Anda di halaman 1dari 24

Hari Raya Tritunggal Mahakudus; Kilas

Sejarah Perayaan
Kenny Aprilio - June 14, 2019

Pada hari Minggu setelah Hari Raya Pentekosta, Gereja Katolik merayakan
Hari Raya Tritunggal Mahakudus; Allah Bapa, Allah Putra dan Allah Roh
Kudus sebagai tiga pribadi dari Allah yang satu. Di satu sisi Tritunggal
Mahakudus atau Trinitas merupakan inti dari iman Katolik namun di sisi lainnya
Tritunggal Mahakudus juga merupakan misteri Allah yang paling agung, jauh
melampaui segala sesuatu yang ada di alam semesta ini.

Kilas Sejarah
Hari Raya Tritunggal Mahakudus diresmikan menjadi hari raya Gereja universal
oleh Paus Yohanes XXII pada tahun 1334. Penetapan hari raya ini telah
melewati proses yang panjang sejak berabad-abad sebelumnya.

Bahwa iman dan penghormatan kepada Tritunggal Mahakudus ini sudah


ada sejak Gereja perdana berdasarkan Sabda Yesus sendiri (Yoh 10:30, Yoh
14:9, Yoh 17: 21, Luk 3: 22, 17:5, Yoh 17:5, Yoh 1:1-3, Yoh 15:26, Yoh 14:6, Mat
28:18-20) dan diteruskan dalam pengajaran para rasul (1 Yoh 5:7, 1 Pet:1-2;
2 Pet 1:2, 1Kor 1:2-10; 1Kor 8:6; Ef 1:3-14). Para Rasul mengajarkan apa yang
mereka terima dari Yesus, bahwa Ia adalah Sang Putera Allah, yang hidup
dalam kesatuan dengan Allah Bapa dan Allah Roh Kudus. Iman akan Allah.
Trinitas ini sangat nyata pada Tradisi umat Kristen pada abad-abad awal
dalam ungkapan syahadat para rasul/ Credo yang dirumuskan dalam
Konsili Nicea tahun 325.

Iman Gereja ini dipertegas lagi dalam Konsili konstantinopel tahun 359
dengan mencantumkan iman Gereja akan Trinitas itu secara tertulis. Hal ini
juga dilakukan untuk menentang ajaran sesat (heresies) pada abad ke-3
dan abad ke-4 dari Arius (Arianisme) yang menentang kesetaraan Yesus
dengan Allah Bapa dan dari Sebellius (Sebellianisme) yang membagi Allah
dalam tiga modus sehingga Allah digambarkan sebagai tiga pribadi yang
berbeda.
Misteri Trinitas Mahakudus sebagai suatu perayaan khusus baru ada sejak abad
VIII di Inggris oleh seorang biarawan dan pemikir asal Inggris yang bernama
Albinus. Dengan semangat liturgi suci ia membuat suatu rumusan liturgi misa
votif untuk menghormati misteri Allah Trinitas mahakudus.

Rumusan misa votif ini diterima oleh Uskup Bonifasius (St. Bonifasius), rasul
bangsa Jerman. Dari rumusan Misa votif akhirnya secara perlahan tersebar
secara luas sampai akhirnya diterima di Jerman dalam Konsili Seligenstadt,
tahun 1022.

Tahun 920, Mgr. Stefanus, uskup Liège – Belgia, melembagakan Pesta Trinitas
Mahakudus sebagai perayaan tetap di Gereja keuskupannya. Ia juga menyusun
doa offisi (doa brevir/ibadat harian) yang lengkap untuk menghormati misteri
Trinitas tersuci ini.

Paus Alexander II (menjadi Paus tahun 1061-1073) pernah mengeluarkan dekrit


untuk melarang perayaan untuk menghormati Trinitas di berbagai Gereja lokal
dengan alasan bahwa setiap hari dan setiap saat kita menyeruhkan
penghormatan kita kepada Allah Trinitas yang mahakudus dengan mengucapkan
: Gloria Patri, et Filio, et Spiritui Sancto (Kemuliaan kepada Bapa dan Putera dan
Roh Kudus), dan/atau dengan formula lain yang sangat agung sebagai tanda
hormat dan sembah bakti kita kepada misteri Trinitas yang tersuci. Walaupun
demikian perayaan khusus misteri Trinitas mahakudus, tersebar luas di biara-
biara dan Gereja-gereja lokal sebagai suatu perayaan iman yang tetap dan
wajib.

Pada awal abad XII ada seorang biarawan bernama Rupert, yang digelari
sebagai pangeran studi liturgi, mencanangkan perayaan Misteri Trinitas pada
hari Minggu setelah Pentekosta, dengan mengatakan :

“Setelah kita merayakan HR Pentekosta, hari turunnya Roh Kudus, kita


menyanyikan kemuliaan kepada Allah Trinitas mahakudus pada hari Minggu
berikutnya. Hal ini tepat karena segera setelah turunnya Roh Ilahi mulailah
pewartaan Injil, orang-orang mulai percaya, dan mulai adanya pembabtisan,
iman dan pertobatan dalam nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus”.
Di Inggris, pelembagaan perayaan misteri Trinitas pada hari Minggu setelah HR
Pentekosta dimotori oleh martir St. Thomas Becket Uskup agung Canterbury,
pada tahun 1162, sekaligus sebagai perayaan untuk mengenangkan tahbisanya
sebagai uskup pada hari Minggu setelah Pentekosta (saat itu Gereja Inggris
masih dalam kesatuan dengan Gereja Katolik Roma, belum menjadi Gereja
Anglikan).

Di Prancis, tahun 1260 pada Konsili di Arles, para uskup menetapkan perayaan
Trinitas mahakudus pada hari Minggu setelah Pentekosta bahkan pada canon VI
dari konsili ini menetapkannya sebagai oktaf Pentekosta. Artinya pada Minggu,
oktaf dari HR Pentekosta itulah dirayakan HR Trinitas mahakudus.

Oleh karena perayaan Trinitas mahakudus ini sudah tersebar luas bahkan
diarayakan dengan semangat iman dan olah kesalehan yang tinggi di kalangan
Gereja lokal dan di biara-biara, akhirnya pada tahun 1334, Paus Yohanes XXII,
menganulir dekrit pendahulunya Paus Alexander II, dan beliau menerima
perayaan Trinitas mahakudus sebagai pesta wajib bagi Gereja Latin. Maka
dengan penetapan ini, perayaan Trinitas mahakudus diterima dalam Gereja
semesta dan tersebar keseluruh dunia. Tanggal 24 Juli 1911, Paus Pius X
melembagakannya sebagai perayaan kelas satu atau SOLEMNITAS, dan
dirayakan pada Hari Minggu setelah HR Pentekosta, yaitu sebagai Hari
Raya Trinitas Mahakudus.

Misteri Trinitas
Tentang misteri Trinitas itu sendiri dijabarkan oleh Katekismus Gereja
Katolik (KGK) Sebagai berikut.
1. Tritunggal adalah Allah yang satu. ((Lihat KGK 253)) Pribadi ini tidak
membagi-bagi ke-Allahan seolah masing-masing menjadi sepertiga, namun
mereka adalah ‘sepenuhnya dan seluruhnya’. Bapa adalah yang sama
seperti Putera, Putera yang sama seperti Bapa; dan Bapa dan Putera
adalah yang sama seperti Roh Kudus, yaitu satu Allah dengan kodrat yang
sama. Karena kesatuan ini, maka Bapa seluruhnya ada di dalam Putera,
seluruhnya ada dalam Roh Kudus; Putera seluruhnya ada di dalam Bapa,
dan seluruhnya ada dalam Roh Kudus; Roh Kudus ada seluruhnya di dalam
Bapa, dan seluruhnya di dalam Putera.

