Anda di halaman 1dari 10

Rezky W.R , Et al/ Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian, Vol.

3 (2017) : S102-S111 S102

PERUBAHAN KADAR AIR DAN KADAR PATI UBI KAYU (Manihot utilissima)
SELAMA PENGERINGAN MENGGUNAKAN ROOM DRYER

CHANGE OF WATER CONTENT AND STARCH CONTENT OF CASSAVA (Manihot


utillisima) FOR DRYING USING ROOM DRYER

Rezky Wahyuni Ramadani1), H.Muh.Yahya2), dan Jamalluddin Palla3)


1Alumni Program Studi Pendidikan Teknologi Pertanian
2 dan 3 Dosen PTP FT UNM

mynameisrezky@ymail.com

ABSTRAK
Penelitian bertujuan untuk mengetahui perubahan kadar air dan kadar pati ubi kayu
selama pengeringan menggunakan ruang pengering. Penelitian dilakukan
denganmenggunakan rancangan acak lengkap (RAL) 5 perlakuan. Parameter yang
diamati adalah kadar air, kadar pati serta uji hedonik terhadap keripik ubi kayu yang telah
dikeringkan. Data dianalisis menggunakan analisa varian (ANOVA). Hasil penelitian
menunjukkan bahwakadar air dan kadar pati selama pengeringan mengalami perubahan
namun cenderung berhenti pada pengeringan 6 jam pada saat kadar air mencapai 11,68
% dan kadar pati sebesar 69,84%. Untuk pengujian hedonik, tekstur keripik yang paling
disukaiadalah ubi kayu yang dikeringkan selama 4 jam.
Kata kunci: kadar air, kadar pati, ubi kayu, hedonik, ruang pengering

ABSTRACK
The research aims to know the changes of water content and starch content of cassava
during drying use a room dryer. The research was conducted by use a completely
randomized design (CRD) 5 treatment. Parameters that was observed is water content,
starch content and hedonic test to cassava chips that was dried. Data analyzed using
analysis variance (ANOVA). The results show that the water content and starch content
during drying was changed but tend to stop at six hour of drying totaled 11,68% of the
water content and 69,84% of the starch content. For hedonic test, the most preferred chips
texture is cassava that dried for four hours.
Keywords : water content, starch content, cassava, hedonic, room dryer.

PENDAHULUAN mendorong tumbuhnya industri-industri


yang berbahan baku hasil pertanian
Indonesia merupakan negara (agroindustri). Bahan baku hasil industri
agraris, kehidupan sebagian besar pertanian ini diantaranya adalah ubi kayu
masyarakat ditopang oleh hasil-hasil (Manihot utilissima) yang dapat diolah
pertanian. Pembangunan di indonesia menjadi suatu produk untuk berbagai
Rezky W.R. , Et al/ Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian, Vol. 3 (2017) : S102-S111 S103

