Pengendalian Konservasi
Pengendalian Konservasi
A. Abas Idjudin
ABSTRAK
Masalah utama dalam usahatani pada lahan kering berlereng bila tanpa disertai tindakan konservasi tanah akan menimbulkan
erosi tanah. Erosi tanah menyebabkan terjadinya kerusakan lahan pertanian berupa kemunduran sifat-sifat (fisik, kimia, dan biologi)
tanah serta menurunkan produktivitas lahannya. Erosi tanah sangat merugikan, produktivitas tanahnya semakin rendah. Peranan
teknik konservasi tanah sangat penting dalam menanggulangi erosi dan memperbaiki tanah yang telah rusak. Teknik konservasi
tanah adalah cara-cara pengawetan tanah, yang merangkum tiga macam pengertian yaitu : a) melindungi tanah terhadap kerusakan-
kerusakan, b) memperbaiki tanah yang telah rusak, dan c) membuat tanah sedapat mungkin menjadi subur. Dalam praktek penerapan
teknik konservasi tanah di lapangan, digunakan dua metode konservasi tanah yaitu metode konservasi mekanik dan metode
konservasi vegetatif. Metode konservasi mekanik adalah berupa pembuatan bangunan-bangunan pencegahan erosi dan manipulasi
mekanik tanah dan permukaan tanah (pengolahan tanah menurut kontur, pembuatan teras, guludan, saluran pembuangan air (SPA),
bangunan terjunan air (BTA), rorak, chekdam sumbat gully, dan sebagainya. Sedangkan metode vegetatif ditujukan untuk
mengurangi energi pukulan butir-butir hujan di permukaan tanah, mengurangi kecepatan aliran permukaan (run off), memperbesar
kapasitas infiltrasi dan mengurangi kandungan air tanah. Kemempanan teknik konservasi tanah di lahan kering terhadap erosi tanah
dan produktivitasnya berbeda untuk tiap lokasi. Hal ini karena daya dukung lahan (spesifik tapak, sifat dan watak tanah serta iklim)
yang berlainan. Kesungguhan pengguna teknologi dalam menjalankan teknik konservasi tanah ikut menentukan keberhasilan
peningkatan lahan kering yang terdegradasi.
Kata kunci : Lahan berlereng, degradasi sifat tanah, teknik konservasi, daya dukung lahan, motivasi petani pengguna lahan
ABSTRACT
The main problem of agricultural activities in the steep slope upland area if without adequate soil conservation practices is
that it will results in soil erosion. Soil erosion causes agricultural land degradation which reduces the physical, chemical, and
biological soil roperties and decreases land productivities. Soil erosion is very harmful to agricultural land productivities, because
loss of the fertile topsoil in a relatively short time causes decrease of fertility and productivity of the soils. The role of conservation
techniques are the way of soil conservation, which have three principles of definitions, i.e. a) to protect the soil against soil
degradation, b) to improve the degraded soil, and c) to make the soil more fertile. Soil conservation practice in the field have used
two methods i.e. mechanical conservation methods and vegetative conservation methods. Mechanical conservation method is the
earth embankments constructed across the slope to intercept surface run off and to protect soil erosion (soil cultivation along the
contour, terraces constructed, contour bank, waterways ditch, drop structure, silt pit, checkdam, gully plug, etc). While the
vegetative methode are reducing the kinetic energy of the raindrops on the soil surface, reducing the run off velocity, increasing
infiltration rate and reducing soil water contents. The effectiveness of soil conservation techniques in uplands area on the the soil
erosion and the land productivity is different in each location. This is because of the difference of the land capability (site specific,
soil behavior and properties, and the climate). Farmers’ motivation as the user of the soil conservation technologies is included as
one on the determinant factors of the successfulness in improving degraded upland and in increasing land productivity.
Keywords : Slope upland, soil properties degradation, conservation techniques, land capability, improving degradated upland,
farmers’ motivation
L
ahan adalah salah satu sistem bumi, yang lingkungan hidup, merupakan kimah (aset)
bersama dengan sistem bumi yang lain, lingkungan dan membentuk landasan hakiki bagi
yaitu air alam dan atmosfer, menjadi inti kemanusiaan (James, 1995). Fungsi-fungsi vital
fungsi, perubahan, dan kemantapan ekosistem. yang dikerjakan tanah dalam ekosistem menca-
Tanah berkedudukan khas dalam masalah kup: a) memberlanjutkan kegiatan, keaneka-
103
Jurnal Sumberdaya Lahan Vol. 5 No.2, Desember 2011
ragaman, dan produktivitas hayati, b) mengatur masyarakat di lahan dataran tinggi, tetapi juga di
dan membagi-bagi aliran air dan larutan, c) bagian hilirnya.
menyaring, menyangga, mendegradasi, imobili- Sekitar 45% wilayah Indonesia berupa
sasi, dan detoksifikasi bahan-bahan organik dan dataran tinggi perbukitan dan pegunungan yang
anorganik, termasuk hasil samping industri dan dicirikan oleh topo-fisiografi yang sangat bera-
kota serta endapan atmosfir, d) menyimpan dan gam, sehingga praktek budidaya pertanian di
mendaurkan hara dan unsur-unsur lain di dalam lahan dataran tinggi memiliki posisi strategis
biosfir bumi, dan e) memberikan topangan bagi dalam pembangunan pertanian nasional. Selain
bangunan sosio-ekonomi dan perlindungan bagi memberikan manfaat bagi jutaan petani, lahan
pemukiman manusia. Untuk keberlanjutan peri dataran tinggi juga berperan penting dalam
kehidupan dan menjamin kesejahteraannya, menjaga fungsi lingkungan daerah aliran sungai
manusia tidak mungkin mengabaikan upaya (DAS) dan penyangga daerah di bawahnya
mencegah degradasi berbagai fungsi tanah. (Departemen Pertanian, 2006).
