Anda di halaman 1dari 19

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SENI KRIYA

JURUSAN PENDIDIKAN SENI RUPA


FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI
YOGYAKARTA
JAWABAN UJIAN
SEMESTER GASAL TAHUN AKADEMIK 2018/2019

Nama : Joana Sindy Astutiningrum

NIM : 19207241004

Kelas :A

Mata Kuliah : Sejarah Seni Rupa Indonesia

Dosen Pengampu : Dr. Drs. Iswahyudi, M. Hum.

1. Seni rupa modern adalah seni rupa yang tidak terbatas pada suatu tradisi, pakem atau adat suatu
daerah, untuk mengembangkan seni rupa berdasarkan filsafat, ilmu dan prinsip-prinsip seni yang
lebih maju. Istilah modern dalam seni rupa dikaitkan dengan seni di mana tradisi masa lalu telah
dikesampingkan dalam rangka mengangkat eksperimen demi kemajuan seni. Menurut
periodisasinya Seni rupa modern adalah istilah yang digunakan untuk mengkategorisasikan
berbagai karya seni rupa yang dihasilkan pada tahun 1860-an hingga 1970-an.

2. Seni lukis adalah salah satu cabang seni rupa yang tercipta dari ide, perasaan, dan imajinasi
seniman yang bersifat subjektif dan mempunyai fungsi untuk menciptakan bentuk-bentuk yang
indah serta bermakna, dengan memanfaatkan elemen-elemen seni dan mempertimbangkan
prinsip-prinsip seni rupa dalam bidang dua dimensi.

a. Batasan

Karya seni yang baik memiliki tiga buah frame (batasan) dasar, yaitu:

 Karya seni haruslah menyenangkan dirinya sendiri, maknanya orang yang berkesenian
haruslah merasakan kesenangan dan kebahagian pada dirinya sebagai mahluk individu dan
mandiri yang dapat dilihat dan dirasakan dengan meningkatnya kualitas kehidupannya.

 Karya seni haruslah menyenangkan Tuhannya, maknanya karya seni haruslah sesuai dengan
ajaran ilahi untuk seluruh umat manusia yang diturunkan sebagai petunjuk, tuntunan dan
penerang dan pembeda yang hak dan batil agar selamat dan sukses dalam menjalankan fungsi,
tugas dan pengabdiannya sebagai khalifah di muka bumi ini. Hal ini menunjukkan sifat Ar-
Rahman dan Ar-Rahiim-Nya yang menciptakan alam beserta isinya untuk kemaslahatan umat
manusia. Segalanya dikembalikan dan diperuntukan untuk kelangsungan peradaban manusia,
karena Tuhan tidak meminta/membutuhkan apapun dari hamba-Nya/manusia, kecuali untuk
kebaikan manusia itu sendiri.

 Seni haruslah menyenangkan lingkungannya, maknanya karya seni haruslah sesuai dan tidak
merusak keseimbangan dan keselarasan alam, tidak melanggar norma-norma, aturan-aturan,
hukum-hukum positif, sistem dan etika pergaulan hidup bersama dan bermasyarakat serta
fakta sosial yang berlaku pada lingkungan masyarakatnya pada masanya dan tentunya tidak
pula melanggar hak dasar/asasi mahluk hidup. Manusia sebagai manager alam dan isinya
merupakan mahluk sosial yang selalu memiliki sifat saling ketergantungan (interdependensi)
terhadap alam dan lingkungannya serta terhadap manusia lainnya. Karena alam tidak butuh
manusia, namun manusia sangat membutuhkan alam. Dan sebagai mahluk individu, manusia
selalu menginginkan eksistensi dan hak-haknya diakui oleh lingkungan dan masyarakat, maka
semestinyalah sebuah karya seni harus dapat diterima dan dapat menyenangkan lingkungan
dan masyarakatnya sehingga tidak menimbulkan penolakan karena adanya hal-hal yang
bersifat negatif yang dapat merusak /merugikan keharmonisan dalam lingkungan dan tatanan
kehidupannya.

b. Elemen-elemen visual

1) Titik (point)

Titik merupakan penggambaran atau teknik paling mendasar dan paling lemah. Titik
merupakan elemen paling utama dan juga paling dasar yang ada pada seni lukis. Hampir
setiap lukisan dimulai dari teknik titik. Beberapa lukisan bahkan menjadikan titik sebagai
bahan utama sampai terwujud atau terbentuknya sebuah gambar yang terlihat.

2) Garis (Line)

Berikutnya ada garis atau line. Elemen ini merupakan elemen dasar kedua setelah titik.
Dimana garis bisa dibentuk dari dua titik yang berjauhan dan diisikan gambar atau diberikan
gambar diantaranya. Garis juga sering difungsikan sebagai pembatas antara beberapa jenis
atau bentuk gambar. Garis dibagi menjadi dua yaitu garis alamiah dan garis buatan. Untuk
garis alamiah misalnya terdapat gambar yang memang realita objeknya berbatas, misalnya
gunung dan pantai atau langit dan juga laut. Selain itu untuk garis buatan sengaja dibuat,
misalnya bentuk atau kontur wajah atau bentuk bujur sangkar dari sebuah rumah.
3) Bidang (field)
Semakin jauh semakin sulit teknik penggunannya. Bidang merupakan elemen selanjutnya
yang tidak hanya berbentuk dua dimensi dan menggabungkan titik. Namun bidang sudah
menggunakan lebih dari dua sisi dan membentuk sebuah ruang yang tidak hidup. Umumnya
bidang diidentifikasikan sebagai dua sisi yang memiliki sisi lebar dan panjang saja. Bentuk
bidang dianggap sebuah teknik dasar bagi para pelukis yang ingin melukis objek sesuai
kenyataan dan terlihat hidup.

4) Ruang (space)
Teknik selanjutnya adalah ruang. Elemen ini merupakan elemen tertinggi dari pelukisan
secara teknik tanpa melibatkan tambahan atau ornamen lainnya. Ruang memberikan kesan
hidup atau sesuai objek pada lukisan. Ruang memperlihatkan berbagai sisi bahkan ruang
hampa diantaranya. Sehingga lukisan yang menggunakan ruang sudah menjadi seni lukis
karya menengah. Ruang bisa digunakan untuk menggambar berbagai objek seperti alam,
benda timbul, rumah secara 3 dimensi dan 4 dimensi.