2. Ketiga Pribadi ini berbeda secara real satu sama lain, yaitu di dalam hal
hubungan asalnya: yaitu Allah Bapa yang ‘melahirkan’, Allah Putera yang
dilahirkan, Roh Kudus yang dihembuskan. ((Lihat KGK 254))

3. Ketiga Pribadi ini berhubungan satu dengan yang lainnya. Perbedaan


dalam hal asal tersebut tidak membagi kesatuan ilahi, namun malah
menunjukkan hubungan timbal balik antar Pribadi Allah tersebut. Bapa
dihubungkan dengan Putera, Putera dengan Bapa, dan Roh Kudus
dihubungkan dengan keduanya. Hakekat mereka adalah satu, yaitu Allah.
((Lihat KGK 255))

Dalam rumusan kredo Nicea diformulasikan sebagai berikut;


Aku percaya akan satu Allah, Bapa yang mahakuasa, pencipta langit dan bumi,
dan segala sesuatu yang kelihatan dan tak kelihatan; dan akan satu Tuhan
Yesus Kristus, Putra Allah yang tunggal. Ia lahir dari Bapa sebelum segala abad,
Allah dari Allah, Terang dari Terang, Allah benar dari Allah benar. Ia dilahirkan,
bukan dijadikan, sehakikat dengan Bapa; segala sesuatu dijadikan oleh-Nya. Ia
turun dari surga untuk kita manusia dan untuk keselamatan kita. Ia dikandung
dari Roh Kudus, Dilahirkan oleh Perawan Maria, dan menjadi manusia. Ia pun
disalibkan untuk kita, waktu Pontius Pilatus; Ia menderita sampai wafat dan
dimakamkan. Pada hari ketiga Ia bangkit menurut Kitab Suci. Ia naik ke surga,
duduk di sisi Bapa. Ia akan kembali dengan mulia, mengadili orang yang hidup
dan yang mati; kerajaan-Nya takkan berakhir. Aku percaya akan Roh Kudus, Ia
Tuhan yang menghidupkan; Ia berasal dari Bapa dan Putra, yang serta Bapa
dan Putra, disembah dan dimuliakan; Ia bersabda dengan perantaraan para
nabi.

Aktualisasi
Semua orang Katolik dibaptis dalam nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus.
Melalui pembaptisan itu kita diangkat menjadi anak-anak Allah dan
mendapat rahmat keselamatan. Maka merayakan Hari Raya Tritunggal
Mahakudus berarti mengingatkan dan menegaskan kembali identitas kita
sebagai seorang Katolik dengan segala hak dan tanggung jawab kita;
menjadi anak-anak Bapa yang satu yang telah ditebus oleh Kristus Yesus
dan dihidupi oleh Roh Kudus membawa kabar keselamatan kepada semua
orang dalam kata dan terutama perbuatan.

Saudara saudari terkasih dalam Kristus


Hari ini Gereja merayakan hari Tritunggal Maha Kudus, sebuah misteri indah namun sangat
mendalam di dalam iman kita: satu Tuhan dalam tiga pribadi – Bapa, Putera, dan Roh Kudus.
Untuk memahami misteri ilahi ini, kita sering mencari simbol dan analogi dalam dunia di sekitar
kita.
Ingatlah saat kita masih anak-anak, pada hari yang cerah, kita kadang-kadang menatap ke
langit, melihat langsung ke matahari. Kita bisa merasakan panasnya di kulit kita, melihat
cahayanya yang terang menembus mata kita, dan kita tahu, bahkan tanpa melihatnya secara
langsung, bahwa itu adalah bola api yang bulat. Namun, mata kita tidak memiliki kemampuan
untuk bisa menatap cahaya matahari yang begitu terang.
Perasaan seperti itu sedikit mirip dengan pemahaman kita tentang Tritunggal. Kita dapat
merasakan efek cinta Tritunggal. Kita bisa melihat pekerjaan Bapa, Putera, dan Roh Kudus
dalam hidup kita dan di dunia di sekitar kita. Dan namun, kita tidak bisa sepenuhnya memahami
kedalaman misteri ilahi ini. Itu terlalu luas, terlalu indah bagi pikiran manusia kita untuk
sepenuhnya bisa memahami.
Tritunggal Kudus dapat dibandingkan dengan matahari itu. Bapa seperti matahari itu sendiri,
sumber kehidupan, Anak adalah seperti cahaya, yang merupakan refleksi terang sempurna sang
Bapa, dan Roh Kudus adalah seperti panas yang memberi kehangatan dan kehidupan, yang juga
merupakan cinta yang mengalir antara Bapa dan Anak. Masing-masing adalah berbeda, namun
mereka semua adalah realitas yang sama, Tuhan yang sama.
St. Agustinus menggambarkan Tritunggal sebagai Dia yang mengasihi, Putra sebagai yang
dikasihi, dan Roh Kudus sebagai kasih itu sendiri. Hubungan dinamis kasih yang saling
memberikan diri ini adalah esensi daripada Tritunggal – bagaikan suatu symphony dan tarian
abadi yang terdiri dari pertukaran kasih yang tak ada habisnya.
Tarian ilahi ini tidak hanya terbatas di rana surgawi saja, melainkan melalui kemurahan hatiNya,
kasih tritunggal Allah itu meluas ke dalam hidup kita di dunia. Kita diajak untuk ikut serta, untuk
mendaraskan hidup kita, hubungan kita, komunitas kita, di dalam kehidupan kasih Tritunggal
Kudus. Untuk masuk dan tenggelam di dalam cinta Tritunggal berarti mencintai dengan bebas,
mencintai tanpa pamrih. Kasih itu terwujud dalam penyerahan diri di dalam cinta yang saling
memberikan diri secara habis habisan, tanpa pamrih dan bahkan penuh pengorbanan, seperti
juga kasih yang mengalir dengan Bapa, Putera , dan Roh Kudus. Dan karena esensi terutama
Tuhan adalah kasih, kita hanya akan sanggup saling mencintai jikalau kita mendapatkan
kekuatan dari sumber sang Kasih sempurna itu, yaitu Tuhan sendiri.
Sering kali cinta menuntut pengorbanan dan kita bisa melihat dinamika ini di dalam keluarga
kita, dimana cinta Tritunggal ini tercermin di orang tua yang merawat anak-anak mereka, di
antara saudara kandung yang mendukung satu sama lain, di antara cucu yang menghargai
kakek-nenek mereka – di mana suatu pemberian kasih dan pengorbanan terjadi untuk kebaikan
mereka yang dikasihi, di mana hubungan cinta yang saling memberikan diri terjadi, kita melihat
refleksi dinamika kehidupan Tritunggal.
Dalam komunitas kita, kita bisa berusaha mencerminkan cinta Tritunggal ini dengan
menjangkau orang-orang yang membutuhkan bantuan kita, dengan berbagi sumber daya kita,
dengan berdiri untuk membela keadilan dan perdamaian. Setiap tindakan baik, setiap kata yang
menghibur, setiap komitmen untuk melayani, setiap kesediaan untuk mau mengesampingkan
ego dan keinginan diri sendiri demi kebaikan bersama, adalah suatu expresi dari dinamika
Tritunggal ini.
Teolog Thomas Merton pernah berkata, “Seluruh kehidupan Kristiani adalah kehidupan di mana
semakin jauh seseorang maju melangkah, semakin dia harus bergantung sepenuhnya pada
Tuhan.” Saat kita maju dalam perjalanan hidup Kristiani kita, kita dipanggil untuk lebih
menggantungkan dan mempercayakan hidup kita pada Tritunggal Kudus. Dimana kita
senantiasa mengundang Bapa, Putera, dan Roh Kudus ke dalam hati kita, di dalam keputusan
hidup kita, dan dalam setiap interaksi kita.
Saat kita merayakan hari Tritunggal maha Kudus, mari kita berusaha untuk memperdalam
pemahaman kita tentang misteri ilahi ini dan menjadikannya kenyataan yang dialami. Meskipun
kita mungkin tidak sepenuhnya memahaminya, seperti matahari di hari-hari masa kecil kita, kita
masih bisa berjemur dalam kehangatannya, dipandu oleh cahayanya, dan ditarik ke dalam
cintanya. Semoga cinta Tritunggal membimbing langkah kita, mengarahkan jalur kita, dan
bersinar dalam hidup kita. Amin.
Marilah kita berdoa
Ya Allah Tritunggal Maha Kudus, Bantulah kami, ya Tuhan, untuk meniru cinta Tritunggal Kudus
dalam hidup kami sehari-hari. Ajari kami untuk mencintai dengan bebas, mencintai tanpa
pamrih, dan memberi diri dalam cinta seperti yang telah Kau contohkan bagi kami.
Kami berdoa agar kami dapat menghidupkan cinta ini dalam keluarga kami, dalam komunitas
kami, dalam setiap tindakan baik yang kami lakukan. Biarkanlah setiap kata penghiburan, setiap
tindakan pelayanan, menjadi cermin dari cinta Tritunggal Kudus.
Kami bersyukur untuk misteri indah Tritunggal ini dan untuk kasihMu yang tidak pernah
berakhir. Semoga kasih Tritunggal membimbing langkah kami, mengarahkan jalan kami, dan
menyinari hidup kami. Amin

TRITUNGGAL MAHA KUDUS: TIGA AJARAN IMAN TENTANG MISTERI ILAHI


BY KOMSOS · JUNE 17, 2019
hai umat pujilah BAPA, PUTRA & ROH KUDUS
luhurkan NamaNya.

