Anda di halaman 1dari 12

1BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan negara yang memiliki daerah rawan bencana, hal ini

dikarenakan letak geografis dan geologisnya yang terletak pada cincin api pegunungan dunia

serta tempat bertemunya 3 lempengan yaitu Asia, Australia dan Pasifik, dengan kata lain

ketika cincin api serta lempengan tersebut beraktifitas,secara langsung dapat menyebabkan

terjadinya bencana di Indonesia dengan skala besar maupun skala kecil. Untuk menghadapi

terjadinya bencana, berdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang

Penyelenggaraan Penanggulangan

Bencana dan keterkaitan Perka BNPB No. 10 Tahun 2008 tentang Sistim Komando Tanggap

Darurat Bencana, diantaranya adanya pembagian klaster-klaster penugasan dalam operasi

penanganan darurat bencana disaat pra bencana -tanggap darurat – pasca bencana.

Prabencana merupakan aktifitas yang terdiri atas 2 kegiatan berdasarkan kondisinya,

untuk kondisi prabencana yang tidak terdapat potensi bencana kegiatan hanya sebatas

merumuskan pencegahan terhadap bencana yang kemungkinan terjadi, sementara untuk

kondisi prabencana dengan potensi terjadinya bencana hal yang dilakukan adalah mitigasi,

kesiapsiagaan, serta peringatan dini. Tanggap darurat merupakan kegiatan saat terjadinya

bencana untuk meringankan penderitaan sementara, seperti kegiatan search and rescue(SAR),

bantuan darurat dan pengungsian. Selanjutnya merupakan kegiatan pasca bencana yang

mencakup kegiatan pemulihan, rehabilitasi, dan rekonstruksi.

1
Berdasarkan penanganan darurat bencana tersebut untuk menanganinya diberikan

tanggung jawab kepada bidang-bidang yang berwenang dalam Badan Penanggulangan

Bencana Daerah (BPBD) di masing-masing daerah yang ada di Indonesia. Pada kondisi

prabencana ditangani oleh bidang pencegahan dan kesiap siagaan, kondisi tanggap darurat

akan ditangani oleh bidang kedaruratan dan logistik, sementara untuk kondisi pasca bencana

ditangani oleh bidang rehabilitasi dan rekonstruksi. Untuk memperlancar tugas pada masing-

masing bidang ketika menghadapi bencana maka Badan Nasional Penanggulangan Bencana

Indonesia telah membagi beberapa klaster dalam tanggap bencana sesuai dengan sistim

komando tanggap darurat bencana yaitu Klaster Kesehatan, Klaster Pencarian dan

Pengamatan, Klaster Logistik, Klaster Pengungsian dan Perlindungan, Klaster Pendidikan,

Klaster Sarana dan Prasarana, Klaster Ekonomi, Klaster Pemulihan Dini atau Government

(BNPB, 2010).

Adapun yang dijadikan fokus dalam penelitian ini adalah klaster logistik, yang

memiliki tugas sebagai pelopor dalam hal pemenuhan logistik ketika terjadinya suatu

bencana, yang sangat berpengaruh pada korban bencana (BNPB, 2010). Klaster logistik

dipilih karena memiliki peranan secara langsung dalam penanganan bencana, baik terhadap

korban bencana maupun bantuan yang akan didistribusikan, selain itu di Indonesia sendiri

baru terdapat 1 klaster logistik yang resmi yaitu klaster logistik di Yogyakarta dan akan

dibentuk segera di Sumatera Barat. Klaster logistik bertujuan untuk membangun koordinasi

dan kolaborasi dari masyarakat, pemerintah dan dunia usaha untuk kesiapan dan ketersediaan

logistik, meningkatkan respon logistik pada status keadaan darurat, mengidentifikasi

kesenjangan, hambatan dan duplikasi di bidang logistik penanggulangan bencana.