Tanah di manapun keberadaannya merupakan
komponen lingkungan hidup yang secara mutlak Tanaman pekebunan seperti kopi, teh,
harus dilindungi atau dihindarkan dari dampak kina, dan berbagai jenis buah-buahan juga
yang merugikan, maka konservasi tanah menjadi banyak diproduksi di lahan pegunungan. Lahan
suatu keharusan bagi membuat lingkungan hidup pegunungan yang merupakan hulu DAS juga
terhunikan (Notohadipawiro, 2000; Idjudin, berperan penting dalam menjaga tata air DAS itu
2006). sendiri, mempertahankan keanekaragaman haya-
ti, mengendalikan erosi, dan menambat karbon
Cerapan (perception) kebanyakan orang di atmosfer sehingga mengurangi pemanasan
tentang mutu lingkungan selalu dilihat dari sisi global (Departemen Pertanian, 2006). Berbagai
air dan udara. Mereka dapat menghargai air dan tanaman hortikultura, tanaman perkebunan,
udara yang bersih dan segar. Dibandingkan tanaman pangan, dan ternak dihasilkan di lahan
dengan penghargaan terhadap air dan udara, pegunungan. Sebagian besar tanaman sayur-
penghargaan kebanyakan orang terhadap tanah sayuran dan bunga-bungaan dihasilkan di tanah
tetap rudimenter (James, 1995). Andisols dan Alfisols dengan elevasi berkisar
Sudah ada peraturan perundang-undangan antara 350-1.500 m di atas permukaan laut
mengenai baku mutu air dan udara, akan tetapi (dpl).
hingga saat ini belum terwujud undang-undang Walaupun berpeluang untuk budidaya
yang mengatur baku mutu tanah. Dari perspektif pertanian, lahan pegunungan rentan terhadap
ilmu dan lingkungan, tanah adalah ekosistem longsor dan erosi, karena tingkat kemiringannya,
yang beraneka pada skala lokal dan sumberdaya curah hujan relatif lebih tinggi, dan tanah tidak
alam yang sangat heterogen dari segi kimia, stabil. Bahaya longsor dan erosi akan meningkat
fisik, dan hayati. Maka tanah menjadi penentu apabila lahan pegunungan yang semula tertutup
kapasitas lahan dalam produksi biomassa hutan dibuka menjadi areal pertanian tanaman
berguna, seperti dalam budidaya pertanian, semusim yang tidak menerapkan praktek
perkebunan, dan kehutanan (Idjudin, 2010). konservasi tanah dan air, atau menjadi areal
peristirahatan dengan segala fasilitas yang tidak
Budidaya perkebunan di dataran tinggi
ramah lingkungan.
dihadapkan pada faktor pembatas biofisik seperti
lereng yang relatif curam, kepekaan tanah Dalam beberapa tahun terakhir, bencana
terhadap erosi dan longsor dan curah hujan yang alam banjir dan longsor makin meningkat, baik
tinggi. Kesalahan dalam pengelolaan dan daya rusak maupun intensitasnya. Bencana ter-
pemanfaatan sumberdaya lahan di dataran tinggi sebut telah menimbulkan banyak korban manu-
dapat menimbulkan kerusakan biofisik berupa sia, harta, lahan pertanian, infrastruktur dan
degradasi kesuburan tanah dan ketersediaan air sebagainya. Degradasi lahan juga semakin
yang dampaknya tidak hanya dirasakan oleh meningkat dan meluas, terutama akibat
104
. Abas Idjudin : Peranan Konservasi Lahan dalam Pengelolaan Perkebunan
tingginya tingkat erosi tanah, khususnya di Serikat yang menerbangkan debu dari lahan
daerah pegunungan. Longsor dan erosi di pertanian ke lautan Alantik (Phillips and Young,
kawasan pegunungan selain ditentukan oleh 1973; Rachman et al., 2004).
karakteristik lahan dan kondisi iklim juga Pengolahan tanah dapat diartikan sebagai
dipengaruhi oleh sistem dan teknik budidaya kegiatan manipulasi mekanik terhadap tanah
pertanian di wilayah tersebut (P3HTA, 1990; (Arsyad, 2000). Tujuannya adalah untuk men-
Departemen Pertanian, 2006). campur dan menggemburkan tanah, mengontrol
Materi yang dikemukakan dalam makalah tanaman pengganggu, mencampur sisa tanaman
ini meliputi aspek pengolahan tanah, faktor dengan tanah, dan menciptakan kondisi kegem-
penentu kepekaan lahan terhadap longsor dan buran tanah yang baik untuk pertumbuhan akar
erosi, teknologi pengendalian longsor, teknologi (Gill and Vanden Berg, 1967). Pengolahan tanah
budidaya pada sistem usahatani konservasi, dan dikerjakan untuk menggemburkan tanah, mem-
implikasi kebijakan. Substansi yang disampaikan perdalam jeluk efektif untuk perakaran, dan me-
bersifat umum, sebagai landasan bagi penyusun- mudahkan daya antar air dan udara (Notohadi-
an petunjuk teknis oleh instansi yang berwenang pawiro, 2000). Setiap upaya pengolahan tanah
di tingkat pusat dan daerah. akan menyebabkan terjadinya perubahan sifat-
sifat tanah. Tingkat perubahan yang terjadi
sangat ditentukan oleh jenis alat pengolahan
PENGOLAHAN LAHAN tanah yang digunakan. Penggunaan cangkul,
misalnya, relatif tidak akan banyak menyebab-
Pengolahan tanah kan terjadinya pemadatan pada lapisan tanah
bagian bawah. Namun demikian karena
Pengolahan tanah meliputi berbagai kegiat- seringnya tanah terbuka, terutama antara dua
an fisik dan mekanik tanah yang bertujuan untuk musim tanam, maka lebih riskan terhadap
membuat media perakaran tanaman lebih baik. dispersi agregat, erosi, dan proses iluviasi yang
Di negara maju, petani sudah sangat tergantung selanjutnya dapat memadatkan tanah (Pankhurst
pada alat mesin pertanian (alsintan), baik untuk and Lunch, 1993).
