Anda di halaman 1dari 31

7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Total Quality Management (TQM)

2.1.1 Pengertian Total Quality Management (TQM)

TQM merupakan satu sistem yang saat ini mulai diterapkan oleh perusahaan-

perusahaan karena dianggap mampu mendukung kinerja manajerialnya. TQM juga

dikenal dengan Manajemen Mutu Terpadu. Pendapat para pakar tentang pengetian

total quality management sangat beragam. Menurut Ishikawa dalam Nasution (2005:

22) “TQM diartikan sebagai perpaduan semua fungsi manajemen, semua bagian dari

suatu perusahaan dan semua orang ke dalam falsafah holistik yang dibangun

berdasarkan konsep kualitas, team work, produktivitas, dan kepuasan pelanggan”.

Sementara itu Tjiptono dan Diana, (2005:4) berpendapat bahwa TQM

merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha memaksimumkan daya saing

organisasi melalui perbaikan terus menerus atas produk, jasa, manusia proses dan

lingkungannya. Dasar pemikiran perlunya TQM, yakni cara terbaik agar bersaing dan

unggul dalam persaingan global adalah dengan menghasilkan kualitas yang terbaik.

Untuk menghasilkan kualitas terbaik diperlukan upaya perbaikan berkesinambungan

terhadap kemampuan manusia, proses dan lingkungannya.

Gaspers (2011:9) mendefinisikan “TQM sebagai suatu cara meningkatkan

kinerja secara terus-menerus (continous performance improvement) pada setiap level

operasi atau proses dalam setiap area fungsional dari suatu organisasi, dengan

menggunakan semua sumber daya manusia dan modal yang tersedia”.


8

Dari pandangan para pakar tersebut dapat disimpulkan bahwa TQM adalah suatu

strategi organisasi untuk memberikan komitmennya pada peningkatan kepuasan

pelanggan secara berkelanjutan Merujuk kepada arti kata dari Total Quality

Management, total berarti bahwa kegiatan tersebut dilaksanakan di seluruh tingkatan

dan seluruh bagian atau departemen dalam organisasi serta pada seluruh waktu (setiap

hari). Semenata itu istilah quality menggambarkan peningkatan yang berkelanjutan

untuk memenuhi kebutuhan pelanggan, di satu sisi management merupakan

keseluruhan sistem dan lingkungan yang mendukung budaya peningkatan mutu

secara berkelanjutan tersebut (Muninjaya, 2004:110).

2.1.2 Tujuan dan Manfaat TQM

Adapun tujuan dari TQM adalah untuk mereorientasi sistem manajemen,

perilaku staf, fokus organisasi dan proses-proses pengadaan pelayanan sehingga

lembaga penyedia pelayanan bisa berproduksi dengan baik, pelayanan yang lebih

efektif yang memenuhi kebutuhan, keinginan dan keperluan pelanggan. Manfaat

utama penerapan TQM adalah perbaikan pelayanan, pengurangan biaya klaim

pelanggan dan kepuasan pelanggan. Perbaikan progesif dalam sistem manajemen dan

kualitas pelayanan menghasilkan peningkatan kepuasan pelanggan (Tjiptono dan

Diana, 2005:10). Sedangkan filosofi TQM terletak pada menggunakan dasar

pengetahuan sebagai asset. Setiap orang termasuk top manajemen perlu dididik dan

dilatih untuk mengerjakan tugasnya dengan lebih baik (Rivai, 2009:410).


9

2.2 Karakteristik Total Quality Management

Ada sepuluh karakteristik TQM yang dikembangkan oleh Goetsch dan Davis

dalam Nasution (2010).

a. Fokus Pada Pelanggan

Dalam TQM, baik pelanggan internal maupun pelanggan eksternal merupakan

driver. Pelanggan eksternal menentukan kualitas produk atau jasa yang

disampaikan kepada mereka, sedangkan pelanggan internal berperan besar dalam

menentukan kualitas tenaga kerja, proses, dan lingkungan yang berhubungan

dengan produk atau jasa.

b. Obsesi terhadap Kualitas

Dalam organisasi yang menerapkan TQM, pelanggan internal dan eksternal

menentukan kualitas. Dengan kualitas yang ditetapkan tersebut, organisasi harus

terobsesi untuk memenuhi atau melebihi apa yang ditentukan mereka. Hal ini

berarti bahwa semua karyawan pada setiap level berusaha melaksanakan setiap

aspek pekerjaannya berdasarkan perspektif. Bagaimana kita dapat melakukannya

dengan lebih baik? Bila suatu organisasi terobsesi dengan kualitas, maka berlaku

prinsip ‘good enough is never good enough’.

c. Pendekatan Ilmiah

Pendekatan ilmiah sangat diperlukan dalam penerapan TQM, terutama untuk

mendesain pekerjaan dan dalam proses pengambilan keputusan dan pemecahan

masalah yang berkaitan dengan pekerjaan yang didesain tersebut. Dengan


10

demikian, data diperlukan dan dipergunakan dalam menyusun patok duga

(benchmark), memantau prestasi, dan melaksanakan perbaikan.

d. Komitmen Jangka Panjang

TQM merupakan suatu paradigma baru dalam melaksanakan bisnis. Untuk itu,

dibutuhkan budaya perusahaan yang baru pula. Oleh karena itu, komitmen

jangka panjang sangat penting guna mengadakan perubahan budaya agar

penerapan TQM dapat berjalan dengan sukses.

