Anda di halaman 1dari 16

katolisitas.

org

Penjelasan tentang Filioque

Pernyataan “Filioque” ini sering dianggap sebagai hal yang memisahkan pemahaman Gereja Orthodox
dengan Gereja Katolik Roma. Arti “filioque” sendiri adalah “dan dari Allah Putera” yang mengacu pada
frasa Credo Nicea yang diucapkan Gereja Roma, yang ditetapkan pada konsili Toledo (589). Photius,
patriarkh dari Konstantinopel menentang keras hal ini di abad ke- 9, yang kemudian menjadi salah satu
hal yang memisahkan Gereja Timur dan Gereja Barat (Katolik Roma) di tahun 1054. Photius menentang
Gereja Barat yang menurutnya mengubah Credo Nicea dengan penambahan frasa “filioque“.

1. Kata “filioque” tidak bertentangan dengan ajaran Kitab Suci

Pertama-tama, mari kita melihat apa yang dikatakan dalam Kitab Suci tentang Roh Kudus. Kitab Suci
mengatakan bahwa Roh Kudus berasal dari Bapa, namun Kristus turut mengambil bagian di dalam
pengutusan Roh Kudus itu:

“Jikalau Penghibur yang akan Kuutus dari Bapa datang, yaitu Roh Kebenaran yang keluar dari Bapa, Ia
akan bersaksi tentang Aku.”(Yoh 15:26)

“Dan sesudah Ia [Kristus] ditinggikan oleh tangan kanan Allah dan menerima Roh Kudus yang dijanjikan
itu, maka dicurahkan-Nya [Kristus] apa yang kamu lihat dan dengar di sini [Roh Kudus].” (Kis 2:33) (Being
therefore exalted at the right hand of God, and having received from the Father the promise of the Holy
Spirit, he [Christ] has poured out this [the Holy Spirit] which you see and hear.” (Acts 2:33)

“…pada waktu itu Dia telah menyelamatkan kita, bukan karena perbuatan baik yang telah kita lakukan,
tetapi karena rahmat-Nya oleh permandian kelahiran kembali dan oleh pembaharuan yang dikerjakan
oleh Roh Kudus, yang sudah dilimpahkan-Nya kepada kita oleh Yesus Kristus, Juruselamat kita… ” (Tit
3:5-6)

“Dan sesudah berkata demikian, Ia [Kristus] mengembusi mereka dan berkata: “Terimalah Roh Kudus.
Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni, dan jikalau kamu menyatakan dosa orang
tetap ada, dosanya tetap ada.” (Yoh 20:23)
“Adalah lebih berguna bagi kamu, jika Aku pergi. Sebab jikalau Aku tidak pergi, Penghibur itu tidak akan
datang kepadamu, tetapi jikalau Aku pergi, Aku akan mengutus Dia kepadamu.” (Yoh 16:7)

Maka, Roh Kudus adalah Roh Allah (lih. 1 Kor 2:11) yang dikatakan baik sebagai Roh Bapa (lih. Mat
10:20), maupun Roh Kristus:

“Allah telah menyuruh Roh Anak-Nya ke dalam hati kita, yang berseru: ‘ya Abba, ya Bapa!’ (Gal 4:6).

“Semua orang yang dipimpin Roh Allah adalah anak Allah… Kamu telah menerima Roh yang menjadikan
kamu anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru: ‘ya Abba, ya Bapa!” (Rm 8:15).

“Tetapi kamu tidak hidup dalam daging, melainkan dalam Roh, jika memang Roh Allah diam di dalam
kamu. Tetapi jika orang tidak memiliki Roh Kristus, ia bukan milik Kristus.” (Rom 8:9)

“karena aku tahu, bahwa kesudahan semuanya ini ialah keselamatanku oleh doamu dan pertolongan
Roh Yesus Kristus.” (Flp 1:19)

Dari sini kita ketahui bahwa Roh Kudus memang berasal dari Allah Bapa sebagai Penyebab Utama,
namun penghembusan Pribadi Roh Kudus ini, yang terjadi sejak kekekalan, terjadi melalui Kristus Sang
Putera. Inilah sesungguhnya maksud dari frasa “filioque“. Maka sebenarnya, “filioque” -yang mengacu
kepada Roh Kudus, yang berasal dari Allah Bapa dan Putera, bukan sesuatu yang baru ataupun
bertentangan dengan ajaran Kitab Suci. Pernyataan bahwa Roh Kudus berasal dari Allah Bapa dan Putera
itu bahkan menjaga kebenaran utama Credo Nicea, bahwa Allah Putera adalah sehakekat dengan Allah
Bapa -bukan setingkat di bawah Bapa. Allah Putera bersama dengan Allah Bapa mengutus Roh-Nya (lih.
Yoh 15:26), karena Roh Kudus berasal dari Bapa dan Putera di dalam hubungan Trinitas. Dasarnya
adalah: Allah Bapa dan Putera dan Roh Kudus mempunyai satu hakekat yang sama, sehingga
‘perbedaannya’ hanya terletak kepada hubungan asalnya (relations of origin) yang terjadi di dalam
kekekalan kesatuan Trinitas. Yaitu bahwa Allah Putera lahir (‘begotten’) dari Allah Bapa dan Roh Kudus
dihembuskan (‘proceeds’) dari Allah Bapa dan Allah Putera. Hubungan asal inilah yang membedakan
Pribadi Allah Putera dan Roh Kudus, sebab jika Roh Kudus hanya berasal dari Bapa, maka tidak ada yang
membedakan antara Roh Kudus dengan Putera, sebab kedua-Nya sama hakekat-Nya.

