Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Biomekanika dan Postur Kerja


Biomekanika merupakan salah satu dari empat bidang penelitian informasi
hasil ergonomi.

Yaitu penelitian tentang

kekuatan fisik

manusia

yang

mencakup kekuatan atau daya fisik manusia ketika bekerja dan mempelajari
bagaimana cara kerja serta peralatan harus dirancang agar sesuai dengan
kemampuan fisik manusia ketika melakukan akt ivitas kerja tersebut.
Dalam biomekanik ini banyak disiplin ilmu yang mendasari dan berkaitan
untuk dapat menopang perkembangan biomekanik. Disiplin ilmu ini tidak terlepas
dari kompleksnya masalah yang ditangani oleh biomekanik ini. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat bagan (Gambar 2.1) di bawah ini:

Gambar 2.1 Diagram Ilmu Biomekanika (Contini dan Drill, 1966)

II-2

Biomekanika umum adalah bagian dari biomekanika yang berbicara


mengenai hukum-hukum dasar yang mempengaruhi tubuh organik manusia baik
dalam posisi diam maupun bergerak. Biostatik adalah bagian dari biomekanika
umum yang hanya menganalisa bagian tubuh dalam keadaan diam maupun
bergerak pada garis lurus dengan kecepatan seragam (uniform). Biodinamik adalah
bagian dari biodinamika umum yang berkaitan dengan gerakan-gerakan tubuh
tanpa mempertimbangkan gaya yang terjadi (kinematik) dan gaya yang disebabkan
gaya yang bekerja dalam tubuh (kinetik). Occupational Biomechanics didefinisikan
sebagai bagian dari mekanik terapan yang mempelajari interaksi fisik antara
pekerja

dengan

mesin,

material,

dan

peralatan

dengan

tujuan

untuk

meminimumkan keluhan pada sistem kerangka otot agar produktivitas kerja dapat
meningkat (Chaffin & Anderson, 1984) .Biomekanika diklasifikasikan menjadi 2,
yaitu :
1.

General Biomechanic
General Biomechanic adalah bagian dari Biomekanika yang berbicara

mengenai hukum hukum dan konsep konsep dasar yang mempengaruhi tubuh
organic manusia baik dalam posisi diam maupun bergerak. Dibagi menjadi 2, yaitu:
a) Biostatics

adalah

bagian

dari

biomekanika

umum

yang

hanya

menganalisis tubuh pada posisi diam atau bergerak pada garis lurus
dengan kecepatan seragam (uniform).
b) Biodinamic adalah bagian dari biomekanik umum yang berkaitan dengan
gambaran gerakan gerakan tubuh tanpa mempertim-bangkan gaya yang
terjadi (kinematik) dan gerakan yang disebabkan gaya yang bekerja dalam
tubuh (kinetik) (Tayyari, 1997).
2.

Occupational Biomechanic.
Didefinisikan sebagai bagian dari biomekanik terapan yang mempelajari

interaksi fisik antara pekerja dengan mesin, material dan peralatan dengan
tujuan untuk meminimumkan keluhan pada sistem kerangka otot agar produktifitas
kerja dapat meningkat. Setelah melihat klasifikasi diatas maka dalam praktikum
kita ini dapat kita kategorikan dalam Biomekanik Occupational Biomechanic.

II-3

Untuk lebih jelasnya disini akan dijelaskan tentang anatomi tubuh yang menjadi
dasar perhitungan dan penganalisaan biomekanik.
Dalam biomekanik ini banyak melibatkan bagian bagian tubuh yang
berkolaborasi untuk menghasilkan gerak yang akan dilakukan oleh organ
tubuh yakni kolaborasi antara Tulang, Jaringan penghubung (Connective Tissue)
dan otot yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Tulang
Tulang adalah alat untuk meredam dan mendistribusikan gaya/tegangan yang
ada padanya. Tulang yang besar dan panjang berfungsi untuk memberikan
perbandingan terhadap beban yang terjadi pada tulang tersebut. Mungkin dalam
aplikasinya biomekanik selalu berhubungan dengan kerangka manusia, oleh sebab
itu di bawah ini adalah gambar kerangka manusia (Eko Nurmianto, 1996).