macam keperluan antara lain industri dapat diatasi.Sebagai bahan pangan ubi
makanan, industri tekstil, industri kertas kayu mempunyai keunggulan nutrisi,
dan untuk pembuatan energi alternatif yaitu bergizi lebih baik dibandingkan
terbarukan (Asnawi et al.,. 2013) dengan beras (padi) (Titiek Islami, 2015).
Berdasarkan data Food and Saat ini ubi kayu sudah banyak
Agriculture Organization (FAO) 2009, dipasarkan setelah dikeringkan terlebih
pada tahun 2050 diperkirakan penduduk dahulu (ubi kayu kering) sehingga tahan
dunia akan mencapai sekitar 9,1 triliun disimpan agak lama.Ubi kayu kering
manusia. Dengan kondisi semacam ini kemudian dibuat menjadi keripik dan
maka penyediaan pangan akan menjadi tepung.Petani pada umumnya
masalah yang sangat kompleks, jika mengeringkan ubi kayu dilapangan
kondisi ini tidak segera diantisipasi terbuka jika cuaca dianggap cukup
dengan benar maka dunia akan cerah. Menurut Ginting et al (2013)
menghadapi bahaya kekurangan pengeringan dengan sistem
pangan. Secara konvensional konvensional ini mempunyai banyak
peningkatan produksi tanaman pertanian kelemahan antara lain, pengeringan
dilakukan dengan perluasan areal sering harus dilakukan berulang kali
tanam, dan peningkatan hasil tanaman sehingga dapat dikonsumsi, bahan
persatuan luas. mudah bercampur dengan bahan-
Data yang disajikan FAO (2009) bahan kotor dari sekitarnya, pengeringan
menunjukkan bahwa peningkatan memakan waktu yang cukup lama, tidak
produksi hasil pertanian terus mengalami aman dari gangguan orang-orang dan
penurunan. Jika pada tahun 1960-an binatang, hasil pengeringan kurang baik
peningkatan produksi tanaman biji-bijian karena debu dan polusi udara.
sekitar 3,1% pertahun, pada tahun 2000 Pengeringan ubi kayu juga dapat
peningkatan produksi hanya 1,5% dilakukan dengan menggunakan alat
pertahun. Melihat kondisi ini, manusia pengering buatan, salah satunya adalah
harus mulai memanfaatkan tanaman ubi- room dryer. Room dryer merupakan
ubian sebagai salah satu bahan pengering mekanis yang memanfaatkan
makanan pokok, dimana tanaman ubi- energi surya. Pada proses pengeringan
ubian dapat tumbuh pada lahan yang terjadi perpindahan panas dan uap air
kurang subur dan lingkungan yang secara simultan, untuk menguapkan
kurang baik (El Sharkawy, 2004 dalam kandungan air dari dalam bahan
Titiek Islami, 2015). diperlukan pemanasan yang
Dengan demikian dimasa yang berlangsung dari permukaan sampai
akan datang, peran tanaman ubi-ubian kedalam bahan yang dikeringkan.
khususnya ubi kayu semakin besar dan Proses pengeringan ubi kayu dapat
kompleks. Pada rawan pangan, ubi kayu mempengaruhi kandungan kimia yang
merupakan penyangga pangan yang terkandung didalamnya diantaranya
handal, sehingga masalah kelaparan adalah kadar air dan kadar pati. Semakin
Rezky W.R. , Et al/ Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian, Vol. 3 (2017) : S102-S111 S104

tinggi suhu pengering menurut Winarno beserta alat yang akan digunakan
(1992) maka kandungan air pada ubi selama penelitian. Selanjutnya
kayu semakin menurun dan semakin pelaksanaan penelitian tahap I antara
banyak air yang menguap maka lain; Ubi kayu yang telah dikupas dicuci
kandungan pati pada ubi kayu semakin hingga bersih kemudian ubi kayu
meningkat. Dengan demikian agar dipotong menggunakan alat perajang
pemahaman lebih mendalam pada (slicer) dengan ketebalan 2 mm, setelah
proses pengeringan ubi kayu itu timbang massa ubi kayu masing 1 kg
menggunakan room dryer terhadap untuk setiap perlakuan. Kemudian
perubahan kadar air dan kadar pati yang lakukan uji kadar air dan kadar pati
terjadi selama proses dapat dipahami sebelum melakukan pengeringan.
maka penulis meneliti pengaruh lama Setelah dilakukan uji kadar air dan kadar
pengeringan menggunakan room dryer pati, masukkan bahan baku kedalam
dengan variasi waktu yang berbeda room dryer dengan waktu terkontrol
terhadap perubahan kadar air dan kadar masing-masing 4 jam, 5 jam, 6 jam, 7
pati ubi kayu. jam dan 8 jam. Selanjutnya setelah ubi
kayu kering adalah dengan melakukan
TUJUAN PENELITIAN uji kadar air dan kadar pati ubi setelah
Penelitian ini bertujuan pengeringan. Setelah didapatkan hasil uji
perubahan kadar air dan kadar pati ubi dari kadar air dan kadar pati ubi kayu
kayu selama pengeringan menggunakan maka dilanjutkan penelitian tahap II.
room dryer serta tingkat penerimaan Pada tahap II ubi kayu yang telah
konsumen terhadap keripik ubi kayu dikeringkan tadi kemudian di goreng
yang dikeringkan menggunakan room menggunakan deep frying dengan waktu
dryer. penggorengan selama 1 menit dan suhu
140ºC. Kemudian keripik ubi kayu kering
METODE PENELITIAN di spinner untuk mengurangi kandungan
minyak dipermukaan keripik.
Alat yang digunakan dalam
HASIL DAN PEMBAHASAN
penelitian adalah room dryer, timbangan
Kadar Air
OXONE, alat perajang, pisau, loyang,
wajan, stopwatch, deep frying, dan
spinner
Bahan yang dibutuhkan dalam
penelitian adalah ubi kayu, air bersih,
minyak goreng.Prosedur penelitian ini
dimulai dari tahap persiapan, yaitu:
Mempersiapkan ubi kayu sebagai bahan
baku yang akan digunakan, ubi kayu Gambar 1
yang digunakan adalah ubi kayu putih Kadar Air Ubi Kayu
Rezky W.R. , Et al/ Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian, Vol. 3 (2017) : S102-S111 S105

