Anda di halaman 1dari 28

PENGUKURAN KERJA FISIK MANUSIA DENGAN

PENDEKATAN BIOMEKANIKA

A. DESKRIPSI
Menurut Sutalaksana (1979), biomekanika merupakan salah satu dari empat
bidang penelitian informasi tentang kemampuan manusia beserta
keterbatasannya. Yaitu penelitian tentang kekuatan fisik manusia yang
mencakup kekuatan atau daya fisik manusia ketika bekerja dan mempelajari
bagaimana cara kerja serta peralatan harus dirancang agar sesuai dengan
kemampuan fisik manusia ketika melakukan aktivitas kerja tersebut.

Tujuan Praktikum
a. Mampu melakukan pengukuran kerja dan memanfaatkannya dengan
merancang metode kerja didasarkan pada prinsip–prinsip biomekanika.
b. Mengetahui besar beban kerja pada saat melakukan kerja dengan metode
biomekanika.
c. Mampu memahami keterbatasan manusia dari beban kerja yang
dibebankan pada anggota tubuh manusia.
d. Mampu mengaplikasikan metode Recommended Weight Limit (RWL)
dalam menghitung beban kerja, menghitung lifting index.
e. Mampu memberikan rekomendasi beban benda yang seharusnya dapat
diangkat oleh operator.

B. INPUT DAN OUTPUT


Input :
1. Video proses pengangkatan
2. Foto hasil screencapture

Output :
1. Rekomendasi analisis L5/S1
2. Rekomendasi beban kerja

1
C. REFERENSI
Chaffin, D.B. et al., 1991. Occupational biomechanics, Wiley New York.
Nurmianto, E., 1996. Ergonomi: Konsep Dasar dan Aplikasinya Tinjauan
Anatomi, Fisiologi, Antropometri, Psikologi, dan Komputasi untuk
Perancangan, Kerja dan Produk, Jakarta: PT Guna Widya.
Sutalaksana, I.Z., Anggawisastra, R. & Tjakraatmadja, J.H., 1979. Teknik
Tata Cara Kerja. ITB, Bandung.
Tayyari, F. & Smith, J.L., 1997. Occupational ergonomics: Principles and
applications, Chapman & Hall.
Winter, D.A., 1979. Biomechanics of human movement, Wiley New York.

D. LANDASAN TEORI
a) Analisis Pengukuran Mekanika Tubuh Manusia Dengan Metode
Biomekanika
Dalam biomekanika banyak disiplin ilmu yang mendasari dan berkaitan
untuk dapat menopang perkembangan biomekanik. Disiplin ilmu ini tidak terlepas
dari kompleksnya masalah yang ditangani oleh biomekanik ini. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat bagan (Gambar 1.1) di bawah ini:

Anatomy Theoretical Mechanics Anthropometry

Kinesiology Bioinstrumentation

Biomechanics

Occupational
General Biomechanics
Biomechanics

Workplace Design
Biostatics Biodynamics
Tool & Equipment Design

Biokinematics Biokinetics Scating Devices Design

Manual Material Handling

Screening & Assignment of


Personal

Job Design & Redesign

Gambar 1. 1 Diagram Ilmu Biomekanika (Contini dan Drill, 1966)

1.1 Konsep Biomekanika


Menurut Chaffin dan Anderson (1984), Biomekanika diklasifikasikan
menjadi 2, yaitu:

2
a) General Biomechanics
General Biomechanics adalah bagian dari Biomekanika yang berbicara
mengenai hukum – hukum dan konsep – konsep dasar yang mempengaruhi
tubuh organic manusia baik dalam posisi diam maupun bergerak. Dibagi
menjadi 2, yaitu:
- Biostatics adalah bagian dari biomekanika umum yang hanya menganalisis
tubuh pada posisi diam atau bergerak pada garis lurus dengan kecepatan
seragam (uniform).
- Biodinamics adalah bagian dari biomekanik umum yang berkaitan dengan
gambaran gerakan – gerakan tubuh tanpa mempertim-bangkan gaya yang
terjadi (kinematik) dan gerakan yang disebabkan gaya yang bekerja dalam
tubuh (kinetik) (Tayyari, 1997).

b) Occupational Biomechanics
Didefinisikan sebagai bagian dari biomekanik terapan yang mempelajari
interaksi fisik antara pekerja dengan mesin, material dan peralatan dengan
tujuan untuk meminimumkan keluhan pada sistem kerangka otot agar
produktifitas kerja dapat meningkat.
Setelah melihat klasifikasi diatas maka dalam praktikum kita ini dapat kita
kategorikan dalam Occupational Biomechanic. Untuk lebih jelasnya disini akan
kita bahas tentang anatomi tubuh yang menjadi dasar perhitungan dan
penganalisaan biomekanik.
Dalam biomekanik ini banyak melibatkan bagian bagian tubuh yang
berkolaborasi untuk menghasilkan gerak yang akan dilakukan oleh organ tubuh
yakni kolaborasi antara Tulang, Jaringan penghubung (Connective Tissue) dan
otot yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
a) Tulang
Tulang adalah alat untuk meredam dan mendistribusikan gaya/tegangan
yang ada padanya. Tulang yang besar dan panjang berfungsi untuk
memberikan perbandingan terhadap beban yang terjadi pada tulang tersebut.
(Eko Nurmianto, 1996).

