unit
ekuivalen total adalah:
Unit Ekuivalen = Unit Selesai dan Ditransfer + ( PDP Akhir × Tingkat Penyelesaian )
Kuantitas
Unit dipertanggungjawabkan:
Produk dalam proses awal 4.000
Unit dimasukkan ke proses 40.000 44.000
Unit pertanggungjawaban:
Unit selesai dan ditransfer ke Departemen B 35.000
Produk dalam proses akhir 9.000 44.000
Ekuivalen Produksi
Bahan Kos
Baku Konversi
Unit selesai dan ditransfer ke Departemen B 35.000 35.000
Produk dalam proses akhir:
9.000 × 100% 9.000
9.000 ×60% 5.400
Unit ekuivalen Total 44.000 40.400
Kos
Dipertanggungjawabkan
Kos ÷ Unit = Kos
Total Ekuivalen Unit
Kos ditambahkan ke
departemen: Bahan baku
Produk dalam proses awal Rp21.000.000
Ditambahkan selama perioda 210.000.000
Total Rp231.000.000 44.000 Rp5.250
Overhead pabrik
Produk dalam proses awal 16.500.000
Ditambahkan selama perioda 135.000.000
Total 151.500.000 40.400 3.750
Kos total dipertanggungjawabkan Rp467.340.000 Rp11.100
Kos
Pertanggungjawaban
Kuantitas
Unit dipertanggungjawabkan:
Produk dalam proses awal 6.000
Unit diterima dari Departemen A 35.000
Penambahan unit 5.000 46.000
Unit pertanggungjawaban:
Unit selesai dan ditransfer ke produk 44.000
jadi
Produk dalam proses akhir 2.000 46.000
Bahan Kos
Baku Konversi
Unit selesai dan ditransfer ke produk jadi 44.000 44.000
Produk dalam proses akhir:
2.000 × 100% 2.000
2.000 ×30% 600
Unit ekuivalen Total 46.000 44.600
Overhead pabrik
Produk dalam proses awal 6.900.000
Ditambahkan selama perioda 60.000.000
Total 66.900.000 44.600 1.500
Kos total dipertanggungjawabkan Rp773.820.000 Rp16.950
Kos Pertanggungjawaban
Unit Ekuivalen = Unit selesai dan Ditransfer + (PDP Akhir × Tingkat Penyelesaian)
Departemen A
Langkah 1: Kuantitas. Dalam penyusunan skedul kuantitas tetap mengikuti
prosedur yang telah dibahas di modul dan kegiatan belajar sebelumnya. Unit
fisik secara total merupakan penjumlah produk dalam proses awal dan
produk masuk ke proses di Departemen tersebut di bulan Oktober.
Dalam perhitungan unit ekuivalen bahan baku dan konversi, Produk dalam
proses awal telah menikmati bahan baku sebesar 100% dan konversi 40%
sehingga agar Produk dalam proses awal tersebut menjadi produk selesai
masih dibutuhkan bahan baku 0% dan konversi 60%. Unit ekuivalen yang
dibutuhkan agar produk dalam proses awal menjadi produk selesai adalah
untuk bahan baku = 4.000 unit × 0% dan konversi = 4.000 unit × 60%.
Kuantitas
Unit dipertanggungjawabkan:
Produk dalam proses awal 4.000
Unit dimasukkan ke proses 40.000 44.000
Unit pertanggungjawaban:
Unit selesai dan ditransfer ke Departemen B 35.000
Produk dalam proses akhir 9.000 44.000
Ekuivalen Produksi
Bahan Kos
Baku Konversi
Unit selesai dan ditransfer ke Departemen B 35.000 35.000
(-) Produk dalam proses awal 4.000 4.000
(=) Unit dimasukkan dan selesai 31.000 31.000
(+) Unit dibutuhkan untuk menyelesaikan produk dalam proses awal 0 2.400
(+) Produk dalam proses akhir:
9.000 × 100% 9.000
9.000 ×60% 5.400
Unit ekuivalen Total 40.000 38.800
Kos Dipertanggungjawabkan
Kos ÷ Unit = Kos
Total Ekuivalen Unit
Kos produk dalam proses awal Rp47.340.000
Kos ditambahkan ke departemen:
Bahan baku 210.000.000 40.000 Rp5.250
Tenaga kerja langsung 75.000.000 38.800 1.933
Overhead pabrik 135.000.000 38.800 3.479
Kos total dipertanggungjawabkan Rp467.340.000 Rp10.662
Kos Pertanggungjawaban
Kuantitas
Unit dipertanggungjawabkan:
Produk dalam proses awal 6.000
Unit diterima dari Departemen A 35.000
Unit ditambahkan ke proses 5.000 46.000
Unit pertanggungjawaban:
Unit selesai dan ditransfer ke produk jadi 44.000
Produk dalam proses akhir 2.000 46.000
Ekuivalen Produksi
Bahan Kos
Baku Konversi
Unit selesai dan ditransfer ke produk jadi 44.000 44.000
(-) Produk dalam proses awal 6.000 6.000
(=) Unit dimasukkan dan selesai 38.000 38.000
(+) Unit dibutuhkan untuk menyelesaikan produk
dalam proses awal 0 4.800
(+) Produk dalam proses akhir:
9.000 × 100% 2.000
9.000 ×60% 600
Unit ekuivalen Total 40.000 43.400
Kos Dipertanggungjawabkan
Kos ÷ Unit = Kos
Unit Total Ekuivalen Unit
Kos dari Departemen A dan PDP awal:
Kos produk dalam proses awal 6.000 Rp100.320.000
Transferan selama perioda 35.000 Rp390.863.196 40.000 Rp9.772
Unit ditambahkan ke proses 5.000
Unit disesuaikan dan kos unit 40.000
Kos ditambahkan ke departemen:
Bahan baku Rp120.000.000 40.000 Rp3.000
Tenaga kerja langsung 105.000.000 43.400 2.419
Overhead pabrik 60.000.000 43.400 1.382
Kos total dipertanggungjawabkan Rp776.183.196 Rp16.573
Kos Pertanggungjawaban
Dalam perhitungan unit ekuivalen bahan baku dan konversi, Produk dalam
proses awal telah menikmati bahan baku sebesar 100% dan konversi 20%
sehingga agar Produk dalam proses awal tersebut menjadi produk selesai
masih dibutuhkan bahan baku 0% dan konversi 80%. Unit ekuivalen yang
dibutuhkan agar produk dalam proses awal menjadi produk selesai adalah
untuk bahan baku = 6.000 unit × 0% dan konversi = 6.000 unit × 80%.
LAT I H A N
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,
kerjakanlah latihan berikut!
1) Jelaskan masalah-masalah yang muncul ketika terdapat produk dalam
proses awal di suatu departemen!
2) Jelaskan metode yang dapat digunakan untuk menjawab masalah-
masalah di atas dan jelaskan perbedaan metode-metode tersebut!