Pengamatan kadar air dilakukan diuapkan dari permukaan bahan yang


untuk mengetahui kadar air yang dikeringkan. Kecepatan aliran udara
terkandung dalam ubi kayu sebelum dan pengering semakin tinggi akan
setelah pengeringan. Dapat diketahui mengakibatkan semakin cepat pula
bahwa sebelum pengeringan ubi kayu massa uap air yang dipindahkan dari
memperlihatkan kadar air yang sangat bahan ke atmosfer.Pemanasan awal
tinggi. Pada 4 jam pertama yang terjadi hanya menguapkan air
memperlihatkan penurunan kadar air bebas yang terdapat pada permukaan
dalam jumlah yang banyak demikian padatan saja.Air bebas merupakan air
pula pada pengeringan 5 jam. yang mudah menguap dari bahan
Hal tersebut dikarenakan semakin makanan dikarenakan ikatan hidrogen
tinggi suhu udara pengering, makin yang lemah dalam air bebas (Winarno,
besar energi panas yang dibawa udara 2002).
sehingga makin banyak jumlah massa Perubahan kadar air pada pengeringan 6
cairan yang diuapkan dari permukaan jam sampai 8 jam cenderung konstan.
bahan yang dikeringkan. Jika kecepatan Hal tersebut dikarenakan tahap ini
aliran udara pengering makin tinggi merupakan tahap titik akhir, dimana laju
maka makin cepat massa uap air yang pengurangan kadar air makin menurun
dipindahkan dari bahan ke atmosfir. dan tidak ada lagi air bebas dipermukaan
Pada gambar1, terlihat bahwa bahan. Pada tahap ini, air yang tersisa
pengeringan 6 jam, 7 jam dan 8 jam dalam bahan hanyalah air terikat,
perubahan kadar air mulai konstan, sehingga penguapan berjalan cenderung
penguapan mulai berkurang. konstan karena air terikat sulit diuapkan.
Perubahan massa air dalam Sementara, perubahan kadar air pada
padatan ubi kayu selama pengeringan pengeringan 6 jam sampai 8 jam
dengan berbagai variasi waktu cenderung konstan. Hal tersebut
diperlihatkan pada gambar 1, nampak dikarenakan tahap ini merupakan tahap
bahwa kadar air yang terkandung dalam titik akhir, dimana laju pengurangan
ubi kayu mengalami penurunan seiring kadar air makin menurun dan tidak ada
dengan waktu pengeringan.Pada lagi air bebas dipermukaan bahan. Pada
pengeringan 0 jam sampai 5 jam, kadar tahap ini, air yang tersisa dalam bahan
air akan turun secara cepat. Hal tersebut hanyalah air terikat, sehingga
dikarenakan suhu yang semakin tinggi penguapan berjalan cenderung konstan
dan kecepatan aliran udara pengering karena air terikat sulit diuapkan.
semakin cepat akan mengakibatkan
proses pengeringan berlangsung lebih
cepat. Semakin tinggi suhu udara
pengering semakin besar energi panas
yang dibawa udara, sehingga semakin
banyak jumlah massa cairan yang
Rezky W.R. , Et al/ Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian, Vol. 3 (2017) : S102-S111 S106