Sedangkan dalam tugasnya mengumpulkan, menganalisa dan menyebarluaskan

informasi tentang logistik, menyusun dan mengembangkan rencana operasi di bidang

logistik, memberikan saran dan bantuan teknis, memberikan fasilitas dan mobilisasi logistik
2
yang diperlukan dan mengkoordinasikan masyarakat, pemerintah dan dunia usaha di bidang

penanggulangan bencana.

Berdasarkan penelitian sebelumnya dikatakan bahwa salah satu komponen utama agar

suatu aktivitas penanggulangan bencana dapat berjalan dengan baikdilihat dari pelaksanaan

sistem logistik bencananya. Penanganan bencana dalam hal logistik selalu menghadapi

permasalahan yang kompleks, namun metode serta penelitian yang ada masih sangat terbatas

(Bintoro, 2012).

Provinsi Sumatera Barat merupakan salah satu daerah yang rawan terjadi bencana,

berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan Kepala Bagian Kebencanaan Dinas

Kesehatan Sumatera Barat, Bapak Indra Veri menyebutkan dari 13 bencana di Indonesia 12

diantaranya ada di Sumatera Barat seperti gempa bumi, tsunami, banjir, tanah longsor,

letusan gunung merapi, puting beliung, banjir bandang, kekeringan dan lainnya.

Saat menghadapi bencana tersebut banyak hal yang terjadi tidak sesuai dengan yang

sudah direncanakan, seperti halnya dalam menanggulangi terjadinya bencana longsor, untuk

menurunkan alat berat saja memakan waktu tunggu yang lama karena koordinasi antar

lembaga yang berhubungan terlalu panjang dan kurang fleksibel. Maksud terlalu panjang

disini adalah masih adanya lembaga pada organisasi klaster logistik yang seharusnya tidak

terlibat, tetapi diikutkan dalam aktivitas tersebut. Kemudian, dalam pencatatan kebutuhan

bantuan bencana banjir dan longsor pada Maret 2016 lalu, masih tidak sesuai antara

kebutuhan bantuan yang ada dilapangan dengan kebutuhan bantuan yang terdistribusi secara

data (Elfisha, 2016). Akibatnya masih ada warga yang belum mendapatkan bantuan yang

dibutuhkannya, selain itu gangguan-gangguan seperti hilangnya jaringan dalam komunikasi,

peringatan dini yang terlambat dikeluarkan, hambatan administratif, politis, dan birokratis,

serta informasi yang tidak lengkap juga dapat menyebabkan permasalahan tersendiri dalam

3
kegiatan logistik (Elfisha, 2016).Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa sistem

pembagian fungsi dan peranan serta koordinasi logistik saat ini di Sumatera Barat masih

belum berjalan dengan baik, khususnya pada penanganan bencana untuk level III yaitu pada

kondisi bencana yang sudah terjadi tetapi dapat dikendalikan (Letusan gunung berapi, Banjir

yang tinggi, Longsor).

Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian terhadap unit didalam organisasi yang

terlibat didalam klaster logistik tersebut, untuk melihat hubungan koordinasi serta hubungan

keterkaitan dalam melaksanakan kegiatan klaster logistik saat penanggulangan bencana

dengan menggunakan pendekatan ISM (Interpretive Structural Modeling) dengan harapan

dapat terbentuknya struktur organisasi dengan pembagian fungsi dan peranan yang tepat, agar

koordinasi dapat diproses dengan cepat, tepat, serta dapat dipertanggung jawabkan dan

menjamin pelayanan publik tersalurkan dengan baik.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan permasalahan yang terdapat pada latar belakang, maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut yaitu bagaimana struktur organisasi yang sudah ada dan pola

koordinasi dari setiap pelaku dari klaster logistik ketika menghadapi keadaan sebelum dan

sesudah terjadinya bencana.

1.3 TUJUAN

Tujuan dalam penelitian ini adalah mendesain organisasi klaster logistik dengan

memperhatikan tingkat koordinasi antar unit dari klaster logistik dalam penanganan tanggap

darurat pada bencana level III.