Gambar 2.2 Kerangka Manusia (Nurmianto, 1988)

Tulang juga selalu terikat dengan otot, dan jaringan penghubung (connective
Tissue) yakni ligamen,cartilage dan Tendon. Fungsi otot disini untuk menjaga
posisi tubuh agar tetap sikap sempurna.
2. Connective Tissue atau jaringan penghubung
a. Cartilagenous
Fungsi dari sambungan Cartilagenous adalah untuk pergerakan yang relatif

II-4

kecil. Contoh: Sambungan tulang iga ( ribs ) dan pangkal tulang iga (sternum)
Sambungan cartilagenous khusus, antara vertebrata ( ruas-ruas tulang belakang)
yaitu dikenal sebagai interveterbratal disc, yang terdiri dari pembungkus, dan
dikelilingi oleh inti (puply core). Verterbrae juga terdapat pada ligamen dan otot.
Adanya gerakan yang relatif kecil pada setiap jointnya, dapat mengakibatkan
adanya flaksibelit as badan manusia untuk membungkuk, menengadah, dan
memutar. Sedangkan disc berfungsisebagai peredam getaran pada saat manusia
bergerak baik translasi dan rotasi (Nurmianto, 1996).
b. Ligamen
Ligamen berfungsi sebagai penghubung antara tulang dengan tulang untuk
stabilitas sambungan (joint stability) atau untuk membentuk bagian sambungan dan
menempel pada tulang. Ligamen tersusun atas serabut yang letaknya tidak paralel.
Oleh karenanya tendon dan ligamen bersifat inelastic dan berfungsi pula untuk
menahan deformasi. Adanya tegangan yang konstan akan dapat memperpanjang
ligamen dan

menjadikannya kurang efektif dalam menstabilkan sambungan

(joints).

Gambar 2.3 Gerak Tangan

Ligamen tersebut untuk membatasi rentang gerakan. Batasan jangkauan dapat


menentukan ruang gerakan atau aktifitas yang digambarkan oleh sistem sambungan
tulang. Sambungan tulang yang sederhana ada pada siku dan

lutut.

Dengan

II-5

adanya alasan bahwa kedua adalah sambungan yang membatasi


fleksi

(flexion).

Sambungan

siku

gerakan

memberikan kebebasan gerak pada tulang

tangan.
Lengan dan tungkai adalah sambungan yang komplek, yang mampu untuk
mengadakan

gerakan

dimensi,

Contoh:

gerakan

mengangkat tangan,

sambungan siku juga dibantu oleh sambungan bahu, pergerakan rotasi seluruh
tangan pada sumbunya dan gerakan lengan tangan pada sambungan pergelangan
tangannya. Tangan manusia mempunyai fleksibilitas yang tinggi dalam gerakannya
(Nurmianto, 1996).
c.

Tendon
Berfungsi sebagai penghubung antara antara tulang dan otot terdiri dari

sekelompok serabut collagen yang letaknya paralel dengan panjang tendon. Tendon
bergerak dalam sekelompok jaringan serabut dalam sutu area dimana adanya
gaya

gesekan

harus

diminimumkan.

Bagian

dalam

dari jaringan ini

mengeluarkan cairan synovial untuk pelumasan (Nurmianto,1996).


3. Otot ( Muscle )
Membahas masalah otot striatik yaitu otot sadar. Otot terbentuk atas visber
(fibre), dengan ukuran panjang dari 10-40 mm dan berdiameter 0,01-0,1 mm dan
sumber energi otot berasal dari pemecahan senyawa kaya energi melalui proses
aerob maupun anaerob.
a.

Anaerobic
Yaitu proses perubahan ATP menjadi ADP dan energi tanpa bantuan oksigen.

