Anda di halaman 1dari 12

TUGAS MATA KULIAH STATISTIK MULTIVARIAT

Dosen
Perengki Susanto, S.E. MSc. Ph.D

Materi : Bab 10

Oleh

Nama : Rika Mitaliani


NIM : 20081034
Semester :2
Program Studi : Magister Manajemen

MAGISTER MANAJEMEN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2021
Bab 10
1. Apa perbedaan CFA dengan EFA?
Jawaban :
EFA dan CFA sama-sama digunakan untuk membentuk faktor. Misal kita berbicara
tentang penelitian berupa data kuesioner, maka EFA digunakan dalam kondisi dimana peneliti
tidak memiliki informasi awal atau hipotesis harus dikelompokkan ke dalam variabel mana saja
sekumpulan indikator yang telah dibuat. Jadi peneliti berangkat dari indikator (manifest)
kemudian membentuk variabel. Atau semisal kita memiliki sejumlah variabel bebas, maka EFA
digunakan untuk menyelidiki faktor-faktor yang terkandung dalam variabel pengamatan tanpa
penentuan teori sebelumnya.
Pada CFA, pembentukan faktor bertujuan untuk melakukan penegasan terhadap suatu
teori pengukuran yang diberikan dalam rangka membandingkan teoritis dengan hasil empiris
atau kenyataan.
Pada intinya, EFA tidak membutuhkan teori untuk memperoleh faktor karena faktor yang
muncul baru dapat dinamakan setelah analisis faktor terbentuk sedangkan CFA adalah alat yang
digunakan untuk “mempertegas” atau “menolak” teori pengukuran yang menjadi pertimbangan
secara empiris.
Exploratory Factor Analysis (EFA) adalah metode statistik yang digunakan untuk
membangun model struktur yang terdiri dari satu set atau banyak variabel. EFA adalah salah satu
metode analisis faktor untuk mengidentifikasi hubungan antara variabel manifest atau variabel
indikator dalam membangun sebuah konstruk. EFA digunakan dalam kondisi dimana peneliti
tidak memiliki informasi awal atau hipotesis harus dikelompokkan ke dalam variabel mana saja
sekumpulan indikator yang telah dibuat. jadi peneliti berangkat dari indikator (manifest)
kemudian membentuk variabel. EFA juga digunakan dalam kondisi dimana variabel laten
memiliki indikator yang belum jelas. indikator satu variabel laten dimungkinkan overlap dengan
indikator variabel laten lainnya. Peneliti dapat menggunakan software SPSS untuk menganalisis
EFA. Input yang digunakan adalah data dari variabel-variabel indikator. Oleh karena belum ada
asumsi ke mana saja indikator-indikator akan mengelompok maka biasanya dalam analisis EFA
belum diketahui berapa faktor atau variabel laten yang akan terbentuk. Walaupun diperbolehkan
peneliti menentukan berapa jumlah faktor yang diharapkan.

Ukuran-ukuran yang menunjukkan bahwa suatu indikator masuk ke dalam indikator


tertentu dalam EFA adalah nilai faktor loading. Ketika nilai faktor loading suatu indikator lebih
besar terhadap satu faktor tertentu, maka indikator tersebut dapat dikelompokkan ke dalam faktor
tersebut.

Confirmatori Factor analysis (CFA) Merupakan salah satu bentuk analisis faktor juga
khususnya dalam penelitian sosial. Tujuan utamanya adalah untuk menguji apakah indikator-
indikator yang sudah dikelompokkan berdasarkan variabel latennya (konstruknya) konsisten
berada dalam konstruknya tersebut atau tidak. pada CFA, peneliti menguji apakah data fit
dengan model yang dibentuk sebelumnya atau tidak. Perbedaan yang mendasar antara CFA dan
EFA adalah pada CFA peneliti sudah memiliki asumsi awal bahwa indikator-indikator masuk ke
dalam variabel laten tertentu. Di awal, peneliti telah mengembangkan model hipotesis
berdasarkan kerangka teoritis atau penelitian sebelumnya yang dijadikan acuan.
Oleh karena sudah ada model konstruk yang dibentuk dan akan diujikan, maka CFA
menggunakan software lisrel atau amos untuk mengujinya. CFA dipandang sebagai partial
Structural Equation Modelling (SEM).