e. Kerjasama Tim (Teamwork)

Dalam organisasi yang dikelola secara tradisional seringkali diciptakan

persaingan antar departemen yang ada dalam organisasi tersebut agar daya

saingnya terdongkrak, akan tetapi persingan internak tersebut cenderung hanya

menggunakan dan menghabiskan energi yang seharusnya dipusatkan pada upaya

perbaikan kualitas yang pada gilirannya untuk meningkatkan daya saing

eksternal. Sementara itu dalam organisasi perusahaan yang menerapkan TQM

kerja sama tim, kemitraan dan hubungan dijalin dan dibina baik antar sivitas

akademik maupun dengan lembaga-lembaga pemerintah dan masyarakat

sekitarnya.

f. Perbaikan Sistem Secara Berkesinambungan

Setiap produk dan atau jasa dihasilkan dengan memanfaatkan proses-proses

tertentu di dalam suatu sistem/ lingkungan. Oleh karena itu, sistem yang ada

perlu diperbaiki secara terus-menerus agar kualitas yang dihasilkannya dapat

makin meningkat.
11

g. Pendidikan dan Pelatihan

Dewasa ini masih terdapat perusahaan yang menutup mata terhadap pentingnya

pendidikan dan pelatihan karyawan. Kondisi seperti itu menyebabkan perusahaan

yang bersangkutan tidak berkembang dan sulit bersaing dengan perusahaan

lainnya, apalagi dalam era persaingan global. Sedangkan dalam organisasi yang

menerapkan TQM, pendidikan dan pelatihan merupakan faktor yang

fundamental. Setiap orang diharapkan dan didorong untuk terus belajar. Dengan

belajar, setiap orang dalam perusahaan dapat meningkatkan keterampilan teknis

dan keahlian profesionalnya.

h. Kebebasan yang Terkendali

Dalam TQM, keterlibatan dan pemberdayaan karyawan dalam pengambilan

keputusan dan pemecahan masalah merupakan unsur yang sangat penting. Hal ini

dikarenakan unsur tersebut dapat meningkatkan ‘rasa memiliki’ dan tanggung

jawab karyawan terhadap keputusan yang telah dibuat. Meskipun demikian,

kebebasan yang timbul karena keterlibatan dan pemberdayaan tersebut

merupakan hasil dari pengendalian yang terencana dan terlaksana dengan baik.

i. Kesatuan Tujuan

Supaya TQM dapat diterapkan dengan baik, maka perusahaan harus memiliki

kesatuan tujuan. Dengan demikian, setiap usaha dapat diarahkan pada tujuan

yang sama. Akan tetapi, kesatuan tujuan ini tidak berarti bahwa harus selalu ada

persetujuan/ kesepakatan antara pihak manajemen dan karyawan, misalnya

mengenai upah dan kondisi kerja.


12

j. Adanya Keterlibatan dan Pemberdayaan Karyawan

Keterlibatan dan pemberdayaan karyawan dapat meningkatkan kemungkinan

dihasilkannya keputusan yang baik, rencana yang baik, atau perbaikan yang lebih

efektif, karena juga mencakup pandangan dan pemikiran dari pihak-pihak yang

langsung berhubungan dengan situasi kerja serta meningkatkan ‘rasa memiliki’

dan tanggung jawab atas keputusan dengan melibatkan orang-orang yang harus

melaksanakannya.

2.3 Kualitas Mutu dalam Pelayanan Radiologi

2.3.1 Konsep Mutu

Kualitas didefinisikan sebagai kemampuan produk atau jasa memenuhi

kebutuhan pelanggan. Dikatakan pula sebagai totalitas tampilan dan karakteristik

produk atau jasa yang berusaha keras dengan segenap kemampuannya memuaskan

kebutuhan tertentu (Heizer dan Render, 2001 dalam Wibowo, 2012).

a.  Beberapa mitos tentang mutu

Mutu bila dilihat dari awwal perkembangnannya berangkat dari mitos-mitos

seperti: mutu adalah identik dengan barang-banrang yang bersifat mewah atau luks

atau sesuatu yang bermagna mewah dan wah. Adapula yang beranggapan bahwa

suatu produk dianggap bermutu bila memiliki nilai dan harga yang mahal. Dari mitos

yang ada dan kebutuhan pemeahaman masayarakat yang terus berkembang,

sementara mutu itu cenderung bersifat abstrak dan tidak bisa diukur secara eksplisit,
13

maka untuk mengetahui konsep tentang mutu perlu di cermati menurut pendapat-

pendapat dari para pakar.

b.     Pendapat para pakar

1)    Mutu pelayanan adalah sejauh mana kenyataan pemberian pelayanan sesuai

dengan kriteria pelayanan yang baik (Donabedian, 1980)

2)    Mutu adalah kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan (Crosby, 1984)

3)    Mutu adalah memenuhi bahkan melebihi kebutuhan dan keinginan pelanggan

melalui perbaikan sluruh proses secara berkelanjutan (Zimmerman)

Secara lebih khsusus, definisi tentang mutu dalam pelayanan kesehatan

menurut Departemen Kesehatan RI adalah penampilan/kinerja yang menunjuk pada

tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan, yang disatu pihak dapat menimbulkan

kepuasan pada setiap pasien sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta

dipihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik profesi

yang telah ditetapkan.

c. Dimensi Mutu

Untuk menilai suatu mutu, dapat ditentukan dari berbagai indicator. Salah satu

indicator tersebut adalah dimensi mutu. Di bawah ini menunjukkan beberapa

dimensi mutu, yaitu : Efficacy, Appropriateness, Availability, Accessibility,

Efficiency, Effectiveness, Amenities, Acceptability, Safety, Technical competence

Timelines
14

Upaya peningkatan mutu di bidang pelayanan radiologi harus dilakukan baik

untuk kepentingan diagnostik maupun untuk pengobatan, agar dengan demikian

selain dapat memberikan mutu pelayanan yang tepat dan teliti, sekaligus dapat

meminimalkan “interpersonal discrapancies” dan “intrapersonal disagreement” serta

dapat memberikan perlindungan maksimal terhadap keselamatan pasien, petugas dan

lingkungan.