1.Sub kluster kesehatan terdiri dari :

4
a. Sub klaster pelayanan kesehatan
Tugas dan peran :

 menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan


 melakukan pelayanan pertolongan darurat pra fasilitas pelayanan kesehatan
dan rujukan
 melakukan triase dan pertolongan pertama pada pasien di lokasi bencana
melakukan evakuasi korban P1 dan P2 serta pasien yang sudah meninggal
dengan berkoordinasi dengan kluster pencarian dan keselamatan (TIM sar)
 melakukan arahan dan bekerja sama dengan kluster sarana dan prasarana
dalam hal transportasi evakuasi korban
 bersama tim SAR melakukan koordinasi dalam pencarian dan penyelamatan
dan evakuasi korban dengan informasi yang dimiliki oleh kluster pencarian
dan penyelamatan
 melakukan peninjauan kembali dan triase untuk pasien transport secara efektif
sehingga mendapatkan penanganan lebih baik dengan berkoordinasi dengan
kluster sarana dan prasarana
b. sub klaster pengendalian penyakit dan kesehatan lingkungan
Tugas dan peran :

 melakukan upaya kesehatan lingkungan dengan pembersihan puing-puing di


sekitar lokasi dengan berkoordinasi dengan klaster sarana dan prasarana
 penyiapan air bersih dan sanitasi yang berkualitas yang berkoordinasi dengan
klaster ekonomi
 melakukan pengawasan penyakit/KLB
 melakukan pengawasan terhadap keselamatan korban mulai dari kesehatan,
makanan, pakaian dan lain-lain yang berkoordinasi dengan klaster logistik
 melakukan rangkaian upaya pencegahan terhadap penyakit menular yang
mungkin timbul setelah bencana yang terjadi yang berkoordinasi dengan
kluster pengungsian dan perlindungan
c. sub klaster kesehatan reproduksi
Tugas dan peran :

 menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan reproduksi dalam situasi


bencana
 melakukan pengawasan dan evaluasi korban selamat terhadap keluhan korban
mengenai kesehatan reproduksi
 malakukan pemantauan berkala dan pelayanan kesehatan reproduksi pada
korban dengan kondisi hamil,nifas, maupun ibu yang baru saja melahirkan
ataupun remaja yang sedang menstruasi yang berkoordinasi dengan klaster
logistic dalam pemenuhan kebutuhannya.
d. sub klaster kesehatan jiwa
Tugas dan peran :

5
 menyelenggarakan upaya penanggulangan masalah kesehatan jiwa dan
psikososial secara optimal yang berkoordinasi dengan klaster pendidikan
 melakukan pengawasan fisik dan status mental korban selamat
 melakukan pendekatan kelompok besar, kelompok kecil, dan pendekatan
individu sebagai langkah dalam tekhik penanggulangan masalah psikososial
pada bencana dengan berkoordinasi dengan klaster pendidikan
e. sub klaster pelayanan gizi
Tugas dan peran :

 menyelenggarakan pelayanan gizi


 mendirikan dapur umum dengan berkoordinasi dengan klaster pengungsian
dan perlindungan serta klaster logistic dalam pemenuhan kebutuhannya
 mengintegrasi kepada pihak yang berwenang sesuai kebutuhan pangan yang
dibutuhkan yang berkoordinasi dengan klaster logistik
 melakukan pengawasan dan evaluasi status gizi korban selamat
f. sub klaster identifikasi korban mati akibat bencana (Disaster Victim Identification
/DVI)
Tugas dan peran :

 menyelenggarakan identifikasi identitas korban meninggal memalui


pemeriksaan DNA,sidik jari,maupun pemerikassan antropologi forensic
( meliputi pemeriksaan fisik secara keseluruhan,bentuk tubuh, tinggi badan,
berat badan,tato hingga cacat tubuh dan bekas luka yang ada dikorban)
 melakukan penyimpanan mayat apabila memang diperlukan untuk identifikasi
 melakukan evakuasi, transportasi korban bencana dengan bantuan tim SAR
dalam pencarian korban
 memperkirakan jumalah korban
 dokumentasi dan pendataan korban
 pengembalian korban pada keluarga setelah di identifikasi