3
Gambar 1. 2 Pandangan Depan dan Belakang dari Sistem Tulang Manusia
(Nurmianto, 1996)
Tulang juga selalu terikat dengan otot, dan jaringan penghubung
(connective Tissue) yakni ligamen,cartilage, fascia,dan Tendon. Fungsi otot
disini untuk menjaga posisi tubuh agar tetap sikap sempurna.

b) Connective Tissue atau Jaringan Penghubung


a. Cartilagenous
Fungsi dari sambungan Cartilagenous adalah untuk pergerakan yang
relatif kecil. Contoh: Sambungan tulang iga (ribs) dan pangkal tulang iga
(sternum).
Di samping itu terdapat pula sambungan cartilagenous khusus, antara
vertebrata (ruas-ruas tulang belakang) yaitu dikenal sebagai interveterbratal
disc, yang terdiri dari pembungkus, dan dikelilingi oleh inti (puply core).
Verterbrae juga terdapat pada ligamen dan otot. Adanya gerakan yang
relatif kecil pada setiap jointnya, dapat mengakibatkan adanya flaksibelitas
badan manusia untuk membungkuk, menengadah, dan memutar. Sedangkan
disc berfungsi sebagai peredam getaran pada saat manusia bergerak baik
translasi dan rotasi (Nurmianto, 1996).

4
b. Ligamen
Ligamen berfungsi sebagai penghubung antara tulang dengan tulang
untuk stabilitas sambungan (joint stability) atau untuk membentuk bagian
sambungan dan menempel pada tulang. Ligamen tersusun atas serabut yang
letaknya tidak paralel. Oleh karenanya tendon dan ligamen bersifat inelastic
dan berfungsi pula untuk menahan deformasi. Adanya tegangan yang konstan
akan dapat memperpanjang ligamen dan menjadikannya kurang efektif dalam
menstabilkan sambungan (joints) (Nurmianto, 1996).

Gambar 1. 3 Gerak Tangan dan Lengan (Nurmianto, 1996)

Ligamen tersebut untuk membatasi rentang gerakan. Batasan jangkauan


dapat menentukan ruang gerakan atau aktifitas yang digambarkan oleh sistem
sambungan tulang. Sambungan tulang yang sederhana ada pada siku dan
lutut. Dengan adanya alasan bahwa kedua adalah sambungan yang membatasi
gerakan fleksi (flexion). Sambungan siku memberikan kebebasan gerak pada
tulang tangan.
Lengan dan tungkai adalah sambungan yang komplek, yang mampu
untuk mengadakan gerakan 3 dimensi, Contoh: gerakan mengangkat tangan,
sambungan siku juga dibantu oleh sambungan bahu, pergerakan rotasi seluruh
tangan pada sumbunya dan gerakan lengan tangan pada sambungan
pergelangan tangannya. Tangan manusia mempunyai flesibilitas yang tinggi
dalam gerakannya (Nurmianto, 1996).

5
c. Tendon
Berfungsi sebagai penghubung antara antara tulang dan otot terdiri dari
sekelompok serabut collagen yang letaknya paralel dengan panjang tendon.
Tendon bergerak dalam sekelompok jaringan serabut dalam sutu area dimana
adanya gaya gesekan harus diminimumkan. Bagian dalam dari jaringan ini
mengeluarkan cairan synovial untuk pelumasan (Nurmianto, 1996).

c) Otot (Muscle)
Membahas masalah otot striatik yaitu otot sadar. Otot terbentuk atas fiber
(fibre), dengan ukuran panjang dari 10-400 mm dan berdiameter 0,01-0,1 mm
dan sumber energi otot berasal dari pemecahan senyawa kaya energi melalui
proses aerob maupun anaerob. Menurut Nurmianto, (1996), proses aerob
maupun anaerob dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Anaerobic
Yaitu proses perubahan ATP menjadi ADP dan energi tanpa bantuan
oksigen. Glikogen yang terdapat dalam otot terpecah menjadi energi, dan
membentuk asam laktat. Dalam proses ini asam laktat akan memberikan
indikasi adanya kelelahan otot secara local, karena kurangnya jumlah oksigen
yang disebabkan oleh kurangnya jumlah suplai darah yang dipompa dari
jantung. Misalnya jika ada gerakan yang sifatnya tiba-tiba (mendadak), lari
jarak dekat (sprint), dan lain sebagainya. Sebab lain adalah karena
pencegahan kebutuhan aliran darah yang mengandung oksigen dengan
adanya beban otot statis. Ataupun karena aliran darah yang tidak cukup
mensuplai oksigen dan glikogen akan melepaskan asam laktat.
b. Aerobic
Yaitu proses perubahan ATP menjadi ADP dan enegi dengan bantuan
oksigen yang cukup. Asam laktat yang dihasilkan oleh kontraksi otot
dioksidasi dengan cepat menjadi CO2 dan H 2O dalam kondisi aerobic.
Sehingga beban pekerjaan yang tidak terlalu melelahkan akan dapat
berlangsung cukup lama. Di samping itu aliran darah yang cukup akan
mensuplai lemak, karbohidrat dan oksigen ke dalam otot. Akibat dari kondisi
kerja yang terlalu lama akan menyebabkan kadar glikogen dalam darah akan

