Anda di halaman 1dari 102

TATA CARA PEMAKAMAN MARGA 王 (WANG)

DI YAYASAN MARGA RAJA DELI SERDANG


SUMATERA UTARA
苏北德里区太原王氏宗亲会规定的土葬程序
《Sū běi délǐ qū tàiyuán wáng shì zōng qīn huì guīdìng de tǔzàng chéngxù 》

SKRIPSI

OLEH :

WINDA AYUTIA NINGRUM

160710005

PROGRAM STUDI BAHASA MANDARIN


FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2020

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Lembar Pengesahan Skripsi

TATA CARA PEMAKAMAN MARGA 王 [WANG]


DI YAYASAN MARGA RAJA DELI SERDANG SUMATERA UTARA
苏北德里区太原王氏宗亲会规定的土葬程序
《Sū běi délǐ qū tàiyuán wáng shì zōng qīn huì guīdìng de tǔzàng chéngxù》

Disusun oleh :
WINDA AYUTIA NINGRUM
160710005

Skripsi ini diterima oleh Panitia Ujian Program Studi Bahasa Mandarin
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi
persyaratan memperoleh gelar sarjana.

Panitia Ujian

No Nama Jabatan Tanda Tangan

1. Mhd. Pujiono, M.Hum, Ph.D Pembimbing I

2. Niza Ayuningtias, S.S, MTCSOL Pembimbing II

3. Vivi Adriyani Nst, S.S, MTCSOL Penguji

4. Julina, B.A. MTCSOL Pembanding

Universitas Sumatera Utara


LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS

PERNYATAAN ORISINALITAS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya
yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu
Pergururan Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya
atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali
yang secara tertulis diacu oleh naskah ini dan disebutkan dalam daftar
pustaka.

Medan, 9 November 2020

Materai

6000

Winda Ayutia Ningrum


160710005

ii

Universitas Sumatera Utara


TATA CARA PEMAKAMAN MARGA 王 (WANG)
DI YAYASAN MARGA RAJA DELI SERDANG SUMATERA UTARA
苏北德里区太原王氏宗亲会规定的土葬程序
《Sū běi délǐ qū tàiyuán wáng shì zōng qīn huì guīdìng de tǔzàng chéngxù》

WINDA AYUTIA NINGRUM


160710005

ABSTRAK
Penelitian ini berjudul : “Tata Cara Pemakaman Marga 王 (Wang) di Yayasan
Marga Raja Deli Serdang Sumatera Utara. Penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan prosesi upacara kematian yang dilakukan oleh etnis Tionghoa
Marga 王 (Wang) yang berada disekitar wilayah Yayasan Sosial Marga Raja yaitu
perkuburan khusus etnis Tionghoa Marga Raja “Ong” yang berlokasi di
Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara. Teori yang digunakan dalam
skripsi ini adalah teori upacara keagamaan yang dikemukakan oleh
Koetjaraningrat. Penelitian ini menggunakan metode penelitian lapangan (field
research) yang didukung oleh studi kepustakaan (library research) dengan
pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan
teknik observasi dan wawancara. Hasil dari penelitian ini menggambarkan tata
cara pemakaman yang dilakukan oleh etnis Tionghoa Marga 王 (Wang) disebuah
Yayasan sosial Marga Raja yang hanya menerima perkuburan keluarga marga
Raja “Ong” secara khusus. Secara garis besar prosesi pemakaman etnis Tionghoa
dapat dibagi kedalam tiga tahap : Pertama, Persiapan. Kedua, Pelaksanaan.
Ketiga, Pasca-Pemakaman (masa berkabung). Pada umumnya tidak banyak
perbedaan dalam tradisi upacara kematian yang dilakukan oleh etnis Tionghoa
baik ketika etnis Tionghoa itu menganut ajaran Buddha, Konghucu, ataupun
Taoisme, dan meskipun etnis Tionghoa itu ber-suku Hokkian, Hakka, Tiochiu,
Hainan ataupun suku lainnya. Pada pelaksanaan prosesi upacara kematian etnis
Tionghoa yang terpenting adalah memperoleh nilainya yaitu, nilai dari rasa bakti
kepada almarhum, nilai perwujudan sosial dan nilai pelimpahan jasa. Perbedaan-
perbedaan yang ada biasanya terjadi atau akibat dari akulturasi budaya daerah
setempat dimana etnis Tionghoa menjalani kehidupannya semasa hidup.

Kata Kunci : Upacara Pemakaman, Etnis Tionghoa Marga 王 (Wang),


kebudayaan etnis Tionghoa

iii

Universitas Sumatera Utara


TATA CARA PEMAKAMAN MARGA 王 (WANG)

DI YAYASAN MARGA RAJA DELI SERDANG SUMATERA UTARA

苏北德里区太原王氏宗亲会规定的土葬程序
《Sū běi délǐ qū tàiyuán wáng shì zōng qīn huì guīdìng de tǔzàng chéngxù》

WINDA AYUTIA NINGRUM


160710005

ABSTRACT

This research is entitled: "Procedures for Clan 王 (Wang) Burial" in a King Clan
social foundation at districts Deli Serdang, North Sumatra. This study aims to
describe the funeral procession carried out by the ethnic Chinese Clan 王 (Wang)
are around the King Clan Social Foundation area which is a special cemetery for
the King Clan Chinese ethnicity located in Deli Serdang Regency, North Sumatra
Province. The theory used in this thesis is the theory of religious ceremonies
proposed by Koetjaraningrat. This research uses field research methods supported
by library research with a qualitative approach. Data collection techniques in this
study using observation and interview techniques. The results of this study
describe the burial procedures performed by the ethnic Chinese Clan 王 (Wang) in
a King Clan Social Foundation which only accepts the burial of the King Clan
family specifically. Broadly speaking, the Chinese ethnic funeral procession can
be divided into three stages: First, preparation. Second, implementation. Third,
post-burial (mourning period). In general, there is not much difference in the
tradition of funeral ceremonies carried out by ethnic Chinese, whether they adhere
to Buddhism, Confucianism, or Taoism, and even though they are Hokkian,
Hakka, Tiochiu, Hainanese or other tribes. In carrying out the procession of the
Chinese ethnic death ceremony, the most important thing is to get the value,
namely, the value of devotion to the deceased, the value of social manifestation
and the value of the transfer of services. The differences that exist usually occur or
are a result of the acculturation of the local culture where the ethnic Chinese lived
their lives during their lifetime.

Keywords: Funeral Ceremony, Ethnic Chinese Marga 王 (Wang), Chinese ethnic


culture

iv

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya ucapkan kepada Allah SWT karena diberikanNya
limpahan rahmat dan karunia sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan
skripsi yang berjudul “Tata Cara Pemakaman Marga 王 [Wang] Yayasan
Marga Raja Deli Serdang Sumatera Utara”. Skripsi ini saya ajukan kepada
panitia ujian Prodi Bahasa Mandarin Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera
Utara sebagai salah satu syarat ujian sarjana dalam bidang Bahasa Mandarin.
Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari orang-
orang yang berperan penting kepada saya dengan memberikan saya doa, semangat,
dukungan materil maupun nonmateril, dan juga bimbingan berupa kritik maupaun
saran yang membangun. Oleh karena itu pada kesempatan ini saya dengan
segenap hati memberikan ucapan terima kasih tak terhingga kepada semua pihak
yang telah membantu sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Ucapan terima kasih
penulis tujukan kepada :
1. Bapak Dr. Budi Agustono, M.S selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Mhd. Pujiono, M.hum, Ph.D. selaku Ketua Program Studi Bahasa
Mandarin Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara dan juga
sebagai Pembimbing I kepada saya yang telah meluangkan waktunya
untuk membimbing dan mendungkung saya, beliau banyak sekali
memberikan nasehat, saran/masukan maupun kritik membangun kepada
saya demi terselesaikannya skripsi ini dengan baik.
3. Ibu Niza Ayuningtias S.S, MTCSOL selaku Sekretaris Program Studi
Bahasa Mandarin Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara dan
juga sebagai Pemimbing II kepada saya, terima kasih laoshi sudah
mengajar bahasa Mandarin kepada saya selama ini, dan meluangkan
waktunya untuk membimbing saya dalam penyusuan skripsi dalam bahasa
mandarin serta nasehat dan arahan agar skripsi saya jadi lebih baik.
4. Seluruh Dosen dan Staf Pengajar di Fakultas Ilmu Budaya khususnya
Program Studi Bahasa Mandarin, Universitas Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara


5. Ayahanda R. Sri Widodo dan Ibunda Sudarwati yang telah membesarkan
dan mendidik saya sedari kecil, banyak sekali menasehati dan memotivasi
saya sehingga saya sebagai anak pertama bisa terus belajar melanjutkan
pendidikan hingga jenjang Strata 1 (satu) ini, terima kasih selama ini telah
mencurahkan doa, kasih sayang, perhatian dan semangat untuk saya agar
saya mampu menjadi anak yang berguna untuk kalian kedua orang tua
saya, untuk agama, juga untuk orang lain dimana pun saya berada. Terima
kasih juga saya haturkan kepada adik lelaki tercinta dan satu-satu yang
saya miliki yaitu Prada Dery Widagdo yang telah lebih dahulu memotivasi
dan menyemangati saya karena beliau sudah lebih dahulu bekerja, berhasil
menggapai cita-citanya setahun lalu, semoga saya juga mampu menggapai
cita-cita saya.
6. Kepada sahabat terdekat saya, yaitu Riskiah Isnaini dan Shofia Arifa
Aprillia terima kasih telah banyak sekali membantu dan mendukung saya,
menemani juga selalu ada dari awal hingga akhir, dalam susah maupun
senang, menjadi sahabat baik saya selama saya berkuliah di Universitas
Sumatera Utara. Kepada teman dekat saya Yohana Isyah yang sudah
menemani saya selama penelitian lapangan, teman dikos-kosan saya, ibu
catering yang selama empat tahun saya berkuliah telah berjasa menjaga
makanan saya sehingga saya tetap sehat dan tenang menjalani perkuliahan
saya, dan sudah perhatian sekali kepada saya.
7. Kepada pengelola Yayasan beserta staf dan pekerja yang telah menerima
kedatangan saya dengan baik dan sangat ramah sekali juga membantu saya
memperoleh informasi dan dokumentasi di Yayasan Marga Raja, semoga
Tuhan membalas kebaikan yang telah diberikan kepada saya.
8. Dan kepada pihak-pihak lain yang telah begitu banyak membantu, namun
tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.
Dengan segala kerendahan hati, saya menyadari bahwa skripsi yang
disajikan masih sangat mendasar. Oleh sebab itu saya mengharapkan kritik
dan saran dalam meningkatkan kedalaman materi kajian maupun informasi

vi

Universitas Sumatera Utara


dalam menganalisisnya. Akhirnya saya mengharapkan agar nantinya skripsi
ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan kalangan dikemudian hari.

Medan, 9 November 2020


Penulis

Winda Ayutia Ningrum


160710005

vii

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI
ABSTRAK ........................................................................................................................ ii
ABSTRACT ....................................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... iv
DAFTAR ISI ..................................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ............................................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................................... 7
1.3 Batasan Masalah............................................................................................................ 7
1.4 Tujuan Masalah ............................................................................................................. 8
1.5 Manfaat Penelitian ........................................................................................................ 8
1.5.1 Manfaat Teoritis ............................................................................................... 8
1.5.2 Manfaat Praktis ............................................................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 10
2.1 Konsep .......................................................................................................................... 10
2.1.1 Kebudayaan ...................................................................................................... 10
2.1.2 Upacara ............................................................................................................. 11
2.1.3 Pemakaman pada etnis Tionghoa ..................................................................... 12
2.1.4 Etnis Tionghoa Marga 王(Raja) ....................................................................... 14
2.2 Landasan Teori ...................................... 15
2.3 Tinjauan Pustaka ........................................................................................................... 16
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................................. 20
3.1 Lokasi Penelitian ........................................................................................................... 20
3.2 Data dan Sumber data ................................................................................................... 20
a. Data Primer ........................................................................................................... 20
b. Data Sekunder........................................................................................................ 20
3.3 Persyaratan Informan .................................................................................................... 21
3.4 Metode Pengumpulan Data ........................................................................................... 24
3.4.1 Observasi .......................................................................................................... 24

viii

Universitas Sumatera Utara


3.4.2 Wawancara ....................................................................................................... 24
3.4.3 Dokumentasi ..................................................................................................... 26
3.5 Metode Analisis Data .................................................................................................... 27
3.6 Metode Penyajian Hasil Analisis Data .......................................................................... 27
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................... 28
4.1 Hasil .............................................................................................................................. 28
4.2 Pembahasan ................................................................................................................... 29
4.2.1 Tahap Persiapan ................................................................................................ 29
4.2.2 Tahap Pelaksanaan............................................................................................ 32
4.2.2.1 Upacara Sebelum Masuk Peti .............................................................. 32
4.2.2.2 Upacara Masuk Peti dan Tutup Peti ..................................................... 32
4.2.2.3 Upacara Pemakaman ............................................................................ 34
4.2.4 Pasca-Pemakaman ........................................................................................... 38
BAB VI PENUTUP ........................................................................................................... 40
5.1 Simpulan ....................................................................................................................... 40
5.2 Saran.............................................................................................................................. 41
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 43
LAMPIRAN ....................................................................................................................... 51
IDENTITAS DIRI ............................................................................................................. 65

ix

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

1.1 Tabel Urutan pemilik nama Tionghoa didunia 3

3.1 Data Informan Bapak Acai (Narasumber Utama) 22

3.2 Data Informan Ibu Wati (Narasumber Utama) 22

3.3 Data Inoforman Bpk Zulkifli (Narasumber Tidak Utama) 23

3.4 Data Informan bpk H. Pasaribu (Narasumber Tidak Utama) 23

4.1 Data Penganut Agama Budha diwilayah Kota Medan 28

4.1 Grafik Agama penduduk Kabupaten Deli Serdang 30

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

No Gambar Judul Halaman

4.1 Peta lokasi Yayasan Sosial Marga Raja 28


4.2 Bangunan utama Yayasan S M Raja tampak dari samping kanan ............................... 29
4.3 Bangunan utama Yayasan Sosial Marga Raja tampak dari depan 29
4.4 Tempat penyimpanan abu jenazah disalah satu lantai bangunan .................................. 29
4.5 Gedung Aula Yayasan Sosial Marga Raja .................................................................... 29
4.6 Berlangsungnya tradisi Bakar rumah (Kong Tek) di gedung Aula ............................... 30
4.7 Gambar Sankong (makam yang dipesan berpasangan) ................................................. 32
4.8 Gambar Peti Jenazah yang sudah dipaku dan dialasi kain merah ................................. 35
4.9 Gambar Lubang kubur/liang lahat ................................................................................ 36
4.10 Ketika Jenazah tiba dan tengah digotong menuju makam .......................................... 37
4.11 Ketika Jenazah dimasukkan keliang lahat................................................................... 37
4.12 Sesajian yang ada disudut atas sebelah kanan............................................................. 37
4.13 Sesajian yang ada didepan para biksu ......................................................................... 37
4.14 Keluarga dipimpin biksu mengelilingi makam 3x ...................................................... 38
4.15 Keluarga melempar gumpalan tanah ........................................................................... 38
4.16 keluarga menabur bunga ............................................................................................. 39
4.17 keluarga memegang kantong plastik untuk Go Khok ................................................. 39
4.18 Biksu berdoa dan bersiap untuk melemparkan bijian/go khok ................................... 39
4.19 Keluarga menampung Biji-bijian (Go Khok) ............................................................. 39
4.20 Pelepasan Kain blacu .................................................................................................. 40
4.21 Penghormatan terakhir keluarga kepada almarhum .................................................... 40

xi

Universitas Sumatera Utara


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Negara Indonesia dikenal sebagai negara dengan jumlah pulau terbanyak
didunia, Indonesia juga merupakan negara terpadat keempat di dunia, nama
alternatif yang lazimnyadigunakan adalah Nusantara. Indonesia sebagai negara
kepulauan terbesar di dunia, terbagi menjadi lima pulau besar yang membentang
dari Sabang di ujung Aceh hingga Merauke di Papua. Yang terdiri dari beragam
suku bangsa, bahasa, agama dan budaya. Sejarah Indonesia telah dipengaruhi oleh
banyak negara lain, termasuk pada abad ke-7 (tujuh) dengan terciptanya Kerajaan
Sriwijaya yang merupakan kerajaan Hindu-Budha yang berbasis di Palembang.
Kemudian Kerajaan Sriwijaya menjalin hubungan agama dan komersial dengan
India, Cina, dan Arab.
Masuknya orang Tionghoa ke Nusantara muncul dari nenek moyang orang
Tionghoa yang bermigrasi secara bergelombang ribuan tahun yang lalu melalui
kegiatan komersial atau perdagangan. Catatan Tionghoa menunjukkan bahwa
kerajaan tradisional purbakala di nusantara terkait erat dengan Dinasti Tionghoa.
Setelah Indonesia dinyatakan merdeka, maka warga negara Tionghoa yang
memperoleh kewarganegaraan Indonesia digolongkan sebagai salah satu suku
bangsa dalam lingkup nasional Indonesia, hal ini sesuai dengan Pasal 2 Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Kata Tionghoa (atau Tionghwa) adalah dialek Hokkien dari kata Zhonghua
(中华). Dalam bahasa Mandarin ada istilah Zhonghua Minzu (中华民族) yang
artinya “bangsa Tionghoa,” bangsa yang berasal dari negara Zhong guo (中国
atau Tiongkok (menurut dialek Hokkien) atau yang di Barat dikenal sebagai
Tiongkok. Suku Tionghoa-Indonesia umumnya menyebut dirinya dengan istilah
Tenglang (Hokkian), Tengnang (Tiochiu) atau Thongyin (Hakka), dalam bahasa
Mandarin disebut orang Tangren 唐人. Dinamakan Tangren karena hal ini sesuai
dengan kenyataan bahwa mayoritas orang Indonesia Tionghoa berasal dari
Tiongkok selatan yang menyebut dirinya orang Tang, sedangkan orang Tiongkok

Universitas Sumatera Utara


utara menyebut diri mereka sebagai orang Han. (Wikipedia Tionghoa-Indonesia, 19
Februari 2020).
Orang Indonesia Tionghoa kebanyakan berasal dari Tiongkok bagian
Tenggara, mereka termasuk dalam beberapa suku etnis Tionghoa terbesar yang
tersebar dihampir seluruh pulau-pulau diwilayah nusantara, antara lain:
a) Suku Hokkien tersebar di wilayah Sumatera Utara, Pekanbaru, Padang,
Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Jawa, Banjarmasin, Kutai,
Sumbawa, Mangarai, Kupang, Makassar, Kendari, Sulawesi Tengah,
Manado, Ambon dan Bali (khususnya di Denpasar dan Singaraja).
b) SukuHakka tersebar di Aceh, Sumatera Utara, Batam, Bangka Belitung,
Sumatera Selatan, Lampung, Jawa, Kalimantan Barat, Banjarmasin,
Sulawesi Selatan, Manado, Ambon dan Jayapura.
c) Suku Tiociu tersebar di wilayah Riau, Kepulauan Riau,Sumatera Utara,
Sumatera Selatan, dan Kalimantan Barat (khususnya di Pontianak dan
Ketapang).
d) Suku Hainan tersebar diwilayah Riau (Pekanbaru dan Batam) dan
Manado.
e) Suku Kanton terdapat di Jakarta, Makassar dan Manado.
f) Suku Hokchia tersebar di seluruh Jawa (khususnya di Bandung,
Cirebon, Surabaya dan Banjarmasin (Aureliza vizal, 2020)
Selain terdiri dari suku yang berbeda, etnis Tionghoa juga memiliki nama
keluarga atau marga dalam bahasa Mandarin dikenal dengan nama Xingshi (姓氏).
Biasanya berupa karakter hanzi diletakkan di depan nama orang tersebut. Ada
juga klan yang terdiri dari dua, tiga hingga sembilan kepribadian klan, seperti
yang disebut klan ganda (Hanzi: 复, Pinyin: Fuxing). Penggunaan marga dalam
budaya Tionghoa memiliki catatan sejarah yang cukup panjang yaitu berkisar dari
5.000 hingga 8.000 tahun yang lampau ketika masyarakat Tionghoa masih
matriarkal. Saat itu, klan yang diwarisi dari garis ibu, menjadikan klan pertama
dalam budaya Tionghoa banyak radikal perempuan.
Menurut penelitian Li Dongming (李东明) yang diterbitkan dalam artikel
"Marga" (姓) di Dongfang (东方杂志) pada tahun 1977, peringkat paling populer

Universitas Sumatera Utara


dari nama keluarga China adalah peringkat dari 1 sampai 10, terhitung sekitar 40%
dari nama keluarga China. Pemegang nama Tionghoa di dunia. :
Berikut urutan 1-10, yang mencakup hampir 40% pemilik nama Tionghoa di
dunia :
Tabel 1.1
Tabel urutan pemilik nama Tionghoa di dunia.
NO Pinyin Hanzi
1 Li 李
2 Wang 王
3 Zhang 张
4 Zhao 赵
5 Chen 陈
6 Yang 扬
7 Wu 吴
8 Liu 刘
9 Huang 黄
10 Zhou 周
Sumber: Wikipedia-Marga Tionghoa Umum : Februari 2020

Berdasarkan data diatas marga Wang ( 王 ) yang memiliki arti Raja


menempati urutan nomor dua sebagai nama marga yang paling banyak digunakan
diseluruh dunia. Namun kantor berita Xinhua melaporkan, terdapat data terkini
melalui perhitungan kalkulasi yang baru saja diumumkan Kementrian Keamanan
Umum, ternyata ada 93 juta orang menggunakan Marga Wang -王 di Tiongkok,
menyusul di posisi kedua yaitu Marga Li - 李 yang dipakai oleh 92 juta orang, dan
di posisi ketiga sebanyak 88 juta orang menggunakan marga Zhang - 张 (sumber
data : budaya-tionghoa.net). Marga Wang di baca “Ong” dalam ejaan bahasa
Hokkian, “Bong” dalam ejaan Hakka, “Heng” dalam ejaan Teochiu, dan “Wong”
dalam ejaan Kanton.