kluster kesehatan di atas di dukung oleh :

g. tim logistik kesehatan


Tugas dan peran :

 menyelenggarakan perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian,


dan penyerahan logistik kesehatan untuk memenuhi kebutuhan
Penanggulangan Krisis Kesehatan yang bekerja sama dengan kalster logistik
 mengevaluasi untuk kebutuhan tambahan seperti obat-obatan, infuse.
 menginventaris barang dari/ke gudang penyimpanan dan bekerja sama dengan
kluster logistik
h. tim data dan informasi
Tugas dan peran :

6
 menyelenggarakan manajemen data dan informasi serta penyebarluasan
informasi Penanggulangan Krisis Kesehatan
 membangun system komunikasi dengan bantuan klaster sarana dan prasarana
 menerima data informasi dari berbagai sub kluster kesehatan dan meneruskan
informasi tersebut
i. tim promosi kesehatan
Tugas dan peran :

 mengakaji dan menganalisa data untuk menentukan masalah yang ada dan
jenis promosi kesehatan yang dilakukan
 menyelenggarakan upaya promosi kesehatan bisa melalui pemasangan media
promosi spanduk atau poster dan berkoordinasi dengan klaster pendidikan
 pemutaran film kesehatan, religi, pendidikan, hiburan, dan diselingi pesan
kesehatan yang berkoordinasi dengan klaster pendidikan
 penyelenggaraan posyandu (darurat) integrasi termasuk posyandu lansia di
pengungsian atau di tempat hunian sementara dengan berkoordinasi dengan
klaster pengungsian dan perlindungan

Penanganan bencana skala nasional dibutuhkan 8 delapan klaster, klaster tersebut

berdasarkan keputusan kepala BNPB Nomor 173 tahun 2015 meliputi:

1. Klaster Kesehatan.
Tugas dan peran:

- Pelayanan Kesehatan, Pengendalian Penyakit, Penyehatan Lingkungan, Penyiapan


Air Bersih dan Sanitasi yang berkualitas, Pelayanan Kesehatan Gizi, Pengelolaan
Obat Bencana, Penyiapan Kesehatan Reproduksi dalam Situasi Bencana,
Penatalaksanaan Korban Mati, Pengelolaan Informasi dibidang Kesehatan.
- Menurunkan angka kesakitan dan dan angka kematian dalam penanggulan
bencana
Koordinator : Kepala Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan, Kementerian

Kesehatan.

Wakil Koordinator : Pusat Kedokteran, Kepolisian Republik Indonesia.

2. Klaster Pencarian dan Penyelamatan.


Tugas dan peran:

- Mengerahkan, Mengkoordinir, serta mengendalikan sarana dan personil dalam


pelaksanaan operasi pencarian, penyelamatan, dan evakuasi terhadap korban
bencana secara cepat, efisien dan efektif, Pengelolaan Informasi dibidang
Pencarian dan Penyelamatan.
Koordinator : Direktur Operasi dan Pelatihan, BASARNAS.

7
Wakil Koordinator : Wakil Asisten Operasi, Tentara Nasional Indonesia.

3. Klaster Logistik.
Tugas dan peran:

- Pengadaan barang, sandang, permakanan dan peralatan, Bea Cukai (untuk barang
yang dibawa dari luar negri/impor), Penyimpanan/Pergudangan, Distribusi
Logistik, Keamanan Logistik, Pengelolaan Informasi dibidang Logistik.
- Memastikan koordinasi antar anggota klaster berjalan dengan baik dalam semua
hal berkaitan dengan logistik
- Menggunakan manajemen informasi yang baik untuk dapat mengidentifikasi
kapasitas logistik anggota klaster, kebutuhan manusia yang timbul, dll terkait
logistik
- Memberikan layanan (service) untuk klasternya serta memberikan layanan logistik
yang diperlukan bagi para pelaku kemanusiaan dalam upaya tanggap darurat
sesuai dengan kemampuan klaster
- Menjadi last resource jika kebututan klaster logistik tidak dapat dipenuhi oleh
siapapun dan perlu dipenuhi
Koordinator : Direktur Logistik, BNPB.