Kadar Pati peningkatan secara signifikan pada


sampel perlakuan pengeringan 4 jam
80 sebesar 63,84%. Selanjutnya,
Kadar Pati (%)

60 mengalami peningkatan kadar pati


40 secara terus menerus pada sampel
20 perlakuan pengeringan 5 jam, 6 jam, 7
jam dan 8 jam masing-masing dengan
0
0 4 5 6 7 8 nilai 66,11 %, 69,84%, 70,81% dan
Lama Pengeringan (Jam) 71,13 %. Dari gambar 4.2 dapat dilihat
perbedaan kandungan pati pada setiap
perlakuan pengeringan. Hal ini diduga
Gambar 2 disebabkan suhu pengeringan yang
Kadar Pati Ubi Kayu cukup tinggipada proses pengeringan
menggunakan ruang pengering sehingga
Pengamatan kadar pati terjadi pemutusan rantai amilosa-
dilakukan untuk mengetahui kandungan amilopektin penyusun granula sehingga
kadar pati ubi kayu sebelum dan setelah menyebabkan rasio amilosa semakin
pengeringan. Berdasarkan Gambar 2, meningkat. Kadar amilosa dan
terlihat bahwa kandungan kadar pati amilopektin pati berpengaruh terhadap
sebelum pengeringan sangat rendah. ukuran granula pati dan bobot molekul
Perubahan kadar pati yang cepat mulai pati.
terlihat pada pengeringan 4 jam sampai
5 jam. Peningkatan kadar pati terus Uji Hedonik
terjadi secara perlahan hingga Tekstur
pengeringan 6 jam dan akan cenderung
stabil hingga pengeringan 8 jam.
Dengan melihat perubahan
kadar pati yang terjadi pada gambar 2,
maka dapat diketahui bahwa kadar pati
pada ubi kayu cenderung meningkat
seiring dengan lama
pengeringanPerubahan kadar pati dalam
padatan ubi kayu selama pengeringan Gambar 3
dengan berbagai variasi waktu Tekstur Keripik Ubi Kayu Kering
diperlihatkan pada gambar 2, nampak Tekstur bahan pangan merupakan
bahwa kadar pati dalam padatan kumpulan dari sejumlah karakteryang
mengalami peningkatan seiring dengan bebeda, yang dirasakan oleh bermacam-
waktu pengeringan. Pada perlakuan macam anggota tubuhmanusia (Dedi
pengeringan 0 jam menunjukkan kadar Fardiaz, dkk, 1992). Kartika, dkk (1988)
pati sebesar 26,63 % dan mengalami menyatakantekstur merupakan sensasi
Rezky W.R. , Et al/ Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian, Vol. 3 (2017) : S102-S111 S107