Universitas Sumatera Utara


Permulaan kata “Wang” atau “Ong”yang bersumber dari bahasa Mandarin
mempunyai arti yaitu „Raja‟. Bermula dari digunakannya kata tersebut oleh
masyarakat tradisional masa itu sebagai nama Marga karena leluhur dan nenek
moyang marga Wang ( 王 ) berasal dari keturunan kerajaan sejak masa
pemerintahan Dinasti Shang dan Dinasti Zhou, oleh karena itu orang-orang
menyebutnya “Wang Jia” hanzi ( 王 家 ) yang berarti berasal dari keluarga
kerajaan (milik keluarga raja), kemudian keturunan mereka mulai menggunakan
kata Wang (王) sebagai nama marga untuk mengganti marga awal/asli mereka.
Selain menjadi salah satu Marga terbesar di Tiongkok menurut beberapa sumber,
kehidupan orang Tionghoa-Indonesia yang memiliki Marga Wang (王) menarik
untuk diketahui mengenai kebudayaan dan kebiasaan didalam kehidupannya
disebabkan marga Wang memiliki nenek moyang yaitu keturuan kerajaan pada
masa pemerintahan Dinasti Shang dan Dinasti Zhou, salah satu hal yang ingin
diketahui mengenai kehidupan orang Tinghoa-Indonesia pemilik Marga Wang (王)
adalah bagaimana mereka melakukan tradisi tata cara kematian mereka.
Sejak jaman dahulu kala, dunia kematian selalu berisi misteri yang tak
terhitung jumlahnya dan upaya-upaya yang dilakukan untuk menjawab perihal
dunia kematian, dari mitos hingga agama, dan akhirnya sains telah mencoba
menjawab masalah ini. Setiap peradaban dan budaya selalu menyimpan legenda
tentang dunia kematian dan upaya untuk meresponnya. Ada banyak pendapat
tentang dunia kematian, mulai dari peralihan seperti yang diyakini dalam
kepercayaan Tiongkok, reinkarnasi dan kelahiran kembali yang diyakini oleh
pandangan dunia Yunani dan India, hingga kehidupan kembali seperti
kepercayaan orang Mesir, Surga dan Neraka yang seperti pandangan Zoroaster ke
Kristen (Cangianto, 2016: 1).
Dalam kepercayaan Buddha sering dikatakan bahwa manusia mengalami
empat fase dalam hidupnya yaitu lahir, tua, sakit dan meninggal. Proses menua
yang terjadi pada manusia itu normal karena tidak ada hal yang abadi didunia ini,
dan kemudian mereka mati. Setelah melalui proses kematian ini, kemana mereka
akan pergi? Apakah jiwa sudah mati? Mereka semua membutuhkan jawaban-

Universitas Sumatera Utara


jawaban yang bervariasi, dan tidak ada yang dapat memberikan bukti yang valid
tentang seperti apa dunia kematian itu. Meski jawabannya berbeda-beda, tapi ada
suatu kesamaan yaitu berlangsungnya kehidupan. Seperti yang terdapat pada
tulisanLouis Leahly, S.J“Yang pantas dicatat di sini adalah universalitas
kepercayaan akan hidup baru yang menyusul hidup ini dan upacara
pemakaman”.(Cangianto, 2016: 1-2).
Apa itu kematian? bagaimaan etnis Tionghoa menyikapi datangnya
kematian? Ingat akan perkataan Kong Zi (551-479 SM ) saat ditanya apakah alam
kematian, Kong Zi menjawab,”Tidak tahu hidup bagaimana tahu mati” 未知生焉
知死. Ini jawaban yang baik karena banyak orang yang tidak memberi arti pada
hidupnya, sehingga banyak orang yang takut hidup tetapi tidak takut mati,
misalnya banyak orang yang mempunyai masalah dalam hidup yang menurutnya
tidak bisa lagi mereka tangani seperti perusahaan yang bangkrut, terlibat hutang
besar, tidak memiliki solusi sehingga mereka depresidan akhirnya memilih jalan
bunuh diri "mati" sebagai jalan keluar dari masalah yang dihadapi. Tentunya
mereka yang takut hidup berbeda dengan mereka yang pernah bunuh diri dengan
tujuan berbeda. seperti pelaku bom bunuh diri yang menjelaskan maksuddari
bunuh diri yang dilakukannuya, misalnya biksu Thick Quang Duc yang
membakar diri sebagai bentuk protes terhadap Perang yang terjadi di negara
Vietnam.
Di dalam kepercayaan orang Tionghoa terdapat dua cara yang dilakukan
pada saat kematian, yaitu yang pertama dikuburkan atau dimakamkan dan yang
kedua dikremasi atau dilakukannya pembakaran pada jenazah, kedua cara ini
sama-sama baik untuk dilakukan hanya saja setiap orang dalam etnis Tionghoa
memiliki alasannya masing-masing untuk memilih melakukan prosesi yang mana,
atau dalam beberapa kasus sang mendiang atau jenazah sendiri ketika semasa
hidupnya telah memberikan wasiat kepada keluarga mengenai bagaimana
keinginannya setelah kematian menjemput. Dalam hal ini penulis tertarik
membahas mengenai bagaimana prosesi pemakaman yang dilakukan Etnis
Tionghoa bermarga 王 (Wang).

Universitas Sumatera Utara


Kuburan adalah tempat penguburan jenazah atau lubang di dalam tanah
yang berfungsi sebagai tempat menyimpan atau menguburkan orang yang
meninggal. Kata“kubur” berasal dari asal kata kuburan, diambil dari bahasa arab
yang artinya penguburan, penyisipan, pelupa dan penguburan. Kata kubur juga
berarti tempat, tempat tinggal, dan tempat tinggal. Makam atau pemakaman
adalah tempat dimakamkannya jenazah dan disebut juga pemakaman (Adhyaksa,
2017).
Tiap-tiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati (QS. Ali Imran : 185),
dari kalimat tersebut memiliki makna bahwa segala sesuatu yang diciptakan oleh
sang pencipta akan hancur dan lenyap pada akhirnya, tidak terkecuali dengan
manusia yang mengalami kematian. Setiap ajaran agama di dunia ini
mempercayai adanya kematian untuk itu setiap manusia dengan berbagai
kepercayaan dan agama memiliki budaya untuk mempersiapkan datangnya
kematian mulai dari tempat, tata cara, dan perlengkapan kematian. Setiap agama,
kepercayaan maupun aliran memiliki tata cara proses pemakaman yang berbeda-
beda yang harus dilakukan sebagai simbolik rasa syukur dan hormat kepada
semesta seperti halnya menyambut kelahiran manusia baru.
Oleh karena itu penulis ingin mengetahui secara lebih mendalam dan lebih
lengkap mengenai tata cara penguburan etnis Tionghoa dengan objek khusus
yaitu etnis Tionghoa-Indonesia ber-Marga 王 (Wang). Penulis memilih tempat
Yayasan Pemakaman Marga Raja di Desa Bangun Sari Kecamatan Tanjung
Morawa kabupaten Deli Serdang. Karena, Yayasan Pemakaman Marga Raja
adalah satu-satunya yayasan khusus Marga 王 (Wang) di Kota Medan. Yayasan
ini menyediakan tempat kremasi (pembakaran jenazah), juga menyediakan tempat
penyimpanan abu jenazah untuk masyarakat etnis Tionghoa secara umum, yang
menarik adalah Yayasan Pemakaman Marga Raja juga menyediakan tempat
pemakaman, namun tempat pemakaman yang disediakan oleh Yayasan
Pemakaman Marga Raja adalah tempat pemakaman khusus keluarga Marga Raja
( 王 ) seperti suami (pemilik marga 王 ), istri dan anak. Namun, jika anak
perempuan sudah memiliki suami tidak diperbolehkan untuk dimakamkan di
pemakaman ini karena anak perempuan yang sudah menikah di anggap sudah

Universitas Sumatera Utara


mengikut keluarga dari suaminya yang bukan lagi marga Wang (王). Yayasan
Marga Raja juga merupakan tempat peribadatan untuk etnis Tionghoa seperti
sembayang, dan tempat mengunjungi ziarah makam ataupun ziarah abu jenazah
yang ada didalam vihara, seperti vihara yang lainnya Yayaan Marga Raja juga
merupakan tempat untuk memperingati hari-hari penting seperti Cheng Beng dan
yang lainnya. Yayasan Marga Raja (王)adalah yayasan sosial yang tidak hanya
berperan untuk melayani masyarakat etnis Tionghoa saja tetapi juga turut rutin
melakukan kegiatan positif kepada masyarakat sekitar kawasan yayasan tersebut
seperti bakti sosial berupa pembagian sembako untuk masyarakat sekitar,
membuat masyarakat di Desa Bangun Sari dan sekitarnya bisa merasakan dampak
yang baik disebabkan oleh keberadaan yayasan sosial tersebut. Untuk itu peneliti
ingin mengetahui lebih mendalam mengenai tata cara penguburan etnis Tionghoa
khususnya Marga 王 (Wang) karena di tempat ini satu-satunya terdapat makam
keluarga Marga 王 (Wang) di Sumatera Utara, dan masyarakat sekitar tempat
Pemakaman ini sering menyebutnya kuburan “Ong”. Sehingga dengan melakukan
penelitian ini dapat diperoleh informasi yang lebih komprehensif dan menyeluruh
tentang masalah yang diteliti, dan pada akhirnya akan memberikan peran serta
maupun sumbangan ilmiah yang bermanfaat bagi masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah penulis jelaskan dan jabarkan di atas,
maka penulis merumuskan masalah yang harus dijawab dalam penelitian ini yaitu:
1. Bagaimana proses tahap persiapan pemakaman Marga 王 di kawasan
pemakaman Yayasan Marga Raja di Deli Serdang Sumatera Utara ?
2. Bagaimana proses tahap pelaksanaan pemakaman Marga 王 di kawasan
pemakaman Yayasan Marga Raja di Deli Serdang Sumatera Utara ?
3. Bagaimana proses tahap pasca-pemakama Marga 王 di kawasan
pemakaman Yayasan Marga Raja di Deli Serdang Sumatera Utara ?

Universitas Sumatera Utara


1.3 Batasan Masalah
Untuk menghindari cakupan yang terlalu luas, penting untuk membatasi
masalah.Untuk itu penelitian ini hanya berkisar pada tata cara pemakaman Marga
王 yang terdapat di kawasan pemakaman Yayasan Marga Raja di Deli Serdang
Sumatera utara mencakup tiga tahap. Pertama, Persiapan. Pada tahap ini seluruh
anggota keluarga menyiapkan sarana dan prasarana yang diperlukan dalam proresi
pelaksanaan upacara kematian. Kedua, Pelaksanaan. Tahap ini adalah saat
persemayaman di rumah duka hingga jenazah dibawa ke pemakaman. Ketiga,
Pasca-Pemakaman. Tahap keluarga melakukan perkabungan, peringatan dan
penghormatan.

1.4 Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian untuk mengungkapkan sasaran yang dicapai dalam
penelitian menjadi kerangka yang dirumuskan untuk mendapat gambaran yang
jelas tentang hasil yang telah diperoleh. Berdasarkan rumusan masalah yang telah
dikemukakan diatas maka tujuan dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan
prosesi tata cara pemakaman yang dilakukan Etnis Tionghoa khususnya Marga
Wang ( 王 ) yang dimakamkan di Yayasan pemakaman Marga Raja di Deli
Serdang Sumatera Utara.

1.5 Manfaat Penelitian


1.5.1 Manfaat Teoritis
Adapun beberapa manfaat yang bisa diambil dari hasil penelitian ini adalah
sebagai berikut :
Secara teoritis, manfaat yang dapat diambil dari tata cara pemakaman Marga
王 di Yayasan Marga Raja Deli Serdang Sumatera Utara yaitu memberikan
informasi, kepada masyarakat luas mengenai tata cara prosesi pemakaman yang
dilakukan di Yayasan Marga Raja, juga memberikan informasi kepada masyarakat
etnis Tionghoa bahwa melakukan prosesi pemakaman yang panjang merupakan
bukti bakti kepada leluhur, dan kepada masyarakat sekitar bahwa Makam “Ong”
yang biasa mereka sebut terdapat tempat penguburan keluarga Marga Raja, jadi di

Universitas Sumatera Utara


Yayasan Marga raja tidak hanya sebuah kelenteng, tetapi juga merupakan tempat
krematorium untuk etnis Tionghoa secara umum dan terdapat kuburan Marga 王
secara khusus. Penelitian ini dilakukan agar bisa memberi manfaat bagi
kelestarian budaya Etnis Tionghoa yang harus tetap dijaga kekhasannya.

1.5.2 Manfaat Praktis


Secara praktis, penelitian ini berguna untuk para pembaca sebagai bahan
pedoman maupun acuan bahan bacaan yang bisa memberikan dampak maupun
manfaat dan penelitian ini diinginkan dapat menjadi studi kepustakaan,
perbandingan penelitian untuk masa yang akan datang, maupun sebagai referensi
yang dapat digunakan untuk penelitian di Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Sumatera Utara khususnya program studi Bahasa Mandarin.

Universitas Sumatera Utara


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep
Konsep adalah pemikiran yang akan diekspresikan secara nyata melalui
pemahaman yang dilakukan oleh para ahli. Konsep adalah rancangan, gagasan,
atau makna yang disarikan ke dalam istilah konkret atau gambaran mental tentang
sesuatu atau sesuatu di luar bahasa yang digunakan pikiran untuk memahami hal
lain (KKBI, 1990: 456).
Bahri (2008:30) menjelaskan konsep, yaitu unit makna yang mewakili
karakteristik yang sama. Orang dengan konsep mampu membuat abstraksi dari
hal-hal yang ditempatkan dalam kelompok tertentu. Hal-hal yang dihadirkan
dalam kesadaran masyarakat berupa representasi mental tanpa adanya paksaan
konsep itu sendiri juga dapat direpresentasikan dalam bentuk kata.
Konsep dasarnya bertujuan untuk merumuskan istilah-istilah yang pada
dasarnya digunakan, berbagi persepsi tentang apa yang akan dipelajari, dan
menghindari kesalahpahaman yang tidak sesuai dengan tujuan penelitian.

2.1.1 Kebudayaan
Kata kebudayaan sudah sangat sering terdengar oleh telinga kita,
kebudayaan hadir ditengah-tengah kehidupan yang kita jalani setiap hari, disadari
atau tidak disadari dalam menjalankan aktivitas kehidupan sehari-hari yang kita
lakukan merupakan sebuah kebudayaan. Kehidupan manusia tidak mungkin
dipisahkan dari budaya. Kebudayaan adalah nilai luhur hasil dari pola pikir dan
tindakan yang terus-menerus diturunkan oleh nenek moyang umat manusia.
Pertumbuhan budaya diawali oleh pertumbuhan manusia karena budaya lahir dari
manusia.
Koentjaraningrat (1986:180) berkata “kebudayaan adalah seluruh sistem
gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat
yang dijadikan sebagai panduan maupun pegangan bangsa Indonesia belajar.
Yang perlu mendapat perhatian untuk bangsa Indonesia adalah pandangan dari Ki
Hajar Dewantara (1987:65) yang mengatakan bahwa budaya adalah buah dari

10

Universitas Sumatera Utara


pikiran manusia, yaitu alam dan waktu (alam dan masyarakat) dalam suatu
perjuangan yang telah terbukti kemenangan hidup manusia mengatasi berbagai
rintangan dan kesulitan dalam hidup dan hidup untuk mencapai keselamatan dan
kebahagiaan dan akhirnya terorganisir dan damai.
Dalam kamus Bahasa Indonesia yang disusun oleh Poerwodarminta
(1987:156) kebudayaan adalah hasil kegiatan dan penciptaan nurani akal dan budi
manusia, seperti kepercayaan, kesenian, adat istiadat dan sebagainya.
Dalam Herven (2009) dia menulis, "Hercovets melihat budaya sebagai
sesuatu yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya." Sedangkan
menurut Andrian Epink, “kebudayaan mengandung makna yang utuh dari nilai,
norma, pengetahuan dan segala tatanan sosial, agama dan lainnya”.
Kebudayaan yang terdapat didalam penelitian ini yaitu berupa masih
dilakukannya serangkaian prosesi tatacara upacara kematian warisan leluhur yang
masih dilestarikan hingga saat ini terdapat pada Etnis Tionghoa yang beragama
Buddha secara umum dan yang terkhusus yang sedang diteliti penulis adalah Etnis
Tionghoa ber-Marga 王 di provinsi Sumatera Utara.

2.1.2 Upacara
Upacara atau perayaan adalah suatu sistem kegiatan atau rangkaian tindakan
yang diatur oleh adat istiadat atau undang-undang yang berlaku di masyarakat
yang berkaitan dengan berbagai jenis peristiwa yang biasanya terjadi di
masyarakat yang bersangkutan (Koentjaraningrat, 1980: 140).
Upacara merupakan suatu tindakan simbolik dari kebudayaan yang ada
dalam masyarakat yang harus terus dilakukan karena upacara bagian dari
kebudayaan yang ada ditengah-tengah kehidupan umat manusia. Dalam
kehidupan etnis Tionghoa ada beberapa upacara yang dilakukan selama mereka
hidup diantaranya : upacara Cheng Beng (ziarah kubur leluhur),upacara
pernikahan, Upacara kematian, dan masih banyak ritual upacara lainnya.
Upacara kematian menurut Hertz adalah Upacara kematian yang selalu
dilakukan oleh manusia dalam konteks adat istiadat sosial dan konstruksi
komunitasnya yang berbentuk ide kolektif. Pesta kematian (upacara)

11

Universitas Sumatera Utara


selarasnyamengandung nilai-nilai budaya yang bisa dijadikan pedoman dalam
hidup bersama dan sebagai bekal kehidupan di masa yang akan datang. Nilai-nilai
tersebut meliputi nilai gotong royong, nilai kemanusiaan dan nilai agama.Didalam
pelaksanaan upacara terdapat beberapa komponen yang harus dipersiapkan,
menurut Keontjaraningrat (2002:377) dibagi menjadi beberapa bagian :
1. Tempat upacara: berkaitan dengan lokasi sakral nan suci yang biasanya
digunakan sebagai tempat dilaksanakannya prosesi upacara, beberapa
contoh tempat upacara seperti; gereja, pura, kuil, candi, makam, masjid
dan sebagainya.
2. Waktu upacara: berkaitan dengan waktu-waktu tertentu seperti waktu
ibadah, hari baik, dan sebagainya.
3. Kelengkapan dan peralatan upacara: berupa barang-barang yang
digunakan untuk upacara termasuk; patung yang melambangkan dewa-
dewa, lonceng, suling, dan sebagainya.
4. Pemimpin upacara: orang yang memimpin jalannya upacara seperti; biksu,
pendeta, ustadz, pemuka agama dan sebagainya.
Kematian adalah suatu peristiwa yang pasti terjadi, dan orang Tionghoa
sangat mempercayai akan adanya hal ghaib, sehingga dalam menghadapi
kematian sampai saat ini orang Tionghoa masih melaksanakan Upacara kematian.
Upacara kematian adalah salah satu upacara yang sangat penting dalam
kebudayaan Tionghoa sehingga masih terus dilakukan oleh etnis Tionghoa.
Semakin panjang tahapan upacara yang dilakukan oleh keluarga dianggap
semakin patuh dan bakti kepada leluhur.