6
menurun drastic di bawah normal, dan kebalikannya kadar asam laktat akan
meningkat, dan kalau sudah demikian maka cara terbaik adalah menghentikan
pekerjaan, kemudian istirahat dan makan makanan yang bergizi untuk
membentuk kadar gula dalam darah.
Hal tersebut di atas adalah merupakan proses kontraksi otot yang telah
disederhanakan analisa pembangkit energinya, dan sekaligus menandakan arti
pentingnya aliran darah untuk otot. Oleh karenanya para ergonom hendaklah
memperhatikan hal-hal seperti berikut untuk sedapat mungkin dihindari
(Nurmianto, 1996):
a) Beban otot statis (static muscle loads).
b) Oklusi (penyumbatan aliran darah) karena tekanan, misalnya tekanan segi
kursi pada popliteal (lipat lutut).
c) Bekerja dengan lengan berada di atas yang menyebabkan siku aliran darah
bekerja berlawanan dengan arah gravitasi.
Dalam dunia kerja yang menjadi perhatian adalah :
a. Kekuatan kerja otot.
Kekuatan kerja otot bergantung pada :
1. Posisi anggota tubuh yang bekerja
2. Arah gerakan kerja.
3. Perbedaan kekuatan antar bagian tubuh.
4. Usia.
b. Kecepatan dan ketelitian.
c. Daya tahan jaringan tubuh terhadap beban.
Suatu hal yang penting untuk mengetahui jenis otot yang sesuai untuk
menopang beban statis. Beban statis yang terjadi pada semua otot harus
diminimumkan. Gaya yang terjadi pada kontraksi otot sama dengan
sebanding dengan penampang melintangnya. Otot hanya mempunyai
kemampuan berkontraksi dan relaksi bila bergerak dengan arah berlawanan
terhadap otot yang lain, dikenal dengan gerakan antagonis.

7
Gambar 1. 4 Struktur Otot Manusia (Nurmianto, 1996)

Biomekanika dapat diterapkan pada [CHA91]: perancangan kembali


pekerjaan yang sudah ada, mengevaluasi pekerjaan, penanganan material secara
manual, pembebanan statis dan penentuan sistem waktu.

1.2 Analisis Mekanik


a. Maximum Permissible Limit (MPL)
Merupakan batas besarnya gaya tekan pada segmen L5/S1 dari kegiatan
pengangkatan dalam satuan Newton yang distandarkan oleh NIOSH
(National Instiute of Occupational Safety and Health) tahun 1981. Besar gaya
tekannya adalah di bawah 6500 N pada L5/S1. Sedangkan batasan gaya
angkatan normal (the Action Limit) sebesar 3500 pada L5/S1. Sehingga,
apabila Fc < AL (aman), AL < Fc < MPL (perlu hati-hati) dan apabila Fc >
MPL (berbahaya). Batasan gaya angkat maksimum yang diijinkan , yang
direkomendasikan NIOSH (1991) adalah berdasarkan gaya tekan sebesar
6500 N pd L5/S1 , namun hanya 1% wanita dan 25% pria yang diperkirakan
mampu melewati batasan angkat ini (Nurmianto, 1996).

8
Perlu diperhatikan bahwa nilai dari analisa biomekanika adalah rentang
postur atau posisi aktifitas kerja, ukuran beban, dan ukuran manusia yang
dievaluasi. Sedangkan kriteria keselamatan adalah berdasar pada beban tekan
(compression load) pada intebral disk antara Lumbar nomor lima dan sacrum
nomor satu (L5/S1) (Nurmianto, 1996). Untuk mengetahui lebih jelas lagi
L5/S1 dapat dilihat pada gambar 1.5 dibawah ini:

Gambar 1. 5 Klasifikasi dan kodifikasi pada vertebrae (Nurmianto, 1996)

Analisa dari berbagai macam pekerjaan yang menunjukkan rasa nyeri


(ngilu) berhubungan erat dengan beban kompresi (tekan) yang terjadi pada
(L5/S1), demikian kata Chaffin and Park (1973). Telah ditemukan pula
bahwa 85-95% dari penyakit hernia pada disk terjadi dengan relative
frekuensi pada L4/L5 dan L5/S1. Kebanyakan penyakit-penyakit tulang
belakang adalah merupakan hernia pada intervertebral disk yaitu keluarnya
inti intervertebral (pulpy nucleus) yang disebabkan oleh rusaknya lapisan
pembungkus intervertebral disk (Nurmianto, 1996).
Dalam buku Nurmianto (1996), Evan dan Lissner (1962) dan Sonoda
(1962) melakukan penelitian dengan uji tekan pada spine (tulang belakang).
Mereka menemukan bahwa tulang belakang yang sehat tidak mudah terkena
hernia, akan tetapi lebih mudah rusak/retak jika disebabkan oleh beban yang
ditanggung oleh segmen tulang belakang (spinal) dan yang terjadi dengan

9
diawali oleh rusaknya bagian atas/ bawah segmen tulang belakang (the
castilage end-plates in the vertebrae). Retak kecil yang terjadi pada vertebral
akan menyebabkan keluarnya cairan dari dalam vertebrae menuju kedalam
intervetrebae disc dan selanjutnya mengakibatkan degenerasi (kerusakan)
pada disk. Dari kejadian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa degenerasi
adalah merupakan prasyarat untuk terjadinya hernia pada intervertebral disc
yang pada gilirannya akan menjadi penyebab umum timbulnya rasa nyeri
pada bagian punggung bawah (low-back pain).
Dalam gerakan pada sistem kerangka otot, otot bereaksi terhadap tulang
untuk mengendalikan gerak rotasi di sekitar sambungan tulang, beberapa
sistem pengungkit menjelaskan hal tersebut. Dalam sistem ini otot bertindak
sebagai sistem mekanis yang berfungsi untuk suplai energi kinetik dan
gerakan angular (Nurmianto, 1996).