Menurut pandangan tradisional oleh para pembuat produk (manufacturer)

konsep mutu (kualitas) difokuskan kepada aktivitas inspeksi untuk mencegah

lolosnya produk-produk cacat ketangan pelanggan. Aktivitas inspeksi  terhadap

produk setelah produk itu selesai dibuat dengan jalan menyortir produk yang baik

dari yang jelek, kemudian  mengerjakan ulang bagian-bagian produk  yang cacat.

Kegiatan inspeksi ini dipandang dari perspektif sistem kualitas modern adalah sia-sia,

karena tidak memberikan kontribusi kepada peningkatan kualitas (quality

improvement).

Pada masa sekarang pengertian dari konsep kualitas adalah lebih luas daripada

sekedar aktivitas inspeksi. Pengertian modern dari konsep kualitas adalah

membangun sistem kualitas modern yang pada dasarnya dapat dicirikan oleh 5 (lima)

karakteristik  berikut ini :

1.  Berorientasi kepada pelanggan

  Produk (barang dan/atau jasa) didesain  sesuai keinginan pelanggan melalalui riset

pasar, kemudian dproduksi (diproses dengan cara-cara yang baik dan benar,

sehingga produk yang dihasilkan memenuhi spesifikasi  desain (memiliki derajat


15

konformans yang tinggi), serta pada akhirnya memberikan pelayanan purna jual

kepada pelanggan , Sistem kualitas modern menganut prinsip hubungan pemasok-

pelanggan. Sebagai contoh, para manajer merupakan pelanggan dari sekretaris

mereka, tetapi pada saat yang sama para manajer juga merupakan pemasok bagi

sekretaris mereka.

2.  Partisipasi aktif yang dipimpin oleh manajemen puncak (top management)

Jika tanggung jawab untuk kualitas didelegasikan kepada Bagian jaminan kualitas

saja setiap orang dalam organisasi akan memiliki persepsi bahwa kualitas bukan

merupakan perhatian kunci. Hal ini berdampak negatif secara psikologis, dimana

keterlibatan secara total dan aktif orang-orang dalam organisasi menjadi kurang.

3.  Pemahaman dari setiap orang terhadap tanggung jawab spesifik untuk
kualitas

Meskipun kualitas mestinya merupakan tanggung jawab setiap orang, namun patut

diketahui pula diketahui bahwa setiap orang memiliki tanggung jawab yang

berbeda dalam organisasi tergantung posisi dimana yang bersangkutan berada .

Manajemen puncak harus menunjukkan komitmenn bahwa kualitas adalah teramat

penting untuk memperhatikan kelangsungan hidup organisasi.

4.  Berorientasi kepada tindakan pencegahan kerusakan.

Hal ini bahwa aktivitas kualitas tidak hanya berfokus untuk mendeteksi kerusakan

saja. Kalau hal ini terjadi maka akan berarti terlalu mahal. Meskipun tetap menjadi

persyaratan untuk melalkukan beberapa inspeksi singkat atau audit terhadap

produk akhir, tetapi upaya aktivitas kualitas seharusnya lebih difokuskan pada
16

tindakan pencegahan sebelum terjadinya kerusakan dengan jalan melaksanakan

aktivitas secara baik dan benar pada waktu pertama kali mulai melaksanakan

sesuatu aktivitas.

5.  Filosofi yang menganggap bahwa kualitas merupakan ”jalan hidup” (way of


life).

  Isu-isu tentang kualitas selalu didiskusikan dalam pertemuan manajemen. Semua

karyawan diberikan pelatihan  tentang konsep-konsep kualitas beserta metodanya.

Setiap orang dalam organisasi secara sularela berpartisipasi dalam usaha-usaha

peningkatan kualitas.

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa pelaksanaan pengendalian kualitas

secara terpadu memerlukan beberapa hal yang berkaitan dengan pengoperasian

struktur kerja, pendokumentasian yang efektif, prosedur teknik dan manajerial yang

terintegrasi, dimana semuanya akan dijadikan sebagai petunjuk dalam melaksanakan

koordinasi terhadap tenaga kerja, alat-alat, informasi dan lainnya untuk memenuhi

kepuasan pelanggan serta mampu menekan ongkos produksi sampai pada tingkat

minimum.

Dalam tatanan organisasi pelayanan radiologi penjaminan mutu diterapkan

melalui program  yang diorganisasikan untuk meningkatkan pelayanan pasien melalui

penilaian obyektif pelayanan pasien dan koreksi terhadap masalah-masalah yang

dapat diidentifikasi. Hal tersebut merupakan sistem menyeluruh yang memantau

permintaan pemeriksaan radiologi oleh dokter pengirim, pengelolaan terhadap

permintaan pemeriksaan dan hasil akhir interpretasi radiologik dari pemeriksaan.