pengolahan tanah, penanaman benih, penyiang-
Penggunaan alat berat akan menggembur-
an gulma, maupun untuk pemanenan hasil
kan tanah dan membolak-balikkan tanah sampai
(Rachman et al., 2004). Berbagai macam alsin-
pada kedalaman 20 cm. Namun, pada waktu
tan untuk mengolah tanah terus dikembangkan,
yang bersamaan roda traktor menyebabkan
menghasilkan teknologi pengolahan tanah yang
terjadinya pemadatan tanah dan berbagai efek
efisien. Petani tidak punya pilihan lain kecuali
negatif lainnya. Beberapa hasil penelitian menun-
menggunakan mesin-mesin pertanian tersebut
jukkan bahwa pengolahan tanah yang berlebihan
untuk meningkatkan hasil pertanian dan
menjadi penyebab utama terjadinya kerusakan
mengefisienkan usahataninya. Akibatnya, tanah
struktur tanah (Larson and Osborne, 1982;
diolah dengan intensitas pengolahan yang terus
Suwardjo et al., 1989) dan kekahatan kandung-
meningkat. Petani, pada awalnya, mendapatkan
an bahan organik tanah. Kepedulian terhadap
hasil panen yang tinggi, namun karena tanah
efek kurang menguntungkan dari pengolahan
terus-menerus diolah, akibatnya tanah
tanah yang intensif mendorong para praktisi
mengalami penurunan produktivitas (Rachman et
pertanian mencari alternatif penyiapan lahan
al., 2004). Tanah yang diolah berlebihan tanpa
yang lebih rasional terhadap kelestarian
tindakan konservasi akan menjadi lebih cepat
lingkungan hidup.
kering, lebih halus (powdery), berstruktur buruk,
dan kadar bahan organik tanahnya semakin Olah tanah konservasi (conservation
rendah. Sebagai akibat dari pengolahan yang tillage) menjadi alternatif penyiapan lahan yang
sangat intensif ini, pada tahun 1930-an, dilaporkan dapat mempertahankan produktivitas
misalnya, terjadi tragedi hujan debu di Amerika tanah tetap tinggi (Brown et al., 1991; Wagger
105
Jurnal Sumberdaya Lahan Vol. 5 No.2, Desember 2011
and Denton, 1991). Namun demikian, terdapat di permukaan tanah; (b) kondisi permukaan
beberapa hasil penelitian yang melaporkan tanah yang kasar (rough), sarang (porous),
terjadinya penurunan hasil tanaman akibat olah berbongkah (cloddy), dan bergulud (ridged); atau
tanah konservasi (Swan et al., 1991; (c) kombinasi dari keduanya (Mannering and
Ketcheson, 1980) atau tidak mempengaruhi Fenster, 1983). Dengan demikian, nampak jelas
hasil tanaman (Rao and Dao, 1991 dalam bahwa keefektifan OTK ditentukan oleh
Rachman et al., 2004). Adanya kontradiksi hasil penggunaan sisa tanaman sebagai mulsa di
diduga disebabkan oleh berbagai faktor, antara permukaan tanah. Penggunaan mulsa tanpa
lain curah hujan dan tekstur tanah. Pada curah dikaitkan dengan OTK adalah kurang efisien,
hujan yang rendah, olah tanah konservasi tetapi penerapan OTK tanpa menggunakan
umumnya meningkatkan hasil tanaman. mulsa adalah suatu kesalahan (Suwardjo, 1981).
Pengaruh yang sama diamati juga pada tanah Mulsa di permukaan tanah melindungi
yang bertekstur berat. Hal lain yang menentukan permukaan tanah dari energi hempasan butir-
keberhasilan olah tanah konservasi adalah butir hujan, mengurangi terjadinya penyumbatan
pemberian bahan organik dalam bentuk mulsa pori (soil crusting), sehingga meningkatkan
yang cukup, sehingga mampu menekan volume air yang terinfiltrasi, dan dapat juga
pertumbuhan gulma. mengurangi daya angkut aliran permukaan
Olah tanah konservasi (OTK) adalah cara (Rachman et al., 2004). Sedangkan kekasaran
penyiapan lahan yang menyisakan sisa tanaman permukaan dapat meningkatkan kapasitas
di atas permukaan tanah sebagai mulsa dengan penyimpanan air di zona pengolahan tanah,
tujuan untuk mengurangi erosi dan penguapan mengurangi daya angkut aliran permukaan, dan
air dari permukaan tanah (Rachman et al., mengurangi tingkat penyumbatan pori tanah.
2004). Utomo (1995) mendefinisikan OTK Beberapa cara penyiapan lahan yang akhir-
sebagai suatu cara pengolahan tanah yang akhir ini banyak diperkenalkan adalah tanpa olah
bertujuan untuk menyiapkan lahan agar tanaman tanah (zero tillage), olah tanah seperlunya (re-
dapat tumbuh dan berproduksi optimum, namun duced tillage), dan olah tanah strip (strip tillage),
tetap memperhatikan aspek konservasi tanah yang kesemuanya merupakan pengembangan
dan air. Olah tanah konservasi dicirikan oleh dan memenuhi kriteria sebagai OTK (Sinukaban,
berkurangnya pembongkaran/pembalikan tanah, 1990 dalam Rachman et al., 2004).
penggunaan sisa tanaman sebagai mulsa, dan
kadang-kadang disertai penggunaan herbisida Kepekaan tanah terhadap longsor dan erosi
untuk menekan pertumbuhan gulma atau tanam- Pengetahuan tentang faktor penentu kepe-
an pengganggu lainnya. Kelebihan penerapan kaan tanah terhadap longsor dan erosi akan
sistem OTK dalam penyiapan lahan adalah: memperkaya kawasan dan memperkuat landas-
menghemat tenaga dan waktu, meningkatkan an dari pengambil keputusan, penanggungjawab
kandungan bahan organik tanah, meningkatkan lapangan, teknisi, penyuluh dan organisasi
ketersediaan air di dalam tanah, memperbaiki kemasyarakatan dalam menyusun program dan
kegemburan tanah dan meningkatkan porositas melaksanakan teknik penanggulangan longsor
tanah, mengurangi erosi tanah, memperbaiki dan erosi di daerah kewenangannya (Departe-
kualitas air, meningkatkan kandungan fauna men Pertanian, 2006).
tanah, mengurangi penggunaan alsintan seperti
Longsor dan erosi adalah proses ber-
traktor, menghemat penggunaan bahan bakar,
pindahnya tanah atau batuan dari satu tempat
dan memperbaiki kualitas udara (Rachman et al.,
yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah
2004).
akibat dorongan air, angin, atau gaya gravitasi.