Pada Gambar 1.6 digambarkan sistem pengungkit yang terdapat pada


anggota tubuh manusia yang melakukan aktivitas kerja (Nurmianto, 1996).

Gambar 1. 6 Single Segment biomechanical model of a forearm and a hand


holding a load in the horizontal position

10
F F
L

r R r R
Gambar 1. 7 Sistem Pengungkit pada Tubuh Manusia (Nurmianto, 1996)

R.L (rR)L
(Sistem Pengungkit I) F  (Sistem Pengungkit II) F 
r r

a. Sistem pengungkit I :
Contoh sistem pengungkit I :
- Otot Triceps menarik ulna untuk menggerakkan siku
- Otot Quadriceps menarik tibia melalui patella untuk menggerakkan
lutut
b. Sistem pengungkit II :
Contoh sistem pengungkit II :
- Otot Biceps menarik radius untuk mengangkat siku
- Otot Brachialis menarik ulna untuk mengangkat siku
- Otot Deltoid menarik humerus untuk mengangkat bahu
Untuk mendapatkan gambaran sederhana tentang mekanisme gaya (force)
tersebut, dibawah ini terdapat contoh sbb:
Contoh soal:
Suatu benda kerja seberat 2 kg diangkat dengan satu lengan, berat lengan
tersebut 25 N. Di ketahui jarak pusat beban lengan terhadap pusat beban benda
sejauh 30 cm, r = 5 cm, R = 13 cm
F
J

W=25
P=2 kg
5 cm

13 cm

30 cm
11
Dari data diatas dapat kita tentukan gaya F yang dikenai benda terhadap
lengan sbb:
(13 x 25)  (30 x 20)
F 
5
 185 N
dan gaya reaksinya adalah :
J  185 - 25 - 20  140 N
Perlu kita ketahui bahwa seorang operator bekerja tidak hanya lengan saja
yang mengeluarkan tenaga, tetapi bagian tubuh yang lain seperti punggung, paha,
betis dll.
Dalam biomekanik perhitungan guna mencari moment dan gaya dapat
dilakukan dengan cara menghitung gaya dan mement secara parsial atau
menghitung tiap segmen yang menyusun tubuh manusia. Berat dari masing –
masing segmen dibawah ini didapat dari besarnya prosentase dikali dengan gaya
berat dari orang tersebut.

2,8% 1,7% 0,6%


WW W

6,2%
10,0% 8,4% W
W 2,2%
W

50,0%
4,3% W
W

1,4%

Gambar 1. 8 Persentase Persegmen tubuh (Tayyari, 1997)

12
Oleh karena itu, di bawah ini merupakan perhitungan (secara manual)
dalam praktikum ini, yaitu dihitung tiap segmen yang mempengaruhi tulang
belakang dalam melakukan aktivitas pengangkatan, kecuali segmen kaki dan
dilakukan berdasarkan asumsi di bawah ini (Tayyari, 1997):
 Parameter segmen tubuh pada gambar 1.7 telah sesuai.
 Pusat massa tetap dan dapat direpresentasikan melalui salah satu segmen.
 Tubuh diasumsikan simetris, dengan beban eksternal terdistribusi dalam
jumlah yang sama antara tangan kanan dan kiri.

1. Telapak tangan
Fyw
Fxw ΣFy = 0
1 ΣFx = 0 -- tidak ada gaya
Mw SL1 horisontal.
ΣM = 0
WH = 0,6% x Wbadan
Fyw = Wo/2 + WH
Mw = (Wo/2 + WH) x SL1 x cos θ1
WH

Wo
2. Lengan Bawah

Fye ΣFy = 0
Fxe ΣFx = 0 -- tidak ada gaya
θ2 λ2 horisontal.
Me SL2
ΣM =0
λ2 = 43%
WLA = 1,7% x Wbadan
-Fxw
WLA Fye = Fyw + WLA
-Mw
Me = Mw + (WLA x λ2 x SL2 x cosθ2)
-Fyw + (Fyw x SL2 x cos θ2)

13
3. Lengan Atas

Fys ΣFy = 0
Fxs ΣFx = 0 -- tidak ada gaya horisontal.
SL3
θ3 λ3 ΣM =0
Ms
λ3 = 43,6%
WUA = 2,8% x Wbadan

-Fxe
Fys = Fye + WUA
WUA -Me Ms = Me + (WUA x λ3 x SL3 x cosθ3)
+ (Fye x SL3 x cos θ3)
-Fye

NB : Gaya pada lengan atas dikalikan dua. Moment dikali dua agar benda
utuh satu

4. Punggung

ΣFy = 0
-Fxs ΣFx = 0 -- tidak ada gaya horisontal.

-Ms ΣM =0
SL4 λ4 = 67%
-Fys
WT = 50% x Wbadan
λ4 Fyt = 2Fys + WT
Mt = 2Ms + (WT x λ4 x SL4 x cos θ4)
Fxt WT
Fxt + (2Fys x SL4 x cos θ4)
θ4

Mt

Dengan menggunakan teknik perhitungan keseimbangan gaya pada tiap


segmen tubuh manusia, maka didapat moment resultan pada L5/S1.
Kemudian untuk mencapai keseimbangan tubuh pada aktivitas pengangkatan,
moment pada L5/S1 tersebut diimbangi gaya otot pada spinal erector (FM)

14
yang cukup besar dan juga gaya perut (FA) sebagai pengaruh tekanan perut
(PA) atau Abdominal Pressure yang berfungsi untuk membantu kestabilan
badan karena pengaruh momen dan gaya yang ada seperti model pada gambar
1.8 dibawah ini.