2. Kronologis kejadian yang menyebabkan perdebatan tentang frasa ‘filioque‘


Berikut ini mari kita melihat secara kronologis, mengapa perkataan ‘filioque‘ tersebut menjadi
perdebatan antara Gereja Timur Ortodoks dan Gereja Katolik Barat (Latin):

1. Para Bapa Gereja sejak awal telah mengajarkan bahwa Roh Kudus berasal dari Bapa, dan diutus oleh
Putera:

Sebelum isu “filioque” ini mencuat, sebenarnya Gereja Timur dan Barat dapat menerima adanya misteri
Trinitas ini seperti yang diajarkan para Bapa Gereja. Namun kemudian, setelah hal filioque ini diangkat
ke permukaan, hal ini dijadikan salah satu penyebab terjadinya skisma yang pada dasarnya melibatkan
anggapan bahwa Gereja Barat (Roma) telah menambahkan istilah ‘filioque’ tanpa persetujuan Gereja
Timur, atau adanya penyalahgunaan wewenang Paus. Padahal, tulisan para Bapa Gereja dari abad- abad
awal telah secara prinsip mengajarkan ‘filioque’ ini, yaitu bahwa Roh Kudus yang berasal dari Allah Bapa,
diutus melalui Allah Putera. Maka, sesungguhnya hal filioque ini bukan suatu ajaran yang baru
ditambahkan di abad ke -9. Contoh ajaran Bapa Gereja tersebut adalah:

Tertullian, (permulaan abad ke 3) telah menekankan bahwa Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus, semua
mempunyai satu substansi ilahi, kualitas dan kuasa ((lih. Tertullian, Ad Praexes II)) …. sebagaimana
mengalir dari Allah Bapa dan diteruskan oleh Putera kepada Roh Kudus. ((lih. Tertullian, Ad Praexes
XIII)).

St. Hilarius dari Poitiers, (pertengahan abad ke-4) mengatakan tentang Roh Kudus sebagai, “datang/
berasal dari Bapa” dan “dikirimkan oleh Putera” (Hilary of Poitiers, De Trinitate 12.55); sebagai “dari
Allah Bapa melalui Putera” (ibid. 12.56); dan sebagai “dengan mempunyai Allah Bapa dan Putera sebagai
sumber-Nya [Roh Kudus]” (ibid. 12.56); dan di perikop yang lain St. Hilarius mengacu kepada Yoh 16:15,
ketika Yesus mengatakan: “Segala sesuatu yang Bapa punya, adalah Aku punya; sebab itu Aku berkata:
Ia [Roh Kudus] akan memberitakan kepadamu apa yang diterimanya dari pada-Ku.” dan….”menerima
dari Putera adalah sama dengan berasal dari Bapa (ibid. 8.20).

St. Athanasius I (296-373), “Satu-satunya yang tidak dilahirkan, dan sumber dari segala ke-Allahan,
[adalah] Allah Bapa.” ((PG 28:97 BC)). Namun St. Athanasius juga mengatakan, “Daud bernyanyi dalam
Mazmur 35:10, “Sebab dengan-Mu adalah sumber air Hidup; “sebab, tergabung dengan Bapa, Putera
adalah sungguh sumber Roh Kudus.” ((St. Athanasius, On the Incarnation of the Word Against the Arians
9 in PG 26:1000A)) Juga, “Segala yang dimiliki Roh Kudus, Ia miliki dari Sang Sabda [Kristus]” ((St.
Athanasius, Against the Arians 3:25:24 in PG 26:376A))
St. Basil Agung (365), “Sebab bahwa Ia [Roh Kudus] adalah kedua dari Putera, karena memperoleh
keberadaan-Nya dari Dia [Putera] dan menerima dari Dia dan … menjadi tergantung sepenuhnya atas
Dia [Putera], seperti diajarkan oleh tradisi suci…. ((St. Basil the Great, Against Eunomius 3:1 in PG
29:655A))

St. Ambrosius dari Milan, (sekitar tahun 380) menyatakan dengan jelas bahwa Roh Kudus “berasal dari
(‘procedit a’) Bapa dan Putera, tanpa memisahkan satu dengan lainnya ((St. Ambrose, On the Holy Spirit
1.11.20)).

“Lihatlah sekarang, bahwa sebagaimana Allah Bapa adalah Sumber Hidup, demikianlah juga… Putera
dikenal sebagai Sumber Hidup; sehingga… dengan Engkau, Allah yang Mahakuasa, Putera-Mu adalah
Sumber Hidup. Yaitu Sumber Roh Kudus, sebab Roh Kudus adalah Hidup, seperti dikatakan Tuhan,
“Perkataan yang Kukatakan kepadamu adalah Roh dan hidup (Yoh 6:64), sebab di mana Roh berada, di
sana ada hidup dan di mana ada hidup, ada Roh Kudus.” ((St. Ambrose, On the Holy Spirit, Bk I, Ch. 15))

Maka hak kesamaan hakekat antara Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus telah diajarkan sejak Gereja awal.
Kesamaan hakekat inilah yang menjadi dasar mengapa dikatakan bahwa Roh Kudus dikatakan berasal
dari Allah Bapa dan Putera, sebab Roh Kudus sebagai Roh Allah adalah Roh Bapa dan Roh Putera (Roh
Kristus).

2. Ajaran Sesat Arianisme

Ajaran tentang kesamaan hakekat Allah dalam ketiga Pribadi Trinitas memperoleh tantangan dari ajaran
sesat Arianisme (319) yang mengancam perpecahan Gereja di abad 4. Bidaah ini diajarkan oleh Arius,
seorang imam dari Alexandria, yang mengajarkan bahwa Kristus tidak sehakekat dengan Allah, namun
hanya ciptaan biasa, yaitu ciptaan yang tertinggi. Selanjutnya tentang ajaran sesat Arianisme, klik di sini.