Peranan OTK dalam mengurangi erosi dan Proses tersebut melalui tiga tahapan, yaitu
penguapan air dari permukaan tanah karena: (a) pelepasan, pengangkutan atau pergerakan, dan
keberadaan sisa tanaman dalam jumlah memadai pengendapan. Perbedaan menonjol dari
106
. Abas Idjudin : Peranan Konservasi Lahan dalam Pengelolaan Perkebunan
fenomena longsor dan erosi adalah volume tanah letaknya lebih rendah. Keterkaitan antara daerah
yang dipindahkan, waktu yang dibutuhkan, dan aliran sungai (DAS) hulu, tengah, dan hilir
kerusakan yang ditimbulkan. Longsor dijelaskan sebagai berikut: (1) penggundulan
memindahkan massa tanah dengan volume yang hutan di DAS hulu atau zona tangkapan hujan
besar, adakalanya disertai oleh batuan dan akan mengurangi resapan air hujan, dan karena
pepohonan, dalam waktu yang relatif singkat, itu akan memperbesar aliran permukaan. Aliran
permukaan adalah pemicu terjadinya longsor
sedangkan erosi tanah adalah memindahkan
dan/atau erosi dengan mekanisme yang berbeda;
partikel-partikel tanah dengan volume yang
(2) budidaya pertanian pada DAS tengah atau
relatif lebih kecil pada setiap kali kejadian hujan zona konservasi yang tidak tepat akan memacu
dan berlangsung dalam waktu yang relatif lama. terjadinya longsor dan/atau erosi. Pengendalian
Dua bentuk longsor yang sering terjadi di daerah aliran permukaan merupakan kunci utama. Pada
pegunungan adalah (Departemen Pertanian, daerah yang tidak rawan longsor, memperbesar
2006): (1) guguran, yaitu pelepasan batuan atau resapan air dan sebagai konsekuensi adalah
tanah dari lereng curam dengan gaya bebas atau memperkecil aliran permukaan merupakan
bergelinding dengan kecepatan tinggi sampai pilihan utama. Sebaliknya, jika daerah tersebut
sangat tinggi. Bentuk longsor ini terjadi pada rawan longsor, aliran permukaan perlu dialirkan
lereng yang sangat curam (>100%); (2) sedemikian rupa sehingga tidak menjenuhi tanah
peluncuran, yaitu pergerakan bagian atas tanah dan tidak memperbesar erosi; (3) air yang
dalam volume besar akibat keruntuhan gesekan meresap ke dalam lapisan tanah di zona
tangkapan hujan dan konservasi akan keluar
antara bongkahan bagian atas dan bagian bawah
berupa sumber-sumber air yang ditampung di
tanah. Bentuk longsor ini umumnya terjadi
badan-badan air seperti sungai, danau, dan
apabila terdapat bidang luncur pada kedalaman waduk untuk pembangkit listrik, irigasi, air
tertentu dan tanah bagian atas dari bidang minum, dan penggelontoran kota.
luncur tersebut telah jenuh air.
Faktor yang mempengaruhi terjadinya
Sekitar 45% luas lahan di Indonesia longsor dan erosi adalah faktor alam dan faktor
berupa lahan pegunungan berlereng yang peka manusia (Departemen Pertanian, 2006). Faktor
terhadap longsor dan erosi (Tabel 1). alam yang utama adalah iklim, sifat tanah,
Pegunungan dan perbukitan adalah hulu sungai bahan induk, elevasi, dan lereng. Faktor manusia
yang mengalirkan air permukaan secara gravitasi adalah semua tindakan manusia yang dapat
melewati celah-celah lereng ke lahan yang mempercepat terjadinya erosi dan longsor.
107
Jurnal Sumberdaya Lahan Vol. 5 No.2, Desember 2011
Curah hujan adalah salah satu unsur iklim menggeser di atas partikel yang lain dan tidak
yang besar peranannya terhadap kejadian terjadi penambahan volume. Untuk kasus kedua,
longsor dan erosi. Air hujan yang terinfiltrasi ke terjadi pemambahan volume karena partikel yang
dalam tanah dan menjenuhi tanah menentukan bergeser mengatur kedudukannya sedemikian
terjadinya longsor, sedangkan pada kejadian rupa, sehingga menyebabkan keruntuhan.
erosi, air limpasan permukaan adalah unsur Ketahanan gesekan ditentukan oleh bentuk
utama penyebab terjadinya erosi. Curah hujan partikel. Pada partikel berbentuk lempengan
dengan intensitas yang tinggi, misalnya 50 mm seperti liat, penambahan air mempercepat
dalam waktu singkat (<1 jam), lebih berpotensi keruntuhan. Sebaliknya pada partikel berbentuk
menyebabkan erosi dibanding hujan dengan
butiran kuarsa dan feldspar, penambahan air
curahan yang sama namun dalam waktu yang
memperlambat keruntuhan.
lebih lama (>1 jam). Namun curah hujan yang
sama tetapi berlangsung lama (>6 jam)
berpotensi menyebabkan longsor, karena pada Bahan induk tanah
kondisi tersebut dapat terjadi penjenuhan tanah Sifat bahan induk tanah ditentukan oleh
oleh air yang meningkatkan massa tanah. asal batuan dan komposisi mineralogi yang
Intensitas hujan menentukan besar kecilnya berpengaruh terhadap kepekaan erosi dan
erosi, sedangkan longsor ditentukan oleh kondisi longsor. Di daerah pegunungan, bahan induk
jenuh tanah oleh air hujan dan keruntuhan tanah didominasi oleh batuan kokoh dari batuan
gesekan bidang luncur. Curah hujan tahunan volkanik, sedimen, dan metamorfik. Tanah yang
>2.000 mm terjadi pada sebagian besar wilayah terbentuk dari batuan sedimen, terutama batu
Indonesia. Kondisi ini berpeluang besar
liat, batu liat berkapur atau marl dan batu kapur,
menimbulkan erosi, apalagi di wilayah
relatif peka terhadap erosi dan longsor. Batuan
pegunungan yang lahannya didominasi oleh
volkanik umumnya tahan erosi dan longsor.
berbagai jenis tanah.