3) Berikut data produksi dan kos produksi di Departemen A dan B di PT
Anugerah Abadi pada bulan Mei 20XX:
Departemen
A B
Unit:
PDP awal
BB 100%; Konversi 1/5 1.000
BB 1/10; Konversi 2/5 200
Unit masuk ke proses 9.000
Ditransfer ke Departemen 2 8.500
Ditransfer ke produk jadi 8.100
Produk dalam proses akhir:
BB 100%; Konversi 1/3 1.500
BB 1/6; Konversi 1/4 600
Kos produksi:
Proporsi kos transferan dalam PDP awal
F F 0 Rp13.000.000
Proporsi kos produksi ditambahkan untuk PDP
awal oleh Departemen:
Bahan baku Rp20.000.000 Rp10.000.000
Tenaga kerja langsung 5.760.000 5.250.000
Overhead pabrik 3.840.000 3.500.000
Total Rp29.600.000 Rp31.750.000
Diminta:
a) Susunlah laporan kos produksi Departemen A dan B dengan metode
rata-rata berbobot.
b) Susunlah laporan kos produksi Departemen A dan B dengan metode
masuk pertama keluar pertama.
2
Kos yang berasal dari Departemen A atau kos ditransfer dari Departemen A.
Petunjuk Jawaban Latihan
Kuantitas
Unit dipertanggungjawabkan:
Produk dalam proses awal 1.000
Unit dimasukkan ke proses 9.000 10.000
Unit pertanggungjawaban:
Unit selesai dan ditransfer ke Departemen B 8.500
Produk dalam proses akhir 1.500 10.000
Ekuivalen Produksi
Bahan Kos
Baku Konversi
Unit selesai dan ditransfer ke Departemen B 8.500 8.500
Produk dalam proses akhir:
1.500 × 100% 1.500
1.500 × 1/3 500
Unit ekuivalen Total 10.000 9.000
Kos Dipertanggungjawabkan
Kos ÷ Unit = Kos
Total Ekuivalen Unit
Kos ditambahkan ke departemen:
Bahan baku
Produk dalam proses awal Rp20.000.000
Ditambahkan selama perioda 19.000.000
Total Rp39.000.000 10.000 Rp3.900
Overhead pabrik
Produk dalam proses awal 3.840.000
Ditambahkan selama perioda 15.816.000
Total 19.656.000 9.000 2.184
Kos total dipertanggungjawabkan Rp88.140.000 Rp9.360
Kos Pertanggungjawaban
Kuantitas
Ekuivalen Produksi
Bahan Kos
Baku Konversi
Unit selesai dan ditransfer ke produk jadi 8.100 8.100
Produk dalam proses akhir:
600 × 1/6 100
600 ×1/4 150
Unit ekuivalen Total 8.200 8.250
Kos Dipertanggungjaw abkan
Kos ÷ Unit = Kos
Unit Total Ekuivalen Unit
Kos dari Departemen sebelumnya:
Produk dalam proses awal 200 Rp13.000.000
Diterima dari Departemen A 8.500 79.560.000
Unit ditambahkan dalam produksi 0
unit disesuaikan dan kos unit 8.700 Rp92.560.000 8.700 Rp10.639
Overhead pabrik
Produk dalam proses awal 3.500.000
Ditambahkan selama perioda 29.680.000
Total 33.180.000 8.250 4.022
Kos total dipertanggungjawabkan Rp222.310.000 Rp26.401
Kuantitas
Unit dipertanggungjawabkan:
Produk dalam proses awal 1.000
Unit dimasukkan ke proses 9.000 10.000
Unit pertanggungjawaban:
Unit selesai dan ditransfer ke Departemen B 8.500
Produk dalam proses akhir 1.500 10.000
Ekuivalen Produksi
Bahan Kos
Baku Konversi
Unit selesai dan ditransfer ke Departemen B 8.500 8.500
(-) Produk dalam proses awal 1.000 1.000
(=) Unit dimasukkan dan selesai 7.500 7.500
(+) Unit dibutuhkan untuk menyelesaikan produk dalam proses awal 0 800
(+) Produk dalam proses akhir:
1.500 × 100% 1.500
1.500 ×1/3 500
Unit ekuivalen Total 9.000 8.800
Kos Dipertanggungjawabk an
Kos ÷ Unit = Kos
Total Ekuivalen Unit
Kos produk dalam proses awal Rp29.600.000
Kos ditambahkan ke departemen:
Bahan baku Rp19.000.000 9.000 Rp2.111
Tenaga kerja langsung 23.724.000 8.800 2.696
Overhead pabrik 15.816.000 8.800 1.797
Kos total dipertanggungjawabkan Rp88.140.000 Rp6.604
Kos Pertanggungjawaban
Kuantitas
Unit dipertanggungjawabkan:
Produk dalam proses awal 200
Unit diterima dari Departemen A 8.500
Unit ditambahkan ke proses 0 8.700
Unit pertanggungjawaban:
Unit selesai dan ditransfer ke produk jadi 8.100
Produk dalam proses akhir 600 8.700
Ekuivalen Produksi
Bahan Kos
Baku Konversi
Unit selesai dan ditransfer ke produk jadi 8.100 8.100
(-) Produk dalam proses awal 200 200
(=) Unit dimasukkan dan selesai 7.900 7.900
(+) Unit dibutuhkan untuk m enyelesaikan produk
dalam proses awal 180 120
(+) Produk dalam proses akhir:
600 × 1/6 100
600 × 1/4 150
Unit ekuivalen Total 8.180 8.170
Kos Pertanggungjawaban
TES FORMATIF 2
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
PT Jagad Mikro
Laporan Kos
Produksi
Untuk Bulan yang berakhir 31 Mei
20XX
Kuantitas
Unit dipertanggungjawabkan:
Produk dalam proses awal (BB 100%; Konversi 2/3) 600
Unit dimasukkan ke proses 7.600 8.200
Unit pertanggungjawaban:
Unit selesai dan ditransfer ke Departemen B 7.200
Produk dalam proses akhir (BB 100%; Konversi 1/5) 1.000 8.200
Ekuivalen Produksi
Bahan Kos
Baku Konversi
Unit selesai dan ditransfer ke Departemen B 7.200 7.200
(-) Produk dalam proses awal 600 600
(=) Unit dimasukkan dan selesai 6.600 6.600
(+) Unit dibutuhkan untuk menyelesaikan produk dalam proses awal (6) (7)
(+) Produk dalam proses akhir:
Bahan baku 1.000
Konversi 200
Unit ekuivalen Total
Kos
Dipertanggungjawabkan
Kos ÷ Unit = Kos
Total Ekuivalen Unit
Kos produk dalam proses awal Rp7.720.000
Kos ditambahkan ke departemen:
Bahan baku 13.680.000 7.600 Rp1.800
Tenaga kerja langsung 18.312.000 7.000 2.616
Overhead pabrik 12.208.000 7.000 1.744
Kos total dipertanggungjawabkan Rp51.920.000 6.160
Kos Pertanggungjawaban
7) A. 0
B. 600
C. 1.000
D. 200
8) A. B. C. D. Rp 523.200
Rp1.569.600
Rp3.696.000
Rp4.568.000
9. A. B. C. D. Rp1.046.400
Rp 348.800
Rp2.616.000
Rp6.160.000
10. A. B. C. D. Rp1.800.000
Rp1.900.000
Rp2.000.000
Rp2.616.000
Unit ekuivalen = Produk jadi dan ditransfer + Penyusutan normal + Penyusutan abnormal
+ (Produk dalam proses akhir × tingkat penyelesaian)
Kuantitas
Unit dipertanggungjawabkan:
Produk dalam proses awal (BB 1/4; Konversi 1/2) 500
Unit dimasukkan ke proses 7.200 7.700
Unit pertanggungjawaban:
Unit selesai dan ditransfer ke Departemen B 2.400
Penyusutan normal produk dalam proses 2.500
Penyusutan abnormal produk dalam proses 1.000
Produk dalam proses akhir (BB 2/5; Konversi 2/3) 1.800 7.700
Ekuivalen Produksi
Bahan Kos
Baku Konversi
Unit selesai dan ditransfer ke Departemen B 2.400 2.400
Penyusutan normal produk dalam proses 2.500 2.500
Penyusutan abnormal produk dalam proses 1.000 1.000
Produk dalam proses akhir:
1.800 × 2/5 720
1.800 × 2/3 1.200
Unit ekuivalen Total 6.620 7.100
Overhead pabrik
Produk dalam proses awal 1.152.000
Ditambahkan selama perioda 21.168.000
Total 22.320.000 7.100 3.144
Kos total dipertanggungjawabkan Rp80.820.000 Rp11.639
Sebagaimana yang sudah kita bahas sistem kos pekerjaan - order, produk
rusak, produk cacat, bahan sisa, dan bahan sisa buangan harus diperhatikan
dalam sistem kos proses. Perbedaan keempat hal ini dipahami karena
berkonsekuensi pada perlakuan akuntansi yang akan diterapkan. Untuk
mengingat kembali masing-masing hal tersebut, berikut merupakan
penjelasannya.