Ukuran-ukuran yang digunakan dalam CFA sama halnya dengan yang digunakan dalam
SEM yaitu ukuran kesesuaian model dengan data (fitness index). Chi Square, RMSEA, GFI,
AGFI adalah beberapa contoh ukuran kesesuaian model yang akan digunakan di luar nilai bobot
setiap indikator.
2. Buat daftar dan tentukan komponen validitas konstruk
Komponen validitas konstruk :
Validitas Konstruk
Ada sifat-sifat yang tidak dapat langsung tampak perwujudannya dalam kelakuan masuia,
misalnya kepribadian seseorang. Kepribadian terdiri dari berbagai komponen, dengan tes
kepribadian kita ingin mengetahui aspek-aspek manakah yang sebenarnya kita ukur. Dengan
teknik statistik yang disebut analisis faktor dapat diselidiki berbagai komponen kepribadian
tersebut, sehingga tes itu dapat disusun berdasarkan komponen itu, tes yang demikian ini bisa
dikatakan memiliki validitas konstruk. Validitas konstruk dugunakan bila kita menyaksikan
apakah gejala yang tes benar-benar hanya mengandung satu dimensi. Apabila ternyata gejala itu
mengandung lebih dari satu dimensi maka validitas tes itu diragukan. Keuntungan validitas
konstruk ini ialah bahwa mengetahui komponen-komponen sikap atau sifat yang diukur dengan
tes itu.

