Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PRAKTIKUM SISTEMATIKA HEWAN

NAMA :

Muhammad Ainur Rosyid Ridho

NRP :

01311940000029

KELOMPOK:

1 (Satu)

DOSEN PENGAMPU :

Dr. Dewi Hidayati, M.Si.

Dr. Nurlita Abdulgani, M.Si.

Nova Maulidina Ashuri, M.Si.

NAMA ASISTEN :

Evira Nadila Oktyasti (01311740000016)

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN ANALITIK DATA

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPOEMBER


Hirudo medicinalis

P
O
N M
B

D
E
G
F
H

I J K L

Gambar 1. Struktur anatomi pada Hirudo medicinalis (Dokumentasi pribadi, 2021).

Gambar 2. Struktur anatomi pada Hirudo medicinalis (Yapici, 2017)


.

Gamabr 3. Tampak punggung dan perut dari spesimen Hirudo medicinalis (Kustchera, 2014).

Gambar 4. Detail tubuh bagian tengah, dalam tampilan punggung (A), kepala (B) dan pengisap
anterior (pandangan ventral) (C) serta Tampak lateral Hirudo medicinalis yang diawetkan dengan
alkohol (A) dan posisi gonopori jantan (♂) dan betina (♀) di sisi perut (B), dengan organ sanggama
jantan berbentuk tabung di luar tubuh (Kustchera, 2014).
Keterangan
Klasifikasi A. Oral sucker
B. Jaws
Kingdom Animalia C. Faring
Subkingdom Bilateria D. Penis
Infrakingdom Protostomia E. Vagina
Superphylum Lophozoa F. Ventral Nerve Cord
Phylum Annelida G. Vas defenrens
Class Clitellata H. Crop
Subclass Lumbriculata I. Past caeca
Order Hirudinida J. Rectum
Suborder Arhynchobdellida K. Caudal sucker
Infraorder Hirudiniformes L. Intestine
Family Hirudinidae M. Nepfridium
Subfamily Hirudinariinae N. Gangion
Genus Hirudo O. Testis
Species Hirudo medicinalis P. Ovari

(Azhari, 2018). (Yapici, 2017).

Deskripsi

1. Morfologi Hirudo medicinalis


Hirudo medicinalis merupakan salah satu cacing pipih yang bersifat hematofagus yakni
penghisap darah sehingga seringkali digunkan dalam dunia medis.Cacing ini memiliki sucker
atau penghisap pada bagian ujung anterior dan posterior yang dilengkapi dengan 3 rahang yang
mana masing-masing dari 3 rahang tersebut dilengkapi juga dengan 100 gigi.Ukuran dari sucker
mengikuti cara hidupnya dan biasanya sucker anterior memiliki ukuran yang lebih kecil. Hewan
ini umumnya ditemukan di tempat berair agar mereka dapat mempertahankan kelembaban dan
suhu tubuhnya. Mereka biasanya dapat tumbuh Panjang dari 10-12 cm dan dapat bertambah lagi
tergantung pada darah yang dihisapnya. H. medicinalis dapat bertahan hidup berhari-hari tanpat
adanya makanan, sehingga ketika ada makanan atau darah mereka akan menelannya dengan
jumlah yang banyak sehingga terkadang berat tubuh mereka akan bertumbuh beberapa kali lipat
dari biasanya. (Kutschera and Elliot, 2014; Hickman, et al., 2012).
Hirudo medicinalis memiliki tubuh berbentuk silinder dan pipih yang dibagi menjadi tiga
puluh tiga atau tiga puluh empat segmen. Sisi punggung berwarna coklat tua sampai hitam,
dengan enam garis memanjang, kemerahan atau coklat, dan permukaan perut berbintik-bintik.
Semua anggota menanggung pengisap berbentuk cakram posterior dan anterior. Pengisap
anterior mengelilingi bukaan mulut tempat gigi untuk insison berada. Selain itu, lintah obat
memiliki lima pasang mata yang terletak di ujung depannya. H. medicinalis memiliki beberapa
pasang testis dan sepasang ovarium serta cincin tubuh yang menebal yang dikenal sebagai
clitellum, yang terlihat pada saat musim kawin (Ceylan, 2015).

2. Ciri filum
Annelida adalah takson protostom yang terdiri dari lebih dari 17.000 spesies yang tersebar
di seluruh dunia, yang dapat ditemukan di habitat laut, limnik, dan darat. Kebanyakan annelida
adalah organisme selomata, memiliki banyak segmen yang muncul berulang kali di sepanjang
sumbu tubuh anterior- posterior. Jika ada segmentasi, badan annelida dibagi menjadi prostomium,
baik secara homonom (yaitu, segmen identik) atau secara heteronom (yaitu, segmen berbeda
satu sama lain) batang tersegmentasi dan pygidium (Bleidom, 2015).
Annelida menunjukkan keragaman bentuk tubuh yang sangat besar, dan sulit untuk
menggambarkan anatomi yang konsisten yang cocok dengan sebagian besar varietas ini.
Kebanyakan annelida adalah organisme selomata, memiliki banyak segmen yang tubuh anterior-
posterior. Jika ada segmentasi, badan annelida dibagi menjadi prostomium, baik secara
homonom (yaitu, segmen identik) atau secara heteronom (yaitu, segmen berbeda satu sama lain)
batang tersegmentasi dan pygidium. Dalam banyak taksa annelida, prostomium mengandung
otak; namun, di Clitellata otak dapat ditemukan di segmen-segmen berikut ini. Kepala annelida
mungkin memiliki pelengkap, seperti palp atau antena, tetapi ini kekurangan sejumlah taksa.
Mulut dapat ditemukan di segmen pertama yang disebut peristomium. Beberapa anggota Errantia
serta Amphinomida menanggung struktur mandibula sclerotized, yang dapat digantikan oleh
mekanisme yang menyerupai molting (Fischer, 2010).
Annelida menunjukkan berbagai strategi reproduksi, dan reproduksi seksual serta aseksual
didokumentasikan dengan baik untuk banyak taksa. Untuk reproduksi seksual, berbagai jenis
pemijahan bebas, brooding, dan enkapsulasi embrio dalam kepompong dapat dibedakan, dan
semua jenis melibatkan tahap perkembangan planktotrofik atau lesitotrofik (Pandian, 2019).

3. Siklus hidup Hirudo medicinalis


Hirudo medicinalis berkembang biak sekali selama musim tahunan yang berlangsung dari
Juni hingga Agustus. Lintah juga tetap subur selama beberapa tahun, tidak seperti kebanyakan
spesies lintah lainnya. Tindakan kopulasi terjadi di darat, di mana satu lintah menempel di bagian
perut satu sama lain melalui sekresi lendir. Semua lintah bersifat hermafrodit dan pembuahan
bersifat internal. Sperma disuntikkan ke dalam vagina oleh organ persetubuhan yang dapat
diperpanjang. Sebuah kepompong terbentuk di sekitar clitellum dan terlepas dari bagian anterior
lintah. Seluruh kantung telur diletakkan di tanah lembab biasanya tepat di atas garis pantai.
Setelah sekitar 14 hari, telur menetas sebagai miniatur dewasa yang sudah terbentuk sempurna
(Gileva, 2013).

4. Peran ekologis dan ekonomis Hirudo medicinalis


Menurut Abdualker, et al., (2011) dan Glyova (2005), di dalam air liur Hirudo medicinalis
terkandung berrbagai macam zat aktif seperti analgesic, hirudin dan anti-ederma, senyawa
peptide dan protein yang dapat berfungsi sebagai anti-hipoksia, anti koagulan, mengembalikan
permeabilitas jaringan maupun organ dan lain sebagainya sehingga sangat bermanfaat bagi
tubuh dan seringkali digunakan dalam pengobatan tradisional.

5. Habitat Hirudo medicinalis


Hirudo medicinalis adalah amfibi, membutuhkan tanah dan air, dan hanya tinggal di air
tawar. Habitat khas Hirudo medicinalis adalah kolam kecil dengan dasar berlumpur dengan alang-
alang dan di mana katak paling tidak berlimpah secara musiman (Piha, 2017).
6. Perilaku Hirudo medicinalis
Hirudo medicinalis bergerak menggunakan otot longitudinal dan melingkar dalam modifikasi
penggerak dengan gerak peristaltik, self-propulsion dengan mengontraksi dan memanjangkan
bagian tubuh secara bergantian, terlihat pada annelida lain seperti cacing tanah. Mereka
menggunakan pengisap posterior dan anterior (satu di setiap ujung tubuh) untuk memungkinkan
mereka berkembang dengan melingkar atau beringsut, seperti ulat ngengat geometer. Ujung
posterior menempel pada substrat, dan ujung anterior diproyeksikan ke depan secara peristaltik
oleh otot-otot melingkar sampai menyentuh ke bawah, sejauh mungkin, dan ujung anterior
dipasang. Kemudian ujung posterior dilepaskan, ditarik ke depan oleh otot longitudinal, dan
disambungkan kembali; kemudian ujung anterior dilepaskan, dan siklus berulang. Lintah
menjelajahi lingkungannya dengan gerakan kepala dan tubuh melambai (Brusca, 2016).
Hirudinidae dan Erpobdellidae dapat berenang dengan cepat dengan gerakan tubuh naik-turun
atau menyamping; Sebaliknya, Glossiphoniidae adalah perenang yang buruk dan meringkuk dan
jatuh ke sedimen di bawah jika terganggu (Smith, 2001).

7. Karakter pembeda
Hirudenia merupakan kelas Ilium Annelida yang tidak memiliki seta (rambut) dan tidak
memiliki parapodium di tubuhnya. Tubuh Hirudinea yang pipih dengan ujung depan serta di
bagian belakang sedikit runcing. Di segmen awal dan akhir terdapat alat penghisap yang
berfungsi dalam bergerak dan menempel. Gabungan dari alat penghisap dan kontraksi serta
relaksasi otot adalah mekanisme pergerakan dari Hirudinea. Kebanyakan dari Hirudinea
merupakan ekstoparasit yang sering didapati di permukaan luar inangnya. Ukuran Hirudinea
beragam dari 1-30 cm (Belfield, 2016).

8. Distribusi Hirudo medicinalis


Distribusi Hirudo medicinalis sebagian besar meluas melalui bagian Eropa barat dan
selatan ke pegunungan Ural dan negara-negara yang berbatasan dengan Mediterania timur laut
(Sawyer, 1986).
Taenia saginata

E
D

K
H
I

Gambar 5. Morfologi Taenia saginata (Dokumentasi pribadi, 2021).


Gambar 6. Morfologi Taenia saginata (Eom, 1993).

Gambar 7. Morfologi Taenia saginata (Flisser, 2013).


Keterangan
Klasifikasi A. Gravid praglottid
B. Proglotid dewasa
Kingdom Animalia C. Telur
Subkingdom Bilateria D. Scolex
Infrakingdom Protostomia E. Gravid praglottid funpessed
Superphylum Platyzoa F. Metacestode
Phylum Platyhelminthes G. Scolex
Subphylum Neodermata H. Hoklet
Class Cestoda I. Restulum
Subclass Eucestoda J. Proglotid
Order Cyclophyllidea K. Storbilus
Family Taeniidae (Flisser, 2013).
Subfamily Taeniinae
Genus Taenia saginata

(Prats, 2013).

Deskripsi

Deskripsi

1. Morfologi Taenia saginata


Taenia saginata termasuk dalam filum Platyhelminther yang memiliki ciri khas yaitu pipih,
triploblastik, dan aselomata (Collins, 2017). Taenia saginata merupakan salah satu jenis cacing
pita yang paling umum dan dapat menyebabkan infeksi zoonosis pada manusia (Chang et al.,
2020). Cacing ini dapat menyebabkan penyakit Taeniasis. Taeniasis merupakan penyakit yang
ditimbulkan oleh cacing pita bergenus Taenia. Selain itu, cacing ini juga menyebabkam
Sistiserkosis yang merupakan penyakit infeksi oleh larvanya dan dapat menyebabkan ganggua
pencernaan (Suriwanto dkk, 2014). Siklus hidup mereka unik dengan manusia sebagai satu-
satunya inang definitif. Meskipun inangnya adalah manusia, namun sumber infeksi Taenia
saginata adalah daging sapi. Jadi persebaran dan penularannya melalui daging sapi sebagai
inang perantaranya. Tubuhnya terdiri dari scolex dan strobila. Scolex merupakan bentuk kepala
dari spesies Taenia, namun pada Taenia saginata ini scolexnya tidak memiliki rostelum ataupun
hooklet sebagai organ pengait. Meskipun begitu, cacing ini memiliki 4 sucker (penghisap) pada
scolexnya (Chang et al., 2020). Ciri khas dari Taenia saginata adalah tidak adanya makhota
ganda pada rosteliumnya (Flisser, 2013).

2. Ciri filum
Filum Platyhelminthes terdiri dari cacing pipih dorsoventral yang biasa dikenal sebagai
cacing pipih. Platyhelminthes adalah salah satu filum hewan terbesar setelah arthropoda,
moluska, dan chordata dan mencakup lebih dari spesies, lebih dari setengahnya adalah cacing
pipih parasit. Cacing pipih yang hidup bebas (secara klasik disebut sebagai 'Turbellaria') hidup di
berbagai habitat, mulai dari mata air tawar, sungai, danau, dan kolam hingga laut dan habitat
percobaan terres yang lembab. Ukurannya berkisar dari cacing mikroskopis hingga cacing pita
sepanjang 30 m yang ditemukan pada paus sperma (Adell, 2015).

3. Siklus hidup Taenia saginata

Gambar 8. Siklus hidup Taenia saginata (Kniel, 2013).

Cacing melewati siklus hidupnya dalam dua inang - inang definitif-Manusia menampung
cacing dewasa dan inang perantara- sapi atau kerbau menampung tahap larva. Cacing dewasa
hidup di usus kecil (jejunum atas) manusia . Telur dan bagian gravid dibagikan dengan kotoran di
tanah. Proglottida yang gravid mengeluarkan telur saat pecah setelah melewati luar. Telur-telur
tersebut ditelan oleh ternak saat sedang merumput di lapangan. Di usus inang perantara (sapi
atau kerbau), telur pecah dan oncosfer (embrio heksacanth) dibebaskan. Ini menembus dinding
usus dengan bantuan kait mereka dan masuk ke sirkulasi. Mereka akhirnya mencapai otot di
mana mereka berkembang menjadi bentuk larva cycticircus bovis dalam 8 sampai 10 minggu.
Otot yang sering terinfeksi adalah otot lidah, leher, bahu, ham dan jantung. Manusia terinfeksi
dengan memakan daging setengah matang yang mengandung larva hidup. Di usus manusia,
scolex berlabuh ke dinding melalui pengisapnya dan berkembang menjadi cacing dewasa (Kniel,
2013).

4. Peran ekologis dan ekonomis Taenia saginata


Taenia saginata adalah endoparasit obligat di seluruh dunia; dewasa hidup di usus manusia
dan larva cysticercus biasanya mendiami otot ungulata, terutama sapi. Meskipun T. saginata
dikenal sebagai cacing pita daging sapi, hanya ditemukan pada tahap remaja dan bukan dewasa
pada sapi (Scandrett, et al., 2009)

5. Habitat Taenia saginata


Sama dengan Taenia solium, habitat Taenia saginata adalah pada saluran gastrointestinal
vertebrata dengan perannya sebagai endoparasit (Flisser, 2013). Namun letak perbedaanya pada
inang perantaranya. Taenia solium inang perantaranya di babi, sedangkan Taenia saginata inang
perantaranya adalah sapi (Konyaev et al., 2017) (Arimurti dkk, 2020). Cacing ini banyak hidup di
negara dan wilayah yang infrastruktur sanitasi yang tidak memadahi (Yu et al., 2019).

6. Perilaku Taenia saginata


Saat dewasa berkembang dan tetap berada di inang manusia sepanjang hidup mereka,
terus-menerus menyerap makanan dari bak mandi nutrisi makanan manusia. Proglottid individu
yang dilepaskan dari dewasa setelah mereka hamil bersifat motil dan secara aktif meninggalkan
inang melalui anus, lebih sering pada saat inang aktif. Setiap proglottid memiliki otot longitudinal
dan transversal, memberikan motilitas horizontal dan vertikal dewasa dan juga mobilitas setiap
segmen. Orang dewasa biasanya ditemukan sebagai satu-satunya parasit pada manusia,
kemungkinan besar karena mendukung lebih dari satu cacing pita akan memberi terlalu banyak
tekanan pada inang definitif (Despommier, 2000).

7. Karakter pembeda
Kelompok hewan ini tidak memiliki silia dan sistem pencernaan. tetapi telah memiliki skoleks
(kepala) yang dilengkapi dengan alat isap dan rostelum (kait). Tubuh menyerupai pita dengan
panjang berkisar antara 2.5 cm sampai 9 m. tersusun dari tiga sampai empat ribu proglotid
(segmen). Leher yang terletak di dekat kepala merupakan daerah perkembangan proglotid baru
yang terbentuk secara terus-menerus. Tiap proglotid yang telah matang dapat berisi ribuan telur
yang berisi embrio (Benarjee, 2018).

8. Distribusi Taenia saginata


Taenia saginata telah dilaporkan di Asia, Eropa, Afrika, serta Amerika Utara dan Selatan.
Prevalensi Taenia saginata diukur dari kejadian infeksi pada manusia dan sapi. Infeksi pada
manusia, taeniasis, bukanlah penyakit yang diwajibkan oleh hukum untuk dilaporkan; dengan
demikian, prevalensi T. saginata pada manusia diukur dari jumlah obat yang dijual untuk
memerangi infeksi. Satu perkiraan mengusulkan hampir 40 juta infeksi manusia secara global:
100.000 di Amerika Utara, 700.000 di Amerika Tengah dan Selatan, dan mayoritas di Asia dan
Afrika. Di Eropa, Slovakia dan Turki telah melaporkan tingkat prevalensi taeniasis tertinggi.
Perkiraan ini mengusulkan tingkat prevalensi kurang dari satu persen di Amerika Serikat
dibandingkan dengan 50 persen di Afrika Timur. Infeksi pada sapi, cysticercosis sapi, biasanya
dipantau dengan pemeriksaan daging postmortem (Horberg, 2002).
Taenia solium

E
A

B
F

Gambar 9. Morfologi Taenia solium (Dokumentasi pribadi, 2021)

Gambar 10. Morfologi Taenia solium (Flisser, 2013).


Klasifikasi Keterangan
A. Hooke
Domain Eukaryota B. Hooklet
Kingdom Metazoa C. Proglotid
Phylum Platyhelminthes D. Strobilus
Class Cestoda E. Rostelum
Subclass Eucestoda F. Scolex dan leher
Order Cyclophyllidea
Family Taeniidae
Genus Taenia (Flisser, 2013).
Species Taenia solium

(Prats, 2013).

Deskripsi

1. Morfologi Taenia solium


Taenia solium termasuk dalam filum Platyhelminther yang memiliki ciri khas yaitu pipih,
triploblastik, dan aselomata (Collins, 2017). Cacing pita ini umumnya sebagai endoparasit pada
tubuh vertebrata. Infeksi cacing pita dapat menyebabkan penyakit. Nama dari penyakit yang
ditimbulkan ini adalah Cysticerosis. Penyakit ini kerap dikaitkan dengan keterbelakangan dan
kemiskinan. Cacing ini banyak ditemukan di negara dan wilayah yang infrastruktur sanitasi yang
tidak memadahi (Yu et al., 2019). Cacing ini memiliki 3 fase hidup, yaitu fase dewasa, fase telur,
dan fase larva. Cacing ini memiliki tubuh yang sangat panjang hingga mencapai 1-5m. Tubuhnya
terdiri dari scolex yang diikuti dengan leher sebagai tempat terbentuknya strobila (Flisser, 2013).
Scolex merupakan bentuk kepala yang memiliki 4 hooklet (sucker) yang berfungsi sebagai
penghisap untuk makan dan mempunyai rostellum dengan hook (pengait). Kiatnya tersusun atas
2 baris mahkota yang terdapat 22-32 hook dengan ukuran panjang bervariasi. Bagian yang
mencolok dan khas pada genus Taenia sp adalah adanya rantai segmen yang membentuk
strobila. Strobila merupakan pita panjang yang terdiri dari proglotid (Flisser et al., 2014). Proglottid
ini dibagi menjadi 3 macam yaitu proglottid belum dewasa, matang, dan sedang hamil (Gravid).
Proglotid yang belum dewasa berfungsi mengembangkan organ seksual. Proglotid hamil
bentuknya menyerupai kantung yang penuh dengan telur. Sedangkan proglottid matang dapat
ditemukan diantara proglottid belum matang dan hamil. Proglotid dewasa memiliki panjang 2,1-2,5
mm dengan lebar 2,8-3,5mm, sedangkan gravid memiliki panjang 3,1-10 mm dan lebar 3,8-8,7
mm. Scoleksnya berukuran 0,6-1,0 mm (Flisser, 2013). Mereka tidak memiliki organ pencernaan,
sehingga mereka makan secara pasif. Meskipun merek tidak memiliki organ pencernaan, namun
mereka memiliki sistem ekresi yang baik. Sistem ekresi ini dibentuk oleh proglitid dan sel api
(Flisser et al., 2014).

2. Ciri filum
Filum Platyhelminthes terdiri dari cacing pipih dorsoventral yang biasa dikenal sebagai
cacing pipih. Platyhelminthes adalah salah satu filum hewan terbesar setelah arthropoda,
moluska, dan chordata dan mencakup lebih dari spesies, lebih dari setengahnya adalah cacing
pipih parasit. Cacing pipih yang hidup bebas (secara klasik disebut sebagai 'Turbellaria') hidup di
berbagai habitat, mulai dari mata air tawar, sungai, danau, dan kolam hingga laut dan habitat
percobaan terres yang lembab. Ukurannya berkisar dari cacing mikroskopis hingga cacing pita
sepanjang 30 m yang ditemukan pada paus sperma (Adell, 2015).

3. Siklus hidup Taenia solium

Gambar 12. Siklus hidup dari Taenia solium (Ndimubanzi, 2010).

Taenia solium dewasa hidup di dalam tubuh manusia khusunya pada bagian usus halus
dan mereka akan berkembang biak disana. Telur cacing yang berada di usus manusia akan
dikeluarkan melalui feses yang akan dikonsumsi oleh inang perantara seperti babi, sapi dll. Larva
cacing akan menetas menjadi onkosfer lalu akan berkembang menjadi larva yang mana larva
cacing tersebut akan membentuk kista di jaringan otot babi dan membungkus diri menjadi
sistiserkus yang nantinya akan bertahan di dalam tubuh hewan, sehingga apabila daging hewan
yang sudah terinfeksi cacing termakan oleh manusia (inang definitive) maka manusia tersebut
akan terinfeksi. Sistiserkus yang sudah masuk ke tubuh manusia selanjutnya akan menempel
pada usus dengan skoleks dan akan berkembang biak disana. (Hickman, et al., 2012).

4. Peran ekologis dan ekonomis Taenia solium


Taenia solium adalah cacing pita parasit yang menginfeksi babi dan manusia. Tahap
cysticerci dalam siklus hidup dapat menyebabkan masalah medis dan kedokteran hewan pada
inang babi. Porcine cysticercosis, infeksi cysticerci pada babi, sebagian besar ditemukan tanpa
gejala. Ini karena sebagian besar babi dibunuh sebelum cysticerci memasuki tahap degeneratif,
yang diketahui menyebabkan gejala (Garcia, dkk., 2003).

5. Habitat Taenia solium


Cacing pita babi memiliki beberapa habitat yang berbeda tergantung pada tahapan dalam
siklus hidupnya. Cacing pita pradewasa dan cacing pita dewasa dapat ditemukan di usus kecil
inang manusia. Segmen proglottid yang penuh dengan telur ditemukan di kotoran inang, dan di
lingkungan luar tempat kotoran. Jika habitat lebih dingin dari 10 derajat Celcius atau di atas suhu
ruangan, telur dapat dengan mudah mati. Tahap selanjutnya dari cacing pita adalah oncosphere,
dan tahap ini berlangsung di dalam inang perantara babi. Habitat onkosfer adalah usus dan
jaringan inang babi dan melanjutkan tahap hidupnya di otot dan otak babi pada tahap cysticercus.
Bentuk cysticercus juga mampu bertahan hidup dalam tubuh manusia, hidup di otot dan otak
(Pawlowski, 2002).

6. Perilaku Taenia solium


Taenia solium berbeda dari spesies lain dalam genus Taenia karena ia dapat menggunakan
inang definitifnya (manusia) sebagai perantara. Larva oncosphere dapat menginfeksi inang
manusia melalui autoinfeksi eksternal, di mana telur yang dikeluarkan melalui feses akan tertelan
secara oral. Autoinfeksi internal, di mana larva dapat menginfeksi inang tanpa dikeluarkan melalui
feses, masih harus diamati. Namun, peneliti terbuka untuk kemungkinan kemunculannya. Cacing
pita babi adalah spesies bergerak. Dalam tahap larva, ia menembus usus inang perantara untuk
mencapai sistem peredaran darah dan bermigrasi ke seluruh tubuh. Cacing pita dewasa sering
difiksasi oleh skoleks ke usus inang definitif. Namun, dinamika ini juga bisa bersifat sementara
karena cacing pita diketahui bermigrasi ke atas dan ke bawah usus kecil tergantung pada
makanan yang dicerna, pH dan enzim pencernaan. (Pawlowski, 2002). Taenia solium adalah
parasit soliter. Dalam sebagian besar pengamatan, hanya satu parasit yang menginfeksi inang
individu. Namun, ada kemungkinan persaingan antara beberapa cacing pita yang menginfeksi
inang yang sama. Jika inang terinfeksi oleh beberapa cacing pita babi, cacing pita memiliki
kesulitan yang lebih besar untuk mencapai kematangan seksual (Robert, 2009).

7. Karakter pembeda
Kelompok hewan ini tidak memiliki silia dan sistem pencernaan. tetapi telah memiliki skoleks
(kepala) yang dilengkapi dengan alat isap dan rostelum (kait). Tubuh menyerupai pita dengan
panjang berkisar antara 2.5 cm sampai 9 m. tersusun dari tiga sampai empat ribu proglotid
(segmen). Leher yang terletak di dekat kepala merupakan daerah perkembangan proglotid baru
yang terbentuk secara terus-menerus. Tiap proglotid yang telah matang dapat berisi ribuan telur
yang berisi embrio (Benarjee, 2018).

8. Distribusi Taenia solium


Taenia solium, yang dikenal sebagai cacing pita babi, ditemukan di seluruh dunia. Ini
sangat lazim di negara berkembang di mana babi dibesarkan dalam kondisi sanitasi yang buruk.
Di Belahan Barat, sebagian besar ditemukan di Amerika Selatan dan Tengah. Kanada, Amerika
Serikat, Argentina, dan Uruguay adalah empat negara dari kawasan ini yang tampaknya telah
memberantas cacing pita, meskipun kasus infeksi Taenia solium pada manusia baru muncul
belakangan ini. Kemunculan kembali ini telah dikaitkan dengan meningkatnya jumlah imigran dari
negara-negara dengan penularan cacing pita, yang menjadi inang T. solium. Cacing pita juga
banyak ditemukan di seluruh negara di Afrika dan Asia; namun, jumlah penularan rendah pada
populasi budaya Muslim dan Yahudi yang melarang makan daging babi. (Schantz, 2002).
Ascaris lumbricoides

A
B

Gambar 13. Morfologi dari Ascaris lumbricoides (Dokumentasi pribadi, 2021).

Gambar 14. Morfologi dari Ascaris lumbricoides (Brinkkemper and Haaster, 2012).

Klasifikasi Keterangan
A. Ujung posterior
Kingdom Animalia B. Ujung anterior
Subkingdom Bilateria
Infrakingdom Protostomia
Superphylum Ecdysozoa (Brinkkemper and Haaster, 2012).
Phylum Nematoda
Class Chromadorea
Order Ascaridida
Family Ascarididae
Genus Ascaris
Spesies Ascaris lumbriocides

(WoRMS, 2021).
Deskripsi

1. Morfologi Ascaris lumbricoides


Cacing gelang Ascaris lumbricoides adalah nematoda usus terbesar yang menginfeksi
manusia, dengan panjang rata-rata betina 30 cm (berkisar antara 20-49 cm) dan diameter 3-6
mm. Jantan lebih kecil, panjangnya berkisar antara 15-30 cm dan diameter 2-4 mm. Kedua jenis
kelamin memiliki tubuh silinder memanjang yang meruncing di kedua ujungnya; pada laki-laki
kurva ekor di bagian perut. Selain ukuran, jenis kelamin dapat dibedakan dengan pembukaan
vulva pada wanita, terletak di bagian perut pada titik penyempitan kira-kira sepertiga panjang
tubuh dari ujung anterior, dan oleh papila pada pria, dikelompokkan sebelum dan sesudah anal.
Kedua jenis kelamin itu berwarna krem, terkadang dengan semburat merah jambu. Integumen
cacing adalah lapisan chitinous dari kutikula tidak berinti dengan lurik melingkar. A. lumbricoides
tidak memiliki otot melingkar, satu-satunya pita otot yang membujur, dan cacing menggunakan
aktivitas otot untuk tetap berada di lumen usus inang. Cacing gelang ini juga tidak memiliki sistem
peredaran darah dan sistem pencernaan, ekskresi, saraf, dan reproduksinya semuanya
tersuspensi di dalam pseudocoelom. Ada tiga bentuk telur: dibuahi, dibuahi dan tidak dibuahi.
Telur yang dibuahi berwarna coklat keemasan dan berbentuk bulat telur, berukuran 30-40 μm kali
50-60 μm. Telur disebut decorticate jika tidak ada lapisan mamillated eksternal yang tebal. Telur
yang tidak dibuahi lebih besar (panjangnya mencapai 90 μm) dan lebih memanjang, memiliki
cangkang lebih tipis dan tidak terorganisir dengan baik secara internal, menjadi massa butiran
berukuran bervariasi (Chong, 2003).
2. Ciri filum
Nematoda adalah invertebrata seperti cacing yang tidak bersegmentasi dan tidak memiliki
pelengkap bersendi dan memiliki saluran pencernaan yang lengkap setidaknya selama satu tahap
dalam perkembangannya. Mereka memiliki rongga tubuh yang biasanya digambarkan sebagai
pseudocoelom, tetapi tidak memiliki sistem pernapasan dan peredaran darah khusus dan tidak
memiliki otot melingkar. Mereka memang memiliki sistem saraf, sistem ekskresi, dan otot
longitudinal. Nematoda adalah hewan bilateral dengan faring segitiga segitiga, cincin saraf
sirkumpharyngeal, spikula kopulasi pada jantan (dengan beberapa pengecualian) dan satu atau
dua tubular gonad yang terbuka di vulva pada betina dan masuk ke dalam rektum (membentuk
kloaka) pada jantan. Dinding luar semua nematoda terdiri dari struktur non-seluler, fleksibel, dan
berlapis-lapis yang disebut kutikula. Lapisan semipermeabel ini disekresikan oleh baris-baris yang
mendasari sel-sel hipodermal yang nukleusnya tersusun dalam baris-baris yang disebut 'kabel-
kabel hipodermal' yang terletak di antara bidang-bidang otot. Tali hipodermal juga mengandung
tali saraf somatik, dan saluran ekskretoris di beberapa nematoda, dan dapat berfungsi sebagai
tempat penyimpanan lipid dan glikogen, karena tidak ada sel lemak khusus di nematoda (Polnar,
2005).

3. Siklus hidup Ascaris lumbricoides


Nematoda jantan menggunakan kemotaksis untuk menemukan betina. Mereka tidak
memiliki kemampuan visual, dan malah tertarik pada feromon seks tertentu yang dilepaskan
betina. Setelah jantan menemukan pasangan, ia menggunakan aksesoris kopulasi seperti papila,
spikula dan ekor melengkung untuk mengarahkan sperma dan menstabilkan betina selama kawin.
Tidak ada bukti perilaku pasca-sanggama seperti menjaga pasangan, meskipun nematoda jantan
dari spesies lain telah diamati mengeluarkan sumbat kopulasi ke dalam vulva untuk mencegah
pejantan lain membuahi betina yang sama. Namun, tidak ada informasi yang ditemukan mengenai
sistem perkawinan spesifik Ascaris lumbricoides. Ascaris lumbricoides bersifat dioecious dan
persetubuhan antar individu lawan jenis diperlukan untuk pembuahan, dan beberapa bukti
menunjukkan feromon berperan dalam perkawinan. Laki-laki memiliki dua testis dan ujung
posterior melengkung dengan spikula untuk sanggama. Betina memiliki ovarium yang
bersambung dengan saluran telur dan rahim berbentuk tabung; rahim bergabung membentuk
vagina yang membuka ke dalam vulva. Sperma dipindahkan ke vulva betina, memasuki sel telur
dan membentuk zigot. Zigot kemudian mengeluarkan membran pembuahan yang menebal untuk
membentuk cangkang kitin yang melindungi telur saat dikeluarkan dari inangnya. Betina telah
terbukti bertelur sebanyak 234.000 telur per hari, dan hasil telur harian ini menyiratkan perkawinan
sepanjang tahun tanpa musim kawin tertentu. Telur dapat bertahan hidup di dalam tanah selama
beberapa waktu, dan larva membutuhkan waktu 8-12 minggu setelah konsumsi untuk mencapai
kematangan reproduksi (Gaugler, et al., 2004).

Gambar 15. Siklus hidup pada Ascaris lumbricoides (Das, 2008).

4. Peran ekologis dan ekonomis Ascaris lumbricoides


Ascaris lumbricoides adalah parasit usus manusia yang paling umum. Ia tidak memiliki
predator atau inang lain yang diketahui, meskipun spesies A. suum yang berkerabat dekat adalah
parasit babi. (Chong, 2003).
5. Habitat Ascaris lumbricoides
Cacing gelang, Ascaris lumbricoides adalah parasit internal obligat dan dewasa biasanya
berada di usus kecil manusia, khususnya jejunum. Cacing menghasilkan penghambat pepsin
untuk mencegah enzim inang mencernanya dan menggunakan aktivitas otot untuk menghindari
ekskresi. Siklus hidup tidak melibatkan tahap hidup bebas atau inang perantara, meskipun telur
yang dibuahi membutuhkan embrio hingga 3 minggu di dalam tanah sebelum menjadi infektif dan
dapat bertahan hingga 10 tahun di tanah dalam kondisi hangat dan lembab. Sebagai bagian dari
siklus hidup, larva bermigrasi sebentar melalui sistem peredaran darah dan limfatik melalui hati,
jantung, dan paru-paru. Cacing dapat bermigrasi ke daerah lain di tubuh termasuk usus buntu,
pankreas, ginjal atau otak. Infeksi sementara dapat diinduksi pada mamalia lain (hewan
pengerat), tetapi setelah migrasi melalui hati dan paru-paru larva dikeluarkan dari usus. (Bethony,
dkk., 2006).
6. Perilaku Ascaris lumbricoides
Ascaris lumbricoides kekurangan otot melingkar dan akibatnya bergerak dalam pola
berkelok-kelok karena otot longitudinal berkontraksi secara bergantian di kedua sisi tubuhnya.
(Rasovic, 2018).

7. Karakter pembeda
Meskipun nematoda jelas merupakan kelompok purba, ada banyak keragaman pendapat
tentang filogeni mereka. Teori yang lebih baru menunjukkan bahwa nematoda bersekutu dengan
kelompok 'pseudoselomata' lain dalam Aschelminthes; mungkin mereka muncul dari Gastrotricha
meskipun mereka memiliki kesamaan dengan Nematomorpha. Baru-baru ini, teknik molekuler
telah digunakan untuk menunjukkan hubungan antara spesies nematoda dan genera dan
diharapkan akan mengungkap klasifikasi alami dari kategori yang lebih tinggi juga. Ada karakter
yang menghubungkan nematoda dengan sejumlah kelompok invertebrata lain tetapi ada alasan
mengapa Nematoda adalah kelompok purba yang tidak memiliki hubungan langsung satu sama
lain yang ada sekarang (Alvarez-Ortega, 2019).

8. Distribusi Ascaris lumbricoides


Infeksi Ascaris lumbricoides telah dilaporkan di lebih dari 150 negara di seluruh dunia,
terutama di daerah tropis, subtropis, dan subtropis. Sekitar 1,4 miliar orang di seluruh dunia
terinfeksi, 4 juta di antaranya tinggal di Amerika Serikat. Sebagai parasit internal obligat manusia,
Ascaris lumbricoides secara teoritis dapat ditemukan di mana pun manusia berada. Telur yang
sangat tahan lama dapat tetap tidak aktif di dalam tanah hingga 10 tahun dan tahan terhadap
banyak kondisi buruk. (Chong, 2003).
Lumbricus terestris

D
B
C
A

Gambar 16. Lumbricus terrestris dan bagian morfologi tubuhnya (Dokumentasi pribadi, 2021).

Gambar 17. Lumbricus terrestris dan bagian morfologi tubuhnya (Gabriella et al., 2019).

Gambar 18. Morfologi dari Lumbricus terestris (Jamieson, 2006).


Klasifikasi Keterangan
A. Mulut (ujung anterior)
Kingdom Animalia B. Segmen
Subkingdom Bilateria C. Klitelum
D. Anus (ujung posterior)
Infrakingdom Protostomia
Superphylum Lophozoa
Phylum Annelida (Gabriella et al., 2019).
Class Clitellata
Superorder Metagynophora
Order Opisthopora
Suborder Crassiclitellata
Superfamily Lumbricoidea
Family Lumbricidae
Genus Lumbricus
Species Lumbricus terrestris

(WoRMS, 2021).

Deskripsi

1. Morfologi Lumbricus terestris


Menurut Rusyana (2013) mengatakan bahwa , tubuhnya bulat panjang, warna bagian dorsal
lebih gelap dibandingkan dengan ventral, segmen tubuhnya lebih dari 100 buah yang masing-
masing dengan 4 pasang rambut. Pada ujung depan (anterior) ada suatu bagian tonjolan daging
yang disebut prostomium (bukan merupakan segmen). Dinding tubuh terdiri dari kutikula,
epidermis, otot melingkar dan otot memanjang. Bagian slom memisahkan dinding tubuh dengan
intestin, antara segmen yang satu dengan segmen yang lain dipisahkan oleh sekat pemisah
vertikal.

2. Siklus hidup Lumbricus terestris

Gambar 19. Siklus hidup Lumbricus terestris (Nana, 2015).


Siklus hidup cacing tanah dimulai dari kokon, cacing muda atau juvenil, cacing produkstif
dan cacing tua. Lama siklus hidup ini sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, keberadaan
cadangan makanan dan jenis cacing tanah. Cacing tanah mulai berkekmbang dari kokon. Kokon
yang baru keluar dari tubuh cacing umumnya berwarna kuning kehijauan dan akan berubah
menjadi kemerahan sewaktu akan menetas. Kokon akan menetas sekiar 14-21 hari setelah
terlepas dari tubuh cacing tanah. Setelah menetas cacing tanah muda ini akan hidup dan dapat
mencapai dewasa kelamin dalam waktu 2,5-3 bulan. Saat dewasa kelamin, cacing tanah akan
kawin yang berlangsung selama 6-10 hari dan menghasilkan kokon (Palungkun, 2010).

3. Peran ekologis dan ekonomis Lumbricus terestris


Potensi dan peran cacing tanah sangat bermanfaat terhadap kesuburan tanah yaitu untuk
manfaat biologi berperan dalam mengubah bahan organik menjadi humus hal ini dilakukan
melalui aktivitas cacingtanah dengan membawa bahan organik kebagian bawah tanah. Didalam
liang cacing menghancurkan seresah dan mencernanya kemudian mencampurnya dengan tanah
dan terbentuklah cast yang mengandung 40 % humus. Dari aspek kimia bahan organik mati
dicernaa oleh cacing bersama partikel tanah dan selanjutnya disekresikan dalam bentuk cast
disimpan dipermukaan tanah. Secara alami cacing mencari makan di permukaan tanah, kelebihan
cahaya dapat memaksa cacing bersembunyi sehingga konsumsi makan turun. Hal ini sesuai
dengan sifat-sifat biologis cacing tanah yaitu tidak tahan cahaya atau matahari langsung, hidup
ditempat gelap, tidak tahan genangan air serta lebih aktif dimalam hari. Cacing tanah mendaur
ulang (recycle) bahan organik dengan cara memakan bahan tanaman dan hewan yang mati,
kotoran hewan dan organisme tanah yang lain. Dari aspek fisik cacing tanah mampu menjaga
liang-liang didalam tanah dimana struktur tanahnya selalu dalam keadaan terbuka dan
menciptakan kanal-kanal yang memungkinkan proses aerasi dan drainase (Dwiastuti, 2012).

4. Habitat Lumbricus terestris


Lumbricus terrestris dapat menghuni semua jenis tanah kecuali pasir kasar, batuan gundul
dan gambut asam (Sphagnum). Itu telah ditemukan dibatasi oleh -15 ° C isoterm. Ini mentolerir
tanah dengan nilai pH serendah 3,5-3,7 dan setinggi sekitar 8. L. terrestris tidak tahan beku
menunjukkan bahwa ia hibernasi di lapisan tanah yang dalam selama musim dingin. Meskipun
sering terdapat di lahan pertanian, namun tarifnya buruk karena herbisida, kerusakan mekanis
dan kurangnya serasah daun (Addison, 2009).

5. Perilaku Lumbricus terestris


Cacing tanah diketahui menumpuk bahan serasah dan nutrisi di dalam dan di sekitar liang
mereka menciptakan hotspot aktivitas mikroba dan ketersediaan nutrisi Masukan tambahan
bahan tanaman segar dengan cara membuang daun hidup dan mati yang menempel pada
tanaman dapat mempercepat siklus nutrisi di liang dan tengah cacing tanah dan mungkin
menyebabkan efek bersih positif pada pertumbuhan tanaman. Cacing tanah menunjukkan
pemberian makan preferensial pada serasah tanaman tertentu(Griffith, 2013).
6. Karakter pembeda
Lumbricus terestris berwarna merah coklat pada bagian dorsal, hitam pada bagian
anterior, krem pada bagian ventral dan hitam pada bagian posterior, segmen jelas pada klitelum
berwarna putih dengan jumlah segmen 7 segmen, panjang tubuh 5.4 cm, dan jumlah 171
segmen. Dipastikan tidak dapat diidentifikasi sampai tingkat spesies karena tidak adanya karakter
yang sesuai dengan kunci identifikasi yang tersedia (Mambrasar, 2018).

7. Distribusi Lumbricus terestris


Distribusi cacing tanah dari genus tersebar luas di wilayah Asia Tenggara, Eropa,
Amerika, dan Afrika. Genus Polypheretima terdapat juga di wilayah Sumatera bagian tengah,
seluruh wilayah Sulawesi dan Kalimantan bahkan sampai ke wilayah New Guinea dan kepulauan
Aru (Mambrasar, 2018).
Perinereis nuntia

Gambar 20. Morfologi dari Perinereis nuntia (Dokumentasi pribadi, 2021).

Gambar 201 Morfologi dari Perinereis nuntia (Glasby, 2006).


Gambar 22. Ujung anterior dengan faring terbuka, pandangan dorsal (Glasby, 2006).
Klasifikasi Keterangan
A. Cheata
Kingdom Animalia B. Parapodia
Phylum Annelida
Class Polycheata
(Glasby, 2006).
Sub Kelas Erantia
Order Phyllodocida
Suborder Nereidiformia
Family Nereididae
Sub Famili Nereidinae
Genus Perinereis
Species Perinereis nuntia

(WoRMS, 2021).

Deskripsi

1. Morfologi Perinereis nuntia


Perinereis nuntia juga dapat dibedakan dari congeners dengan jumlah yang umumnya
rendah paragnaths di cincin rahang atas panjang tentak yang relatif pendek, dengan yang
terpanjang yang osterodorsal meluas ke chaetiger dan cirri punggung pendek, yang memanjang
pendek, atau setinggi dengan, seluruh ligula notopodial punggung kecuali untuk beberapa
chaetiger terakhir (Glasby, 2006).

2. Siklus hidup Perinereis nuntia


Setelah pembuahan, sebagian besar telur menjadi planktonik; meskipun ada juga yang
tertahan di tabung cacing atau terkubur dalam massa agar-agar yang menempel di tabung (induk
telur). Siklus Hidup: Telur berkembang menjadi larva trocophore, yang kemudian bermetamorfosis
menjadi tahap juvenile (tubuh memanjang), dan kemudian berkembang menjadi dewasa (Ruppert,
2004).

3. Peran ekologis dan ekonomis Perinereis nuntia


Cacing laut Perinereis nuntia mengandung salah satu enzim alkaline protease yaitu enzim
serine protease 28 kDa dengan karakteristik aktif' hingga suhu 50°C dan pH 4- 12. Enzim ini
taban terbadap deterjen, bahkan kinerjanya masib berkisar 50% walaupun terdapat sodium
dodecyl sulphate 5% dan tidak dipengaruhi oleh agen pembersih, agen oksidatif ataupun agen
reduktif. Enzim serupa juga ditemukan dalam tubuh cacing laut (Wibowo, 2018).

4. Habitat Perinereis nuntia


Spesimen Singapura dikumpulkan di wilayah intertidal atas pantai berbatu di pasir di bawah
batu besar dan batu. Pari Is. Spesimen (Indonesia) dan Moreton Bay (E. Australia) berasal dari
pantai pasir. Spesimen Thailand berasal dari daerah intertidal atas berpasir pantai, terkadang di
bawah bebatuan (Glasby, 2006).
5. Perilaku Perinereis nuntia
Betina menghasilkan feromon yang menarik dan memberi isyarat pada jantan untuk
melepaskan sperma yang pada gilirannya merangsang betina untuk melepaskan telur, perilaku ini
dikenal sebagai swarming. Gamet dipijahkan melalui metanephridia atau pecahnya dinding tubuh
(disebut sebagai "epitoky", di mana individu pelagis dan reproduktif, "epitoke", dibentuk dari
individu bentik, nonreproduktif, "atoke") (Ruppert, 2004).
6. Karakter pembeda
Umum di perairan laut intertidal dan dangkal Anggota genus Perinereis ditemukan di
dataran lumpur intertidal, sumber makanan untuk burung dan ikan yang mengarungi. Mungkin
omnivora dan pemakan bangkai karena beberapa spesies telah diamati memakan alga sementara
yang lain memakan invertebrata (misalnya ascidian) dan bangkai (Glasby, 2006).

7. Distribusi Perinereis nuntia


Laut Merah. Tersebar luas di seluruh Indo-Pasifik tropis, termasuk Australia utara; juga Teluk
Aden. Rekor baru untuk Singapura dan Taiwan (Glasby, 2006).
Dendogram

Gambar 23. Dendogram karakteristik Taenia solium, taenia saginata, Ascaris lumbricoides, Perinereis nuntia,
Lumbricus terrestris, Hirudo medicinalis (Pengolahan data pribadi, 2021).
Tabel Pembeda Karakter

Tabel 1. karakteristik Taenia solium, taenia saginata, Ascaris lumbricoides, Perinereis nuntia, Lumbricus terrestris, Hirudo medicinalis (Pengolahan data pribadi,
2021).
Karakteristik pembeda Hirudo medicinalis Taenia saginata Taenia solium Ascaris lumbricoides Lumbricus terrestris Perinereis nuntia
Tripoblastik 1 1 1 1 1 1
Bentuk Tubuh pipih 0 1 1 0 0 0
Bentuk tubuh gilig 0 0 0 1 0 0
Bentuk silindris 1 1 1 1 1 0
Bersegmen 1 1 1 1 1 1
Endoparasit 0 1 1 1 0 0
Hermaprodit 1 1 1 0 1 1
Inang pada sapi 0 1 0 0 0 0
Inang pada babi 0 0 1 1 0 0
Parapodia 1 0 0 0 0 0
Setae 1 0 0 0 1 0
Klitelum 0 0 0 0 1 1
Anterior sucker 0 0 0 0 0 1
Posterior sucker 0 0 0 0 0 1
Proglotid 0 1 1 0 0 0
Scollex 0 1 1 1 0 0
Rostellum 0 0 1 0 0 0
Hooklet 0 1 1 0 0 0
Simetri bilateral 1 1 1 1 1 1
Lapisan kutikula 1 0 0 1 1 0
Sel Hirudin 0 0 0 0 0 1
Poikiloterm 1 1 1 1 1 1
Heterotrof 1 1 1 1 1 1
Kokon 0 0 0 0 1 0
Strobilus 0 1 1 0 0 0
Auricles 0 1 1 0 0 0
Eumetazoa 1 1 1 1 1 1
Fragmentasi 0 1 1 0 0 0
Papila sensori 0 0 0 1 0 0
Sel Api 0 1 1 0 0 0

Gambar 25. Hasil perhitungan dendiogram Taenia solium, taenia saginata, Ascaris lumbricoides, Perinereis nuntia, Lumbricus terrestris, Hirudo medicinalis
(Pengolahan data pribadi, 2021).
Kesimpulan Dendogram

Berdasarkan data menurut dendogram output praktikum, diketahui bahwa cacing pita babi
(Taenia solium) mempunyai hubungan kerabat dengan cacing pita sapi (Taenia saginata). Hal ini
ditunjukkan menurut output data similaritas yg memberitahuakn nilai sebanyak 0 900. Berdasarkan
klasifikasinya, diketahui bahwa T saginata & T solium termasuk ke pada genus Taeniea family
Taeniidae, ordo Cyclophyllidea, kelas Cestoda, & filum Platyhelminthes. Kedua spesies ini diketahui
mempunyai kecenderungan karakter antara lain adalah triploblastik bertubuh pipih adalah
endoparasit, mempunyai proglottid Kemudian dalam data dendogram ditunjukkan interaksi korelasi
antara Lumbridɖis terrestris menggunakan Hirudo medicinalis. Hal ini ditunjukkan menurut output data
similaritas yg memberitahuakn nilai sebanyak 0 900. Berdasarkan klasifikasinya, diketahui ke 2
spesies ini termasuk ke pada filum annelida Kedua spesies ini diketahui mempunyai kecenderungan
karakter antara lain mempunyai setae, simetri bilateral mempunyai lapisan kutikula, & adalah
eumetazoa Selanjutnya ditunjukkan interaksi korelasi antara L terrestris & H. medicinalis
menggunakan Perinereis nuntia. Hal ini ditunjukkan menurut output data similaritas yg
memberitahuakn nomor 0.767 Berdasarkan klasifikasinya ketiga spesies ini termasuk ke pada filum
Annelida. Kesamaan karakter nampak antara lain adalah simetris bilateral, poikiloterm heterotrof, &
eumetazoa. Kemudian ditunjukkan interaksi korelasi antara L.terrestris, H. medicinalis & P nuntia
dengan Ascaris lumbricoides. Hal ini ditunjukkan menurut output data similaritas yg memberitahuakn
nomor 0.733 Berdasarkan klasifikasinya, ketiga spesies ini termasuk pada kingdom Animalia
Kesamaan karakter yg nampak antara lain adalah triploblastik, mempunyai segmen, hermaphrodit, dll.
Selanjutnya, ditunjukkan interaksi korelasi antara solium & Tsaginata, menggunakan Alumbricoides, P
nuntia, L.terrestris, & H. medicinalis. Hal ini ditunjukkan menurut output data similaritas yg
memberitahuakn nomor 600. Berdasarkan klasifikasinya, keenam spesies ini termasuk ke pada
kingdom animalia Kesamaan karakter yg nampak antara lain adalah triploblastik, mempunyai segmen,
tubuh simetri bilateral, poikiloterm, heterotrof, & eumetazoa.
Daftar Pustaka

Addison J.A. 2009. Distribution and impacts of invasive earthworms in Canadian forest ecosystems.
Biol. Invasions, 11: 59–79.

Adell, Teresa, et al. "Platyhelminthes." Evolutionary Developmental Biology of Invertebrates 2.


Springer, Vienna, 2015. 21-40.

Álvarez-Ortega, Sergio, Janete A. Brito, and Sergei A. Subbotin. "Multigene phylogeny of root-knot
nematodes and molecular characterization of Meloidogyne nataliei Golden, Rose & Bird, 1981
(Nematoda: Tylenchida)." Scientific reports 9.1 (2019): 1-11.

Azhari, Nizar, and Nofisulastri Nofisulastri. "Identifikasi Jenis Annelida pada Habiitat Sungai Jangkok
Kota Mataram." Bioscientist: Jurnal Ilmiah Biologi 6.2 (2018): 130-137.

Banerjee, Suranjana, Buddhadeb Manna, and A. K. Sanyal. "Spathebothrium vivekanandai sp.


n.(Platyhelminthes: Cestoidea) from a Freshwater Fish Channa striatus from West Bengal,
India." Proceedings of the Zoological Society. Vol. 71. No. 4. Springer India, 2018.

Belfield, Wilbye, and Michael Dearden. A Practical Course in Biology: The Commonwealth and
International Library: Biology Division. Elsevier, 2016.

Bethony, J., S. Brooker, M. Albonico, S. Geiger, A. Loukas, D. Diemert, P. Hotez. 2006. Soil-
transmitted helminth infections: ascariasis, trichuriasis, and hookworm. The Lancet, 367 (9521):
1521-1532.

Bleidorn, Christoph, et al. "Annelida." Evolutionary developmental biology of invertebrates 2. Springer,


Vienna, 2015. 193-230.

Brinkkemper, O., and Haaster,H. V. 2012. Eggs of Intestinal Parasites Whipwoem (Trichuris) and
Mawworm (Ascaris lumbricoides) Non-pollen Palynomorphs in Archaeological samples. Review
of Palaeobotany and Palynology. Vol 186(1): 16-21

Brusca, Richard (2016). Hirudinoidea: Leeches and Their Relatives. Invertebrates. Sinauer
Associates. pp. 591–597. ISBN 978-1-60535-375-3.

Ceylan, Mustafa, et al. "Reproduction efficiency of the medicinal leech Hirudo verbana Carena,
1820." Turkish Journal of Fisheries and Aquatic Sciences 15.3 (2015): 411-418.

Chang, Taehee., et al. 2020. Molecular Diagnosis of Taenia saginata Tapeworm from Two Residents
of Northem Cambodia. Korean Journal Parasitol. Vol 58(2): 201-204

Chong, Y. 2003. "Ascaris lumbricoides" (On-line). Web Atlas of Medical Parasitology. Accessed March
19, 2011 at
http://www.atlas.or.kr/atlas/alphabet_view.php?my_codeName=Ascaris%20lumbricoides.

Collins III, James J. "Platyhelminthes." Current Biology 27.7 (2017): R252-R256.

Das, Chandan & Debnath, Jyotindu & Chaudhry, A. (2008). Imaging of ascariasis. Australasian
radiology. 51. 500-6. 10.1111/j.1440-1673.2007.01887.x.

Despommier, D., R. Gwadz, P. Hotez, C. Knirsch. 2000. Parasitic Diseases Fourth Edition. New York:
Apple Trees Production.

Dwiastuti, Sri. "Kajian tentang kontribusi cacing tanah dan perannya terhadap lingkungan kaitannya
dengan kualitas tanah." Prosiding Seminar Biologi. Vol. 9. No. 1. 2012.
Eom, Keeseon S., and Han-Jong Rim. "Morphologic descriptions of Taenia asiatica sp. n." Korean J
Parasitol 31.1 (1993): 1-6.

Fischer, Antje HL, Thorsten Henrich, and Detlev Arendt. "The normal development of Platynereis
dumerilii (Nereididae, Annelida)." Frontiers in zoology 7.1 (2010): 1-39.

Gabriella, J. E., et al. 2019. Identifiaction of Earthworm Species in Uruguay Based on Morphological
and Molecular Methods. Agrociencia Uruguay. Vol 23(1): 1-10

Garcia, H., A. Gonzalez, C. Evans, R. Gilman. 2003. Taenia solium cysticercosis. Lancet, 362: 547-
556.

Gileva, Olga S., and Kosta Y. Mumcuoglu. "Hirudotherapy." Biotherapy-History, Principles and
Practice. Springer, Dordrecht, 2013. 31-76.

Glasby, Christopher J., and Hwey-Lian Hsieh. "New species and new records of the Perinereis nuntia
species group (Nereididae: Polychaeta) from Taiwan and other Indo-West Pacific
shores." ZOOLOGICAL STUDIES-TAIPEI- 45.4 (2006): 553.

Griffith, Brad, et al. "Herbivore behavior in the anecic earthworm species Lumbricus terrestris
L.?." European journal of soil biology 55 (2013): 62-65.

Hickman, C. P., Roberts,L. S., Keen, S. L., Larson, A and Eisenhour, D. J.2015. Animal Diversity.
New York, McGraw-Hill.

Hoberg, E. 2002. Taenia tapeworms: their biology, evolution and socioeconomic significance.
Microbes and Infection, 4: 859-866.

Jamieson, Barrie & Ferraguti, Marco. (2006). Non-leech Clitellata.

Kniel, K. "Progress in intervention programs to eradicate foodborne helminth infections." Advances in


Microbial Food Safety. Woodhead Publishing, 2013. 385-397.

Kutschera, Ulrich, and Joy Elliott. "The European medicinal leech Hirudo medicinalis L.: Morphology
and occurrence of an endangered species." Zoosystematics and evolution 90 (2014): 271.

Littlewood, D. Timothy J., and Rodney Alan Bray, eds. Interrelationships of the Platyhelminthes. CRC
Press, 2000.

Mambrasar, Rini, Keliopas Krey, and Sita Ratnawati. "Keanekaragaman, Kerapatan, dan Dominansi
Cacing Tanah di Bentang Alam Pegunungan Arfak." VOGELKOP: Jurnal Biologi 1.1 (2018).

Nana, Paul-Alain. (2015). Study of microbial fauna and physicochemical parameters of the digestive
tract of annelids oligochaetes, collected at Ebebda and Nkolbikogo (Central region of Cameroon).

Ndimubanzi, Patrick & Carabin, Hélène & Budke, Christine & Nguyen, Hai & Qian, Ying-Jun &
Rainwater, Elizabeth & Dickey, Mary & Reynolds, Stephanie & Stoner, Julie. (2010). A
Systematic Review of the Frequency of Neurocyticercosis with a Focus on People with Epilepsy.
PLoS neglected tropical diseases. 4. e870. 10.1371/journal.pntd.0000870.

Palungkun, Rony. Usaha Ternak Cacing tanah. PT Niaga Swadaya, 2010.

Pandian, T. J. Reproduction and Development in Annelida. CRC Press, 2019.

Pawlowski, Z. 2002. Basic biology and transmission. Pp. 1-15 in G Singh, ed. Taenia Solium
cysticercosis: from basic to clinical science. Chandigarh, India: CABI Publishing.

Piha, Henna, Miska Luoto, and Juha Merilä. "Amphibian occurrence is influenced by current and
historic landscape characteristics." Ecological Applications 17.8 (2007): 2298-2309.
Polnar Jr, G. (2005). “Nematoda (Roundworms)”. ENCYCLOPEDIA OF LIFE SCIENCES &
2005, John Wiley & Sons, Ltd.

Prasad, Kashi Nath, and Satyendra Kumar Singh. "Taeniasis and Neurocysticercosis: Emerging
Public Health Problems." Infectious Diseases and Your Health. Springer, Singapore, 2018. 113-
134.

Prats, Guillem. 2013. Microbiologia y Parasitologia Medicas. Espanol: Incluye Version Digital

Rašović, Mirjana Bojanić. "Helminthes that are transmitted through food to humans." Journal of
Hygienic Engineering and Design 22 (2018): 11-17.

Roberts, L., J. Janovy. 2009. Gerald D. Schmidt & Larry S. Roberts' Foundations of Parasitology. New
York, NY: McGraw-Hill.

Ruppert, E.E., R.S. Fox and R.D. Barnes 2004 Invertebrate Zoology. A functional evolutionary
approach. 7th Ed. Brooks/Cole, Thomson Learning learning, Inc. 990 p.

Rusyana, Adam. (2011). Zoologi Invertebrata (Teori dan Praktik). Bandung : Alfabeta.

Sawyer, Roy T. 1986. Leech Biology and Behaviour. Vol 1-2. Clarendon Press, Oxford.

Scandrett, Brad, et al. "Distribution of Taenia saginata cysticerci in tissues of experimentally infected
cattle." Veterinary parasitology 164.2-4 (2009): 223-231.

Schantz, P. 2002. Taenia solium cysticercosis: an overview of global distribution and transmission. Pp.
63-73 in G Singh, ed. Taenia Solium cysticercosis: from basic to clinical science. Chandigarh,
India: CABI Publishing.

Smith, Douglas Grant. Pennak's freshwater invertebrates of the United States: Porifera to Crustacea.
John Wiley & Sons, 2001.

Suriawanto, N., Guli, M. M., dan Miswan. 2014. Deteksi Cacing Pita (Taenia solium) Melalui Uji Feses
pada Masyarakat Desa Purwosari Kecamatan Torue Kabupaten Parigi Moutong Sulawesi
Tengah. Jurnal Biocelebes. Vol 8(1): 17-28

Wibowo, Eko Setio, et al. "Aspek Biologi dan Lingkungan Polychaeta Nereis sp. di Kawasan
Pertambakan Desa Jeruklegi Kabupaten Cilacap: Potensinya Sebagai Pakan Alami
Udang." PSEJ (Pancasakti Science Education Journal) 3.1 (2018): 18-24.

WoRMS. 2021. Ascaris lumbricoides Linnaeus, 1758. Accessed at:


http://www.marinespecies.org/aphia.php?p=taxdetails&id=583248 on 2021-04-07

Yapici, A. K., Durmus, M., Tanyuksel, M., Turkkan, S., Tuzun, H. Y., & Arsenishvili, A. (2017). Hand
Microsurgery &. blood, 6, 7.

Anda mungkin juga menyukai