1. Produk Rusak
Produk rusak adalah produk yang tidak memenuhi standar produksi dan
dijual sesuai nilai sisanya atau dibuang. Jika dalam suatu proses penjaminan
kualitas ditemukan adanya produk rusak maka produk rusak tersebut akan
dikeluarkan dari produksi dan tidak ada pekerjaan tambahan yang digunakan
untuk memperbaikinya. Contohnya, apabila undangan yang dicetak ternyata
tintanya luntur maka undangan tersebut akan dikeluarkan dari produksi dan
tidak ada tindakan apa pun pada undangan tersebut.
2. Produk Cacat
Produk cacat adalah produk yang tidak memenuhi standar produksi,
tetapi masih bisa diperbaiki dengan tambahan proses produksi tertentu dan
kemudian menjadi produk yang baik lagi dan dijual dengan harga reguler.
Sebagai contoh, televisi yang diproduksi tidak dapat mengeluarkan suara
maka dilakukan perbaikan yang diperlukan agar televisi tersebut normal
kembali dan dapat dijual berdasarkan harga reguler.
3. Bahan Sisa
Bahan sisa adalah bahan baku yang merupakan sisa dari proses produksi,
yang tidak dapat digunakan lagi dalam proses produksi untuk tujuan yang
sama. Akan tetapi, bahan sisa ini masih dapat digunakan untuk tujuan lain
atau dijual ke pihak luar perusahaan. Sebagai contoh, pada perusahaan
furnitur, kayu sisa yang digunakan bisa jadi masih dapat digunakan untuk
tujuan lain atau dijual ke pihak luar.
4. Bahan Sisa Buangan
Bahan sisa buangan (beberapa literatur menggunakan istilah bahan
sampah) adalah bahan baku yang merupakan sisa dari proses produksi yang
tidak dapat digunakan lagi dan tidak memiliki harga jual. Satu-satunya cara
adalah dengan membuang bahan sisa tersebut.
Kos produk rusak total = (produk rusak × kos transferan per unit) + (Unit ekuivalen produk
rusak × kos unit ekuivalen)
1. Metode Pengabaian
Kos transferan masuk per unit disesuaikan sebagai berikut.
Unit Kos ÷ Unit Kos Unit
Total Ekuivalen Ekuivalen
Kos dari Departemen A:
Transferan masuk (20.000 20.000 Rp149.720.000 19.700 Rp7.600
× Rp7.486)
(-) unit produk rusak total (300)
Unit disesuaikan dan kos total 19.700
Perbedaan antarproduk rusak dan produk cacat adalah pada produk cacat
masih mungkin dilakukan perbaikan pada produk tersebut sehingga masih
ada harapan produk akan menjadi produk normal. Untuk memperbaiki
produk rusak tersebut digunakan bahan dan konversi berupa tenaga kerja dan
overhead pabrik. Sebagaimana produk rusak, produk cacat dikategori sebagai
produk cacat normal dan abnormal. Pengategorian ini menggunakan metode
yang sama seperti produk rusak. Produk cacat disebut normal jika jumlahnya
masih dalam batas toleransi yang ditetapkan oleh manajemen. Sebaliknya,
apabila jumlahnya di atas batas toleransi maka terkategori abnormal.
Kas 210.000
Overhead pabrik kendali 210.000
Kas XXX
Produk dalam proses – Departemen A XXX
Umumnya bahan sisa tidak dicatat pada akun khusus, yaitu sediaan
bahan sisa. Akun ini hanya digunakan jika bahan sisa memiliki nilai yang
material.
Bahan sisa buangan adalah bahan sisa yang berasal dari proses produksi
dan tidak dapat digunakan lagi maupun dijual. Perusahaan tidak mendapatkan
kas dari bahan sisa buangan ini karena memang tidak memiliki harga dan
sebaliknya perusahaan harus mengeluarkan biaya untuk membuang bahan
sisa ini. Pada umumnya, biaya yang dikeluarkan untuk membuang bahan sisa
akan dibebankan pada akun overhead pabrik.
LAT I H A N
RA NG K U MA N
Informasi tambahan:
a. Produk rusak ditemukan saat inspeksi pengendalian kualitas saat
tingkat penyelesaian bahan baku 100% dan kos konversi sebesar
40%.
b. Semua bahan baku ditambah di awal di Departemen B.
rd
Moriarity, Shane and Carl P. Allen. (1991). Cost Accounting. 3 Edition.
John Willey & Sons, Inc.
P EN D A H U L U A N
Gambar 8.1.
Produk Bersama dan Produk Sampingan Perusahaan Penyulingan Minyak Bumi
Tidak dapat hanya satu jenis produk saja yang dihasilkan pada saat
proses distilasi atas minyak bumi/mentah dilakukan. Ini yang dimaksud
dengan simultan. Selain industri pengolahan minyak bumi, masih terdapat
banyak industri yang memiliki karakteristik seperti ini, antara lain industri
pemotongan dan pengolahan daging sapi, pertambangan, serta pengolahan
kayu. Produk yang merupakan hasil simultan dari proses produksi dan bahan
baku yang sama dapat dikategori sebagai produk bersama atau produk
sampingan.