Ajaran Gereja tentang Tritunggal Mahakudus atau yang juga dikenal sebagai Trinitas dalam
Kristen adalah salah satu topik yang bisa dibilang seringkali diperdebatkan dalam masyarakat
kita. Yang perlu Anda ketahui dan ingat – ingat adalah kita sebagai seorang manusia memiliki
pengetahuan dan pengertian yang terbatas akan Tuhan dan segala rancangan-Nya dalam hidup
kita. Apabila kita mengetahui segala sesuatu, mungkin saja kita akan meragukan bahkan tidak
mempercayai akan adanya keberadaan Tuhan. Apa yang telah Tuhan sampaikan melalui kitab
suci adalah Ia hanya meminta kita untuk percaya dan merenungkan bahwa rencana-Nya pasti
akan indah pada waktu-Nya.

Tritunggal Mahakudus sendiri berarti bahwa ada satu Tuhan dengan tiga pribadi. Mungkin
memang pengertian Tritunggal Mahakudus bisa dianalogikan dengan hal – hal yang lainnya,
ambil saja contohnya sebagai matahari. Matahari dapat memancarkan energi panas, dan
membantu menyinari bumi, bagaimanapun juga matahari tetaplah satu matahari walaupun ia
memiliki dua fungsi yang berbeda. Tentunya akan ada perbedaan persepsi dan cara pandang
ataupun cara pikir mengenai hal ini, tetapi yang pasti Allah Bapa telah mengutus Yesus Kristus
sebagai pernyataan akan diri-Nya sendiri yang membuat kita mempercayai akan Tritunggal
Mahakudus. Tri berarti tiga, dan tunggal berarti menjadi satu. Ketika pribadi yang ada dalam
Tritunggal Mahakudus adalah Allah Bapa, Allah Putra, dan Allah Roh Kudus. Saya akan berusaha
memberikan penjelasan akan masing – masing pribadi sesuai rumusannya dengan apa yang bisa
anda ketahui, sebagai berikut:

1. Allah Bapa

Allah Bapa adalah pribadi pertama dalam ketiga pribadi pada Allah Tritunggal. Kita pertama –
tama mengenal Allah Bapa karena Yesus sendiri seringkali berdoa kepada Bapa-Nya di surga.
Sama seperti yang telah Yesus katakan, “Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa”
(Yohanes 14:7, 9). Dengan mengenali Tuhan Yesus melalui semua perumpamaan yang Ia buat
dan berusaha mengenal Yesus dengan lebih dekat lagi dengan melakukan renungan atas ayat –
ayat yang ada pada kitab suci, kita secara langsung juga mengenal Allah Bapa itu sendiri karena
mereka adalah satu.
Sebelum mengenal Allah Bapa melalui Yesus, Allah Bapa adalah Allah yang sama yang
membentuk bumi dan menciptakan kehidupan di bumi, membimbing kaum Israel keluar dari
Mesir dan adalah Allah yang sama yang membimbing dan mengangkat Abraham sebagai Bapa
Segala Bangsa. Dan karena cinta-Nya yang besar, Allah Bapa mengutus Yesus sebagai pribadi
yang kedua.

2. Allah Putra

Allah Putra adalah pribadi kedua dalam ajaran Gereja tentang Tritunggal Mahakudus. Dan
seperti yang kita ketahui, Ia adalah Yesus Kristus sendiri. Salah satu tujuan ataupun makna
kelahiran Yesus Kristus atau kedatangan Yesus ke dunia adalah untuk menjembatani hubungan
Allah dan manusia yang rusak karena dosa. Adanya Yesus yang telah datang ditengah – tengah
kita membuat kita menjadi lebih mengerti tentang pribadi Allah. Tentang bagaimana Allah
sendiri mau menjadi seperti manusia dan merasakan semua yang kita rasakan.
Karakter Kristus sendiri juga 100% Allah dan 100% manusia dan hal inilah yang membantu para
rasul untuk bisa lebih dekat dengan Kristus. Kedatangan Kristus ke dunia membuat kita
mengenal pribadi Allah secara lebih jauh, mengenal betapa baiknya Allah, dan betapa pedulinya
Allah akan keselamatan manusia ciptaan-Nya. Apabila diibaratkan, Allah itu seperti samudra
luas yang tidak terselami, dengan adanya Yesus, kita bisa mengerti sedikit lebih jelas akan rupa
dan sifat – sifat baik Allah untuk membantu menyelamatkan kita dari dosa yang menghantar
kita pada kematian dan maut.

3. Allah Roh Kudus

Dan pribadi yang ketiga adalah Allah Roh Kudus. Allah Roh Kudus adalah Roh Allah sendiri yang
bekerja untuk membimbing dan menyertai kita sepanjang hidup. Atas adanya keberadaan Roh
Kuduslah kita dimampukan untuk melakukan berbagai kebaikan dan menghasilkan
beberapa buah-buah Roh Kudus atas penyertaan-Nya. Roh Kudus membantu kita dan
memampukan kita untuk melakukan berbagai hal baik dengan lebih maksimal. Sama seperti
kejadian pada malam pentakosta pada jaman Yesus, banyak dari murid-Nya yang berduka dan
ketika turun pencurahan Roh Kudus dalam bentuk lidah – lidah api, para murid Yesus menjadi
lebih dikuatkan dan terhibur. Untuk mendapatkan karunia Roh Kudus yang memiliki dampak
besar yang baik pada kehidupan kita, tentunya kita harus semakin mendekat kepada Allah dan
mematuhi perintah – perintah-Nya
Dan hal yang perlu Anda ingat – ingat adalah Allah tetap sama sejak dahulu hingga selama –
lamanya. Ia akan tetap mencintai dan menyertai manusia untuk menuju kedapa keselamatan
yang datang dari padaNya. Itulah beberapa hal mengenai ajaran Gereja tentang Tritunggal
Mahakudus yang bisa saya sampaikan kepada Anda. Semoga dengan adanya pembahasan
mengenai topik yang seringklai dibicarakan dalam masyarakat ini Anda bisa memiliki niatan
yang lebih untuk mengenal Allah secara lebih dekat. Dan selain itu, semoga tujuan kita ke
Gereja tidak hanya untuk mendengarkan pastor ataupun pendeta yang sedang berkotbah lalu
melupakan hal yang dikotbahkan, melainkan bisa merenungi dan meresapi serta menerapkan
segala hal baik yang telah disampaikan dalam kehidupan kita sehari – hari. Terima kasih atas
kesetiaan Anda untuk tetap berada disini bersama kami dan membaca berbagai artikel kristiani
yang kami suguhkan. Semoga artikel – artikel kami bisa membantu Anda untuk mendapatkan
siraman rohani yang lebih baik dan dapat membantu Anda untuk sedikit demi sedikit
mengembangkan iman dan kepercayaan Anda pada Tuhan. Tuhan Yesus memberkati.


LOGIN
 SIGN UP

 BUKU TAMU
 ABOUT
 KONTAK
 BELI
 TOKO

 ARTIKEL
 KATEKESE
 DOK GEREJA

 HOME
 KREDO
 ALLAH PUTERA
 TRINITAS: SATU TUHAN DALAM TIGA PRIBADI

Trinitas: Satu Tuhan dalam Tiga Pribadi


Doa Pembukaan
Dalam nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus,
Ya Allah Tritunggal Maha Kudus, kami memuji nama-Mu dan keajaiban kasih-Mu
yang Engkau nyatakan di dalam Kristus Putera-Mu yang telah wafat dan bangkit
bagi kami. Di dalam Kristuslah, kami mengenal kedalaman misteri kehidupan-Mu,
yang adalah KASIH ilahi. Berikanlah kepada kami, ya Tuhan, rahmat pengertian
akan misteri kasih-Mu itu, agar kami dapat memuliakan Engkau dan menyembah
kesatuan Kasih Ilahi-Mu. Semoga oleh kuasa-Mu, hati kami dapat terbuka untuk
melihat betapa besar dan dalamnya misteri Kasih itu. Di dalam nama Yesus Kristus
kami naikkan doa ini. Amin.