2.1.3 Pemakaman pada Etnis Tionghoa


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kuburan adalah tempat
penguburan jenazah atau lobang di dalam tanah yang digunakan sebagai tempat
atau ruang untuk menyimpan / menguburkan orang yang telah meninggal dunia.
Kata kubur berasal dari asal kata kubur, dan berasal dari bahasa Arab yang berarti
penguburan, penyisipan, pelupa dan penguburan.

12

Universitas Sumatera Utara


Etnis Tionghoa memiliki ritual kematian yang berbeda untuk setiap orang,
yang membedakannya adalah sesuai dengan agama dan etnis yang dianut oleh
etnis Tionghoa yang bersangkutan. Selama ini ada dua metode
penguburan/pemakaman jenazah suku Tionghoa dan yang kedua adalah kremasi
atau pembakaran pada jenazah.
Pada saat memilih apakah jenazah akan dimakamkan atau dikremasi,
biasanya keluarga melakukan prosesi upacara kematian berdasarkan pada ritual
mana yang sudah dikenal oleh almarhum. Alasannya adalah agar ketika
pelaksanaan ritual/pembacaan doa/keng/paritta dapat membantu menenangkan
kesadaran/batin almarhum. Alasan lain yaitu beberapa orang Tionghoa telah
memberikan sebuah wasiat atau pesan kepada ahli keluarga, sehingga ketika
kematian tiba pihak keluarga sudah tahu akan memutuskan jenazah untuk
dimakamkan atau dilakukan kremasi.
Pada etnis Tionghoa ber-Marga 王 , pihak keluarga melakukan prosesi
pemakaman terdiri dari beberapa tahapan upacara yang akan peneliti jelaskan
didalam pembahasan tulisan penelitian ini. Tahapan-tahapan itu terdiri dari tiga
tahap utama yaitu Pertama, Persiapan. Pada tahap ini seluruh anggota keluarga
menyiapkan sarana dan prasarana yang diperlukan dalam proresi pelaksanaan
upacara kematian. Kedua, Pelaksanaan. Tahap ini adalah saat persemayaman di
rumah duka hingga jenazah dibawa ke peamkaman. Ketiga, Pasca-Pemakaman.
Tahap keluarga melakukan perkabungan, peringatan dan penghormatan.

2.1.4 Etnis Tionghoa Marga 王(Raja)


Etnis Tionghoa dikenal multietnis, artinya etnis yang ada bermacam-macam.
Menurut catatan sejarah, jumlah marga di Cina sekitar 12.000 marga. Klan dengan
satu karakter berjumlah 5.000, beberapa klan hingga 4000, dan sisanya adalah
klan dengan 3 hingga 9 karakter. Salah satunya adalah ras Tionghoa dengan
marga 王 (Pinyin: Wang) yang artinya raja. Asal marga Wang berkisar antara
5.000 hingga 8.000 tahun yang lalu ketika masyarakat Tionghoa masih
matrilineal.(Marga Tionghoa–Wikipedia : 19 Februari 2020).

13

Universitas Sumatera Utara


Huruf xing (姓) dan shi (氏) yang membentuk arti klan berbeda dalam
penggunaannya. Dengan semakin kompleksnya struktur sosial masyarakat
Tionghoa, Xing merujuk pada marga dan Shi dengan Klan (marga asal Tionghoa -
Wikipedia: 19 Februari 2020).
Marga dalam budaya etnis Tionghoa memiliki pangkat yang lebih tinggi dan
lebih rendah, pandangan ini sangat populer selama dan setelah Dinasti Jin. Ini
karena sistem Men Di yang mirip dengan sistem kasta di India. Pengelompokan
pada tingkat klan ini terutama disebabkan oleh sistem feodal yang berakar di
Tiongkok kuno. Hal ini dapat dilihat pada masa Dinasti Song, misalnya status Bai
Jiaxing, yang pada saat itu mendeklarasikan Klan Zhao, yang merupakan klan
kekaisaran, sebagai klan pertama. Saat ini tidak ada kelompok setingkat klan lain
di dalam klan Cina. Jika beberapa klan direkam, urutan biasanya disimpan sesuai
dengan jumlah hit karakter klan. Munculnya klan yang berbeda memiliki
beberapa alasan, yaitu:
Mulanya Marga menggunakan simbol-simbol yang ada di suku kuno,
misalnya 马 (ma, kuda),龙(long, naga, 山(shan, gunung, 云(yun, awan).
1. Marga menggunakan daerah kekuasaan, misalnya Zhao, yang
mendapatkan daerah kekuasaan di kota Zhao.
2. Marga Menggunakan nama pekerjaan, Misalnya Tao yaitu Keramik, Wu
yaitu Dukun/Tabib.
3. Marga Menggunakan nama negara, misalnya Qi, Lu, Song, Wei.
4. Marga menggunakan tanda dari tempat tinggal, misalnya Ximen (Gerbang
Barat, Liu ( Pohon Yangliu), Chi (Kolam).
5. Marga Menggunakan karakter jabatan misalnya Sima (Menteri Perang),
Situ (Menteri PU).
Di Indonesia, marga Tionghoa ditemukan terutama di antara kelompok etnis
Tionghoa-Indonesia. Meski ada perubahan nama di Indonesia, banyak yang masih
menyimpan nama marga dan nama Tionghoa yang masih digunakan untuk acara
informal atau keluarga. Ditaksir sejauh ini ada sekitar kurang lebih ada 300 marga
Tionghoa Indonesia, data bersumber dari PSMTI (Perhimpunan Sosial Marga
Tionghoa Indonesia).

14

Universitas Sumatera Utara


2.2 Landasan Teori
Teori dapat digunakan sebagai fondasi kerangka berpikir dalam membahas
suatu permasalahan. Landasan teori yang digunakan harusnya dapat menjadi
pangkal dari seluruh pembahasan. Dalam penelitian ini landasan teori yang
digunakan yaitu:
2.2.1 Teori Upacara
Untuk mendeskripsikan serta mengkaji Tata cara pemakaman Marga 王
Pada penelitian ini, Penulis memerlukan teori yang dikemukakan oleh
Koetjaraningrat (1992 : 252-253), yang menyatakan tiap upacara keagamaan
dapat terbagi kedalam empat komponen yaitu; tempat upacara, saat upacara,
benda-benda dan alat upacara dan orang-orang yang melakukan ataupun yang
memimpin upacara.
a. lokasi upacara, merupakan sebuah tempat yang dianggapsakral dan
suci, biasanya dikhususkan dan yang tidak boleh didatangi orang yang
tak berkepentingan. Beberapa contoh tempat yang upacara seperti:
gereja, kuil, candi, makam, masjid dan sebagainya. Pada penelitian ini
kuburan atau pemakaman dan rumah menjadi tempat yang dipakai
sebagai lokasi dilaksanakannya upacara tradisi kematian pada
keluarga etnis Tionghoa Marga 王.
b. Saat upacara menurut Koentjaraningrat (254-255) adalah masa
berlangsungnyaupacara, masa ini masa-masa yang penuh dengan
nuansa religius, dan yang penuh dengan bahaya gaib. Saat itu biasanya
waktu pengulangan konstan, sejajar dengan ritme gerakan alam
semesta.
c. Bendaritual (perlengkapan dan peralatan upacara) merupakan alat-alat
yang digunakan dalam melaksanakan upacara-upacara keagamaan.
Beberapa alat ataupun pekakas yang dipakai bisa berupa wadah untuk
tempat sajian, peralatan kecil seperti sendok, pisau bendera dan lain
sebagainya. Benda ritual yang lazim ada dimana-mana adalah patung-
patung yang mempunyai fungsi lambang dewa atau ruh nenek moyang
yang menjadi tujuan dari upacara.

15

Universitas Sumatera Utara


d. Orang-orang yang melakukan upacara, adalah pemuka upacara
keagamaan dalam berbagai macam religi dari berbagai macam suku
bangsa di dunia, biasanya dapat kita bagi kedalam tiga golongan ialah :
pendeta, dukun dan syaman.
Menurut Koentjaraningrat (2002:204) Upacara religiadalah wujud sebagai
praktek dari skema keyakinan, dan gagasan tentang Tuhan, Roh-roh halus, Dewa-
dewa, Surga dan Neraka, tetapi mempunyai wujud yang berupa upacara-upacara,
baik yang bersifat musiman maupun yang kadangkala.

2.3 Tinjauan Pustaka


Dalam penulisan sebuah karya ilmiah, penulis melakukan tinjauan pustaka
dari beberapa jenis referensi yang behubungan dengan objek penelitian. Tinjauan
pustaka ini bertujuan membantu penulis dalam menyusun karya ilmiah, sehingga
data yang diteliti tidak sama dengan data yang ada pada penelitian terdahulu.
Dibawah ini terdapat beberapa tinjauan pustaka yang relevan telah peneliti
temukan, sebagai berikut:
Depimadona (2017) dalam jurnalnya yang berjudul “Ritual kremasi etnis
Tionghoa di rumah duka Rumbai Pekanbaru”menjelaskan bagaimana urutan dari
prosesi ritual kremasi jenazah etnis Tionghoa dari awal yaitu rapat keluarga untuk
menentukan tempat persemayaman jenazah, persiapan keluarga untuk
membersihkan jenazah yaitu dengan mengenakan pakaian dan beberapa sesajian
hingga selesai yaitu pengambilan abu dari tempat kremasi. Skripsi ini membantu
penulis untuk mengatahui tatacara ritual kremasi pada jenazah etnis Tionghoa
yang tidak jauh berbeda dengan ritual kematian etnis Tionghoa melalui proses
pemakaman.
Fauziah (2019), dalam skripsinya yang berjudul “Upacara Kematian dan
Budaya Berkabung di Kalangan Masyarakat Cina Benteng Tangerang Kota”
menyebutkan bagaimana prosesi sakral yaitu upacara kematian yang selalu
dilaksanakan oleh masyarakat Cina Benteng, yaitu diawali dari persiapan hingga
upacara pemberangkatan jenazah dan upacara pemakaman sampai ketahapan
lainnya. Skripsi ini membantu penulis bagaimana beliau menyajikan tahapan-

16

Universitas Sumatera Utara


tahapan upacara kematian dikalangan masyarakat Cina Benteng yang prosesinya
tidak jauh beda dengan penelitian yang sedang dikaji oleh penulis kedalam bentuk
tulisan skripsi.
Kartini (2018), dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Ambang Batas
Lahan Pemakaman di Kota Makassar” mengatakan bahwa terdapat jenis – jenis
pemakaman dan pengelolaan tanah tempat pemakaman di Indonesia yang
dibedakan dengan berbagai macam. Karena pemakaman berhubungan dengan
lahan dan lahan berhubungan dengan kepentingan umum. Skripsi ini membantu
penulis dalam mempelajari dan mendapatkan banyak informasi mengenai tempat
pemakaman di Indonesia dan undang-undang yang mengatur mengenai
pengelolaan tempat pemakaman.
Widia (2017), dalam skripsinya yang berjudul “Perbedaan Upacara
Kematian Etnis Tionghoa Ajaran Buddha Dan Konghucu di Malang” Widia
dalam skripsinya menjelaskan bagaimana perbedaan upacara kematian Etnis
Tionghoa ajaran Buddha dengan upacara kematian ajaran Konghucu yang ada di
Kota Malang Jawa Timur, yang mana terdapat perbedaan pada tahapan-tahapan
upacara kematian etnis Tionghoa ajaran Buddha dengan tahapan upacara kematian
etnis Tionghoa ajaran konghucu, baik dalam upacara kematian yang dimakamkan
maupun upacara kematian dengan prosesi kremasi. Widia dalam skripsinya
membandingkan apa saja perbedaan yang terdapat pada upacara kematian etnis
Tionghoa ajaran Buddha dengan ajaran Konghucu mulai dari perawatan jeanzah
sebelum masuk peti, perbedaan doa, perbedaan tradisi bakar kertas perbedaan
persembahan pada meja sembahyang, hingga perlengkapan-perlengkapan lainnya
yang terdapat pada upacara kematian etnis Tionghoa ajaran Buddha dan
Konghucu yang ada di Malang. Skripsi ini membantu penulis dalam mengetahui
informasi mengenai perbedaan ajaran Buddha dengan Konghucu pada etnis
Tionghoa khususnya pada upacara kematian yang dilakukan.
姚振强 (2019) “从丧祭礼仪看中西文化差异” dalam jurnalnya yang
berjudul “Melihat Perbedaan Antara Budaya Cina dan Barat dalam ritual
pemakaman” mengatakan didalam ritual pemakaman dalam budaya cina mereka
menerapkan filosofi konfusius yaitu kematian adalah sesuatu kesedihan dan

17

Universitas Sumatera Utara


keshalehan dalam berbakti. Maksudnya adalah ketika melakukan tahapan ritual
kematian artinya mereka berbakti. Contohnya ketika ada orangtua meninggal dan
anaknya melakukan ritual kematian, itu merupakan sebuah bakti, keshalehan dan
hadiah kepada orangtua mereka. Kemudian etiket pemakaman dan kematian
dalam budaya cina, apabila ada seorang “Kaisar” yang meninggal, pengeran
mengatakan ia meninggal, sarjana mengatakan ia meninggal, dokter mengatakan
ia meninggal, semua orang mengatakan ia meninggal. Hanya orang miskin yang
dikatakan mati. Kematian ditutupi oleh “duniawi”. Ritual pemakaman
mengekspresikan kemuliaan hidup. Dan menangis adalah menghapuskan semua
dosa yang hidup terhadap orang mati.Teori Ritual mengatakan: "Pemakaman,
orang mati didekorasi oleh yang hidup, dan gajah digunakan untuk melahirkan
orang mati." Memperlakukan orang yang meninggal sebagai makhluk hidup
adalah semacam kesopanan yang mulia, tetapi ternyata tidak. Pemahaman tentang
kehidupan dalam budaya Tiongkok bertentangan dengan pemahaman orang Barat.
Upacara pemakaman dalam budaya Barat sangat sederhana. Pemakaman Barat
lebih tentang berdoa untuk orang mati, berharap jiwa mereka naik ke surga
sesegera mungkin, dan membebaskan mereka dari penderitaan mereka didunia.
Dari jurnal ini membantu penulis dalam memahami bagaimana sudut pandang dan
pemahaman mengenai etiket dari ritual kematian budaya Cina dan budaya non
Cina dalam jurnal ini yaitu pendangan kematian pada budaya Barat secara lebih
luas.

18

Universitas Sumatera Utara


BAB III
METODE PENELITIAN

Penelitian ini termasuk kedalam jenis penelitian kualitatif yang bersifat


desktiptif. Penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang menghasilkan
penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai (diperoleh) dengan menggunakan
tahapan-tahapan statistika atau cara-cara lain dari kauntifikasi (pengukuran).
Afifuddin dan Saebeni ( 2009:73) mengungkapkan berkenaan dengan
penelitian kualitatif yang merupakan jenis penelitian yang hasilnya adalah
penemuan-penemuan yang tidak bisa dijangkau melalui prosedur ataupun
tahapan-tahapan statistik. Penelitian kualitatif bertujuan untuk mendapat
pemahaman maupun penafsiran yang bersifat konvensional (umum) terhadap
kenyataan sosial dari perspektif partisipan. Pemahaman tersebut awalnya tidak
ditentukan, tetapi didapat setelah melakukan analisis pada penelitian dan
kemudian ditarik kesimpulan berupa pemahaman umum mengenai kenyataan
tersebut.
Bersumber dari judul penelitian yang peneliti mengenai Tata Cara
Pemakaman Marga 王 di Yayasan Marga Raja, maka penulis menggunakan
metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif adalah
penelitian yang menggambarkan keadaan obyek penelitian pada saat ini
sebagaimana adanya berdasarkan fakta maupun fenomena yang berhasil
ditemukan. Peneltian ini dapat mengungkapkan masalah atau keadaaan
sebagaimana adanya maupun kenyataannya sehingga hanya bersifat
pengungkapan ataupun penyingkapam fakta (Moleong, 2008:6). Penelitian
deskriptif ini digunakan untuk menggambarkan secara terperinci dan eksplisit
mengenai Tata cara pemakaman salah satu Marga dalam suku Etnis Tionghoa
yaitu Marga 王 di Yayasan Marga Raja yang terletak di Jalan Limau Manis,
Gang Bambu, Limau Manis. Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli
Serdang, Provinsi Sumatera Utara.

19

Universitas Sumatera Utara


3.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini berada di Jalan. Limau Manis, Gang Bambu, Limau
Manis. Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera
Utara. Lokasi ini dipilih penulis, karena dilokasi ini terdapat Yayasan Pemakaman
Marga Raja di Sumatera Utara, Yayasan Marga Raja ini tidak hanya menyediakan
pemakaman untuk Marga Raja, tetapi juga menyediakan tempat krematorium dan
tempat penyimpanan abu jenazah untuk masyarakat Etnis Tionghoa secara umum
yang kapan saja bisa dikunjungi.

3.2 Data dan Sumber Data


Didalam sebuah penelitian data dan sumber data merupakan hal yang sangat
penting bagi peneliti untuk menganalisis masalah yang akan dibahas. Dalam
penelitian ini, peneliti membutuhkan data primer dan data sekunder.
a. Data Primer
Data primer adalah data pokok yang dikumpulkan/diperoleh oleh seorang
peneliti secara langsung dari lapangan. Data ini, diperoleh dari hasil
observasi dan meninjau langsung kelapangan, kemudian menemukan
informan untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan melalui jalannya
wawancara. Cakupan data-data primer yaitu, hasil wawancara, hasil
observasi lapangan dan data-data tentang informan(Hasan, 2002:82).
b. Data sekunder
Data sekunder bukanlah data pokok (utama) melainkan data yang
diperoleh dari pihak lain, tidak langsung diperoleh oleh peneliti dari
subjek penelitiannya. Data sekunder berupa sumber atau referensi tertulis
yang tentunya memiliki hubungan dengan permasalahan yang sedang
diteliti, contohnya : buku, jurnal dan hasil penelitian para ahli lain yang
memiliki hubungan dan masalah penelitian guna lebih menambah
wawasan dan pandangan penulis demi memperoleh kesempurnaan pada
hasil akhir penelitian ini (Saryono, 2018:77).
Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari hasil observasi, wawancara
dengan informan dan menyaksikan langsung prosesi pemakaman salah seorang

20

Universitas Sumatera Utara


warga etnis Tionghoa Marga 王 untuk mengetahui secara eksplisit dan jelas
bagaimana Tatacara Pemakaman Marga 王 di Yayasan Marga Raja Deli Serdang
Sumatera Utara.

3.3 Persyaratan Informan


Informan penelitian (narasumber) adalah orang yang dapat dimintai
informasinya sehubungan dengan suatu topik penelitian. Informan penelitian
diambil dari wawancara tatap muka yang dirujuk oleh narasumber.Dalam
penelitian ini peneliti menentukan informan dengan menggunakan teknik
purpositive, yaitu informan dipilih berdasarkan pertimbangan dan penilaian
tertentu, artinya yang benar-benar menguasai suatu objek dari penelitian yang
teliti.
Purposive sampling ialah teknik pengambilan sampel sumber data dengan
cara mengevaluasi maupun pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini,
misalnya orang tersebut telah dianggap paling tahu dan memiliki banyak data
maupun keterangan yang bisa diambil sehubungan dengan informasi mengenai
objek penelitian seperti yang peneliti harapkan, atau dia sebagai penguasa
(pengelola) yang akhirnya dapat melancarkan proses penelitian yang dilakukan
peneliti pada saat menjelajahi objek/situasi sosial yang diteliti (Subiyono,
2012:54).
Adapun syarat-syarat informan sebagai berikut :
1. Berjenis kelamin laki-laki dan perempuan
2. Berusia 25 – 65 tahun (tidak pikun)
3. Ada yang bermarga „Ong‟
4. Suku etnis Tionghoa

3.1.1 Profil Informan


Untuk mengetahui hasil dari penelitian ini, terlebih dahulu harus diawali
dengan gambaran umum termasuk diantaranya gambaran informan yang terlibat,
sebab perlu diketahui secara ringkas bagaimana profil pengurus Yayasan Marga
Raja yang menjadi informan dalam penelitian ini.