Salah satu ciri lahan peka longsor adalah adanya
rekahan tanah selebar > 2 cm dan dalam >50
TANAH cm yang terjadi pada musim kemarau. Tanah
tersebut mempunyai sifat mengembang pada
Kedalaman, tekstur, dan struktur tanah
kondisi basah dan mengkerut pada kondisi
kering, yang disebabkan oleh tingginya
Kedalaman atau solum, tekstur, dan
kandungan mineral liat tipe 2:1 seperti yang
struktur tanah menentukan besar kecilnya air
dijumpai pada tanah Grumusol (Vertisols). Pada
limpasan permukaan dan laju penjenuhan tanah
oleh air. Pada tanah bersolum dalam (>90 cm), kedalaman tertentu dari tanah Podsolik atau
struktur gembur, dan penutupan lahan rapat, Mediteran terdapat akumulasi liat (argilik) yang
sebagian besar air hujan terinfiltrasi ke dalam pada kondisi jenuh air dapat juga berfungsi
tanah dan hanya sebagian kecil yang menjadi air sebagai bidang luncur pada kejadian longsor.
limpasan permukaan. Sebaliknya, pada tanah
bersolum dangkal, struktur padat, dan Elevasi
penutupan lahan kurang rapat, hanya sebagian Elevasi adalah istilah lain dari ukuran
kecil air hujan yang terinfiltrasi dan sebagian ketinggian lokasi di atas permukaan laut. Lahan
besar menjadi aliran permukaan. pegunungan berdasarkan elevasi dibedakan atas
Faktor lain yang menentukan kelongsoran dataran medium (350-700 m dpl) dan dataran
tanah adalah ketahanan gesekan bidang luncur. tinggi (>700 m dpl). Elevasi berhubungan erat
Faktor yang menentukan ketahanan gesekan dengan jenis komoditas yang sesuai untuk
adalah: a) gaya saling menahan di antara dua mempertahankan kelestarian lingkungan. Badan
bidang yang bergeser, dan b) mekanisme saling Pertanahan Nasional menetapkan lahan pada
mengunci di antara partikel-partikel yang ketinggian di atas 1.000 m dpl dan lereng >
bergeser. Untuk kasus pertama, partikel hanya 45% sebagai kawasan usaha terbatas, dan
108
. Abas Idjudin : Peranan Konservasi Lahan dalam Pengelolaan Perkebunan
diutamakan sebagai kawasan hutan lindung. lebih diutamakan campuran tanaman semusim
Sementara, Departemen Kehutanan menetapkan dengan tanaman tahunan atau sistem wanatani
lahan dengan ketinggian > 2.000 m dpl dan/ (agroforestry).
atau lereng > 40% sebagai kawasan lindung
(protection zone). Pengendalian longsor
Daerah rawan longsor harus dijadikan areal
Lereng konservasi, sehingga bebas dari kegiatan
Lereng atau kemiringan lahan adalah salah pertanian, pembangunan perumahan, dan infra-
satu faktor pemicu terjadinya erosi dan longsor struktur. Apabila lahan digunakan untuk
di lahan pegunungan. Peluang terjadinya erosi perumahan maka bahaya longsor akan mening-
dan longsor makin besar dengan makin kat, sehingga dapat mengancam keselamatan
curamnya lereng. Makin curam lereng, makin penduduk di daerah tersebut dan di sekitarnya.
besar pula volume dan kecepatan aliran Penerapan teknik pengendalian longsor
permukaan yang berpotensi menyebabkan erosi. diarahkan ke daerah rawan longsor yang sudah
Selain kecuraman, panjang lereng juga terlanjur dijadikan lahan pertanian. Areal rawan
menentukan besarnya longsor dan erosi. Makin longsor yang belum dibuka direkomendasikan
panjang lereng, erosi yang terjadi makin besar. untuk tetap dipertahankan dalam kondisi
Pada lereng >40% longsor terjadi, terutama vegetasi permanen, seperti cagar alam (sanc-
disebabkan oleh pengaruh gaya gravitasi. tuary reserve area), kawasan konservasi (conser-
Kondisi wilayah/lereng dikelompokkan sebagai vation zone), dan hutan lindung (protection
berikut (Departemen Pertanian, 2006) : forest). Pengendalian longsor dapat direncana-
kan dan diimplementasikan melalui pendekatan
• Datar : lereng < 3%, dengan beda tinggi <
mekanis (sipil teknis) dan vegetatif atau
2 m.
kombinasi keduanya. Pada kondisi yang sangat
• Berombak : lereng 3-8%, dengan beda tinggi parah, pendekatan mekanis seringkali bersifat
2-10 cm. mutlak jika pendekatan vegetatif saja tidak
cukup memadai untuk menanggulangi longsor.
• Bergelombang : lereng 8-15%, dengan beda
tinggi 10-50 cm.
Identifikasi dan delineasi daerah rawan longsor
• Berbukit : lereng 15-30%, dengan beda tinggi
50-300 cm. Setiap jenis tanah mempunyai tingkat
• Bergunung : lereng >30%, dengan beda kepekaan terhadap longsor yang berbeda.
tinggi >300 cm. Langkah antisipatif yang perlu dilakukan adalah
memetakan sebaran jenis tanah pada skala
Erosi dan longsor sering terjadi di wilayah
1:25.000 atau skala lebih besar (1:10.000)
berbukit dan bergunung, terutama pada tanah
pada hamparan lahan yang menjadi sasaran
berpasir (Regosol atau Psamments), Andosol
pembangunan pertanian tanaman hortikultura,
(Andisols), tanah dangkal berbatu (Litosol atau
tanaman pangan, atau tanaman perkebunan.