Konstruk (construct) adalah sesuatu yang berkaitan dengan fenomena dan objek yang
abstrak, tetapi gejalanya dapat diamati dan diukur. Gravitasi, massa, kemampuan matematika,
kemampuan bahasa Inggris, kebahagiaan, dan kesedihan antara lain termasuk konstruk. Gravitasi
misalnya dapat dijadikan sebagai contoh bagaimana memahami konstruk. Ketika buah apel jatuh
ke tanah, konstruk tentang gravitasi dapat digunakan untuk menjelaskan dan memperkirakan
perilaku (jatuhnya buah apel misalnya) yang diamati. Namun demikian, kita tidak dapat melihat
yang dimaksud dengan konstruk gravitasi itu sendiri. Hal yang dapat kita lihat hanyalah apel itu
jatuh. Kita dapat mengukur gravitasi dan mengembangkan teori tentang gravitasi.
Validitas konstruk mengandung arti bahwa suatu alat ukur (dikatakan valid apabila telah
cocok dengan kontruksi teoritik di mana tes itu dibuat. Sebuah tes dikatakan memiliki validitas
konstruksi apabila soal-soalnya mengukur setiap aspek berpikir seperti yang diuraikan dalam
standar kompetensi, kompetensi dasar, maupun indikator yang terdapat dalam kurikulum. Soal
yang dapat dikembangkan dari kisi-kisi seperti tampak ada Tabel 2.2 haruslah berupa soal yang
sesuai dengan kemampuan membandingkan piramida ekologi, mengatasi masalah lingkungan
dengan menggunakan konsep rantai makanan, menjelaskan aliran energi serta membuat bagan
daur biogeokimia (Carbon, Nitrogen, Sulfur, dan Pospor.
Konstuksi yang dimaksud pada validitas ini bukanlah merupakan konstruksi seperti
bangunan atau susunan, tetapi berupa rekaan psikologis yang berkaitan dengan aspek-aspek
ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.
.. 4
No. Soal Jumlah
0
A. KONTEN ILMU
1) Butir soal sesuai indikator
2) Hanya ada satu kunci atau jawaban yang benar
3) Isi materi sesuai dengan tujuan pengukuran.
4) Isi materi sesuai dengan jenjang, jenis sekolah dan tingkatan kelas
5) Pilihan benar-benar berfungsi, jika pilihan merupakan hasil perhitungan,
maka pengecoh dapat diperoleh karena salah rumus/salah hitung
B. KONSTRUK
6) Pokok soal (stem) dirumuskan dengan jelas
7) Rumusan soal dan pilihan dirumuskan dengan tegas
8) Pokok soal tidak memberi petunjuk/mengarah kepada pilihan jawaban
yang benar
9) Pokok soal tidak mengandung pernyataan negatif ganda
10) Bila terpaksa menggunakan kata, negatif, harus digarisbawahi atau
dicetak lain
11) Pilihan jawaban homogen
12) Hindari adanya alternative: ―jawaban seluruh jawaban di atas benar‖
atau ―tak satu jawaban di atas yang benar‖ dan yang sejenisnya
13) Panjang alternatif/pilihan jawaban relatif sama, jangan ada yang sangat
panjang
dan ada yang sangat pendek
14) Pilihan jawaban dalamn bentuk angka/waktu diurutkan
15) Wacana, gambar, atau grafik benar-benar berfungsi
16) Antar butir tidak bergantung satu sama lain.
C. ASPEKBAHASA
17)Rumusankalimatsoalkomunikatif
18)Kalimatmenggunakanbahasa yang baikdanbenarsesuai dengan
jenisbahasanya
19)Rumusankalimattidakmenimbulkanpenafsiran gandaatausalah pengertian
20)Menggunakanbahasa/katayangumum (bukanbahasa lokal)
21)Rumusansoaltidak mengandung kata-kata yang menyinggung
perasaanmahasiswa
22)Rumusansoaltidakmengandung SARAP
Jumlah
3. Apa langkah-langkah dalam mengembangkan skala baru untuk dinilai konstruksi laten ?
Jawaban :
Berikut adalah uraian ringkas mengenai langkah-langkah dasar dalam perancangan dan
penyusunan skala psikologi. Langkah-langkah tersebut akan memberi gambaran bagi penyusun
skala psikologi mengenai prosedur umum yang tentu saja tidak selalu dapat diikuti secara ketat
disebabkan format dan sifat penskalaan masing-masing model alat ukur belum tentu sama dan
karenanya menuntut keluwesan dalam pelaksanaannya.
Awal kerja perancangan suatu skala psikologi dimulai dari identifikasi tujuan ukur, yaitu
memilih suatu definisi dan mengenali teori yang mendasari konstrak psikologis atribut yang
hendak diukur.
Kemudian dilakukan pembatasan kawasan (domain) ukur berdasarkan konstrak yang
didefinisikan oleh teori yang bersangkutan. Pembatasan ini harus diperjelas dengan menguraikan
komponen atau dimensi-dimensi yang ada dalam atribut termaksud. Dengan mengenali batasan
ukur dan adanya dimensi yang jelas maka skala akan mengukur secara komprehensif dan
relevan, yang pada gilirannya akan menunjang validitas isi skala.
Komponen atau dimensi atribut teoritik yang telah jelas batasannya tidak jarang masih
perlu dioperasionalkan ke dalam bentuk yang lebih konkret sehingga penulis aitem akan
memahami benar bentuk respon yang harus diungkap dari subjek. Operasionalisasi ini