Masalah yang muncul kemudian adalah (1) bagaimana membedakan
antara produk bersama dengan produk sampingan; (2) bagaimana
mengalokasi kos yang terjadi pada masing-masing produk. Pengalokasian
1
kos (pengkosan ) yang terjadi pada berbagai produk yang dihasilkan
diperlukan untuk penentuan nilai sediaan, penentuan harga jual, penentuan
laba, dan pembuatan laporan keuangan. Selain itu, informasi mengenai kos
masing-masing produk digunakan oleh manajemen untuk perencanaan laba
dan evaluasi kinerja. Pengalokasian yang keliru akan membawa konsekuensi
yang fatal bagi perusahaan. Jika suatu produk mendapatkan alokasi kos yang
lebih besar dari seharusnya akan berdampak pada harga jual produk tersebut
yang lebih tinggi dari seharusnya. Hal ini dapat menyebabkan produk tidak
laku dijual. Sebaliknya, apabila produk mendapatkan alokasi kos produksi
lebih rendah dari seharusnya akan menyebabkan perusahaan merugi karena
menjual lebih rendah dari kosnya. Perlu dipahami bahwa sistem kos produk
bersama dan produk sampingan ini bukan merupakan sistem akumulasi kos
yang terpisah dari sistem akumulasi kos yang telah dipelajari sebelumnya di
Modul 5, 6, dan 7. Pada umumnya, sistem kos produk bersama dan
sampingan ini merupakan bagian dari sistem kos proses.
1
Istilah pengkosan dalam modul ini disebut juga sebagai sistem kos atau sistem
akuntansi kos dengan pengertian yang sama.
Produk bersama adalah produk-produk individual, yang masing-masing
memiliki nilai jual yang signifikan dan relatif sama atau tidak berbeda secara
signifikan, yang dihasilkan bersama-sama dari suatu proses produksi yang
sama dengan menggunakan bahan baku yang sama. Peningkatan output satu
produk akan menyebabkan peningkatan pada output produk bersama lainnya
(dan sebaliknya) meski tidak selalu dalam proporsi peningkatan yang sama.
Sebagai contoh, penambangan emas yang dilakukan oleh PT Freeport
Indonesia di Tembaga Pura. Pada saat pemrosesan untuk memisahkan emas
dari tanah dan batuan, dihasilkan juga mineral lainnya yang juga memiliki
nilai jual signifikan, yaitu perak. Dengan demikian, karakteristik dasar
produk bersama adalah sebagai berikut.
1. Produk bersama dihasilkan dari bahan baku dan proses yang sama.
Pemrosesan satu produk bersama berarti akan memproses seluruh
produk bersama yang ada pada saat yang sama. Ketika tambahan
kuantitas satu produk bersama diproduksi maka kuantitas produk lainnya
akan meningkat meskipun tidak selalu dengan proporsi yang sama.
2. Pemanufakturan produk bersama selalu memiliki titik pisah (split-off
point), yaitu suatu titik dalam proses produksi yang mana setiap produk
bersama akan terpisah secara individual, kemudian masing-masing dijual
atau diproses lebih lanjut (proses produksi tambahan). Kos yang terjadi
setelah titik pisah ini tidak memiliki masalah alokasi ke produk karena
dapat dengan mudah dilacak pada produk yang menikmati kos tersebut.
3. Tidak ada satu produk bersama yang memiliki nilai yang lebih besar
secara signifikan dibandingkan produk bersama lainnya.
Istilah kos bersama jangan diinterpretasi sebagai satu jenis elemen kos
produksi yang baru. Akan tetapi, ini hanya merupakan penamaan atau istilah
kos-kos produksi berupa bahan baku, tenaga kerja, dan overhead pabrik yang
terjadi sebelum dan sampai dengan titik pisah. Kos bersama ini dinikmati
oleh semua produk yang dihasilkan. Karakteristik dari kos bersama ini adalah
tidak dapat dilihat atau dilacak produk tertentu yang menyerapnya. Hal ini
merupakan masalah utama dalam kos bersama. Sebagai contoh, pada industri
pemotongan dan pengolahan daging sapi. Pada saat penyembelihan,
pembersihan, dan pemotongan digunakan bahan baku (berupa sapi), tenaga
kerja langsung, dan overhead pabrik. Akan tetapi, kos bersama ini tidak dapat
dilacak pada produk-produk yang dihasilkannya. Meskipun demikian, kos
bersama ini harus dialokasi pada masing-masing produk yang dihasilkan.
Sering kali istilah kos bersama dibingungkan dengan istilah kos umum
(common cost). Kedua istilah ini memiliki pengertian yang berbeda. Kos
bersama terkait dengan kos yang terjadi untuk menghasilkan produk-produk
yang diproduksi secara simultan, sedangkan kos umum adalah kos yang
muncul akibat adanya penggunaan bersama suatu fasilitas oleh dua pengguna
atau lebih. Pada umumnya, kos umum muncul dari penggunaan bersama
suatu departemen pendukung/jasa oleh dua atau lebih departemen produksi.
Kos yang terjadi di departemen pendukung ini harus dialokasi ke departemen
pendukung. Ini sudah kita bahas di Modul 4.
Sebagai lawan dari kos bersama adalah kos tambahan yang digunakan
untuk mengolah lebih lanjut produk-produk setelah titik pisah. Beberapa
produk harus mendapatkan proses produksi tambahan setelah teridentifikasi
pada titik pisah. Kos proses produksi tambahan ini dapat berupa tambahan
bahan, tenaga kerja ataupun overhead pabrik. Kos ini tidak memiliki masalah
ketika akan dialokasikan pada produk karena terlihat jelas dan dapat dilacak
produk mana yang menyerap atau menggunakannya.
Gambar 8.2 berikut memperjelas beberapa pengertian yang telah dibahas
di atas. Dapat Anda lihat bahwa bahan baku dan proses yang digunakan
dalam perusahaan pengolahan daging sapi adalah sama sehingga
menimbulkan kos bersama berupa bahan baku, tenaga kerja langsung, dan
overhead pabrik. Pada titik pisah, masing-masing produk telah dapat
diidentifikasi secara jelas. Terdapat tiga produk bersama, yaitu daging
hamburger, steak, dan roast. Selain itu, terdapat satu jenis produk sampingan,
yaitu tulang. Semua produk bersama mendapatkan kembali proses tambahan
dan membutuhkan bahan, tenaga kerja, dan overhead pabrik; sedangkan
produk sampingan langsung dijual.
Pemrosesan
Hamburger tambahan
di Dep II Produk Jadi
Departemen I
Pemrosesan
Bahan Baku Proses Steak tambahan Produk Jadi
(sapi) Pemanufakturan di Dep III
Gambar 8.2.
Ringkasan Konsep Produk Bersama dan Produk Sampingan
RA N GK U MA N
TES FORMATIF 1
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
1) Beberapa produk yang dihasilkan dari proses dan bahan baku yang sama,
dan seluruhnya memiliki nilai jual yang signifikan disebut sebagai
produk ....
A. bersama
B. utama
C. sampingan
D. bahan sisa
4) Perbedaan antara produk sampingan dengan bahan sisa terletak pada ....
A. signifikansi jumlah produk yang dihasilkan
B. kompleksitas proses produksi
C. nilai pasar
D. ukuran dari produk
5) Suatu produk sampingan dapat berubah menjadi produk bersama akibat
nilai pasarnya berubah menjadi signifikan karena disebabkan oleh faktor
berikut ini ....
A. adanya pasar baru yang mau membeli dengan harga signifikan
B. keputusan manajemen
C. bertambahnya jumlah unit produk sampingan yang diproduksi
D. bertambah kompleksnya proses atas produk sampingan tersebut
6) Berikut ini merupakan kos yang merupakan bagian dari kos bersama,
kecuali ....
