Anda di halaman 1dari 4

Kemas Mohammad Daffa Faturrahman

04011282025067
Alpha 2020
Batuk dan Demam
a. Demam (pengertian dan jenis-jenis demam)
Demam adalah keadaan dimana temperatur rektal > 38C. Menurut American Academy of
Pediatrics (AAP). Suhu normal rektal pada anak berumur kurang dari 3 tahun sampai 38 C,
suhu oral normal sampai 37,5 C. Pada anak berumur lebih dari 3 tahun suhu oral normal
sampai 37,2 C dan suhu rektal mencapai 37,8 C. Sedangkan menurut NAPN (National
Assosiation of Pediatric Nurse) disebut demam bila bayi berumur kurang dari 3 bulan dengan
suhu rektal melebihi 38 C. Pada anak umur lebih dari 3 bulan, suhu aksila dan oral melebihi
38,3 C.
Demam adalah peningkatan suhu tubuh yang berhubungan langsung dengan pusat
pengatur suhu di hipotalamus dan tingkat sitokin pirogen dalam mengatasi berbagai
rangsangan. Biasanya terhadap rangsangan infeksi toksin bakteri, peradangan, dan cedera
kepala.
Menurut Nurarif (2015) klasifikasi demam sebagai berikut:
1. Demam septik
Suhu badan berangsur naik ketingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan turun
kembali ketingkat diatas normal pada pagi hari. Sering disertai keluhan menggigil dan
berkeringat. Bila demam yang tinggi tersebut turun ketingkat yang normal dinamakan
juga demam hektik.
2. Demam remiten
Suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu badan normal.
Penyebab suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai dua derajat dan tidak sebesar
perbedaan suhu yang dicatat demam septik.
3. Demam intermiten
Suhu badan turun ketingkat yang normal selama beberapa jam dalam satu hari. Bila
demam seperti ini terjadi dalam dua hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua
hari terbebas demam diantara dua serangan demam disebut kuartana.
4. Demam kontinyu
Variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat. Pada tingkat demam
yang terus menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia.
5. Demam siklik
Terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh beberapa periode
bebas demam untuk beberapa hari kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti
semula.

b. Mekanisme patogenesis dan fisiologi demam


Sebagai respons terhadap rangsangan pirogenik. Maka monosit, makrofag dan sel-sel
Kupffer mengeluarkan suatu zat kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen (IL-1, TNFalfa,
IL-6 dan interferon) yang bekerja pada pusat termoregulasi untuk meningkatkan patokan
termostat. Maka hipotalamus akan berusaha mempertahankan suhu di titik patokan baru dan
bukan di titik normal tubuh. Sebagai contoh, pirogen endogen meningkatkan titik patokan
menjadi 38,9 C, hipotalamus merasa bahwa suhu normal sebelum demam adalah 37 C terlalu
dingin dan organ ini memicu mekanisme-mekanisme respons dingin untuk meningkatkan
suhu tubuh.
Mekanisme demam dapat juga terjadi melalui jalur non prostaglandin melalui sinyal
aferen saraf vagus yang dimediasi oleh produk lokal Macrophage Inflammatory Protein-1
(MIP-1), suatu kemokin yang bekerja secara langsung terhadap hipotalamus anterior, berbeda
dengan demam jalur prostaglandin, demam melalui aktivitas MIP-1 ini tidak dapat dihambat
dengan obat golongan antipiretik.
Menggigil adalah suatu cara untuk memproduksi panas sedangkan vasokonstriksi kulit
juga berlangsung untuk dengan cepat mengurangi pengeluaran panas. Sehingga mempercepat
peningkatan suhu.
Endokin, peradangan, rangsangan pirogenik  monosit, makrofak, sel Kupffer melepaskan
pirogen endogen (IL-1, TNFalfa, IL-6 dan interferon)  area preoptik hipotalamus 
meningkatkan titik penyetelan suhu  peningkatan suhu dari proses vasokonstriksi kulit dan
meninggigil  demam
c. Diagnosis
Demam pada anak dapat diukur dengan menempelkan termometer di anus, mulut, telinga
maupun pada ketiak. Pengukuran oral bisa dilakukan pada anak usia lebih dari 5 tahun dan
juga dianggap lebih akurat dibandingkan dengan suhu ketiak. Pengukuran pada ketiak kurang
akurat karena hanya menggambarkan suhu tubuh perifer yang sangat dipengaruhi oleh
vasokonstriksi pembuluh darah dan keringat sehingga kurang akurat. Pengukuran suhu tubuh
rektal cukup akurat karena mendekati suhu tubuh inti tapi kurang nyaman di anak.
d. Pengobatan terhadap demam
Obat-obat yang biasa digunakan adalah golongan antipiretik murni, golongan
chlorpromazine, golongan aminopurin dan golongan fenacetin. Yang paling umum
digunakan di Indonesia adalah golongan antipiretik murni karena dapat menurunkan demam
dan tidak menyebabkan demam apabila anak tersebut tidak menderita demam seperti:
1. Paracetamol (asetaminofen) 10-15 mg/kg 4 kali sehari
2. Ibuprofen 5-10 mg/kg 3-4 kali sehari
3. Aspirin (asetosal)

e. Batuk (pengertian dan jenis-jenis batuk)