dirumuskan ke dalam bentuk indikator-indikator perilaku (behavioral indicators).
Sebelum penulisan aitem dimulai, perancang skala perlu menetapkan bentuk atau format
stimulus yang hendak digunakan. Format stimulus ini erat berkaitan dengan metode
penskalaannya. Dalam bab mengenai penskalaan dan penentuan skor diuraikan beberapa cara
penskalaan yang biasanya digunakan dalam penyusunan skala psikologi. Berbeda dari
pengembangan tes-tes kemampuan kognitif yang dalam pemilihan format aitemnya memerlukan
pertimbangan-pertimbangan menyangkut keadaan responden, materi uji, dan tujuan pengukuran,
dalam penentuan format skala psikologi pertimbangannya tidak terlalu berkaitan dengan
keadaaan responden maupun tujuan penggunaan skala. Biasanya pemilihan format skala lebih
banyak tergantung pada kelebihan teoritis dan manfaat praktis format yang bersangkutan.
Penulisan aitem dapat dilakukan apabila komponen-komponen atribut telah jelas
identifikasinya atau bila indikator-indikator perilaku telah dirumuskan dengan benar. Biasanya
komponen-komponen atribut dan indikator-indikator perilaku disajikan sebagai bagian dari blue-
print skala. Di samping memberikan gambaran mengenai isi dan dimensi kawasan ukur, blue-
print akan menjadi acuan dalam penulisan aitem. Penulisan aitem sendiri harus pula selalu
memperhatikan kaidah-kaidah penulisan yang sudah ditentukan. Pada tahapan awal penulisan
aitem, umumnya dibuat aitem yang jumlahnya jauh lebih banyak daripada jumlah yang
dispesifikasikan oleh blue-printnya. Katakanlah sampai sekitar sekitar tiga kali lipat dari jumlah
yang nanti akan digunakan dalam skala bentuk final. Hal ini dimaksudkan agar nanti penyusun
skala tidak kehabisan aitem akibat ggurnya aitem-aitem yang tidak memenuhi persyaratan.
Menurut pengalaman, bagi penulis-penulis aitem yang belum berada pada tahap kecakapan yang
tinggi, angka mortalitas aitem sangat besar. Hanya sebagian kecil saja aitem yang ditulis oleh
penulis yang belum terlatih yang akan selamat melewati proses seleksi psikometris.
Reviu (review) dilakukan pertama oleh penulis aitem sendiri, yaitu dengan selalu
memeriksa ulang setiap aitem yang baru saja ditulis apakah telah sesuai dengan indikator
perilaku yang hendak diungkap dan apakah juga tidak keluar dari pedoman penulisan aitem.
Apabila semua aitem telah selesai ditulis, reviu dilakukan oleh beberapa orang yang
berkompeten. Kompetensi yang diperlukan (dalam hal ini) meliputi penguasaan masalah
kontruksi skala dan masalah atribut yang diukur. Selain itu penguasaan bahasa tulis standar
sangat diperlukan. Semua aitem yang diperkirakan tidak sesuai dengan spesifikasi blue-print atau
yang tidak sesuai dengan kaidah penulisan harus diperbaiki atau ditulis ulang. Hanya aitem-
aitem yang diyakini akan berfungsi dengan baik yang boleh diloloskan untuk mengikuti uji-coba
lapangan.
Kumpulan aitem yang telah melewati proses reviu dan analisis kualitatif kemudian
diujicobakan. Tujuan uji coba ini pertama adalah untuk mengetahui apakah kalimat dalam aitem
mudah dan dapat dipahami oleh responden sebagaimana diinginkan oleh penulis aitem. Reaksi-
reaksi responden berupa pertanyaan mengenai kata-kata atau kalimat yang digunakan dalam
aitem merupakan pertanda kurang komunikatifnya kalimat yang ditulis dan itu memerlukan
perbaikan. Tujuan kedua, uji-coba dijadikan salah satu cara praktis untuk memperoleh data
jawaban dari responden yang akan digunakan untuk penskalaan.
Analisis aitem merupakan proses pengujian parameter-parameter aiem guna mengetahui
apakah aitem memenuhi persyaratan psikometris untuk disertakan sebagai bagian dari skala.
Parameter aitem yang diuji paling tidak adalah daya beda atau daya diskriminasi aitem, yaitu
kemampuan aitem dalam membedakan antara subjek yang memiliki atribut yang diukur dan
yang tidak. Lebih tajam lagi, daya beda aitem memperlihatkan kemampuan aitem untuk
membedakan individu ke dalam berbagai tingkatan kualitatif atribut yang diukur berdasar skor
kuantitatif. Dalam analisis aitem yang lebih lengkap dilakukan juga analisis indeks validitas dan
indeks reliabilitas aitem.
Hasil analisis aitem menjadi dasar dalam seleksi aitem. Aitem-aitem yang tidak
memenuhi persyaratan psikometris akan disingkirkan atau diperbaiki lebih dahulu sebelum dapat
menjadi bagian dari skala. Sebaliknya, aitem-aitem yang memenuhi persyaratan pun tidak
dengan sendirinya disertakan ke dalam skala. Proses kompilasi akan menentukan mana di antara
aitem tersebut yang akhirnya terpilih. Di samping memperhatikan parameter aitem, kompilai