5) Warna (color)
Adanya indera mata yang sangat dibutuhkan fungsinya. Salah satunya adalah dengan
menggunakan mata maka kita dapat melihat warna bentuk dan wujud dari sebuah benda.
Terutama bisa melihat warna yang ternyata menjadi lebih bagus dan indah. Warna sendiri
terbagi menjadi beberapa macam, yakni ada warna primer yang merupakan warna dasar
tanpa campuran seperti putih, merah dan biru, sedangkan warna sekunder terdiri dari warna
campuran tingkat pertama yaitu hijau, jingga dan ungu. Untuk warna lainnya ada warna
analogus yang misalnya gradasi antara hijau ke kuning dan warna komplementer yang dibuat
seperti gradasi dengan warna agak jauh dan melingkar misalnya kuning sampai ungu lalu
beralih ke merah.

c. Proses penciptaan

 Proses paling awal adalah membuat sketsa, pelukis biasa mengerjakan sketsa diatas
kertas dengan media pensil atau pensil warna, tetapi pada beberapa karya pelukis
tidak menggunakan sketsa diatas kertas tetapi langsung diatas kanvas menggunakan cat
berwarna terang seperti kuning, hijau, atau biru muda, meskipun hanya goresan-goresan
yang lebih ekspresif.
 Proses selanjutnya penulis membuat background pada kanvas dengan menggunakan
cat yang encer sebanyak tiga kali pelapisan, sehingga background pada kanvas kosong
dapat tertutup sempurna.
 Proses selanjutnya, setelah kanvas kering penulis memindahkan sketsa yang sudah
dikerjakan di atas kertas ke kanvas, untuk karya yang tanpa proses sketsa di atas
kertas penulis langsung menggambar sketsa diatas kanvas dengan menggunakan cat
berwarna terang sehingga lebih mudah tertutup dengan cat lain yang digunakan untuk
mewarnai objek.
 Proses selanjutnya adalah mengerjakan background, dimana penulis lebih sering
menggunakan background dengan satu warna, tetapi ada beberapa karya yang juga
menggunakan objek-objek sebagai background. Tahap selanjutnya penulis mengerjakan
objek yang letaknya di depan background. Pelukis melukis hingga selesai bagian yang
paling jauh dalam sudut pandang perspektif, jika objek tersebut sudah selesai maka
dilanjutkan objek di depannya hingga selesai.

d. Gaya atau aliran lukisan

Berdasarkan pengungkapannya aliran atau gaya seni lukis dapat dibedakan menjadi tiga yaitu
representatif, deformatif, dan nonrepresentatif.

1) Representatif

Representatif adalah perwujudan gaya seni rupa menggunakan keadaan nyata pada
kehidupan masyarakat dan gaya alam. Beberapa gaya seni rupa yang termasuk sepresentatif
adalah sebagai berikut.

 Naturalisme adalah aliran seni rupa yang penggambarannya alami atau sesuai dengan
keadaan alam, melukiskan segala sesuatu dengan alam nyata sehingga perbandingan
perspektif, tekstur, ataupun warna serta gelap terang dibuat dengan seteliti mungkin. Tokoh
naturalisme antara lain Basuki Abdullah, Abdullah Suryobroto, Mas Pringadi, Wakidi,
Calude, Ruben Constabel, Gambir Anom.
 Realisme adalah aliran seni rupa yang memandang dunia tanpa ilusi, apa adanya tanpa
menambah atau mengurangi objek, penggambarannya sesuai dengan kenyataan hidup.
Tokoh aliran realisme antara lain Trubus, Wardoyo Tarmizi, dan Dullah.
 Romantisme adalah aliran seni rupa yang lebih bersifat imajiner, aliran ini melukiskan
cerita-cerita yang romantis, peristiwa yang dahsyat atau kejadian yang dramatis. Tokoh
aliran romantisme antara lain Raden Saleh, Fransisco Goya, dan Turner

2) Deformatif

Deformatif adalah perubahan bentuk dari aslinya sehingga menghasilkan bentuk baru namun
tidak meninggalkan bentuk dasar aslinya. Beberapa aliran seni lukis yang tergolong aliran
deformatif adalah sebagai berikut.

 Ekspresionime adalah aliran seni rupa yang penggambaranya sesuai dengan keadaan
jiwa sang perupa yang spontan pada saat melihat objek karyanya. Tokoh aliran
ekspresionime antara lain Vincent van Gogh dan Affandi.
 Impesionisme adalah aliran seni rupa yang penggambarannya sesuai dengan kesan saat
bojek tersebut dilukis. Tokoh aliran impresionisme antara lain Claude Monet, Georges
Seurat, Paul Cezanne, Paul Gauguin, dan S. Sudjono
 Surialisme adalah aliran seni rupa yang kebanyakan menyerupai bentuk-bentuk yang
seiring dalam mimpi, pelukis berusaha mengabaikan bentuk-bentuk secara keseluruhan
kemudian mengolah sedemikian rupa bagian tertentu dari objek untuk menghasilkan kesan
tertentu tanpa harus mengerti bentuk aslinya. Tokoh aliran ini adalah Salvador Dali
 Kubisme adalah aliran seni rupa yang penggambarannya berupa bidang segi empat atau
bentuk dasarnya kubus. Tokoh aliran kubisme antara lain Pablo Picasso, But Mochtar,
Srihadi, Fajar Sidik, dan Mochtar Apin.

kubisme

3) Nonrepresentatif

Nonrepresentatif adalah suatu bentuk yang sulit untuk dikenal. Bentuk dasar gaya
nonrepresentatif sudah meninggalkan bentuk aslinya dan pada prinsipnya menekankan pada
unsur-unsur formal;struktur; unsur rupa dan prinsip estetik. Gaya seni lukis nonrepresentatif
berupa susunan garis, bentuk, bidang dan warna yang terbebas dari bentuk alam. Gaya ini
memandang bahwa ekspresi jiwa dapat dihubungkan dengan objek apapun. Gaya ini
menonjolkan bidang yang diisi oleh warna dan dipilah dengan garis-garis tegas. Gaya ini
dipelopori oleh Amry Yahya, Fajar Sidik, But Mochtar, dan Sadali.

3. Biografi Raden Saleh

Raden Saleh lahir dengan nama lengkap Raden Saleh Sjarif Bestaman di tahun 1807, tanggal
lahir dan bulannya tidak diketahui. Lahir di Terboyo, dekat Semarang, Jawa Tengah dari Rahim
Mas Adjeng Zarip. Saat baru berusia sepuluh tahun, Raden Saleh diserahkan kepada pamannya
yang menjabat sebagai Bupati Semarang, ketika Indonesia masih dikolonialisasi oleh Belanda
(Hindia Belanda).

Raden Saleh sudah gemar menggambar dari sejak kecil. Bakatnya di bidang seni sudah
mulai menonjol saat Saleh kecil bersekolah di sekolah rakyat (Volks-School). Tak jarang di kala
gurunya sedang mengajar, ia malah asyik menggambar. Meskipun begitu, sang guru tak pernah
marah, karena kagum melihat hasil karya muridnya.