Glikogen yang terdapat dalam otot terpecah menjadi energi, dan membentuk asam
laktat. Dalam proses ini asam laktat akan memberikan indikasi adanya kelelahan
otot secara local, karena kurangnya jumlah oksigen yang disebabkan oleh
kurangnya jumlah suplai darah yang dipompa dari jantung. Misalnya jika ada
gerakan yang sifatnya tiba-tiba (mendadak), lari jarak dekat (sprint), dan lain
sebagainya. Sebab lain adalah karena pencegahan kebutuhan aliran darah yang
mengandung oksigen dengan adanya beban otot statis. Ataupun karena aliran darah

II-6

yang tidak cukup mensuplai oksigen dan glikogen akan melepaskan asam laktat.
b. Aerobic
Yaitu proses perubahan ATP menjadi ADP dan enegi dengan bantuan
oksigen yang cukup. Asam laktat yang dihasilkan oleh kontraksi otot
dioksidasi dengan cepat menjadi CO 2 dan H2O dalam kondisi aerobic.
Sehingga beban pekerjaan yang tidak terlalu melelahkan akan dapat
berlangsung cukup lama. Di samping itu aliran darah yang cukup akan mensuplai
lemak, karbohidrat dan oksigen ke dalam otot. Akibat dari kondisi kerja yang
terlalu lama akan menyebabkan kadar glikogen dalam darah akan menurun drastic
di bawah norma, dan kebalikannya kadar asam laktat akan meningkat, dan kalau
sudah demikian maka cara terbaik adalah menghentikan pekerjaan, kemudian
istirahat dan makan makanan yang bergizi untuk membentuk kadar gula dalam
darah.
Hal tersebut di atas adalah merupakan proses kontraksi otot yang telah
disederhanakan analisa pembangkit energinya, dan sekaligus menandakan arti
pentingnya aliran darah untuk otot. Oleh karenanya para ergonom hendaklah
memperhatikan

hal-hal seperti berikut

untuk sedapat

mungkin

dihindari

(Nurmianto, 1996):
1. Beban otot statis (static muscle loads).
2. Oklusi (penyumbatan aliran darah) karena tekanan, misalnya tekanan segi kursi
pada popliteal (lipat lutut).
3. Bekerja dengan lengan berada di atas yang menyebabkan siku aliran darah
bekerja berlawanan dengan arah gravitasi.
Dalam dunia kerja yang menjadi perhatian adalah :
a. Kekuatan kerja otot.
Kekuatan kerja otot bergantung pada :
1. Posisi anggota tubuh yang bekerja
2. Arah gerakan kerja.
3. Perbedaan kekuatan antar bagian tubuh.
4. Usia.

II-7

b. Kecepatan dan ketelitian.


c. Daya tahan jaringan tubuh terhadap beban.
Suatu hal yang penting untuk mengetahui jenis otot yang sesuai untuk
menopang beban statis. Beban statis yang terjadi pada semua otot harus
diminimumkan. Gaya yang terjadi pada kontraksi otot sama dengan sebanding
dengan

penampang

melintangnya.

Otot

hanya

mempunyai

kemampuan

berkontraksi dan relaksi bila bergerak dengan arah berlawanan terhadap otot yang
lain, dikenal dengan gerakan antagonis.
Biomekanika dapat diterapkan pada [CHA91]: perancangan kembali pekerjaan
yang sudah ada, mengevaluasi pekerjaan, penanganan material secara manual,
pembebanan statis dan penentuan sistem waktu.
Prinsip-prinsip biomekanika dalam pengangkatan beban [CHA91]:
1. Sesuaikan berat dengan kemapanan pekerja dengan mempertimbangkan
frekuensi pemindahan.
2. Manfaatkan dua atau lebih pekerja untuk memindahkan barang yang berat.
3. Ubahlah aktivitas jika mungkin sehingga lebih mudah, ringan dan tidak
berbahaya.
4. Minimasi jarak horizontal gerakan antara tempat mulai dan berakhir pada
pemindahan barang.
5. Material terletak tidak lebih tinggi dari bahu.
6. Kurangi frekuensi pemindahan.
7. Berikan waktu istirahat.
8. Berlakukan rotasi kerja terhadap pekerjaan yang sedikit membutuhkan
tenaga.
9. Rancang kontainer agar mempunyai pegangan yang dapat dipegang dekat
dengan tubuh.
10. Benda yang berat ditempatkan setinggi lutut agar dalam pemindahan tidak
menimbulkan cidera punggung.