Gambar 1. 8 Model sederhana dari punggung bawah (low back) untuk analisis
terhadap aktifitas angkat Koplanar Statis. (Chaffin, 1984)

Gaya otot pada spinal erector dirumuskan sebagai berikut:


FM .E  M ( L5 / S1)  FA .D (Newton)
FM = Gaya otot pada Spinal Erector (Newton)
E = Panjang Lengan momen otot spinal erector dari L5/S1
(estimasi 0,05 m sumber: Nurmianto; 1996)
M(L5/S1) = MT = Momen resultan pada L5/S1
FA = Gaya Perut (Newton)
D = Jarak dari gaya perut ke L5/S1 ( 0,11 m)
( Sumber:Nurmianto,1996)

15
Untuk mencari Gaya Perut (FA), maka perlu dicari Tekanan Perut
(PA) dengan persamaan:

(N/Cm2)

(newton)
Wtot = Wo +2 WH + 2 WLA+ 2 WUA + Wt
Keterangan:
PA = Tekanan Perut
AA = Luas Diafragma (465 cm2)
ΘH = Sudut inklinasi perut
ΘT = Sudut inklinasi kaki
Wtot = Gaya keseluruhan yang terjadi
Kemudian gaya tekan/kompresi pada L5/S1 dirumuskan sbb:
FC = Wtot . cos 4 – FA + Fm (newton)

16
Gambar 1. 9 Contoh pengangkatan MPL

b. Recommended Weight Limit (RWL)


Recommended Weight Limit merupakan rekomendasi batas beban yang
dapat diangkat oleh manusia tanpa menimbulkan cidera meskipun pekerjaan
tersebut dilakukan secara repetitive dan dalam jangka waktu yang cukup
lama. RWL ini ditetapkan oleh NIOSH pada tahun 1991 di Amerika Serikat.
Persamaan NIOSH berlaku pada keadaan:
1. Beban yang diberikan adalah beban statis, tidak ada penambahan ataupun
pengurangan beban di tengah – tengah pekerjaan.

17
2. Beban diangkat dengan kedua tangan.
3. Pengangkatan atau penurunan benda dilakukan dalam waktu maksimal 8
jam.
4. Pengangkatan atau penurunan benda tidak boleh dilakukan saat duduk atau
berlutut.
5. Tempat kerja tidak sempit.
Berdasarkan sikap dan kondisi sistem kerja pengangkatan beban dalam
proses pemuatan barang yang dilakukan oleh pekerja dalam eksperimen,
penulis melakukan pengukuran terhadap faktor – faktor yang mempengaruhi
dalam pengangkatan beban dengan acuan ketetapan NIOSH (1991).

Gambar 1. 10 Recommended Weight Limit

Persamaan untuk menentukan beban yang direkomendasikan untuk


diangkat seorang pekerja dalam kondisi tertentu menurut NIOSH adalah sbb:
RWL = LC x HM x VM x DM x AM x FM x CM
Keterangan:
LC = konstanta pembebanan = 23 kg
HM = faktor pengali horizontal = 25 / H
FM = faktor pengali frekuensi (Frequency Multiplier) *lihat tabel 1

18
CM = faktor pengali kopling (handle) * lihat tabel 2
VM = Faktor pengali vertikal

DM = Faktor pengali perpindahan

AM = Faktor pengali asimetrik

Catatan (lihat Gambar 1.11)


Keterangan:
H = jarak beban terhadap titik pusat tubuh
V = jarak beban terhadap lantai
D =jarak perpindahan beban secara vertical
A = sudut simetri putaran yang dibentuk tubuh

Untuk Frekuensi Pengali ditentukan dengan menggunakan tabel FM


dibawah ini dengan mengetahui frekuensi angkatan tiap menitnya dan juga
nilai V dalam inchi.

19
Tabel 1. 1 Tabel Frekuensi Pengali
Frekuensi Durasi Kerja
Angktn/mnt  1 jam 1 jam  t  2 jam 2 jam  t  8 jam
(F) V < 30 V  30 V < 30 V  30 V < 30 V  30
 0.2 1.00 1.00 0.95 0.95 0.85 0.85
0.5 0.97 0.97 0.92 0.92 0.81 0.81
1 0.94 0.94 0.88 0.88 0.75 0.75
2 0.91 0.91 0.84 0.84 0.65 0.65
3 0.88 0.88 0.79 0.79 0.55 0.55
4 0.84 0.84 0.72 0.72 0.45 0.45
5 0.80 0.80 0.60 0.60 0.35 0.35
6 0.75 0.75 0.50 0.50 0.27 0.27
7 0.70 0.70 0.42 0.42 0.22 0.22
8 0.60 0.60 0.35 0.35 0.18 0.18
9 0.52 0.52 0.30 0.30 0.00 0.15
10 0.45 0.45 0.26 0.26 0.00 0.13
11 0.41 0.41 0.00 0.23 0.00 0.00
12 0.37 0.37 0.00 0.21 0.00 0.00
13 0.00 0.34 0.00 0.00 0.00 0.00
14 0.00 0.31 0.00 0.00 0.00 0.00
15 0.00 0.28 0.00 0.00 0.00 0.00
>15 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