Wakil Koordinator : Direktur Perlindungan Sosial Korban Bencana Alam,

Kementerian Sosial.

4. Klaster Pengungsian dan Perlindungan.


Tugas dan peran:

- Penyiapan Dapur Umum, Pencegahan dan Penanganan Kekerasan berbasis


Gender, Tempat Pengungsian, Keamanan, Manajemen Pengungsian dan
Penyiapan Hunian Sementara, Perlindungan Kelompok Rentan, Pengelolaan
Informasi dibidang Pengungsian dan Perlindungan.
Koordinator: Direktur Perlindungan Sosial Korban Bencana Alam,

Kementerian Sosial.

Wakil Koordinator : Asisten Operasi, Kepolisian Republik Indonesia.

5. Klaster Pendidikan.
Tugas dan peran:

- Pelayanan Belajar Mengajar Formal dan Informal, Penyiapan Sekolah Darurat,


Bimbingan dan Penyuluhan bagi Anak Dewasa, Kerohanian, Pengelolaan
Informasi dibidang Pendidikan.
Koordinator : Kepala Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri,

Sekretariat Jendral, Kementerian Pendidikan.

8
Wakil Koordinator : Sekretariat Ditjen Pendidikan Islam, Kementerian

Agama.

6. Klaster Sarana dan Prasarana.


Tugas dan peran:

- Pembersihan puing-puing/debris clearance, Penyediaan Alat Transportasi,


Telekomunikasi dan Energi, Penyediaan Hunian Tetap, Penyediaan Air dan
Sanitasi, Pengelolaan Informasi dibidang Sarana dan Prasarana.
Koordinator : Sekretaris Ditjen Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum.

Wakil Koordinasi : Dirjen Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika,

Kementerian Komunikasi dan Informatika

7. Klaster Ekonomi.
Tugas dan peran:

- Pengelolaan Sektor Pertambangan dan Galian, Listrik, Gas, dan Air Minum,
Industri Pengolah, Konstruksi, Perdagangan, Hotel dan Restoran, Jasa dan
Pertanian, serta Pengelolaan Informasi dibidang Ekonomi.
- Memastikan koordinasi yang efektif antar anggota
- Memastikan koordinasi dengan klaster-klaster lain
- Memastikan kebutuhan, risiko, kapasitas, dan kesempatan telah dikaji dan
dipahami secara baik oleh anggota.
Koordinator : Sekretaris Ditjen Hortikultura, Kementerian Pertanian.

Wakil Koordinator : Asisten Deputi Bidang Restrukturisasi Usaha,

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah.

8. Klaster Pemulihan Dini.


Tugas dan peran:

- Penguatan kapasitas pemerintah pusat/daerah untuk koordinasi, revitalisasi fungsi


pemerintah desa/camat/kabupaten/kota/provinsi, pemulihan layanan publik, sarana
pendukung kepemerintahan, penguatan kapasitas perencanaan dan pendanaan,
pengelolaan informasi dibidang pemulihan dini.
- Membantu pemerintah daerah yang terkena bencana untuk dapat segera
menjalankan aktivitas pemerintahannya seperti sedia kala
Koordinator : Direktur Pencegahan dan Penanggulangan Bencana,

KementerianDalam Negeri.

9
Wakil Koordinator : Asisten Deputi Koordinasi Kebijakan, Penyusunan dan

Evaluasi Program Kelembagaan dan Tatalaksana, Kementerian Pendayagunaan

Aparatur Negara dan RB.