3. Konsili Ekumenis di Nicea (325)

Untuk menanggapi ajaran sesat Arianisme inilah maka para Uskup berkumpul melakukan Konsili
Ekumenis yang pertama di Nicea (325) yang diadakan atas dukungan dari Raja Konstantin. Dalam Konsili
Nicea inilah dirumuskan secara definitif ajaran tentang Allah Trinitas, yang sudah sejak awal diimani oleh
Gereja. Hasil terpenting dari Konsili Nicea adalah Credo (syahadat Nicea) yang disusun sebagai
rangkuman iman akan Trinitas, terutama untuk menyatakan ke-Tuhan-an Yesus. Demikianlah
terjemahan syahadat Nicea (325)- sebelum digabungkan dengan hasil Konsili Konstantinopel: (sumber
klik di sini):
Aku percaya akan satu Allah, Bapa yang Mahakuasa, Pencipta dan segala yang kelihatan dan tidak
kelihatan; dan akan satu Tuhan Yesus Kristus, Putera Allah yang Tunggal, yaitu dari hakekat Bapa, Allah
dari Allah, terang dari terang, Allah benar dari Allah benar, dilahirkan bukan dijadikan, sehakekat dengan
Bapa, yang melalui-Nya segala sesuatu dijadikan di langit dan bumi; Ia turun dari surga untuk kita
manusia dan untuk keselamatan kita, Ia menjelma dan menjadi manusia, menderita, dan bangkit lagi di
hari ketiga, naik ke surga dan akan datang kembali untuk mengadili orang yang hidup dan mati. Dan [aku
percaya] akan Roh Kudus. Mereka yang berkata: Ada saatnya di mana Ia [Kristus] tidak ada, dan Ia tidak
ada sebelum Ia dilahirkan; dan bahwa Ia dijadikan dari ketiadaan; atau ia yang berpegang bahwa Ia
adalah dari hypostasis yang berbeda atau dari hakekat yang berbeda dari Allah Bapa, atau bahwa Putera
Allah diciptakan, atau dapat berubah, ini Gereja Katolik menyatakan anathema.

Jadi sesungguhnya dalam Kredo Nicea (325) tidak disebutkan secara rinci tentang asal usul Roh Kudus,
karena fokus utama Credo adalah untuk menyatakan bahwa Kristus adalah sungguh Allah, dan bahwa
Kristus lahir dari Allah Bapa dan sehakekat dengan Allah Bapa. Perlu diketahui, bahwa Gereja tidak
hanya mempunyai satu jenis Credo (syahadat), namun terdapat beberapa rumusan (selain syahadat
Nicea- Konstantinopel), yang semuanya diterima oleh Gereja, yaitu Syahadat Para Rasul, syahadat
Athanasius, demikian pula syahadat umat beriman yang diajarkan oleh Paus Paulus VI dan Paus Pius IV.
Keseluruhan rumusan syahadat ini tetap menyampaikan kebenaran iman Kristiani.

4. Konsili Konstantinopel I (381)

Konsili Konstantinopel I pada awalnya dimaksudkan sebagai konsili wilayah/ lokal. Konsili ini, walau
dihadiri oleh 150 orang uskup, tidak dihadiri oleh para uskup Gereja Barat (Latin) dan juga tidak dihadiri
oleh patriarkh Gereja Timur Aleksandria. Fokusnya adalah untuk menetapkan suksesi di kepatriark-an
Konstantinopel (yang saat itu belum diakui oleh Tahta Suci Roma), walaupun juga bertujuan untuk
meneguhkan syahadat Nicea, untuk mengajak para semi Arian untuk kembali berekonsiliasi dengan
Gereja dan untuk mengakhiri bidaah Makedonian yang menentang ke-Allahan Roh Kudus, maka dapat
dimengerti bahwa pada Konsili diadakan penambahan pernyataan tentang Roh Kudus. Makedonius dan
pengikutnya, sebelumnya dikecam oleh Konsili Aleksandria (362) dan oleh Paus Damasus I (378) karena
mengajarkan bahwa Roh Kudus hanya berasal dari Allah Putera saja, melalui penciptaan.

Konsili Konstantinopel meluruskan dengan memberikan tambahan rumusan, “Roh Kudus berasal dari
Allah Bapa”, namun tambahan ini bukan merupakan pernyataan iman yang baru yang sebelumnya tidak
ada, tetapi merupakan pernyataan iman tentang Roh Kudus sebagaimana telah diimani oleh para rasul
dan Gereja sejak awal, sebagaimana tertulis juga dalam Kitab Suci.

Hasil Konsili Konstantinopel:


Credo/ syahadat Konstantinople I, (sumber: klik di sini):

“Aku percaya akan satu Allah, Bapa yang Mahakuasa, Pencipta langi dan bumi, dan segala sesuatu yang
kelihatan dan tidak kelihatan. Dan akan satu Tuhan Yesus Kristus, Putera Allah yang Tunggal, lahir dari
Bapa sebelum dunia, Terang dari Terang, Allah benar dari Allah benar, dilahirkan bukan dijadikan,
sehakekat dengan Bapa, oleh-Nya segala sesuatu diciptakan. Ia turun dari surga untuk kita manusia dan
untuk keselamatan kita. Ia dikandung dari Roh Kudus dan dilahirkan oleh Perawan Maria, dan menjadi
manusia, disalibkan bagi kita di bawah pemerintahan Pontius Pilatus. Ia menderita sengsara, wafat dan
pada hari ketiga bangkit menurut Kitab Suci. Ia naik ke surga dan duduk di sisi kanan Allah Bapa. Ia akan
datang kembali dengan mulia untuk mengadili orang yang hidup dan mati, kerajaan-Nya tidak akan
berakhir.

Aku percaya akan Roh Kudus, Tuhan dan Pemberi kehidupan, Ia berasal dari Allah Bapa, yang dengan
Bapa dan Putera, disembah dan dimuliakan, Ia bersabda dengan perantaraan para nabi. Aku percaya
akan Gereja yang satu, kudus, katolik dan apostolik. Aku mengakui satu Pembaptisan akan
pengampunan dosa, [dan] aku menantikan kebangkitan orang mati dan kehidupan kekal. Amin.

Kanon I: pengecaman terhadap ajaran Arianisme, Makedonianisme dan Apollinarianisme.

Kanon II: memperbaharui legislasi Nicea: Uskup berkarya di gereja-gereja di dalam batas diocesannya.

Kanon III: menyatakan bahwa Konstantinopel adalah Roma yang baru, dan bahwa kota Konstantinople
mendapat kedudukan kedua setelah Roma.

Kanon IV: membatalkan ordinasi Maximus sebagai Uskup dan meneguhkan St. Gregorius Nazianza
sebagai Uskup Konstantinopel.