A. bahan baku
B. tenaga kerja langsung
C. overhead pabrik
D. administrasi
Kedua, rumus atau formula di atas diterapkan untuk menentukan jumlah kos
bersama yang dialokasi ke masing-masing produk.
Produk Total Rasio × Kos = Alokasi
Nilai Pasar Bersama Kos Bersama
×
A 40.000.000 40/200 150.000.000 = Rp30.000.000
×
B 45.000.000 45/200 150.000.000 = 33.750.000
×
C 40.000.000 40/200 150.000.000 = 30.000.000
×
D 75.000.000 75/200 150.000.000 = 56.250.000
Total...... 200.000.000 Rp150.000.000
Nilai pasar hipotetis = Nilai pasar final - kos proses produksi tambahan estimasian
- biaya disposal
Nilai pasar final adalah nilai pasar masing-masing produk bersama saat
produk tersebut telah diproses lebih lanjut (proses produksi tambahan)
setelah titik pisah dan siap dijual ke pasar. Alokasi bersama untuk masing-
masing produk bersama menggunakan rumus atau formula sebagai berikut.
Nilai pasar hipotetis total setiap produk
Alokasi kos bersama = × Kos bersama
Nilai pasar hipotetis total seluruh produk
A B C D=B×C E F=D-E
Produk Unit Nilai Pasar Nilai Pasar Kos Pemrosesan Nilai Pasar
Diproduksi Final Final Total Tambahan Total Hipotetis Total
A 20.000 Rp4.000 Rp80.000.000 Rp8.000.000 Rp72.000.000
B 15.000 5.000 75.000.000 10.000.000 Rp65.000.000
C 10.000 4.600 46.000.000 10.000.000 Rp36.000.000
D 15.000 8.000 120.000.000 28.000.000 Rp92.000.000
Rp56.000.000 Rp265.000.000
Ketiga, apabila ingin dihitung berapa kos produksi total untuk setiap produk
bersama maka alokasi kos bersama ditambahkan dengan kos pemrosesan
tambahan.
Keunggulan utama dari metode nilai pasar ini, baik dengan metode nilai
pasar di titik pisah maupun metode nilai terealisasikan bersih adalah metode
ini didasarkan pada kemampuan menghasilkan pendapatan (revenue-
producing ability) dari setiap jenis produk bersama sehingga ketika berbagai
jenis produk dihasilkan di titik pisah maka produk yang memiliki nilai pasar
tertinggi akan mendapatkan alokasi kos bersama paling tinggi.
Meskipun demikian, beberapa pihak menganggap metode ini memiliki
kelemahan. Kelemahan utama dari metode ini adalah adanya kesulitan untuk
menentukan alokasi kos bersama ke setiap produk ketika nilai pasar atau
harga jual dari setiap produk bersama berfluktuasi. Fluktuasi nilai pasar akan
menyebabkan rasio yang digunakan untuk mengalokasi kos bersama menjadi
berfluktuasi juga. Akan cukup menyusahkan bagi manajemen jika setiap saat
harus mengubah rasio tersebut.
Penggunaan metode output fisik, rata-rata bobotan, dan unit kuantitas dapat
menghasilkan kos produk yang melebihi harga pasar untuk satu atau
beberapa produk bersama. Oleh karena itu, penggunaan metode-metode ini
harus hati-hati dilakukan oleh manajemen sehingga tidak menyebabkan
terjadinya kesalahan pengambilan keputusan terkait harga jual produk.
Pada awal kegiatan belajar ini telah dibahas bahwa sistem kos produk
bersama bukan merupakan bagian tersendiri dari sistem akumulasi kos.
Sistem ini merupakan bagian integral dari sistem kos proses atau sistem kos
pekerjaan - order sehingga terkait dengan penjurnalannya, sistem kos produk
bersama mengacu pada penjurnalan sistem kos proses yang dibahas dalam
Modul 6 dan 7.
LAT I H A N
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,
kerjakanlah latihan berikut!
1) Jelaskan pengertian produk bersama!
2) Jelaskan metode-metode pengalokasian kos bersama total ke masing-
masing produk bersama!
3) PT SUKSES SELALU memproduksi empat jenis produk yang memiliki
kos bersama total sebesar Rp70.000.000 pada titik pisah. Berikut ini
adalah data terkait dengan produk-produk tersebut.
Kos
Unit Nilai Pasar pemrosesan
Faktor
Produk Diproduksi Final per Unit Tambahan
Bobotan
di Titik Pisah Setelah Titik
Pisah
K 5.000 Rp5.500 1.500.000 3 poin
L 20.000 1.600 3.000.000 2 poin
M 15.000 1.500 2.500.000 4 poin
N 10.000 3.000 5.000.000 2.5 poin
Kos
Alokasi
pemrosesan Kos
kos Alokasi kos
Produk Unit diproduksi tambahan produksi
bersama bersama total
setelah titik total
per unit
pisah
K 5.000 Rp1.400 Rp7.000.000 Rp1.500.000 Rp8.500.000
L 20.000 1.400 28.000.000 3.000.000 31.000.000
M 15.000 1.400 21.000.000 2.500.000 23.500.000
N 10.000 1.400 14.000.000 5.000.000 19.000.000
(2) Metode rata-rata berbobot.
Unit bobot masing-masing produk:
Kos
Alokasi
Unit Alokasi Kos Pemrosesan Kos
Kos
Produk Diproduksi Bersama Tambahan Produksi
Bersama
Bobotan Total Setelah Titik Total
per Unit
Pisah
K 15.000 Rp500 Rp7.500.000 Rp1.500.000 Rp9.000.000
L 40.000 500 20.000.000 3.000.000 23.000.000
M 60.000 500 30.000.000 2.500.000 32.500.000
N 25.000 500 12.500.000 5.000.000 17.500.000
Langkah ketiga:
Produk Alokasi Kos Kos
Kos Bersama Tambahan Produksi
K Rp1.500.000 Rp31.500.000
Rp30.000.000
L 3.000.000 36.750.000
33.750.000
M 2.500.000 32.500.000
30.000.000
N 5.000.000 61.250.000
56.250.000
Total...... Rp70.000.000
RA N GK U MA N
2) Keunggulan utama dari metode alokasi berbasis nilai pasar adalah ....
A. kemudahan dalam penerapannya
B. dikaitkan dengan kemampuan produk dalam menghasilkan
pendapatan
C. kemudahan dalam mendapatkan data nilai pasar
D. nilai pasar relatif stabil digunakan sebagai basis alokasi
3) Sering kali meskipun jumlah unit yang dihasilkan sama antar beberapa
jenis produk bersama, akan tetapi jenis produk-produk tersebut dianggap
berbeda nilainya. Jika kondisi ini yang terjadi maka metode yang
digunakan untuk mengalokasi kos bersama ke produk bersama adalah
metode ....
A. nilai pasar di titik pisah
B. nilai terealisasikan bersih
C. rata-rata bobotan
D. unit rata-rata
10) Berikut ini merupakan bagian atau elemen dari kos bersama, kecuali ....
A. bahan baku
B. tenaga kerja langsung
C. overhead pabrik
D. administrasi pabrik
Dalam metode pendapatan kotor, kos sediaan final dari produk utama
menjadi terlalu besar karena sebagian kos produk sampingan yang berasal
dari kos bersama ditanggung oleh produk utama. Metode 1d akan mengatasi
sedikit masalah ini.
