Anda di halaman 1dari 4

Hikayat

Si Miskin Mencari Rizeki


Hikayat Si Miskin Mencari Rizeki

Ini hikayat ceritera orang dahulu kala sekali peristiwa Allah SWT menunjukkan kekayaan-Nya kepada
hamba-Nya. Maka adalah seorang miskin laki bini berjalan mencari riskinya berkeliling negara anatah-berantah
adapun nama raja di dalam negara itu meha raja Indra Dewa. Namanya terlalu amat besar kerajaan baginda itu.
Beberapa raja-raja di tanah dewa itu takluk kepada baginda dan mengantar upeti kepada Baginda pada setiap
tahun.

Hatta, maka pada suatu hari baginda sedang ramai dihadapi oleh segala raja-raja, mentri, hulu balang,
rakyat sekalian dipenghadapannya. Maka Si Miskin itupun sampailah ke penghadapan itu. Setelah dilihat oleh
orang banyak, Si Miskin laki bini dengan rupa kainnya seperti dimamah anjing rupanya maka orang bnyak itupun
ramailah ia tertawa seraya mengambil kayu dan batu. Maka dilemparilah akan Si Miskin itu kena tubuhnya habis
bengkak-bengkak dan berdarah. Maka segala tubuhnya pun berlumur dengan darah. Maka orang pun gemparlah.
Maka titah baginda, “Apakah yang gempar di luar itu?”. Sembah segala raja-raja itu, “Ya tuanku Syah Alam,
orang melempar Si Miskin tuanku”. Maka titah baginda,”Suruh usir jauh-jauh!” Maka diusir oranglah akan Si
Miskin hingga sampailah ke tepi hutan. Maka orang banyak itupun kembalilah. Maka haripun malamlah. Maka
bagindapun berangkatlah masuk ke dalam istanannya itu. Maka segala raja-raja dan menteri, hulubalang rakyat
sekalian itupun masing-masing pulang ke rumahnya.
Danar, Piutang, dan Deekar

Suatu hari dalam sore yang cerah nampaklah sebuah gubuk sesek reot termakan usia dengan sebuah bayang
di depannya. Gubuk itu seakan-akan membuat buruk pemandangan di desa yang letaknya di kaki Gunung
Merbabu dan menambah sesaknya mata sore itu.
Keluarlah Deekar. Perempuan purbaya dengan kebaya model lama yang di sukainya, Ia kenakan.
Sebingkai kayu bakar diikatnya keluar rumah. Menengok ke Utara dan ke Selatan berharap Ia bertemu dengan
tanah kering setelah hujan seharian reda. Duduklah ia di atas bayang depan rumahnya sembari merenggangkan
kerudung, menaruh ikatan kayu bakar, dan tampaklah keriputnya menambah kesenjaan yang Ia miliki.
Keluarlah suami Deekar, Danar. Iapun berkata, “Wahai Isteriku, tidaklah kesalahan bagiku bila langkahku
lebarkan demi tanah kering itu?” Dia, Deekar berkata, “Wahai suamiku, sesungguhnya engkau berada dalam
pemenuhan janjimu menghidupiku, maka berangkatlah. Niscaya Aku berada di sisimu.” Berangkatlah Danar
mencari makanan demi sepiring nasi. Hingga larutlah malam. Tiada kunjung juga kekhawatiran Deekar terobati.
Dalam kesunyian malam itu, Deekar ditemani lilin berapikan kenangan semu dalam lantunan api pengingat
senja-senja sendu.
Perjalanannya dalam mimpi terbangunkan sudah oleh tepukan tangan Danar yang menyiur mesra pada
rambut dan sisi kiri wajah Deekar. Deekar melepaskan ikatan siku dari jemarinya kemudian berdiri dan
menyambut suaminya dengan berkata, “Tidurlah, Sayang!”
Hari demi hari terlalui dengan instrumentasi yang sama secara berterusan. Namun, hal tersebut tidak
membuat Danar dan Deekar ada pada jalan asanya, mengais buih-buih rezeki Sang Pencipta Alam Semesta. Sebab,
keyakinan membawa mereka untuk berterus-terusan hidup degan segala upaya yang mereka miliki.