17

Terdapat dua aspek dalam sistem kualitas dalam pelayanan radiologi yaitu :

pengendalian kualitas (quality control) dan penjaminan kualitas (quality assurance).

Pengendalian kualitas menyangkut pengujian dan  pengukuran yang memantau

parameter-parameter teknis dari pelayanan radiologi, sementara penjaminan kualitas

adalah usaha-usaha terkoordinasi menggunakan data untuk memberikan gambaran

kualitas pelayanan di bagian radiologi.

Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) memberikan

batasan penjaminan kualitas dalam bidang radiologi diagnostik sebagai berikut :

”Usaha terorganisasi yang dilakukan oleh staf yang mengoperasikan untuk

menjamin bahwa gambar diagnostik yang dihasilkan oleh fasilitas tersebut memiliki

kualitas cukup tinggi sehingga dapat memberikan informasi diagnostik secara

konsisten dengan biaya yang minimum dan dengan paparan radiasi sekecil mungkin

yang diterima pasien”  

Jadi esensinya, sasaran program penjaminan mutu dalam pelayanan radiologi

diagnostik adalah memantau performa dari seluruh komponen atau faktor yang dapat

mempengaruhi kualitas gambar dan usha memperkecil adanya pemborosan film

dalam bagian radiologi. Justifikasi riil dari upaya penjaminan kualitas dan

pengendalian kualitas  adalah tertuju pada hasil yang diharapkan dapat dicapat yaitu

yang dalam ungkapan internasional dikenal dengan 3 D ( Dose, Diagnosis, Dollars),

yang maknanya dapat diuraikan sebagai berikut (Mashari, 2010) :


18

1. Dose (dosis), meminimalkan dosis radiasi terhadap pasien sehingga manfaat

pemeriksaan dapat melebihi resiko. Sementara mengurangi dosis pasien

berarti juga mengurangi dosis terhadap personel

2. Diagnosis, mengurangi dosis radiasi sembari menjaga dan meningkatkan

kualitas gambar atau informasi diagnostik berarti telah mengoptimasi

diagnosis atau dengan kata lain diagnosis dapat ditegakkan.

3. Dollars, dengan mengurangi jumlah pengulangan dalam pemotretan, utilisasi

dari sumber daya dapat ditingkatkan dan pengurangan jumlah film dan bahan

lainnya pada akhirnya mengurangi biaya pemeriksaan dan penghematan

biaya.

2.4 Dimensi Kualitas Layanan (Service Quality)

Kualitas layanan (Service Quality) seperti yang Parasuraman, Zeithaml dan

Berry (1985) yang membagi dimensi kualitas pelayanan menjadi lima kelompok

(Yamit, 2010), diketahui bahwa masih banyak keluhan pasien diantaranya:

1) Tangibles atau bukti langsung, yaitu meliputi fasilitas fisik, perlengkapan,

pegawai dan sarana komunikasi. Penampilan dan kemampuan sarana dan

prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti

nyata dari layanan yang diberikan oleh pemberi jasa, ini meliputi fasilitas fisik

(gedung, gudang, fasilitas fisik, dan lainnya), teknologi (peralatan dan

perlengkapan yang dipergunakan), serta penampilan pegawainya.

2) Reliability atau keandalan, yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan

layanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan memuaskan. Tetapi menurut
19

pasien, pelayanan yang diberikan petugas masih lama karena memang proses

pemberian pelayanan dari mulai pendaftaran, pemeriksaan, sampai menerima hasil

foto menurut SPM (Standar Pelayanan Minimal) ± 2 jam.

3) Responsiveness atau ketanggapan, yaitu suatu kemauan untuk membantu dan

memberikan layanan yang cepat (responsive) dan tepat kepada pelanggan,

dengan menyampaikan informasi yang jelas. yaitu keinginan para staf untuk

membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap

Membiarkan pelanggan menunggu tanpa alasan yang jelas, menyebabkan

persepsi yang negative dalam kualitas jasa.

4) Assurance atau jaminan kepastian, yaitu pengetahuan, kesopansantunan, dan

kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya

pelanggan kepada perusahaan tanpa keragu-raguan. Terdiri atas komponen

komunikasi, kredibilitas, keamanan, kompetensi, dan sopan santun.

5) Empathy, yaitu memberikan perhatian, tulus, dan bersifat individual atau

pribadi kepada pelanggan dengan berupaya memahami keinginan pelanggan,

dimana suatu perusahaan diharapkan memiliki suatu pengertian dan

pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan secara

spesifik, serta memiliki waktu pengoprasian yang nyaman bagi pelanggan.

2.5 Karakteristik Pasien

Karakteristik adalah ciri khusus yang mempunyai sifat khas sesuai dengan

perwatakan tertentu. Ciri khusus ini dapat berupa fisik seperti pekerjaan, pemilikan
20

serta pendapatan maupun non fisik seperti pengalaman dan kebutuhan yang dapat

beraneka ragam. Kebutuhan terkait dengan hal yang nyata seperti penggunaan

fasilitas, persepsi pasien terhadap kualitas pelayanan dan hubungan antara pasien dan

petugas pelayanan kesehatan (Tjiptono, 2012). Tingkat pendidikan dapat digunakan

untuk mengidentifikasi status sosio ekonomi. Pendidikan akan mempengaruhi apa

yang akan dilakukan yang tercermin dari pengetahuan, sikap dan perilaku.