Keterangan: untuk frekuensi pengangkatan kurang atau hanya 1 kali


dalam 5 menit ditetapkan F = 2 Lift/mnt.
Untuk Faktor Pengali coupling (handle) dapat ditentukan pada Tabel 1.2
berikut:
Tabel 1. 2 Tabel Coupling Multiplier
Coupling Multiplier
Coupling V < 30 inches V > 30 inches
Type (75 cm) (75 cm)
Good 1.00 1.00
Fair 0.95 1.00
Poor 0.90 0.95

20
Dari persamaan yang ditetapkan NIOSH tersebut, terdapat perbedaan
faktor pengali jarak vertikal untuk pekerja Indonesia, sehingga perlu
penyesuaian terhadap nilai perkiraan berat beban yang direkomendasikan
untuk diangkat. Adanya perbedaan ini karena faktor pengali vertikal sangat
bergantung pada antropometri ketinggian knuckle (jarak vertikal dari lantai ke
ujung jari tangan dengan posisi lurus ke bawah). Perumusan faktor pengali
vertikal yang dihasilkan oleh NIOSH adalah:

Sedangkan dari hasil penelitian di dapat bahwa untuk pekerja industri


Indonesia faktor pengali jarak:

Setelah nilai RWL diketahui, selanjutnya perhitungan Lifting Index, untuk


mengetahui index pengangkatan yang tidak mengandung resiko cidera tulang
belakang, dengan persamaan:
Load Weight L
LI  
Recommende d Weight Limit RWL
Keterangan:
Jika LI  1, maka aktivitas tersebut tidak mengandung resiko cidera tulang
belakang. Jika LI > 1, maka aktivitas tersebut mengandung resiko cidera
tulang belakang.

Menurut Chaffin & Anderson (1984), tubuh manusia terdiri dari 6 link, yaitu:
1. Link lengan bawah, dibatasi joint telapak tangan dan siku.
2. Link lengan atas, dibatasi joint siku dan bahu.
3. Link punggung, dibatasi joint bahu dan pinggul.
4. Link paha, dibatasi joint pinggul dan lutut.
5. Link betis, dibatasi joint lutut dan mata kaki.
6. Link kaki, dibatasi joint mata kaki dan telapak kaki.

2. Kelelahan
Dalam biomekanik kita akan berurusan dengan salah satu kejadian yang
dinamakan kelelahan. Kelelahan ini tidak lepas dari biomekanik karena dalam

21
aplikasinya biomekanik melihat orang secara mekanik, tetapi kodrat kemanusiaan
pada manusia tidak dapat dikesampingkan sehingga manusia/pekerja mempunyai
keterbatasan yaitu salah satunya keadaan yang dinamakan lelah. Kelelahan adalah
proses menurunnya efisiensi performansi kerja dan berkurangnya kekuatan atau
ketahanan fisik tubuh manusia untuk melanjutkan kegiatan yang harus dilakukan.
Dalam bahasan lain, kelelahan didefinisikan sebagai suatu pola yang
timbul pada suatu keadaan yang secara umum terjadi pada setiap individu yang
telah tidak sanggup lagi untuk melakukan aktivitasnya. Ada beberapa macam
kelelahan yang diakibatkan oleh beberapa faktor, seperti:
1. Lelah otot, yang diindikasikan dengan munculnya gejala kesakitan ketika otot
harus menerima beban berlebihan.
2. Lelah visual, yaitu lelah yang diakibatkan ketegangan yang terjadi pada organ
visual (mata) yang terkonsentrasi secara terus menerus pada suatu objek.
3. Lelah mental, yaitu kelelahan yang datang melalui kerja mental seperti berfikir
sering juga disebut sebagai lelah otak.
4. Lelah monotonis, yaitu kelelahan yang disebabkan oleh aktivitas kerja yang
bersifat rutin, monoton, ataupun lingkungan kerja yang menjemukan.
Sedangkan kelelahan yang disebabkan oleh sejumlah faktor yang
berlangsung secara terus menerus dan terakumulasi, akan menyebabkan apa yang
disebut dengan lelah kronis. Di mana gejala-gejala yang tampak jelas akibat lelah
kronis dapat dicirikan seperti:
1. Meningkatnya emosi dan rasa jengkel sehingga orang menjadi kurang toleran
atau asosial terhadap orang lain.
2. Munculnya sikap apatis terhadap pekerjaan.
3. Depresi yang berat.

2.1 Proses Terjadinya Kelelahan


Kelelahan terjadi karena terkumpulnya produk-produk sisa dalam otot dan
peredaran darah, di mana produk-produk sisa ini bersifat membatasi kelangsungan
aktivitas otot dan mempengaruhi serat-serat syaraf dan sistem syaraf pusat
sehingga orang menjadi lambat bekerja. Makanan yang mengandung glikogen
mengalir dalam tubuh melalui peredaran darah. Setiap kontraksi dari otot selalu