5. Tanggapan terhadap hasil Konsili Konstantinopel I :

Walaupun menurut Photius (Mansi, III, 596), Paus meratifikasi keputusan Konsili ini, namun catatan
dekrit Paus Damasus I pada tahun yang sama, tidak menunjukkan bahwa pernyataan Photius itu
seluruhnya benar. Sebab melalui dekritnya, Paus mengakui kepatriarkhan Aleksandria dan Antiokhia,
tetapi tidak mengakui kepatriarkhan Konstantinopel:

“Meskipun semua Gereja Katolik tersebar di seluruh dunia…. namun Gereja Roma telah ditempatkan di
tempat terdepan, tidak oleh keputusan-keputusan Konsili Gereja, tetapi telah menerima keutamaan dari
suara Tuhan dan Penyelamat kita, yang mengatakan, “Kamu adalah Petrus … (Mat 16:18-19).” Sebagai
tambahan kepada ini, terdapat juga rekan dari pemilihan tersebut, [yaitu] Rasul Paulus …. Maka, Tahta
yang pertama, adalah tahta Rasul Petrus, yaitu dari Gereja Roma, yang tidak mempunyai noda maupun
cacat atau semacam itu. Tahta kedua adalah tahta Gereja Aleksandria, yang dikonsekrasikan atas nama
Rasul Petrus yang terberkati oleh Markus, muridnya dan sang penulis Injil…. Tahta ketiga adalah tahta
Gereja Antiokhia, yang adalah milik Rasul Petrus yang terberkati, di mana ia tinggal sebelum datang ke
Roma dan ketika nama Kristen pertama kali dipergunakan bagi bangsa yang baru.” (Decree of Damasus
#3, 382 AD).

Enam puluh sembilan tahun berikutnya, St. Paus Leo Agung, melalui Ep. cvi in P.L., LIV, 1003, 1005,
menyatakan bahwa kanon III Konsili Konstantinopel ini tidak pernah diserahkan kepada Tahta Suci (dan
tidak pernah diterima oleh Roma) dan ini merupakan penyimpangan dari ketentuan Nicea. Baru pada
Konsili Umum ke- 8 (869) Konstantinopel diakui sebagai tingkat yang kedua dalam kepatriarkh-an.

Tentang teks syahadat Konsili Konstantinopel tidak dibahas oleh Paus.

6. Konsili Ekumenis di Efesus (431)

Konsili ini diadakan untuk menghentikan ajaran sesat Nestorius, Uskup Konstantinopel. St. Cyril (Sirilus),
Patriarkh Aleksandria memperoleh kuasa dari Paus Celestine untuk memberi ultimatum kepada
Nestorius untuk menarik ajarannya dalam sepuluh hari, dan jika tidak, ia akan menerima sangsi
ekskomunikasi. Nestorius menolak, dan ia terkena ekskomunikasi.

Dalam sesi pertama (dihadiri 198 uskup), syahadat Nicea dibacakan, dan surat St. Cyril kepada Nestorius
dibacakan demikian pula jawaban Nestorius, yang disambut oleh yang hadir dengan seruan anathema.
Lalu surat Paus Celestine kepada St Cyril dibacakan dan kemudian ditutup oleh surat St. Cyril kepada
Nestorius dengan pernyataan anathema.

Maka dalam Konsili ini yang dibacakan masih adalah syahadat Nicea, tanpa ada pernyataan bahwa Roh
Kudus berasal dari Bapa, ataupun Roh Kudus berasal dari Bapa dan Putera (‘filioque‘). Ketika St. Cyril
mengutip syahadat di dalam Epistle XVII tentang ekskomunikasi Nestorius, yang ditulis di sana adalah
teks syahadat Nicea, dan bukan teks syahadat Konstantinopel. Konsili ini merumuskan adanya kesatuan
dua kodrat dalam Pribadi Kristus (Kristus adalah sungguh Allah dan sungguh manusia), sehingga karena
Yesus sungguh Allah maka Bunda Maria disebut sebagai Bunda Allah.
Demikianlah maka jika Kanon VII Konsili Efesus melarang perubahan ataupun penambahan syahadat
Nicea, harus dipahami sebagai perubahan ataupun penambahan yang mengubah isi pernyataan iman
dalam syahadat Nicea. Sebab jika dilihat secara obyektif, maka syahadat Konstantinopel (yang awalnya
juga merupakan konsili lokal) juga memberikan penambahan terhadap syahadat Nicea tersebut, yaitu
pernyataan bahwa Roh Kudus berasal dari Allah Bapa…. Namun demikian, penambahan ini tidak
mengubah pemahaman iman Kristiani, sebab memang Sabda Allah menyatakan bahwa Roh Kudus
keluar dari Allah Bapa (melalui Putera-Nya). Demikian juga seharusnya kita melihat perihal ‘filioque‘,
yang maksudnya adalah menjelaskan bahwa dalam proses hembusan yang berasal dari Allah Bapa itu,
melibatkan juga Putera-Nya.