Kesalahan persepsi dan tentang Trinitas (Allah


Tritunggal Maha Kudus).
Banyak orang yang mempertanyakan ajaran tentang Trinitas, bahkan banyak orang
yang bukan Kristen mengatakan bahwa orang Kristen percaya akan tiga Tuhan.
Tentu saja hal ini tidak benar, sebab iman Kristiani mengajarkan Allah yang Esa.
Namun bagaimana mungkin Allah yang Esa ini mempunyai tiga Pribadi? Untuk
memahami hal ini memang diperlukan keterbukaan hati untuk memandang Allah
dari sudut pandang yang mengatasi pola berpikir manusia. Jika kita berkeras untuk
membatasi kerangka berpikir kita, bahwa Allah harus dapat dijelaskan dengan
logika manusia semata-mata, maka kita membatasi pandangan kita sendiri,
sehingga kehilangan kesempatan untuk melihat gambaran yang lebih luas tentang
Allah. Jika kita berpikir demikian, kita bagaikan, maaf, memakai ‘kacamata kuda’:
Kita mencukupkan diri kita dengan pandangan Allah yang logis menurut pikiran kita
dan tanpa kita sadari kita menolak tawaran Allah agar kita lebih dapat mengenal
DiriNya yang sesungguhnya.

Dari mana kita mengetahui bahwa Tuhan adalah Allah


Tritunggal?
Walaupun kita mengetahui bahwa konsep Trinitas ini tidak dapat dijelaskan hanya
dengan akal, bukan berarti bahwa Allah Tritunggal ini adalah konsep yang sama
sekali tidak masuk akal. Berikut ini adalah sedikit uraian bagaimana kita dapat
mencoba memahami Trinitas, walaupun pada akhirnya harus kita akui bahwa
adanya tiga Pribadi dalam Allah yang Satu ini merupakan misteri yang tidak cukup
kita jelaskan dengan akal, sebab jika dapat dijelaskan dengan tuntas, maka hal itu
tidak lagi menjadi misteri. St. Agustinus bahkan mengatakan, “Kalau engkau
memahami-Nya, Ia bukan lagi Allah”. ((St. Agustinus, sermon. 52, 6, 16, seperti
dikutip dalam KGK 230.)) Sebab Allah jauh melebihi manusia dalam segala hal, dan
meskipun Ia telah mewahyukan Diri, Ia tetap tinggal sebagai rahasia/ misteri yang
tak terucapkan. Di sinilah peran iman, karena dengan iman inilah kita menerima
misteri Allah yang diwahyukan dalam Kitab Suci, sehingga kita dapat
menjadikannya sebagai dasar pengharapan, dan bukti dari apa yang tidak kita lihat
(lih. Ibr. 11:1-2). Agar dapat sedikit menangkap maknanya, kita perlu mempunyai
keterbukaan hati. Hanya dengan hati terbuka, kita dapat menerima rahmat Tuhan,
untuk menerima rahasia Allah yang terbesar ini; dan hati kita akan dipenuhi oleh
ucapan syukur tanpa henti.
Mungkin kita pernah mendengar orang yang menjelaskan konsep Allah Tritunggal
dengan membandingkan-Nya dengan matahari: yang terdiri dari matahari itu
sendiri, sinar, dan panas. Atau dengan sebuah segitiga, di mana Allah Bapa, Allah
Putera, dan Allah Roh Kudus menempati masing-masing sudut, namun tetap dalam
satu segitiga. Bahkan ada yang mencoba menjelaskan, bahwa Trinitas adalah
seperti kopi, susu, dan gula, yang akhirnya menjadi susu kopi yang
manis. Penjelasan yang menggunakan analogi ini memang ada benarnya,
namun sebenarnya tidak cukup, sehingga sangat sulit diterima oleh orang-orang
non-Kristen. Apalagi dengan perkataan, ‘pokoknya percaya saja’, ini juga tidak dapat
memuaskan orang yang bertanya. Jadi jika ada orang yang bertanya, apa dasarnya
kita percaya pada Allah Tritunggal, sebaiknya kita katakan, “karena Allah melalui
Yesus menyatakan Diri-Nya sendiri demikian”, dan hal ini kita ketahui dari Kitab
Suci.
Doktrin Trinitas atau Allah Tritunggal Maha Kudus adalah pengajaran bahwa Tuhan
adalah SATU, namun terdiri dari TIGA pribadi: 1) Allah Bapa (Pribadi pertama), 2)
Allah Putera (Pribadi kedua), dan Allah Roh Kudus (Pribadi ketiga). Karena ini adalah
iman utama kita, maka kita harus dapat menjelaskannya lebih daripada hanya
sekedar menggunakan analogi matahari, segitiga, maupun kopi susu.

Dasar dari Kitab Suci dan pengajaran Gereja


Yesus menunjukkan persatuan yang tak terpisahkan dengan Allah Bapa, “Aku dan
Bapa adalah satu” (Yoh 10:30); “Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat
Bapa…” (Yoh 14:9). Di dalam doa-Nya yang terakhir untuk murid-murid-Nya
sebelum sengsara-Nya, Dia berdoa kepada Bapa, agar semua murid-Nya menjadi
satu, sama seperti Bapa di dalam Dia dan Dia di dalam Bapa (lih. Yoh 17: 21).
Dengan demikian Yesus menyatakan Diri-Nya sama dengan Allah: Ia adalah
Allah. Hal ini mengingatkan kita akan pernyataan Allah Bapa sendiri, tentang ke-
Allahan Yesus sebab Allah Bapa menyebut Yesus sebagai Anak-Nya yang terkasih,
yaitu pada waktu pembaptisan Yesus (lih. Luk 3: 22) dan pada waktu Yesus
dimuliakan di atas gunung Tabor (lih. Mat 17:5).
Yesus juga menyatakan keberadaan Diri-Nya yang telah ada bersama-sama dengan
Allah Bapa sebelum penciptaan dunia (lih. Yoh 17:5). Kristus adalah sang Sabda/
Firman, yang ada bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah, dan
oleh-Nya segala sesuatu dijadikan (Yoh 1:1-3). Tidak mungkin Yesus menjadikan
segala sesuatu, jika Ia bukan Allah sendiri.
Selain menyatakan kesatuan-Nya dengan Allah Bapa, Yesus juga menyatakan
kesatuan-Nya dengan Roh Kudus, yaitu Roh yang dijanjikan-Nya kepada para
murid-Nya dan disebutNya sebagai Roh Kebenaran yang keluar dari Bapa, (lih. Yoh
15:26). Roh ini juga adalah Roh Yesus sendiri, sebab Ia adalah Kebenaran (lih. Yoh
14:6). Kesatuan ini ditegaskan kembali oleh Yesus dalam pesan terakhir-Nya
sebelum naik ke surga, “…Pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku
dan baptislah mereka dalam nama Bapa, Putera dan Roh Kudus…”(Mat 28:18-
20).
Selanjutnya, kita melihat pengajaran dari para Rasul yang menyatakan kembali
pengajaran Yesus ini, contohnya, Rasul Yohanes yang mengajarkan bahwa Bapa,
Firman (yang adalah Yesus Kristus), dan Roh Kudus adalah satu (lih 1 Yoh 5:7);
demikian juga pengajaran Petrus (lih. 1 Pet:1-2; 2 Pet 1:2); dan Paulus (lih. 1Kor 1:2-
10; 1Kor 8:6; Ef 1:3-14). Rasul Paulus