Raden Saleh kecil dengan keahliannya yang menonjol sebagai seorang pelukis besar sejak
bersekolah di sekolah rakyat di zamannya membuat Raden Saleh menjadi tokoh yang besar
dengan berbagai macam penghargaan. Belajar dari seorang pelukis keturunan Belgia berasal dari
Belanda, menjadikan Raden Saleh seorang pelukis dengan multitalenta,seperti melukis dengan
cat minyak,di tambah dengan terjun langsung dengan mencari objek pemandangan dan objek
lukisan tipe-tipe orang indonesia di daerah yang di singgahi.
Pada Tahun 1829, hijrahlah Raden Saleh ke Belanda untuk Belajar, selama di eropa Raden
Saleh juga belajar mendalami pelukisan hewan yang dipertemukan dengan sifat agresif
manusia,melukis kehidupan satwa di padang pasir juga merupakan salah satu ilham yg keluar
selama tinggal di Aljazair beberapabulan pada tahun 1846.Raden Saleh juga di percaya menjadi
menjadi konservator pada "LembagaKumpulan KoleksiBenda- benda Seni". Dari keunikan
keunikan jiwa seni inilah yang menjadikan Raden saleh menjadi sosoktokoh yang sangat
inspiratif di zamannya.

Salah satu karya Raden Saleh adalah lukisan penangkapan Diponegoro,yg mana lukisan
tersebut menggambarkan bahwa Raden Saleh tidak menyukai penindasan serta mempercayai
idealisme kebebasan dan kemerdekaan. Berbagai macam penghargaan mengalir dari hasil karya
Raden Saleh baik penghargaan mancanegara maupun dari indonesia. Raden saleh menikah
dengan gadis keluarga ningrat keturunan Keraton Solo setelah perceraiannya dengan istri
terdahulu.Batavia adalah tempat di mana Raden Saleh Tinggal dengan gedung hasil karyanya
sendiri dari segibangunan dan tekniknya yang mana sesuai dengan tugasnya sebagai seorang
pelukis.

Tanggal 23 April 1880 adalah sejarah bagi tokoh kebanggaan bangsa kita, meninggal
dengan berbagaimacam kontroversi menjadi topik hangat diperbincangkan. Namun, Bangsa kita
bisa bangga, berkat Raden Saleh, Indonesia bisa menghasilkan anak bangsa dengan segala
talenta dan kreativitasnya. Hasil hasil karyanya bisa menembus museum besar seperti Rijk
museum belanda dan Louvre Paris.

4. Istilah Mooi Indie berasal dari bahasa Belanda. Dalam bahasa Indonesia, "moii" berati cantik
atau molek atau jelita. Sedangkan Indie berarti Hindia atau wilayah Nusantara yang kini disebut
Indonesia.

Istilah ini pada mulanya dikenal dari dunia seni lukis. Adalah pelukis Sudjojono yang
mempopulerkan istilah ini pada 1930. Pada saat itu ia memakai istilah "moii indie" untuk
menyebut karya lukis yang menggambarkan pemandangan-pemandangan di Hindia atau
Indonesia yang serba indah, damai, dan tenteram.

Meski istilah ini baru populer pada 1930-an, lukisan jenis naturalistik "mooi indie" ini
sebenarnya sudah dilakukan oleh pelukis Raden Saleh yang mengenalkan gaya naturalistik di
lukisannya pada abad 19. Namun sejak Raden Saleh meninggal pada 1877 gaya naturalistik ini
jarang yang mengikutinya.

Oleh pemerintah Belanda gaya naturalistik ini diteruskan pada awal abad 20. Pemerintah
mensponsori para pelukis Belanda--seperti Du Chattel--maupun bumiputera untuk membuat
lukisan "moii indi". Mereka "diminta" menggambarkan suasana alam Indonesia yang cantik,
damai, dan tenteram. Lukisan tersebut kemudian dipamerkan di Eropa. Dengan menggambarkan
Hindia yang cantik jelita, pemerintah Hindia Belanda bertujuan menarik para wisatawan Eropa
datang ke Indonesia.
Pelukis Mooi Indie :

 A.J Payen (Belgia 1792-1853)

Antoine A.J Payen adalah penggerak utama atau penghubung antara koonial Belanda pada
masa itu dengan Indonesia. Dibayar sebutannya untuk pribumi yang terpercayai kolonial Belanda
saat itu untuk bekerja di “Badan Penyelidik Pengetahuan dan Seni” yang dikepalai oleh CGC
Reinwardt. Saat ini bekerja bersama Bik bersaudara (Theodorus Bik dan Adrianus Bik) dengan
tugas resmi melukis alam, kota, pemandangan, tumbuh-tumbuh dan fauna untuk kepentingan
Komisi Ilmu Pengetahuan Alam tentang lembaga yang dipimpin Reinwardt tersebut.

Pertemuan diselesaikan dengan muridnya Raden Saleh di tempat tersebut mengembangkan


gambar pribumi, Raden Saleh khusus. Bersama Bik bersaudara dia mengajari Raden Saleh
menggambar.

Setelah Inggris “ dikirim ” kembali ke Indonesia ditahun 1816, pemerintahan jajahan yang
baru dari Belanda tidak hanya membawa kolonial penguasa, tetapi juga beberapa guru besar atau
profesor yang berkecimpung dalam Reinwardt yang dikuasakan untuk dapat membantu bertanya
tentang “Pengetahuan dan Kesenian” , selain itu juga para pelukis yang dikeluarkan adalah
Payen sendiri yang menjadi pelukis pada “Badan Penyelidik Pengetahuan dan Seni” tersebut.
Para pelukis ini ditugaskan melukis alam dan pemandangan di Indonesia.

Payen memang tidak menonjol di kalangan ahli seni lukis di Belanda , namun mantan
mahaguru Akademi Senirupa di Doornik , Belanda, ini cukup membantu Raden Saleh
mendalami seni lukis Barat dan belajar teknik pembuatannya, misalnya melukis dengan cat
minyak . Payen juga mengajak pemuda Saleh dalam perjalanan dinas keliling Jawa mencari
model pemandangan untuk lukisan. Ia pun menugaskan Raden Saleh menggambar tipe orang
Indonesia di daerah yang disinggahi.

Ketertarikannya pada keindahan alam Indonesia Muncul seketika saat menyetujui tugas ini,
jadi dia percaya bahwa tugas bebani ini juga sebagai pengetahuan yang pada akhirnya akan
menjadi identitas estetika Indonesia (hindia-belanda pada masa itu) pada beberapa masa.
Beberapa sumber mempercayai bahwa Pembayaran adalah besar pada perkembangan keseni
rupaan Raden Saleh yang juga menurunkan paham mooi indie pada kapasitas yang tidak lama.