skala harus pula mempertimbangkan proporsionalitas komonen-komponen skala sebagaimana
dideskripsikan oleh blue-printnya.
Pengujian reliabilitas skala dilakukan terhadap kumpulan aitem-aitem terpilih yang
banyaknya disesuaikan dengan jumlah yang telah dispesifikasikan oleh blue-print. Apabila
koefisien reliabilitas skala ternyata belum memuaskan, maka penyusun skala dapat kembali ke
langkah kompilasi dan merakit ulang skala dengan lebih mengutamakan aitem-aitem yang
memiliki daya beda tinggi sekalipun perlu sedikit mengubah proporsi aitem dalam setiap
komponen atau bagian skala. Kumpulan aitem yang memiliki daya diskriminasi tinggi akan
dapat meningkatkan koefisien reliabilitas skala. Jalan lain yang dapat ditempuh adalah
menambah jumlah aitem pada setiap komponen secara proporsional, bila perlu dengan
menurunkan sedikit kriteria seleksi aitem. Hal ini dilakukan terutama bila jumlah aitem akan
meningkatkan koefisien reliabilitas skala.
Proses validasi pada hakikatnya merupakan proses berkelanjutan. Pada skala-skala yang
akan digunakan secara terbatas pada umumnya dilakukan pengujian validitas berdasar kriteria
sdangkan pada skala yang dimaksudkan untuk digunakan secara luas biasanya diperlukan proses
analisis faktor dan validasi silang (cross validation).
Format final skala harus dirakit dalam tampilan yang menarik namun tetap memudahkan
bagi responden untuk membaca dan menjawabnya. Dalam bentuk akhir, skala dilengkapi dengan
petunjuk pengerjaan dan mungkin pula lembar jawaban yang terpisah. Ukuran kertas yang
digunakan perlu disesuaikan dengan panjangnya skala sehingga jangan sampai berkas skala
tampak sangat tebal yang menyebabkan calon responden kehilangan motivasi, sedangkan
pemilihan ukuran huruf perlu juga mempertimbangkan usia responden jangan sampai memakai
huruf berukuran terlalu kecil sehingga responden agak lanjut usia kesulitan membacanya.
4. Definisikan psikometri. Apa sajakah properti dari sebuah model pengukuran congeneric?
Mengapa mereka mewakili sifat-sifat pengukuran yang baik?
Jawaban :
Psikometri adalah ilmu tentang teori pengukuran psikologis. Ruang lingkup psikometri
adalah masalah pengembangan teori dan model tes serta pengembangan dasar-dasar evaluasi
terhadap kualitas tes.
Syarat utama dalam melakukan pengujian congeneric, adalah variabel bersifat
unidimensional, yaitu hanya mengukur satu faktor saja (Peters, 2014). Asumsi unidimensional
ini sangat diperlukan untuk mengidentifikasi nilai true score pada suatu variabel, serta pengujian
secara statistik yang disarankan menggunakan teknik confirmatory factor analysis (Dragovic,
2004). Mengenai alat ukur SWLS yang sangat populer digunakan dalam penelitian Psikologi,
belum pernah didapatkan model pengukuran yang sesuai dengan alat ukur SWLS, sedangkan
syarat utama yaitu SWLS bersifat unidimensional sudah terpenuhi (Lorenzo-Seva dkk., 2019).
Kebanyakan peneliti menguji validitas alat ukur SWLS sampai sebatas model congeneric, tidak
dilakukan sampai tingkat selanjutnya yaitu pengujian tau equivalent dan parallel. Joreskog
membuat model pengukuran congeneric sebagai alternatif untuk mendapatkan nilai reliabilitas/
internal consistency, yang mana pada model pengukuran ini ditandai dengan nilai factor loading
dan error setiap item yang diujikan berbeda (Schweizer, 2011).
Pada tahap apilaksinya, teori psikometri memberikan landasan fundamnetal dalam
perancangan dan pengembangan tes psikologis sehingga metode-metode konstruksi tes
berkembang maju dan dapat menghasilkan berbagai bentuk tespsikologi yang valid dan reliabel.
Evaluasi terhadap fungsi tes dapat dilakukan dengan cara yang lebih seksama dan efisien sejalan
dengan perkembangan zaman teori psikometri itu sendiri.
Sifat-sifat pengukutan psikometri :
a. Pengukuran psikologis dilakukan secara tyidak langsung berdasarkan perilaku
yang tampak, atau berdasarkan atas respon terhadap stimulus yang diberikan.
b. Pengukuran psikologis tidak pernah menunjukkan ketepatan seratus persen
(100%). Bagaimapun valid, reliabel, atau baiknya alat yang digunakan, dan
bagaimanapun cermatnya pengadministrasian yang dilakukan, pengukuran itu
selalu mengandung eror kesesatan tertentu.
c. Pengukuran psikologis tidak mempunyai satuan mutlak. Seseoranmg yang
mendapatkan angka nol tidaklah berarti kosong sama sekali.
d. Hasil pengukuran psikologis tidak mempunyai skala rasio. Kita hanya dapat
mengatakan bahwa si A lebih pandai dari si B. Tetapi tidak dapat mengatakan
bahwa si A satu setengah kali lebih pandai dari si B.