Dasar dari Pengajaran Bapa Gereja


Para Rasul mengajarkan apa yang mereka terima dari Yesus, bahwa Ia adalah Sang
Putera Allah, yang hidup dalam kesatuan dengan Allah Bapa dan Allah Roh Kudus.
Iman akan Allah Trinitas ini sangat nyata pada Tradisi umat Kristen pada abad-abad
awal.
1. St. Paus Clement dari Roma (menjadi Paus tahun 88-99):
“Bukankah kita mempunyai satu Tuhan, dan satu Kristus, dan satu Roh Kudus yang
melimpahkan rahmat-Nya kepada kita?” ((St. Clement of Rome, Letter to the
Corinthians, chap. 46, seperti dikutip oleh John Willis SJ, The Teachings of the Church
Fathers, (San Francisco, Ignatius Press, 2002, reprint 1966), p. 145))
2. St. Ignatius dari Antiokhia (50-117) membandingkan jemaat dengan batu yang
disusun untuk membangun bait Allah Bapa; yang diangkat ke atas oleh ‘katrol’
Yesus Kristus yaitu Salib-Nya dan oleh ‘tali’ Roh Kudus. ((St. Ignatius of
Antiokh, Letter to the Ephesians, Chap 9, Ibid., p. 146))
“Ignatius, juga disebut Theoforus, kepada Gereja di Efesus di Asia… yang ditentukan
sejak kekekalan untuk kemuliaan yang tak berakhir dan tak berubah, yang
disatukan dan dipilih melalui penderitaan sejati oleh Allah Bapa di dalam Yesus
Kristus Tuhan kita.” ((St. Ignatius, Letter to the Ephesians, 110))
“Sebab Tuhan kita, Yesus Kristus, telah dikandung oleh Maria seturut rencana
Tuhan: dari keturunan Daud, adalah benar, tetapi juga dari Roh Kudus.” ((ibid.,
18:2)).
“Kepada Gereja yang terkasih dan diterangi kasih Yesus Kristus, Tuhan kita,
dengan kehendak Dia yang telah menghendaki segalanya yang ada.” ((St.
Ignatius, Letter to the Romans, 110))
3. St. Polycarpus (69-155), dalam doanya sebelum ia dibunuh sebagai martir,
“… Aku memuji Engkau (Allah Bapa), …aku memuliakan Engkau, melalui Imam
Agung yang ilahi dan surgawi, Yesus Kristus, Putera-Mu yang terkasih, melalui
Dia dan bersama Dia, dan Roh Kudus, kemuliaan bagi-Mu sekarang dan
sepanjang segala abad. Amin.” ((St. Polycarp, Ibid., 146))
4. St. Athenagoras (133-190):
“Sebab, … kita mengakui satu Tuhan, dan PuteraNya yang adalah Sabda-Nya,
dan Roh Kudus yang bersatu dalam satu kesatuan, –Allah Bapa, Putera dan
Roh Kudus.” ((St. Athenagoras, A Plea for Christians, Chap. 24, ibid., 148))
5. Aristides sang filsuf [90-150 AD] dalam The Apology
“Orang- orang Kristen, adalah mereka yang, di atas segala bangsa di dunia, telah
menemukan kebenaran, sebab mereka mengenali Allah, Sang Pencipta segala
sesuatu, di dalam Putera-Nya yang Tunggal dan di dalam Roh Kudus.
((Aristides, Apology 16 [A.D. 140]))
6. St. Irenaeus (115-202):
“Sebab bersama Dia (Allah Bapa) selalu hadir Sabda dan kebijaksanaan-Nya,
yaitu Putera-Nya dan Roh Kudus-Nya, yang dengan-Nya dan di dalam-Nya, …Ia
menciptakan segala sesuatu, yang kepadaNya Ia bersabda, “Marilah menciptakan
manusia sesuai dengan gambaran Kita.” (( St. Irenaeus, Against Heresy, Bk. 4,
Chap.20, Ibid., 148))
“Sebab Gereja, meskipun tersebar di seluruh dunia bahkan sampai ke ujung bumi,
telah menerima dari para rasul dan dari murid- murid mereka iman di dalam satu
Tuhan, Allah Bapa yang Mahabesar, Pencipta langit dan bumi dan semua yang
ada di dalamnya; dan di dalam satu Yesus Kristus, Sang Putera Allah, yang
menjadi daging bagi keselamatan kita, dan di dalam Roh Kudus, yang [telah]
mewartakan melalui para nabi, ketentuan ilahi dan kedatangan, dan kelahiran dari
seorang perempuan, dan penderitaan dan kebangkitan dari mati dan kenaikan
tubuh-Nya ke surga dari Kristus Yesus Tuhan kita, dan kedatangan-Nya dari surga
di dalam kemuliaan Allah Bapa untuk mendirikan kembali segala sesuatu, dan
membangkitkan kembali tubuh semua umat manusia, supaya kepada Yesus
Kristus Tuhan dan Allah kita, Penyelamat dan Raja kita, sesuai dengan kehendak
Allah Bapa yang tidak kelihatan, setiap lutut bertelut dari semua yang di surga dan
di bumi dan di bawah bumi ….” ((St. Irenaeus, Against Heresies, I:10:1 [A.D. 189])).
“Namun demikian, apa yang tidak dapat dikatakan oleh seorangpun yang hidup,
bahwa Ia [Kristus] sendiri adalah sungguh Tuhan dan Allah … dapat dilihat oleh
mereka yang telah memperoleh bahkan sedikit bagian kebenaran” ((St. Irenaeus,
ibid., 3:19:1)).
7. St. Clement dari Alexandria [150-215 AD] dalam Exhortation to the
Heathen (Chapter 1)
“Sang Sabda, Kristus, adalah penyebab, dari asal mula kita -karena Ia ada di dalam
Allah- dan penyebab dari kesejahteraan kita. Dan sekarang, Sang Sabda yang sama
ini telah menjelma menjadi manusia. Ia sendiri adalah Tuhan dan manusia, dan
sumber dari semua yang baik yang ada pada kita” ((St. Clement, Exhortation to the
Greeks 1:7:1 [A.D. 190])).
“Dihina karena rupa-Nya namun sesungguhnya Ia dikagumi, [Yesus adalah], Sang
Penebus, Penyelamat, Pemberi Damai, Sang Sabda, Ia yang jelas adalah Tuhan
yang benar, Ia yang setingkat dengan Allah seluruh alam semesta sebab Ia
adalah Putera-Nya.” ((ibid., 10:110:1)).
8. St. Hippolytus [170-236 AD] dalam Refutation of All Heresies (Book IX)
“Hanya Sabda Allah [yang] adalah dari diri-Nya sendiri dan karena itu adalah juga
Allah, menjadi substansi Allah. ((St. Hippolytus, Refutation of All Heresies 10:33
[A.D. 228]))
“Sebab Kristus adalah Allah di atas segala sesuatu, yang telah merencanakan
penebusan dosa dari umat manusia …. ((ibid., 10:34)).
9. Tertullian [160-240 AD] dalam Against Praxeas
“Bahwa ada dua allah dan dua Tuhan adalah pernyataan yang tidak akan keluar
dari mulut kami; bukan seolah Bapa dan Putera bukan Tuhan, ataupun Roh Kudus
bukan Tuhan…; tetapi keduanya disebut sebagai Allah dan Tuhan, supaya ketika
Kristus datang, Ia dapat dikenali sebagai Allah dan disebut Tuhan, sebab Ia
adalah Putera dari Dia yang adalah Allah dan Tuhan.” ((Tertullian, Against
Praxeas 13:6 [A.D. 216])).
10. Origen [185-254 AD] dalam De Principiis (Book IV)
“Meskipun Ia [Kristus] adalah Allah, Ia menjelma menjadi daging, dan dengan
menjadi manusia, Ia tetap adalah Allah.” ((Origen, The Fundamental Doctrines 1:0:4
[A.D. 225])).
11. Novatian [220-270 AD] dalam Treatise Concerning the Trinity
“Jika Kristus hanya manusia saja, mengapa Ia memberikan satu ketentuan kepada
kita untuk mempercayai apa yang dikatakan-Nya, “Inilah hidup yang kekal itu, yaitu
bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal
Yesus Kristus yang telah Engkau utus.” (Yoh 17:3). Bukankah Ia menghendaki agar
diterima sebagai Allah juga? Sebab jika Ia tidak menghendaki agar dipahami
sebagai Allah, Ia sudah akan menambahkan, “Dan manusia Yesus Kristus yang telah
diutus-Nya,” tetapi kenyataannya, Ia tidak menambahkan ini, juga Kristus tidak
menyerahkan nyawa-Nya kepada kita sebagai manusia saja, tetapi satu diri-Nya
dengan Allah, sebagaimana Ia kehendaki agar dipahami oleh persatuan ini sebagai
Tuhan juga, seperti adanya Dia. Karena itu kita harus percaya, seusai dengan
ketentuan tertulis, kepada Tuhan, satu Allah yang benar, dan juga kepada Ia yang
telah diutus-Nya, Yesus Kristus, yang, …tidak akan menghubungkan Diri-Nya
sendiri kepada Bapa, jika Ia tidak menghendaki untuk dipahami sebagai Allah juga.
Sebab [jika tidak] Ia akan memisahkan diri-Nya dari Dia [Bapa], jika Ia tidak
menghendaki untuk dipahami sebagai Allah.” ((Novatian, Treatise Concerning the
Trinity 16 [A.D. 235])).
12. St. Cyprian of Carthage [200-270 AD] dalam Treatise 3
“Seseorang yang menyangkal bahwa Kristus adalah Tuhan tidak dapat menjadi bait
Roh Kudus-Nya …” ((St. Cyprian, Letters 73:12 [A.D. 253])).
13. Lactantius [290-350 AD] dalam The Epitome of the Divine Institutes
“Ia telah menjadi baik Putera Allah di dalam Roh dan Putera manusia di dalam
daging, yaitu baik Allah maupun manusia. ((Lactantius, Divine Institutes 4:13:5 [A.D.
307]))
“Seseorang mungkin bertanya, bagaimana mungkin, ketika kita berkata bahwa kita
menyembah hanya satu Tuhan, namun kita menyatakan bahwa ada dua, Allah
Bapa dan Allah Putera, di mana penyebutan ini telah menyebabkan banyak orang
jatuh ke dalam kesalahan yang terbesar … [yang berpikir] bahwa kita mengakui
adanya Tuhan yang lain, dan bahwa Tuhan yang lain itu adalah yang dapat mati ….
[Tetapi] ketika kita bicara tentang Allah Bapa dan Allah Putera, kita tidak bicara
tentang Mereka sebagai satu yang lain dari yang lainnya, ataupun kita memisahkan
satu dari lainnya, sebab Bapa tidak dapat eksis tanpa Putera dan Putera tidak
dapat dipisahkan dari Bapa.” ((Lactantius, (ibid., 4:28–29))
14. St. Athanasius (296-373), “Sebab Putera ada di dalam Bapa… dan Bapa ada
di dalam Putera…. Mereka itu satu, bukan seperti sesuatu yang dibagi menjadi
dua bagian namun dianggap tetap satu, atau seperti satu kesatuan dengan dua
nama yang berbeda… Mereka adalah dua,(dalam arti) Bapa adalah Bapa dan bukan
Putera, demikian halnya dengan Putera… tetapi kodreat/ hakekat mereka adalah
satu (sebab anak selalu mempunyai hakekat yang sama dengan bapanya), dan apa
yang menjadi milik BapaNya adalah milik Anak-Nya.” ((St. Athanasius, Four
Discourses Against the Arians, n. 3:3, in NPNF, 4:395.))
15. St. Agustinus (354-430), “… Allah Bapa dan Putera dan Roh Kudus adalah
kesatuan ilahi yang erat, yang adalah satu dan sama esensinya, di dalam
kesamaan yang tidak dapat diceraikan, sehingga mereka bukan tiga Tuhan,
melainkan satu Tuhan: meskipun Allah Bapa telah melahirkan (has begotten) Putera,
dan Putera lahir dari Allah Bapa, Ia yang adalah Putera, bukanlah Bapa, dan Roh
Kudus bukanlah Bapa ataupun Putera, namun Roh Bapa dan Roh Putera; dan Ia
sama (co-equal) dengan Bapa dan Putera, membentuk kesatuan Tritunggal. ” ((St.
Augustine, On The Trinity, seperti dikutip oleh John Willis SJ, Ibid., 152.))
Dalam bukunya, On the Trinity (Book XV, ch. 3), St. Agustinus menjabarkan ringkasan
tentang konsep Trinitas. Secara khusus ia memberi contoh beberapa trilogi untuk
menggambarkan Trinitas, yaitu:
1) seorang pribadi yang mengasihi, pribadi yang dikasihi dan kasih itu sendiri.
2) trilogi pikiran manusia, yang terdiri dari pikiran (mind), pengetahuan (knowledge)
yang olehnya pikiran mengetahui dirinya sendiri, dan kasih (love) yang olehnya
pikiran dapat mengasihi dirinya dan pengetahuan akan dirinya.
3) ingatan (memory), pengertian (understanding) dan keinginan (will). Seperti pada
saat kita mengamati sesuatu, maka terdapat tiga hal yang mempunyai satu esensi,
yaitu gambaran benda itu dalam ingatan/ memori kita, bentuk yang ada di pikiran
pada saat kita melihat benda itu dan keinginan kita untuk menghubungkan
keduanya.
Khusus untuk point yang ketiga ini kita dapat melihat contoh lain sebagai berikut:
jika kita mengingat sesuatu, misalnya menyanyikan lagu kesenangan, maka
terdapat 3 hal yang terlibat, yaitu, kita mengingat lagu itu dan liriknya dalam
memori/ ingatan kita, kita mengetahui atau memikirkan dahulu tentang lagu itu
dan kita menginginkan untuk melakukan hal itu (mengingat, memikirkan-nya)
karena kita menyukainya. Nah, ketiga hal ini berbeda satu sama lain, namun
saling tergantung satu dengan yang lainnya, dan ada dalam kesatuan yang
tak terpisahkan. Kita tidak bisa menyanyikan lagu itu, kalau kita tidak
mengingatnya dalam memori; atau kalau kita tidak mengetahui lagu itu sama
sekali, atau kalau kita tidak ingin mengingatnya, atau tidak ingin mengetahui dan
menyanyikannya.