 Raden Saleh (Semarang 1807-1880)

Raden Saleh Sjarif Boestaman ( Semarang , 1807 - Buitenzorg (sekarang Bogor), 23 April
1880 ) menerima salah satu pelukis paling terkenal dari Indonesia . Kiprahnya di dunia Seni
Rupa berawal sejak usia 10 tahun, ia menerima pamannya, Bupati Semarang, untuk orang-orang
Belanda di Belanda atasannya di Batavia . Kegemaran menggambar mulai menonjol saat
bersekolah di sekolah rakyat ( Volks-School ).
Keramahannya bergaul memfasilitasinya masuk ke lingkungan orang Belanda dan lembaga-
lembaga elit Hindia-Belanda. Seorang kenalannya, Prof. Caspar Reinwardt , pendiri Kebun Raya
Bogor bersama Direktur Pertanian, Seni, dan Ilmu Pengetahuan untuk Jawa dan pulau-pulau di
sekitarnya, berhasil mendapatkan ikatan dinas di departemennya. Kebetulan di pemerintahan itu
ada pelukis di Belgia , AAJ Payen yang didatangkan dari Belanda untuk membuat lukisan
pemandangan di Pulau Jawa untuk hiasan kantor Departemen van Kolonieen di Belanda . Payen
tertarik pada bakat Raden Saleh dan berinisiatif memberikan bimbingan.

Payen memang tidak menonjol di kalangan ahli seni lukis di Belanda , namun mantan
mahaguru Akademi Senirupa di Doornik , Belanda, ini cukup membantu Raden Saleh
mendalami seni lukis Barat dan belajar teknik pembuatannya, misalnya melukis dengan cat
minyak . Payen juga mengajak pemuda Saleh dalam perjalanan dinas keliling Jawa mencari
model pemandangan untuk lukisan. Ia pun menugaskan Raden Saleh menggambar tipe orang
Indonesia di daerah yang disinggahi.

Terkesan dengan bakat luar biasa anak didiknya, Dibayar agar Raden Saleh bisa belajar ke
Belanda . Usul ini didukung oleh Gubernur Jenderal GAGPh. van der Capellen yang meminta
waktu itu ( 1819 - 1826 ), setelah ia melihat karya Raden Saleh.

Tahun 1829 , ditolak bersamaan dengan pecahnya perlawanan Pangeran Diponegoro oleh
Jenderal Hendrik Merkus de Kock , Capellen membiayai Saleh belajar ke Belanda . Namun,
diambilnya itu menyandang misi lain. Dalam surat Seorang Pejabat Tinggi Belanda untuk review
Departemen van Kolonieen tertulis, selama Perjalanan Ke Belanda Raden Saleh bertugas
mengajari Inspektur Keuangan Belanda de Linge TENTANG adat-istiadat Dan Kebiasaan
orangutan Jawa, Bahasa Jawa , Dan Bahasa Melayu . Ini menunjukkan kecakapan lain Raden
Saleh.

Seperti yang dibahas sebelumnya membayar peluang untuk bersekolah melewati negri dan
oleh karena itu seleah berpulangnya dari studinya tersebut Raden Saleh membawa paham-paham
estetika barat yang mengembangkan pada masa itu. Yakni Romantisme

Sepulangnya dari studi panjangnya Tak banyak catatan senior yang dia gores. Ia menghargai
menjadi konservator di “Lembaga Koleksi Benda Benda”. Beberapa lukisan potret keluarga
keraton dan pemandangan menunjukkan ia tetap terlihat.

Karya yang paling menunjukkan "kemolekannya" salah satunya adalah "Lanskap Jawa,
dengan Harimau Mendengarkan Suara Kelompok Bepergian"

 Abdullah Suryobroto (1878-1941)

Tidak terlalu banyak info yang menerangjan Abdullah Suryobroto selain dia adalah ayah
kandung dari seniman flamboyan Raden Basoeki Abdullah, bersama rekannya wakidi dan
pringadie dia mencetus mooi indie secara lengkap.
Pelukis R Abdullah Suriosubroto adalah putera Dr Wahidin Sudirohusodo, perintis
pergerakan nasional ”Budi Utomo”. Namun berlainan dengan berhasil, Abdullah sama sekali
tidak tertarik dengan pergerakan dunia, dia mengambil jalan hidup berbeda. Dia berkesempatan
belajar di negeri Belanda sambil mencari studi banding, tetapi sesuai dengan studi belajar bahasa
lukis di Den Haag.

Sebenarnya yang saya ambil dari penggayaan luis Abdullah menghambat sama dengan
ajaran payen untuk Raden Saleh. Yakni mencerminkan nuansa romantisme gaya Eropa yang
dituangkan versi keindahan Indonesia, di mana alam memenangkan. Berbeda kembangannya
dengan putranya Basuki Abdullah yang mengembangkan mooi indie lebih ditingkatkan untuk
kecantikan wanita.

 Wakidi ( Palembang , 1889 / 1890 - tahun 1979 )

Wakidi (1889-1979) adalah pelukis menghadiri panjang. Wakidi yang orang tuanya berasal
dari Semarang, namun dia sendiri lahir di Plaju, Sumatera Selatan ini memilih untuk menetap di
Sumatera Barat. Dia menerima pendidikan di Kweekschool (Sekolah Pendidikan Guru) yang
berdiri sejak 1837 di Bukittinggi. Di sekolah inilah Wakidi mendalami pelajaran menggambar
dan melukis (1903).

Dengan kemampuan luar biasa yang dimiliki Wakidi di usia mudanya, setamat di sana, dia
menerima tawaran menjadi guru dan menggambar untuk membina dan mengasuh anak-anak
pribumi yang sedang menempuh pendidikan di Kweekschool. Diantara murid Wakidi menerima
proklamator tokoh Bung Hatta dan mantan Ketua MPRS Jenderal Besar Abdul Haris Nasution.

Tidak hanya di Kweekschool, beberapa tahun kemudian, Wakidi ditawari menjadi guru di
INS Kayutanam, yang didirikan M. Syafei pada tahun 1926. Di INS, Wakidi mulai juga
membuka dan menyingkir untuk menunjukkan arah apa yang ada di sana.

Diantara murid-muridnya adalah tokoh berkelanjutan yang berkiprah dalam peta seni lukis
nasional seperti Baharuddin MS, Syamsul Bahar, Mara Karma, Hasan Basri DT. Tumbijo,
Nasjah Jamin, Montingo Busye, Zaini, Nashar, Ipe Makruf, Alimin Tamin, Nuzurlis Koto, Arby
Samah, Muslim Saleh, Mukhtar Apin, AA Navis, Mukhtar Jaos, Osmania, dan banyak lagi yang
menjadi tokoh saat ini.

 Mas Pringadi ( 1875-1936)

Mas Pirngadi lahir pada keluarga ningrat pada tahun 1875. Ia merupakan salah satu pelukis
aliran naturalis Indonesia yang paling berbakat. Awalnya, beliau belajar melukis dengan bahan
caat air dari seorang pelukis Belanda, Du Chattel. Kemudian, beliau mengajar pelukis-terkenal
seperti Sudjono dan Suromo. Tokoh lain yang dianggap sbagai pelukis terkenal Indonesia adalah
Wahidi dan Abdullah Suryosubroto. Mereka terkenal sebagai pelukis Indonesia pada zaman
penjajahan Belanda awal abad ke-20. Mas Pirngadi sangat ahli melukis pemandangan alam dan
orang. Disamping itu, ia juga menghasilkan waktu lebih banyak tahun membuat gambar terinci
untuk Royal Batavia Society untuk Seni dan Ilmu Pengetahuan dan Layanan Arkeologi. Ia
meninggal pada tahun 1936.