II-8

2.2

Macam-macam Metode Pengklasifikasian Biomekanika

2.2.1

Metode NIOSH
Pada tahun 1981, Nasional Institute for Occupational Safety and Health

(NIOSH) mengidentifikasi adanya problem back injuries yang dipublikasikan dalam


The Work Practises Guide for Manual Lifting (Henry, et al, 1993). Metode ini untuk
mengetahui gaya yang terjadi di punggung (L5S1). Ada 2 metode dalam NIOSH
yaitu:
1. Metode MPL (Maximum Permissible Limit)
2. RWL (Recommended Weigh Limit).
Pada metode MPL, input berupa rentang postur (posisi aktivitas), ukuran
beban dan ukuran manusia yang dievaluasi. Proses analisis dimulai dengan
melakukan perhitungan gaya yang terjadi pada telapak tangan, lengan bawah, lengan
atas, dan punggung. Output yang dihasilkan berupa gaya tekan/kompresi (Fc) pada
lumbar ke 5 sacrum pertama (L5S1). Proses metode MPL seperti terlihat pada gambar
2. Standart yang diberikan metode MPL adalah besar gaya tekan di bawah 6500N
pada L5S1 sedangkan batasan gaya angkat normal (The Action Limit) sebesar 3500
pada L5S1, sehingga didapat standart sebagai berikut
1. Apabila Fc< AL (aman)
2. Apabila AL<Fc<MPL (perlu hati-hati)
3. Apabila Fc>MPL (berbahaya)
Studi perbandingan teknik pengangkatan punggung (the back lift) dan
pengangkatan kaki (the leg lift) dengan mempertimbangkan tekanan mekanik yang
dihasilkan, dapat direkomendasikan pengangkatan dengan kaki lebih kecil resikonya
(Hartomo, 2003).
Metode RWL adalah metode yang merekomendasikan batas beban yang
diangkat oleh manusia tanpa menimbulkan cidera meskipun pekerjaan tersebut
dilakukan secara repetitif dan dalam jangka waktu yang lama. Input metode RWL
adalah jarak beban terhadap manusia, jarak perpindahan, dan postur tubuh (sudut

II-9

yang dibentuk).
Proses metode RWL menghasilkan perhitungan Lifting Index, untuk
mengetahui indeks pengangkatan yang tidak mengandung resiko cidera tulang,
dengan persamaan :
LI = (Load weight /RWL)..............................................................................(1)
Standart metode RWL adalah LI 1, maka aktivitas tersebut tidak
mengandung resiko cidera tulang belakang sedangkan jika LI> 1, maka aktivitas
tersebut mengandung resiko cidera tulang belakang. Kelemahan metode ini adalah
postur kerja tidak diperhatikan secara detail hanya gaya dan beban yang dianalisa,
untuk penggunaan tenaga otot (statis/repetitif) dan postur leher belum dianalisa.
2.2.2

Analisis Metode OWAS

Metode OWAS telah diaplikasikan pada tahun tujuhpuluhan di perusahaan


besi baja di Finlandia. Institute of Occupational Health menganalisis postur seluruh
bagian tubuh dengan posisi duduk dan berdiri. Metode ini juga telah digunakan untuk
menganalisis postur di Indonesia, dengan menggunakan OWASCA (OWAS
Computer-Aided), yakni metode OWAS yang diintegrasikan dengan komputer
(Ojanen, et al, 2000). Analisis dilakukan pada seluruh bagian tubuh pada posisi
duduk dan berdiri. Input metode OWAS adalah sebagai berikut :
1.Data postur punggung
2.Data postur lengan.
3.Data postur kaki
4.Data berat beban yang diangkat.
Proses diawali dengan merekam aktivitas MMH menggunakan

handicam.