Pengajaran Gereja: Dogma tentang Tritunggal Maha


Kudus
Syahadat ‘Aku Percaya’ menyatakan bahwa rahasia sentral iman Kristen adalah
Misteri Allah Tritunggal. Maka Trinitas adalah dasar iman Kristen yang utama
((Gereja Katolik , Katekismus Gereja Katolik, Edisi Indonesia., 234, 261.)) yang
disingkapkan dalam diri Yesus. Seperti kita ketahui di atas, iman kepada Allah
Tritunggal telah ada sejak zaman Gereja abad awal, karena didasari oleh perkataan
Yesus sendiri yang disampaikan kembali oleh para murid-Nya. Jadi, tidak benar jika
doktrin ini baru ditemukan dan ditetapkan pada Konsili Konstantinopel I pada
tahun 359! Yang benar ialah: Konsili Konstantinopel I mencantumkan pengajaran
tentang Allah Tritunggal secara tertulis, sebagai kelanjutan dari Konsili Nicea (325)
((Konsili Nicea (325): Credo Nicea: “…Kristus itu sehakekat dengan Allah Bapa, Allah
dari Allah, Terang dari Terang, Allah benar dari Allah benar …”)), dan untuk
menentang heresies (ajaran sesat) yang berkembang pada abad ke-3 dan ke-4,
seperti Arianisme (oleh Arius 250-336, yang menentang kesetaraan Yesus dengan
Allah Bapa) dan Sabellianisme (oleh Sabellius 215 yang membagi Allah dalam tiga
modus, sehingga seolah ada tiga Pribadi yang terpisah).
Dari sejarah Gereja kita melihat bahwa konsili-konsili diadakan untuk menegaskan
kembali ajaran Gereja (yang sudah berakar sebelumnya) dan menjaganya
terhadap serangan ajaran-ajaran sesat/ menyimpang. Jadi yang ditetapkan dalam
konsili merupakan peneguhan ataupun penjabaran ajaran yang sudah ada, dan
bukannya menciptakan ajaran baru. Jika kita mempelajari sejarah Gereja, kita akan
semakin menyadari bahwa Tuhan Yesus sendiri menjaga Gereja-Nya: sebab setiap
kali Gereja ‘diserang’ oleh ajaran yang sesat, Allah mengangkat Santo/Santa yang
dipakai-Nya untuk meneguhkan ajaran yang benar dan Yesus memberkati para
penerus rasul dalam konsili-konsili untuk menegaskan kembali kesetiaan ajaran
Gereja terhadap pengajaran Yesus kepada para Rasul. Lebih lanjut mengenai hal ini
akan dibahas di dalam artikel terpisah, dalam topik Sejarah Gereja.
Berikut ini adalah Dogma tentang Tritunggal Maha Kudus menurut Katekismus
Gereja Katolik, yang telah berakar dari jaman jemaat awal:

1. Tritunggal adalah Allah yang satu. ((Lihat KGK 253)) Pribadi ini tidak membagi-bagi ke-
Allahan seolah masing-masing menjadi sepertiga, namun mereka adalah ‘sepenuhnya
dan seluruhnya’. Bapa adalah yang sama seperti Putera, Putera yang sama seperti Bapa;
dan Bapa dan Putera adalah yang sama seperti Roh Kudus, yaitu satu Allah dengan
kodrat yang sama. Karena kesatuan ini, maka Bapa seluruhnya ada di dalam Putera,
seluruhnya ada dalam Roh Kudus; Putera seluruhnya ada di dalam Bapa, dan seluruhnya
ada dalam Roh Kudus; Roh Kudus ada seluruhnya di dalam Bapa, dan seluruhnya di
dalam Putera.
2. Ketiga Pribadi ini berbeda secara real satu sama lain, yaitu di dalam hal hubungan
asalnya: yaitu Allah Bapa yang ‘melahirkan’, Allah Putera yang dilahirkan, Roh Kudus
yang dihembuskan. ((Lihat KGK 254))
3. Ketiga Pribadi ini berhubungan satu dengan yang lainnya. Perbedaan dalam hal asal
tersebut tidak membagi kesatuan ilahi, namun malah menunjukkan hubungan timbal
balik antar Pribadi Allah tersebut. Bapa dihubungkan dengan Putera, Putera dengan
Bapa, dan Roh Kudus dihubungkan dengan keduanya. Hakekat mereka adalah satu,
yaitu Allah. ((Lihat KGK 255))

Jadi bagaimana kita menjelaskan Trinitas?