7. Penerjemahan di dalam liturgi Gereja.

Sejalan dengan perkembangan waktu, Gereja Barat menerapkan pernyataan syahadat ke dalam liturgi.
Setelah Konsili Kalsedon (451) penerjemahan Latin dari syahadat Konstantinopel menggunakan kata
yang nampaknya tidak menyampaikan arti yang sama persis dengan kata aslinya. Permasalahan itu
timbul ketika kata Yunani “keluar” (ekporeusis dalam bahasa Yunani) diterjemahkan ke bahasa Latin
menjadi “procedit” sebagaimana nampak dalam terjemahan Kitab Suci Vulgate oleh St. Hieronimus
(Jerome) dan terjemahan Latin yang terdahulu menyebutkan, “Roh Kebenaran, yang keluar dari Bapa….
qui a Patre procedit….” (Yoh 15:26). Tidak seperti kata aslinya ekporeusis, yang dalam bahasa Yunani
menyatakan keluarnya dari satu sumber atau satu penyebab, kata procedit dalam bahasa Latin ini
memang tidak mengacu kepada sumber yang satu, namun hanya menyatakan ‘sesuatu keluar dari’.
Pengertian inilah yang mendasari istilah “filioque” yang dipergunakan oleh Gereja Barat, yaitu bahwa
memang Roh Kudus keluar dari Bapa, namun karena keluarnya Roh Kudus dari Bapa itu melalui Putera,
maka dikatakan bahwa Roh Kudus keluar (procedit) dari Bapa dan Putera (filioque). Maka kata filioque
ini tidak dimaksudkan oleh Gereja Barat untuk menyatakan bahwa ada dua macam sumber yang
berbeda, yang menjadi asal Roh Kudus, namun tetap mengacu bahwa Allah Bapa sajalah yang menjadi
Sumber Roh Kudus. Hal ini jugalah yang diajarkan oleh St. Agustinus, yang sering dianggap sebagai
promotor ‘filioque‘ bagi Gereja Barat. Dalam tulisannya, St. Agustinus mengajarkan bahwa Roh Kudus
keluar dari Bapa sebagai “Principaliter” /Sumber (De Trinitate XV, 25, 47, PL 42, 1094-1095) namun
karena Roh Kudus adalah Roh Bapa dan Putera, maka Roh Kudus adalah Roh yang keluar baik dari Bapa
maupun Putera juga. Demikianlah ajaran St. Agustinus:

“… Tetapi karena yang melahirkan dan yang dilahirkan adalah satu, juga pengutus dan yang diutus
[adalah satu], karena Bapa dan Putera adalah satu, maka Roh Kudus adalah satu dengan keduanya,
karena ketiganya adalah satu (1 Yoh 5:7). Dan karena bagi Putera, lahir artinya Ia berasal dari Bapa,
sehingga diketahui keberadaan-Nya keluar dari Dia [Bapa] …. Maka kita tidak dapat mengatakan bahwa
Roh Kudus tidak keluar dari Putera juga, sebab bukan tidak ada maksudnya jika Roh yang sama disebut
sebagai Roh Bapa dan Roh Putera. Dan saya tidak dapat melihat maksud lainnya yang diinginkan Yesus
ketika Ia menghembuskan Roh Kudus-Nya sambil berkata, “Terimalah Roh Kudus” (Yoh 20:22)….Tentu
kamu tidak waras kalau mengatakan bahwa Roh yang diberikan-Nya dengan hembusan itu berbeda
dengan Roh yang diutus-Nya setelah kenaikan-Nya ke surga. Tidak, Roh Allah itu satu, Roh Bapa dan Roh
Putera, Roh Kudus yang berkarya dengan segala cara di dalam semua manusia (1Kor 12:6).

Maka dengan mengatakan, “Yang akan Kuutus dari Bapa” (Yoh 15:26), Tuhan Yesus menunjukkan bahwa
Roh Kudus adalah Roh Bapa dan Putera. Di ayat-ayat lainnya juga, ketika Ia berkata, Yang akan diutus
Bapa, Ia menambahkan, dalam nama-Ku (Yoh 14:26). Ia tidak mengatakan, “Yang akan diutus Bapa dari
Aku” namun “yang akan Kuutus dari Bapa” (Yoh 15:26) dan dengan demikian mengatakan bahwa Bapa-
lah asal semua ke-Tuhanan. Demikianlah Roh Kudus yang keluar dari Bapa dan Putera berasal dari Ia
[Bapa] yang dari-Nya Putera lahir.” ((St. Augustine, The Trinity, Book IV, 28-29, translated by Edmond
Hill, O.P. (Brooklyn: New City Press) 1991, p.174.))

Pernyataan ini sesungguhnya cukup menjelaskan mengapa pernyataan Gereja-gereja Timur Orthodoks
yang mengatakan bahwa Roh Kudus berasal dari Allah Bapa itu memang benar, namun juga pernyataan
Gereja Barat (Latin) yang mengatakan bahwa Roh Kudus berasal dari Allah Bapa dan Putera (filioque),
juga benar. Kedua pernyataan ini menunjukkan penekanan yang berbeda, namun sebagaimana
dijelaskan oleh St. Agustinus, keduanya ada dasarnya dari Kitab Suci, dan keduanya benar.

8. Konsili Toledo (589)

Konsili ini dipimpin oleh Uskup Leander dari Seville, untuk maksud menyelesaikan pengaruh ajaran sesat
Arianisme yang dianut oleh kaum Visigoths, dan yang tadinya dianut oleh Raja Reccared. Pertobatannya
ke iman Kristiani yang asli mendorongnya untuk mendukung konsili Toledo. Di awal Konsili, dibahas
mengenai syahadat sebagaimana telah dinyatakan di Nicea, Konstantinopel, Efesus dan Kalsedon. Konsili
menyatakan bahwa Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus adalah satu dan sama hakekat dan
kedudukannya. Untuk menyatakan kesamaan hakekat Bapa dan Putera, maka dikatakan bahwa Roh
Kudus keluar dari Bapa dan Putera (filioque). Pernyataan ini dirumuskan untuk menghentikan pengaruh
ajaran Arianisme di Spanyol yang menyatakan bahwa Putera tidak mungkin adalah Allah jika Roh-Nya
(Roh Kudus) ada terpisah dari-Nya, atau hanya berasal dari Allah Bapa. Demikianlah, frasa “filioque” ini
ada justru untuk melindungi pernyataan iman Kristiani yang asli, akan kesamaan hakekat antara Allah
Bapa dan Putera, yang telah diimani Gereja sejak awal. Maka, walaupun di Konsili ini disebut frasa
‘filioque‘, namun sesungguhnya istilah ini tidak baru berasal dari Konsili Toledo ini.

Sejak Konsili Toledo, kata “filioque” dinyanyikan dalam liturgi Gereja Katolik di Spanyol. Tahun 796,
istilah “filioque” juga dinyatakan di Sinode Friaul atas prakarsa Patriarkh Aquileia; dan kemudian Konsili
di Aachen (809) juga menyetujui istilah “filioque” ini.
9. Konsili Ekumenis ke-IV Konstantinopel (869)

Konsili ini diadakan pada masa Paus Adrian II. Konsili ini mengecam Photius yang telah menentang Paus
Nicholas I dan yang secara tidak sah telah mengambil kedudukan patriarkh di Konstantinopel dari
Patriarkh Ignatius. Kedudukan Ignatius diteguhkan, dan Photius dan pengikutnya diturunkan. Konsili
meneguhkan kembali keputusan-keputusan Konsili Nicea, dan meneguhkan kegunaan ikon dan gambar-
gambar Kristus agar dihormati, sebagaimana kitab Injil dihormati.