Harga jual:
Produk utama @Rp2.500
Produk sampingan @Rp900
Dalam metode ini nilai jual ekspektasian dari produk sampingan yang
diproduksi dikurangi dengan kos pemrosesan tambahan ekspektasian dan
biaya pemasaran dan administrasi. Nilai terealisasikan bersih ini akan
mengurangi kos produksi dari produk utama. Jika Anda perhatikan, terlihat
ada sedikit kesamaan dengan metode pendapatan bersih, tetapi sebenarnya
berbeda. Dalam metode pendapatan bersih, nilai produk sampingan diperoleh
dari pendapatan produk sampingan (benar-benar terjual) dikurangi kos
pemrosesan tambahan dan biaya pemasaran dan administrasi, sedangkan
dalam metode nilai terealisasikan bersih, nilai ini diperoleh dari nilai jual
ekspektasian (jumlah seluruh produk sampingan yang diproduksi dikalikan
harga jualnya) dikurangi kos pemrosesan tambahan dan biaya pemasaran dan
administrasi. Dengan menggunakan data yang ada di metode pendapatan
bersih dapat dihitung nilai terealisasikan bersih sebagai berikut.
Nilai terealisasikan bersih = (2.800 × Rp900) – (Rp100.000 + 500.000)
= 1.920.000.
Nilai terealisasikan bersih ini akan mengurangi kos produksi total produk
utama sehingga laporan laba-rugi adalah sebagai berikut.
Penjualan produk utama Rp37.500.000
Kos produk utama terjual:
Kos produksi total Rp31.500.000
Nilai produk sampingan terealisasikan bersih 1.920.000
Kos produksi total bersih Rp29.580.000
(-) nilai sediaan akhir produk utama 4.930.000* 24.650.000
Laba kotor Rp12.850.000
Biaya pemasaran dan administrasi produk utama 3.250.000
Laba bersih Rp9.600.000
Catatan: Sediaan akhir produk utama ditentukan dengan perhitungan:
Rp29.850.000 × 3.000/18.000
Metode ini secara mendasar sama dengan Metode 1d. Akan tetapi, kos
produksi utama tidak dikurangi dengan penjualan produk sampingan, akan
tetapi dengan nilai ekspektasian produk sampingan pada saat titik pisah. Nilai
ini didapatkan dengan mengurangkan nilai pasar produk sampingan dengan
kos pemrosesan tambahan setelah titik pisah dan biaya administrasi dan
pemasaran serta margin laba. Oleh karena itu, metode ini disebut juga metode
membalik (reversal), yaitu dari harga jual menuju nilai pada saat titik pisah.
Jika manajemen menggunakan metode ini maka produk sampingan akan
memiliki akun sediaan terpisah dari produk utama dan akan diungkap dalam
neraca di akhir periode akuntansi. Dengan menggunakan data yang ada pada
metode pendapatan bersih maka penerapan metode nilai pasar adalah sebagai
berikut.
Laporan keuangan yang disajikan dengan metode nilai pasar adalah sebagai
berikut.
Penjualan:
Produk utama Rp37.500.000
Produk sampingan 2.250.000 Rp39.750.000
Kos produk utama dan sampingan:
Kos Produksi:
Produk utama (skedul A) Rp30.088.000
Produk sampingan (skedul B) 1.512.000 31.600.000
(-) Sediaan akhir:
Produk utama Rp5.015.000
[(30.088/18.000)×3.000]
Produk sampingan 162.000 5.177.000 26.423.000
[(1.512/2.800) ×300]
Laba kotor 13.327.000
Biaya administrasi dan pemasaran:
Produk utama 3.250.000
Produk sampingan 500.000 3.750.000
Laba bersih 9.577.000
Skedul A
Skedul B
Kos bersama teraplikasikan pada produk sampingan (lihat skedul A) Rp1.412.000
Kos pemrosesan tambahan di Departemen B 100.000
Kos produksi produk sampingan Rp1.512.000
LAT I H A N
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,
kerjakanlah latihan berikut!
1) Jelaskan perbedaan pengkosan produk bersama dengan metode
pengakuan pendapatan bersih dan pendapatan kotor!
2) Jelaskan kapan sebaiknya metode pertama dan kedua digunakan dalam
memperlakukan produk sampingan?
3) PT KARUNIA merupakan perusahaan pemanufakturan. Dalam proses
produksi produk utamanya, dihasilkan juga produk sampingan. Kos
bersama total yang terjadi pada titik pisah sebesar Rp200.000.000.
Setelah titik pisah, produk utama masih membutuhkan proses produksi
tambahan dengan kos sebesar Rp150.000.000; sedangkan produk
sampingan membutuhkan proses tambahan dengan kos sebesar
Rp5.000.000. Produk utama memiliki nilai pasar final sebesar
Rp400.000.000 dan produk sampingan sebesar Rp20.000.000. Biaya
administrasi dan pemasaran untuk produk utama sebesar Rp5.000.000.
Tidak ada sediaan akhir untuk masing-masing produk.
Diminta:
a) Asumsikan bahwa metode pendapatan bersih digunakan untuk
pengkosan produk bersama dan diperlakukan sebagai pendapatan
lain. Biaya administrasi dan pemasaran untuk produk sampingan
adalah nol. Hitunglah besaran pendapatan bersih dari produk
sampingan. Buatlah laporan laba rugi.
b) Asumsikan bahwa manajemen mengalokasi biaya administrasi dan
pemasaran sebesar Rp2.000.000 untuk produk sampingan dan masih
mendapatkan laba sebesar 10% dari harga jual. Dengan
menggunakan metode nilai pasar, hitunglah besaran kos bersama
total yang akan dialokasi ke produk sampingan.
* Rp20.000.000 - 5.000.000
Skedul A:
Kos produksi bersama Total Rp200.000.000
(-) Kos bersama teraplikasikan pada
produk sampingan yang diproduksi:
Estimasi penjualan produk sampingan Rp20.000.000
(-) kos pemrosesan tambahan Rp5.000.000
Ekspektasi laba kotor produk 2.000.000 7.000.000 13.000.000
Sampingan (Rp20 juta × 10%)
Kos produksi produk utama Rp187.000.000
Skedul B:
Kos bersama teraplikasikan pada produk sampingan (lihat Rp13.000.000
skedul A)
Kos pemrosesan tambahan di Departemen B 5.000.000
Kos produksi produk sampingan Rp18.000.000
RA NG K U MA N
TES FORMATIF 3
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
1) Dalam metode nilai pasar atau reversal, kos produksi dari produk
sampingan akan diungkap dalam ....
A. laporan laba rugi
B. neraca
C. A dan B benar
D. A dan B salah
3) Dalam metode nilai pasar atau reversal, kos produksi produk utama akan
dikurangi oleh ....
A. nilai pendapatan aktual yang berasal dari produk sampingan
B. estimasi kos pengganti produk sampingan
C. estimasi nilai pasar produk sampingan
D. jawaban A, B, dan C salah
th
Moriarity, Shane and Carl P. Allen. (1991). Cost Accounting. 3 Edition.
John Willey & Sons, Inc.