5. Apa saja pertimbangan dalam menentukan apakah Indikator harus dimodelkan sebagai
formatif atau reflektif ?
Jawaban :

Indikator reflektif merupakan variabel terukur dan dipandang sebagai variabel yang
dipengaruhi oleh variabel laten sesuai dengan konsep yang sama dan yang mendasarinya.
Secara umum, model persamaan indikator reflektif dapat dituliskan sebagai berikut: (2.2)
(2.3) Dengan x dan y adalah indikator untuk variabel laten eksogen (  ) dan endogen (  ).
Sedangkan , dan merupakan koefisien yang menguhubungkan variabel laten dengan
indikatornya, serta (  ) dan (  ) merupakan kesalahan pengukuran dari x dan y.

Indikator formatif merupakan indikator-indikator yang membentuk atau menyebabkan


adanya penciptaan atau perubahan di dalam sebuah variabel laten.
Desain model pengukuran untuk variabel laten terbagi atas dua yaitu bersifat refleksif
atau formatif.
Secara umum, model persamaan indikator formatif dapat dituliskan sebagai berikut :
dengan x dan y merupakan indikator untuk variabel laten eksogen dan endogen, merupakan
variabel laten eksogen, merupakan variabel laten endogen, dan merupakan koefisien yang
menghubungkan variabel laten dengan indikatornya, serta dan merupakan kesalahan pengukuran
dari x dan y.

memisahkannya atas 4 syarat yaitu : (1) bagaimana hubungan kausalitasnya; (2)


bagaimana sifat kovarian diantara indikator; (3) apakah ada sifat duplikasi yang kuat; (4) apakah
ada hubungan indikator pada berbagai variabel.  Cara menentukan sifat hubungan indikator dan
variabel laten tersebut kadangkala bisa terlihat dengan mudah pada keempatnya kadang tidak.
Berikut penjelasan dari keempat cara tersebut. Pertama, hubungan kausalitasnya. Indikator
refleksif disebabkan oleh konstruk sedangkan indikator formatif menyebabkan konstruk. Dapat
pula diberi makna lain, apabila indikator tersebut cenderung bersifat penyusun, maka akan
bersifat formatif, sedangkan bila indikator adalah hasil dari konstruk akan bersifat
refleksif; Kedua, sifat kovarian. Pada hubungan refleksif, kovarian  antar indikator adalah tinggi
karena seluruh indikator akan bergerak bersama, artinya perubahan satu indikator akan
menyebabkan perubahan terhadap indikator lainnya. Sedangkan pada sifat formatif, diharapkan
tidak memiliki kovarian tinggi dan tidak bergerak bersama. Ketiga, sifat duplikasi.  Apabila
indikator memiliki kesamaan dasar konseptual (seluruh indikator mengindikasikan hal yang
sama), maka akan bersifat refleksif. Akibatnya menghilangkan satu indikator tidak mengubah
arti konstruk secara materi. Keempat, hubungan indikator pada berbagai variabel.  Pada sifat
refleksif, semua indikator bisa berhubungan dengan variabel lain. Sedangkan pada hubungan
formatif diharapkan terjadi pola hubungan yang berbeda dengan variabel lain