Hasil rekaman digunakan untuk menganalisis postur yang dilakukan, yakni postur
punggung, lengan, kaki dan berat beban. Hasil analisis postur dalam bentuk kode
angka yang kemudian diklasifikasikan kedalam kategori. Proses pengolahan
menggunakan metode OWAS seperti pada gambar 2.4 sebagai berikut :

II-10

Gambar 2.4 Proses Pengolahan Menggunakan Metode OWAS

Terdapat 4 kategori, seperti dalam tabel berikut :


Tabel 2.1 Kategori Metode OWAS
Kategori
1
2
3
4

Aksi
Bisa diterima jika tidak berulang dan periode lama
Perlu pemeriksaan lanjutan dan perubahan-perubahan
Pemeriksaan dan perubahan perlu dilakukan segera
Pemeriksaan dan perubahan perlu dilakukan sangat segera

Metode OWAS telah diaplikasikan di Malaysia untuk merancang stasiun kerja


(Hasan, et al, 2002). Hasil dari perancangan stasiun kerja dengan metode OWAS
dapat mengurangi posisi kerja yang berbahaya dari 80% menjadi 66%.
OWAS menganalisis postur seluruh tubuh namun tidak secara detail, faktor
sudut yang dibentuk oleh postur pada aktivitas MMH tidak diperhatikan, pemakaian
tenaga otot statik atau repetitif juga belum dianalisis. Hal tersebut merupakan
kekurangan metode OWAS
2.2.3 REBA (Rapid Entire Body Assessment)
Rapid Entire Body Assessment (REBA) adalah sebuah metode dalam bidang
ergonomi yang digunakan secara cepat untuk menilai postur leher, punggung, lengan,
pergelangan tangan, dan kaki seorang pekerja. REBA memiliki kesamaan yang

II-11

mendekati metode RULA (Rapid Upper Limb Assessment),tetapi metode REBA tidak
sebaik metode RULA yang menunjukkan pada analisis pada keunggulan yang sangat
dibutuhkan dan untuk pergerakan pada pekerjaan berulang yang diciptakan, REBA
lebih umum, dalam penjumlahan salah satu sistem baru dalam analisis yang
didalamnya termasuk faktor-faktor dinamis dan statis bentuk pembebanan interaksi
pembebanan perorangan, dan konsep baru berhubungan dengan pertimbangan dengan
sebutan The Gravity Attended untuk mengutamakan posisi dari yang paling
unggul.
Metode REBA telah mengikuti karakteristik, yang telah dikembangkan untuk
memberikan jawaban untuk keperluan mendapatkan peralatan yang bisa digunakan
untuk mengukur pada aspek pembebanan fisik para pekerja. Analisa dapat dibuat
sebelum atau setelah sebuah interferensi untuk mendemonstrasikan resiko yang telah
dihentikan dari sebuah cedera yang timbul. Hal ini memberikan sebuah kecepatan
pada penilaian sistematis dari resiko sikap tubuh dari seluruh tubuh yang bisa pekerja
dapatkan dari pekerjaannya. Pengembangan dari percobaan metode REBA adalah:
1.

Untuk mengembangkan sebuah sistem dari analisa bentuk tubuh yang pantas
untuk resiko musculoskeletal pada berbagai macam tugas

2.

Untuk membagi tubuh kedalam bagian-bagian untuk pemberian kode


individual, menerangkan rencana perpindahan

3.

Untuk mendukung sistem penilaian aktivitas otot pada posisi statis (kelompok
bagian, atau bagian dari tubuh), dinamis (aksi berulang, contohnya pengulangan
yang unggul pada veces/minute, kecuali berjalan kaki), tidak cocok dengan
perubahan posisi yang cepat.

4.

Untuk menggapai interaksi atau hubungan antara seorang dan beban adalah
penting dalam manipulasi manual, tetapi itu tidak selalu bisa dilakukan dengan
tangan.

5.

Termasuk sebuah faktor yang tidak tetap dari pengambilan untuk manipulasi
beban manual

6.