Entisols), dan tanah dangkal berkapur (Renzina
Berdasarkan peta-peta tersebut dapat didelineasi
atau Mollisols). Di wilayah bergelombang,
bagian-bagian dari hamparan lahan yang peka
intensitas erosi dan longsor agak berkurang,
terhadap longsor dengan menggunakan nilai atau
kecuali pada tanah Podsolik (Ultisols), dan
skor seperti dalam Tabel 2.
Grumusol (Vertisols) yang terbentuk dari batuan
induk batuliat, napal, dan batukapur dengan Kepekaan tanah terhadap longsor dinilai
kandungan liat 2:1 (Montmorilonit) tinggi, dengan cara menjumlahkan skor dari masing-
sehingga pengelolaan lahan yang disertai oleh masing faktor. Tanah dengan jumlah skor 6-10
tindakan konservasi sangat diperlukan. Dalam digolongkan sebagai lahan dengan tingkat
sistem budidaya pada lahan berlereng >15% kepekaan rendah, skor 11-15 kepekaan sedang,
109
Jurnal Sumberdaya Lahan Vol. 5 No.2, Desember 2011
Tabel 2. Skor hubungan faktor biofisik dan tingkat kepekaan longsor di lahan pegunungan
Faktor biofisik Nilai (skor)
Curah hujan (mm) <1.500 (1) 1.500-2.500 (3) >2.500 (5)
Bahan induk Batuan volkanik (1) Batuan metamorfik (2) Batuan sedimen (3)
Lereng (%) 15-25 (1) 25-40 (3) >40 (5)
Kandungan liat 2:1 Rendah (1) Sedang (2) Tinggi (3)
Laju infiltrasi Lambat (1) Sedang (2) Cepat (3)
Kedalaman lapisan >100 (1) 50-100 (2) <50 (3)
kedap air (cm)
Angka dalam kurung menyatakan skor untuk karakteristik iklim dan tanah di daerah setempat
(Departemen Pertanian (2006)
dan 16-22 kepekaan tinggi. Lahan dengan pala, petai, jengkol, melinjo, alpukat, kakao,
tingkat kepekaan tinggi tidak direkomendasikan kopi, teh, dan kelengkeng.
untuk budidaya pertanian, pebangunan infra-
struktur, atau perumahan, tetapi dipertahankan Mekanis/sipil teknis
sebagai vegetasi permanen (hutan). Ada beberapa pendekatan mekanis atau
Penerapan teknik pengendalian longsor sipil teknis yang dapat digunakan untuk
didasarkan atas konsep pengelolaan DAS. Dalam mengendalikan longsor, sesuai dengan kondisi
hal ini kawasan longsor dibagi ke dalam tiga topografi dan besar kecilnya tingkat bahaya
zona, yaitu: (1) hulu, zona paling atas dari lereng longsor. Pendekatan mekanis pengendalian
yang longsor, (2) punggung, zona longsor yang longsor meliputi (Departemen Pertanian, 2004):
berada di antara bagian hulu dan kaki kawasan (1) pembuatan saluran drainase (Saluran penge-
longsor, dan (3) kaki, zona bawah dari lereng lak, saluran penangkap, saluran pembuangan),
yang longsor dan merupakan zona penimbunan (2) pembuatan bangunan penahan material
atau deposisi bahan yang longsor. Pengelolaan longsor, (3) pembuatan bangunan penguat
dinding/tebing atau pengaman jurang, dan (4)
masing-masing segmen ditunjukkan dalam Tabel
pembuatan trap-trap terasering.
3. Pada masing-masing zona diterapkan teknik
penanggulangan longsor dengan pendekatan
vegetatif atau mekanis. Saluran drainase
110
. Abas Idjudin : Peranan Konservasi Lahan dalam Pengelolaan Perkebunan
Tabel 3. Perlakuan pengendalian longsor pada setiap segmen (bagian) dari area longsor
Zona/ wilayah longsor Perlakuan pengendalian
Hulu (a) Mengidentifikasi permukaan tanah yang retak atau rekahan pada punggung bukit dan
mengisi kembali rekahan/permukaan tanah yang retak tersebut dengan tanah.
(b) Membuat saluran pengelak dan saluran drainase untuk mengalihkan air dari punggung
bukit, untuk menghindari adanya kantong-kantong air yang menyebabkan penjenuhan
tanah dan menambah massa tanah.
(c) Memangkas tanaman yang terlalu tinggi yang berada di tepi (bagian atas) wilayah
rawan longsor.
Punggung (bagian (a) Membangun atau menata bagian lereng yang menjadi daerah bidang luncur, di
lereng yang meluncur) antaranya dengan membuat teras pengaman (trap terasering).
(b) Membuat saluran drainase (saluran pembuangan) untuk menghilangkan genangan air.
(c) Membuat saluran pengelak di sekeliling wilayah longsor.
(d) Membuat pengaman tebing dan check dam mini.
(e) Menanam tanaman untuk menstabilkan lereng.
Kaki (zona (a) Membuat/membangun penahan material longsor menggunakan bahan-bahan yang
penimbunan bahan mudah didapat, misalnya dengan menancapkan tiang pancang yang dilengkapi
yang longsor) perangkap dari dahan dan ranting kayu atau bambu.
(b) Membangun penahan material longsor seperti bronjong atau konstruksi beton.
(c) Menanam tanaman yang dapat berfungsi sebagai penahan longsor.