6. Apa itu kasus Heywood, dan bagaimana penanganannya menggunakan SEM?


Jawaban :
Heywood case sering terjadi pada Analisis Inferensial Parametik pada teknik analisis
kausalitas Structural Equation Modeling menggunakan software Amos. Menurut Westland
(2019), heywood case adalah kesalahan yang terdapat pada nilai indikator danvariabel pada
gambar model persamaan struktural yang memiliki nilai yang negatif atau nilai yang tidak wajar.
Begitu juga dengan varian yang menghasilkan estimasi varian nol dan atau melebihi dari nilai 1
akan menghasilkan varian yang negatif. Pada heywood case, sering terjadi pada kasus di mana
terdapat kesalahan spesifikasi model, kategori data yang tidak sesuai seperti skewness dan
kurtosis, hanya memiliki dua indikator per variabel laten dan atau korelasi populasi mendekati 1
atau 0 sehingga menyebabkan underidentification.menurut Haryono (2016), heywood case
adalah terjadinya varian negatif yang diakibatkan oleh jumlah sampel yang kecil, tidak asimtotik
akan memberikan hasil estimasi parameter dan pembangunan model statistik yang tidak baik.
Multicollinearity antar indikator dan tidak sesuainya model yang dibangun adalah penyebab
utama terjadinya Heywood case.

Sehingga untuk mengatasinya adalah dengan melakukan teknik pengeliminasian terhadap


indikator yang memiliki nilai yang tidak wajar, mengeliminasi data outliers, menghambat jalur
hubungan per variabel yang memiliki nilai melebihi angka 1 dengan teknik labelling pada jalur
yang memiliki unobservable construct dan atau menambahkan indikator lain pada variabel
latennya (Collier, 2020). Para ahli statistik menyebutnya dengan respesifikasi model. Pada saat
melakukan analisis data dengan menggunakan software Amos, sering terjadi heywood case.
Karena pada Amos berbeda dengan SmartPLS yang memiliki golongan SEM berbasis VB-SEM
yang tidak mensyaratkan model yang Fit dan tidak mengukur uji Goodness of Fit. Sehingga pada
SmartPLS, heywood case tidak pernah terjadi. Pada software Amos dalam melakukan analisis,
mensyaratkan adanya normalitas data yang normal, goodness of fit yang fit sesuai dengan cut off
value yang ditentukan berdasarkan teori dan validitas dan reabilitas konstruk harus valid dan
reliabel. Tujuannya adalah agar data yang didapatkan di lapangan dapat membangun model
penelitian sesuai dengan tujuan dan hipotesis yang sudah dibangun. Ketika semua syarat tidak
dipenuhi maka model penelitian tidak valid sekalipun nilai signifikan pada regression weights
diterima.
7. Apakah mungkin untuk menetapkan batas yang tepat untuk kecocokan CFA indeks.
Jelaskan
8. Jelaskan peran teori dan bagaimana fit mendemonstrasikan validitas atau kurangnya
validitas untuk model pengukuran
9. Menggunakan HBATSEM6 (kumpulan data enam konstruk), uji sebuahModel CFA
mengusulkan dua dimensi dukungan supervisor.Dengan kata lain, uji solusi tujuh faktor
di mana item dengan valensipositif membentuk satu faktor Dukungan Supervisor dan
itemdengan kata-kata negatif membentuk faktor lain. Interpretasikanhasilnya.
10. Apakah ada model CFA lain yang secara teoritis masuk akaldapat diusulkan
menggunakan item Dukungan Supervisor?
11. Melihat kembali beberapa masalah data dasardijelaskan di Bab 2, apakah salah satu
variabel SP1-SP6menampilkan properti yang menyarankan itu (mereka) tidak
bolehdisertakan dalam CFA untuk memulai?

Anda mungkin juga menyukai