Dalam melukis pemandangan alam, Abdullah dan Wakidi tampak lebih produktif dan
berkemampuan dibandingkan dengan Pirngadi yang tersita oleh pekerjaan rutinnya sebagai
ilustrator museum antropologi di Jakarta.

5. PERSAGI (Persatuan Ahli Gambar Indonesia)

Lahirnya Persagi tentunya bukan tanpa sebab atau kasualitas, Persagi lahir sebagai bentuk
protes atas nilai estetika oleh yang di usung oleh Mooi Indie. Tentu saja tidak disebabkan oleh
satu persoalan tersebut di atas, tetapi banyak faktor yang melatarbelakangi lahirnya pergerakan
budaya tersebut. kondisi ekonomi dan politik pada masa tersebut memang menuntut pembaruan
dalam segala bidang, tak terkecuali dalam bidang seni dan budaya. Di mana pada waktu kondisi
ekonomi di Batavia memang sedang kacau. Memasuki tahun 1930-an, keadaan Batavia telah
berbeda dengan awal abad 20. Keadaan semacam itu membuat keadaan masyarakat pribumi
semakin sulit dalam kehidupan, dan memang keadaan pada zaman tersebut belum dapat
dikatakan nyaman. Kondisi sosial masyarakat bawah yang kehidupannya berat, ternyata
menggugah kesadaran dan visi baru kelompok Persagi untuk mengungkapkan realitas yang ada.
Tokoh utama dalam pergerakan budaya tersebut adalah Sudjojono yang menorehkan
pemikirannya dalam tulisan yang banyak di muat di majalah atau surat kabar pada waktu itu.

Memang pada waktu itu kondisi Hindia Belanda sedang dalam progres untuk menuju
pencerahan yang dikomandoi oleh kaum Pribumi terpelajar. Pada dasawarsa kedua abad 20-an
memang muncul pergerakan pemuda yang di pelopori oleh Boedi Utomo sejak tahun 1908.
Selanjutnya di susul dengan berdirinya perguruan Taman Siswa tahun 1922, Sumpah Pemuda
1928, dan pada bidang sastra muncul Poejangga Baroe tahun 1933, serta Polemik Kebudayaan
1935 sampai 1939. Dengan adanya organisasi pergerakan pemuda tersebut, ternyata menjadi
stimultan dan terus memunculkan perkumpulan di bidang lain. Salah satunya adalah
perkumpulan seniman yang mengibarkan bendera Nasionalisme dan berpihak pada Kerakyatan.
Tepatnya pada tanggal 23 Oktober 1938 Persagi lahir, yang merupakan akronim dari Persatuan
Ahli Gambar Indonesia.

Deklarasi Persagi pada bulan Oktober tersebut berlangsung di Gedung Sekolah Rakyat
“Ksatryan School met de Qur’an”, di Gang Kaji Batavia. Pengurus Persagi pada periode pertama
terdiri dari Agus Djaja sebagai ketua, Sudjojono sebagai sekretaris dan Rameli sebagai
komisaris. Selain nama pengurus di atas sebagai anggota Persagi antara lain Soediardjo,
L.Setiyoso, Emiria Soenassa, Saptarita Latief, Herbert Hoetagaloeng, S. Toetoer, Sindhusisworo,
Soeaib, Soekirno, Soerono, Suromo dan Otto Djaja. Sebagai kelompok pergerakan di bidang
budaya yang mengibarkan semangat baru dan panji-panji Nasionalisme Kerakyatan, Persagi aktif
mengadakan rapat tahuan, diskusi, melukis bersama, dan pameran.
Tujuan dari kelompok Persagi ditekankan pada pencarian corak seni lukis Indonesia yang
baru lewat kerjasama di sanggar dan diskusi antara sesama anggota. Pemahaman dari Persagi
melukis tidak hanya pemandangan sawah, sungai, pantai dan gadis yang cantik. Tetapi melukis
harus juga melihat dari sisi kemanusiaannya, selain estetika tedapat nilai lain yang harus
dimunculkan dalam sebuah karya seni. Keyakinan lainnya adalah dalam melukis hendaknya
bersikap sederhana dan jujur mengungkapkan objek. Realitas objek-objek di sekitar pelukis
sesungguhnya merupakan kesaksian kehidupan yang kaya. Berkarya dengan jujur dan sederhana
artinya membuat karya seni sesuai dengan realita yang ada dan tanpa ada untuk membaguskan
objeknya. Misalkan lingkungan sekitar tentang peperangan, penderitaan rakyat kecil, gadis desa,
objek tersebut digambar dengan jujur tanpa ada unsur rekayasa untuk memperindahnya. Biarkan
realita itu bicara dalam sebuah karya seni, itulah faham yang diterus dikobarkan oleh kelompok
Persagi.

Adalah S. Sudjojono yang aktif menyuarakan semangat seni lukis Indonesia Baru melalui
tulisan-tulisannya yang dimuat di majalah dan surat kabar. Seni lukis sebagai salah satu unsur
kebudayaan suatu bangsa dengan sendirinya seharusnya mengungkapkan corak yang cocok
dengan watak bangsa itu. Meskipun demikian, lukisan-lukisan Indonesia pada saat itu belum
juga mempunyai corak Indonesia. Hal itu karena kultur yang ada masih hilir-mudik. Di satu
pihak masih besifat kejawaan, kekunoan, dan di lain pihak bersifat kebaruan jawa dan bahkan
kebarat-baratan. Lewat tulisannya, Sudjojono menganjurkan kepada para pelukis untuk
mempelajari kehidupan rakyat jelata di kampung-kampung dan di desa-desa.

Bertolak dari kebiasaan para pelukis Mooi Indie, para pelukis yang tergabung dalam Persagi
mencipta lukisan dari objek yang ada di lingkungan sekitar. Para pelukis tersebut melukis
tentang kehidupan nyata yang ada di sekitar mereka, tentang susana kampung, tentang
penderitaan rakyat, seni pertunjukan, perjuangan, gerilyawan, dan gadis pribumi dengan nuansa
yang sesungguhnya. Jadi para anggota persagi melukis realita tentang penderitaan rakyat jelata,
selain menyentuh nilai estetika lukisan hendaknya menyentuh nilai kemanusiaan. Tetapi tidak
semua anggota persagi mencipta karya yang berbau kemanusaiaan tetapi ada juga yang masih
menggambar pemandangan. Selain itu ada juga yang mengadopsi tema budaya lokal seperti
wayang, dimana itu terlihat pada corak lukisan Agus Djaja. Lukisan Agus Djaja mengadopsi
unsur wayang, yang telah dideformasi dan tampak lebih ekspresif dan manusiawi. Hal ini dapat
dilihat pada lukisannya yang berjudul “The Pursuit” (Pengerjaran). Dalam lukisan tersebut
tampak sosok wayang sedang naik kuda sambil memanah, dimana lukisan tersebut
merepresentasikan tokoh Arjuna yang gagah berani dalam dunia pewayangan.