Untuk memberikan sebuah tingkatan dari aksi melalui nilai akhir dengan
indikasi dalam keadaan terpaksa

II-12

2.2.4

RULA (Rapid Upper Limb Assesment)


Metode RULA (Rapid Upper Limb Assessment) merupakan suatu metode

yang memaparkan analisis postur kerja bagian tubuh atas pekerja. Metode ini
digunakan untuk mengambil nilai postur kerja dengan cara mangambil sampel postur
dari satu siklus kerja yang dianggap mempunyai resiko berbahaya bagi kesehatan si
pekerja, lalu diadakan penilaian/scoring. Setelah didapat hasil dari penilaian tersebut,
kita dapat mengetahui postur pekerja tersebut telah sesuai dengan prinsip ergonomi
atau belum, jika belum maka perlu dilakukan langkah-langkah perbaikan. Metode ini
menggunakan diagram body postures dan tiga tabel penilaian (tabel A, B, dan C)
yang disediakan untuk mengevaluasi postur kerja yang berbahaya dalam siklus
pekerjaan tersebut. Melalui metode ini akan didapatkan nilai batasan maksimum dan
berbagai postur pekerja, nilai batasan tersebut berkisar antara nilai 1 7.
Tujuan dari metode RULA adalah:
1.

Menyediakan perlindungan yang cepat dalam pekerjaan.

2.

Mengidentifikasi usaha yang dibutuhkan otot yang berhubungan dengan postur


tubuh saat kerja.

3.

Memberikan hasil yang dapat dimasukkan dalam penilaian ergonomi yang luas.

4.

Mendokumentasikan postur tubuh saat kerja, dengan ketentuan :

5.

Tubuh dibagi menjadi dua grup yaitu A (lengan atas dan bawah dan pergelangan
tangan) dan B (leher, tulang belakang, dan kaki).

6.

Jarak pergerakan dari setiap bagian tubuh diberi nomor.

7.

Scoring dilakukan terhadap kedua sisi tubuh, kanan dan kiri.


Langkah-langkah dalam melaksanakan analisa postur kerja menggunakan metode

RULA:
1.

Pengambilan data postur pekerja dengan menggunakan bantuan video atau foto

2.

Observasi dan pilih postur yang akan dianalisis

3.

Scoring and recording the posture (lihat table scoring)

4.

Action level (lihat table action level)

5.

Analisa posture

6.

Saran perbaikan

II-13

Sistem penilaian untuk postur dari bagian tubuh yang dianalisis atau The Rula
Scoring Sheet dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 2.5 The Rula Scoring Sheet

2.2.5

Biomekanika Gaya dan Segmentasi Tubuh


Merupakan batas besarnya gaya tekan pada segmen L5/S1 dari kegiatan

pengangkatan dalam satuan Newton yang distandarkan oleh NIOSH (National


Instiute of Occupational Safety and Health) tahun 1981. Besar gaya tekannya
adalah di bawah 6500 N pada L5/S1. Sedangkan batasan gaya angkatan normal
(the Action Limit) sebesar 3500 pada L5/S1. Sehingga, apabila Fc < AL (aman),
AL < Fc < MPL (perlu hati-hati) dan apabila Fc > MPL (berbahaya). Batasan gaya
angkat maksimum yang diijinkan , yang direkomendasikan NIOSH (1991) adalah
berdasarkan gaya tekan sebesar 6500 N pd L5/S1 , namun hanya 1% wanita dan
25% pria yang diperkirakan mampu melewati batasan angkat ini.
Perlu diperhatikan bahwa nilai dari analisa biomekanika adalah rentang postur
atau posisi aktifitas kerja, ukuran beban, dan ukuran manusia yang dievaluasi.
Sedangkan kriteria keselamatan adalah berdasar pada beban tekan (compression
load) pada intebral disk antara Lumbar nomor lima dan sacrum nomor satu
(L5/S1). Untuk mengetahui lebih jelas lagi L5/S1 dapat dilihat pada gambar 2.6.