P EN D A H U L U A N
Dalam sistem kos aktual, semua elemen kos produksi dicatat pada saat
kos tersebut terjadi. Sistem ini mudah diterapkan untuk mencatat kos bahan
baku dan tenaga kerja langsung karena kedua kos ini dapat secara mudah
diidentifikasi dan dilacak pada departemen atau pekerjaan tertentu. Akan
tetapi, hal ini sulit untuk diterapkan pada overhead pabrik karena
karakteristiknya yang berlawanan dengan bahan baku dan tenaga kerja
langsung. Sistem kos normal merupakan solusi dari masalah ini. Dalam
sistem kos normal maka bahan baku dan tenaga kerja langsung dicatat saat
terjadi, sedangkan overhead pabrik dihitung berdasarkan tarif yang telah
dihitung sebelumnya dikalikan dengan basis input produksi yang digunakan.
Sistem kos standar berbeda dengan sistem kos normal. Dalam sistem kos
standar, semua elemen kos produksi telah ditentukan sebelum produksi
dimulai (predetermined) dengan asumsi bahwa produksi dilakukan dalam
kondisi normal. Sistem kos standar terfokus pada informasi mengenai kos
produksi per unit daripada kos total.
Sistem kos standar sering disebut juga sebagai kos terencana (planned
costs), kos prediksian (predicted costs), kos skedulan (scheduled costs), dan
9.2 z EKMA4315/MODUL 9 Akuntansi Biaya z 9.2
4. Penentuan harga jual produk. Harga jual produk dengan kos produksi
umumnya terkait erat dalam pengertian jika kos produksi rendah maka
harga jual yang ditetapkan juga dapat rendah. Akan tetapi, apabila kos
produksi tinggi maka harga jual yang ditetapkan juga tinggi. Rendahnya
kos produksi dapat dikarenakan berbagai hal, antara lain volume produk
yang dihasilkan. Sebagaimana yang sudah dibahas dalam modul satu,
salah satu jenis perilaku kos adalah kos tetap. Kos ini secara total
berjumlah tetap dan tidak dipengaruhi oleh berapa pun volume produksi.
Akan tetapi, kos ini secara per unit menurun dalam pengertian semakin
banyak volume produksi maka semakin banyak juga unit produk yang
harus menanggung kos tetap ini. Akibatnya, setiap unit akan
menanggung kos tetap yang semakin kecil sesuai dengan pertambahan
jumlah unit yang diproduksi. Terkait dengan ini, kos standar membantu
manajemen dalam proses pengambilan keputusan harga jual dengan
memberikan proyeksi kos standar untuk berbagai tingkat aktivitas
(volume) produksi.
1. Kuantitas Standar
Kuantitas standar adalah kuantitas atau jumlah input yang seharusnya
digunakan untuk memproduksi satu unit output. Sebagai contoh, standar
kuantitas untuk mengecat sebuah mobil adalah 2,5 galon cat dan 4 jam kerja
langsung. Artinya, jumlah galon cat yang dibutuhkan untuk mengecat sebuah
mobil adalah 2,5 galon dan jam kerja langsung yang dibutuhkan adalah 4 jam
kerja langsung. Kuantitas standar ini di beberapa buku teks akuntansi kos
disebut juga efisiensi atau penggunaan standar.
2. Harga Standar
Harga standar adalah kos atau tarif yang seharusnya atas per unit input
(per kg bahan baku dan per jam tenaga kerja langsung) yang digunakan.
3. Kos Standar
Kos standar adalah perkalian antara kuantitas standar dan harga standar.
Kos ini menunjukkan kos total yang harus terjadi akibat digunakannya input
untuk memproduksi produk atau output.
Ketiga kategori standar ini akan diaplikasi di bahan baku dan tenaga
kerja langsung yang masing-masing akan kita bahas secara lebih detail
kemudian.
E. PENETAPAN STANDAR
Standar kos bahan baku dapat dibagi menjadi standar harga dan standar
kuantitas (efisiensi/penggunaan).
a. Kekuatan pasar
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, besaran gaji dan upah tergantung
pada tingkat penawaran dan permintaan di pasar tenaga kerja. Semakin tinggi
tingkat permintaan dan rendahnya tingkat penawaran menyebabkan pekerja
atau karyawan memiliki posisi tawar yang lebih kuat dan ini berimplikasi
pada tingkat gaji dan upah yang lebih tinggi dibandingkan kondisi
sebaliknya.
b. Peraturan ketenagakerjaan
Peraturan ketenagakerjaan di Indonesia mengatur adanya tingkat upah
minimum, baik upah minimum kota/kabupaten dan provinsi. Besaran standar
harga tenaga kerja akan sangat dipengaruhi adanya peraturan mengenai
besaran gaji dan upah yang harus diterima oleh pekerja.
c. Pajak pendapatan
Besaran pajak pendapatan juga akan mempengaruhi harga tenaga kerja.
Semakin tinggi besaran pajak penghasilan akan berimplikasi pada tingginya
harga tenaga kerja langsung.
PT JOGJAKARTA
Anggaran Tahun
20xx
Tingkat aktivitas proyeksian (dalam jam kerja langsung) 6.000
Rp6.600.000
Tarif overhead pabrik per JKL = = Rp1.100 per JKL
6.000 JKL
Rp42.600.000
Tarif overhead pabrik per JKL = = Rp6.000 per JKL
6.000 JKL
Rp36.000.000
Tarif overhead pabrik per JKL = = Rp7.100 per JKL
6.000 JKL
Berdasarkan data kos standar di atas maka dapat dihitung kos standar per
unit sebagai berikut.
Bahan baku (2 meter × Rp5.000) Rp10.000
Tenaga kerja langsung (3 JKL × Rp8.000) 24.000
Overhead pabrik:
Variabel (3 JKL ×Rp1.100) 3.300
Tetap (3 JKL × Rp6.000) 18.000
Kos standar per unit Rp55.300
LAT I H A N
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,
kerjakanlah latihan berikut!
1) Jelaskan perbedaan sistem kos aktual, normal, dan standar!
2) Jelaskan manfaat atau kegunaan dari kos standar!
3) Jelaskan pengertian rincian dari standar untuk bahan baku, tenaga kerja
langsung, dan overhead pabrik!
4) PT ARUMSARI telah memutuskan untuk menggunakan sistem kos
standar sebagai pendamping sistem kos aktual yang selama ini telah
diterapkan perusahaan. Berikut ini data terkait penetapan standar yang
dilakukan:
1) Untuk menjawab soal nomor 1) sampai dengan nomor 3), Anda harus
membaca dan memahami materi pembahasan Kegiatan Belajar 1.
2) Untuk menjawab soal nomor 4), Anda harus membaca dan memahami
pembahasan mengenai perhitungan kos standar. Setelah selesai
mengerjakan, cocokkan jawaban Anda dengan jawaban berikut ini.
a) Standar harga bahan baku per unit = Rp200.000.
b) Standar kuantitas bahan baku per unit = 2 ton.
c) Standar harga (upah) tenaga kerja langsung per JKL:
RA NG K U MA N
TES FORMATIF 1
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
1) Jika kos bahan baku dan tenaga kerja dicatat berdasarkan kos aktual,
sedangkan overhead pabrik berdasarkan tarif dikalikan input aktual
maka ini dikenal sebagai sistem kos ....
A. aktual
B. normal
C. standar
D. historis
2) Persamaan antara sistem kos normal dan standar adalah pada ....