Selain itu lukisan-lukisan Agus Djaja menggambarkan tentang kesenian rakyat, seperti yang
berjudul “Ronggeng”, Tjap Go Meh”, “Topeng”, De Goochelaar (Tukang Sulap), dan “Koeda
Kepang”. Lain lagi dengan Sudjojono, lukisan Sudjojono mencerminkan kegelisahan dalam
menyelami realitas kehidupan. Karya-karya dari Sudjojono antara lain “Di Depan Kalmboe
Terboeka”, “Mainan”, “Djoengkatan”, “Anak-anak Soenter”, “Tjap Go Meh” dan “Kawan-
kawan Revolusi”. Selanjutnya ada pelukis Emiria Soenassa, adalah salah satu pelukis wanita
Indonesia pertama yang bergulat dengan seni lukis sebagai ekspresi. Maka dari itu Emiria
bergabung dengan Persagi sebagai media untuk mengepreksikan konsep estetikanya. Karya dari
Emiria memiliki corak primitif yang mengungkapkan rasa naif yang jujur. Dimana itu tercermin
dalam beberapa karyanya antara lain “Roemah di Tepi Hoetan” dan “Perkawinan Dajak”.

Karya dari Sudjojono "Di Depan Kalambu Terbuka" sedang di display oleh Mike Susanto
(Dosen saya sewaktu Kuliah) dalam suatu pameran.

Otto Djaja merupakan pelukis termuda dalam Persagi, dan merupakan adik dari Agus Djaja.
Karakter lukisan dari Otto Djaja mempunyai karakter naif yang cukup kuat. Karya-karyanya
yang dikenal mempunyai karakter naif antara lain pada “Pertemoean” dan “Kethoek Tiloe”.
Selanjutnya pelukis Persagi lainnya adalah R.M. Soerono, Soediardjo, dan Suromo. R.M.
Soerono merupakan salah satu pelukis yang berbakat dalam seni lukis. Bakat seninya diasah oleh
pulukis Belanda yaitu Velthyusen, hingga menjadi pelukis profesional. Lukisan-lukisannya
antara laian berjudul “Terug van de Weide” (Kembali dari Padang Rumput), “Tarian Timoer”
dan “Perahu Majang”. Anggota lain yang sudah terjun ke dunia profesional dalam dunia artistik
adalah R.Soediardjo dan Suromo. Kedua orang tersebut bekerja sebagai drafter (penggambar)
yang menangani pekerjaan lukisan kaca, mural dan keramik di biro arsitek Robert Deppe, di
Batavia. S.Soediardjo mendapat perhatian besar dari para pengamat seni, karena kekuatan
ekspresi lukisannya yang di pamerkan di Batavia Kunstkring yaitu “Bade om Zielenheid” (Doa
untuk Pendeta)

Suromo adalah pelukis yang mengasah kemampuan artistiknya dengan bekerja di Batavia,
sebagai desainer atau penggambar pada perusahaan Robert Deppe. Selain itu Suromo memeroleh
kemampuan melukisnya dengan belajar akademis di Pringadi. Setelah pada masa setelah Persagi
Suromo tetap dikenal sebagai pelukis yang aktif, dengan sifat sebagai “een geboren schilder”
(pelukis berbakat), yang lebih suka bekerja dengan produktif daripada berdebat dalam wacana.
Anggota Persagi lainnya adalah Abdul Salam, pelukis kelahiran Banyumas 1912, adalah
ilustrator majalah mingguan “Pembangoen” dari surat kabar “Pemandangan”. Selain itu ia juga
bekerja di bagian menggambar Kantor Statistik dan di kantor Biro Reklame “A de le Mar”
Batavia. Suromo juga mengasah bakat melukisnya pada pelukis Belanda Pip Pijpers. Karya-
karya dari Suromo memunculkan karakter kejujuran dan mengabdi pada realitas yang ada.

Pelukis Persagi selanjutnya adalah G.A. Soekirno, yang karakter lukisannya mempunyai
kecenderungan pada gaya karikatural. Pelukis-pelukis di atas adalah yang memegang
mempunyai karakter dalam ide maupun konsep. Mereka mencoba membuat lukisan dengan gaya
tersendiri tanpa dibayang-bayangi oleh gaya Moii Indie. Sehingga dari corak lukisannya
cenderung ekspresif dan impresionisme, di Smana kedua aliran tersebut memang berasal dari
Eropa. Tetapi ada Pelukis Persagi yang masih tetap berkarya di bawah pengaruh Mooi Indie.
Mereka adalah Herbert Hutagaloeng dan S. Toetoer, yang masih berkutat dengan lukisan
pemandangan yang indah dan hijau. Lukisan dari Herbert Hutagalung yang pernah dipamerkan
dalam pameran bersama Persagi adalah “Eenzaam Bamboevolt” (Rakit Bambu yang Terasing).
S. Toetoer yang masih senada karyanya dengan Herbert Hutagaloeng, menampilkan jenis karya
yang masih berbau Mooi Indie. Karya-karya yang pernah dipamerkan dalam pameran pertama
persagi antara lain “Indonesische Venus”, “Pemandangan di Molenvliet” dan “Pemandangan di
Mega Mendoeng”. Menurut beberapa pengamat S.Toetoer mempunyai kekuatan warna yang
berkualitas.

Untuk dapat membuktikan eksistensi kelompok mereka, maka dari itu Persagi mencoba
mengadakan pameran sebagai bukti keberadaannya. Tetapi bukan usaha yang mudah untuk dapat
memamerkan karya seni mereka pada zaman itu. Di mana kekuatan birokrasi pemerintahan di
Batavia pada waktu itu masih dipegang oleh pemerintah Belanda. Persagi mencoba untuk dapat
berpameran di gedung Bataviasche Kunstkring, tetapi upaya untuk pameran di gedung tersebut
di tolak. Penolakan tersebut langsung dilontarkan oleh ketua dari Bataviasche Kunstkring, Mvr.
De Loos Haaxman bahwa bangsa Indonesia dianggap hanya cocok sebagai petani. Pernyataan
yang senada datang dari pelukis Velthuysen di koran Nieuwsgier , bahwa pelukis Indonesia lebih
baik menanam padi saja, daripada melukis. sebab kalau menanam padi, orang Jawa udah
mengerti dan menguasai.