Pendidikan yang rendah berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan yang

rendah.

Pekerjaan mempengaruhi komunitas dimana mereka bergaul, istri yang tidak

bekerja dengan pendidikan rendah biasanya lebih memperhatikan nilai-nilai

tradisional. Sikap mereka terhadap kesehatan pribadi, kepercayaan mengenai nilai

medis semuanya diperoleh dari orang tua.

Pendapatan adalah penerimaan berupa uang maupun barang yang diterima

atau dihasikan oleh anggota keluarga. Informasi pendapatan dapat diproksimasi

dengan pengeluaran, dengan asumsi bahwa pengeluaran merupakan gambaran

pendapatannya (Abrason, 1991). Ada kecenderungan bahwa semakin tinggi

pengeluaran penduduk, semakin tinggi persentase pengeluaran yang digunakan untuk

non makanan.

2.6 Rumah Sakit

2.6.1 Pengertian Rumah Sakit

Menurut WHO (World Health Organization), rumah sakit adalah bagian

integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan
21

pelayanan paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan

pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat. Rumah sakit juga merupakan

pusat pelatihan bagi tenaga kesehatan dan pusat penelitian medik. Menurut para ahli

diantaranya :

1) Rumah Sakit adalah suatu organisasi yang melalui tenaga medis profesional

yang terorganisir serta sarana kedokteran yang permanen menyelenggarakan

pelayanan kedokteran, asuhan keperawatan yang berkesinambungan,

diagnosis serta pengobatan penyakit yang diderita oleh pasien.

2) Rumah Sakit adalah tempat dimana orang sakit mencari dan menerima

pelayanan kedokteran serta tempat dimana pendidikan klinik untuk

mahasiswa kedokteran, perawat dan berbagai tenaga profesi kesehatan lainnya

yang diselenggarakan.

3) Rumah Sakit adalah pusat dimana pelayanan kesehatan masyarakat

pendidikan serta penelitian kedokteran diselenggarakan.

4) Rumah Sakit adalah suatu organisasi yang melalui tenaga medis profesional

yang terorganisir serta sarana kedokteran yang menyelenggarakan pelayanan

kedokteran, asuhan keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis serta

pengobatan penyakit yang diderita oleh pasien.

Berdasarkan UU No 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, yang dimaksudkan

dengan rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat

inap, rawat jalan, dan gawat darurat.


22

2.6.2 Fungsi Rumah Sakit

Untuk menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang No

44 Tahun 2009 Pasal 4, rumah sakit mempunyai fungsi :

1) Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan

standar pelayanan rumah sakit.

2) Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan

yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.

3) Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka

peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.

4) Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang

kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan

etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

2.6.3 Klasifikasi Rumah Sakit

Berdasarkan SK Menteri Kesehatan RI No.983/Menkes/SK/XI/1992, rumah

sakit dapat diklasifikasikan menjadi :

1) Berdasarkan kepemilikan, yakni rumah sakit pemerintah (pusat, provinsi, dan

kabupaten), rumah sakit BUMN (ABRI), dan rumah sakit yang modalnya dimiliki

swasta (BUMS) ataupun luar negeri (PMA).

2) Berdasarkan Jenis Pelayanan, yakni :

(1) Rumah Sakit Umum yaitu rumah sakit yang melayani semua bentuk

pelayanan kesehatan sesuai dengan kemampuannya yang bersifat dasar,

spesialistik, dan subspesialistik.


23

(2) Rumah Sakit Khusus yaitu rumah sakit yang memberikan pelayanan

kesehatan berdasarkan jenis pelayanan tertentu.

3) Berdasarkan Kelas, rumah sakit dibedakan menjadi (Kepmenkes No. 51

Menkes/SK/11/1979 dan Permenkes No.340 tentang Klasifikasi Rumah Sakit):

(1) Rumah sakit umum kelas A, adalah rumah sakit umum yang mempunyai

fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik luas dan subspesialistik

luas.

(2) Rumah sakit umum kelas B, adalah rumah sakit umum yang mempunyai

fasilitas dan kemampuan pelayanan medik minimal sebelas spesialistik dan

subspesialistik terbatas.

(3) Rumah sakit umum kelas C, adalah rumah sakit umum yang mempunyai

fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik dasar.

(4) Rumah sakit umum kelas D, adalah rumah sakit umum yang mempunyai

fasilitas dan kemampuan pelayanan medik dasar.

Pelayanan kesehatan didirikan berdasarkan asumsi bahwa masyarakat

membutuhkannya. Namun kenyataannya masyarakat baru mau mencari pengobatan

(pelayanan kesehatan) setelah benar-benar tidak dapat berbuat apa-apa. Hal inipun

bukan berarti mereka harus mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas modern, tetapi

juga ke fasilitas pengobatan tradisional. Itulah sebabnya maka rendahnya penggunaan

fasilitas pengobatan modern dapat disebabkan oleh pendapat masyarakat tentang sakit

yang berbeda dengan konsep provider. Tanggapan masyarakat tentang sakit yang
24

notabene merupakan konsep sehat-sakit masyarakat yang satu berbeda dengan konsep

sehat-sakitnya kelompok lain.