Batuk merupakan suatu rangkaian refleks yang terdiri dari reseptor batuk, saraf aferen,
pusat batuk, saraf eferen,dan efektor. Refleks batuk tidak akan sempurna apabila salah satu
unsurnya tidak terpenuhi. Adanya rangsangan pada reseptor batuk akan dibawa oleh saraf
aferen ke pusat batukyaitu medula untuk diteruskan ke efektor melalui saraf eferen (Guyton,
2008)
Batuk bukanlah sebuah penyakit melainkan salah satu tanda atau gejala klinis yang paling
sering dijumpai pada penyakit paru dan saluran nafas. Batuk merupakan salah satu cara untuk
membersihkan saluran pernafasan dari lendir atau bahan dan benda asing yang masuk sebagai
refleks pertahanan yang timbul akibat iritasi trakeobronkial (Susanti, 2013). Batuk juga
berfungsi sebagai imun dan perlindangan tubuh terhadap benda asing namun, dapat juga
merupakan gejala dari suatu penyakit.
Klasifikasi batuk menurut Nadesul Hendrawan
1. Batuk akut
Fase awal dan mudah untuk disembuhkan dengan kurung waktu kurang dari 3
minggu. Penyebab utamanya adalah infeksi saluran nafas atas.
2. Batuk sub-akut
Fase peralihan dari akut menjadi kronik yang terjadi selama 3-8 minggu.
Penyebab umum adalah batuk paska infeksi, sinusitis bakteri atau asma.
3. Batuk kronik
Batuk kronis batuk kronis adalah fase batuk yang sulit untuk disembuhkan karena
terjadi pada kurung waktu yang cukup lama, yaitu lebih dari 8 minggu. Batuk
kronis juga bisa digunakan sebagai tanda adanya penyakit lain yang lebih berat
misalkan: asma, tuberculosis (TBC), penyakit paru obstruktif kronis (PPOK),
gangguan refluks lambung, dan kanker paru-paru.

f. Mekanisme batuk
1. Fase iritasi
Iritasi dari salah satu saraf sensoris nervus vagus di laring, trakea, bronkus atau
saraf aferen cabang faring dari nervus glosofaringeus dapat menimbulkan batuk.
Batuk juga timbul bila reseptor batuk di lapisan faring dan esophagus, rongga
pleura dan saluran telinga dalam terangsang. Ketika reseptor ini terangsang,
impuls akan diteruskan ke medula oblongata.
2. Fase inspirasi
Inspirasi terjadi secara cepat dalam, sehingga dengan cepat dan jumlah yang
banyak udara masuk ke paru-paru.
3. Fase kompresi
Fase ini dimulai saat penutupan glotis dan relaksasi diafragma. Epiglotis akan
menutup sehingga udara tidak bisa keluar. Menyebabkan peningkatan tekanan
intrabronchial dan intrathoracal.
4. Fase ekspirasi
Pada fase ini glotis terbuka secara tiba-tiba akibat konstraksi aktif otot-otot
ekspirasi, sehingga terjadilah pengeluarana udara dalam jumlah besar dengan
kecepatan yang tinggi disertai dengan pengeluaran benda – benda asing dan
bahan-bahan lain. Gerakan glotis, otot–otot pernafasan, dan bronkus sangat
penting dalam mekanisme batuk karena merupakan fase batuk yang
sesungguhnya. Suara batuk bervariasi akibat getaran sekret yang ada dalam
saluran nafas atau getaran pita suara (Guyton, 2008)

g. Diagnosis banding anak dengan keluhan batuk dan sesak nafas


Analisis masalah
1. Bagaimana hubungan dan mekanisme sesak nafas dengan batuk berdahak dan pilek
disertai demam tinggi sesuai skenario?
2. Bagaimana pengaruh aktivitas, cuaca dan suhu terhadap keluhan sesak nafas, batuk,
pilek, serta demam?
3. Apa pengaruh usia pasien dengan keluhan yang dialami pasien?
Referensi
Lib.ui.ac.id
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/123885-S09009fk-Pengetahuan%20ibu-Literatur.pdf
(Diakses 8 September 2021)
Repository.unimus.ac.id
http://repository.unimus.ac.id/1253/2/BAB%202.pdf
(Diakses 8 September 2021)
Repository.umy.ac.id
http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/18283/BAB%202.pdf?
sequence=2&isAllowed=y
(Diakses 8 September 2021)
Purwanto, Intan F, Imandiri, Ario, & Arifianti, Lusiana, 2018, ‘Kombinasi Akupuntur
Serta Herbal Kunyit-Akar Manis Pada Terapi Batuk Kronis’, Journal of Vocation Health
Studies, Vol. 1, 121-125, DOI: 10.20473/jvhs.v1i3.2018.121-125
https://e-journal.unair.ac.id/JVHS/article/download/9694/5416

Anda mungkin juga menyukai