tekanan yang dapat diamati Rasa


denganmenggunakan mulut (pada waktu
digigit, dikunyah, dan ditelan),
ataupundengan perabaan dengan jari.
Dalam penelitian ini dilakukan
dalam uji hedonik (kesukaan) yaitu
dengan cara bahan yang akan diuji
disiapkan dengan kode, panelis diminta
menilai produk sesuai dengan tingkat
kesukaan, meliputi rasa, warna, aroma
dan tekstur keripikubi kayu kering. Gambar 4
Berdasarkan penilaian panelis, yang Rasa Keripik Ubi Kayu Kering
ditampilkan pada gambar 3, dapat kita
ketahui bahwa tingkat kesukaan panelis Dalam suatu penelitian pangan
terhadap tekstur keripik ubi kayu kering yang menghasilkan sebagai indikator
pada pengeringan 4 jam menunjukkan paling utamadalam pengujiannya.
panelis sangat suka dengan tekstur Menurut Yulia dkk (2014), rasa
keripik dengan nilai sebesar 3,83 hal ini merupakam faktor yang paling penting
disebabkan karena pada pengeringan 4 dalam mengambil keputusan terakhir
jam kadar air ubi kayu belum untuk menerima atau menolak suatu
sepenuhnya menguap. Selanjutnya makanan. Walaupun warna, aroma dan
tingkat kesukaan panelis semakin tekstur baik namun jika rasanya tidak
menurun pada pengeringan 5 jam, 6 jam, enak maka konsumen akan menolak
7 jam masing-masing dengan nilai 3,63, makanan tersebut. Rasa makanan dapat
3,5, 3,42hal ini dikarenakan kadar air dikenali dan dibedakan oleh kuncup-
dalam ubi kayu kering sepenuhnya telah kuncup kecapan yang terletak pada
menguap dan kembali meningkat pada papilia yaitu bagian noda merah jingga
pengeringan 8 jam. Hal ini sesuai pada lidah. Suhu makanan akan
dengan pendapat Haryono (1987), mempengaruhi kemampuan kuncup
kerenyahan berkaitan erat dengan kadar kecapan untuk menangkap rangsangan
air produk. Sejalan dengan Purnomo rasa. Makanan yang terlalu panas akan
(1995), menjelaskan bahwa kadar air membakar lidah dan merusak kepekaan
dan aktivitas air dalam bahan pangan kuncup kecapan, sedangkan makan
sangat besar peranannya terutama yang dingin dapat membius kuncup
dalam menentukan tekstur bahan sehingga tidak peka lagi (Winarno F.G,
pangan. 2004).
Pada pengujian hedonik,
pengamatan rasa keripik ubi kayu kering
dilakukan oleh 20 orang panelis semi
terlatih, yang diminta untuk menilai rasa
Rezky W.R. , Et al/ Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian, Vol. 3 (2017) : S102-S111 S108

keripik ubi kayu kering. Berdasarkan dapat ditandai dengan adanya warna
penilaian panelis, yang ditampilkan pada yang seragam dan merata. Warna
gambar 4, diketahui pada pengeringan 4 produk yang unik akan lebih menarik
jam tingkat kesukaan panelis terhadap perhatian konsumen dari pada warna
rasa keripik ubi kayu kering bernilai 3,63 produk yang biasa. Warna harus
dan meningkat pada pengeringan 5 jam menarik, menyenangkan konsumen,
dengan nilai 3,83. Selanjutnya pada seragam dan dapat mewakili cita rasa
pengeringan 6 jam, 7 jam dan 8 jam yang ditambahkan (Suprapti, 2003).
tingkat kesukaan panelis terhadap rasa Berdasarkan penilaian panelis,
keripik ubi kayu kering kembali menurun. yang ditampilkan pada gambar 5, dapat
Adanya proses pengeringan sebelum kita ketahui bahwa tingkat kesukaan
penggorengan menimbulkan citarasa panelis terhadap warna keripik ubi kayu
yang khas pada keripik ubi kayu kering. pada perlakuan 5 yakni pengeringan 8
jam menunjukkan nilai 3,8 , yang artinya
Warna panelis sangat suka terhadap warna
4 keripik
. Pada perlakuan 1 dan 4 yakni
Tingkat Kesukaan