21

Universitas Sumatera Utara


Dari seluruh pengurus dan pekerja yang ada di kawasan sekitar Yayasan
Marga Raja ini peneliti hanya membutuhkan empat informan saja yang dianggap
memiliki informasi yang dibutuhkan untuk melengkapi data-data yang dibutuhkan
dalam penelitian yaitu sebagai berikut :
Tabel 3.1
Data informan bpk Acai sebagai narasumber utama

1. Nama : Bapak Acai


Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 53 Tahun
Suku : Etnis Tionghoa
Keterangan :Pengelola Yayasan

Bapak Acai, begitulah sapaan oleh para pekerja yang ada di lingkungan
Yayasan Marga Raja, beliau merupakan pengelola Yayasan Marga Raja. Orang
yang dihormati di lingkungan Yayasan Marga Raja. Penulis memilih beliau
sebagai informan dalam penelitian saya karena beliau adalah orang yang
mengizinkan penulis masuk kedalam lingkungan Yayasan untuk melakukan
penelitian di Yayasan Marga Raja sebagai pengelola Yayasan. Dari beliau juga
penulis mendapatkan beberapa informasi seputar Yayasan Marga Raja yang
berkaitan dengan judul penelitian penulis.
Tabel 3.2
Data informan bu Wati sebagai naraumber utama
2. Nama : Bu Wati
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 39 Thn
Suku : Etnis Tionghoa
Keterangan : Pengurus jenazah

Ibu Wati seorang pelaku pengurus jenazah yang sudah sering sekali
menangani dalam pengurusan persiapkan prosesi kematian baik yang akan
dikremasi atau dimakamkan. Bu Wati merupakan salah satu informan utama bagi
penulis karena berkat bu Wati penulis mendapatkan banyak sekali informasi mulai
dari awal hingga akhir jalannya prosesi yang dilakukan jenazah, dari bu Wati pula

22

Universitas Sumatera Utara


hampir semua informasi penulis dapatkan karena beliau mempersilahkan apa saja
yang ingin penulis tanyakan.

Tabel 3.3
Data informan Zulkifli sebagai narasumber tidak utama
3. Nama : Zulkifli
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 31 Tahun
Suku : Batak
Keterangan : Penggali kubur

Pak Zulkifli merupakan seorang penggali kubur dipemakaman Marga Raja,


pada hari itu penulis bertemu dengan beliau pagi hari ketika beliau sedang
melakukan pengecoran pada lubang kuburan yang sehari sebelumnya telah siap ia
kerjakan yaitu menggali kubur, berhubung perjanjian pada pihak keluarga,
jenazah akan tiba tepat tengah hari. Dari bapak Zulkifli penulis mendapatkan
informasi mengenai area makam yang tengah ia kerjakan seperti ukuran lubang,
ukuran makam per-orang, kedalaman lubang makam, dan informasi mengenai
bahan baku pembangunan makam apabila telah selesai 49 hari jenazah
dimakamkan hingga taksiran biaya yang diperlukan.

Tabel 3.4
Data informan H. Pasaribu sebagai narasumber tidak utama

4. Nama : H. Pasaribu
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 56 Tahun
Suku : Batak
Keterangan :Pekerja bagian
kremasi jenazah

Bapak H. Pasaribu merupakan salah seorang pekerja bagian kremasi yang


ada di Yayasan Marga Raja, menurut informasinya beliau telah bekerja selama

23

Universitas Sumatera Utara


belasan tahun di Yayasan tersebut, dari beliau penulis mendapatkan informasi
mengenai prosesi kremasi yang biasa dilakukannya, juga informasi bagaimana
prosesi penguburan jenazah, beliau memiliki banyak sekali pengalaman selama
bekerja di yayasan tersebut, dan banyak mengetahui tenang kebudayaan etnis
Tionghoa khususnya prosesi kematiannya.

3.4 Metode Pengumpulan Data


3.4.1 Observasi
Observasi (pemantauan) merupakan suatu proses maupun metode yang
berjalan secara bertautan(kompleks), suatu mode yang terjalin dari berbagai
proses biologis dan psikologis (Moleong, 2012: 175). Observasi (pemantuan)
yang dilakukan bertujuan untuk mengamati, mendokumentasi, dan
mengumpulkan data secara langsung, selanjutnya dideskripsikan dengan
mengilustrasikan ataupun memvisualkan dan menginterpretasikan hasil
penelitian ke dalam rangkaian kata-kata. Observasi ini dilakukan langsung
dilapangan ataupunlokasi penelitian dengan pengamatan yang mendalam
dan terfokus tentang bagaimana prosesi dari tatacara pemakaman Marga 王
di Yayasan pemakaman Marga Raja.

3.4.2 Wawancara
Wawancara (tanya jawab) adalah percakapan yang dilakukanuntuk
maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara
(interviewer)yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara
(informan/narasumber)yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu
(Moleong, 2012:186). Wawancara yang digunakan adalah wawancara semi
terstruktur, termasuk dalam ketegori in dept interview, dalam
pelaksanaannya ini lebih bebas dibandingkan dengan wawancara terstruktur,
wawancara ini bertujuan untuk menemukan masalah secara lebih terbuka,
dimana pihak yang diwawancarai diminta memberikan informasi, pendapat,
serta ide-idenya.

24

Universitas Sumatera Utara


Dalam proses berlangsungnya tanya jawab antara peneliti dan informan,
peneliti harus mendengarkan, menyimak dan memperhatikan secara teliti
dan mencatat hal-hal yang telah dikemukakan oleh narasumber. Dalam
penelitian ini peneliti melakukan wawancara dengan pengelola Yayasan
Marga Raja yang merupakan etnis Tionghoa bermarga 王 dan juga beberapa
pekerja tetap di Yayasan tersebut sehingga informasi yang didapatkan lebih
mendalam dan komprehensif.
3.4.2.1 Wawancara Terstruktur
Wawancara terstruktur merupakan proses berlangsungnya tanya
jawab yang terlebih dahulu menyiapkan daftar pertanyaan yang
sudahdisusun secara sistematis dari yang terpenting hingga ke
pertanyaan-pertanyaan pendukung maupun tambahan saja, sehingga
peneliti mengetahui dengan jelas pertanyaan apa yang akan diajukan
kepada narasumber. Alat-alat yang juga diperlukan sebagai
penunjang berlangsungnya proses wawancara yaitu seperti alat
perekam suara, kamera, alat tulis dan lainnya. Dalam penelitian ini,
penulis melakukan wawancara terstruktur dengan menyiapkan daftar
pertanyaan yang sesuai dengan kajian penelitian.
Berikut ini daftar pertanyaandalam wawancara terstruktur, yang
penulis tanyakan kepada narasumber, antara lain:
1. Apakah Yayasan Marga Raja ini khusus melayani etnis Tionghoa
marga 王 saja? bagaimana jika marga lain juga ingin menggunakan
fasilitas yang ada di Yayasan ini?
2. Apa saja yang perlu dipersiapkan dalam prosesi pemakaman baik untuk
jenazah maupun untuk keluarga yang berduka?
3. Bagaimana jalannya prosesi tata cara pemakaman pada etnis Tionghoa
Marga Raja?
4. Secara umum ada berapa tahapan yang dilakukan dalam prosesi
upacara kematian etnis Tionghoa?
5. Pada tata cara pemakaman Marga 王 kali ini, menganut keyakinan apa ?

25

Universitas Sumatera Utara


6. Apakah Yayasan Marga Raja juga menyediakan fasilitas untuk
perayaan keagaaman selain untuk kegiatan duka cita, seperti imlek dsb ?
7. Apakah Yayasan Sosial Marga Raja ini menyediakan lokasi
penguburan untuk umum?
8. Selain prosesi penguburan apakah Yayasan ini juga melakukan kremasi
pada jenazah?
9. Apa saja fasilitas yang disediakan oleh Yayasan Marga Raja?
10. Apa yang membedakan Yayasan ini dengan yayasan lainnya yang ada
sekitaran di wilayah Deli Serdang?

3.4.2.2 Wawancara Tidak Terstruktur


Wawancara tidak struktur adalah proses berlangsungnya
wawancara yang daftar pertanyaannya tidak disusun dan biasanya
tanpa daftar pertanyaan atau hal ini secara spontan ditanyakan peneliti
kepada narasumber. Karena disela-sela wawancara terstruktur, penulis
juga menyelipkan pertanyaan-pertanyaan secara langsung tanpa ada
didaftar pertanyaan.
Berikut ini pertanyaan yang peneliti tanyakan secara spontan dalam
wawancara tidak terstruktur, antara lain:
1. Mengapa bentuk dari makam etnis Tionghoa khas, besar-besar dan
terlihat sangat mewah seperti ini ?
2. Paling mewah makam yang ada menggunakan material batu jenis apa ?
3. Apakah pemakaman ini bisa dipesan untuk jangka panjang atau
adakah Sangkong di Yayasan ini ?
4. Yayasan Marga Raja dalam sehari mampu menerima berapa jenazah
untuk prosesi kremasi dan pemakaman ?
5. Pada umumnya berapa biaya yang dibutuhkan untuk membangun
makam ?

3.4.3 Dokumentasi

26

Universitas Sumatera Utara


Dokumentasi adalah kegiatan yang dilakukan peneliti untuk
mengumpulkan dan menyimpan data sebagai buktiyang lebih akurat dari
pencatatan sumber-sumber informasi yang berupa foto, wasiat, catatan,buku,
surat kabar, arsip dan sebagainya.Dokumentasi diperlukan untuk
mendapatkan keterangan dan bukti yang lebih akurat pada penelitian. Pada
penelitian ini penulis akan menyimpan data yang berkaitan dengan objek
kajian yang disimpan dan menjadi dokumentasi dengan menggunakan alat
perekam dan kamera untuk mengabadikan foto.

3.5 Metode Analisis Data


Miles dan Huberman (1984), menyatakan bahwa aktivitas dalam analisis
data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus-menerus
sampai tuntas, sehingga datanya jenuh. Kejenuhan data ditandai dengan tidak
diperoleh lagi data atau informasi yang baru. Analisis data menurut Miles dan
Huberman terdiri dari 3 (tiga) tahap :
1. Tahap Reduksi Data
Reduksi data adalah proses pengurangan (meminimalkan) data, dalam hal
arti yang lebih luas adalah proses penyempurnaan data, baik
penyempurnaan terhadap data yang kurang relevan dan tidak perlu,
maupun penambahan data yang dirasa masih kurang.
2. Tahap Penyajian Data (Data Display)
Penyajian data adalah proses pengumpulan informasi yang disusun
berdasarkan kategori atau pengelompokan-pengelompokan yang di
perlukan. Dalam penelitian tata cara dalam upacara kematian Etnis
Tionghoa Marga 王 dikategorikan menjadi tiga tahap pelaksanaan.
3. Tahap Penarikan Kesimpulan (Conclusion drawing/verification)
Penarikan kesimpulan / validasi adalah proses merumuskan makna temuan
penelitian yang diungkapkan dalam kalimat pendek dan mudah dipahami,
dan dilakukan melalui penelaahan yang sering terhadap fakta kesimpulan
sehingga relevan dan sesuai dengan judul, tujuan dan rumusan masalah
yang ada.

27

Universitas Sumatera Utara


3.6 Metode Penyajian Hasil Analisis Data
Hasil dari analisis data pada penelitian ini disajikan dengan metode
penyajian yaitu dengan menampilkan bagimana tahapan tatacara pada Upacara
kematian etnis Tionghoa Marga 王 yang terdapat di Yayasan Marga Raja yang
terletak di Deli Serdang, Sumatera Utara dengan menggunakan kata-kata secara
jelas. Penyajian hasil dari analisis data dengan menggunakan kata-kata yang biasa
(Sudaryanto, 1993:145).

28

Universitas Sumatera Utara


BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada Bab IV ini berisi hasil dan pembahasan mengenai prosesi upacara
kematian etnis Tionghoa marga 王 yang dikuburkan diperkuburan khusus
keluarga Marga Raja yaitu Yayasan Sosial Marga Raja yang berlokasi diJl. Limau
Manis, Gang Bambu, Limau Manis. Kec. Tanjung Morawa, Kab. Deli Serdang,
Provinsi Sumatera Utara.

4.1 Hasil
Hasil penelitian yang diperoleh penulis pada saat menyaksikan prosesi
upacara kematian etnis Tionghoa Marga 王 yang bertempat di Yayasan Sosial
Marga Raja. Ada beberapa tahapan yang harus dipersiapkan dan dilakukan pada
saat pelaksanaan, diantaranya yaitu secara garis besar prosesi pemakaman etnis
Tionghoa dibagi kedalam tiga tahap : Pertama Persiapan. Kedua Pelaksanaan.
Ketiga Pasca-Pemakaman (masa berkabung). Pada tahap persiapan
perlengkapan yang harus dipersiapkan yaitu peti mati, pakaian untuk jenazah dan
pakaian untuk keluarga yang berduka, tempat persemayaman dan perlengkapan
lain. Pada tahap pelaksanaan terbagi kedalam tiga upacara utama yaitu, upacara
sebelum masuk peti mati, upacara masuk peti dan tutup peti, dan upacara
pemakaman. Dantahap terakhirpasca-pemakaman (masa berkabung) yaitu masa
yang akan dilalui anggota keluarga mendiang, umumnya memakan waktu relatif
tidak sebentar yang akan dilakukan oleh keluarga almarhum.
Yayasan Sosial Marga Raja 《 棉 兰 太 原 王 室 宗 亲 会 》 sebagai lokasi
penelitian dipilih peneliti bukan tanpa alasan, yayasan ini merupakan satu-satunya
yayasan yang terdapat perkuburan khusus marga Raja, menjadi objek penelitian
penulis berada di Sumatera Utara. Di Yayasan ini peneliti telah melihat
serangkaian prosesi perkuburan yang dilakukan oleh etnis Tionghoa Marga 王.

29

Universitas Sumatera Utara


4.2 Pembahasan
4.2.1 Tahap Persiapan
Tahap pertama atau disebut dengan tahap persiapan pada tata cara
pemakaman etnis Tionghoa. Pada tahap ini terdapat beberapa perlengkapan yang
harus diadakan sehubungan dengan peristiwa kemalangan (kematian).
Perlengkapan tersebut antara lain berupa peti mati, pakaian, dan tempat
persemayaman.
1) Peti mati
Pada tradisi kematian etnis Tionghoa, peti mati diibaratkan seperti
“rumah” yang akan mereka tempati setelah kematian. Hal itu yang
menyebabkan beberapa barang almarhum akan dimasukkan kedalam peti
mati bersama dengan almarhum. Peti mati dalam tradisi etnis Tionghoa
terbuat dari bahan baku kayu utuh yang berat, biasanya kayu yang
digunakan berasal dari pohon Jati. Kualitas peti mati yang dibelikan untuk
orang tua yang meninggal menggambarkan bakti seorang anak. Dalam
tradisi etnis Tionghoa mempercayai semakin mahal harga peti mati, maka
anak dianggap semakin berbakti.
Kematian pada etnis Tionghoa adalah peristiwa yang pasti akan terjadi.
Di beberapa kasus kematian pada etnis Tionghoa terdapat orang-orang yang
sengaja telah memesan peti mati dari beberapa tahun sebelum kematiannya,
artinya ketika mereka masih hidup. Mereka mempercayai pandangan
filosofis Tionghoa bahwa kematian adalah hal yang lumrah, kematian bisa
datang setiap saat, “semua yang hidup pasti mati”, “hidup mati ada
takdirnya”, Hal itu yang menyebabkan beberapa orang Tionghoa telah lebih
dahulu mempersiapkan keperluan untuk prosesi kematian (Sumber Buku
Orang Padang Tionghoa oleh Riniwaty Makmur).
Persiapan itu juga yang dilakukan oleh keluarga Marga 王 yang
meninggal pada bulan Januari tahun 2020 yang menjadi objek peneliti.
Namun keluarga 王 yang sedang peneliti teliti tidak mempersiapkan peti
mati ketika masih hidup, mereka tidak mempersiapkan peti mati jauh-jauh
hari, melainkan pada saat kabar duka datang lalu pihak keluarga membeli

30

Universitas Sumatera Utara


peti matinya saat itu. Karena sebenarnya mempersiapkan peti mati tidak ada
ketetapan mutlak kapan melainkan dari kesadaran diri manusia itu sendiri.
Namun menurut beberapa dari kepercayaan etnis Tionghoa lebih baik jika
mempersiapkan kematian jauh-jauh hari atau dalam arti yang lain sebagai
tanda pengingat bahwa hidup di dunia tidaklah selamanya.
Keluarga 王 yang sedang menjadi objek penelitian oleh peneliti tidak
mempersiapkan peti mati dari jauh-jauh hari, namun keluarga 王 yang
sedang peneliti teliti telah mempersiapkan makamnya. Didalam kebudayaan
etnis Tionghoa dikenal dengan Sangkong yaitu kuburan atau makam yang
dipesan pasangan suami istri sebelum meninggal, dan Suki yaitu kuburan
atau makam yang dipesan seorang diri (satu). Keluarga 王 yang peneliti
sedang teliti telah mempersiapkan makam sejak suaminya masih hidup,
artinya keluarga 王 yang sedang peneliti teliti memesan sangkong sebagai
bentuk persiapan mereka dalam menghadapi kematian.

Gambar 4.7: sangkong makam yang dipesan oleh pasangan


Sumber dokumentasi : Winda Ayutia N, 2019

2) Pakaian
Dalam tradisi pemakaman etnis Tionghoa, ada dua jenis pakaian yang
dipersiapkan untuk prosesi upacara kematian yang akan dilakukan. Jenis
pakaian tersebut terdiri dari pakaian yang akan dipakai oleh yang meninggal
(almarhum) dan pakaian yang akan dipakai oleh keluarga yang berkabung.

31

Universitas Sumatera Utara


Menurut tradisi etnis Tionghoa, jenazah dipakaikan baju dengan jumlah
ganjil yaitu tiga, lima atau tujuh lapis. Baju berlapis yang dikenakan oleh
jenazah merupakan simbol dari bekal perjalanan yang panjang. Semakin tua
jenazah yang meninggal maka biasanya semakin banyak jumlah lapis baju
yang dipakai. Sedangkan yang masih muda umumnya dipakaian baju
berjumlah tiga lapis. Jumlah genap merupakan hal yang tabu karena
dianggap bisa membawa kematian yang lain.
Adapun pakaian berkabung yang dipakai oleh anggota keluarga yaitu
pakaian berwarna putih yang ditandai dengan kain belacu yang terdiri dari
empat warna yang dilekatkan masing-masing satu warna dengan
menggunakan peniti di lengan atas sebelah kanan. Adapun simbol warna
kain belacu yang dipakai yaitu Warna hitam, Warna biru tua, Warna biru
muda, dan warna merah.

Gambar : Anggota keluarga dengan kain blacu warna biru tua dan merah
Sumber : Winda Ayutia Ningrum, 2019

3) Tempat persemayaman
Dalam tradisi etnis Tionghoa, jenazah biasanya disemayamkan
beberapa hari dirumah duka, sekaligus mencari hari baik untuk prosesi
pemakaman. Bila jenazah disemayamkan di rumah duka, maka pelaksanaan
upacara persembayangan adalah tanggungjawab keluarga. Jika jenazah
disemayamkan di Thing Thi maka pelaksanaan upacara dipimpin oleh
rohaniawan Buddha. Tetapi tidak menutup kemungkinan, rohaniawan
diminta memimpin upacara jenazah yang disemayamkan dirumah. Jangka

32

Universitas Sumatera Utara


waktu persemayaman jenazah biasanya tergantung pada perhitungan hari
baik yang dilakukan oleh pihak keluarga yang berduka.
Dirumah duka atau tempat persemayaman jenazah sebelum
dimakamkan terdapat perlengkapan lain yang dipersiapkan. Perlengkapan
tersebut antara lain meja altar/sembayang dengan cangkir berisi teh
sebanyak tiga buah, nasi putih tiga buah, sayur terdiri tiga macam yang
biasanya disukai oleh almarhum, buah-buahan, dupa kecil tiga buah dan
lilin berwarna merah sepasang.