Namun pada tahun 877 Patriarkh Ignatius wafat, sehingga Photius kembali memperoleh kekuasaannya.
Gereja-gereja Timur kemudian mengadakan konsili lagi pada tahun 879-880 yang menobatkan Photius
menjadi Santo. Terdapat perbedaan catatan sejarah tentang Konsili ini, Gereja Katolik mengakui Konsili
Konstantinopel di tahun 869, sedangkan gereja-gereja Orthodoks mengakui Konsili Konstantinopel yang
diadakan di tahun 880.

Selanjutnya tentang kisah Photius, dan mengapa penunjukkannya sebagai uskup dan tidak sesuai
dengan ketentuan hukum Gereja, dan bahwa kiprahnya menyingkirkan Patriarkh Ignatius bukanlah
tindakan yang benar dan jujur, silakan membaca di sini, silakan klik. Nyatalah dari kisah tersebut, bahwa
hal “filioque” diambil sebagai salah satu alasan oleh Photius, namun sesungguhnya hal “filioque”
tersebut bukanlah alasan mula-mula yang dipermasalahkan sebelum konflik terjadi.

Setelah konflik antara Gereja-gereja Barat (Latin) dan Timur (Yunani/ Orthodoks) terjadi di abad ke- 9 ini,
istilah “filioque” mencuat ke permukaan, dan kerap dianggap menjadi alasan yang memisahkan kedua
Gereja. Alasan ini kembali mencuat sampai pada skisma yang terjadi di zaman Michael Cerularius 1054.

10. Konsili Lyons (1274)

Konsili Ekumenis Lyons II diadakan di bawah pimpinan Paus Gregorius X, dihadiri oleh Patriarkh Antiokia
dan Konstantinopel, 15 kardinal dan 500 uskup. Konsili ini bermaksud meneguhkan kesatuan Gereja.
Kata “filioque” secara resmi ditambahkan kepada syahadat Nicea-Konstantinopel.

Selanjutnya tentang Konsili Lyons II, silakan klik di sini.


Apa yang ditetapkan oleh Konsili Lyons II diteguhkan kembali dalam Konsili Firense (Florence) di tahun
1438, sebagaimana dikutip dalam Katekismus Gereja Katolik 246.

3. Kata “filioque” malah memperjelas iman Gereja

Maka “filioque” tersebut sebenarnya ada untuk memperjelas ajaran Gereja sejak awal yang menolak
ajaran Arianisme yang menolak kesamaan hakekat antara Allah Bapa dan Allah Putera. Adanya “filioque”
ini bukan untuk menunjukkan ada dua Kepala dalam Allah Trinitas, ataupun dua spirasi/ hembusan.
Katekismus Gereja Katolik mengajarkan:

KGK 246 Tradisi Latin dari Kredo mengakui, bahwa Roh “berasal dari Bapa dan Putera, [filioque]”. Konsili
Firense 1438 menegaskan: “bahwa Roh Kudus… memperoleh kodrat-Nya dan ada-Nya yang berdikari
sekaligus dari Bapa dan Putera dan sejak keabadian berasal dari keduanya, yang merupakan satu asal,
dalam satu hembusan… Dan karena Bapa sendiri memberikan segala-galanya yang ada pada Bapa
kepada Putera tunggal-Nya waktu kelahiran-Nya, kecuali ke-Bapa-an-Nya, maka kenyataan bahwa Roh
Kudus berasal dari Putera, diperoleh Putera sendiri sejak kekal dari Bapa, oleh-Nya Ia diperanakkan sejak
kekal” (DS 1300-1301).

Katekismus Gereja Katolik mengacu kepada pernyataan Konsili Florence/ Firense (1438), yang berbunyi
sebagai berikut:

“Di dalam nama Trinitas yang kudus, Bapa, dan Putera, dan Roh Kudus, dengan persetujuan Konsili
umum yang suci di Firense, kami menetapkan bahwa kebenaran iman ini adalah untuk diimani dan
diterima oleh semua umat Kristen, dan bahwa semua juga mengakui bahwa Roh Kudus sejak kekekalan
berasal dari Bapa dan Putera dan mempunyai hakekat-Nya dan keberadaan-Nya dari baik Bapa dan
Putera, dan berasal dari keduanya sejak kekekalan, sebagai dari satu dasar dan satu hembusan; kami
menyatakan bahwa apa yang dikatakan oleh para Pujangga Gereja dan Bapa Gereja yang suci, yaitu,
bahwa Roh Kudus berasal dari Bapa melalui Putera, cenderung kepada arti ini, bahwa dengan ini,
dimaksudkan bahwa sebagaimana Bapa, Putera juga -menurut Gereja-gereja Yunani (Gereja- gereja
Timur) dan menurut Gereja-gereja Latin- adalah penyebab, dasar keberadaan Roh Kudus. Dan karena
semua yang Bapa miliki, [yaitu] Bapa sendiri, dengan melahirkan (in begetting) telah memberikan
kepada Putera Tunggal-Nya, kecuali ke-Bapa-an-Nya, yang oleh Siapa Ia telah lahir dalam kekekalan.
Sebagai tambahan, kami menetapkan bahwa demi menyatakan kebenaran dan juga karena keharusan
yang seharusnya terjadi, penjelasan perkataan “Filioque” telah secara sah dan masuk akal ditambahkan
kepada Credo/ Syahadat.” ((lih. juga KGK 247 dan KGK 248))
Maka, walaupun tentang “Filioque” ini baru ditegaskan dalam liturgi di Gereja Spanyol pada abad ke-6
dan secara berangsur diterapkan juga oleh Gereja-gereja lainnya dan kemudian disetujui oleh Gereja
Roma, namun sebenarnya apa yang ditegaskan itu bukan hal tambahan yang baru, tetapi hal yang sudah
diyakini oleh para Bapa Gereja di abad- abad sebelumnya. Penyebutan “filioque” ini sama sekali tidak
merusak ataupun mengubah Credo (syahadat Pengakuan iman), tetapi malah semakin meneguhkan apa
yang sejak awal diimani Gereja tentang kesamaan hakekat/ kodrat Allah Bapa dan Putera dan Roh
Kudus; di samping juga menjelaskan satu-satunya perbedaan antara Pribadi Allah Bapa dan Putera dan
Roh Kudus, yaitu dalam hal hubungan asalnya. Bapa melahirkan Putera; Putera lahir dari Bapa,
sedangkan Roh Kudus berasal dari Bapa dan Putera; di mana hubungan asal ini tidak bisa ditukarkan satu
sama lain.