Kita akan mencoba memahaminya dengan bantuan filosofi. Dengan pendekatan
filosofi, maka diharapkan kita akan dapat masuk ke dalam misteri iman, sejauh apa
yang dapat kita jelaskan dengan filosofi. Dengan demikian, filosofi melayani
teologi. Untuk menjelaskan Trinitas, pertama-tama kita harus mengetahui terlebih
dahulu beberapa istilah kunci, yaitu apa yang disebut sebagai substansi/ hakekat/
kodrat dan apa yang disebut sebagai pribadi/ hypostatis. Pengertian kedua istilah ini
diajarkan oleh St. Gregorius dari Nasiansa. Kedua, bagaimana menjelaskan prinsip
Trinitas dengan argumentasi kenapa hal ini sudah sepantasnya terjadi atau
“argument of fittingness.” Ketiga, kita dapat menjelaskan konsep Trinitas dengan
argumen definisi kasih. Berikut ini mari kita lihat satu persatu.

Arti ‘substansi/ hakekat’ dan ‘pribadi’


Mari kita lihat pada diri kita sendiri. ‘Substansi’ (kadang diterjemahkan sebagai
hakekat/ kodrat) dari diri kita adalah ‘manusia’. Kodrat sebagai manusia ini adalah
sama untuk semua orang. Tetapi jika kita menyebut ‘pribadi’ maka kita tidak dapat
menyamakan orang yang satu dengan yang lain, karena setiap pribadi itu adalah
unik. Dalam bahasa sehari-hari, pribadi kita masing-masing diwakili oleh kata ‘aku’
(atau ‘I’ dalam bahasa Inggris), di mana ‘aku’ yang satu berbeda dengan ‘aku’ yang
lain. Sedangkan, substansi/ hakekat kita diwakili dengan kata ‘manusia’ (atau
‘human’). Analogi yang paling mirip (walaupun tentu tak sepenuhnya menjelaskan
misteri Allah ini) adalah kesatuan antara jiwa dan tubuh dalam diri kita. Tanpa jiwa,
kita bukan manusia, tanpa tubuh, kita juga bukan manusia. Kesatuan antara jiwa
dan tubuh kita membentuk hakekat kita sebagai manusia, dan dengan sifat-sifat
tertentu membentuk kita sebagai pribadi.
Dengan prinsip yang sama, maka di dalam Trinitas, substansi/hakekat yang ada
adalah satu, yaitu Tuhan, sedangkan di dalam kesatuan tersebut terdapat tiga
Pribadi: ada tiga ‘Aku’, yaitu Bapa. Putera dan Roh Kudus. Tiga pribadi manusia
tidak dapat menyamai makna Trinitas, karena di dalam tiga orang manusia,
terdapat tiga “kejadian”/ ‘instances‘ kodrat manusia; sedangkan di dalam tiga Pribadi
ilahi, terdapat hanya satu kodrat Allah, yang identik dengan ketiga Pribadi tersebut.
Dengan demikian, ketiga Pribadi Allah mempunyai kesamaan hakekat Allah yang
sempurna, sehingga ketiganya membentuk kesatuan yang sempurna. Yang
membedakan Pribadi yang satu dengan yang lainnya hanyalah terletak dalam hal
hubungan timbal balik antara ketiganya. ((Lihat KGK 252.))

Argument of fittingness untuk menjelaskan Trinitas


Aristoteles mengatakan bahwa manusia adalah mahluk yang mempunyai akal budi.
((Dalam bukunya “Isagoge“, pengenalan akan kategori menurut Aristoteles, Filsuf
Yunani Porphyry, mengemukakan bahwa Aristoteles membagi substansi atau
“substance” berdasarkan “genus” yang mengindikasikan esensi dari sesuatu dan “a
specific differences” yang merupakan kategory yang lebih detail dari genus
tertentu.)) Akal budi yang berada dalam jiwa manusia inilah yang menjadikan
manusia sebagai ciptaan yang paling sempurna, jika dibandingkan dengan ciptaan
yang lain. Akal budi, yang terdiri dari intelek (intellect) dan keinginan (will) adalah
anugerah Tuhan kepada umat manusia, yang menjadikannya sebagai ‘gambaran’
Allah sendiri.
Nah, intelek dan keinginan tersebut memampukan manusia melakukan dua
perbuatan prinsip yang menjadi ciri khas manusia,
yaitu: mengetahui dan mengasihi. Kemampuan mengetahui sesuatu tidaklah
menunjukkan kesempurnaan manusia, karena kita menyadari bahwa komputer-
pun dapat ‘mengetahui’ lebih banyak daripada kita, kalau dimasukkan program
tertentu, seperti kamus atau ensiklopedia. Namun, yang membuat manusia
istimewa adalah kerjasama antara intelek dan keinginan, jadi tidak sekedar
mengetahui, tetapi dapat juga mengasihi. Jadi hal ‘mengasihi’ inilah yang
menjadikannya sebagai mahluk yang tertinggi jika dibandingkan dengan hewan
dan tumbuhan, apalagi dengan benda-benda mati.
Kita mengenal peribahasa “kalau tak kenal, maka tak sayang“. Peribahasa ini
sederhana, namun berdasarkan suatu argumen filosofi, yaitu “mengetahui lebih
dahulu, kemudian menginginkan atau mengasihi.” Orang tidak akan dapat
mengasihi tanpa mengetahui terlebih dahulu. Bagaimana kita dapat mengasihi
atau menginginkan sesuatu yang tidak kita ketahui? Sebagai contoh, kalau kita
ditanya apakah kita menginginkan komputer baru secara cuma-cuma? Kalau orang
tahu bahwa dengan komputer kita dapat melakukan banyak hal, atau kalaupun kita
tidak memakainya, kita dapat menjualnya, maka kita akan dengan cepat menjawab
“Ya, saya mau.” Namun kalau kita bertanya kepada orang pedalaman yang tidak
pernah mendengar atau tahu tentang barang yang bernama komputer, maka
mereka tidak akan langsung menjawab “ya”. Mereka mungkin akan bertanya
dahulu, “komputer itu, gunanya apa?” Di sini kita melihat bahwa tanpa pengetahuan
tentang barang yang disebut sebagai komputer, orang tidak dapat menginginkan
komputer.
Nah, berdasarkan dari prinsip “seseorang tidak dapat memberi jika tidak lebih
dahulu mempunyai” ((Prinsip ini sering disebut sebagai salah satu Prinsip yang
tidak perlu dibuktikan (‘self-evident principles’), karena memang demikian halnya.))
maka Tuhan yang memberikan kemampuan pada manusia
untuk mengetahui dan mengasihi, pastilah memiliki kemampuan tersebut secara
sempurna. Jika kita mengetahui sesuatu, kita mempunyai konsep tentang sesuatu
tersebut di dalam pikiran kita, yang kemudian dapat kita nyatakan dalam kata-kata.
Maka, di dalam Tuhan, ‘pengetahuan’ akan Diri-Nya sendiri dan segala sesuatu
terwujud di dalam perkataan-Nya, yang kita kenal sebagai “Sabda/ Firman”; dan
Sabda ini adalah Yesus, Sang Allah Putera.
Jadi, di dalam Pribadi Tuhan terdapat kegiatan intelek dan keinginan yang terjadi
secara sekaligus dan ilahi, ((Lihat KGK 259)) yang mengatasi segala waktu, yang
sudah terjadi sejak awal mula dunia. Kegiatan intelek ini adalah Allah Putera, Sang
Sabda (“The Word“). Rasul Yohanes mengatakan pada permulaan Injilnya, “Pada
mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah
Allah” (Yoh 1:1).
Selanjutnya, kesempurnaan manusia sebagai mahluk personal dinyatakan, tidak
hanya melalui kemampuannya untuk mengetahui, namun juga mengasihi, yaitu
memberikan dirinya kepada orang lain dalam persekutuannya dengan sesama.
Maka ‘mengasihi’ di sini melibatkan pribadi yang lain, yang menerima kasih
tersebut. Kalau hal ini benar untuk manusia pada tingkat natural, maka di tingkat
supernatural ada kebenaran yang sama dalam tingkatan yang paling sempurna.
Jadi Tuhan tidak mungkin Tuhan yang ‘terisolasi’ sendirian, namun “keluarga
Tuhan”, dimana keberadaan-Nya, kasih-Nya, dan kemampuan-Nya untuk bersekutu
dapat terwujud, dan dapat menjadi contoh sempurna bagi kita dalam hal
mengasihi. Dalam hal ini, hubungan kasih timbal balik antara Allah Bapa dengan
Putera-Nya (Sang Sabda) ‘menghembuskan’ Roh Kudus; dan Roh Kudus kita kenal
sebagai Pribadi Allah yang ketiga.

