Anda di halaman 1dari 2

What

Pembelajaran modul 2.3. memasuki tahap akhir, yaitu Demonstrasi Kontekstual, Elaborasi Pemahaman,
Koneksi Antar Materi, dan Aksi Nyata. Pada tahap Demonstrasi Kontekstual, saya melakukan
praktik coaching dengan rekan sejawat. Praktik coaching yang saya lakukan masih belum melibatkan
komunitas praktisi yang ada di sekolah. Praktik berlangsung secara informal untuk menggali potensi
rekan sejawat sebagai coachee  dalam menentukan komitmen diri menyelesaikan masalah yang
dihadapi. Pada tahap akhir ini, ada sesi elaborasi yang semakin menguatkan pemahaman saya terkait
praktik coaching di sekolah kepada guru dan murid.

Pada tahap elaborasi oleh instruktur, Murti Ayu Wijayanti, saya mendapat tambahan wawasan
terkait coaching. Beberapa di antaranya, yaitu Tut Wuri Handayani mindset. Mindset ini menempatkan
murid sebagai mitra belajar, mengandung kasih dan persaudaraan, bersifat emansipatif, dan merupakan
ruang perjumpaan pribadi. Selain itu juga mendapat wawasan tentang paradigma
pendampingan coaching sistem AMONG. Paradigma tersebut meliputi apresiasi, rencana, tulus, dan
inkuiri.

So What
Ada perasaan bahagia ketika akhirnya bisa melakukan praktik coaching dengan rekan sejawat. Selain itu
juga ada rasa senang ketika mendapat banyak dukungan dari berbagai pihak di sekolah termasuk
komunitas praktisi. Namun, terbersit juga perasaan khawatir apabila ternyata hasil
praktik coaching yang saya lakukan menurut orang lain masih membutuhkan banyak perbaikan. Selain
itu, kekhawatiran juga terkait dengan belum bisanya hasil praktik memotivasi diri meningkatkan
kompetensi ke depannya.

Saya rasa teman CGP lain pun memiliki perasaan yang sama. Karena memang masih dalam tahap
latihan. Meskipun demikian, saya melakukannya dengan serius dan persiapan matang. Terlepas dari
kekhawatiran itu, setidaknya saya sudah berusaha melakukan praktik coaching dengan sebaik-baiknya.
Ada keyakinan perasaan seperti itu pada akhirnya akan perlahan menghilang setelah melalui latihan.
Hasil pengamatan pada diri sendiri sebenarnya saya cenderung memiliki prinsip yang penting sudah
dilakukan sebaik-baiknya. Perkara bagaimana hasilnya, itu urusan belakang. Saya cenderung seperti ini
saat latihan pertama. Saya selalu berpikir bahwa akan ada kesempatan bagi yang mau melakukan
perbaikan.

Dari latihan praktik coaching tersebut, ada hal yang berubah. Terutama menyangkut pemahaman
tentang coaching. Pada awal mempelajari materi sepertinya coaching akan berat dilakukan. Namun,
setelah dipraktikkan ternyata bisa. Ke depannya saya menjadi lebih yakin akan lebih mudah karena
sudah sering latihan.

Now What
Melakukan hal baru membutuhkan kekuatan dan kemampuan. Tidak terkecuali praktik coaching dalam
komunitas sekolah. Beruntung saat sesi praktik coaching di sekolah, teman yang berperan
sebagai coachee sangat kooperatif. Mungkin akan berbeda jika rekan coachee saya adalah murid. Tentu
akan membutuhkan usaha lebih keras lagi dalam menggali potensi dan informasi.

Oleh karena itu, agar lebih untuk itu saya harus belajar. Sesi elaborasi dengan instruktur adalah saat
yang tepat untuk menambah pemahaman. Saya meyakini tambahan informasi dari instruktur akan
sangat membantu saya nantinya saat harus melakukan coaching kepada murid. Hal baru adalah terkait
penerapan coaching sebagai mindset  dalam proses pembelajaran. Pada dasarnya coaching sudah
dilakukan, sehingga dengan perubahan mindset dapat menjadikan coaching sebagai pembiasaan.

Pelaksanaan coaching dalam komunitas di sekolah tentu tidak bisa sendiri. Sebagai kegiatan yang
kolaboratif, praktik coaching membutuhkan dukungan dari banyak pihak terkait. Bentuk dukungan yang
saya harapkan adalah adanya masukan terhadap praktik coaching yang saya lakukan. Selain itu,
dukungan berupa komitmen dari rekan sejawat untuk terus terlibat dalam kegiatan coaching. Baik itu
sebagai coachee maupun coach. Ini merupakan dukungan utama agar praktik coaching menjadi budaya
positif dalam komunitas di sekolah. Dukungan dari pihak sekolah juga sangat dibutuhkan dalam bentuk
izin menyelenggarakan coaching maupun penguatan terhadap komunitas yang ada. Selain itu, dukungan
dari orang tua berupa peran aktif memberikan laporan terkait permasalahan anaknya selama belajar di
rumah.

Rencana terdekat adalah melakukan latihan coaching lagi dengan murid sebagai coachee. Hal ini saya
lakukan agar setelah selesai mengikuti program ini akan mampu memiliki kompetensi coaching murid
yang lebih baik. Sedangkan hal baik yang bisa saya bagi kepada rekan sejawat di sekolah adalah bahwa
praktik coaching ini sangat membantu guru dan murid dalam menyelesaikan masalah oleh dirinya
sendiri berdasarkan potensi yang dimiliki. Selain itu, dengan adanya jadwal berbagi dalam komunitas
praktisi akan membuat praktik coaching ini sebagai budaya positif di sekolah.

Anda mungkin juga menyukai