4. Tidak terdapat perbedaan teologis antara pengertian Gereja Timur dan Barat tentang filioque

Jadi sebenarnya, pada dasarnya tidak terdapat perbedaan teologis antara pengertian Gereja Timur dan
Barat. Seorang teolog Yunani, Prof. Apostolos Nikolaidis, Professor of the Sociology of Religion and Social
Ethics at the University of Athens, menunjukkan bahwa skisma 1054, adalah contoh bagaimana praktek,
dan bukan perbedaan teologis, dapat mengakibatkan skisma.

“The local Churches coexisted for centuries with the ‘Filioque’ before Church events brought the
problem to a head in the period of Photios the Great, but there was no schism, and in the 1054 period
the ‘Filioque’ was dormant. It came back and was intensified after this to justify it and make it fixed.”
((Sumber: Ekklesia- Official Bulletin of the Church of Greece), June 2008, p. 432))

terjemahannya:

“Gereja-gereja lokal telah sama- sama ada selama berabad- abad dengan istilah “Filioque” sebelum
kejadian-kejadian Gereja mengakibatkan problem tersebut mencuat ke permukaan dalam periode
Photius Agung, tetapi saat itu tidak ada skisma, dan di periode 1054 hal ‘Filioque’ tidak aktif (dormant).
Hal itu muncul kembali dan menjadi lebih diperkuat setelah ini untuk membenarkan skisma dan
menjadikan skisma itu tetap.”

Untuk membaca lebih lanjut tentang topik ini, silakan anda klik di link ini, silakan klik.

Selanjutnya tentang Perbedaan utama gereja Orthodox dengan Gereja Katolik, klik di sini.
Akhirnya, mari kita melihat kenyataan bahwa baik pihak Gereja Katolik maupun Orthodoks mulai saling
menyingkirkan prasangka negatif dan mengakui bahwa sesungguhnya tak ada yang menghalangi
persekutuan di antara mereka. Uskup Gereja Timur Kallistos Ware yang dulu sangat menentang ajaran
“filioque”, menyatakan, “Kontroversi tentang “filioque” yang telah memisahkan kita berabad-abad
lamanya adalah lebih dari sekedar masalah teknis, namun bukan masalah yang tak terpecahkan.
Memperbaiki posisi yang saya pegang teguh ketika menulis [buku saya] The Orthodox Church dua puluh
tahun yang lalu, sekarang saya percaya, setelah pembelajaran yang lebih lanjut, bahwa masalah ini
adalah lebih merupakan masalah bahasa (semantik) dan perbedaan penekanan daripada perbedaan
dalam hal doktrin yang mendasar.” (Diakonia, quoted from Elias Zoghby’s A Voice from the Byzantine
East, 43).

Semoga kita dapat memiliki kerendahan hati, sebagaimana yang dimiliki oleh Uskup Ware ini, dan juga
yang dimiliki oleh Paus Yohanes Paulus II dan Benediktus XVI yang dapat melihat bahwa sesungguhnya
hal “filioque” ini tidak memisahkan Gereja Barat (Latin) dan Timur Orthodoks. Mari kita berharap agar
suatu saat nanti sikap kerendahan hati dari kedua belah pihak ini akan dapat menghantar kedua Gereja
kembali kepada persekutuan yang penuh, menjadi Gereja yang satu, kudus, katolik dan apostolik, di
bawah pimpinan Paus sebagai penerus Rasul Petrus, sebagaimana dikehendaki oleh Tuhan Yesus (lih.
Yoh 17:20-21; Mat 16:18-19).

4.5

Article Rating

20/07/2020

POSTS | KURSUS

STEFANUS-INGRID

Stefanus Tay, MTS dan Ingrid Listiati, MTS adalah pasangan suami istri awam dan telah menyelesaikan
program studi S2 di bidang teologi di Universitas Ave Maria - Institute for Pastoral Theology, Amerika
Serikat. Pengarang buku: Maria, O, Maria

WEBSITE : HTTPS://WWW.KATOLISITAS.ORG

Please login to comment


5 COMMENTS

apriady

apriady

8 years ago

Shalom team Katolisitas, Saya pernah membaca artikel di salah satu blog, namanya : “Evangelismos
Katolik Timur” . Gereja – Gereja Timur ini di wartakan oleh St.Thomas Rasul di wilayah Mesopotamia
Babilonia pada abad 9 sampai abad 14. Tetapi pada tahun 1539 sampai tahun 1558 terjadi skisma
(perpecahan) di Gereja Timur ini. Ada Gereja Timur (Katolik Kaldea) yg bersatu dalam Gereja Katolik
(Roma) dan ada Gereja Timur (Assiria) yg tidak bersatu dalam Gereja Katolik (Roma). Pertanyaan 1.
Apakah seorang Katolik (Roma) boleh mengikuti Misa/Ibadah di Gereja Timur, baik itu Kaldea dan
Assiria? 2. Apakah seorang Katolik (Roma) boleh menyambut/menerima komuni dari… Read more »