Itulah pernyataan dari para penguasa Belanda yang diskriminatif, maka dari itu Persagi
mencari jalan lain untuk dapat pameran perdana. Tetapi pada akhirnya Persagi dapat berpameran
di toko buku Koff & Co. Pameran perdana tersebut diikuti oleh para anggota Persagi dan karya
yang dipamerkan tanpa seleksi yang ketat, para pelukis dapat memutuskan lukisan yang akan
dipamerkan. Pameran perdana tersebut berlangsung di bulan April 1940. Tahun berikutnya
Persagi akhirnya dapat juga berpameran di gedung Bataviasche Kunstkring pada tanggal 7
sampai 30 Mei 1941. Keberhasilan tersebut merupakan fenomena yang sangat bermakna untuk
pelukis pribumi. Laporan bernada positif datang dari surat kabar Bataviaasch Nieuwsblad,
mengungkapkan bahwa pelukis pribumi yang sebagian besar adalah para pemuda, tidak
menemui kesulitan dalam berkarya. Warna-warna lukisan mereka mencolok, dan pandangan
keseniannya sering muncul lebih menyakinkan daripada bentuk lukisannya yang masih mencari-
cari.

Itulah beberapa kegiatan yang dilakukan oleh Persagi sebagai bukti eksistensi kelompok.
Dengan membawa faham baru tentang corak seni lukis Indonesia yang baru, pelukis tersebut
lepas dari tradisi lama. Dalam karya-karya mereka menampilkan beragam objek yang tidak
hanya eksotis dan romantis. Tetapi dalam karya mereka terdapat kedalaman makna berupa nilai-
nilai yang ditanamkan terhadap karya seni. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Sudjojono
tentang gaya lukisan Mooi Indie. Bahwa lukisan-lukisan Mooi Indie yang serba tenang dan
damai dikatakan sebagai pelepas jemu para turis yang dinegerinya hanya melihat skyscrapers
(bangunan-bangunan pencakar langit). Lebih jauh Sudjojono mengungkapkan bahwa seniman
Persagi tidak bisa menghormati pelukis-pelukis yang enak-enak menggambarkan lembah,
gunung, awan-awan, dan mimpi di sorga sambil berkata : “O, romantisnya Priangan”. Disisi lain
pelukis-pelukis itu tidak mendengarkan para petani yang mengeluh, merintih, dan menangis
sebab kakinya terekena cangkul, berdarah dan luka parah. Lukisan-lukisan Mooi Indie itu
barankali bagus, namun rasa kemanusiaannya tidak ada.

Dengan keragaman konsep estetis atau kekayaan wacana dalam tubuh Persagi akhirnya
melahirkan berbagai bentuk karya yang khas dari setiap senimannya. Disamping itu mereka
mempunyai pandangan yang sama dalam mencari corak seni lukis Indonesia yang baru. Serta
memperjuangkan harkat pelukis pribumi di mata orang Belanda, maka dari itu lukisan-lukisan
anggota Persagi mempunyai corak yang lain dibandingkan dengan Mooi Indie. Kredo antiteknik
dalam proses kreatif mereka semakin menguatkan kecenderungan kebebasan menuju ke corak
lukisan ekspresionisme. Dalam perjalanan Persagi yang cukup singkat itu, tahap pematangan visi
estetik anggotanya baru tercapai setelah Persagi bubar. Persagi bubar pada waktu pendudukan
Jepang di Batavia sekitar tahun 1942, tetapi eksponen-eksponennya masih tetap berkarya dan
tumbuh menjadi pelukis-pelukis yang mengisi kehidupan seni lukis Indonesia modern.

Itulah Persagi yang memberontak tradisi lama yang ditanamkan oleh kolonial Belanda,
dimana konsep estetis yang menurutkan selera turistis dihantam dengan konsep jiwa
Nasionalisme kerakyatan. Dengan megibarkan panji-panji kerakyatan diharapkan corak seni
lukis Indonesia baru akan muncul. Walaupun secara teknik karya dari pelukis Persagi masih
mengadopsi dari Barat, yaitu teknik ekspresionisme dan impresionisme. Tetapi kandungan
estetika dan konsep seni yang ada dalam karya seniman Persagi, mempunyai jiwa yang
diharapkan membawa corak yang baru. Melalui penciptaan objek yang sesuai dengan realita
diharapkan dapat memunculkan semangat dan jiwa Nasionalisme akan tumbuh pada tiap
senimannya. Wacana paradigma seni lukis Indonesia Baru dari Persagi, akhirnya memberikan
warisan yang laten yaitu perdebatan orientasi antara Timur dan Barat. Indentitas merupakan
elemen yang menjadi wacana krusial dalam setiap periode perkembangan seni lukis modern
Indonesia. Dengan itu Persagi telah membuktikan lewat paradigma dan karya yang membawa
perubahan dalam seni lukis Indonesia modern.

6. Gebrakan Seni Rupa Baru Indonesia

1) Dalam berkarya, membuang sejauh mungkin imaji “seni rupa” yang diakui hingga kini,
(gerakan menganggapnya sebagai “seni rupa lama”) yaitu seni rupa yang dibatasi hanya di
sekitar: seni lukis, seni patung dan seni gambar (seni grafis).

Dalam Gerakan Seni Rupa Baru Indonesia, penetrasi di antara bentuk-bentuk seni rupa di
atas, yang bisa melahirkan karya-karya seni rupa yang tak dapat dikategorikan pada bentuk-
bentuk di atas, dianggap “sah” (“Seni Rupa Baru”).

Dalam berkarya, membuang sejauh mungkin imaji adanya elemen-elemen khusus dalam
seni rupa seperti elemen-elemen lukisan, elemen-elemen gambar dan sebagainya.
Keseluruhannya berada dalam satu kategori, elemen-elemen rupa yang bisa berkaitan
dengan elemen-elemen ruang, gerak, waktu dan sebagainya.
Dengan begitu, semua kegiatan yang dapat dikategorikan ke dalam seni rupa di Indonesia,
kendati didasari “estetika” yang berbeda, umpamanya yang berasal dari kesenian tradisional,
secara masuk akal dianggap sah sebagai seni rupa yang hidup.

2. Membuang sejauh mungkin sikap “spesialis” dalam seni rupa yang cenderung
membangun “bahasa elitis” yang didasari sikap “avant-gardisme” yang dibangun oleh imaji:
seniman seharusnya menyuruk ke dalam mencari hal-hal subtil (agar tidak dimengerti
masyarakat, karena seniman adalah bagian dari misteri hidup?).

Sebagai gantinya, percaya pada segi “kesamaan” yang ada pada manusia dikarenakan
lingkungan kehidupan yang sama. Percaya pada masalah-masalah sosial yang aktual sebagai
masalah yang lebih penting untuk dibicarakan daripada sentimen-sentimen pribadi. Dalam
hal ini, kekayaan ide atau gagasan lebih utama daripada ketrampilan “master” dalam
menggarap elemen-elemen bentuk.