4.2.2 Tahap Pelaksanaan


Tahap kedua atau disebut dengan tahap pelaksanaan upacara kematian pada
tata cara pemakaman etnis Tionghoa yaitu periode pada masa persemayaman
hingga pemakaman. Tahap kedua ini terdapat tiga tahap utama upacara yaitu
upacara sebelum masuk peti, upacara masuk peti serta tutup peti dan upacara
pemakaman (prosesi memasukkan jenazah keliang lahat). Pada tahap upacara
pemakaman atau prosesi memasukkan jenazah keliang lahat adalah bagian penting
dalam penelitian ini, karena tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui tata cara pemakaman yang dilakukan etnis Tionghoa marga 王 di
Yayasan Marga Raja.
4.2.2.1 Upacara Sebelum Masuk Peti Mati
Sesaat sebelum almarhum dimasukkan kedalam peti, sebelumnya
almarhum telah dibersihkan, kemudian dipakaikan beberapa lapis pakaian
terdiri dari pakaian terbaik dan pakaian yang paling disukai oleh almarhum
semasa hidup. Sepanjang menunggu almarhum dimasukkan kedalam peti,
anak cucu membakar kertas uang perak (uang akhirat) sambil mendoakan
almarhum. Pada altar terdapat dua tempat dupa, yaitu didekat foto untuk
tempat hio dari keluarga dan yang paling luar untuk tempat hio dari tetamu.
4.2.2.2 Upacara Masuk Peti dan Tutup Peti
Selanjutnya adalah upacara memasukkan jenazah kedalam peti mati,
etnis Tionghoa memiliki adat dalam melakukan hal ini yaitu seluruh
keluarga telah memakai pakaian berkabung. Sebelum jenazah dimasukkan

33

Universitas Sumatera Utara


kedalam peti ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan yaitu terlebih dahulu
pada bagian dasar peti diisi dengan bubuk teteh, kemudian diatasnya
kembali ditaburi bubuk kopi. Bubuk teh dan kopi ini bertujuan untuk
menyerap atau meminimalisir kemungkinan cairan atau bau yang keluar dari
tubuh jenazah. Langkah selanjutnya yaitu bubuk teh dan kopi ditutup atau
ditimpa dengan perlak dan kain putih, kemudian disisi kiri dan kanan
jenazah dimasukkan beberapa pakaian milik almarhum, seperti baju atasan,
celana, dan pakaian dalam. selanjutnya jenazah dimasukkan kedalam peti,
untuk memasukkan jenazah kedalam peti biasanya diangkat oleh anak laki-
laki dan diiringi isak tangis anak perempuan, cucu dan keturunanya.
kemudian biasanya para keluarga juga ikut serta memasukkan barang-
barang atau benda kesayangan almarhum kedalam peti mati.
Ada tradisi yang dilakukan oleh salah satu dari pasangan yang
ditinggal mati, yaitu apabila seorang istri yang ditinggalkan suami maka si
istri harus mematahkan sisir menjadi dua bagian, hal ini bermakna bahwa
telah berakhirlah hubungan suami istri antara keduanya dan supaya arwah
dari almarhum tidak kembali datang untuk mencari pasangannya yang
masih hidup. Jika suami yang ditinggalkan istri maka hal yang sama juga
sebaliknya dilakukan oleh suami. Sebelum menutup peti, disisi kiri dan
kanan berdiri para keluarga. Berdirinya para keluarga harus sesuai dengan
unsur yin dan yang, yaitu anak perempuan yang berunsur yin ada disisi
kanan dan anak laki-laki yang berunsur yang berdiri disisi kiri. Saat upacara
penutupan peti jenazah, selanjutnya dibacakan doa-doa bagi almarhum
bertujuan agar jalan yang ditempuh menjadi lapang dan arwah diterima baik
disisi Tuhan, doa juga serta merta ditujukan untuk anggota keluarga yang
sedang berduka agar diberi kekuatan dan keikhlasan dalam melepas
almarhum. Selanjutnya keluarga dan pelayat diajak untuk memberikan
penghormatan terkhir dengan sembahyang sesuai dengan agama dan
kepercayaan yang dianut oleh masing-masingpelayat.
Tahap selanjutnya peti mati ditutup rapat dengan dipaku disetiap
ujungnya, terdapat empat paku untuk empat titik sudut peti. Biasanya paku

34

Universitas Sumatera Utara


yang dipasang berkepala bulat dan dialasi kain berwarna merah. Kain
berwarna merah yang ada diempat titik sudut paku bermakna bahwa yang
meninggal telah berusia tua.

Gambar 4.8 : peti yang sudah dipaku di empat titik sudut


Sumber : Winda Ayutia N, 2019

4.2.2.3 Upacara Pemakaman


Tahap pelaksanaan yaitu salah satu tahap utama upacara dimana
pemakaman (prosesi memasukkan jenazah keliang lahat) yang dilakukan di
kawasan pemakaman Yayasan Sosial Marga Raja. Untuk mempermudah
dalam memahami setiap tahapan demi tahapan peneliti akan memberikan
penomoran pada setiap tahapan.
1) Tahap pertama, Pada hari Sabtu bulan Januari 2020 Pukul 11.30 WIB
rombongan keluarga dan jenazah tiba di Yayasan Sosial Marga Raja.
tentu saja pihak keluarga telah memberikan informasi kepada pihak
pengelola Yayasan beberapa hari sebelumnya. Setibanya di lingkungan
pemakaman peti jenazah diturunkan dari mobil ambulance yang
mengantar jenazah dari rumah duka, kemudian peti jenazah diangkat
keatas lubang kuburan untuk langsung dimasukkan kedalam kubur yang
telah disiapkan pada sehari sebelumnya.

35

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4.9 : Lubang kubur/ Liang lahat yang sudah disiapkan sehari
sebelumnya.
Sumber Dokumentasi : Winda Ayutia N, 2020

Diatas adalah gambar dari lubang makam yang akan digunakan oleh
jenazah, tidak ada standart ukuran untuk lubang makam namun lubang
makam ini disebutkan oleh narasumber berukuran yaitu 225 cm x 110
cm dengan kedalaman yang tidak diukur, menurutnya kedalaman lubang
dibutuhkan agar peti tidak berada diatas permukaan tanah, menurut
narasumber yaitu penggali kubur, orang Tionghoa tidak terlalu menyukai
lubang makam yang terlalu dalam dengan alasan agar tidak terlalu lama
proses pembusukannya.
Selanjutnya peti digotong oleh beberapa orang untuk langsung
dimasukkan kedalam makam dengan posisi yang tepat seperti yang ada pada
gambar berikut :

Gambar 4. 10 : jenazah tiba dipemakaman Gambar 4.11 Jenazahdimasukkan makam


Sumber : Winda Ayutia Ningrum, 2020

36

Universitas Sumatera Utara


Keluarga mulai berkumpul didepan kuburan dengan memakai baju
berwarna putih dan para biksu berjumlah tiga orang yang akan memimpin
doa pada upacara pemakaman pun telah siap untuk melakukan doa-doa bagi
keluarga dan jenazah. Tahap kedua, Setelah peti masuk kedalam lubang
liang lahat yang dilakukan adalah melengkapi sekitar kuburan jenazah
dengan sesajian, disudut atas sebelah kiri terdapat sesisir buah pisang,
berbagai jenis bunga, dan dua lilin berwarna merah. Selanjutnya peti
jenazah ditutup dengan kain berwarna putih dan berwarna merah, kemudian
dibagian kaki jenazah atau di depan para biksu dan keluarga diletakkan lagi
sesajian seperti, buah-buahan, hio/dupa, bunga, lampion, lilin, kue dan foto
almarhum.

Gambar 4.12 : Sesajian yang ada disudut kiri Gambar 4.13 : Sesajian yang ada
didepan
Sumber Dokumentasi : Winda Ayutia N, 2020

2) Selanjutnya para biksu dan keluarga telah siap untuk melakukan


sembayang upacara pemakaman yaitu dengan melantunkan doa-doa
yang dipimpin oleh para biksu, saat doa berlangsung para biksu dan
keluarga mengelilingi jenazah sebanyak tiga kali (se kuan). Putaran
pertama para biksu diikuti seluruh keluarga melakukan pelemparan
(gumpalan-gumpalan) tanah kedalam liang lahat, putaran kedua para
keluarga melakukan tabur bunga sebagai bentuk penghormatan terakhir
pada almarhum kedalam liang lahat dan putaran ketiga para keluarga
diberikan kantung plastik yang berfungsi untuk menampung berbagai
biji-bijian(Go Khok) yang akan diberikan kepada salah seorang biksu

37

Universitas Sumatera Utara


dengan cara dilemparkan kepada keluarga kemudian pihak keluarga
menangkap atau menampung biji-bijian/Go Khok tersebut kedalam
kantung plastik yang selanjutnya mereka simpan. Mereka percaya
semakin banyak mendapat biji-bijian akan semakin banyak rezeki yang
mereka peroleh. Dalam tradisi etnis Tionghoa istilah ini artinya adalah
selama hidup almarhum telah memberikan rezeki kepada anak cucu
kemudian harus ditampung yang artinya anak-anak telah menerima
rezeki dari almarhum semakin banyak yang didapat semakin banyak
rezekinya.

Gambar 4.14 Keluarga mengeliling jenazah Gambar 4.15 Melempar gumpalan tanah

Gambar 4. 16 keluarga menabur bunga Gambar 4.17 keluarga memegang plastik

Gambar 4.18 Biksu melempar Go Khok Gambar 4.19 keluarga menampung Go Khok
Sumber : Winda Ayutia N, 2019

38

Universitas Sumatera Utara


4). Tahap selanjutnya adalah pelepasan sepotong kain belacu yang ditempelkan
menggunakan peniti di lengan sebelah kanan masing-masing keluarga yang
berduka, sebagai tanda telah berakhir upacara pemakaman, dan para biksu lekas
membuka baju yang mereka kenakan selama prosesi pemakaman sebagai tanda
telah selesai doa yang dilakukan oleh para biksu. Selanjutnya tahap terakhir dari
penghormatan keluarga kepada peti almarhum sebelum ditimbun oleh tanah
dengan membungkukkan badan beberapa kali sebagai tanda hormat dan
perpisahan terakhir kepada jenazah dan menganmbil foto almarhum yang ada
didepan jenazah seperti gambar berikut.

Gambar 4.20 pelepasan kain blacu Gambar 4.21 pengormatan terakhir pada
jenazah
Sumber : Winda Ayutia Ningrum, 2020

5). Tahap terakhir yaitu keluarga membasuh wajah mereka menggunakan


air kembang (bunga) sebagai tanda membersihkan wajah dan pikiran
agar tidak selalu teringat pada almarhum sehingga tidak ada duka
berkepanjangan.

6). Setelah selesai serangkaian tahapan upacara dilaksanakan, jenazah


kemudian ditimbun dengan tanah, sebelum anggota keluarga
meninggalkan area perkuburan, anggota keluarga makan-makan mie
didepan kuburan almarhum, hal ini memiliki arti agar anggota keluarga
yang masih hidup diberikan umur yang panjang.

4.2.3 Pasca- Pemakaman

39

Universitas Sumatera Utara


Setelah prosesi pemakaman selesai dilakukan, pihak keluarga akan
memasuki tahap pasca-pemakaman yaitu memasuki masa berkabung. Masa
berkabung adalah masa dimana keluarga masih mengingat almarhum dan
masih terus mendoakan sampai beberapa hari kedepan. Masa berkabung
ditandai salah satunya dengan tidak memakai pakaian berwarna merah atau
berwarna cerah selama beberapa hari kedepan. Selesai dari prosesi
pemakaman ditempat pemakaman, keluarga almarhum yang telah
mengantarkan almarhum ketempat peristirahatannya yang terakhir
melakukan beberapa hal diantaranya :
a) Jika almarhum meninggal di rumah, maka pihak keluarga dibantu
dengan biksu kembali pulang kerumah untuk membersihkan rumah
dengan menaburi rumah dengan garam dan beras, tetapi jika
almarhum meninggal dirumah sakit atau tidak di rumah, maka
keluarga tidak perlu membersihkan rumah.
b) Kemudian keluarga memasang altar dengan dupa, lilin, buah, teh,
nasi, dan sayur sebagai media untuk mendoakan almarhum sampai
pada hari ke-tujuh.
c) Pada hari ketujuh atau tujuh hari pertama maka keluarga kembali
mendatangi makam dengan membawa dupa, kue, dan buah-buahan
untuk melakukan sembayang atau berdoa dimakam almarhum.
d) Pada tujuh hari kedua keluarga tetap mendoakan almarhum namun
dirumah saja seperti yang dilakukan pada bagian (b) dan seterusnya
sampai pada hari ke 49 hari.
e) Pada hari ke-49 maka keluarga kembali mendatangi makam untuk
mendoakan almarhum dengan keadaan makam sudah harus
dibangun menjadi kokoh dan indah (makam permanen). Proses
pembangunan makam dilakukan dalam kurun waktu 49 hari harus
sudah selesai.
f) Selain acara diatas didalam tradisi etnis Tionghoa ada yang
namanya Kongtek, kongtek adalah tradisi bakar rumah yang
ditujukan untuk almarhum. Menurut kepercayaan etnis Tionghoa

40

Universitas Sumatera Utara


acara ini bermakna memberikan rumah dan fasilitas lainnya seperti
kendaran pada almarhum yang sudah berada di alam yang lain.

Gambar tradisi Kongtek yang dilakukan anggota keluarga dipimpin oleh Saikong.

41

Universitas Sumatera Utara


BAB V

PENUTUP
5.1 Simpulan
Bersumber dari hasil analisis data pada penelitian Tata Cara Pemakaman
Marga 王 (Wang) di Yayasan Marga Raja Deli Serdang Sumatera Utara, maka
dapat diambil beberapa kesimpulannya sebagai berikut :
1. Masyarakat etnis Tionghoa lazimnya menganggap kematian bukanlah
akhir ataupun pemberhentian dari kehidupan. Kematian tidak berarti
berakhirnya jalinan kekerabatan antara sanak saudara yang masih hidup
dengan yang telah meninggal. Masyarakat etnis Tionghoa meyakini
bahwa ada alam kehidupan selanjutnya (kehidupan setelah kematian)
bagi setiap orang yang meninggal (cut sie). Masyarakat etnis Tionghoa
berkeyakinan bahwa dalam menjalani kehidupan didunia ini terdapat
hukum karma/kamma yang mengatur perbuatan manusia, dan akan ada
pahala untuk setiap perbuatan baik, juga ada dosa untuk perbuatan
buruk yang dilakukan manusia selama hidup didunia. Kehidupan setelah
kematian ditentukan oleh perilakunya saat dia masih hidup. Orang yang
bertingkah laku baik dapat memiliki sifat-sifat yang baik ketika
meninggal, begitu juga sebaliknya. Nenek moyang yang sudah
meninggal (arwah leluhur) dapat diminta pada waktu-waktu tertentu
untuk datang memberikan pelayanan (ceng beng). Menghormati kakek
nenek dan orang pintar (tuapekong) adalah pekerjaan yang baik. Mereka
mempercayai bahwa arwah dari kakek-nenek bisa mengutuk seseorang
yang merusak makam atau nisan. Masyarakat etnis Tionghoa memiliki
tradisi turun-temurun dari para leluhur dalam melakukan ritual kematian
berupa prosesi pemakaman, serangkaian tata cara kematian telah
sedemikian rupa ditentukan adatnya, secara garis besar prosesi
pemakaman etnis Tionghoa dapat dibagi kedalam tiga tahap : Pertama,
Persiapan. Kedua, Pelaksanaan. Ketiga, Pasca-Pemakaman (masa
berkabung). Pada tahap persiapan yang perlu dipersiapkan seperti peti
mati, pakaian untuk jenazah dan pakaian untuk keluarga yang sedang

42

Universitas Sumatera Utara


berduka, tempat persemayaman dan beberapa perlengkapan lainnya.
Pada tahap pelaksanaan terbagi kedalam tiga upacara utama yaitu,
upacara sebelum jenazah memasuki peti mati, upacara pada saat masuk
kedalam peti dan tutup peti, selanjutnya upacara pemakaman. pada tahap
ketiga yaitupasca-pemakaman yaitu masa berkabung yang akan dilalui
oleh para keluarga yang menghabiskan waktu relatif tidak sebentar.
2. Makna yang terdapat dari serangkaian upacara kematian yang dilakukan
etnis Tionghoa terbagi tiga: rasa bakti (hormat/dedikasi), perwujudan
sosial dan pelimpahan jasa (pattidana). Wujud rasa bakti dilakukan oleh
sanak keluarga kepada mendiang atas dasar kebajian yang telah
dilakukan almarhum semasa hidupnya kepada keluarga maupun orang-
orang yang telah berinteraksi semasa almarhum hidup didunia.
Perwujudan perilaku sosial yaitu sebagai penggambaran kehidupan
manusia di masyarakat harus memiliki sikap yang baik, saling tolong-
menolong dan gotong-royong, hidup didunia tidak bisa dilakukan sendiri
karena manusia adalah mahluk sosial. Pelaksanaan pattidana atau
pelimpahan jasa sebagai bentuk kepeduliaan serta perhatian dan perilaku
tolong-menolong dari sanak keluarga kepada mendiang yang sudah
meninggal.
3. Secara umum tradisi upacara kematian yang dilakukan oleh etnis
Tionghoa tidak terlalu banyak terdapat perbedaan antara satu dengan
yang lainnya, meskipun etnis Tionghoa tersebut menganut ajaran
Buddha, Konghucu, Taoisme dan meskipun etnis Tionghoa itu
merupakan tergolong dalam suku Hokkian, Hakka, Tiochiu, Hainan dan
suku lainnya. Pada pelaksanaan upacara kematian etnis Tionghoa yang
terpenting adalah memperoleh nilainya yaitu, nilai dari rasa bakti kepada
almarhum, nilai perwujudan sosial dan nilai pelimpahan jasa/Pattidana.
Perbedaan-perbedaan yang ada biasanya terjadi atau akibat dari
akulturasi kebudayaan daerah setempat dimana etnis Tionghoa
menjalani kehidupannya semasa hidup. Upacara pemakaman yang
dilakukan di Yayasan Sosial Marga Raja masa kini dapat dikatakan

43

Universitas Sumatera Utara


sudah lebih sederhana dan simple, melakukan tahapan demi tahapan
upacaranya terbilang sebentar (tidak memerlukan waktu yang panjang
dan lama) namun tetap tidak meninggalkan kesan spiritual dari prosesi
pemakaman yang dilakukan.
5.2 Saran
1. Bagi generasi muda etnis Tionghoa sebaiknya terus mempertahankan
budaya leluhur yaitu serangkaian upacara kematian maupun upacara
keagamaan yang lainnya, tidak hanya sekedar tahu namun tahu secara
detail dan mendalam untuk memahami dengan baik mengenai
bagaimana persiapan dan perlengkapan yang diperlukan, karena
generasi muda saat ini dinilai kurang mengetahui secara detail dan
lebih menyerahkan seluruhnya kepada pelaku atau pengurus jenazah.
Upacara kematian merupakan kegiatan sakral yang telah turun-
temurun dilakukan oleh orang – orang terdahulu, sehingga penting
kiranya untuk tetap dijaga kelestariannya agar tidak hilang seiring
berkembangnya zaman.
2. Agar lebih mudah lagi menemukan akses, maupun media dalam
memperoleh informasi sekiranya ada peneliti atau sebagai pencari
informasi awam ingin mengetahui seluk beluk kebudayaan Tionghoa
secara lebih mendalam dan akurat baik yang ada di Yayasan Sosial, di
Kelentang maupun Vihara dan tempat-tempat yang lainnya melalui
orang-orang yang lebih memahami kebudaya Tionghoa.

44

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Afifuddin, B. & Saebeni, A. (2009). Metologi Penelitian Kualitatif. Bandung:


Pustaka Setia.
Agustinova, Danu Eko. 2015.Memahami Metode Penelitian Kualitatif;Teori &
Praktik. Yogyakarta: Calpulis
AL- Qur‟an : QS. Ali Imran : 185
Cangianto, Ardian (Tanpa Tahun). Memandang Hidup Bagaikan Mati.
Pandangan Filosofis Tionghoa Memandang Hidup Bagaikan Mati.
Diakses dari :
Http://www.academia.edu/19301238/Memandang_Mati_Bagaikan_Hidup
Depimadona. (2017). Ritual Kremasi Etnis Tionghoa di Rumah Duka Rumbai
Pekanbaru. 4 No 2. 2-12.
Diakses dari http://media.neliti.com.
Fauziah, Siti Syifa. 2019. Upacara Kematian dan Budaya Berkabung di Kalangan
Masyarakat Cina Benteng Tangerang Kota. [Skripsi]. Jakarta (ID): UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Hasan, I. (2002). Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian & Aplikasinya.
Jakarta: Ghalia Indonesia.
Herfin. 2009. Upacara Ullambana Dalam Agama Budhha di Vihara Dharmakiti
Palembang [skripsi]. Palembang (ID): UIN Raden Fattah Palembang.
Hermawan. 2017. Tradisi Upacara Kematian Masyarakat Tionghoa Desa
Dangdang [Artikel Skripsi]. Tangerang (ID): Sekolah Tinggi Agama Budha
Negeri Sriwijaya Tangerang.
Kartini. 2018. Analisis Ambang Batas Lahan Pemakaman dikota Makasar
[Skripsi]. Makassar (ID): UIN Alaudddin Makassar.
Koentjaratningrat, 1980. Sejarah Teori Antropologi. Jakarta.Universitas Indonesia
Halaman 140.
Makmur, Riniwaty.2018. Orang Padang Tionghoa Dima Bumi Dipijak Disinan
Langik Dijunjuang: PT Kompas Media Nusantara.