***
Suatu hari, Danar memiliki inisiatif agar tidak berterus-terusan berada dalam kepasifan. Ia
mengutaraknnya kepada isterinya, Deekar, bahwa inilah saatnya mengetahui Sang wewenang mengetahui kondisi
mereka. Oleh sebab itu, mereka menempuh jarak ribuan meter agar dapat mengadu kepada Sang wewenang
dengan berjalan kaki.
Tanpa sepeserpun uang yang dimilikinya, tersandunglah kaki Deekar di tengah perjalanannya meski
rumunan rumah penduduk itu beserta tiang yang menjulang tingga berada menyapa jauh di depan.
Mereka berkeputusan untuk mengambil langkah terdekat, memiliki handsaplast dan obat merah di
samping ketipisan perekonomian yang melilit leher mereka bagai tampar biru dengan pintalan seribu baja.
Saking seringnya gading terasah, maka pengasahpun lupa dengan pisau yang dipegangnya. Danar dan
Deekar tidak jarang membeli barang dan melunasinya di kemudian bulan. Entah mengapa permasalahan yang
tiada angsur-angsurnya berujung itu menjadi pemacu bagi kehidupan meeka?
Sampailah Mereka di Desa Pakubuana. Tempat pemerintahan itu berpusat. Danar dan deekar segera
menempati tempat peristirahatan yang ditemukannya sejauh mata memandang. Sembari menyelonjorkan otot
betisnya yang berkontraksi sekarung pakaianpun ditaruhnya … memandang kesana dan kemari. Penduduk
Pakubuana tak henti-hentinya berlalu-lalang.
Di sudut mata mereka, nampaklah Sang Raja. Penduduk menyebutnya sebagai pengatur gandum dan gula.
Namun tidak demikian dengan Danar dan Deekar. Mereka melihat keramaian di depan istana. Bergegaslah
Mereka. Menggandeng tangan Deekar, menderaplah langkah Danar menemui gerbang dan berjumpa dengan Sang
weweang bersama tiang tinggi yang menjulang.
Melihat keramaian yang terjadi, Danar membagi pertanyaan bersama isterinya,”Wahai kasihku, benarkah
Kita berada di pemerintahan Pakubuana yang kemarin malam kita bicarakan itu, Isteriku?” “Benar, Suamiku!”
“Aku mohon, Suamiku! Jangalah engkau ragu dalam setiap keputusanmu!” Maka, tanpa mendengar nasehat
Isterinya, Danar melangkah ke depan dan mengatakan dengan lantang di antara kumpulan rakyat, berhadapan
langsung dengan Sang wewenang bahwa saat ini kondisi perekonomiannya berada di dasar samudra biru dan
membutuhkan pertolongan dengan segera.
Kehadiran Danar di antara pertemuan itu meresahkan penduduk Desa Pakubuana sehingga Danarpun
terusik dan melangkahkan mundur kakinya dapatlah ia cemoohan dari penduduk tanpa henti-hentinya.
Melihat keadaan ini, Deekar memaksa Danar supaya kembali ke dalam kumpulan dan melupakan niatnya
semula. Akan tetapi, Sang wewenang mendengar dan mengetahui keributan yang terjadi. Iapun memerintahkan
rakyat Pakubuana untuk mengusir Danar dan Deekar dari lingkungan kerajaannya tanpa pikir panjang. Alkisah,
Danar dan Deekarpun keluar dari pemerintahan, kembali pulang mencoba memerbaiki kondisi ekonomi yang
seakan-akan membuat hidupnya tiada henti.

Anda mungkin juga menyukai