3. Mendambakan “kemungkinan berkarya”, dalam arti mengharapkan keragaman gaya


dalam seni rupa Indonesia. Menghujani seni rupa Indonesia dengan kemungkinan-
kemungkinan baru, mengakui semua kemungkinan tanpa batasan, sebagai pencerminan
sikap “mencari”. Dari sini, menentang semua penyusutan kemungkinan, antara lain sikap
pengajaran “cantrikisme” di mana gaya seorang guru diikuti murid-muridnya, yang
sebenarnya dapat berbuat lain, memperkaya kemungkinan “gaya” seni rupa Indonesia.

4. Mencita-citakan perkembangan seni rupa yang “Indonesia” dengan jalan mengutamakan


pengetahuan tentang Sejarah Seni Rupa Indonesia Baru yang berawal dari Raden Saleh.
Mempelajari periodisasinya. melihat dengan kritis dan tajam caranya berkembang,
menimbang dan menumpukkan perkembangan selanjutnya ke situ. Percaya bahwa dalam
Sejarah Seni Rupa Indonesia Baru ini terdapat masalah-masalah yang sejajar bahkan tidak
dimiliki buku-buku impor, dan mampu mengisi seni rupa Indonesia dengan masalah yang
bisa menghasilkan perkembangan yang bermutu.

Mencita-citakan perkembangan seni rupa yang didasari tulisan-tulisan dan teori-teori orang-
orang Indonesia, baik kritikus, sejarawan ataupun pemikir.
Menentang habis-habisan pendapat yang mengatakan perkembangan seni rupa Indonesia
adalah bagian dari sejarah seni rupa Dunia, yang mengatakan seni adalah universal. yang
menggantungkan masalah seni rupa Indonesia pada masalah seni rupa di Mancanegara.

5. Mencita-citakan seni rupa yang lebih hidup, dalam arti tidak diragukan kehadirannya,
wajar, berguna, dan hidup meluas di kalangan masyarakat.

7. Pengertian Seni instalasi (Installation Art)

Seni Instalasi adalah karya seni yang dibuat dengan menyusun, merakit dan memasangkan
berbagai media Seni, baik dua maupun tiga dimensi sehingga membentuk kesatuan realitas dan
makna baru.

Secara harfiah, instalasi diambil dari bahasa inggris, yaitu Installation yang artinya
“pemasangan” atau “menempatkan”. Sehingga Seni Instalasi berkaitan dengan pemasangan
sesuatu, yaitu karya yang akan dipamerkan.

Contoh Seni Instalasi: Unlimited Space, oleh Esther Stocker

Contoh Seni Instalasi: Unlimited Space, oleh Esther Stocker

Berbeda dengan Seni Lukis atau Seni Patung yang tinggal dipajang, Seni Instalasi harus dipasang
dan disusun terlebih dahulu karena terdiri dari banyak benda, baik komponen benda seni,
maupun benda lain diluar konteks seni rupa. Misalnya terdapat bentangan tali yang harus diikat
sedemikian rupa pada karya. Bisa juga karya harus dirakit terlebih dahulu sebelum membentuk
suatu kesatuan.

Dalam kamus Oxford, Instalasi berarti tindakan untuk menempatkan peralatan atau furnitur pada
posisi sehingga dapat digunakan. Dalam konteks umum tujuan dari penempatan dimaksudkan
agar benda dapat dipakai. Pada Seni Instalasi, tindakan tersebut dilakukan agar karya dapat
dipamerkan.
Pembicaraan komponen benda non-seni disini sangat bersinggungan dengan konsep Readymade
Dadaisme yang dipelopori oleh Duchamp.

Sejarah Seni Instalasi

Robert, A. (1990: 90), mengatakan bahwa Seni Instalasi di dunia pertama kali muncul pada era
aliran Pop Art di sekitar 1950-1970-an. Awal kemunculannya ditandai oleh karya Judy Pfaff
yang membuat taman bawah laut dari ribuan jenis sampah yang malah menjadi tampak fantastis
dan monumental.

Meskipun telah muncul pada tahun 1950-an, Seni Instalasi pertama kali berkembang di Amerika
Serikat pada tahun 1970-an. Tokoh-tokoh lain yang memprakarsarai seni ini antara lain: Daniel
Buren, Joseph Beuys (dari Jerman), Daniel Buren (asal Prancis), Robert Irwin dan Hans Haacke.

Kemunculan Seni Instalasi diawali oleh perkembangan salah satu teknik yang terhitung baru
dimasanya, yakni Asemblasi atau Assemblage. Asemblasi adalah teknik yang memodifikasi atau
menggabungkan berbagai objek untuk membuat kesatuan baru yang berbentuk seperti patung.

Contoh karya Asemblasi

Contoh karya Asemblasi

Asemblasi sendiri berkembang sejalan dalam perkembangan aliran Kubisme. Perkembangan


aliran berikutnya seperti Dadaisme, Surealisme dan Seni Konseptual (Conseptual Art) turut
menjadi pemicu lahirnya Seni Instalasi, karena masih membawa pecahan mozaik kearifan dari
Kubisme.

Jadi dapat disimpulkan bahwa Seni ini adalah produk yang dihasilkan oleh gelombang arus seni
sebelumnya, yang kini tengah menepi di pelabuhan Seni Post-Modern atau Seni Kontemporer.
Produk Seni Kontemporer

Seni Instalasi merupakan bidang Seni yang berurusan dengan kreatifitas manusia dalam ranah
yang lebih condong ke area konseptual dan termasuk dalam perjalanan Seni kontemporer yang
lahir di era Posmodern.

Buktinya, Seni Instalasi masuk dalam ciri-ciri atau karakterisitik Seni Kontemporer seperti:

Berorientasi karya bebas, tidak menghiraukan sekat-sekat Seni Rupa yang dianggap terlalu kaku
dan membatasi.

Menggunakan media khas atau bahan alternatif apapun yang dianggap bukan media atau alat
seni dalam berkarya.

Adanya pluralisme dalam estetika, dan dalam prakteknya Seniman ingin mendapatkan kebebasan
untuk berorientasi pada masa depan, masa lalu ataupun sekarang tanpa suatu tekanan apapun.

Selain sibuk mengembangkan hal Internal seperti Art for Art Sake, Seni kini juga menyentuh
situasi sosial, politik dan ekonomi masyarakat yang tengah terjadi.

8. 8. Skema persamaan antara R. Saleh Syarif Bustaman, Moie Indie, dan PERSAGI

Skema persamaan antara R. Saleh Syarif Bustaman, Moie Indie, dan PERSAGI
Hal yang
dibandingkan

R. Saleh
Syarif
Bustaman

Moie Indie

PERSAGI

Anda mungkin juga menyukai