45

Universitas Sumatera Utara


Moleong, Lexy J. (2008). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Roskarya
Indrajati, Widia Ayu. 2017. Perbedaan Upacara Kematian Etnis Tionghoa Ajaran
Buddha dan Konghucu di Kota Malang. [skripsi]. Malang (ID): Universitas
Brawijaya
姚振强。2019。从丧祭礼仪看中西文化差异[J]。来源:毛毛论文。

Internet dan Website


Https://id.m.wikipedia.org/wiki/Tionghoa-Indonesia (diakses pada 19 Februari
2020 Pukul 09:08 wib)
Https://id.m.wikipedia.org/wiki/Indonesia (diakses pada 19 Februari 2020 pukul
09:44 Wib)
Https://id.m.wikipedia.org.wiki/MargaTionghoa (diakses pada 19 Februari 2020
pukul 13:31 Wib)
Https://www.tionghoa.com/asal-usul-marga-wang-%E7%8E%8B/ (diakses pada
20 Februari 2020 pukul 14:57 Wib )
https://laodesyamri.net/2015/01/02/defenisi-konsep-menurut-para-ahli/ (diakses
pada 1 Maret 2020 pukul 21:07 Wib )
http://www.maomaolunwen.com/jiaoyulunwen/zhongdengjiaoyulunwen/2019/072
6/908.html (diakses pada 6 Juli 2020 pukul 20:41 Wib)
https://serupa.id/budaya-pengertian-unsur-wujud/ (diakses pada 26 Juli 2020
Pukul 10:11 wib)
https://waspada.co.id/2015/09/suku-tionghoa-ke-lima-terbesar-di-medan/ (Diakses
pada 20 September 2020)
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Deli_Serdang(diakses pada 20
September 2020

Jurnal
Mawiarti Mawardi (2010). Tradisi Upacara Kematian Umat Khonghucu dalam
Persfektif Psikologi. Jurnal Analisa. Volume XVII, No. 02.

46

Universitas Sumatera Utara


KONSEP
Etnis Tionghoa di Kota Medan
Medan merupakan ibu kota provinsi Sumatera Utara, dan juga ibukota
ketiga terbesar di Indonesia. Kota Medan dihuni dengan penduduk yang majemuk
yaitu terdiri dari penduduk asli dan penduduk pendatang, salah satu penduduk
pendatang yang masuk dan berkembang pesa di Kota Medan yaitu Warga Negara
Indonesia Keturunan Tionghoa. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS)
Wilayah Sumatera Utara, mencacat data kependudukan melalui sensus penduduk
tahun 2010, menurut wilayah dan agama yang dianut, Konghucu/Cina berada
pada peringkat kelima sebagai agama terbesar dengan jumlah 185.177 jiwa untuk
wilayah Kota Medan. Data tersebut mayoritas didominasi dan terbanyak penganut
agama Budha/Konghucu sebagai berikut :
Tabel 4.1: Data Penganut Agama Budha/Konghucu diwilayah Kota Medan
No Wilayah Jumlah Penganut
1 Medan Area 23.794 jiwa
2 Medan Timur 20.379Jiwa
3 Medan Kota 16.207 jiwa
4 Medan Barat 14.731 jiwa
5 Medan Petisah 14.215 jiwa
6 Medan Tembung 13.079 jiwa
7 Medan Johor 11.425 jiwa
8 Medan Sunggal 11.116 jiwa
9 Medan Perjuangan 11.021 jiwa
10 Medan Maimun 8.040 jiwa
11 Medan Deli 7.563 jiwa
12 Medan Polonia 6.985 jiwa
13 Medan Marelan 5.727 jiwa
14 Medan Baru 5.722 jiwa
15 Medan Denai 5.579 jiwa
16 Medan Belawan 2.116 jiwa
17 Medan Amplas 762 jiwa
18 Medan Tuntungan 230 jiwa

Sumber : Waspada, 13 September 2015

47

Universitas Sumatera Utara


Dari data diatas diketahui jumlah penganut agama Budha/Konghucu yang
ada di Kota Medan. Etnis Tionghoa terdapat hampir diseluruh wilayah di Kota
Medan yang membuat kitatak luput dari melihat aktivitas kehidupan oaring-orang
Tionghoa sehari-hari, baik kegiatan ekonomi, sosial, budaya maupun
keagamaannya. Tak hanya terdapat dihampir seluruh wilayah Kota Medan, etnis
Tionghoa juga tersebar hampir keseluruh wilayah Sumatera Utara salah satunya
yaitu kabupaten Deli Serdang.
Kabupaten Deli Serdang adalah sebuah kabupaten yang berbatasan langsung
dengan Kota Medan, kabupaten ini ber-Ibukota di Lubuk Pakam. Jarak dari Kota
Medan ke ibukota Kabupaten Deli Serdang hanya berkisar kurang lebih 23
Km2atau hanya membutuhkan waktu 17,3 menit jika ditempuh dengan
menggunakan kendaran bermotor. Jumlah penduduk kabupaten Deli Serdang
berjumlah 2.155.625 jiwa, dan merupakan jumlah penduduk terbanyak
berdasarkan kabupaten di Provinsi Sumatera Utara. [4]Deli Serdang juga memiliki
keanekaragaman budaya, yang disemarakan oleh hampir semua suku-suku yang
ada di Nusantara. Adapun suku asli penghuni Deli Serdang adalah Suku Melayu.
Asal muasal dari penamaan kabupaten ini juga di ambil dari dua kesultanan,
yaituMelayuDelisertaMelayuSerdang, sehingga sekarang disebut dengan
Kabupaten Deli Serdang.Kemudian yang mendiami kabupaten ini yaitu suku Karo
dan suku Simalungun ada di wilayah selatan, ditambah beberapa suku pendatang
yang dominan seperti suku Jawa, Minang, Batak,Tionghoa, India dan lain-lain
yang juga mendiami kabupaten ini. Penduduk Kabupaten Deli Serdang selain
memiliki suku yang beranekaragam juga menganut agama yang berbeda. Dapat
dilihat dalam grafik dibawah ini :

jumlah dalam %
100.00%

50.00%
jumlah dalam %,
0.47%
0.00%
Islam Protestan Katholik Budha Konghucu Hindu

48

Universitas Sumatera Utara


Grafik Data Agama Penduduk Kab. Deli Serdang
Sumber : ://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Deli_Serdang

Karena Kota Medan dengan Kabupaten Deli Serdang bersebelahan


membuat aktivitas antar penduduk sering lalu lalang secara bergantian yang
memungkinkan sebahagian masyarkat Etnis Tionghoa melakukan kegiatan
keagamaan di wilayah Kabupaten Deli Serdang, seperti halnya dengn yang
dilakukan oleh salah satu Assosiasi atau Perkumpulan etnis Tionghoa bermarga
“Ong” atau raja di Yayasan Sosial Marga Raja.

4.2 Profile Yayasan Sosial Marga 王


Yayasan Sosial Marga Raja adalah sebuah yayasan sosial yang didirikan
sebagai sarana peribadatan sosial umat Tionghoa, Yayasan Sosial Marga Raja
menerima serangkaian bentuk kegiatan keagamaan bagi etnis Tionghoa yang
berlokasi di Jl. Limau Manis, Gang Bambu, Limau Manis. Kec. Tanjung Morawa,
Kab. Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara kode Pos 20362.

Gambar 4.1 : Peta lokasi Yayasan Sosial Marga Raja, Deli Serdang Sumatera utara
Sumber dokumentasi : Google Maps.

Yayasan Sosial Marga Raja merupakan sebuah Yayasan perkumpulan


Marga Ong atau Marga Raja di Kota Medan. Diketahui bahwa marga “Ong” atau

49

Universitas Sumatera Utara


raja merupakan sebuah nama keluarga (marga) dengan pemilik atau anggota
terbanyak. Dengan luas kurang lebih tujuh hektar (7 ha) selama hampir lima belas
tahun terakhir yayasan ini melayani berbagai aktivitas keagaaman seperti lokasi
perkuburan khusus Marga 王 dengan berbagai ukuran dan menerima pelayanan
kremasi dan penyimpanan abu untuk umum. Yayasan Sosial Marga Raja terdiri
dari satu bangunan utama (Gambar 4.2) dengan tiga lantai dimana setiap lantainya
berisi tempat-tempat untuk menyimpan para abu jenazah hasil kremasi (Gambar
4.3), dan berberapa altar sebagai tempat sembahyang kepada dewa-dewa, ada
sebuah aula jika masuk dari gerbang depan berada disisi kanan dari bangunan
utama (Gambar 4.5), dibelakang bangunan utama terdapat kuburan khusus untuk
etnis Tionghoa Marga 王 , sedikit dibelakang bangunan lebih tepatnya agak
kesamping belakang terdapat lima ruangan atau oven yang menjadi tempat untuk
proses pembakaran jenazah bagi siapa saja yang ingin menggunakan jasa Yayasan
Sosial Marga Raja ini (untuk umum), dan dibagian belakang terdapat kawasan
perkuburan yang tersusun rapi dan indah,kuburan ini yang menjadi khas dari
Yayasan Sosial Marga Raja karena yang dimakamkan di kawasan ini hanya etnis
Tionghoa bermarga Raja “Ong” saja dan menjadi objek kajian penulis.

Gambar 4.2 & 4.3 : Bangunan Utama Yayasan Marga Raja tampak samping dan depan

50

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4.4 : tempat penyimpanan abu jenazah Gambar 4.5: Gedung Aula
Sumber dokumentasi : Winda Ayutia N, 2019

Selain menerima kegiatan pemakaman dan peng-kremasian ada beberapa


kegiatan lain yang dilakukan di yayasan sosial ini seperti prosesi Kongtek, upacara
Ullambana, ziarah kubur atau Cheng Beng, Sembahyang arwah leluhur (Pho to)
dan yang lainnya. Yayasan Sosial Marga Raja juga sudah cukup dikenal di
lingkungan sekitar Kecamatan Tj. Morawa karena yayasan sosial ini rutin
melakukan kegiatan sosial seperti berbagi sembako kepada masyarakat,
masyarakat biasanya mengenal atau menyebut yayasan ini dengan sebutan
kuburan “Ong”. Selain itu Yayasan Sosial Marga Raja juga berlokasi di pinggir
jalan protokol sehingga aksesnya mudah untuk ditemukan dan banyak orang yang
melintasi lokasi ini.
Dibawah ini merupakan salah satu kegiatan yang sedang berlangsung di
Aula Yayasan Sosial Marga Raja ketika penulis sedang melakukan penelitian.

Gambar 4.6 : sedang berlangsung tradisi bakar rumah (Kong tek)


di Aula YS Marga Raja.

51

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN

DATA DIRI INFORMAN


Informan 1
Nama : Bapak Acai
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku : Etnis Tionghoa
Keterangan : Pengelola Yayasan Marga Raja

Informan 2
Nama : Bu Wati
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku : Etnis Tionghoa
Keterangan : Pekerja pengurusan jenazah

Informan 3
Nama : Zulkifli
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku : Batak
Keterangan : Penggali kubur

Informan 4
Nama : H. Pasaribu
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku : Batak
Keterangan : Pekerja di Yayasan Marga Raja

52

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN SIMBOL OBJEK

Tanda Makna
Membakar Hio/Dupa untuk Hio artinya wangi dan harum. Hio
sembahyang berasal dari bubuk kemenyan atau kayu
gaharu/kayu cendana yang memiliki
aroma. Makna konotatif membakar hio
untuk bersembahyang adalah
melakukan komunikasi transendental
dengan esensi yang diyakini
keberadaannya melewati eksistensi.
Pada peristiwa kematian, lidi hio
biasanya berwarna hijau sebagai simbol
duka.
Sajian makanan di atas meja altar Makanan merupakan simbol kehidupan.
Sajian makanan diatas meja altar
sembahyang orang mati dalam tradisi
Tionghoa memiliki makna konotatif
yaitu tanda bakti dari anak kepada
orangtua yang meninggal.
Lilin putih atau merah yang dibakar Ketika lilin dibakar, lilin memberikan
dimeja altar cahaya terang, tetapi pada saat yang
sama lilin juga meleleh/mengorbankana
dirinya. Makna konotatif lilin adalah
memberikan atau melambangkan
terang, kebaikan, kasih sayang yang
mengiringi perjalanan almarhum. Lilin
merupakan objek yang banyak
ditemukan dalam tradisi Tionghoa
karena menyimbolkan kebaikan serta
semangat rela berbagi dan berkorban

53

Universitas Sumatera Utara


untuk sesama.
Membakar kertas uang perak dan Membakar memiliki makna konotatif
rumah-rumahan mengirimkan. Kertas uang perak dan
rumah-rumahan memiliki makna
konotatif bekal bagi almarhum di
akhirat, sebagai simbol penghubung
antara yang hidup dan yang sudah
meninggal, merupakan sikap budi bakti
memperlakukan mendiang seolah-olah
masih hidup diantara kita.
Abu dupa yang tekumpul didalam hiolo Melambangkan “abu yang meninggal”.
[wadah berisi abu gosok untuk Makna konotatifnya sebagai
menancapkan hio yang telah dipakai “Penyambung/refresentasi” almarhum.
sembahyang] Ini terkait filosofi kematian pada etnis
Tionghoa bahwa meskipun sesorang
sudah meninggal, bukan berarti
hubungna putus begitu saja. Tali kasih
masih terus dipelihara melalui ritual
sembahyang secara rutin, di meja abu di
rumah. Meja abu adalah altar tempat
meletakkan hiolo dan foto almarhum.
Air kembang untuk membasuh muka Membasuh muka dengan air kembang
orang-orang yang baru kembali dari memiliki makna konotatif
pemakaman. memebrsihkan muka/kepala atau
pikiran agar melupakan (tidak teringat)
wajah almarhum sehingga tidak ada
duka berkepanjangan.

54

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN HASIL WAWANCARA

Nama : Bapak Acai


Jenis Kelamin: Laki-laki
Suku : Tionghoa
Keterangan : Pengelola Yayasan Sosial Marga Raja
HASIL WAWANCARA
Tanggal : 17-01-2020
Waktu : 09:50-10:10
Tempat : di Yayasan Sosial Marga Raja
NO HASIL WAWANCARA
1. Pertanyaan :
Sudah berapa lama Yayasan Sosial Marga Raja ini ada pak ?
Jawaban :
Yayasan Sosial Marga Raja sudah ada sejak kurang lebih hampir 20
Tahun dilokasi ini.
2. Pertanyaan :
Berapa luas Yayasan ini dan apa saja yang tersedia di yayasan ini ?
Jawaban :
Luas yayasan ini secara keseluruhan kurang lebih ada 7 ha. Yang terdiri
dari lokasi perkuburan khusus marga Raja yang terletak dibelakang
bangunan utama, juga terdiri dari bangunan Aula yang berada disebelah
bangunan utama, yayasan ini juga menerima layanan krematorium tepatnya
dibelakang bangunan utama terdapat lima kamar-kamar yanng disediakan
untuk prosesi pembakaran jenazah. Bangunan utama terdiri dari 3 lantai
masing-masing lantai disediakan tempat seperti loker-loker untuk
menyimpan abu jenazah. Selain tempat perkuburan dan kremasi yayasan
ini juga mejadi tempat berbagai kegiatan sembahyang dan peribadatan
umat Tionghoa
3. Pertanyaan :
Apakah Yayasan ini buka setiap hari ? dalam sehari mampu melayani

55

Universitas Sumatera Utara


berapa jenazah biasanya pak ?
Jawaban :
Ya, yayasan ini buka setiap hari.
Yayasan ini lebih sering menerima jenazah yang akan dikremasi, karena
untuk kremasi tidak mesti orang yang bermarga wang dan persiapan
prosesi kremasi lebih singkat dibandingkan dengan mempersiapkan prosesi
perkuburan yang harus menggali tanah dan menyemennya terlebih dahulu.
Rata-rata perhari bisa ada 3 sampai 5 orang namun juga kadang hanya 1
atau 2 orang saja.
4. Pertanyaan :
Bagaimana jika ada orang yang ingin dimakamkan dipemakaman ini ?
bagaimana dengan prosesnya ? apa bisa dipesan sebelumnya pak ?
Jawaban :
Ya, makam ini bisa dipesan untuk orang yang ingin mempersiapkan tempat
kematiannya, orang kita bilang “Sangkong” biasanya mereka datang untuk
memilih lokasi tanah beserta dengan ukuran luas tanah yang mereka
inginkan, mereka juga bisa memesan lebih dari satu makam disini.
5. Pertanyaan :
Apa yang membedakan yayasan ini dengan yayasan lainnya pak ?
Jawaban :
Yang membedakan yayasan ini dengan yang lainnya hanya lokasi
perkuburan yang disediakan disini khusus marga Raja 《 王 》 sebagai
perkuburan keluarga sesuai dengan nama dari yayasan ini.
6. Pertanyaan :
Apakah Yayasan Sosial Marga Raja juga menyediakan fasilitas bagi
kegiatan keagamaan seperti perayaan imlek, perayaan Ullambana, Cheng
Beng atau yang lainnya pak ?
Jawaban :
Ya, yayasan ini tidak hanya menerima kegiatan untuk kematian saja tetapi
juga memberikan fasilitas lain untuk berlangsungnya tradisi-tradisi orang

56

Universitas Sumatera Utara


Tionghoa seperti perayaan imlek, Cheng Beng, tradisi Kongtek dan yang
lainnya. Yang selalu dirayakan oleh orang Tionghoa sesuai dengan
kalender Cina.