Standar pelayanan Radiologi di RSUP H Adam Malik meliputi ketenagaan,

peralatan dan sarana dijelaskan sebagai berikut :

1. Ketenagaan

Bidang Radiodiagnostik Instalasi Radiologi di RSUP H Adam Malik

mempunyai total tenaga berjumlah 40 orang dengan rincian sebagai berikut

Tabel 2.2 Ketenagan RSUP H Adam Malik Medan Tahun 2015

No Jenis Tenaga Persyaratan Jumah (orang)


1 Spesialis Radiologi Memiliki STR dan SIP 8
2 Radiogafer D4 ATRO 1
3 Radiografer D3 Teknik Radiologi, STR 14
4 Fisikawan Medik S1 1
5 Tenaga elektromedis D3 ATEM On Call
6 Perawat D3 Kep memiliki STR dan SIP 2
7 Petugas proteksi Radiasi (PPR) Memiliki SIB
8 Tenaga Kamar Gelap SMU /sederajat 2
9 Tenaga Administrasi SMU /sederajat 3
Unit Kedokteran Nuklir
1 Spesialis Kedokteran Nuklir Memiliki STR dan SIP 1
2 Petugas proteksi Radiasi (PPR) Memiliki SIP
3 Radiografer D4 ATRO 1
4 Radoigrafer D3 Teknik Rediologi 1
5 Fisikawan Medik S1
6 Tenaga elektromedis D3 ATEM
7 Perawat D3 Keperawatan memiliki 2
STR
8 Analis D3 Analis 1
9 Tenaga Administrasi SMU /sederajat 2
Sumber RSUP h Adam Malik (2015)

2. Jenis Layanan

Instalasi Radiodiagnostik melaksanakan produk layanan antara lain:

a. Whole body CT-Scan


25

b. Radiodiagnostik khusus

c. USG (Ultrasonografi) dan Colour Doppler Ultrasonograf

d. Pemeriksaan tambahan :

1) Tanpa kontras

2) Pemeriksaan dengan media kontras.

3. Peralatan dan Sarana Pendukung

Alat kesehatan pesawat rontgen yang digunakan sudah memenuhi standar sebagai

pusat pendidikan radiologi.

4. Pengelolaan pelayanan Radiologi RSUP H Adam Malik diatur sebagai berikut:

a. Pelayanan Medis Radiologi

b. Staf Medis Fungsional Radiologi

c. Jumlah kualifikasi dan waktu kerja tenaga radiografer atau tenaga lainnya

sesuai dengan kebutuhan jenis pelayanan Radiologi berdasarkan cara

perhitungan DEPKES RI.

d. Kepengurusan Staf dan Pimpinan Bagian Pelayanan Radiologi disusun dan

ditentukan secara jelas .


26

2.6 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Karakteristik Pasien
- Umur
- Jenis Kelamin
- Tingkat Pendidikan
- Pekerjaan
Mutu Pelayanan
Radiologi
Pelayanan Dimensi - Baik
Mutu - Kurang Baik
1. Tangibles (bukti fisik)
2. Reliability
(keandalan)
3. Responsiveness (daya
tanggap)
4. Assurance (jaminan)

Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian


27

2.8 Hipotesis

1. Ada pengaruh dimensi mutu tangibles (bukti fisik) terhadap pelayanan radiologi

di RSUP Haji Adam Malik Medan

2. Ada pengaruh dimensi mutu reliability (keandalan) terhadap pelayanan radiologi

di RSUP Haji Adam Malik Medan

3. Ada pengaruh dimensi mutu responsiveness (daya tanggap) terhadap pelayanan

radiologi di RSUP Haji Adam Malik Medan

4. Ada pengaruh dimensi mutu assurance (jaminan) terhadap pelayanan radiologi di

RSUP Haji Adam Malik Medan

5. Ada pengaruh dimensi mutu empaty (empati) terhadap pelayanan radiologi di

RSUP Haji Adam Malik


28

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian bentuk explanatory

research dengan desain cross sectional yaitu yang bertujuan menjelaskan Pengaruh

Quality Total Management terhadap mutu pelayanan radiologi di RSU Haji Adam

Malik Medan Tahun 2017.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUP Haji Adam Malik, dengan alasan belum

pernah dilakukan penelitian dengan judul yang sama, serta data yang diteliti tersedia

di tempat tersebut dan lokasi tersebut merupakan wilayah kerja dari peneliti.

3.2.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian dimulai dengan pengusulan judul penelitian, penelusuran

daftar pustaka, persiapan proposal, konsultasi dengan pembimbing, penelitian, analisa

data dan penyusunan laporan akhir. Penelitian ini direncanakan dari bulan Desember

2017 sampai bulan Mei 2018.


29

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2008).

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh petugas radiologi yang bekerja di

unit bagian radiologi RSUP Haji Adam Malik Medan berjumlah 40 orang dan

semuanya dijadikan sampel penelitian (total sampling).

3.3.2 Sampel

Sampel adalah suatu bagian dari populasi yang akan diteliti dan dianggap

dapat menggambarkan populasinya (Sugiyono, 2013). Sampel dalam penelitian ini

adalah seluruh populasi yaitu seluruh tenaga radiologi yang bekerja di RSUP H Ad

3.4 Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data

3.4.1 Metode Pengumpulan Data

1. Data Primer

Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari hasil survei pendahuluan,

melalui wawancara dan observasi yang mendalam dengan petugas radiologi di unit

radiologi RSUP Haji Adam Malik Medan dengan menggunakan alat bantu kuesioner

yang telah dipersiapkan terlebih dahulu.


