Nabi Muhammad shalallahu'alaihi wa sallam menyebutkan bahwa sebaik baik perhiasan adalah
wanita shalihah. Perhiasan adalah barang berharga yang selayaknya dijaga. Namun, sungguh
disayangkan , beberapa media yang ada saat ini justru telah membolak - balikkan fakta. Keindahan
wanita dianggap sempurna ketika ia memamerkannya. Keelokan parasnya menjadi barang
dagangan yang dinikmati bebas dengan pandangan murahan. Sadarkah kita, jika sesuatu yang
diobral itu rendah harganya? Maka mengobral keindahan wanita tanpa kita sadari merupakan
bentuk penghinaan luar biasa.
Wanita diciptakan oleh Allah subhanahu wa ta'ala dengan keindahannya. Setiap apa yang ada pada
dirinya begitu menarik, mulai dari wajahnya, suaranya, hingga gerak geriknya. Semua yang ada
pada wanita mulai dari ujung kaki hingga ujung rambut memiliki daya tarik. Dia seperti mutiara yang
menarik bagi orang untuk melihatnya. Makin banyak tangan - tangan yang menjamahnya, maka
semakin kusamlah ia dan rendah harganya.
Sebagaimana hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan dari Usamah Bin Zaid.
Beliau bersabda,
“Seorang pria pernah mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata, ‘Siapa dari
kerabatku yang paling berhak aku berbuat baik?’ Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,
‘Ibumu’. Dia berkata lagi, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,
‘Ibumu.’ Dia berkata lagi, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,
‘Ibumu’. Dia berkata lagi, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,
‘Ayahmu’.”
(HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548)
Kecantikan wanita seharusnya hanya untuk suaminya atau ia hanya boleh berhias di rumahnya,
bukan diobral di luar rumah. Karena setiap wanita yang menyenangkan hati suami adalah wanita
yang paling baik, hal ini sebagaimana hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,
ُُول هَّللا ِ صَ لَّى هَّللا ُ عَ لَ ْي ِه َوسَ لَّ َم أَيُّ ال ِّنسَ ا ِء َخ ْي ٌر َقا َل الَّتِي َتسُرُّ هُ إِ َذا َن َظرَ َو ُتطِ ي ُع ُه إِ َذا أَمَرَ َواَل ُت َخالِفُ ُه فِي َن ْفسِ هَا َومَالِهَا ِبمَا ي َْكرَ ه
ِ قِي َل لِرَ س
Pernah ditanyakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Siapakah wanita yang paling
baik?” Jawab beliau, “Yaitu yang paling menyenangkan jika dilihat suaminya, mentaati suami jika
diperintah, dan tidak menyelisihi suami pada diri dan hartanya sehingga membuat suami benci”
(HR. An-Nasai no. 3231 dan Ahmad 2: 251. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini
hasan shahih).
Ini suatu penegasan dari Rasûlullâh saw. bahwa kehadiran seorang wanita sholehah dalam sebuah
keluarga senantiasa membawa kesenangan terhadap suami, anak-anak dan semua keluarga. Ini
menunjukkan betapa posisi wanita sangat signifikan atau sangat menentukan baik-buruknya sebuah
keluarga. Bahkan, dalam suatu riwayat dikatakan bahwa Rasûlullâh saw. berkata :
َّ فِي ال َّش ْطر َ َف ْل َي َّت ِق هَّللا, َف َق ْد أَعَ ا َن ُه عَ لَى َش ْطر ِد ْي ِن ِه, َمنْ رَ َّز َق ُه هَّللا ُ امْ رَ أَ ًة صَ الِحَ ًة
الثانِي ِ ِ
Artinya :
“Barang-siapa yang di beri Allâh rezeki berupa isteri yang sholehah, maka sungguh Allâh telah
menolongnya mendapat separoh dari agamanya. Maka hendaklah ia bertaqwa kepada Allâh untuk
memperoleh yang separohnya”.
(H.R. Ath-Thabrânî dan Al-Hâkim. Lihat Al-Ahâdîtsush-Shahîhah oleh Syaikh Al-Albânî jilid II hal.
200)
Ada 2(dua) hal yang perlu diperhatikan dari hadits ini; Pertama: Isteri sholehah adalah rezeki
Allâh.Kedua: Betapa beruntungnya seorang laki-laki yang diberi rezeki berupa isteri sholehah,
karena — dengan keberadaan isteri sholehah — berarti ia dibantu Allâh untuk memperoleh separoh
dari kesempurnaan agama. Dengan kata-lain, ia telah mendekati ketaatan atau keimanan yang
sempurna. Ia tinggal melanjutkan proses penyempurnaannya dengan meningkatkan ketaqwaan
kepada Allâh. Inilah kontribusi terbesar yang hanya dapat diberikan oleh isteri sholehah. Jadi, wajar
kalau Rasûlullâh saw. memerintahkan kaum laki-laki dari umatnya untuk berusaha memperisteri
wanita sholehah sebagaimana sabda Beliau:
ألَمْ ِرآخِرَ ِت ِه َو َز ْوجَ ًة م ُْؤ ِم َن ًتا ُت ِعيْنُ أَحَ دَ ُك ْم, َو لِسَ ا ًنا َذاكِرً ا, لِ َي َّتخ ِْذ أَحَ ُد ُك ْم َق ْلبًا َشاكِرً ا
Artinya :
“Hendaklah kalian berusaha memiliki hati yang — senantiasa — bersyukur, memiliki lisan yang —
senantiasa — berdzikir dan memperoleh isteri yang sholehah, yang selalu membantu kalian dalam
perkara akhirat”.
(H.R. Ahmad, At-Tirmidzî dan Ibnu Mâjah. Lihat Al-Fathul-Kabîr juz V hal. 82 no.: 5231)
Hadits ini menegaskan, bahwa isteri sholehah akan selalu membantu atau mendorong suaminya
melakukan perkara-perkara keakhiratan. Dengan kata-lain, ia tidak akan mendorong suami berbuat
curang, korupsi, k.k.n. dsb. Wanita sholehah semacam inilah yang mampu membentuk keluarga
sakinah.
Sebaliknya, wanita atau isteri yang jahat, akan memberikan mudharat terhadap suami,
sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits:
ْ رَ ُج ٌل َكا َن: ث ي َْدع ُْونَ هَّللا َ عَ َّز َو جَ َّل َفالَ يُسْ َتجَ ابُ لَ ُه ْم
سَ ِّي َئ ُة ْال ُخلُ ِق َفلَ ْم ي َُطلِّ ْقهَا ٌت َتحْ َت ُه امْ رَ أة ٌ َ… َثال..
Artinya :
“Ada tiga macam orang yang berdo’a kepada Allâh Yang Maha Mulia dan Maha Agung, namun
tidak dikabulkan. Pertama: Seorang laki-laki yang memiliki isteri yang buruk perangainya, dan ia
tidak menceraikannya…………….”.
(H.R. Al-Hâkim. Lihat Al-Fathul-Kabîr juz III hal. 75 no.: 3070)
Jadi, isteri yang buruk perangai atau akhlaqnya akan menjadi penghalang bagi do’a sang
suami. Alangkah sengsaranya seseorang yang do’anya tidak dikabulkan Allâh.