Manfaat koordinasi dalam setiap fase kebencanaan

1. Menurut UU Pasal 18

Pentahapan koordinasi terdiri atas 3 (tiga) tahap yaitu:

a. tahap prabencana meliputi:


1. pelaksanaan latihan bersama
2. kesiapsiagaan
3. mitigasi
b. tahap tanggap darurat untuk pelaksanaan penanggulangan bencana
c. tahap pascabencana meliput:
1. rehabilitasi
2. rekonstruksi
3. evaluasi

2. Menurut UU Pasal 19

(1) Pelaksanaan koordinasi pada tahap prabencana sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 18, huruf a sebagai berikut:

a. mengkoordinasikan rencana kegiatan upaya pencegahan, mitigasi, tanggap darurat,


pemulihan clan rekonstruksi bantuan kesehatan dalam penanggulangan bencana

b. mengkoordinasikan pelaksanaan latihan bantuan kesehatan dalam penanggulangan


bencana;

c. mengkoordinasikan pelaksanaan inventarisasi sumber daya kesehatan/ peta


geomedik;

d. mengkoordinasikan standar operasional tim reaksi cepat bantuan kesehatan dalam


penanggulangan bencana;

10
e. mengkoordinasikan standar operasional penerimaan bantuan kesehatan dalam
penanggulangan bencana;

f. mengkoordinasikan perencanaan kebutuhan anggaran, kebutuhan hidup personel


yang terlibat, dan korban yang berada dalam perawatan serta menyusun sistem pelaporannya;
dan

g. mengkoordinasikan sistem komunikasi dan informasi bantuan kesehatan dalam


penanggulangan bencana.

(2) Pelaksanaan koordinasi pada tahap tanggap darurat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 18, huruf b sebagai berikut:

a. berkoordinasi dengan instansi terkait penanggulangan bencana tingkat pusat dan


daerah untuk mempersiapkan bantuan bila diperlukan (tim penilai cepat/ rapid team
assessment);

b. berkoordinasi dengan Pusdalops penanggulangan bencana dalam penempatan dan


penggunaan Satgaskes;

c. mengkoordinasikan daerah darurat medik di lapangan dan kegiatan pelayanan


kesehatan rujukan di rumah sakit serta mobilisasi sumber daya manusia kesehatan pada fase
tanggap darurat (termasuk faskes, alkes, dan manusia);

d. mengkoordinasikan pergerakan surveilans epidemiologi kesehatan lingkungan dan


pemberantasan penyakit, logistik, dan peralatan kesehatan lapangan dalam rangka
pencegahan KLB (Kejadian Luar Biasa) penyakit menular di tempat penampungan pengungsi
dan lokasi sekitarnya;

e. mengkoordinasikan bantuan perbekalan kesehatan dan makanan yang diperlukan


serta pengawasan atas pendistribusian dan kualitasnya;

f. mengkoordinasikan tugas dan fungsi pelayanan medik pada penanggulangan


bencana agar lebih berdaya guna dan berhasil guna;

g. mengkoordinasikan pendistribusian logistik kesehatan kepada masingmasing


Satgaskes sesuai dengan kebutuhan;

11
h, mengadakan koordinasi lintas sektor untuk angkutan, personel, peralatan, bahan
bantuan, dan lain-lain;

i. mengkoordinasikan bantuan swasta dan sektor lain;

j. berkoordinasi dengan Tim Identifikasi Nasional untuk mengidentifikasi korban


meninggal massal; dan k. melakukan pemantauan dan evaluasi kegiatan satgaskes bantuan
kesehatan.

(3) Pelaksanaan koordinasi pada tahap pascabencana sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 18, huruf c sebagai berikut:

a. berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan dalam melakukan evakuasi dampak


bencana guna menanggulangi kemungkinan timbulnya. KLB penyakit menular dan penyakit
lainnya;

b. berkoordinasi dengan instansi terkait dalam pendataan sumber daya kesehatan yang
rusak; dan

c. membuat evaluasi pelaksanaan bantuan kesehatan dalam penanggulangan bencana.

12

Anda mungkin juga menyukai