30

2. Data Sekunder

Data sekunder dilakukan dengan mencari dan menggunakan data yang sudah

ada di dalam maupun dari luar pihak RSUP Haji Adam Malik Medan serta data lain

yang mendukung dalam penelitian ini.

3.4.2 Pengujian Validitas dan Reliabilitas Data

Sebelum penelitian dilakukan, perlu dilakukan pengujian terhadap validitas

dan reliabilitas terhadap daftar pertanyaan yang digunakan. Pengujian validitas dan

reliabilitas daftar pertanyaan ini dimaksudkan agar daftar pertanyaann yang

digunakan untuk mendapatkan data penelitian memiliki tingkat validitas dan

reliabilitas memenuhi batasan yang disyaratkan.

1. Uji Validitas

Uji validitas adalah prosedur pengujian untuk melihat apakah alat ukur atau

pertanyaan yang dipakai dalam kuesioner dapat mengukur dengan cermat atau tidak.

Dalam penelitian uji validitas akan dapat dipakai untuk memilih item-item pertanyaan

yang relevan untuk diteliti (Sugiyono, 2007). Uji validitas dilakukan dengan melihat

korelasi antara skor dari masing-masing item pertanyaan dibanding skor total.

Perhitungan dilakukan dengan rumus teknik korelasi product moment. Digunakan

untuk melihat setiap item pertanyaan apakah telah sahih atau valid yaitu mempunyai

dukungan yang kuat terhadap skor total atau dengan kata lain sebuah item pertanyaan

dikatakan mempunyai validitas jika memiliki tingkat korelasi yang tinggi terhadap

skor total item. Dua syarat yang harus dipenuhi agar item pertanyaan sahih atau valid

adalah :
31

a. Arah korelasi harus positip. Ini berarti r hitung (nilai korelasi yang akan digunakan

untuk mengukur validitas) harus lebih besar dari r tabel.

b. Korelasi harus kuat dan peluang kesalahan tidak terlalu besar (maksimal 5 %

dalam uji pertama).

2. Uji Reliabilitas

Sementara itu uji reliabilitas digunakan untuk mengukur konsistensi konstruk

atau variabel penelitian. Suatu variabel dikatakan reliabel jika jawaban responden

terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Alat ukur yang

digunakan adalah dengan uji statistik cronbach alpha (α) dan diukur dengan bantuan

perangkat lunak komputer. Perhitungan α dapat dihitung sebagai berikut :

k.r
α=
1+(k−1)r

Suatu variabel atau konstruk dikatakan reliabel jika memberikan nilai

cronbach alpha lebih dari 0,60 (Ghozali, 2011).

3.5 Variabel dan Definisi Operasional

3.5.1 Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari :

1. Variabel Dependen (variabel terikat): mutu pelayanan radiologi

2. Variabel Independen (variabel bebas) : dimensi mutu (tangibles, reliability,

responsiveness, assurance, dan empaty)


32

3.5.2 Definisi Operasional

1. Umur adalah usia responden yang dihitung sejak dilahirkan hingga saat

responden diwawancarai berdasarkan tahun

2. Jenis kelamin adalah keadaan tubuh responden yang dibedakan secara fisik dan

biologis.

3. Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan formal tertinggi yang berhasil

ditamatkan responden

4 Masa kerja adalah lamanya responden bekerja di suatu tempat

5. Dimensi mutu tangibles (bukti langsung) adalah bukti nyata dari pelayanan yang

diberikan,

6. Dimensi mutu reliability (keandalan) adalah persepsi pelayanan radiologi

terhadap kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera,

akurat

7. Dimensi mutu responsiveness (daya tanggap) persepsi pelayanan radiologi untuk

membantu memberikan pelayanan dengan tanggap

8. Dimensi mutu assurance (jaminan) adalah pengetahuan dan ketrampilan petugas,

kemampuan petugas, kesepakatan dan sifat yang dapat dipercaya yang dimiliki

petugas radiologi

9. Dimensi mutu emphaty (empati) adalah tindakan petugas radiologi dalam

berinteraksi, berkomunikasi yang baik, memahami kebutuhan dan memberikan

kemudahan dalam melakukan pelayanan


33

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel

No Variabel Definisi Jumlah Kategori Hasil Ukur Skala


Operasional Indikator Jawaban Ukur
1 Variabel
Independen
1 Tangibles Bukti nyata dari 4 1. Sangat 1. Baik,jika Ordinal
(bukti pelayanan yang Baik jawaban ≥75%
langsung) 2. Baik 2. Kurang baik,
diberikan oleh
3. Kurang jika jawaban
pemberi jasa
Baik 45-70%
4. Sangat 3. Tidak baik, jika
tidak baik jawaban <45%
2 reliability Kemampuan 5 1. Sangat 1. Baik,jika Ordinal
(keandalan) memberikan Baik jawaban ≥75%
pelayanan yang 2. Baik 2. Kurang baik,
3. Kurang jika jawaban
dijanjikan dengan
Baik 45-70%
segera, akurat dan 4. Sangat 3. Tidak baik, jika
memuaskan tidak baik jawaban <45%
3 Responsiven Kemauan atau 5 1. Sangat 1. Baik,jika Ordinal
ess (daya kesediaan untuk Baik jawaban ≥75%
tanggap) membantu pasien 2. Baik 2. Kurang baik,
dan memberikan 3. Kurang jika jawaban
pelayanan yang Baik 45-70%
tanggap 4. Sangat 3. Tidak baik, jika
tidak baik jawaban <45%
4. Assurance pengetahuan dan 1. Sangat 1. Baik,jika Ordinal
(Jaminan) ketrampilan Baik jawaban ≥75%
petugas, 2. Baik 2. Kurang baik,
kemampuan 3. Kurang jika jawaban
petugas, Baik 45-70%
kesepakatan dan 4. Sangat 3. Tidak baik, jika
sifat yang dapat Tidak jawaban <45%
dipercaya yang Baik
dimiliki petugas
radiologi
5 Empathy Kepedulian serta 1. Sangat 1. Baik,jika Ordinal
(empati) perhatian secara Baik jawaban
individual kepada 2. Baik ≥75%
para pengguna atau 3. Kurang 2. Kurang
pelanggan Baik baik, jika
4. Sangat jawaban
Tidak 45-70%
Baik 3. Tidak baik,
jika
jawaban
<45%
34