A. kos bahan baku
B. kos tenaga kerja langsung
C. tarif overhead pabrik
D. input aktual yang digunakan menghitung overhead pabrik
4) Standar yang memiliki asumsi bahwa input akan diperoleh dengan harga
minimal, penggunaan kapasitas pabrik 100%, dan tidak terjadi
ketakefisien disebut sebagai standar ....
A. ideal
B. normal
C. tercapaikan
D. dasar
Variansi anggaran total (total budget variance) atau disebut juga variansi
total merupakan selisih antara kos aktual dari input yang digunakan dengan
kos standar dari input standar yang seharusnya digunakan sehingga dapat
dituliskan sebagai berikut.
Variansi Total = (HA × KA) - (HS × KS)
Variansi total ini masih dapat kita rinci lagi menjadi variansi harga dan
variansi efisiensi (penggunaan). Variansi harga adalah selisih antara harga
bahan baku standar dan aktual dikali jumlah input yang digunakan atau
dituliskan sebagai berikut.
Variansi Harga = (HA - HS) × KA
Variansi kuantitas adalah perbedaan antara kuantitas input aktual dan standar
dikalikan harga standar input tersebut.
Variansi Efisiensi = (KA - KS) × HS
Variansi total
(1 - 3)
Gambar 9.1.
Perhitungan Variansi Total
Variansi bahan baku terdiri atas dua variansi, yaitu variansi harga bahan
baku dan variansi efisiensi (kuantitas atau penggunaan). Dengan pemisahan
ini, manajemen dapat secara terpisah mengevaluasi dan mengendalikan
departemen pembelian (terkait variansi harga) dan departemen produksi
(terkait variansi efisiensi). Rumus atau formula sebagaimana di atas dapat
digunakan untuk menghitung besaran variansi bahan baku sebagai berikut.
Variansi Harga Bahan Baku = (HA × KA) - (HS - KA)
atau
Variansi Harga Bahan Baku = (HA - HS) × KA
1. HA × KA 2. HS × KA 3. HS × KS
Variansi total
(1 - 3)
Gambar 9.2.
Variansi Bahan Baku
Variansi total
(1 - 3)
= Rp2.580.000
Gambar 9.3.
Ilustrasi Perhitungan Variansi Bahan Baku
Sebagaimana bahan baku, variansi tenaga kerja terdiri atas dua variansi,
yaitu variansi harga (tarif upah dan gaji) tenaga kerja langsung dan variansi
efisiensi tenaga kerja langsung. Variansi tenaga kerja dapat dihitung dengan
menggunakan pendekatan kolumnar sebagai berikut (Gambar 9.4).
1. JA × TA 2. JA × TS 3. JS × TS
Variansi total
(1 - 3)
Gambar 9.4.
Variansi Tenaga Kerja Langsung
1. JA × TA 2. JA × TS (5.850 3. JS × TS (5.400
(5.850 × Rp8.500) × Rp8.000) × Rp8.000)
= Rp49.725.000 = Rp46.800.000 = Rp43.200.000
Variansi total
(1 - 3)
= Rp6.525.000 U
Gambar 9.5.
Ilustrasi Perhitungan Variansi Tenaga Kerja Langsung
Variansi total
(1 - 3)
Gambar 9.6.
Variansi Overhead Pabrik Variabel
Variansi total
(1 - 3)
= Rp255.000 U
Gambar 9.7.
Ilustrasi Perhitungan Overhead Pabrik Variabel
Variansi overhead pabrik tetap terdiri atas variansi pengeluaran dan
volume. Perhitungan variansi overhead pabrik tetap dengan menggunakan
pendekatan kolumnar adalah sebagai berikut (Gambar 9.8).
Variansi total
(1 - 3)
Gambar 9.8.
Perhitungan Variansi Overhead Pabrik Tetap
Variansi total
(1 - 3)
= Rp3.900.000 U
Gambar 9.9.
Ilustrasi Perhitungan Variansi Overhead Pabrik Tetap
Variansi yang terjadi harus disposisi. Tujuannya agar jurnal yang telah
dibuat berdasarkan kos standar akan menjadi kos aktual. Format dasar
penjurnalan dalam sistem kos standar tidak akan menegasi jurnal yang telah
dibuat dalam sistem kos aktual atau normal. Perbedaan utama antara sistem
kos aktual dan standar adalah bahwa semua kos produksi yang dibebankan
pada produk dalam proses berdasarkan kos standar dalam sistem kos standar.
Penyimpangan dari kos standar akan dicatat dalam akun variansi yang
terpisah.
Oleh karena produk dalam proses dicatat berdasarkan kos standar maka
sediaan produk jadi dan kos produk terjual juga dicatat berdasarkan kos
standar. Ilustrasi jurnal dalam kegiatan belajar ini menunjukkan bagaimana
penjurnalan dilakukan dalam sistem kos standar mulai dari bahan baku,
tenaga kerja langsung, dan overhead pabrik.
1. Variansi Harga
Untuk mencatat variansi harga, jurnal berikut ini akan digunakan
(asumsikan variansi bahan dan kuantitas adalah unfavorable).
Sediaan bahan HS × KA
Variansi harga bahan (HA – HS)KA
Utang dagang HA × KA
2. Variansi Efisiensi
Untuk mencatat adanya variansi efisiensi, digunakan jurnal sebagai
berikut.
Pada akhir tahun, variansi bahan dan tenaga kerja umumnya ditutup pada
kos produk terjual sehingga jurnal yang dibuat adalah sebagai berikut.
Disposisi variansi overhead pabrik dapat Anda lihat lagi dalam modul
overhead pabrik dan overhead pabrik: departementalisasi (Modul 3 dan 4).
LAT I H A N
Diminta:
a) Hitunglah variansi harga dan efisiensi bahan baku.
b) Hitunglah variansi harga (upah) dan kuantitas tenaga kerja langsung.
c) Hitunglah variansi pengeluaran dan kuantitas overhead variabel.
d) Hitunglah variansi pengeluaran dan volume overhead tetap.
RA NG K U MA N
TES FORMATIF 2
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
5) Tarif tenaga kerja langsung aktual yang melebih tarif standar akan
terlihat pada variansi ....
A. harga tenaga kerja
B. efisiensi tenaga kerja
C. kuantitas
D. volume
Berikut ini informasi untuk soal nomor 7) sampai dengan nomor 10)
PT Putri Galuh memproduksi juice buah apel yang dikemas per galon.
Baru-baru ini perusahaan menerapkan sistem kos standar dan
menetapkan kos standar per galon juice sebagai berikut.
Bahan baku (128 ons @Rp460) Rp58.880
Tenaga kerja langsung (0,038 JKL @ Rp12.000) 456
Kos prima standar Rp59.336
Selama awal minggu produksi, kos aktual yang terjadi adalah sebagai
berikut.
a. Unit galon diproduksi: 52.000.
b. Bahan baku dibeli: 6.420.000 ons @ Rp470.
c. Tidak ada sediaan awal atau akhir bahan baku.
d. Jam kerja langsung: 2.000 JKL @ Rp12.500.
th
Moriarity, Shane and Carl P. Allen. (1991). Cost Accounting. 3 Edition.
John Willey & Sons, Inc.