II-14

Gambar 2.6 Klasifikasi dan Kodifikasi pada Vertebrae (Nurmianto, 1996)

Analisa dari berbagai macam pekerjaan yang menunjukkan rasa nyeri (ngilu)
berhubungan erat dengan beban kompresi (tekan) yang terjadi pada (L5/S1),
demikian kata Chaffin and Park (1973). Telah ditemukan pula bahwa 85-95% dari
penyakit hernia pada disk terjadi dengan relative frekuensi pada L4/L5 dan L5/S1.
Kebanyakan penyakit-penyakit tulang belakang adalah merupakan hernia pada
intervertebral disk yaitu keluarnya inti intervertebral (pulpy nucleus) yang
disebabkan oleh rusaknya lapisan pembungkus intervertebral disk.
Evan dan Lissner (1962) dan Sonoda (1962) melakukan penelitian dengan uji
tekan pada spine (tulang belakang). Mereka menemukan bahwa tulang belakang
yang sehat tidak mudah terkena hernia, akan tetapi lebih mudah rusak/retak jika
disebabkan oleh beban yang ditanggung oleh segmen tulang belakang (spinal) dan
yang terjadi dengan diawali oleh rusaknya bagian atas/ bawah segmen tulang
belakang (the castilage end-plates in the vertebrae). Retak kecil yang terjadi pada
vertebral akan menyebabkan keluarnya cairan dari dalam vertebrae menuju
kedalam intervetrebae disc dan selanjutnya mengakibatkan degenerasi (kerusakan)
pada disk. Dari kejadian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa degenerasi adalah
merupakan prasyarat untuk terjadinya hernia pada intervertebral disc yang pada

II-15

gilirannya akan menjadi penyebab umum timbulnya rasa nyeri pada bagian
punggung bawah (low-back pain).

Gambar 2.7 Sistem Pengungkit

a. Sistem pengungkit I :
Contoh sistem pengungkit I :
1. Otot Triceps menarik ulna untuk menggerakkan siku
2. Otot Quadriceps menarik tibia melalui patella untuk menggerakkan lutut
b.

Sistem pengungkit II :

Contoh sistem pengungkit II :


1. Otot Biceps menarik radius untuk mengangkat siku
2. Otot Brachialis menarik ulna untuk mengangkat siku
3. Otot Deltoid menarik humerus untuk mengangkat bahu
Perlu kita ketahui bahwa seorang operator bekerja tidak hanya lengan saja
yang mengeluarkan tenaga, tetapi bagian tubuh yang lain seperti punggung, paha,
betis dan lain-lain.

II-16

Dalam biomekanik perhitungan guna mencari moment dan gaya dapat


dilakukan dengan cara menghitung gaya dan mement secara parsial atau
menghitung tiap segmen yang menyusun tubuh manusia. Berat dari masing
masing segmen dibawah ini didapat dari besarnya prosentase dikali dengan gaya
berat dari orang tersebut.

Gambar 2.8 Persentase Persegmen tubuh (Tayyari, 1997)


1. Telapak Tangan

Fy = 0
Fx = 0 -- tidak ada gaya
horisontal.
M = 0
WH

= 0,6% x Wbadan

Fyw = Wo/2 + WH
Mw = (Wo/2 + WH) x SL1 x cos 1

II-17

2. Lengan Bawah

Fy = 0
Fx = 0 -- tidak ada gaya
horisontal.

3. Lengan Atas
Fy = 0
Fx = 0 -- tidak ada gaya horisontal.
M

=0

= 43,6%

WUA

= 2,8% x Wbadan

Fys = Fye + WUA


Ms = Me + (WUA x 3 x SL3 x cos3)
+ (Fye x SL3 x cos 3)

=0

= 43%

WLA

= 1,7% x Wbadan

Fye = Fyw + WLA


Me = Mw + (WLA x 2 x SL2 x cos2)
+ (Fyw x SL2 x cos 2)

II-18

NB = Gaya pada lengan atas dikalikan dua


Moment dikali dua agar benda utuh satu

4. Punggung
Fy = 0
Fx = 0 -- tidak ada gaya
horisontal.
M

=0

= 67%

WT

= 50% x Wbadan

Fyt

= 2Fys + WT

Mt
= 2Ms + (WT x 4 x SL4 x
cos 4)
+ (2Fys x SL4 x
cos 4)
Dengan menggunakan teknik perhitungan keseimbangan gaya pada tiap
segmen tubuh manusia, maka didapat moment resultan pada L5/S1. Kemudian
untuk mencapai keseimbangan tubuh pada aktivitas pengangkatan, moment pada

II-19

L5/S1 tersebut diimbangi gaya otot pada spinal erector (FM) yang cukup besar dan
juga gaya perut (FA) sebagai pengaruh tekanan perut (PA) atau Abdominal
Pressure yang berfungsi untuk membantu kestabilan badan karena pengaruh
momen dan gaya yang ada seperti model pada gambar 2.7 dibawah ini.