3.8
pengeringan 4 jam dan 7 jam
3.6
menunjukkan nilai kesukaan panelis
3.4 sebesar 3,63 yang artinya panelis tidak
3.2 terlalu suka dengan warna keripik. Hal ini
3 sesuai dengan pernyataan dari Ketaren
4 5 6 7 8 (2005) yang menyatakan bahwa
Lama Pengeringan (Jam) permukaan lapisan luar akan berwarna
cokelat keemasan akibat penggorengan.
Gambar 5 Timbulnya warna pada permukaan
Warna Keripik Ubi Kayu Kering bahan disebabkan oleh reaksi browning
atau reaksi maillard. Tingkat intensitas
Faktor warna akan tampil lebih warna ini tergantung dari lama dan suhu
dahulu dalam penentuan mutu bahan menggoreng juga komposisi kimia pada
makanan dan kadang-kadang sangat permukaan luar dari bahan pangan
menentukan. Suatu bahan makanan (Yulia dkk, 2014).
yang dinilai bergizi, enak, dan teksturnya
sangat baik tidak akan dimakan apabila
memiliki warna yang tidak sedap
dipandang atau memberi kesan telah
menyimpang dari warna yang
seharusnya. Selain itu warna juga dapat
digunakan sebagai indikator kesegaran
atau kematangan. Baik atau tidaknya
cara pencampuran atau cara pengolahan
Rezky W.R. , Et al/ Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian, Vol. 3 (2017) : S102-S111 S109

Aroma panelis terhadap aroma keripik ubi kayu


pada perlakuan 2 yakni pengeringan 5
3.7 jam menunjukkan nilai 3,68, yang artinya
Tingkat Kesukaan

3.6 panelis sangat suka terhadap aroma


keripik. Pada perlakuan 1 dan 5 yakni
3.5
pengeringan 4 jam dan 8 jam
3.4 menunjukkan nilai kesukaan panelis
4 5 6 7 8
sebesar 3,50 yang artinya panelis tidak
Lama Pengeringan (Jam)
terlalu suka dengan aroma keripik. Hal
Gambar 6 ini dikarenakan selama pengeringan
Aroma Keripik Ubi Kayu Kering aroma yang terdapat pada ubi kayu
segar hilang ditambah dengan proses
Bau-bauan (aroma) dapat penggorengan akibatnya pada setiap
didefinisikan sebagai sesuatu yang perlakuan mempunyai aroma yang khas.
dapatdiamati dengan indera
pembau.Untuk menghasilkan bau, zat- KESIMPULAN
zat bau harusdapat menguap, sedikit
larut dalam air dan sedikit dapat larut Berdasarkan hasil penelitian yang
dalam lemak.Di dalam industri pangan, dilakukan maka kesimpulan yang
pengujian terhadap bau dianggap diperoleh adalah :
penting karenadengan cepat dapat 1. Kadar air dalam ubi kayu akan terus
memberikan hasil penilaian terhadap mengalami penurunan, mulai dari
produk tentang diterima atau tidaknya awal pengamatan yaitu pengeringan
produk tersebut. Selain itu, bau dapat 4 jam hingga pengamatan
dipakai juga sebagai suatu indikator pengeringan 6 jam, dan cenderung
terjadinya kerusakan pada produk stabil sampai pengeringan 8 jam.
(Kartika, dkk, 1988). Kadar air keripik ubi kayu pada
Bau makanan banyak menentukan pengeringan 8 jam rata-rata
kelezatan bahan pangan tersebut. Dalam sebesar 10,89%.
hal bau lebih banyak sangkut-pautnya 2. Kadar pati pada proses
dengan alat panca indera penghidung pengeringan mengalami
(Winarno, 2002). Menurut de Mann peningkatan berkisar antara 63-71%
(1989), dalam industri pangan pengujian sampai akhir pengeringan.Kadarpati
aroma atau bau dianggap penting karena ubi cenderung konstan pada
cepat dapat memberikan hasil penilaian pengeringan 6 jam hingga pada
terhadap produk terkait diterima atau pengeringan 8 jam dengan
tidaknya suatu produk. nilaisebesar69-71%. Kadar pati
Berdasarkan penilaian panelis, awal sebelum dilakukan
yang ditampilkan pada gambar 6, dapat pengeringan yaitu sekitar 26,63%.
kita ketahui bahwa tingkat kesukaan
Rezky W.R. , Et al/ Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian, Vol. 3 (2017) : S102-S111 S110