111
Jurnal Sumberdaya Lahan Vol. 5 No.2, Desember 2011
menjadi sistem usahatani (SUT) konservasi. bangku. Semua jenis teras harus disertai dengan
Teknologi SUT konservasi yang diterapkan di penanaman tanaman penguat teras, seperti
DAS Citanduy (Jawa Barat), DAS Jratunseluna rumput dan legum yang juga merupakan sumber
(Jawa Tengah), dan DAS Brantas (Jawa Timur) pakan ternak. Tanaman tahunan yang ada pada
menggunakan faktor kemiringan lahan, sistem pertanaman lorong dan pagar hidup dapat
kedalaman tanah, dan kepekaan tanah terhadap diperhitungkan sebagai bagian dari tanaman
erosi sebagai kriteria pengembangan model- tahunan (Tabel 4).
model SUT konservasi (P3HTA, 1990; Basid,
1999). Berdasarkan kriteria tersebut disusun
matrik seperti ditunjukkan pada Tabel 4. Teknik pengendalian erosi
Tabet 4. Pedoman pemilihan teknologi konservasi tanah secara mekanis dan vegetatif berdasarkan
tingkat kemiringan lahan, erodibilitas tanah, dan kedalaman solum (P3HTA dengan modifikasi)
Kedalaman solum (cm)/erodibilitas Rekomendasi proporsi
Lereng (%) >90 cm 40-90 cm <40 cm tanaman (%)
Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Semusim Tahunan
15-25 TB, BL, TB, BL, TB, BL, TG, BL, TG, BL, TG, BL, Maks 50 Min 50
PH, SP, PH, SP, PH, SP, PH, SP, PH, SP, PH, SP,
PT, RR, PT, RR, PT, RR, PT, RR, PT, RR, PT, RR,
ST ST ST ST ST ST
25-40 TB, BL, TG, BL, TG, BL, TG, BL, TG, BL, TI, RR, Maks 25 Min 75
PH, PT PH, PT PH, PT PH, PT PH, PT BL, PH,
PT
>40* TI, TK TI, TK, TI, TK, TI, TK, TI, TK, TI, TK, 0 100
Keterangan :
* Untuk tanah peka erosi (Ultisol, Entisol, Vertisol, Alfisol) dibatasi sampai lereng 65%, sedangkan untuk tanah
yang kurang peka sampai lereng 100%.
TB = Teras bangku; BL = Budidaya lorong, TG = Teras gulud; TI = Teras Individu; RR = Rorak; TK = Teras
kebun, PH = pagar hidup; ST = Strip rumput atau strip tanaman alami; SP = Silvipastura; PT = Tanaman
penutup tanah
Sumber : Departemen Pertanian, 2006.
112
. Abas Idjudin : Peranan Konservasi Lahan dalam Pengelolaan Perkebunan
113
Jurnal Sumberdaya Lahan Vol. 5 No.2, Desember 2011
ke dalam tanah dapat tersalurkan ke luar ladang Agar rorak dapat berfungsi seeara terus-
dengan kecepatan rendah. menerus, bahan-bahan yang masuk ke rorak
perlu diangkat ke luar atau dibuat rorak yang
Teras individu baru.
Teras individu adalah teras yang dibuat
pada setiap individu tanaman, terutama tanaman Komponen teknologi SUT konservasi
tahunan. Jenis teras ini biasa dibangun di areal
perkebunan atau pertanaman buah-buahan. Tanaman penutup tanah sebagai pupuk hijau
114
. Abas Idjudin : Peranan Konservasi Lahan dalam Pengelolaan Perkebunan
IMPLIKASI KEBIJAKAN PERKEBUNAN tanah, (4) emisi karbon tidak lebih tinggi dari
fiksasi karbon, dan (5) permintaan akan produk
Sistem tanah adalah hasil perkembangan pertanian tidak lebih banyak dari produksi
selama jutaan tahun di bawah pengaruh banyak pertanian.
faktor. Sebagian faktor melibatkan pengaruh
Prinsip-prinsip pembangunan berwawasan
lingkungan alami dan yang lain berkaitan dengan
lingkungan dimaksudkan memperluas wawasan
pengaruh imbasan manusia. Dampak pengaruh
pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya
dapat berupa perubahan kuantitas dan/atau
lahan, menggalang koordinasi, integrasi,
kualitas. Perubahan tanah. dapat berpengaruh
sinkronisasi dan sinergisme antar-pemerintah
balik ke lingkungan. Kegiatan faktor lingkungan
daerah yang menguasai satu atau lebih kawasan
yang bermaslahat ialah pengubah batuan dasar DAS. Prinsip pembangunan berwawasan
yang semula tidak berharkat pertanian menjadi lingkungan adalah: (1) pembangunan dirancang
tanah yang berharkat pertanian. Lingkungan dengan memperhatikan aspirasi pengguna dan
yang mendorong terjadinya erosi tanah adalah melibatkan pengguna, (2) sasaran pembangunan
contoh pengaruh buruk atas tanah. Tanah yang dirancang tidak berdasarkan batas administrasi
berkemampuan mengekang persebaran zat-zat pemerintahan, melainkan berdasarkan batas
pencemar dari sumber baur ke badan-badan air agroekologi, (3) aspek yang ditangani dalam
(pestisida, pupuk) termasuk pengaruh baik tanah pembangunan bersifat holistik, (4) pendekatan
atas lingkungan. Pengaruh buruk tanah atas sistem (untuk pertanian pendekatan sistem
lingkungan adalah pencurahan bahan erosi ke usahatani), (5) perhatian terhadap kelestarian
lahan hilir yang menurunkan kualitas tanah, ke lingkungan, (6) keterkaitan antara DAS hulu-
badan air yang menurunkan kapasitas salur/ tengah-hilir dipertimbangkan, (7) koordinasi,
simpan air, dan perentanan badan air terhadap integrasi, sinkronisasi, dan sinergisme antara
etrovikasi oleh lindian fosfat. instansi yang berwenang, dan (8) hukum
Institusi yang berwenang dan terlibat diterapkan secara konsekuen.
dalam fasilitasi pengelolaan lahan dataran tinggi
seyogyanya mempunyai persepsi yang sama
tentang SUT konservasi. Departemen Pertanian DAFTAR PUSTAKA
melalui Peraturan Menteri Pertanian No. 47/
Arsyad, S. 2000. Pengawetan Tanah dan Air.