3.5.3 Metode Pengukuran

Sistem pengukuran data pada TQM yang dilakukan pada penelitian ini adalah

dengan menggunakan Skala Likert yang digunakan untuk mengukur pernyataan

tentang sikap seseorang terhadap sesuatu, misalnya setuju tidak setuju, senang tidak

senang, baik tidak baik (Sugiyono, 2006). Untuk keperluan analisis kuantitatif maka

diberi empat lternatif jawaban kepada responden untuk masing-masing variabel

dengan menggunakan skala 1 sampai 5, adapun skor yang disajikan pada Tabel 3.2.

adalah sebagai berikut :

Tabel 3.2
Instrumen Skala Likert

No Jawaban Skor
1 Sangat Baik (SB) 5
2 Baik (B) 4
3 Kurang Baik (KB) 3
4 Tidak Baik (TB) 2
5 Sangat Tidak Bai (STB) 1

3.6 Teknik Pengolahan dan Analisa Data

3.6.1 Teknik Pengolahan Data

1) Editing

Kegiatan editing ini adalah meneliti kembali kelengkapan pengisian kuesioner

oleh responden, keterbacaan tulisan, kejelasan makna jawaban, keajegan dan

kesesuaian jawaban satu dengan lainnya, relevansi jawaban dan keseragaman

satuan data.

2) Koding
35

Mengklasifikasikan jawaban responden menurut macamnya dengan cara menandai

masing-masing jawaban dengan kode tertentu.

3) Tabulasi

Mengelompokkan data sesuai dengan tujuan penelitian kemudian dimasukkan

dalam tabel yang sudah disiapkan. Setiap pertannyaan diberi nilai, hasilnya

dijumlahkan dan diberi kategori sesuai jumlah pertanyaan pada kuesioner.

Langkah-langkah dalam kegiatan tabulasi ini, yaitu:

a) Memberikan skor item yang perlu diberikan skor.

b) Memberikan kode terhadap item-item yang tidak diberikan skor.

c) Mengubah jenis data disesuaikan dengan teknik analisa yang digunakan.

3.6.2 Analisis Data

1) Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk menganalisis data penelitian dengan

mengumpulkan, mengklasifikasikan, menganalisa dan menginterprestasikan data

sehingga dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai masalah yang dihadapi.

Data yang telah dikumpulkan melalui angket dianalisis dengan mengunakan metode

deskriptif sehingga dapat diperoleh gambaran yang sebenarnya mengenai variabel

penelitian berdasarkan data.

2) Analisis bivariat
36

Analisis ini dilakukan pada dua variabel dengan tujuan untuk mencari

kebermaknaan hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Analisis

hubungan kebermaknaan dilakukan dengan metode statistik Uji Chi-Square apabila

data berdistribusi tidak normal dan menggunakan korelasi Pearson-Correlation jika

data berdistribusi normal. Pada penelitian ini uji kebermaknaan menggunakan Uji

Chi-Square sebab kedua variabel baik variabel bebas dan variabel terikat berdistribusi

data tidak normal. Selanjutnya disajikan data dalam bentuk tabulasi yang meliputi

baris dan kolom yang datanya berskala nominal atau kategori (Crosstab). Variabel-

variabel yang memunculkan hubungan bermakna Chi-Square ( 2 x ) nilai 05 , 0 < p

akan diteruskan ke dalam analisis multivariat, sementara variabel yang memunculkan

hubungan tidak bermakna tidak digunakan untuk dilanjutkan pada analisis

multivariat.

3) Analisis Multivariat

Analisis multivariat dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui besaran

pengaruh pada masing-masing variabel bebas (lebih dari dua variabel) secara

bersamaan terhadap variabel terikat serta mencari manakah variabel bebas yang

paling berpengaruh terhadap variabel terikat. Untuk melihat pengaruh bersama-sama

digunakan pertimbangan yaitu: 1) apabila data berdistribusi normal maka

menggunakan metode Linier Regression dan 2) apabila data tidak berdistribusi

normal maka menggunkan metode Regression Logistic. Disini akan diuji apakah

probabilitas terjadinya variabel terikat dapat diprediksi dengan variabel bebasnya

sehingga munculnya skor koefisien regresi yang menginterpretasikan besaran faktor


37

yang berpengaruh secara signifikan. Karena data penelitian ini berdistribusi tidak

normal maka analisis multivariat menggunakan metode Regression Logistic,

Anda mungkin juga menyukai