Gambar 2.9 Model Sederhana Dari Punggung Bawah (low back) (Chaffin, 1984)

Gaya otot pada spinal erector dirumuskan sebagai berikut:

FM .E M ( L5 / S1) FA .D
FM

= Gaya otot pada Spinal Erector (Newton)

= Panjang Lengan momen otot spinal erector dari L5/S1 (estimasi 0,05 m
sumber: Nurmianto; 1996)

M(L5/S1) = MT = Momen resultan pada L5/S1


FA

= Gaya Perut (Newton)

= Jarak dari gaya perut ke L5/S1 ( 0,11 m) (Sumber:Nurmianto,1996)

Untuk mencari Gaya Perut (FA), maka perlu dicari Tekanan Perut (PA) dengan
persamaan:
2
(N/Cm )

II-20

Wtot

= Wo +2 WH + 2 WLA+ 2 WUA + Wt

Keterangan:
PA

= Tekanan Perut

AA

= Luas Diafragma (465 cm )

= Sudut inklinasi perut

= Sudut inklinasi kaki

Wtot

= Gaya keseluruhan yang terjadi

Kemudian gaya tekan/kompresi pada L5/S1 dirumuskan sbb:


FC = Wtot . cos 4 FA + Fm

2.3

(newton)

Kelelahan
Dalam biomekanik kita akan berurusan dengan salah satu kejadian yang

dinamakan kelelahan. Kelelahan ini tidak lepas dari biomekanik karena dalam
aplikasinya biomekanik melihat orang secara mekanik, tetapi kodrat kemanusiaan
pada manusia tidak dapat dikesampingkan sehingga manusia/pekerja mempunyai
keterbatasan yaitu salah satunya keadaan yang dinamakan lelah. Kelelahan adalah
proses menurunnya efisiensi performansi kerja dan berkurangnya kekuatan atau
ketahanan fisik tubuh manusia untuk melanjutkan kegiatan yang harus dilakukan.
Dalam bahasan lain, kelelahan didefinisikan sebagai suatu pola yang
timbul pada suatu keadaan yang secara umum terjadi pada setiap individu yang
telah tidak sanggup lagi untuk melakukan aktivitasnya. Ada beberapa macam
kelelahan yang diakibatkan oleh beberapa faktor, seperti:
1. Lelah otot, yang diindikasikan dengan munculnya gejala kesakitan ketika otot
harus menerima beban berlebihan.
2. Lelah visual, yaitu lelah yang diakibatkan ketegangan yang terjadi pada
organ visual (mata) yang terkonsentrasi secara terus menerus pada suatu objek.
2. Lelah mental, yaitu kelelahan yang datang melalui kerja mental seperti
berfikir sering juga disebut sebagai lelah otak.
3. Lelah monotonis, yaitu kelelahan yang disebabkan oleh aktivitas kerja

II-21

yang bersifat rutin, monoton, ataupun lingkungan kerja yang menjemukan.


Sedangkan

kelelahan

yang

disebabkan

oleh

sejumlah

faktor

yang

berlangsung secara terus menerus dan terakumulasi, akan menyebabkan apa


yang disebut dengan lelah kronis. Di mana gejala-gejala yang tampak jelas
akibat lelah kronis dapat dicirikan seperti:
1. Meningkatnya emosi dan rasa jengkel sehingga orang menjadi kurang
toleran atau asosial terhadap orang lain.
2. Munculnya sikap apatis terhadap pekerjaan.
3. Depresi yang berat.

Anda mungkin juga menyukai