Pemerintah/OT.140/10/2006 telah menerbitkan
Departemen Ilmu-llmu Tanah. Fakultas
buku tentang Pedoman Umum Budidaya Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Pertanian Pada Lahan Pegunungan pada tahun
2006 sebagai acuan bagi terwujudnya sistem Basid, A. 1999. Analisis ekonomi penerapan
teknologi usahatani konservasi pada
usahatani berkelanjutan pada dataran tinggi/
lahan kering berlereng di wilayah hulu
lahan pegunungan. Hal ini merupakan landasan DAS jratunseluna jawa Tengah.
yang kuat untuk memantapkan koordinasi,
integrasi, sinkronisasi, dan sinergisme kegiatan Brown, R.E, J.L. Havlin, D.J. Lyons, C.R.
sektor atau sub-sektor di lapangan. Prinsip- Fenster, and G.A. Peterson. 1991.
Longterm tillage and nitrogen effects on
prinsip pembangunan berkelanjutan yang dianut
wheat production in a wheat fallow
internasional supaya dipertimbangkan untuk rotation. p. 326 In Agronomy Abstracts.
memperkuat dukungan politik terhadap Annual Meetings ASA, CSSA, and SSSA
pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya lahan (Denver Colorado, Oct 27-Nov 1, 1991).
di daerah pegunungan. Prinsip keberlanjutan
Departemen Pertanian, 2006. Peraturan Menteri
adalah: (1) kerusakan hutan dan lahan tidak
Pertanian Nomor: 47/Permentan/
lebih cepat dari regenerasi hutan dan lahan, (2) OT.140/10/2006 Tentang Pedoman
kepunahan jenis atau spesies tidak melebihi Umum Budidaya Pertanian pada Lahan
evolusi jenis atau spesies itu sendiri, (3) laju Pegunungan. Badan Litbang Pertanian,
erosi tanah tidak lebih cepat dari pembentukan Departemen Pertanian.
115
Jurnal Sumberdaya Lahan Vol. 5 No.2, Desember 2011
Idjudin, A.A. 2010. Diagnosis Kerusakan Lahan Rachman, A., A. Dariah, dan E. Husen, 2004.
Pulau Yamdena, dan Arahan Kebijakan Olah Tanah Konservasi. Teknologi
serta Penyusunan Tata Ruang Wilayah- Konservasi Tanah pada Lahan Kering.
nya. Disampaikan pada acara Diskusi Puslitbangtanak. Badan Litbang
antara KTI dan Kementerian Kehutanan Pertanian. Departemen Pertanian 2004.
di Jakarta, 9-12-2010. Hlm 15.
Rao, S.C. and T.H. Dao. 1991. Tillage and N
Gill, W.R. and G.E. Vanden Berg. 1967. Soil manajemen effects on the yield and N-
Dynamics in Tillage a USDA Agric. use efficiency in winter wheat. P. 339.
Handb. N. 316. U.S. Government In Agronomy Abstract. Annual Meeting,
Printing, Washington, DC ASA, CSSA, and SSSA, Denver
Idjudin, A.A. 2006. Dampak Penerapan Teknik Colorado, Oct. 27-Nov. 1, 1991.
Konervasi di Lahan terhadap
Sinukaban, N. 1990. Pengaruh pengolahan
Produktivitasnya. Disertasi Doktor
tanah konservasi dan pemberian mulsa
Sekolah Pasca Sarjana.
jerami terhadap produksi tanaman
James, B.R. 1995. Conception of an idea: an pangan dan erosi hara. Pembrit. Penel.
International Center for S,Society. Tanah dan Pupuk 9:32-38.
Bulletin ISSS 89:65-67.
Suwardjo. 1981. Peranan Sisa-sisa Tanaman
Ketcheson, J.W. 1980. Effect of tillage on dalam Konservasi Tanah dan Air pada
fertilizer requirements for corn on as - Usaha Tani Tanaman Semusim. Disertasi
loam soil. Agron. J. 72: 40-542.
doctor Sekolah Pasca Sarjana. IPB.
Larson, W.E. and G.J. Osborne. 1982. Tillage
Suwardjo, H., A. Abdurachman, and S.
accomplishments and potential. In
Abujamin. 1989. The use of c mulch to
Predicting Tillage Effects on Soil Physical
Properties and Processes. ASA Special minimize tillage frequency. Pembrit.
Publication No. 44. Penel. Tanah dan Pupuk 31-37.
Notohadiprawiro, T. 2000. Tanah dan Lingkung- Swan, J.B., W.H. Paulson, A.E. Peterson, and
an. Pusat Studi Sumberdaya Lahan R.L. Higgs. 1991. Tillage management
UGM. effetcs on seedbed physical conditions
corn gr yield. p. 343. In Agronomy
P3HTA (Proyek Penelitian Penyelamatan Hutan,
Abstract. Annual Meetings, ASA, CSS
Tanah dan Air). 1990. Petunjuk teknis
SSSA, Denver Colorado, Oct. 27 - Nov.
usaha tani konservasi daerah limpasan
1, 1991.
sungai. Dalam Sukmana et al. (Eds.).
Badan Litbang Pertanian. Jakarta. Utomo, M. 1995. Kekerasan tanah dan serapan
Pankhurst, C.E. and J.M. Lynch. 1993. The role hara tanaman jagung pada olah tanah
of soil biota in sustainable agriculture. Pp konservasi jangka panjang. J. Tanah
3-9. In C.E. Pankhurst, B.M. Daube, Trop. 1:1-7.
V.V.S.R. Gupta, and P.R. Grace (Eds.) Wagger, M.G., and H.P. Denton. 1991.
Soil Biota: Management in Sustainable Consequences of continuous and
Farming Systems. CSIRO Press, alternating tillage regimes on residue
Melbourne, Australia. cover and grain yield in a corn-soybean
Philips, S.H. and H.M. Young Jr. 1973. No- rotation. p. 344 In Agronomy Abstracts.
tillage Farming. Reiman Associate, Annual Meetings ASA, CSSA, SSSA,
Milwauke, Wisconsin. Denver Colorado, Oct 27 - Nov 1, 1991.
116