3. Uji hedonik yang dilakukan Sei Putih PO BOX 1 Galang


menunjukkan bahwa perlakuan Sumatera Utara; Pusat
terbaik dihasilkan dari pengeringan Penelitian Kelapa Sawit, Jl.
5 jam, untuk kategori pengamatan Brigjen Katamso 51 Medan
rasa dan aroma. Untuk kategori
tekstur, perlakuan terbaik Haryono. 1992. Potensi dan
ditunjukkan pada pengeringan 4 jam Pemanfaatan Sagu.
dan untuk kategori aroma, Kanisius.Yogyakarta.
perlakuan terbaik ditunjukkan pada Haryono, J. 1987. Pembuatan Biskuit
pengeringan 8 jam. Ikan. Penerbit Liberty Dan PAU
Pangan Dan Gizi UGM
DAFTAR PUSTAKA Yogjakarta

Asnawi et al.,. 2013. Karakteristik Tape Kartika, B. 1988. Pedoman Uji Inderawi
Ubi Kayu (Manihot Utilissima) Bahan Pangan. Yogyakarta:
Melalui Proses Pematangan Pusat antar Universitas Pangan
Dengan Menggunakan dan Gizi UGM.
Pengontrol Suhu. Jurnal
Ketaren,S.2005.Minyak Dan Lemak
Bioproses Komoditas Tropis, (On
Pangan.Jakarta;Penerbit
line) volume 1, nomor 2,
Universitas Indonesia. Halaman
(http://ubm.ac.id, diakses 27
284
Februari 2015).
Purnomo, H. 1995. Aktivitas Air dan
DeMan, M. J. 1989. Kimia Makanan.
Peranannya dalam Pengawet
Penerjemah : K. Padmawinata.
Pangan.UI-Press. Jakarta.
ITB-Press, Bandung.
Suprapti ML. 2003. Tepung Ubi Jalar :
FAO. 2009. FAO STAT.
Pembuatan dan
http://www.fao.org/ag/AGP/AGP/
Pemanfaatannya. Penerbit
gcds/index_en.html. diakses 27
Kasinius. Yogyakarta
Februari 2015
Titik Islami. 2015. Ubi Kayu: Tinjauan
Fardiaz, Dedi dkk., 1992. Teknik Analisis
Aspek Ekofisiologi serta Upaya
Sifat Kimia dan Fungsional
Peningkatan dan Keberlanjutan
Komponen Pangan.IPB. Bogor.
Hasil Tanaman. Yogyakarta :
Ginting, et al .2013. Teknologi Pakan Graha Ilmu. 1-3.
Berbahan Dasar Hasil
Winarno,F.G., 1992. Kimia Pangan dan
Sampingan Perkebunan Kelapa
Gizi. PT.Gramedia Utama,
Sawit. Lokakarya Sistem
Jakarta
Integrasi Kelapa Sawit-Sapi.
Loka Penelitian Kambing Potong
Rezky W.R. , Et al/ Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian, Vol. 3 (2017) : S102-S111 S111

Winarno, F.G., 2004. Pangan, Teknologi


dan Konsumen. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.

Winarno, F.G., 2002. Kimia Pangan dan


Gizi. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.

Yulia E.P., Zulkifli, dan


Setyohadi.2014.Pengaruh Lama
Perebusan dan Lama
Penyangraian Dengan Kuali
Tanah Liat Terhadap Mutu
Keripik Biji Durian (Durio
zibethinus Murr).Journal
Rekayasa Pangan dan Pertanian
USU,. Vol.2.No.3:51.

Anda mungkin juga menyukai