Anda di halaman 1dari 2

Nama : Putu Riko Ardy Pratama

NIM : 81922057
Fak/Jur : FHIS/Ilmu Hukum
Matkul : Cyber Law

Analisis kejahatan apakah Cyber Crime termasuk dalam Blur Collar Crime atau White
Collar Crime!
Jawaban saya Cyber Crime termasuk dalam White Collar Crime. Alasannya adalah jika
dilihat dari pengertiannya yang dimana White Collar Crime merupakan suatu bentuk kejahatan
yang biasanya dilakukan oleh seseorang yang memiliki kekuasaan, status sosial yang tinggi atau
terkait dengan bidang pekerjaan tertentu dan biasanya identik dengan pejabat, birokrat, penegak
hukum dan lainnya. Berbeda dengen Blue Collar Crime merupakan suatu bentuk kejahatan yang
dilakukan secara konvensional dan biasanya identik dengan pekerja kasar, buruh, preman, dan
lain sebagainya. Sedangkan pengertian dari Cyber Crime adalah tindak kejahatan yang dilakukan
dengan menggunakan teknologi internet baik melalui computer atau teknologi lainnya. Menurut
Edwin Sutherland mendefinisikan kejahatan White Collar Crime atau kita sebut kejahatan kerah
putih sebagai “kejahatan yang dilakukan oleh orang kehormatan dan status sosial yang tinggi
dalam pekerjaannya” (1939). Beberapa karakteristik dari kejahatan kerah putih yang
membedakan dengan tindak kejahatan lainnya yaitu :
1. Pelaku pada kejahatan ini sulit untuk diidentifikasi
2. Memerlukan kemampuan (skill) tertentu
3. Korban biasanya tidak akan sadar mengalami kerugian sebelum kerugian tersebut
dirasakan
4. Diperlukan waktu yang lama untuk penyelesaian kasus ini
5. Proses viktimasi menjadi tersamar karena antara pelaku dan korban tidak secara
langsung bertemu
Dari karakteristik diatas jika dikaitkan dengan Cyber Crime maka dapat saya jelaskan
sebagai berikut :
1. Pelaku kejahatan sulit diidentifikasi
Dalam Cyber Crime pelaku tindak kejahatan ini biasanya akan menyembunyikan segala
data pribadinya agar tidak diketahui. Banyak juga pelaku yang menggunakan data pribadi orang
lain untuk melancarkan aksinya, sehingga para penegak hukum akan sulit untuk
mengidentifikasinya siapa pelaku sebenarnya. Pelaku Cyber Crime biasanya meretas pula lokasi
(locus delicti) dalam melancarkan aksinya untuk mengecoh para penegak hukum.
2. Perlu kemampuan (skill) tertentu
Seseorang yang melakukan Cyber Crime biasanya mempunyai pemahaman tentang
teknologi baik secara luas ataupun sempit. Hal ini karena tidak semua orang dapat mengerti
bagaimana jalannya teknologi saat ini.
3. Korban biasanya tidak sadar sebelum merasakan kerugian
Dalam melancarkan aksinya pelaku Cyber Crime biasanya akan sangat berhati-hati,
sehingga seringkali para korban dari Cyber Crime tidak sadar bahwa telah menjadi korban tindak
kejahatan. Para korban akan sadar apabila sudah merasakan kerugian yang mereka dapatkan, dan
terkadang para korban juga tidak sadar sejak kapan mereka mulai mengalami kerugian.
4. Waktu penyelesaian kasus yang lama
Proses dalam penyelesaian kasus Cyber Crime biasanya cenderung lama dikarenakan
sulitnya menemukan barang bukti, saksi, dan pelaku. Faktor terlambatnya korban melaporkan
kasus tertentu juga dapat menjadi hambatan untuk segeranya suatu kasus Cyber Crime dapat
diselesaikan, karena kerugian yang didapatkan terus berulang-ulang sehingga tempos delicti dari
kasus tersebut sulit untuk ditentukan.
5. Viktimasi menjadi tersamar karena pelaku dan korban tidak secara langsung
bertemu
Dalam suatu kasus Cyber Crime biasanya terjadi tanpa adanya kontak fisik baik dari
korban maupun pelaku. Bahkan bisa juga pelaku dan korban Cyber Crime tidak saling mengenal
sebelumnya. Hal ini juga berkaitan dengan locus delicti dari kasus Cyber Crime yang dimana
sangat memungkinkan seorang pelaku dan korban berada dalam jarak yang sangat jauh, sehingga
proses viktimasi menjadi tidak jelas.

Anda mungkin juga menyukai