22
diikuti oleh kimia (oksidasi glukosa) yang merubah glikogen menjadi tenaga,
panas dan asam laktat (produk sisa).
Pada dasarnya kelelahan timbul karena terakumulasinya produk sisa dalam
otot dan tidak seimbangnya antara kerja dan proses pemulihan. Secara lebih jelas
terdapat 3 penyebab timbulnya kelelahan fisik, yaitu:
1. Oksidase glukosa dalam otot menimbulkan CO2 ,saerolactic, phosphati dan
sebagainya, dimana zat-zat tersebut terikat dalam darah yang kemusian
dikeluarkan waktu bernafas. Kelelahan terjadi apabila pembentukan zat-zat
tersebut tidak seimbang dengan proses pengeluaran, sehingga timbul
penimbunan dalam jaringan otot yang mengganggu kegiatan otot selanjutnya.
2. Karbohidrat didapat dari makanan dirubah jadi glukosa dan disimpan dihati
dalam bentuk glukogen. Setiap cm2 darah normal akan membawa 1 mm
glukosa, berarti setiap sirkulasi darah hanya membawa 0,1% dari sejumlah
glikogen yang ada dalam hati karena bekerja persediaan glikogen akan
menipis dan kelelahan akan timbul apabila konsentrasi glikogen dalam hati
tinggal 0,7%.
3. Dalam keadaan normal jumlah udara yang masuk dalam pernafasan kira-kira
4 Lt/menit, sedangkan dalam keadaan kerja keras dibutuhkan udara kira-kira
15 Lt/menit. Ini berarti pada suatu tingkat kerja tetentu akan dijumpai suatu
keadaan dimana jumlah oksigen yang masuk melalui pernafasan lebih kecil
dari tingkat kebutuhan. Jika hal ini terjadi maka kelelahan yang timbul
dikarenakan reaksi oksidasi dalam tubuh yaitu untuk mengurangi asam laktat
menjadi air dan karbon dioksida agar dikeluarkan dari tubuh, menjadi tidak
seimbang dengan pembentukan asam laktat itu sendiri (asam laktat
terakumulasi dalam otot dalam peredaran darah)

2.2 Gejala-Gejala Kelelahan


Secara pasti datangnya keletihan yang menimpa pada diri seseorang akan
sulit untuk diidentifikasikan secara jelas mengukur lingkungan kelelahan
seseorang bukanlah pekerjaan yang mudah. Prestasi ataupun performansi kerja
yang bisa mengevaluasi tingkatan kelelahan. Kelelahan dapat kita lihat melalui
indikasi-indikasi (gejala-gejala) sebagai berikut:

23
1. Perhatian pekerja yang menurun.
2. Perasaan berat dikepala, menjadi lelah seluruh badan, kaki terasa berat
menguap, pikiran merasa kacau, mata merasa berat, kaku dan canggung
dalam gerakan tidak seimbang dalam berdiri terasa berbaring.
3. Merasa susah berpikir menjadi gugup tidak dapat konsentrasi tidak dapat
mempunyai perhatian terhadap sesuatu cenderung lupa kurang kepercayaan
cemas terhadap sesuatu tidak dapat mengontrol sikap dan tidak tekun dalam
pekerjaan.
4. Sakit kekakuan bahu nyeri di pinggang pernafasan merasa tertekan suara
serat, haus, terasa pening , spasme dari kelopak mata, tremor pada anggota
badan merasa kurang sehat badan.

2.3 Upaya Mengurangi Kelelahan.


Problematika kelelahan akhirnya membawa manajemen untuk selalu
berupaya mencari jalan keluar. Karena apabila kelelahan tidak segera ditangani
secara serius akan menghambat produktivitas kerja dan bisa menyebabkan
kecelakaan kerja. Adapun upaya-upaya untuk mengurangi kelelahan adalah
sebagai berikut:
1. Sediakan kalori secukupnya sebagai input untuk tubuh.
2. Bekerja menggunakan metode kerja yang baik. Misalkan bekerja dengan
menggunakan prinsip ekonomi gerakan.
3. Memperhatikan kemampuan tubuh, artinya mengeluarkan tenaga tidak
melebihi pemasukannya dengan memperhatikan batasan- batasannya.
4. Memperhatikan waktu kerja yang teratur. Berarti harus dilakukan pengaturan
terhadap jam kerja, waktu istirahat, dan sarana-sarananya. Masa-masa libur
dan rekreasi.
5. Mengatur lingkungan fisik sebaik-baiknya, seperti temperatur, kelembaban,
sirkulasi udara, pencahayaan kebisingan getaran, bau/wangi-wangian, dll.
6. Berusaha untuk mengurangi monotoni warna dan dekorasi ruangan kerja,
menyediakan musik, menyediakan waktu-waktu olah raga, dll.

24
2.4 Penyebab Kelelahan
Kelelahan yang terjadi dapat disebabkan berbagai hal penyebab yang
paling penting adalah:
1. Monotonitas
2. Intensitas dan durasi kerja
3. Lingkungan suasana, cahaya, dan kebisingan.
4. Fisiologi tanggung jawab.
5. Sakit, ngilu, dan gejala nutrisi.

Contoh Soal
a) MPL
Seorang pekerja mengambil kotak yang berada pada ketinggian 45 cm di atas
lantai dan mengangkat ke meja 70 cm di atas lantai. Berat kotak 60 kg, berat
badan 65 kg, jarak pergelangan tangan ke pusat masa benda 0,07 m, θ1 = 20o,
jarak pergelangan tangan-siku = 0,28 m, θ2 = 20o, jarak siku-bahu = 0,3 m θ3 =
80o, jarak bahu ke L5/S1 = 0,36 m θ4 = 45o. sudut inklinasi perut 45o, sudut
inklinasi paha 50o. Hitunglah gaya tekan pada L5/S1 tersebut!
Penyelesaian :
WH = 0,6 % Wbadan = 0,6% * 650 = 3,9 N
WLA = 1,7 % Wbadan = 1,7% * 650 = 11,05 N
WUA = 2,8 % Wbadan = 2,8% * 650 = 18,2 N
WT = 50 % Wbadan = 50% * 650 = 325 N
Sehingga,
WTOT = Wo + 2WH + 2WLA + 2WUA + WT = 971,3 N
2 = 0.43
3 = 0.436
4 = 0.67
D = 0.11
AA = 465 cm2
Wo = 60 kg * 10 = 600 N
Wbdn = 65 kg * 10 = 650 N

25
No Segmentasi Tubuh Panjang (m) Sudut (derajat)
1. Telapak tangan SL1 = 0,07 20o
2. Lengan bawah SL2 = 0,28 20o
3. Lengan Atas SL3 = 0,30 80o
4. Punggung SL4 = 0,36 45o
5. Inklinasi Perut θH = 45o
6. Inklinasi Paha ΘT = 50o

A. Telapak Tangan
Fyw = Wo/2 + WH = 303.9 N
MW = (W0/2 + WH) * SL1 * Cos θ1 = 19,99 = 20 Nm
B. Segmen Lengan Bawah
Fye = Fyw + WLA = 314,95 N = 315 N
Me = MW + (WLA * 2 * SL2 * Cos θ2) + (Fyw * SL2 * Cos θ2)
= 101,21 Nm
C. Segmen Lengan Atas
Fys = Fye + WUA = 333,2 N
Ms = Me + (WUA * 3 * SL3 * Cos θ3) + (Fye * SL3 * Cos θ3)
= 118,03 Nm
D. Segmen Punggung
Fyt = 2Fys + WT = 991.4 N
Mt = 2Ms + (WT * 4 * SL4 * Cos θ4) + (2Fys * SL4 * Cos θ4)
= 236.06 + 55,43 + 169.64 = 461.04 Nm
 Kemudian Gaya perut (PA) dan Tekanan Perut (FA)
10 4 43  0.36 H   T 
PA   M  L5 / S1  1,8 = 0,73 N/cm2
75
FA = PA * AA = 0,73 * 465 = 339.45 N
 Gaya otot pada spinal erector :
FM * E = M(L5/S1) – FA * D
FM = 8474,01 N
 Gaya Tekan/kompresi pada L5/S1:
Fc = Wtot * Cos θ4 – FA + FM = 8821.37 N > 6500 N

26
Kesimpulan:
Pekerjaan tersebut membahayakan bagi pekerja dan sebaiknya dilakukan
perbaikan secara adimistasi dan teknis sehingga pekerja dapat bekerja dengan
sehat tanpa mengalami cedera pada L5/S1 serta tujuan dan target perusahaan
dapat tercapai.

b) RWL
Seorang pekerja mengambil kotak dengan berat 5 kg di atas konveyor 15 cm dan
mengangkat ke sebuah meja dengan ketinggian 125 cm dari lantai. Jarak beban
terhadap titik pusat tubuh 35 cm. Sudut simetri putaran yang dibentuk tubuh 45 o.
Jika selama 80 menit pekerja tersebut melakukan pengangkatan sebanyak 224
kali, Berapa batas beban yang direkomendasikan? Apakah pekerjaan tersebut
dikategorikan aman atau tidak? (diketahui Handle Coupling dalam kategori Fair)
Penyelesaian :
L= 5 kg LC = 23 kg
V = 15 cm Handle Fair = 0,95
D = 110 cm H = 35 cm
A = 45o
Menghitung,
HM = 25/H = 25/35 = 0,714
VM = 1- 0,00326 V  69 = 1- 0,00326 15  69 = 0,82396
DM = 0,82 + 4,5/D = 0.82 + 4.5/110 = 0.861
FM = 224 lift/80 mnt= 2.8 = 3
CM = 0,95
LC = 23
Sehingga :
RWL = LC * HM * VM * DM * AM * FM * CM
RWL = (23) (0.714) (0.82396) (0.861) (0.856) (0.79) (0.95)
= 7,484

27
Kemudian mencari Lifting Index,
LoadWeight L 5
LI   
Re commended _ Weight _ Limit RWL 7,484
LI  0,69
Kesimpulan:
Karena LI ≤ 1, maka aktivitas tersebut tidak mengandung resiko cidera tulang
belakang bagi pekerja dan sebainya metode kerja di pertahankan dan data tersebut
dapat digunakan sebagai bahan perbandingan dalam perekrutan pekerja baru.

E. PRAKTIKUM
Alat Dan Bahan Praktikum
1. Beban kerja
2. Penggaris atau meteran pengukur
3. Alat pengukur sudut (busur)
4. Timbangan berat badan
5. Stop watch
6. Meja kerja
7. Lembar pengamatan

Prosedur Pelaksanaan Praktikum


1. Ukur berat beban kerja.
2. Untuk pengangkatan RWL, posisikan operator pada bidang pengangkatan,
catat data-data yang diperlukan seperti data operator, beban, H, V, dan A
pada posisi pertama (origin), jumlah angkatan per menit (F), dll.
3. Operator mengangkat beban kerja dari lantai ke meja kerja selama 2 menit.
4. Catat H, V dan A pada posisi setelahnya (destination), dan hitung D.
5. Sedangkan untuk pengangkatan MPL, posisikan operator pada bidang
pengangkatan sesuai posisi MPL.
6. Foto operator untuk 1 kali pengangkatan, kemudian analisa berdasarkan
analisa MPL.
7. Lengkapi lembar pengamatan kriteria Biomekanik (RWL dan MPL).
8. Data diolah dan dihitung.

28

Anda mungkin juga menyukai