sejarah pendidikan Indonesia. Ki Hajar Dewantara adalah seorang pencetus pendidikan klasik Indonesia.
Ciri utama dari pendidikan yang berpusat pada siswa adalah bahwa guru menghormati siswa sebagaimana
adaya. Hal ini yang disebut dengan pendidikan yang sesuai dengan pemikiran beliau. Pemikiran Ki Hajar
Dewantara
Ketika memutuskan terjun ke dunia pendidikan, tujuan utama yang ingin dicapai Ki Hajar Dewantara
dari pendidikan itu adalah terbentuknya generasi bangsa Indonesia yang mandiri, penuh daya kreasi dan
berbudi pekerti mulia. Tetapi beliau sadar, jika pendidikan yang mengedepankan budi pekerti tidak hanya
menjadi tanggung jawab sekolah saja, tapi juga menjadi tanggungjawab masyarakat dan keluarga. Hal itu
kemudian membuatnya memiliki gagasan untuk membuat konsep pendidikan yang melibatkan ketiga
lingkungan itu. Konsep pendidikan yang dilaksanakan Ki Hajar Dewantara itu diberi nama “Tri Pusat
Pendidikan”, yaitu suatu pelaksanaan pendidikan dengan melibatkan alam keluarga, alam perguruan, dan
alam masyarakat untuk membentuk manusia-manusia yang unggul, berbudi pekerti dan cerdas.
Beranjak dari pemikiran Ki Hajar Dewantara tersebut saya menganalogikan pendidikan sebagai sebuah
perangkat computer dimana untuk menghasilkan sebuah output yang baik diperlukan sebuah inputan
yang kemudian diramu atau diproses secara baik dengan melibatkan berbagai perangkat penyusun
didalamnya yang saya sebut sebgai Tri Pusat Pengolahan data computer yang terdiri dari Perangkat keras
(Hardware), Perangkat Lunak (software) dan Administrator/User (Brainware).
Budi pekerti, watak, atau karakter merupakan hasil dari bersatunya gerak pikiran, perasaan, dan
kehendak atau kemauan sehingga menimbulkan tenaga. Perlu diketahui bahwa budi berarti pikiran
perasaan-kemauan, sedangkan pekerti artinya ‘tenaga’. Jadi budi pekerti merupakan sifat jiwa manusia,
mulai angan-angan hingga menjelma sebagai tenaga.
Tahun 1822, Charles Babbage bertekad dan mulai mengembangkan sebuah alat yang dikenal dengan
nama Difference Engine. Alat ini diperhitungkan sebagai kalkulator mekanik pertama di dunia yang
mampu menghitung beberapa set angka dan mencetak hasil perhitungannya. Difference Engine adalah
nenek moyang dan cikal bakal dari komputer modern saat ini.
Ketika kita menekankan pada kompetensi, ini sama halnya kita menganggap hal yang terpenting adalah
aplikasi program. Yes, tidak bisa dipungkiri bahwa hampir semua aktivitas kita menggunakan aplikasi
program, tetapi tanpa OS, semua aplikasi program tidak bisa dijalankan. Kalau saya di atas
menulis “Tanpa aplikasi program, komputer tidak ada bedanya sama pajangan.”, maka tanpa OS, komputer
itu tidak ada bedanya dengan bangkai rongsokan. Tidak bisa berfungsi sama sekali. Bahkan ketika
komputer tersebut memiliki komponen hardware yang terbaik, prosesor terbaik, dan kita punya aplikasi
program tercanggih, ketika OS komputer kena virus, semua itu tidak ada gunanya lagi.
Butuh OS yang sehat untuk performa komputer yang optimal!
Kembali ke pendidikan.
Ketika kita memiliki kompetensi yang luar biasa banyak dan hebat. Terhebat di antara seluruh penduduk
bumi sekalipun, ditambah otak dan fisik yang luar biasa, tetapi ketika kita tidak sehat psikologis dan budi
pekerti, maka semua itu tidak ada gunanya.
Kita tidak akan mampu berfungsi optimal sebagai manusia dalam pekerjaan dan kehidupan, apabila kita
tidak merasa bebas dan bahagia.
Buat apa sekolah belajar mati-matian, ketika seorang anak merasa tertekan dan tidak dapat menikmati
hidupnya? Semua pelajaran yang diberikan tidak akan ada yang dimengerti anak. Ingat-ingat waktu kita
sekolah dulu (atau sekarang yang masih sekolah juga ikut membayangkan). Pernahkah teman-teman
merasa tertekan dan stres (mungkin karena masalah di rumah atau hubungan teman) yang akhirnya
berimbas kepada pelajaran di sekolah? Mau konsentrasi belajar menjadi sulit, apalagi memunculkan
minat belajar. Kalau pernah, ini adalah bukti pentingnya perasaan bahagia demi mendukung proses
belajar. Sayangnya mayoritas sekolah beranggapan bahwa kebahagiaan siswa/i itu penting, tapi bukan
tanggung jawab pihak sekolah.
Yang harus kita lakukan adalah memberi pemahaman dan pencerahan tentang pentingnya kolaborasi di
dalam Tri Pusat Pendidikan.
Semua orang tahu pentingnya kebahagiaan dan ingin menjadi bahagia, tetapi yang benar-benar
memfokuskan dan memprioritaskan kebahagiaan dalam hidupnya hanya segelintir. Maka tidak heran
lingkungan di sekitar kita lebih dipenuhi oleh orang-orang dengan raut muka sedih, tertekan dan gelisah,
dibandingkan senyum bahagia.
Bangsa yang maju tak dapat dijauhkan dari cara pandang dan cara berfikirnya yang mencerminkan
kesadarannya akan pentingnya memajukan sektor pendidikan sebagai tujuan pokok kebangsaan. Saat ini
masalah terkompleks bangsa Indonesia yakni penyesuaian merancang dunia yang penuh dengan masalah
yang makin kompleksdan sulit diramalkan.Di Indonesia sudah cukup banyak orang yang “pintar”, tapi
sulit menemukan orang yang “benar”. Ini masalah yang harus disadari sebagai masalah yang serius bagi
perkembangan pendidikan. Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara yaitu agar pendidikan tidak
membuang pokok kebudayaan yang menjadikan asing dengan realita pada anak didik. Pendidikan harus
membuat manusia di Indonesia mempunyai sifat peka dalam hal budi pekerti. Sifat peka ini yang akan
menjadikan manusia di Indonesia terbentuk menjadi pribadi berbudi pekerti serta berkeheningan batin.