Argumen dari definisi kasih.


Seperti telah disebutkan di atas, kasih tidak mungkin berdiri sendiri, namun
melibatkan dua belah pihak. Sebagai contoh, kasih suami istri, melibatkan kedua
belah pihak, maka disebut sebagai “saling” mengasihi. Kalau Tuhan adalah kasih
yang paling sempurna, maka tidak mungkin Tuhan tidak melibatkan pihak lain yang
dapat menjadi saluran kasih-Nya dan juga dapat membalas kasih-Nya dengan
derajat yang sama. Jadi Tuhan itu harus satu, namun bukan Tuhan betul- betul
sendirian. Jika tidak demikian, maka Tuhan tidak mungkin dapat menyalurkan dan
menerima kasih yang sejati.
Orang mungkin berargumentasi bahwa Tuhan bisa saja satu dan sendirian dan Dia
dapat menyalurkan kasih-Nya dan menerima balasan kasih dari manusia. Namun,
secara logis, hal ini tidaklah mungkin, karena Tuhan Sang Kasih Ilahi tidak mungkin
tergantung pada manusia yang kasihnya tidak sempurna, dan kasih manusia tidak
berarti jika dibandingkan dengan kasih Tuhan. Dengan demikian, sangatlah masuk
di akal, jika Tuhan mempunyai “kehidupan batin,” di mana Dia dapat memberikan
kasih sempurna dan juga menerima kembali kasih yang sempurna. Jadi, dalam
kehidupan batin Allah inilah Yesus Kristus berada sebagai Allah Putera, yang dapat
memberikan derajat kasih yang sama dengan Allah Bapa. Hubungan antara Allah
Bapa dan Allah Putera adalah hubungan kasih yang kekal, sempurna, dan tak
terbatas. Kasih ini membuahkan Roh Kudus. ((Roh Kudus adalah buah dari operasi
kasih antara Allah Bapa dan Allah Putera. Ini sebabnya bahwa setelah Pentakosta
terjadi setelah Yesus wafat di kayu salib. Bapa mengasihi Putera-Nya, dan Putera-
Nya menunjukkan kasih-Nya dengan sempurna di kayu salib. Buah dari pertukaran
dan kasih yang mengorbankan diri inilah yang menghasilkan Roh Kudus. Sehingga
dalam ibadat iman yang panjang (Nicene Creed), kita melihat pernyataan “….Aku
percaya akan Roh Kudus, Ia Tuhan yang menghidupkan; Ia berasal dari Bapa dan
Putera….“)) Dengan hubungan kasih yang sempurna tesebut kita mengenal Allah
yang pada hakekatnya adalah KASIH. Kesempurnaan kasih Allah ini ditunjukkan
dengan kerelaan Yesus untuk menyerahkan nyawa-Nya demi kasih-Nya kepada
Allah Bapa dan kepada kita. Yesus memberikan Diri-Nya sendiri demi keselamatan
kita, ((John Paul II, Encyclical Letter on The Redeemer Of Man: Redemptor
Hominis (Pauline Books & Media, 1979), no. 10 – Paus Yohanes Paulus II
menekankan bahwa kasih yang sempurna adalah kasih yang dapat memberikan
diri sendiri kepada orang lain. Dengan demikian, adalah “sesuai atau fitting” bahwa
Tuhan, melalui Putera-Nya menjadi contoh yang snempurna bagaimana
menerapkan kasih. Dengan demikian ini juga membuktikan bahwa Tuhan bukanlah
Allah yang sendirian.)) agar kita dapat mengambil bagian dalam kehidupan-Nya
oleh kuasa Roh-Nya yaitu Roh Kudus.
Trinitas adalah suatu misteri, dan Tuhan menginginkan
kita berpartisipasi di dalam-Nya agar dapat semakin
memahami misteri tersebut
Memang pada akhirnya, Trinitas hanya dapat dipahami dalam kacamata iman,
karena ini adalah suatu misteri ((KGK 237.)), meskipun ada banyak hal juga yang
dapat kita ketahui dalam misteri tersebut. Manusia dengan pemikiran sendiri
memang tidak akan dapat mencapai pemahaman sempurna tentang misteri
Trinitas, walaupun misteri itu sudah diwahyukan Allah kepada manusia. Namun
demikian, kita dapat mulai memahaminya dengan mempelajari dan merenungkan
Sabda Allah dalam Kitab Suci, pengajaran para Bapa Gereja dan Tradisi Suci yang
ditetapkan oleh Magisterium (seperti hasil Konsili), juga dengan bantuan filosofi
dan analogi seperti diuraikan di atas. Selanjutnya, pemahaman kita akan kehidupan
Trinitas akan bertambah jika kita mengambil bagian di dalam kasih Trinitas itu,
seperti yang dikehendaki oleh Tuhan.
Di sinilah pentingnya peran Sakramen dan doa: Sakramen Pembaptisan
merupakan rahmat awal, ‘gerbang’ yang memungkinkan kita mengambil bagian
dalam kehidupan ilahi (lihat artikel: Sudahkah kita diselamatkan?). Kemudian,
Sakramen Ekaristi mengambil peranan utama, karena di dalamnya kita menyambut
Kristus sendiri, dan dengan demikian kita mengambil bagian di dalam kehidupan
Allah Tritunggal melalui Yesus (baca artikel: Ekaristi: Sumber dan Puncak
Spiritualitas Kristiani). Di sinilah juga pentingnya peran penghayatan akan
Sakramen Perkawinan, sebab di dalam Perkawinan, kita melihat bagaimana
hubungan kasih antara suami dan istri yang direncanakan oleh Allah untuk menjadi
gambaran akan kasih Allah Tritunggal (silakan baca: Indah dan Dalamnya Makna
Sakramen Perkawinan Katolik). Demikian pula, kasih Allah Tritunggal pula yang
mengilhami Sakramen Tahbisan Suci, karena melalui Tahbisan Suci, para imam
dipanggil untuk meniru teladan hidup Yesus, terutama dalam hal mengasihi, yaitu
dengan memberikan diri kepada Allah dan sesama secara total. Memang, pada
dasarnya sakramen-sakramen adalah ‘sarana’ yang diberikan oleh Allah kepada
kita, agar kita dapat mengambil bagian di dalam kehidupan ilahi-Nya (mohon
dibaca: Sakramen: apa pentingnya dalam kehidupan kita?, terutama pada sub
judul: Akibat utama penerimaan Sakramen). Akhirnya, kitapun perlu memeriksa
kehidupan doa kita, apakah kita setia dalam menyediakan waktu untuk Tuhan dan
menghayati kesatuan denganNya di dalam kehidupan rohani kita? Bagaimana sikap
kita terhadap sakramen- sakramen yang dikaruniakan Allah? Adakah kita cukup
menghargai dan merindukannya? Pertanyaan ini memang kembali kepada diri kita
masing-masing.
Kesimpulan
Melihat begitu dalamnya kehidupan batin Allah, hati kita melimpah dengan ucapan
syukur. Sebab kehidupan batin tersebut tidak hanya ‘tertutup’ bagi Allah sendiri,
namun Ia ‘membuka’ kehidupan-Nya agar kita dapat mengambil bagian di
dalamnya. Ya, Allah sesungguhnya tidak ‘membutuhkan’ kita, sebab kasihNya telah
sempurna di dalam kehidupan Tritunggal Maha Kudus. Namun justru karena kasih
yang sempurna itu, Ia merangkul kita semua, jika kita mau menanggapi panggilan-
Nya. Mari bersama kita berjuang, agar lebih menghargai rahmat Allah yang
terutama dinyatakan di dalam sakramen-sakramen, terutama sakramen
Ekaristi, sehingga kita dapat semakin menghayati persatuan kita dengan
Kristus, yang membawa kita kepada persatuan dengan Allah Tritunggal:
Bapa, Putera dan Roh Kudus. Dengan persatuan dengan Allah ini, kita mencapai
puncak kehidupan spiritualitas, di mana kita dimampukan oleh Allah untuk
mengasihi Dia dan sesama.

Anda mungkin juga menyukai