Ingrid Listiati

Ingrid Listiati

Reply to

apriady

8 years ago

Shalom Apriady, Prinsipnya, pelayanan sakramen-sakramen, termasuk Ekaristi/ Komuni kudus dapat
diterimakan hanya kepada mereka yang berada dalam kesatuan penuh dengan Gereja Katolik. Maka
walaupun idealnya setiap anggota Gereja Katolik menerima Komuni menurut ritusnya masing-masing,
namun jika keadaan tidak memungkinkan, misalnya ketika mengunjungi daerah di Irak ataupun Syria di
mana sukar menemukan Gereja Katolik ritus Latin maka diperkenankan untuk mengikuti ibadah dan
menerima Komuni kudus di Gereja Katolik Timur Kaldea yang ada di sana. Namun terhadap Gereja
Orthodoks yang tidak dalam persekutuan penuh dengan Gereja Katolik (seperti Gereja Assiria), hal ini
tidak otomatis dapat dilakukan. Diperlukan kesempatan-kesempatan yang cocok dan persetujuan… Read
more »

Joe Marselo

Joe Marselo
8 years ago

Penjelasan yang baik dan sangat berdasar. Salam sejahtera, Team Katolisitas.org … selain membaca
artikel ini, saya juga melihat disini: http://www.newadvent.org/cathen/07409a.htm dan
http://www.newadvent.org/cathen/06073a.htm saya punya 1 pertanyaan yang belum tahu bagaimana
penjelasannya, dan mohon bantuan untuk pemahaman saya. Roh Kudus yang dinyatakan “mengalir dari
Bapa dan melalui Putra” ini relevan – tetapi hanya sejak Perjanjian Baru. Dimana Allah Putra
berinkarnasi sebagai Yesus Kristus, Pribadi Kedua Tritunggal, dan mengembuskan Roh Kudus kepada
para rasul. Namun Roh Kudus yang sama juga berkarya dan berperan dalam Perjanjian Lama. Banyak
disebutkan tentang Roh Allah; Now the earth was formless and empty, darkness was over the… Read
more »

Stefanus Tay

Stefanus Tay

Reply to

Joe Marselo

8 years ago

Shalom Joe, Hubungan antara Allah Bapa, Allah Putera dan Allah Roh Kudus berlangsung dalam
kekekalan, karena hakekat Allah adalah kekal. Walaupun hubungan ketiga-Nya adalah kekal, namun
manusia mengalaminya di dalam waktu dengan lebih jelas. Sebagai contoh, kita lebih mengerti tentang
pribadi ke-2 – Yesus Kristus – ketika Pribadi ke-dua ini masuk dalam sejarah manusia, mengambil rupa
manusia dan membuktikan diri bahwa Dia adalah sungguh Allah – dengan mukjizat dan juga
mengampuni dosa. Namun, bukan berarti bahwa Yesus Kristus tidak ada sebelum menjadi manusia.
Keberadaan-Nya dikatakan bahwa sebelum Abraham, Dia telah ada (lih. Yoh 8:58) dan bahkan dikatakan
dari awal mula,… Read more »

cas

cas

9 years ago

Terima kasih team Katolisitas atas jwbnnya yg sngt jelas dan membantu sy atau umat yg lain dlm
mempertebal Iman Katolik kt. Dari jwbn dan penjelasan di atas, maka sy brksimpulan bhw penambahan
klausa ” Filioque”lah yg menjdi perdebtan dlm tubuh Grj yg mengakibatkn skisma besar2an antra Grj
Timur dan Barat. Padahl klo dipahami, kata Filioque itu tdk merubah identitas dan pemahaman
TRINITAS, malah lebih memperjels ke-substansi-an TRINITAS tsb. Menanggapi tudingan dri saudara2 Grj
Ortodox dlm page FBnya mengenai Grj Roma yg merubah isi CREDO sangatlah td brdasar, dan ini
mungkin bagian dri program mrk utk mencri pengikut dgn cara apapun… Read more »

Romo pembimbing: Rm. Prof. DR. B.S. Mardiatmadja SJ. | Bidang Hukum Gereja dan Perkawinan : RD.
Dr. D. Gusti Bagus Kusumawanta, Pr. | Bidang Sakramen dan Liturgi: Rm. Dr. Bernardus Boli Ujan, SVD |
Bidang OMK: Rm. Yohanes Dwi Harsanto, Pr. | Bidang Keluarga : Rm. Dr. Bernardinus Realino Agung
Prihartana, MSF, Maria Brownell, M.T.S. | Pembimbing teologis: Dr. Lawrence Feingold, S.T.D. |
Pembimbing bidang Kitab Suci: Dr. David J. Twellman, D.Min.,Th.M.| Bidang Spiritualitas: Romo Alfonsus
Widhiwiryawan, SX. STL | Bidang Pelayanan: Romo Felix Supranto, SS.CC |Staf Tetap dan Penulis:
Caecilia Triastuti | Bidang Sistematik Teologi & Penanggung jawab: Stefanus Tay, M.T.S dan Ingrid Listiati
Tay, M.T.S.

TOP

katolisitas.org@COPYRIGHT KATOLISITAS - 2008-2018 ALL RIGHTS RESERVED. SILAKAN MEMAKAI


MATERIAL YANG ADA DI WEBSITE INI, TAPI HARUS MENCANTUMKAN "WWW.KATOLISITAS.ORG",
KECUALI PEMAKAIAN DOKUMEN GEREJA. TIDAK DIPERKENANKAN UNTUK MEMPERBANYAK SEBAGIAN
ATAU SELURUH TULISAN DARI WEBSITE INI UNTUK KEPENTINGAN KOMERSIAL KATOLISITAS.ORG
ADALAH KARYA KERASULAN YANG BERFOKUS DALAM BIDANG EVANGELISASI DAN KATEKESE, YANG
MEMAPARKAN AJARAN GEREJA KATOLIK BERDASARKAN KITAB SUCI, TRADISI SUCI DAN MAGISTERIUM
GEREJA. SITUS INI DIMULAI TANGGAL 31 MEI 2008, PESTA BUNDA MARIA MENGUNJUNGI ELIZABETH.
SEMOGA SITUS KATOLISITAS DAPAT MENYAMPAIKAN KABAR GEMBIRA KRISTUS.

Anda mungkin juga menyukai