Nama : Bu Wati
Jenis Kelamin: Perempuan
Suku : Tionghoa
Keterangan : Pengurus jenazah
HASIL WAWANCARA
Tanggal : Agustus 2020
Waktu : 11:30-14:00
Tempat : di Aula Yayasan Sosial Marga Raja
NO HASIL WAWANCARA
1. Pertanyaan :
Apa saja yang perlu dipersiapkan pada kematian etnis Tionghoa ?
Jawaban :
Ada banyak sekali perlengkapan yang perlu dipersiapkan jika ada kematian
diantaranya seperti peti mati, pakaian yang akan dikenakan jenazah dan
juga keluarga yang berduka, tempat persemayaman, meja altar, hidangan
untuk tetamu maupun hidangan untuk yang meninggal, berbagai pernak-
pernik tanda ada yang meninggal hingga ke persiapan akan dilakukan
kremasi atau pengkuburan pada jenazah yang meninggal.
2. Pertanyaan :
Secara umum ada berapa tahapan yang dilakukan dalam prosesi upacara
kematian pada etnis Tionghoa ?
Jawaban :
Ada tiga tahapan yang dilakukan secara umum : Pertama, Persiapan.
Kedua, Pelaksanaan. Ketiga, Pasca-Pemakaman(masa berkabung). Pada
tahap persiapan yang perlu dipersiapkan seperti peti mati, pakaian untuk
jenazah dan pakaian untuk keluarga yang berduka, tempat persemayaman

57

Universitas Sumatera Utara


dan perlengkapan lain sewaktu jenazah masih disemayamkan dirumah
duka, Jenazah disemayamkan beberapa hari dirumah duka sembari
sembahyang dan mencari hari baik untuk dilakukannya pemakaman.
Berapa lama waktu persemayaman biasanya tergantung pada perhitungan
hari baik yang dilakukan oleh keluarga yang berduka. Pada tahap
pelaksanaan terbagi kedalam tiga upacara utama yaitu, upacara sebelum
masuk peti mati, upacara masuk peti dan tutup peti, dan upacara
pemakaman. Dan pada tahap pasca-pemakaman yaitu masa berkabung
yang memakan waktu relatif tidak sebentar.
3. Pertanyaan :
Apa saja yang ada dimeja altar ?
Jawaban :
Biasanya yang ada di meja altar berupa sepasang lilin putih atau merah,
bunga, foto almarhum, Hiolo, taplak meja berwarna putih atau merah,
wadah berisi abu gosok atau beras untuk menancapkan hio/dupa setelah
dipakai sembahyang, dan wadah kaleng atau tembikar tempat membakar
kertas uang perak.
4. Pertanyaan :
Apa saja hidangan atau sajian untuk almarhum ?
Jawaban :
Biasanya hidangan yang disajikan untuk almarhum berupa nasi putih, lauk
yang disukai almarhum terdiri dari tiga macam, air putih, teh, tak lupa
arak, manisan dan buah-buahan. Jika orang meninggal dan pasangannya
juga telah meninggal, maka nasi putih, air putih dan teh termasuk sendok
dan garpu disediakan masing-masing dua.
5. Pertanyaan :
Boleh ibu jelaskan sedikit dari awal jenazah berada dirumah duka sampai
akan dibawa keperkuburan itu tahapannya seperti apa ?
Jawaban :
Awalnya setelah jenazah dikatakan meninggal maka kita akan persiapakan

58

Universitas Sumatera Utara


dulu beberapa perlengkapannya, kemudian jenazah dibersihkan diganti
pakaiannya dengan beberapa lapis pakaian yang jumlahnya harus ganjil,
kemudian diberikan wangi-wangian, jika perempuan maka akan dirias
sedikit pada wajahnya, kemudian dimasukkan kedalam peti mati yang
terlebih dahulu juga sudah dipesiapkan seperti telah ditaburi dengan bubuk
kopi dan teh yang bertujuan agar menyerap cairan berbau yang
kemungkinan berasal dari tubuh jenazah, lalu ditimpa dengan perlak dan
kain putih. Didalam peti selanjutnya dimasukkan juga beberapa pakaian
seperti baju atasan dan bawahan juga pakaian dalam milik almarhum
(pakaian ini disusun disisi/tepi peti) kemudian jenazah dimasukkan
kedalam peti ada tradisi pada etnis tionghoa setelah jenazah dimasukkan
kedalam peti kemudian anggota keluarga mematahkan sisir menjadi dua
bagian, atau salah seorang pasangan dari almarhum sebagai tanda bahwa
telah berakhirlah hubungan suami istri antar keduanya. Selanjutnya peti
jenazah diisi dengan kertas uang perak (uang akhirat) sampai penuh hingga
menutupi jenazah sampai yang terlihat hanya bagian mukanya saja.
Selanjutnya adalah upacara tutup peti. Jenazah akan disemayamkan
beberapa hari dirumah duka sembari sanak saudara dan keluarga
mendoakan almarhum dan mencari hari baik untuk selanjutnya prosesi
penguburan jenazah.
6. Pertanyaan :
Saya telah menyaksikan prosesi perkuburan keluarga 王 yang meninggal
beberapa waktu lalu, setelah peti dimasukkan kedalam lubang liang lahat,
kemudian para keluarga almarhum dan biksu mulai berdoa, pada saat
berlangsungnya doa-doa yang dipmpin oleh tiga orang biksu ada saatnya
keluarga yang dipimpin biksu mengelilingi peti sebanyak 3x, boleh
diceritakan maksudnya bu ?
Jawaban :
Itu namanya Se Kuan, mengelilingi makam sebanyak tiga kali, putaran
pertama keluarga dipimpin biksu sembari terus melantunkan doa-doa lalu

59

Universitas Sumatera Utara


masing-masing anggota keluarga mengambil gumpalan-gumpalan tanah
untuk selanjutnya dileparkan kedalam lubang liang lahat, pada putaran
kedua masing-masing anggota keluarga mengambil bunga dan
menaburkannya kedalam liang lahat, dan putaran ketiga masing-masing
keluarga diberi sebuah kantung plastik sebagai wadah untuk menerima Go-
Khok berupa bijian-bijian yang akan dilemparkan biksu kepada keluarga,
hal ini memiliki arti semakin banyak mendapat biji-bijian akan semakin
banyak rezeki yang mereka peroleh.Dalam tradisi etnis Tionghoa istilah ini
artinya adalah selama hidup almarhum telah memberikan rezeki kepada
anak cucu kemudian harus ditampung yang artinya anak-anak telah
menerima rezeki dari almarhum.
7. Pertanyaan :
Pada prosesi pemakaman hari ini, jenazah menganut ajaran apa bu ?
Jawaban :
Ajaran Budha.
8. Pertanyaan :
Apakah etnis Tionghoa dalam menentukan letak makam menerapkan ilmu
fengshui bu ?
Jawaban :
Ada yang pakai ilmu fengshui, mereka panggil orang yang ahli fengshui,
namun ada juga yang hanya menyesuaikan arah makam yang ada diarea
pemakaman tanpa bertanya pada ahli fengshui. Karena untuk masa
sekarang ini sudah sulit mencari lokasi atau lahan yang benar-benar sesuai
dengan yang seharusnya seperti membalakangi gunung dan menghadap
laut, sehingga menyesuaikan saja.

Nama : Pak Zulkifli


Jenis Kelamin: laki-laki
Suku : Batak
Keterangan : Penggali Kubur
HASIL WAWANCARA

60

Universitas Sumatera Utara


Tanggal : 19-01-2020
Waktu : 11:30-12:10
Tempat : di perkuburan
NO HASIL WAWANCARA
1 Pertanyaan :
Berapa ukuran lubang makam ini pak? apakah ada ukuran khusus yang
diberikan kepada bapak sebelum menggali lubang makam ini ?
Jawaban :
Tidak ada ukuran khusus yang diberikan keluarga, lubang ini berukuran
yaitu 225 cm x 110 cm dengan kedalaman yang tidak diukur.
2. Pertanyaan :
Bagaimana dengan dalam lubang makam?
Jawaban :
Tidak ada ukuran berapa dalam lubang makam, seperti yang saya buat ini
hanya agar peti mati tidak berada diatas permukaan tanah dan bisa dikubur
petinya. Namun umunya mereka meminta saya agar tidak terlalu dalam
menggali lubang, supaya proses pembusukannya tidak memakan waktu
yang lama.
3. Pertanyaan :
Mengapa bentuk dari makam etnis Tionghoa khas, besar-besar dan terlihat
sangat mewah seperti ini?
Jawaban :
Makam yang terlihat mewah dan besar ini adalah makam orang yang
semasa didunia berkecukupan secara materi, etnis Tionghoa menganggap
kehidupan setelah kematian sama seperti ketika didunia sehingga semakin
berkecukupan materinya maka akan semakin terlihat mewah makamnya,
bentuk dari makam etnis tionghoa pada umumnya sangat khas sehingga
kita bisa membedakannya dari makam agama yang lain, konon bentuk dari
makam etnis Tionghoa memiliki filosofi seperti bangunan-bangunan khas
rumah-rumah yang ada didataran negeri Tiongkok sana.

61

Universitas Sumatera Utara


4. Pertanyaan :
Paling mewah makam yang ada menggunakan material batu jenis apa ?
Jawaban :
Bahan baku bangunan yang digunakan untuk kuburan etnis tionghoa tentu
berbeda-beda, untuk yang mahal dan bagusnya mereka membangun
makam dengan bahan baku batu Marmer yang dipesan khusus.
5. Pertanyaan :
Pada umumnya berapa biaya yang dibutuhkan untuk membangun makam ?
Jawaban :
Biaya yang dibutuhkan untuk membangun makam sangat bervariasi,
tergantung dengan luas tanah dan jenis bahan baku yang digunakan, namun
yang pasti harga sebuah makam etnis Tionghoa bisa sampai Ratusan Juta
Rupiah bahkan lebih. Mereka sangat memperhatikan hal ini.

Nama : H. Pasaribu
Jenis Kelamin: laki-laki
Suku : Batak
Keterangan : Pekerja bagian kremasi
HASIL WAWANCARA
Tanggal : 19-01-2020
Waktu : 10:30-11.00
Tempat : di perkuburan
NO HASIL WAWANCARA
1. Pertanyaan :
Sebagai pekerja bagian kremasi, apakah bapak juga ikut serta dalam
prosesi penguburan ?
Jaawaban :
Iya, saya juga membantu dalam proses penguburan namun saya lebih
sering menangani proses kremasi.
2. Pertanyaan :

62

Universitas Sumatera Utara


Sebagai orang yang bekerja bagian kremasi dan ikut serta juga dalam
proses pernguburan, boleh bapak ceritakan sedikit perbedaan dan
pengalaman bapak selama bekerja disini?
Jawaban :
Bedanya kalau kremasi, jenazah yang dibawa kesini sudah siap untuk
dilakukan pembakaran, sudah berada didalam peti dengan segala isinya,
sama seperti jenazah yang akan dikubur. Berat petinya bisa sampai
seratusan kilogram, tiap-tiap jenazah berbeda-beda lama waktu kremasi
tergantung dengan berat dan isi peti, untuk satu peti akan memakan waktu
2-3 jam proses peng-ovenan hingga hancur menjadi debu. Selanjutnya sisa-
sisa dari tulang jenazah akan dimasukkan kedalam wadah dan disimpan
digedung utama. Kalau penguburan saya hanya ikut bantu sedikit-sedikit
biasanya saya lebih banyak membantu pembersihan area makam jika sudah
mendekati hari-hari perayaan ziarah makam pada penanggalan kalender
cina.

63

Universitas Sumatera Utara


Foto Bersama Narasumber dan Dokumentasi

Foto bersama Saikong setelah memimpin upacara kongtek di Aula


Yayasan sosial Marga Raja

Foto salah satu makam Marga 王 foto tempat penyimpanan abu dilantai 1

Foto Peti dimasukkan keliang lahat foto keluarga sedang berdoa kepada abu
Jenazah yang baru saja dikremasi

64

Universitas Sumatera Utara


Foto lampion, lilin, dupa untuk upacara foto Biji2an/Go Khok

Foto Biksu sedang memimpin upacara foto kain blacu yang dipakai dilengan
atas sebelah kanan (anggota keluarga
yang berduka)

65

Universitas Sumatera Utara


IDENTITAS DIRI

Nama : Winda Ayutia Ningrum


Nim : 160710005

Tempat dan Tanggal Lahir : Tinjowan, 15 Juni 1998

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara

Alamat Rumah : Perumahan PT Milano Pinang Awan Kecamatan


Torgamba, Kabupaten Labuhanbatu Selatan
Provinsi Sumatera Utara.

Telp/Hp : 0812-6049-7788

Alamat E-mail : Windathia09@gmail.com

66

Universitas Sumatera Utara


苏北大学
中文系本科生毕业论文

论文题目:苏北德里区太原王氏宗亲会规定的土葬程序

学生姓名 : 温大
学号 :160710005
导师姓名 : 温霓莎
学院 : 人文学院
学系 :中文系

苏北大学中文系
2020 年 12 月 23 日

67

Universitas Sumatera Utara


摘要

论文题目是:“ 苏北德里区太原王氏宗亲会规定的土葬程序。本研究旨在描
述中国“王”族的丧葬仪式、谁在 棉兰太原王氏宗亲会。本文使用的理论
是 Koetjaraningrat 提出的理论。本研究采用实地研究的方法、辅以图书馆
研究的定性研究方法。本研究采用观察和访谈的方法收集数据。本研究的结
果本研究旨在描述“王”族的丧葬仪式、谁在 棉兰太原王氏宗亲会。广义
上讲、中国民族送葬可分为三个阶段:第一阶段(葬礼前准备)。第二(葬礼仪
式阶段)、第三(葬礼后)。总的来说、华人的殡葬传统、无论是佛教、儒教
还是道教、即使是客家、客家、Tiochiu、海南或其他部落、也没有太大的
差别。在中华民族送葬仪式的实施中、最重要的是获得价值、即对死者奉献
的价值、社会表现的价值和服务转移的价值。这些差异通常是华人在其一生
中所生活的地方文化适应的结果。
关键词:葬礼仪式、华人家族王、中国的民族文化

Universitas Sumatera Utara


目录
摘要····························································································································ii
目录............................................................................................................................iii
第一章绪论 ........................................................................................................ 1
1.1 研究背景............................................................................................................1
1.2 研究目的............................................................................................................2
1.3 研究现状............................................................................................................2
1.4 研究方法.............................................................................................................4
第二章概念 ........................................................................................................ 5
2.1 概念......................................................................................................................5
2.1.1 文化 ..............................................................................................................5
2.1.2 仪式 ..............................................................................................................5
2.1.3 华人葬礼 ......................................................................................................6
2.1.4 华人家族王 ..................................................................................................6
2.2 理论基础 .............................................................................................................6
第一章苏北德里区太原王氏宗亲会规定的土葬程序 ........................................ 8
3.1 葬礼前准备 .........................................................................................................8
3.2 葬礼仪式阶段 ......................................................................................................9
3.2.1 进入棺材之前的仪式 ..................................................................................9
3.2.2 板条想进入和封底仪式 ..............................................................................9
3.2.3 葬礼队伍 ......................................................................................................11
3.3 葬礼后 ..................................................................................................................15
第四章结论 ........................................................................................................ 16
4.1 结论 .....................................................................................................................16
4.2 建议 .....................................................................................................................17
参考文献....................................................................................................................18
致谢............................................................................................................................21

ii

Universitas Sumatera Utara


iii

Universitas Sumatera Utara


第一章绪论
1.1 选题背景

度尼西亚共和国是第四个世界上人口最多的国家,另一种常用的名字是
群岛,印尼是世界上最大的群岛,分为五大岛屿从沙璜在亚齐的尖端在巴布亚
Merauke 由各种民族、语言、宗教和文化。印度尼西亚的历史受到许多其他
国家的影响,包括在 7 世纪建立了 Srivijaya 王国,这是一个基于巴伦邦的
印度教-佛教帝国。然后,Srivijaya 王国与中国、印度和阿拉伯国家建立
了宗教和贸易关系。中国人进入群岛开始于数千年前中国人的祖先通过贸易
活动的浪潮。中国的词(或 Tionghwa)的闽南语方言词中华(中华)。在汉语
术语中华民族(中华民族)这意味着“中华民族”,也就是说,一个国家来自中
国的国家(中国),或中国(根据闽南语方言)或由西方世界被称为中国的土地。
(Wikipedia Tionghoa-Indonesia, 2020 年 2 月 19 日)。
“王族”在闽南语的拼写中是“Ong”, 客家拼法中的“Bong”, "衡"
在潮汕拼法中,和粤语中的“ Wong”。 普通话中的“ Wang”或“ Ong”
一词意为“国王”。最初使用这个词作为姓氏,是因为祖先王(阿尔加)来自
于商朝和周朝统治时期的皇室后裔, 所以人们叫它“王贾”汉字(王家)这意
味着它来自皇室家族, 然后他们的后代开始使用这个词王(王)家族的名称来
代替原来的. 除了作为中国最大的公路之一,据小道消息,印尼华人的生活谁
有河南王(王)有趣的了解文化和习俗王在他的生活中由于家族的祖先是帝国
的后裔在商、周王朝的统治你想了解的事情之一的生活中文-印尼(属于河南
王的人(王)是如何进行的传统的死亡过程。
在中国人的信仰中死亡时有两种方法, 即第一种是埋葬或埋葬,第二
种是火化或在尸体中燃烧, 这两种方法都很好,只是每个华人都有自己的理
由来选择,或者在某些情况下,死者或他自己的身体在他生前就他的遗愿给
了家人. 在这种情况下,本人兴趣的是讨论如何送葬队伍是由中国伦理学王
(王)。因此本人知道更多关于华人的葬礼的过程与一个特殊的对象,即河南
王的印尼华人少数民族(王). 本人之所以选择位于Deli Serdang区Tanjung

Universitas Sumatera Utara


Morawa区Bangun Sari村的Marga Raja公墓基金会。是因为Marga Raja葬礼
基金会(王)是提供火葬场(火葬)的基金会,也为所有华人社区提供了一
个存放骨灰的地方,有趣的是河南拉贾葬礼基金会(王)还提供了一个埋葬的
地方,但是提供的墓地河南葬礼基金会(王)是一种特殊的墓地等河南拉贾家
的丈夫(家族的主人王),妻子和孩子。然而, 如果一个女儿已经有了丈夫,
就不允许在这个墓地下葬,因为一个结了婚的女孩会被认为是跟随她丈夫的
家族,而她的丈夫已经不再是王家了。因此,本人希望能更深入地了解华人
的丧葬程序, 尤其是河南王,因为在这个地方唯一的家族坟墓河南王在北苏
门答腊. 棉兰太原王室宗亲会 也 河南拉基金会也崇拜等华人的地方祈祷,
和一个地方参观陵墓朝圣或朝圣的骨灰在殿里, 这个基金会还举行了重要的
庆祝活动这是为了纪念成清明节。
河南拉贾基金会(王)是一个社会基础,不仅是为华人社区也经常进行积
极的社区基金会的活动区域等社会服务的形式分发食品周边社区,使社区
Bangun Sari乡村地区和环境可以感受到良好的影响的存在这个社会基础。
因此,通过这项研究,可以获得关于所研究问题的深入信息,并最终为社区
提供有用的知识。

1.2 研究目的

根据问题的表述,本研究要达到的目标如下:
1. 本研究的目的是描述如何送葬队伍由华人,尤其是河南王, 葬在河
南拉贾葬礼基金会在得力沙登北苏门答腊。

1.3 研究现状
Depimadona (2017) 在其期刊《Ritual kremasi etnis Tionghoa di
rumah duka Rumbai Pekanbaru 》.中解释了中国民族遗骸火葬仪式的顺序
从一开始就是家庭会议来确定。 本文通过一个丧葬的过程,帮助笔者了解
中国民族的火葬仪式与中国民族的死亡仪式并没有太大的区别。

Universitas Sumatera Utara


Fauziah(2019) , 在 她 的 论 文 《 Upacara Kematian dan Budaya
Berkabung di Kalangan Masyarakat Cina Benteng Tangerang Kota》。提
到神圣的送葬仪式是 Benteng China 的人们一直在进行的死亡仪式,从葬礼
到葬礼仪式再到葬礼会。这篇论文帮助本人呈现了本顿中国人的死亡仪式的
各个阶段,其过程与本人以论文的形式所回顾的研究并没有太大的不同。
Kartini (2018), 在 她 的 论 文 《 Analisis Ambang Batas Lahan
Pemakaman di Kota Makassar 》。本研究解释,印尼有不同的埋葬方式和
墓地管理方式。因为丧葬与土地有关,而土地又与公共利益有关。通过本文
的研究,笔者了解和了解了印度尼西亚的墓葬遗址和墓葬管理的相关法律。
Widia (2017), 在 她 的 论 文 《 Perbedaan Upacara Kematian Etnis
Tionghoa Ajaran Buddha Dan Konghucu di Malang》。本研究解释, 中解
释了佛教华裔死亡仪式与东方玛琅市儒教死亡仪式之间的差异爪哇,中国佛
教教义的丧葬仪式阶段与中国儒家教义的死亡仪式阶段之间的区别,包括葬
礼仪式和带有火化队伍的死亡仪式。笔者了在论文中比较了中国佛教死亡仪
式与儒家教义的不同之处,从开始进入胸前照顾尸体,祈祷的差异,烧纸的
传统的差异,祈祷桌上的供品的差异。 ,以及在葬礼上发现的其他设备。
玛琅的佛教和儒家华裔。本文可帮助作者找到有关华人佛教与儒家文化差异
的信息,特别是在进行的丧葬仪式上。
姚振强 (2019) “从丧祭礼仪看中西文化差异” 他们在《中国文化的
丧礼》一书中说,他们在《中国文化的丧礼》中运用了孔子的死亡哲学. 这
种死亡哲学是一种悲伤和虔诚的崇拜。重要的是,在进行死亡仪式的各个阶
段,意味着他们是孝顺的。例如,当父母去世,他的孩子进行死亡仪式,这
是一种服务,虔诚和礼物给他们的父母。然后中国文化的丧礼和死亡礼仪,
如果有一个“皇帝”死了,王子说他死了,学者说他死了,医生说他死了,
每个人都说他死了。只有穷人会死。死亡被“世俗”所掩盖。葬礼表达了生
命的荣耀。仪式理论认为:“葬礼上,死者是由生者装饰的,大象是用来生
死者的。” 把死者当作活人来对待是一种高尚的礼貌,但这并不是。中国

Universitas Sumatera Utara


文化对生活的理解与西方文化的理解相反。丧礼在西方文化中是非常简单的。
西方墓地更多的是为死者祈祷,希望他们的灵魂能尽快升入天堂,将他们从
尘世的痛苦中解脱出来。通过这篇文章,这篇论文帮助本人者从更广泛的角
度来理解中国文化和非中国文化的礼仪死亡礼仪,即西方文化的死亡。

1.4 研究方法
描述法
本研究为描述性质的研究。描述性研究是以事实为基础,描述研究对
象的现状的研究。这项研究可以揭示问题或情况,因为他们只有事实的披露
(Moleong, 2008: 6)。数据源得到本研究的观察,对告密者的采访,目睹了送
葬的华裔人之一的河南王发现河南葬礼过程在河南王拉贾熟食Serdang基金
会,北苏门答腊。

Universitas Sumatera Utara


第二章概念

2.1 概念

概念是思想的草案,将通过专家的理解和理解以具体方式表达。 概念
是指抽象为具体术语的设计,思想或含义,是对象的心理意象,或者是大脑
用来理解其他事物的语言之外的任何事物(KKBI,1990:456)。
这一概念旨在形成基本使用的术语,并分享对将要研究的内容的看法,
避免可能模糊研究目标的误解。本研究将使用几个概念作为下一章讨论的基
础,即:

2.1.1 文化
Koentjaraningrat(1986:180)说:“文化是社区生活中思想,行动
和人类工作的整个系统,被用作印度尼西亚国家学习的指南。 Ki Hajar
Dewantara(1987:65)的观点是印度尼西亚民族的指导思想,它指出文化
是人类思想的果实,即在人类生活得以证明的斗争中的自然与时代(自然与
社会) 克服生活和生计中的各种障碍和困难,以实现最终有序与和平的安
全与幸福。
在 Poerwodarminta(1987: 156)编撰的印尼语词典中,文化是人类心
灵活动和创造的结果,如信仰、艺术、习俗等。文化的形式包含在本研究还
开展一系列的仪式游行的死亡仪式的祖先的遗产仍然保留到今天发现在佛教
民族一般和正在研究的一个作者是华人家族在北苏门答腊省王。

2.1.2 仪式
仪式是一种由社会习俗或可适用的法律所规范的活动体系或一系列行
动,这些法律与通常在有关社区发生的各种事件有关(Koentjaraningrat,
1980: 140)。赫兹认为,死亡仪式是一种死亡仪式,通常由人类在习俗和社
会结构的背景下,以集体观念的形式进行。死亡仪式包含着文化价值,可以
作为共同生活的参照和未来生活的准备。这些价值观包括相互合作的价值观、
人道主义价值观和宗教价值观。

Universitas Sumatera Utara


丧礼是中国文化中最重要的仪式之一,所以直到今天,华人仍在进行
丧礼。仪式的阶段越长,家庭被认为是更顺从和对祖先的奉献。

2.1.3 华人葬礼
根据印尼大字典(KBBI)的说法,坟墓是埋葬尸体的地方,或者是地上
的一个洞,用来存放或埋葬死去的人。坟墓”这个词来自于“坟墓”的词根,
来自阿拉伯语,意思是埋葬、插入、忘记、埋葬。每个华人都有不同的死亡
仪式,其不同之处在于华人的宗教信仰和种族。到目前为止,已经对华人的
尸体进行了两种方法,一种是埋葬/掩埋,第二种是将尸体火化或焚烧。
对于有宗族的华人来说,由死者家属的尸体进行的送葬过程,由送葬
仪式的几个阶段组成,研究人员将在本文的讨论中解释,这包括三个阶段,
即第一阶段,准备阶段。在这一阶段,所有的家庭成员都准备好了进行死亡
仪式所需的设施和基础设施。二,实施。 这个阶段是 in 仪馆休息的时间,
直到尸体被带到墓地。 第三,葬礼。 家庭阶段进行哀悼,警告和尊重。

2.1.4 华人家族王
华人被称为多民族,意思是有许多种类的民族。据史料记载,中国共
有氏族约 1.2 万。单字符部落达到 5000 个,多字符部落达到 4000 个,剩下
的部落从 3(3)个字符到 9(9)个字符。其中一个是中国民族的族王(拼音:王)
这意味着国王。王氏家族的起源可以追溯到 5000 年至 8000 年前,当时的中
国社会还是母系社会。两个字符兴(姓)和史(氏)家族的意义实际上不同用法。
随着华人社区的社会结构变得更加复杂,Xing 指的是氏族,Shi 指的是三 k
党(中文氏族的起源-维基百科:2020 年 2 月 19 日)。
Marga 在中国民族文化中有高低之分。这一观点主要出现并流行于晋
代及其后。这是因为地阳制与印度的种姓制度有相似之处。

2.2 理论基础
在讨论一个问题时,理论可以作为一个思维框架的基础。所使用的理
论基础应该是所有讨论的基础。本研究采用的理论基础是 :

Universitas Sumatera Utara


描述和研究氏族的丧葬程序。王在这项研究中,作者用提出的理论
Koetjaraningrat(1992: 252 - 253),即每一个宗教仪式可以分为四部分,即;
仪式的地点,在仪式中,仪式的对象和手段,以及主持或主持仪式的人。
a. 神圣仪式的地方,通常是一个地方预留和未经授权的人不应该去。
举行婚礼的地点可以设在家庭内部。在这项研究中,坟墓或墓地和
房子的地方作为传统的死亡仪式的地方的华人河南王的家庭。
b. 根据 Koentjaraningrat(254-255)的说法,仪式的时间是非常关键
的,而且充满了神奇的危险。这些通常是不断重复的时候,平行宇
宙的运动的节奏。
c. 仪式用品是用于进行宗教仪式的工具。这些工具可以像一个容器服
务,小工具,如勺子,旗帜刀等。随处可见的仪式工具是雕像,它
们具有象征神或祖先精神的功能,这是仪式的目的。
d. 主持仪式的人,是世界上各民族各宗教宗教仪式的领导者,我们通
常可以把他们分为三个群体,分别是:祭司、萨满和萨满。

根据 Koentjaraningrat(2002: 204)的说法,宗教仪式是一种信仰体
系,是上帝、神灵、神、天堂和地狱的概念,但也有一种仪式形式,有季节
性的,也有偶发的。

Universitas Sumatera Utara


第三章苏北德里区太原王氏宗亲会规定的土葬程序

3.1.葬礼前准备
中国民族丧葬程序的第一阶段,即所谓的准备阶段。在这个阶段,必
须制造一些与逆境(死亡)有关的设备。装备包括棺材、衣服和休息的地方。
一. 棺材
在中国的民族传统中,棺材被比作他们死后要住的“房子”。这就是
为什么一些死者的物品会和尸体一起放进棺材的原因。中国传统的棺材是用
厚重的原木制成的,通常使用柚木。为死者父母购买的棺材的质量反映了一
个孩子的奉献精神。中国民族传统认为,棺材越贵,孩子越孝顺。
王的家庭谁是被研究者研究的对象没有提前准备棺材,但是王家庭正在
研究准备了坟墓。在中国文化中,它被称为“桑空”,是丈夫和妻子在临死
前所定规的坟墓,而“苏淇”则是单独定规的坟墓。王家族,研究者正在研
究已经准备坟墓自从她丈夫还活着,这意味着王家族世卫组织目前正在研究
订单”唱香港“准备死亡。

图 3.1 :“sangkong”坟墓定购一对.

资料来源:Winda Ayutia N, 2019年

二. 衣服

在中国民族的丧葬传统中,有两种服装是为送葬准备的。这类衣服包
括死者(已故的人)将穿的衣服和死者家属将穿的衣服。根据中国民族传统,

Universitas Sumatera Utara


死者的衣服是奇数的三层,五层或七层。尸体穿的分层的衣服象征着为长途
旅行准备的食物。身体越老,穿的衣服就越多。与此同时,那些还年轻的人
通常会穿三层衣服。偶数是禁忌,因为它被认为会导致另一个死亡。
家庭成员的丧服是白色的衣服,上面有四种颜色的印花布,每一种颜
色都用一种别针系在右上臂上。
三. 居住地点
在中国的民族传统中,尸体通常被放置在殡仪馆几天,以及为送葬队
伍寻找一个好日子。如果尸体被埋在殡仪馆,进行祭祀仪式是家庭的责任。
如果身体是这样休息的,仪式将由佛教神职人员进行。但不排除由神职人员
在家中主持葬礼仪式。遗体被埋葬的时间长短通常取决于死者家属对好日子
的计算。在殡仪馆或埋葬遗体的地方,还要准备其他设备。祈祷桌上有三杯
茶,三片白米饭,三种死者通常喜欢的蔬菜,水果,三根小香和一对红蜡烛。

3.2.葬礼仪式阶段
第二阶段,即所谓中华民族实施丧礼的阶段,即从休眠期到丧葬期。
这第二阶段包括三个主要的仪式阶段,即进入胸前的仪式,进入胸合胸的仪
式,以及葬礼仪式(入葬仪式)。在葬礼仪式阶段或插入身体的队伍进入坟墓
洞是本研究的一个重要组成部分,因为这项研究的主要目的是找出葬礼程序
执行的华人家族在河南王拉贾的基础。
3.2.1 进入棺材之前的仪式
在把死者放进箱子之前,死者已经被清洗过,然后穿上好几层衣服,
里面是最好的衣服或者死者生前最喜欢的衣服。在等待死者被装进箱子的同
时,他们的子女和孙辈会烧银钱(以后的钱),同时为死者祈祷。有两个供香
炉的坛,即家庭香炉旁边的坛和客人香炉外面的坛。
3.2.2 板条箱进入和封底仪式
接下来是把遗体放进棺材的仪式,华人有这样做的习俗,即全家人都
要穿丧服。在身体被放入箱子之前,有很多东西需要准备,即先在箱子底部
装满茶粉,然后在上面撒上咖啡粉。这种茶和咖啡粉的目的是吸收或减少液

Universitas Sumatera Utara


体或气味流出身体的可能性。下一步是用柏蜡和白布覆盖或覆盖茶和咖啡粉,
然后在身体的左右两侧插入死者的衣服,如上衣、裤子、内衣等。当尸体被
放进棺材,要把尸体放进棺材,男孩们通常会把它抬起来,伴随着他们的女
儿,孙子和后代的啜泣。然后,通常家庭也参与把死者最喜欢的物品或物品
放进棺材。
有一个传统,是由死者的配偶之一,即当一个妻子被丈夫抛弃,妻子必须
打破梳成两个部分,这意味着两人之间的夫妻关系已经结束,所以死者的精神
不回来找一个伴侣仍然活着。如果丈夫被妻子抛弃,丈夫也会这样做。在合
上箱子之前,两家人分别站在左右两边。家庭的建立必须符合阴阳元素,即
女孩阴在右边,男孩站在左边。在灵柩的收殓仪式上,人们会为死者诵经,
以使道路畅通,圣灵得到神的接纳,同时也会立即为悲痛的家属祈祷,以使
他们获得释放死者的力量和诚意。此外,还邀请家属和哀悼者按照每个哀悼
者的宗教和信仰祈祷,以表达他们最后的敬意。
棺材的下一阶段用钉子紧紧地封闭在每一端,有四个钉子为棺材的四个角点。
通常钉头是圆的,盖上红布。

图3.2 : 钉在四角上的板条箱

资料来源:Winda Ayutia N, 2019年

3.2.3 葬礼队伍

10

Universitas Sumatera Utara


实施阶段是仪式的主要阶段之一,葬礼(插入洞穴的尸体的行列)在马加
拉贾社会基金会的埋葬区进行。为了使每一步都更容易理解,研究人员将在
每一阶段提供编号。
1)第一阶段,2020年1月周六11点30分,家属和尸体抵达玛格·拉贾
社会基金会。
当然,这家人几天前就向基金会的管理层提供了信息。到达墓地
后,棺材从运送遗体的救护车上卸下,然后抬出墓穴,立即投入
前一天准备好的葬礼中。

图 3.3 : 前一天准备好的墓穴。

资料来源:Winda Ayutia N, 2019年

上面的图片使用的墓洞,将尸体,没有标准尺寸的墓洞,但是提到
了这个墓洞源测量 220 cm x 110 cm 的深度测量,根据他的需要
孔的深度,这样胸部不是离地面。据消息来源,也就是掘墓人说,
中国人不太喜欢太深的墓坑,因为它们不需要太长时间分解。然
后,棺材被几个人抬起来,立即放入坟墓的正确位置,如下图所
示 :

11

Universitas Sumatera Utara


图 3.4尸体到达公墓 图 3.5 :尸体被放进坟墓

资料来源:Winda Ayutia N, 2019年

家人开始聚集在墓地前,穿着白色的衣服,三个和尚准备为家人
和尸体祈祷。
2)第二阶段,进入棺材后进入坟墓,所做的是完成坟墓周围的供品,
在左上角有一把香蕉,各种鲜花,和两支红色蜡烛。此外,棺材
上覆盖着白色和红色的布,然后放在身体的腿上或在僧侣和家人
面前,放置了祭品,例如水果,香/香,鲜花,灯笼,蜡烛,蛋糕
和照片 死者。

图 3.6 :供品在左上角。 图 3.7 : 供品在和尚的面前

资料来源:Winda Ayutia N, 2019年

3). 此外,僧侣和他们的家人准备进行葬礼服务,即由僧侣带领
吟诵祷文,在祈祷期间,僧侣和他们的家人围绕着遗体三次。第

12

Universitas Sumatera Utara


一轮僧侣紧随其后的是整个家庭投掷(泥块)土壤进入坟墓,第二轮
的家庭播种鲜花作为一种最终尊重死者的坟墓和第三轮的家庭有
一个塑料袋,以适应各种各样的种子。谷类(高角),将其扔给家
人,然后送给一位和尚,然后家人将谷厚的谷粒捕获或存储到一
个塑料袋中,然后由他们保存。他们相信他们得到的谷物越多,
他们就会得到更多的营养。在中国民族传统中,这个词的意思是,
在生前,死者为子女和孙辈提供了食物,然后必须得到照顾,这
意味着孩子从死者那里得到的食物越多。更多的食物。

图 3.8 :一家人在僧侣的带领下绕着坟墓走了三圈图 3.9 家人往坟坑里扔土块

13

Universitas Sumatera Utara


图 3.10 :家人在坟坑里播种鲜花 图

3.11 家庭成员拿着塑料袋

图 3.12 :和尚向家人扔谷物 图 3. 13 : 家庭成员容纳了和尚扔出的粮食

资料来源:Winda Ayutia N, 2019年

4) 下一阶段是去除附着的一块棉布布通过销的右臂失去亲人的家庭,作为一
个迹象表明,葬礼仪式已经结束,和僧侣们迅速脱下衣服穿在送葬队伍表明祈
祷已经完成。僧侣。此外,家庭对死者灵柩的尊重的最后阶段,在被埋葬前,
通过多次鞠躬,以示尊敬和最后告别遗体,并在遗体前拍照,如下图所示。

图 3.14 :棉布布去除 图 3.15 :对尸体的最后致敬

资料来源:Winda Ayutia N, 2019 年

14

Universitas Sumatera Utara


5) 最后一个阶段是一家人用花水洗脸,以此来清洁他们的脸和心灵,这样
他们就不会永远记住死者,这样就不会有持久的悲痛。

3.3.葬礼后

送葬队伍完成后,家庭将进入后送葬阶段,这是进入哀悼期。在哀悼期间,
家人会缅怀死者,并在接下来的几天继续祈祷。这段哀悼期的标志是在接下
来的几天里不穿红色或色彩鲜艳的衣服。在葬礼结束后,护送死者到最后安
息之地的死者家属做了几件事,包括 :

a) 如果死者死在家里,僧侣会帮助家人打扫房子,在房子里撒上盐
和米饭,但如果死者死在医院里或不在家里,家人就不需要打扫
房子。
b) 然后,这家人在祭坛上放上香、蜡烛、水果、茶、大米和蔬菜,
作为媒介为死者祈祷直到第七天。
c) 在第一天的第七天或第七天,家人带着香火、蛋糕和水果回到坟
墓,为逝者的坟墓祈祷。
d) d)在七天里,两个家庭仍然为死者祈祷,但在家里,就像第(b)部
分所做的那样,以此类推,直到第四十九天。
e) 在第 49 天,家人回到墓地为死者祈祷,坟墓被建造得坚固和美
丽。陵墓的建造过程将在 49 天内完成。
f) 除了上述事件,在中国民族传统中还有一个名字叫 kong tek 是为
死者烧房的传统。根据中国的民族信仰,这个事件意味着给死者
在另一个领域的房子。

15

Universitas Sumatera Utara


第四章结论
4.1 结论

根据已经开展的研究的数据分析结果,可以得出如下结论 :

一. 总的来说,华人仍然认为死亡不是生命的终结。死亡并不意味着活着
的亲人和死去的亲人之间关系的结束。华人社区相信每个人死后都有
来世。华人认为,在这个世界的生活中,有一种因果报应的规律,调
节着人类的行为,人类在这个世界上的每一个行为和对待都会得到回
报。死后的生命是由他活着时的行为决定的。行为端正的人死后会有
好的品质。在特定时间死去的祖先(祖先的灵魂)可以被要求来服务
(Cheng beng)。尊重祖先和聪明人是一件好事。祖先会诅咒打破坟墓
或墓碑的人(炸弹)。死后的生命是由他活着时的行为决定的。行为端
正的人死后会有好的品质。
二. 摘要中国民族社区在执行丧礼和送葬仪式方面,有祖传的传统,一系
列的丧礼就是这样确定的。一般来说,中国的民族送葬可分为三个阶
段 :第一葬礼前准备,第二葬礼一试阶段,第三葬礼后。在准备阶
段需要准备的东西,如棺材、尸体的衣服和死者家属的衣服、休息的
地方和其他设备。实施阶段分为三个主要的仪式,即进棺前的仪式、
进棺合棺仪式和葬礼仪式。而在葬礼后阶段,也就是需要相当长时间
的哀悼期。
三. 中国少数民族的死亡仪式有三种意义,一种是奉献感,一种是社会表
现,一种是功德转移。一种亲人在对死者生前研究的基础上对其进行
奉献的形式,社会行为的表现形式是对人的生活在社会中的描述,一
个人必须有良好的态度,实施 Pattidana 或转移服务作为一种形式的
关心和帮助行为从亲人到死者。
四. 一般而言,即使中国人自己信仰佛教,儒家,道教,即使该民族是福
建人,客家人,潮州人,海南人和其他部落,中国人举行的葬礼传统
也没有太大区别。在仪式上,关于华裔死亡的最重要的事情就是获得

16

Universitas Sumatera Utara


其价值,即对死者的奉献价值,社会实现价值和服务转让价值。存在
的差异通常是由于当地文化的融合而产生的,或者是当地文化的融合
所致。今天在玛尔加拉惹社会基金会举行的葬礼仪式可以说是越来越
简单,一步一步地进行仪式相当短,但从葬礼队伍中没有留下精神上
的印象。
4.2 建议

一. 对于年轻一代,中国民族应该继续保持他们的祖先文化,即一系
列的死亡仪式和其他宗教仪式。不仅了解,而且了解细节和深度,
也了解如何准备和需要的装备,因为今天的年轻一代被认为不了
解细节,更充分地把它交给行凶者或尸体或葬礼的看护者。

二.通过了解中国文化的人,无论是社会基金会、克伦堂还是宝塔等
地的研究人员或信息寻求者,都可以更容易地获得信息。

17

Universitas Sumatera Utara


参考文献

[1]. AD, Fahmil Pasrah. (2017). Upacara Adat Kematian di Desa


Salemba Kecamatan Ujung Loe Kabupaten Bulukumba. [D].
Makassar (ID): UIN Alauddin Makasar

[2]. Depimadona. (2017). Ritual Kremasi Etnis Tionghoa di Rumah


Duka Rumbai [J]. Pekanbaru. 4 No 2. 2-12.

Diakses darihttp://media.neliti.com

[3].Fauziah, Siti Syifa. 2019. Upacara Kematian dan Budaya


Berkabung di Kalangan Masyarakat Cina Benteng
Tangerang Kota. [D]. Jakarta (ID): UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.

[4]. Herfin. 2009. Upacara Ullambana Dalam Agama Budhha di Vihara


Dharmakiti Palembang [D]. Palembang (ID): UIN Raden
Fattah Palembang

[5]. Kartini. 2018. Analisis Ambang Batas Lahan Pemakaman dikota


Makasar [D]. Makassar (ID): UIN Alaudddin Makassar

[6]. Moleong, Lexy J. (2008). Metode Penelitian Kualitatif[M].


Bandung: Remaja Roskarya

[7]. 姚振强。2019。 从丧祭礼仪看中西文化差异[J]。来源:毛毛论文。

18

Universitas Sumatera Utara


致谢

本人对 Allah SWT 的所有怜悯,指导和他的帮助,以便作者完成这篇论文的


写作表示感谢。并感谢 Mhd. Pujiono M.Hum, Ph.D 老师。作为第一导师和
教师 Niza Ayuningtias, S.S, MTCSOL 作为第二位导师教师,愿意成为作者
的导师,耐心地指导,建议和提供支持,指导建立良好和真诚在完善本论文
的过程中,对作者进行教育和指导。对于我所有的朋友们,本人也要表示谢
意,本人永远不会忘记与朋友们的团结,笑话,笑声和回忆。本人希望,希
望这项研究的结果对未来的研究人员有用。

本人亦感谢几位愿意花时间提供资料及接受采访的线人。同时,几位资源人
士 :即 Acai 先生是基金会的经理太原王氏宗亲会, Wati 夫人是中国死亡和
设备的管理员和太原王氏宗亲会的几位员工非常友善,热情欢迎我。

邓礼安

2020 年 11 月 9 日

19

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai